Post on 27-Jun-2015
1
HADITS TARBAWI TENTANG IMPLIKASI PAEDAGOGIS FITRAH TERHADAP
KOMPONEN PENDIDIKAN ISLAMI
Oleh Sobar Al Ghazal
ABSTRAK
Pemikiran dan tindakan pendidikan dapat islami manakala bersumber dan digali dari ajaran agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga produknya berupa Pendidikan Islami. Komponen-komponen pendidikan, yaitu tujuan, alat, lingkungan, pendidik, dan terdidik merupakan implikasi paedagogis dari penggalian dari beberapa hadits tentang fitrah; di mana esensi isi kandungan hadits-hadits tersebut menunjukkan bahwa ada perkembangan perilaku (perbuatan, tindakan) manusia, khususnya anak, yang hanya merupakan penjabaran dari fitrah (dasar) tanpa pengaruh sama sakali dari lingkungan (ajar); di sisi lain ada juga perilaku manusia (anak) merupakan hasil dari lingkungan (ajar) sebagai hasil tempaan dan penimpaan lingkungan kepadanya. Keseluruhan isi hadits itu menunjukkan bahwa perkembangan manusia merupakan perpaduan dari fitrah (dasar) dan lingkungan (ajar). Adapun komponen pendidikan Islami yang merupakan perolehan implikasi paedagogis dari hadits-hadits tadi,ialah, 1. Tujuan pendidikan Islami adalah terbinanya manusia muslim yang memperhatikan fitrah dan lingkungan secara seimbang; 2. terdidik diposisikan sebagai seseorang yang sedang berkembang, yang pengembangan perkembangannya perlu fithrah dan lingungan secara kerjasama; 3. pendidik hendaknya memperlakukan terdidik selaras dengan kemampuan dan kesiapannya, serta pendidikan hendaknya bersikap rendah hati, serta mengakui akan kekuasaan Allah Swt Awj; 4. Keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan hendaknya mempertimbangan momen fitrah (dasar) dan lingkungan (ajar) secara seimbang dalam kerangka melangsungkan pendidikannya; dan 5. Teladan dan targhib, termasuk penghargaan dan hukuman merupakan alat pendidikan Islami yang dapat turut mengarahkan keberhasilan terdidik.
KATA KUNCI: Hadits Tarbawi: Tarbawi diartikan kata kerja yang merujuk kepada aktivitas refleksi paedagogis, sehingga Hadits Tarbawi, ialah Penelaahan dan Penarikan Implikasi Paedagogis terhadap Esensi Isi Hadits Nabi Saw; Implikasi Paedagogis: Penarikan nilai dan pesan moral yang terkandung dalam isi Hadits Nabi Saw tentang pendidikan; Fitrah: Potensi laten dan kekuatan terpendam yang ada di dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir; dan Komponen Pendidikan Islami: faktok-faktor yang menentukan kelangsungan pendidikan Islami, yaitu tujuan, lingkungan, alat, pendidik, dan terdidik.
2
PENDAHULUAN
Pemikiran dan tindakan pendidikan dapat islami manakala bersumber dan
digali dari ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Makalah ini memusatkan
kepada penggalian sisi penidikan dari esensi isi beberapa hadits tentang fitrah.
Dengan demikian konsep pendidikan Islami harus digali dari ajaran agama Islam
sendiri; manakala tidak demikian, maka sulit dapat dikatakan sebagai pendidikan
Islami. Syahminan Zaini (1986, hal. 1-3) menandaskan bahwa,
Tentu saja pengertian pendidikan Islami haruslah digali dari ajaran agama Islam sendiri. Kalau tidak demikian, maka tidaklah dapat dikatakan sebagai pendidikan Islami…Pemberian pengertian Pendidikan Islami merujuk ajaran agama Islam yang berhubungan dengan masalah pendidikan itu sendiri, yaitu hakikat manusia dilahirkan ke dunia telah dibekali dengan bermacam-macam fitrah (Shahih Muslim, Juz 17, hal. 187); Agama Islam a). diciptakan oleh Swt Awj bersesuaian dengan fitrah manusia (QSS. Ar-Rum, 30), b). diturunkan oleh Allah Swt Awj kepada manusia untuk mengembangkan atau memberi petunjuk kepada fitrahnya (QSS. Al-Baqarah, 185, An-Nahl, 89)…
Perolehan mengenai komponen-komponen pendidikan Islami pada
makalah ini adalah hasil penarikan (implikasi paedagogis) dari esesnsi isi hadits
tentang fitrah, dengan permasalahan, bahwa manusia (anak) yang terkandung
dalam hadits tentang fitrah, apakah ia kosong (polostomo) sebagaimana yang
dianggap oleh kaum empirisme dengan teori tabularasanya, sehingga peluang
untuk perlu dan dapat dididik sangat lebar, atau justru manusia (anak) telah
menbawa dasar atau bakat, bawaan, potensi semenjak lahir sehingga tidak ada
ruang untuk perlu dan dapat dididik, seperti yang dianggap oleh kaum nativisme;
atau justru isi hadits tentang fitrah itu identik dengan pandangan kaum
konvergensi, yang menyatakan bahwa keberhasilan manusia (anak) merupakan
perpaduan antara dasar dan ajar; atau justru esensi isi hadits tentang fitrah itu
3
merupakan suatu keunikan dari ajaran agama Islam tentang pendidikan termasuk
komponen-komponennya?
Permasalahan ini mendorong untuk penggalian esensi dari isi hadits
tentang fitrah dalam kerangka perolehan komponen-komponen pendidikan Islam.
Penggalian terhadap isi hadits tentang fitrah yang diorientasikan kepada
perolehan tentang hakikat atau karakter manusia (anak) yang nanti memungkin
untuk ditarik implikasi paedagogisnya terhadap komponen-komponen pendidikan
Islami, menggunakan pendekatan fenomenologi yang mencakup langkah redruksi
fenomonologis - reduksi eiditis - eidos. Adapun penarikan implikasi
paedagogisnya menggunakan pendekatan paedagogis yang berkisi-kisi
antropologis-normatif-yang praktis.
Dengan demikian istilah atau lafadl fitrah pada teks hadits Ma min
Mauwludin illa Yuladu ‘alal Fithrati, fa Abawahu Yuhawwidanihi auw
Yunashshiranihi auw Yumajjisanihi, bila didekati dari sisi pendidikan atau
lingkungan, maka mendorong pada munculnya persoalan mengenai dasar (fithrah:
bawaan, bakat, potensi) dan ajar (fa abawahu: pengaruh lingkungan, termasuk
pendidikan) pada tingkahlaku (perbuatan, tindakan) manusia, khususnya anak.
Persoalan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
Apakah tingkahlaku (perbuatan, tindakan) manusia (anak) yang tergambar
pada teks hadits tentang fitrah itu, baik secara tersurat ataupun tersirat, merupakan
bawaan (fithrah: dasar, bakat, potensi), yang sama sekali tidak merupakan hasil
pengaruh lingkungan termasuk pendidikan; lingkungan termasuk pendidikan sama
4
sekali tidak ada pengaruhnya terhadap tingkahlaku (perbuatan, tindakan) manusia
(anak)?
Bila teks hadits tentang fitrah itu menunjukkan bahwa dalam tingkahlaku
(perbuatan, tindakan) manusia (anak) itu faktor bawaan (fithrah: dasar, bakat,
potensi) dan sekaligus ada faktor pengaruh dari lingkungan termasuk pendidikan
(fa abawahu: upaya orangtua, masyarakat, lembaga pendidikan); maka yang
manakah yang bawaan (fithrah: dasar, bakat, potensi) dan yang manakah yang
pengaruh lingkungan termasuk pendidikan (fa abawahu: upaya kedua orangtua,
masyarakat, lembaga pendidikan)?
Seberapa jauh faktor bawaan (fithrah: dasar, bakat, potensi), dan seberapa
jauh pula faktor lingkungan termasuk pendidikan (fa abawahu: upaya orangtua,
masyarakat, lembaga pendidikan) dapat mempengaruhi tingkahlaku (perbuatan,
tindakan) manusia (anak)?
Studi likteratur selintas yang membahas hadits tentang fitrah
menunjukkan, 1). Abdul Mujib (Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan
Psikologis, Darul Falah, Jakarta, 1999), mengkaji beberapa hadits tentang fitrah,
namun ia dengan pendekatan psiko-spiritual-Islami, kajiannya difokuskan pada
konsep fitrah dan kaitannya dengan struktur kepribadian. Struktur fitrah yang
digambarkan menjangkau dimensi-dimensi transcendental dan spiritual dalam
kepribadian manusia; 2). Yasien Mohamed (Insan Yang Suci: Konsep Fithrah
dalam Islam, terj., Mizan, Bandung, 1997), membahas beberapa hadits tentang
fitrah dalam kerangka menyibak misteri fithrah dalam mengembangkan fithrah
ditinjau dari sudut pandang metafisis, epistemologis, etis, psikologis, hukum, dan
5
kehendak bebas. 3). Huzayyin Arifin (Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara,
Jakarta, 2003), menyinggung hadits tentang fitrah yang difokuskan pada
perkembangan manusia sebagai makhluk yang perlu dididik. Ketiga karya
tersebut diduga cukup mewakili, bahwa pembahasan hadits tentang fitrah dari sisi
paedagogis yang berkerangka antropologis – normatif – yang praktis dengan
pendekatan fenomenologis, yang ditarik kepada implikasi paedagogis, berupa
komponen pendidikan Islami, belum dilakukan. Karena itu makalah ini
difokuskan sebagaimana yang ditawarkan di muka.
IMPLIKASI PAEDAGOGIS DARI ISI HADITS TENTANG FITRAH TERHADAP KOMPONEN PENDIDIKAN ISLAMI
A. Teks Hadits tentang Fitrah
Istilah fithrah dalam hadits, baik yang diriwayatkan Imam Bukhari,
Muslim, Ibnu Hiban, Imam Ahmad bin Hanbal disandingkan dengan lafadl fa
abawahu, seperti tergambar berikut. (salinan semua teks hadits terlampir
mengingat halaman makalah terbatas).
Abu Al-Yaman menyampaikan kepada kami, di mana Syu’aib
menginformasikan kepada kami, Ibnu Syihab berkata dishalatkan setiap anak
lahir meninggal meskipun ia adalah saat meninggal sebagai anak zina, karena ia
dilahirkan atas dasar fitrah Islam, kedua orangtuanya atau hanya ayahnya saja
menurunkan beragama Islam meskipun ibunya bukanlah Islam, manakala ia
menjerit minta pertolongan, maka ia dishalatkan, namun ia meninggal tidak
dishalatkan manakala tidak meminta pertolongan, karena ia adalah janin yang
6
gugur; dengan demikian sungguh Abu Hurairah Ra (semoga Allah Swt Awj rela
kepadanya) adalah benar mengemukakan, Nabi Saw bersabda Tidak ada anak
terlahir kecuali ia dilahirkan atas fitrah, namun kedua orang tuanya
meyahudikan, mengkristenkan, atau memajusikannya, seperti binatang yang
melahirkan seekor bayi binatang secara sempurna, apakah kalian
mendapatkannya ada kekurangan; kemudian Abu Hurairah Ra menyatakan ‘…
fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrahnya) itu…
(QSS. 30 : 30)’ (Shahih Al-Bukhari II, Hadits ke-1278 Kitab Al-Jana-iz, hal. 522;
lihat pula Shahih Al-Bukhari Juz V, hal. 281). ‘Abdan menceriterakan kepada
kami, Abdullah menginformasikan kepada kami, Yunus dari Al-Zuhri
menginformasikan kepada kami, Abu Salamah bin ‘Abdurrahman
menginformasikan kepada kami, sungguh Abu Hurairah Ra berkata: Rasulullah
Saw bersabda, tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan, melainkan ia
dilahirkan dalam keadaan suci bersih. Dengan demikian kedua orangtuanyalah
yang menjadikan ia yahudi, kristen, atau majusi. Sama halnya sebagaimana
seekor hewan ternak, maka ia melahirkan ternak pula dengan sempurna, tiada
kalian dapati kekurangannya; kemudian Abu Hurairah Ra menyatakan, …fitrah
Allah disebabkan Dia menciptakan manusia menurut (fitrahnya) itu. Tidak ada
perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus… ayat ke-30 dari QSS.
Al-Rum. (Shahih Al-Bukhari, II, Hadits ke-1279 Kitab Al-Jana-iz, hal. 522; lihat
pula Shahih Al-Bukhari, Juz 16, hal. 7). Shahih Al-Bukhari (Juz 22, hal. 9)
memuat: Ishaq menceriterakan kepada kami, ‘Abdurrazaq menginformasikan
kepada kami, Ma’mar dari Hammam dari Abu Hurairah menginformasikan
7
kepada kami, Abu Hurairah berkata: Rasulullah Saw bersabda, Tak ada anak yang
dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan suci bersih; dengan demikian
kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia yahudi dan Kristen, sebagaimana
yang kalian dapatkan hewan melahirkan anaknya apakah kalian mendapatinya
terdapat kekurangan sehingga kalian adalah mendapatkannya dalam keadaan
kekurangan.
Imam Muslim pada bab qadar menuangkan bahwa Hajib bin Al-Walid
menceriterakan kepada kami, Muhammad bin Harb dari Al-Zunaid dari Al-Zuhri
menceriterakan kepada kami, Sa’id bin Al-Musayyab dari Abu Hurairah
menginformasikan kepadaku, sungguh Abu Hurairah adalah berkata, Rasulullah
Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan
suci bersih; dengan demikian kedua orangtuanyalah menjadikan ia yahudi,
kristen, dan majusi, seperti halnya hewan yang melahirkan hewan pula secara
sempurna, apakah kalian mendapatkannya dalam keadaan kekurangan; lantas
Abu Hurairah menyatakan hendaklah kalian membaca bila kalian menghendaki
tentang …Fitrah Allah yang Dia menciptakan manusia selaras dengan fitrah
tersebut, tak ada perubahan pada penciptaan Allah (QSS. 30 : 30). Abu Bakr bin
Abi Syaibah menceriterakan kepada kami, Abdul’ala menceriterakan kepada
kami; dan ‘Abdu bin Humaid menceritakan kepada kami, ‘Abdurrazaq
menginformasikan kepada kami, di mana kedua duanya dari Ma’mar dari Al-
Zuhri melalui Isnad ini, seraya ia berkata sebagaimana hewan yang melahirkan
bayi hewan, namun ia tidak menyebutkan secara sempurna. Abu Al-Thahir dan
Ahmad bin Isa menceriterakan kepada kami dimana keduanya berkata, Ibnu Wahb
8
menceriterakan kepada kami, Yunus bin Yazin dari Ibnu Syihab
menginformasikan kepadaku, bahwasannya Abu Salamah bin Abdurrahman
menginformasikan kepadanya, bahwasannya Abu Hurairah berkata, Rasulullah
Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan
suci bersih; kemudian Abu Hurairah menyatakan, hendaklah kalian membaca …
fitrah Allah yang mana Allah menciptakan manusia selaras dengan fitrah
tersebut, tak ada perubahan pada penciptaan Allah, itulah agama yang lurus
(QSS. 30 : 30). Zuhair bin Harb menceriterakan kepada kami, Jarir dari
Al-‘Amasy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah menceriterakan kepada kami, Abu
Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan kecuali
ia dilahirkan dalam keadaan suci bersih, namun kedua orangtuanyalah yang
menjadikan ia yahudi, kristen, dan orang menyekutukan Allah (musyrik); lantas
seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw, Wahai Rasulullah apakah pendapat
anda kalau anak tersebut meninggal sebelum itu, Beliau menjawab, Allah lebih
mengetahui kepada keadaan yang mereka kerjakan. Abu Bakr bin Abi Syaibah
dan Abu Kuraib menceriterakan kepada kami, seraya keduanya berkata, Abu
Muawiyah menceriterakan kepada kami, dan Abu Numair menceriterakan kepada
kami, ayah keduanya dari Al-‘Amasy melaui isnad ini dalam suatu hadits Ibnu
Numai menceriterakan kepada kami, Tidak ada anak yang dilahirkan kecuali ia
adalah dalam beragama; dan dalam riwayat Abu Bakr dari Abu Muawiyah,
kecuali dalam beragama ini, hingga lisan anak tersebut menjelaskannya; juga
dalam suatu riwayat Abu Kuraib dari Abu Muawiyah, Tidak ada anak yang
dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan suci bersih ini, sehingga lisannya
9
ia mahir berbicara dengan jelas. Muhammad bin Rafi’ menceriterakan kepada
kami, Abdurrazaq menceriterakan kepada kami, Ma’mar dari Hammam bin
Munabbih menceriterakan kepada kami, ia menyatakan ini yang Abu Hurairah
ceriterakan kepada kami dari Rasulullah Saw, lantas Abu Hurairah menyebutkan
beberapa hadits, salah satunya sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, Anak yang
dilahirkan pasti dilahirkan atas fitrah ini, namun kedua orangtuanyalah
menjadikan ia yahudi dan kristen, sebagaimana halnya unta yang kalaian melihat
ia melahirkan anaknya, maka apakah kalian mendapatkan ia dalam kekurangan,
sehingga keadaan kalian adalah dalam keadaan kekurangan; mereka bertanya,
Wahai Rasulullah, apakah pendapat anda, yang meninggal dalam keadaan masih
kecil, Beliau menjawab Allah lebih mengetahui terhadap keadaan yang mereka
kerjakan. Qutaibah bin Sa’d menceriterakan kepada kami, Abdul Aziz, yaitu Al-
Darawardi, dari Al-‘Ala dari ayahnya dari Abu Hurairah menceriterakan kepada
kami, sungguh Rasulullah Saw telah bersabda, setiap manusia yang ibunya
melahirkannya dalam keadaan suci bersih, namun kedua orangtuanyalah setelah
itu menjadikan ia yahudi, kristen, dan majusi; namun demikian jika kedua
orangtuanya adalah Islam kedua-duanya, maka anaknya adalah Islam. Setiap
manusia yang ibunya melahirkannya dalam keadaan syetan menusuk pada kedua
dadanya, kecuali Mariam dan anaknya. (Shaih Muslim, hal.207-210).
Musnad Ahmad bin Hanbal (Juz, 18, hal. 321; Juz 22, hal. 43; dan Juz 2,
hal. 253) mengungkapkan, Abdullah menceriterakan kepada kami, Bapakku
menceriterakan kepada kami, ‘Affan menceriterakan kepada kami, Hammad bin
Salamah dari Qais dari Thawus dari Abu Hurairah menceriterakan kepada kami,
10
bahwasannya Rasulullah Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan kecuali ia
dilahirkan atas fitrah sehingga kedua orangtuanya adalah yang menjadikan ia
yahudi dan kristen; sebagaimana kalian mendapatkan binatang ternak
melahirkan bayi binatang ternak juga, apakah ia dalam keadaan sempurna
hingga kalian mendapatkannya dalam kekurangan? Seseorang bertanya, hah
dinama mereka, beliau menjawab, Allah lebih mengetahui terhadap keadaan yang
mereka kerjakan. Qais berkata, seseorang itu tidak berpendapat kecuali ia adalah
termasuk ke dalam ketetapan yang pasti. Abdullah menceriterakan kepada kami,
Bapakku menceriterakan kepada kami, Waki’ menceriterakan kepada kami, ia
berkata Al-‘Amasy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah menceriterakan kepada
kami, Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda, Tak ada anak yang
dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan beragama; dan Beliau bersabda
sekali lagi, Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci bersih; dengan
demikian kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia yahudi, kristen, atau orang
musyrik; Rasulullah Saw ditanya, Wahai Rasulullah, Apakah pendapat anda yang
mati sebelum itu. Beliau menjawab, Allah lebih mengetahui yang ada padanya;
dan yang mereka kerjakan. Abdullah menceriterakan kepada kami, Bapakku
menceriterakan kepada kami, Abu Muawiyah dari Al-‘Amasy dari Abu Shalih
dari Abu Hurairah menceriterakan kepada kami, Abu Hurairah berkata, Rasulullah
Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan kecuali ia dilahirkan dalam keadaan
beragama ini, sehingga ia lisannya pasih berkata dalam menjelaskan; namun
kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia yahudi, kristen, atau orang musyrik;
11
mereka bertanya, Wahai Rasulullah, Bagaimana yang berkeadaan sebelum itu;
Beliau menjawab, Allah lebih mengetahui terhadap yang mereka kerjakan.
Ibnu Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adlim, III, hal. 432-433) menjelaskan
konsep fitrah yang terdapat dalam Surat Al-Rum, ayat 30 sebagai berikut.
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuatu) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Al-Qur’an Terjemahan Dwibahasa Inggris dan Indonesia, 2010, hal. 707).
Agama Allah tak terkena perubahan. Al-Bukhari menyatakan, untuk
agama Allah, ia terciptakan pertama kali dan sebagai agama yang sejak pertama
kali penciptaannya, kemurniannya tak tercampuri apa dan siapa pun; karena itu
agama dan fitrah adalah Al-Islam. Abdan menceriterakan kepada kami, Abdullah
menginformasikan kepada kami, Yunus dari Al-Zuhri menceriterakan kepada
kami, Abu Salamah bin Abdurrahman menginformasikan kepadaku, bahwasannya
Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda, Tak ada anak yang dilahirkan
keculi dalam keadaan suci bersih, namun kedua orangtuanyalah yang menjadikan
ia yahudi, kristen, atau majusi; sebagaimana hewan melahirkan hewan pula
secara sempurna; apakah kalian mendapatinya dalam keadaaan kekurangan. Al-
Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Setiap orang dilahirkan dalam keadaan suci
bersih sehinga ia lisannya fasih berbicara; namun kedua orangtuanyalah yang
menjadikan ia yahudi atau kristen. Nasa’i meriwayatkannya dalam Kitab Al-Sair
dari Ziyad bin Ayub dari Hasyim dari Yunus, dia Ibnu Abid dari Al-Hasan Al-
Bashri. Al-Imam Ahmad juga berkata, Hasyim Tsana Abu Ja’far dari Al-Rabi’ bin
Anas dari Al-Hasan dari Jabir bin Abdullah menceriterakan kepada kami, ia
12
berkata, Rasulullah Saw bersabda, Setiap anak yang dilahirkan, ia dilahirkan
dalam keadaan suci bersih, sehingga ia lisannya fasih berbahasa,, yakni
manakala lisannya mengekspresikan baik rasa bersyukur maupun kufur. Al-Imam
Ahmad juga berkata, Affan menceriterakan kepada kami, Abu ‘Awanah
menceriterakan kepada kami, Abu Basyar dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas
Ra menceriterakan kepada kami, bahwasannya Rasulullah Saw ditanya mengenai
anak-anak orang-orang musyrik, maka beliau menjawab, Allah lebih mengetahui
terhadap yang mereka perbuat pada saat Allah menciptakan mereka. Bukhari dan
Muslim mengeluarkannya sebagaimana terdapat dalam shahihnya masing-masing,
mengenai suatu hadits Abu Basyar Ja’far bin Iyas Al-Yasykari dari Sa’id bin
Jubair dari Ibnu Abbas, yang mana hadits tersebut berkeadaan marfu’. Dan Al-
Imam Ahmad menyatakan, Affan menceriterakan kepada kami, Hammad, yaitu
Ibnu Salamah menceriterakan kepada kami, Umar bin Abi Umar dari Ibnu Abbas
memberitakan kepada kami, ia berkata, Rasulullah Saw ditanya mengenai anak-
anak orang-orang musyrik, Beliau menjawab, Allah lebih mengetahui terhadap
keadaan yang mereka kerjakan.
B. Eksplanasi Isi Hadits tentang Fitrah
Teks hadits-hadits tentang fitrah yang dituangkan di muka bila dipilah,
maka terdiri atas dua Jumlah Mufidah pokok sebagaimana tergambar berikut.
BUKHARIMa min Mauwludin illa Yuwladu ‘alal Fithrah
BUKHARIFa Abawahu Yuhawwidanihi auw Yunashshiranihi auw Yumajjisanihi…
13
MUSLIMMa min Mauwludin illa Yuwladu ‘alal Fithrah
AHMAD BIN HANBALMa min Mauwludin Yuwladu illa Yuwladu ‘alal Fithrah
Ma min Mauwludin Yuwladu ‘ala Hadzihil Millah hatta Yubayyina ‘anhu lisanuhu
MUSLIMFa Abawahu Yuhawwidanihi wa Yunashshiranihi wa Yumajjisanihi…
AHMAD BIN HANBALHatta Yakuwna Abawahul Ladzani Yuhawwidanihi wa Yunashshiranihi…
Fa Abawahu Yuhawwidanihi auw Yunashshiranihi auw Yusyarrikanihi…
Pemilahan tersebut menunjukkan adanya kesan pertentangan, yaitu Jumlah
Mufidah yang pertama menunjukkan bahwa manusia (anak) dilahirkan dengan
dibekali Fithrah (bawaan, bakat, potensi) yang menentukan garis
perkembangannya selanjutnya, di mana fithrah dapat disejajarkan dengan istilah
dasar (nature) yang mengingatkan kita pada teori tauwlid dari paham mu’tazilah
(indeterminisme). Jumlah Mufidah yang kedua menunjukkan bahwa manusia
(anak) ditentukan oleh pengaruh yang dialaminya dari Fa Abawahu,
lingkungannya, termasuk pendidikan; di mana Fa Abawahu sejajar dengan istilah
ajar (nurture, culture) yang mengingatkan kita kepada paham jabbariyah
(determinisme).
Al-Imam Al-‘Allamah Jamaluddin Abu Al-Fadhl Muhammd bin Makram
Ibnu Mandlur Al-Anshari Al-Ifriqi Al-Mishri (Lisanul ‘Arab, Juz II, 2005, hal.
633-635) menguraikan bahwa, fithrah berarti penciptaan; di mana fithrah
menyangkut pengenalan kepada Allah Swt Awj yang Dia ciptakan kepada
makhluk-Nya. Istilah fithrah pada ayat …fithratallahi al-latiy fatharan Nasa
‘alaiha, la tabdila li khalqillahi… adalah penciptaan semula kejadiannya yang
diciptakan kepada setiap anak yang lahir, yang penciptaan tersebut berlangsung
14
dalam perut ibu anak terlahir tersebut. Dengan demikian konsep Fithrah pada
sabda Nabi Saw, Kullu mauwludin Yuwladu ‘alal Fithrah, ialah penciptaan
kesemulakejadian yang tercipta semenjak anak masih terdapat di rahim, baik yang
berkaitan dengan kebahagiaan atau kesengsaraan. Manakala ia melahirkannya
dalam keadaan kedua orangtuanya yahudi, kristen, atau majusi, maka yang
mengubah tataran luar dari fitrah yang secara penetapan hukum yang berlaku dan
diberlakukan di dunia (lingkungan, termasuk pendidikan), adalah kedua
orangtuanya termasuk lingkungan yang ditata bedasarkan situasi yang dibentuk
berdasarkan hukum dunia tadi, termasuk pendidikan, bila yahudi, maka yang
mengyahudikan adalah keduaorangtuanyalah yang menjadikan ia seorang yahudi,
bila kristen, maka yang mengkristenkan adalah kedua orangtuanyalah yang
menjadikan ia seorang kristen; bila majusi, maka yang memajusikan adalah kedua
orangtuanyalah yang menjadikan ia seorang majusi. Sekiranya anak itu meninggal
sebelum dewasa maka ia meninggal dalam keadaan semula fitrahnya sebagaimana
Allah ciptakan semula; dan inilah fitrah yang terbawa sejak ia dilahirkan; namun
fitrah dalam artian situasi yang diciptakan berdasarkan ajaran agama Islam, yang
mengakibatkan seseorang menjadi seorang muslim, yaitu syahadatain yang
sebagaimana yang dibawakan oleh Rasulullah Saw dengan benar, maka fitrah ini
disebut fitrah tataran luar, yang disebut fitrah beragama; hadits Al-Bara’ bin ‘Azib
Ra dari Nabi Saw, bahwasannya Beliau Saw mengajari seseorang agar
mengucapkan syahadatain manakala hendak tidur; seraya Beliau Saw bersabda,
Sungguh engkau sekiranya meninggal di malam hari, karena membaca
syahadatain, maka engkau meninggal dalam keadaan fitrah, yaitu beragama
15
Islam. Fithrah juga dapat berarti ia diciptakan oleh Allah Swt Awj dalam keadaan
menjadi seorang yang beriman, pengertian ini mengingat, Futhira Kullu Insanin
‘ala Ma’rifatihi bi Annallaha Rabbu Kulli Syai-in, wa Khaliqihi (Seluruh manusia
diciptakan oleh Allah Swt Awj dalam keadaan mengenal-Nya bahwasannya Allah
itu Tuhan segala sesuatu, dan Dia adalah penciptanya).
Asbabul Wurud hadits-hadits tentang fithrah ini, adalah, hal yang
berkaitan dengan pembunuhan keturunan orang-orang musyrik; dan berkaitan
dengan persoalan perlu tidaknya dishalatkan anak hasil perzinaan bila ia
meninggal. Sehingga istilah ghayyah berasal dari kata Al-Ghawayah, yaitu sesat,
yakni bahwa setiap anak yang dilahirkan dishalatkan, jika salah seorang dari
kedua orangtuanya jelas-jelas Islam; dan walaupun seorang anak yang
dilahirkan adalah dari ibu yang kafir atau penzinah atau yang semisal keduanya.
Adapun Fithrah Al-Islam, ialah agama dan sistem serta jalan menujunya. Lafadl
Istahalla Sharikh: menjadi tanda hidupnya anak yang lahir tersebut pada saat
kelahiran dengan menangis ataupun tidak menangis. Saqth adalah janin yang
gugur sebelum paripurna. Yuhawwidanihi auw Yunashshiranihi auw
Yumajjisanihi, mengandung makna, kedua orangtuanya menjadikan ia yahudi,
kristen, atau majusi selaras dengan agama kedua orangtuanya itu yang
disampaikan melalui metode targhib (reward dan funishment) kepada anak
tersebut atau melalui metode teladan agar anak tersebut mengikuti jejak
kesadaran dan pengalaman ajaran keagamaan kedua oramngtuanya itu.
Tantataju Al-bahimah, ialah ia melahirkan binatang atau hewan yang
sempurna; dengan demikian Bahimah Jam’a-a adalah hewan yang sempurna
16
anggota badanya selaras serta sesuai dengan penciptaan. Tahassuna,
maksudnya melihat dengan mata sendiri. Jad’a-a ialah terputus telinga, hidung,
atau selain keduanya. Iqra-u In Syi-tum, ialah hendaknya kalian memperkuat
makna fitrah termaksud dalam hadits ini dengan firman Allah Swt Awj pada ayat
ke-30 dari surat Ar-Rum. Fithrah Allah, adalah agama keimanan, tauhid, dan
mengenal Allah, Pencipta Yang Mahasuci. Fathara Al-Nas, yakni Allah
menciptakan manusia. La Tabdila li Khalqi Allah, yakni, tak ada perbedaan
antara semua manusia dalam segi asal penciptaannya; dan tak ada satu pun dari
apa dan siapa pun yang mampu mengubah tabi’ah (nature) diri mereka secara
hakiki. Al-Qayyim, ialah yang lurus dan menetap pada seluruh urusan manusia.
Al-Maziri menjelaskan mengenai fithrah, bahwa fithrah adalah faktor
keturunan (hereditas) dari orangtua yang diambil dan disemayamkan kepada
anaknya; karena itu kelahiran terjadi atas faktor keturuanan tadi sehingga
perubahan dapat terjadi melalui kedua orangtuanya; di mana fathrah ini
menyangkut suatu kebahagiaan atau kesengsaraan yang telah ditetapkan sejak
semula kejadian yang dijadikannya. Kama Tuntaju Al-Bahimah Bahimah,
bermakna, sebagaimana seekor hewan yang sempurna yang dilahirkan induk
hewan, yakni, hewan yang dilahirkan itu lengkap anggota badannya dalam
keadaan selamat dari kekurangan singga tidak terlihat kekurangan, yaitu terputus
telinga atau selainnya dari anggota badan itu; hal ini menunjukan bahwasannya
hewan melahirkan hewan pula secara paripurna anggota badannya, tak ada
kekurangan padanya; sungguh kejadian cacat dan kekurangan itu setelah
kelahiran.
17
Lafadl fithrah juga mengandung beberapa pengertian, seperti sunnah
(alamiah), penciptaan pertama, tabi’at yang mulus tidak terkenai kecacatan, dan
Agama Allah, yaitu Al-Islam.
C. Esensi Isi Hadits-hadits tentang Fitrah dan Indikasi Implikasinya untuk Komponen Pendidikan
Eksplanasi isi hadits-hadits tentang fitrah di atas, mendukung untuk dapat
ditangkap esensi kandungannya, yaitu bahwa pertautan fithrah (bawaan, bakat,
potensi) dengan fa abawahu (upaya kedua orangtua, lingkungan termasuk
pendidikan); menunjukan bahwa manusia (anak) pada hal-hal tertentu telah
membawa sejak lahir pengertian-pengertian yang tidak dapat dikatakan sebagai
abstrasi (tajarrud, tajrid) dari pengalaman (pendidikan dan pengajaran dari kedua
oranguta, masyarakat, lembaga pendidikan) yang dialaminya dari lingkungan atau
hasil pengajaran dari kedua orangtua, masyarakat, lembaga pendidikan; ini
menunjukkan bahwa pengertian sesuatu itu tidak muncul karena hasil resonansi
dengan pengamatan inderiah, namun didapatkan oleh manusia sejak kelahirannya.
Pengertian tersebut merujuk kepada idea-idea yang dibawa lahir, bahkan secara
ekstrim semua pengertian-pengertian itu merujuk kepada idea-idea yang dibawa
lahir; realita sehari-hari, bergaul dengan orang tua dan sesama manusia dan
lingkungan adalah yang tampil secara material sebenarnya adalah idea-idea
fitriah. Dengan demikian hadits-hadits tentang fithrah dari satu sisi menunjukkan
bahwa segala kejadian di dunia sebagai manifestasi dari benih yang ada padanya
sejak semula. Ini tidak hanya berlaku bagi tanaman, melinkan juga bagi segala
18
organisme, termasuk manusia. Perkembangan manusia pada satu sisi hanya
merupakan semacam penjabaran dari yang telah disiapkan semula, yang telah
dibawakan sejak kelahirannya. Jadi hadits-hadits tentang fithrah dalam satu sisi
menujukkan masalah perenialitas dan hereditas. Manusia dimulai sejak jauh yang
ada dalam pangkuan dan genggaman Allah Swt Awj, yang dalam penciptaan
Allah sejak awal itu, manusia mengandung zat hidup yang mengandung berbagai
potensi pertumbuhan dan perkembangan yang menimbulkan keragaman individu
di samping persamaannya.
Hadits-hadits terntang fithrah ini mendukung adanya perkembangan
seseorang sepenuhnya ditentukan oleh Allah Swt Awj, yaitu di antaranya
berbentuk fitrah (bawaan, bakat, potensi). Meskipun masalah fitrah ini secara utuh
menyeluruh tidak dapat dikenal dan dimengerti selain diimani.
Isi hadits-hadits tentang fitrah menuntun bahwa fitrah (bawaan, bakat,
potensi) yang terdapat dan diciptakan pada manusia, tak dapat lepas dari
lingkungan (pengaruh kedua orangtua, termasuk pendidikan), sehingga terdapat
fitrah pada seseorang yang mencerap pengaruh lingkungan tersebut. Teks hadits-
hadits ini dalam satu sisi menunjukkan bahwa fithrah (bawaan, bakat, potensi)
berkembang dalam lingkungan (upaya kedua orangtua, pendidikan) tertentu.
Jadi memang hadits-hadits tentang fitrah, pada satu sisi, menunjukkan
bahwa ada perkembangan manusia (anak) semata-mata merupakan penjabaran
dari fithrah (bawaan, bakat, potensi) yang diciptakan oleh Allah Swt Awj
kepadanya, sehingga ia memilikinya bersama kelahirannya. Dengan demikian
tingkahlaku (perbuatan, tindakan) manusia (anak) pada sisi ini sepenuhnya
19
merupakan penjabaran fithrah (bawaan, bakat, potensi). Fithrah pada hal-hal
tertentu memang mutlak menentukan tingkahlaku (perbuatan, tindakan) manusia.
Dari makna fithrah pada satu sisi seperti disinggung di atas, bila dipertautkan
dengan fa abawahu (upaya kedua orangtua, termasuk lingkungan, pendidikan),
memunculkan persoalan, bagaimana peranan kedua orangtua (lingkungan,
termasuk pendidikan) sehubungan dengan tingkahlaku (perbuatan, tindakan)
seseorang itu? Masih adakah ruang dan peluang bagi kedua orangtua (lingkungan,
termasuk pendidikan), untuk turut mengarahkan dan membina tingkahlaku
(perbuatan, tindakan) seseorang itu? Jadi, berdasarkan hadits-hadits tentang fitrah
itu, apakah dapatkah anak itu dididik dan orang tua mendidik, bila segalanya telah
ditentukan oleh fithrah (bawaan, bakat, potensi) yang dibawanya lahir?
Haditas-hadits tentang fithrah itu juga menunjukkan bahwa manusia
(anak), sebagaimana tersurat dan tersirat pada …fa abawahu yuhawwidanihi auw
nashshiranihi, auw yumajjisanihi, (auw yusyarrikanihi)…, ada hal-hal,
pengetahuan dan perkembangan manusia (anak) yang didapatkan dan atau hasil
pengaruh dari kedua orangtua, lingkungan termasuk lembaga pendidikannya.
Manusia (anak) ditentukan pengaruh kedua orangtua (lingkungan,
pendidikan)nya, sehingga seolah-olah manusia tak diberi daya dan tidak boleh
berdaya terhadap pengaruh yang ditimpakan kedua orangtua (lingkungan,
pendidikan)nya kepadanya. Kedua orangtua (lingkungan, pendidikan) yang
membentuk perilaku (perbuatan, tindakan) anak (manusia). Perkembangan
manusia tak dapat lepas dari bentukan kedua orangtua (lingkungan, pendidikan).
20
Namun keutuhan secara satu menyeluruh hadits-hadits tentang fithrah itu,
menunjukkan bahwa perkembangan manusia (anak) mendapat pengaruh baik dari
fithrah (bawaan, bakat, potensi) maupun dari fa abawahu (upaya kedua orangtua,
lingkungan termasuk lembaga pendidikan); keduanya (fithrah dan fa abawahu)
bekerjasama dan saling melengkapi. Seolah-olah hadits-hadits itu menunjukkan
bahwa apa yang dimiliki seseorang sebagai fithrah (bawaan, bakat, potensi) yang
dianugerahkanoleh Allah Swt Awj belum merupakan suatu yang realistik
(kenyataan faktual dan aktual), melainkan baru merupakan kemungkinan-
kemungkinan atau bahan dasar, yakni bahwa fitrah (bawaan, bakat, potensi)
merupakan kecenderungan penciptaan Allah Swt Awj untuk mengaktualisasi diri;
di mana perkembangan manusia (anak) tidak sekedar manifestasi dari fithrah
sebagai benih yang menyiratkannya, melain terarah oleh fa abawahu, selaras
dengan kondisi dan situasi yang terkandung dalam upaya kedua orangtua,
lingkungan termasuk pendidikan. Jadi perkembangan manusia (anak) tidak
sekedar ditentukan oleh dasar (fithrah) semata, tetapi juga ajar (fa abawahu)
mempunyai saham, meskipun ujungpangkal serta prosesnya tak dapat lepas dan
dilepaskan dari (petunjuk, hidayah) Allah Swt Awj, sang Rabb dan Pencipta
segala sesuatu, termasuk (perbuatan, tindakan: tingkahlaku) manusia (anak).
Implikasinya bagi komponen pendidikan Islami, bahwa komponen-
komponen pendidikan Islami, yaitu tujuan, lingkungan, alat, pendidik, dan
terdidik, hendaknya dalam pelaksanaan pendidikan memperhatikan dan
mewujukan fithrah dan fa abawahu (dasar dan ajar) secara seimbang. Pendidik
(kedua orangtua) memegang peranan yang penting dalam perkembangan terdidik,
21
namun juga pendidik (kedua orangtua) hendaknya berendah hati; tidak pada
tempatnya ia dengan bangga menunjukkan; inilah hasil dididikannya; sebab upaya
pendidik (kedua orangtua) itu tergantung pula dari situasi (lingkungan, milieu)
saat pendidikan itu berlangsung, cara terdidik menerima atau menolaknya, dari
fithrah (bawaan, bakat, potensi) dan kemampuan yang ada pada terdidik; bahkan
keberhasilan pendidikan sangat tergantung kepada (hidayah) Allah. Juga sangat
sulit ditentukan mana hasil didikan (fa abawahu), mana penjabaran bawaan, bakat,
potensi (fithrah). Hendaknya pendidik tetap memiliki optimisme, namun ingat,
bahwa banyak hal-hal yang turut menentukan keberhasilan pendidikan seseorang.
Tujuan pendidikan dari penjelasan di muka adalah terbinanya manusia
muslim, yang berkesadaran berpengalaman akan fitrah dan lingkungan yang turut
membantu ke arah tingkalaku (perbuatan, tindakan) Islaminya. Teladan dan
targhib menjadi suatu alat pendidikan yang turut membantu ke arah terperoleh
tunjuan tadi. Keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan, milieu
(bi’ah) sebagai lembaga pendidikan hendaknya memperhatikan dan
mempertimbangkan momen fitrah (dasar) dan fa abawahu secara seimbang dalam
kerangka melangsungkan pendidikan Islasmi.
KESIMPULAN
Hadits-hadits tentang fithrah menunjukan, bahwa 1). adanya
perkembangan manusia (anak) yang hanya merupakan penjabaran dari fitrah
(dasar) belaka, tanpa pengaruh dari lingkungan (fa abawahu); namun juga 2). Ada
perkembangan manusia (anak) hanya merupakan pengaruh lingkungan yang mesti
22
manusia (anak) menerima begitu saja apa yang ditimpakan dan ditempakan oleh
lingkungan. Komponen-komponen pendidikan Islami sebagai implikakasi
paedagosgis dari hadits-hadits tentang fithrah menunjukan a). tujuan pendidikan
islami adalah terbinanya manusia muslim, yang secara seimbang memperhatikan
dasar (fitrah) dan ajar (fa abawahu) dalam kerangka memperoleh keberhasilan
yang dituju; b). terdidik adalah manusia (anak) yang sedang berkembang, yang
perkembangannya merupakan perpaduan untuh menyeluruh fithrah (dasar) dan fa
abawahu (ajar) yang turut mempengaruhi dan mengarahkan tingkahlakunya itu
secara kerjasama dan seimbang; c). pendidik hendaknya memperhatikan
kemampuan dan kesiapan terdidik dalam kerangka melangsungkan
pendidikannya, dengan penuh redah hati, dan mengukui kekuasaan Allah; d).
keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan, milieu (bi’ah) yang turut
menentukan dan memberi saham pada pengembangan terdidik, hendaknya
memperhatikan momen fithrah (dasar) dan fa abawahu (ajar) sekaligus serta
seimbang dalam melangsungkan pendidikannya; e). teladan dan targhib
merupakan alat pendidikan yang sangat mendukung pada keberhasilan terdidik
dalam bertingkahlaku yang seklaras sebagai muslim.
23
DAFTAR KEPUSTAAN
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Qur’an Terjemah Dwibahasa Inggris dan Indonesia, PT. Mizan, Bandung, 2010
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, DarulFalah, Jakarta, 1999
A.J. Wensinck, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadl Al-Hadits Al-Nabawi, London, 1965.
Al-Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Samarang, TT.
Al-Imam Malik, Muwaththa, Dar Al-Kitab Al-Ilmiyah, Bairut, 2009
Al-Maktabah Al-Syamilah, 2008
Ibnu Mandlur, Lisan Al-‘Arab V, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Bairut, 2005
Ismail Thoib, Wacana Baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam, Alam Tara, Jogjakarta, 2008
Jamil Shaliba, Al-Mu’jam Al-Falsafi I dan II, Bairut, 1982
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendiidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2003
Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogyakarta, 2006
Yasien Mohamed, Insan Yang Suci: Konsep Fithrah dalam Islam, terj., Mizan, Bandung, 1997
24
HADITS TARBAWI TENTANG IMPLIKASI PAEDAGOGIS FITRAH TERHADAP
KOMPONEN PENDIDIKAN ISLAMI
Disampaikan pada Seminar KelasMata Kuliah Hadits Tarbawi
Oleh Sobar Al Ghazal
Dosen PengampuDr. Ali Masrur
PROGRAM PASCASARJANA S3 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
25
1431 H/2010 M