Hadist Ditinjau Dari Aspek Sumbernya (Makalah Studi Hadist)
-
Author
bejokampungan -
Category
Documents
-
view
67 -
download
9
Embed Size (px)
description
Transcript of Hadist Ditinjau Dari Aspek Sumbernya (Makalah Studi Hadist)

BAB IPendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an dan Nabi dengan sunnahnya merupakan dua hal pokok
dalam seluruh bangunan dan sumber keilmuan ilam, sebagai sesuatu yang
sentral dalam “jantung” umat Islam1. Hingga kini, kajian-kajian atas kedua
sumber sentral tersebut terus berlanjut
Pun, kajian terhadap hadis, baik kajian terhadap kandungan hadis
maupun keilmuan dan studi perihal hadis itu sendiri. Masing-masing kajian
memiliki pembahasan sendiri-sendiri.
Istilah-istilah hadis mungkin sering kita temui. Tapi mungkin kita
kadang bertanya-tanya: "Mengapa harus ada berbagai istilah dalam hadis?".
"Mengapa tidak hadis saja?" Jawabannya adalah karena pada mulanya hadis
tidak ditulis. Sehingga untuk menjaga menjaga keilmiahan dan keotentikan
hadits para ilmuan (ulama hadis dalam hal ini) menggolongkan hadis dalam
berbagai kelompok hadis. Dari sinilah berbagai istilah hadis muncul.
Ada berbagai macam tinjauan dan segi pandang (perspective)
terhadap pengelompokan hadis. Seperti telah kita pelajari tinjauan hadis dari
segi kualitas dan kuantitasnya (Shahih, Hasan, Dloif) ada pula hadis dilihat
dari Jumlah perawi (Mutawattir, Ahad) berdasarkan sanad (Muallaq,
Mu’dal, Munqati’, Muttasil) dsb.
Lantas kemudian ada pula pengelompokan hadis dari perspective
lain, yaitu hadis di tinjau (dikelompokkan) dari segi atau aspek sumbernya,
atau dapat juga disebut dari segi penyandarannya.
Disinilah pemakalah akan mengambil pembahasan pada makalah
kali ini.
B. Rumusan Masalah
1 Fazlur Rahman dkk. Wacana Studi hadis Kontemporer, Yogyakarta: 2002 PT. Tiara Wacana Yogya, Hlm.3

Pemakalah mencoba untuk sedikit menjelaskan hadis dari
persepektive aspek sumber, adapun poin-poin pada makalah adalah sebagai
berikut :
1. Apakah Hadis Marfu’ dan bagaimana Kehujahannya?
2. Apakah Hadis Mauquf dan bagaimana Kehujahannya?
3. Apakah Hadis Maqtu’ dan bagaimana Kahujahannya?
4. Apakah Hadis Qudsi?

BAB IIPembahasan
1. Hadis Marfu’
Hadis Marfu’2 adalah :
قول من وسلم عليه الله صلى النبي إلى أضيف ماصفة أو أوتقرير أوفعل
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dalam bentuk perkataan, perbuatan, taqrir ataupun sifat.
Kata Marfu’ (مرفوع) secara harfiah berarti diangkat atau terangkat
hingga pada posisi yang tinggi. Maka hadits Marfu’ ( المرفوع (الحديث
adalah hadits yang oleh para muhadditsun dinyatakan sebagai hadits yang
disandarkan langsung pada Nabi saw3. Baik sanadnya bersambung secara
utuh (muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair muttashil), yakni terdapat
sanad yang terputus di dalamnya. Jika keterputusan terjadi pada dua titik
atau lebih secara tidak berurutan maka dinamakan hadits munqathi’ (
dan jika putusnya di dua titik secara berurutan maka disebut dengan ,(منقطع
istilah hadits mu’dlal (معضل). Hadits Marfu’ biasanya mempunyai ciri
adanya pernyataan “Nabi bersabda ( النبي+ قال) atau “Rasul bersabda ”(قال
”(الرسول atau “Rasul berbuat ( الرسول ”(فعل atau yang serupa. Hadits
yang demikian dikatakan sebagai Marfu’ karena memiliki sumber
pengambilan dari posisi yang tertinggi, yaitu Nabi Muhammad saw.
Contoh :
الشمس غروب بعد ركعتين نصلى : كنا قال عباس ابن عن
لم(مس ينهنا. )رواه يأمرون فلم ص. يرانا النبي وكان
2. Mahmud Al-Tahhan, Taisir Mustalah Al-Hadis, Beirut: Dar Al-Qur’an, 1979, hlm 1273 . Nawer yuslem, Ulumul Hadis, PT. Mutiara Sumber Widya, 2011, Hlm. 282

Artinya: dari Ibnu Abbas ia berkata: kami pernah shalat dua rakaat
sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat kami, tetapi beliau tidak
memerintah kami dan tidak melarang kami. (HR. Muslim).
Hadits diatas dianggap Marfu’ karena secara terang-terangan Nabi
malihat Ibnu Abbas melakukan sholat 2 rakaat, namun tidak menyuruh
ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.
Macam-macam Hadits Marfu’
Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan,
perbuatan, maupun taqrir Nabi, maka apa yang disandarkan kepada Nabi
itupun dapat diklasifikasikan menjadi Marfu’ qauli, Marfu’ fi’li dan Marfu’
taqriri. 4
1. Marfu’ Qauly Hakiki
Ialah apa yang disandarkan oleh sahabat kepada Nabi tentang
sabdanya, bukan perbuatannya atau iqrarnya, yang dikatakan dengan tegas
bahwa nabi bersabda. Seperti pemberitaan sahabat yang menggunakan
lafazh qauliyah :
كذا …… يقول وسلم عليه الله صلى الله رسول سمعت
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ……… begini”
Contohnya :
الله صلى الله رسول قال: إن+ عنه الله رضى عمر ابن عن
بسبع الفذ+ صالة من أفضل الجماعة قال: صالة وسل+م عليه
)مسلم و البخاري ) رواه درجة عشرين و
4 Subhi Ash-Shalih,, Ulumul Hadits Wa Mushthalahuhu, Darul Ilmil Umayin, Bairut, 1981

“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Shalat
jama’ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat
sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu’ Qauly Hukmi
Ialah hadits Marfu’ yang tidak tegas penyandaran sahabat terhadap
sabda Nabi, melainkan dengan perantaran qarinah yang lain, bahwa apa
yang disandarkan sahabat itu berasal dari sabda nabi. Seperti pemberitaan
sahabat yang menggunakan kalimat :
كذا عن ……. نهينا بكذا أمرنا
“Aku diperintah begini…., aku dicegah begitu……”
Contohnya :
( عليه ) متفق اإلقامة يوتر و األذن ينتفع ان بالل أمر
“Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan iqamah”
(HR Mutafaqqun ‘Alaih)
Pada contoh diatas hadits tersebut dihukumkan Marfu’ dan
karenanya hadits yang demikian itu dapat dibuat hujjah. Sebab pada
hakikatnya si pemberi perintah iu tidak lain kecuali Nabi saw.
3. Marfu’ Fi’li Hakiki
Adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan
perbuatan Rasulullah saw. Contohnya :
عليه الله صل+ى رسواللله ان+ عنها الله رضى عائشة عن
+هم+ فى يدعوا كان وسل+م +ى الصالة, ويقول: )الل أعوذبك إن
البخارى( )رواهالمغرم( و المأثم من

“Warta dari ‘Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw berdo’a di waktu Sholat,
Beliau berdo’a: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu dari dosa dan
hutang” (HR Bukhari)
4. Marfu’ Fi’li Hukmi
Ialah perbuatan sahabat yang dilakukan dihadapan Rasulullah atau
diwaktu Rasulullah masih hidup. Apabila perbuatan sahabat itu tidak
disertai penjelasan atau tidak dijumpai suatu qarinah yang menunjukkan
perbuatan itu dilaksanakan di zaman Rasulullah, bukan dihukumkan hadits
Marfu’ melainkan dihukumkan hadits mauquf. Sebab mungkin adanya
persangkaan yang kuat, bahwa tindakan sahabat tersebut diluar pengetahuan
Rasulullah saw. Contohnya :
+ا قال الله رسول عهدى على الخيل لحوم نأكل جابر: كن
النسائى( )رواه
“Jabir r.a. berkata : Konon kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah
saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu’ Taqririyah Hakiki
Ialah tindakan sahabat dihadapan Rasulullah dengan tiada
memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari beliau.
Contohnya, Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a:
+ا الله رسول كان و الشمس غروب بعد ركعتين نصل+ كن
ينهنا ولم يأمرنا ولم يرانا سلم و عليه الله صلى
“Konon kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam,
Rasulullah saw mengetahui perbuatan kami, namun beliau tidak
memerintahkan dan tidak pula mencegah.”

6. Marfu’ Taqririyah Hukmy
Ialah apabila pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat
sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati. Contohnya,
perkataan Amru Ibnu ‘Ash r.a kepada Ummul Walad:
+ة علين تلبسوا ال +نا سن داود( ابو )رواه نبي
“Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu
Dawud)
Perkataan di atas tidak lain adalah sunnah Nabi Muhammad saw,
akan tetapi kalau yang memberitakan dengan kalimat minas sunnati dan
yang sejenis dengan itu seorang tabi’in, maka hadits yang demikian itu
bukan disebut hadits Marfu’, tetapi disebut hadits mauquf.
Adapun hukum Hadis Marfu’, tergantung pada kualitas dan
bersambung tidaknya sanad, sehingga dengan demikian memungkinkan
suatu Hadis Marfu’ itu berstatus Shahih, Hasan, atau Dha’if, Sebagian dari
Hadis Marfu’ dapat dipegang sebagai hujjah dan sebagian yang lain tidak.
Hal tersebut sesuai dengan kualitas Hadis tersebut.5
2. Hadis Mauquf
An-Nawawi, sebagaimana dikutip oleh Al-Suyuti mendefinisikan
Hadis Mauquf sebagai berikut :
نحوه أو فعال أو قواللهم بة الصحــا عن المروي+ ما وهو
منقطعا كان أو كان متصال
5. Nawer Yuslem, Ulumul.., hlm. 283

“Berita yang hanya disandarkan sampai kepada sahabat saja, baik yang
disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung
maupun terputus.”6
Ajjaj al-khatib dalam Usul al-hadis maupun Al-Thahhan dalam Taisir
Mustalah Al-Hadis memberikan definisi yang tak jauh beda dengan definisi diatas.
Yang mana dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Segala sesuatu
yang diriwayatkan dari atau dihubungkan kepada seorang sahabat atau sejumlah
sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan maupun pengakuan disebut dengan
Hadis Mauquf. Contoh :
: حد\ثوا عنه الله رضي طالب بن علي : قال البخارى قول
ورسوله الله يكذ̀ب أن أتيدون عرفون، بما النا̂س .7
Bukhari berkata, “Ali r.a berkata, ‘Berbicaralah dengan manusia tentang apa
yang diketahui/dipahaminya, apakah kamu ingin bahwa Allah dan Rasulnya
didustai”
Contoh lain :
فال أصنحت واذا تنتظرالصباح فال أمسيت يقول: اذا
لموتك حياتك ومن لمرضك صح+تك من وخذ تنتظرالمساء
البخاري( )رواه
“Konon Ibnu Umar r.a berkata: Bila kau berada di waktu sore jangan menunggu
datangnya pagi hari, dan bila kau berada di waktu pagi jangan menunggu
datangnya sore hari. Ambillah dari waktu sehatmu persediaan untuk waktu
sakitmu dan dari waktu hidupmu untuk persediaan matimu.” (HR. Bukhari)
6 As-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi sayarh taqrib al-Nawawi, Beirut, Dar al-fikr, 1993, Hlm. 1167 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut, Dar al-fikr, 1410H/1981M, Juz 1 Hlm 41

Hadits di atas adalah hadits mauquf, sebab kalimat tersebut adalah perkataan Ibnu
Umar sendiri, tidak ada petunjuk kalau itu sabda Rasulullah saw, yang ia ucapkan
setelah ia menceritakan bahwa rasulullah memegang bahunya dengan bersabda:
+ك الدنيا فى كن سبيل عابر او غريب كأن
“Jadilah kamu di dunia ini bagaikan orang asing atau orang yang lewat di jalanan”
Hadis mauquf yang berstatus marfu’
Diantara hadis Mauquf terdapat hadis yang lafadz dan bentuknya
mauquf, namun setelah dicermati hakikatnya bermakna marfu’. Yakni
berhubungan dengan Rasulullah Saw. Hadis yang demikian oleh ulama’
dinamakan al-mauquf lafzan al-marfu’ ma’nan,
Diantara bentuk-bentuk hadis mauquf yang dihukumi atau berstatus marfu’
adalah8 :
1. Perkataan sahabat mengenai masalah-masalah yang bukan
merupakan ruang ijtihad dan tidak pula dapat ditelusuri melalui
pemahaman secara kebahasaan, dan tidak bersumber pada ahli kitab,
misalnya : berita tentang masa lalu perihal kejadian manusia, berita
tentang masa yang akan datang, perihal kedahsyatan hari kiamat
2. Perbuatan sahabat mengenai masalah yang bukan merupakan ruang
ijtihad, seperti shalat kusuf yang dilakukan ali r.a dengan cara
melakukan lebih dari 2 rukuk pada setiap raka’atnya.
3. Berita dari sahabat mengenai perkataan atau perbuatan mereka
tentang sesuatu serta tidak adanya sikeap keberatan yang muncul
mengenai perkataan atau perbuatan tersebut.
4. Penafsiran sahabat yang berhubungan dengan asbabun nuzul suatu
ayat Al-qur’an. Seperti perkataan Jabir 9:
8. Nawir Yuslem, Ulumul…, hlm. 2869 Muslim, Shahih Muslim, Juz 1 Hlm. 662

جاء قبلها فى دبرها من امراته أتى : من تقول اليهود كانت
)رواه لكم...االية حرث : نساؤكم تعالى الله فأنزل أحوال،
مسلم(
Orang-orang Yahudi berkata, : “siapa yang menggauli isterinya dari arah
belakangnya, maka akan lahir anak yang juling mata-nya, “maka setelah
itu turunlah ayat Al-Qur’an yang menyatakan, “isteri-isteri kamu adalah
ibarat ladang perkebunanmu, ….(HR.Muslim)
Adapun hukum hadis mauquf bisa berkualias shahih, atau hasan bila
berstatus marfu’. Dan dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam penetapan
hukum.10
Akan tetapi, apabila perkataan atau perbuatan sahabat tersebut tidak
berstatus marfu’. Para Ulama berbeda pendapat tentang ke-Hujjah-annya.
Menurut ulama Syafi’iyah dalam al-jadid, jika perkataan sahabat itu tidak
populer di masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula
dijadikan hujjah. Sebaliknya jika perkataan atau perbuatan tersebut secara
consensus atau meminjam istilah Ibnu Qayyim, tidak ada sahabat lain yang
tidak menyetujuinya, maka para ulama sepakat fatwa tersebut diterima
sebagai Ijma’.11
Sebagian ulama menyebut hadis mauquf secara mutlaq sebagai atsar.12
3. Hadis Maqtu’
Secara etimologi, kata qatha’ adalah lawan dari washala ,(وصل)
yang berarti putus atau terputus. Sedangkan secara terminology, hadist
maqtu’ berarti13 :
10 Nawir Yuslem, Ulumul…, hlm. 28811 Ibn Qayyim. I’lam al-Muwaqqiin, Juz 4, Beirut, Dar al-fikr, 1977, hlm.12012 Nuruddin ‘itr, Ulumul hadis, Bandung, 2012 PT. Remaja Rosdakarya, Hlm.33813 Al-Suyuti, Tadrib al-Rawi, Hlm. 124

أوفعـــال له قوال التـــابعي على الموقف وهو .
Yaitu, sesuatu yang terhenti (sampai) pada Tabi’I, baik perkataan maupun perbuatan tabi’I tersebut.
Atau, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan14 :
hصيف ما فعــل أو قول من دونه من أو التابعي إلى أ
Sesuatu yang disandarkan kepada Tabi’I atau generasi yang datang sesudahnya, yang berupa perkataan atau perbuatan.
Hadis maqtu’ tidaklah sama dengan Munqathi’, karena Maqtu’
adalah sifat dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi’in atau Tabi’ Tabi’in.
sementara Munqathi’ adalah sifat dari sanad15.
Contoh Hadis Maqtu’ seperti perkataan Sufyan Ats-Tsaury, seorang tabi’in
yang mengatakan:
+ة من وبعد ركعة عشرة اثنتى الفطر بعد يصل+ى أن السن
ركعات ست+ األضحى
“Termasuk sunnat ialah mengerjakan shalat 12 rakaat setelah shalat Idul
Fitri, dan 6 rakaat sehabis shalat Idul Adha.”
Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, mengenai hadits ini para
ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu tidak dapat dijadikan hujjah.
Karena status dari perkataan Tabi’in sama dengan perkataan Ulama
lainnya16.
14 Mahmud Al-Tahhan, Taisir Mustalah…hlm. 132.15 Nawir Yuslem, Ulumul…, hlm. 29316 Al-Thahhan, Taisir…. Hlm. 133

4. Hadis Qudsi
Secara etimologi, Kata al-qudsi adalah nisbah, atau sesuatu yang
dihubungkan kepada al-quds, yang berarti “suci”, dengan demikian, Hadis
Qudsi berarti hadis yang dihubungkan kepada zat yang Quds, Yang maha
Suci, yakni Allah SWT17.
قوال وسلم عليه الله صلى الرسول فيه يصيف حديث كــل
وجل+ عز+ الله إلى .
Setiap hadis yang disandarkan Rasul SAW perkataannya kepada Allah
‘Azza wa jalla
Hadis Qudsi bukanlah Al-Qur’an dan bahkan berbeda. Adapun
diatara perbedaan anta hadis Qudsi dengan Al-Qur’an adalah :
1. Al-Qur’an lafadz dan maknanya dari Allah, Sedangkan hadis Qudsi
maknanya dari Allah, sementara Lafadznya dari Rasulullah.
2. Al-Qur’an jika dibaca menjadi kegiatan Ibadah, dan membaca Hadis
Qudsi bukan dihukumi sebagai Ibadah.
3. Al-Qur’an dapat dibaca ketika dalam shalat, sementara hadis qudsi
tidak dapat dibaca ketika shalat.
Kitab Al Ittihafatus Sunniyah bi al-ahadis al-qudsiyyah karya Abd
rauf al-manawi memuat hadis qudsi berjumlah 272 buah. Sebagian ulama’
lain mengatakan jumlah hadis qudsi tidak lebih dari 200 hadis.
Contoh hadis qudsi :
( انفــق وجل: انفــق عز الله قال مص. الله رسول عن
مســـــــــلم البخـــــــــرى رواه عليـــــــــك. )صـــــــــحيحArtinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah Azza wa Jalla.
17 Nawir Yuslem, Ulumul…, hlm. 278

“berderma lah kalian, niscaya aku akan membalas derma atasmu” (Shahih
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Para sahabat yang meriwayatkan hadits qudsi biasanya mereka
menggunakan salah satu dari dua lafadz-lafadz periwayatannya seperti:
ربـه عن يرويـه فيمـا وسـلم عليه الله صلى الله رسول قال
وجل عز
Rasulullah SAW pada apa yang diriwayatkannya dari Rab-nya 'Azza Wa
Jalla. Atau
عليــه اللــه صــلى الله رسول عنه رواه فيما تعالى، الله قال
وسلم
Allah Ta'ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah SAW dari-
Nya.

BAB III
Kesimpulan
1. Hadits marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi saw, tidak
dipersoalkan apakah itu memiliki sanad dan matan yang baik atau
sebaliknya. Apabila ditinjau dari segi sanadnya, hadits marfu dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu hadits, shahih, hasan dan
dha’if . Bila sanadnya bersambung maka dapat disifati hadits shahih
atau hadits hasan berdasarkan derajat kedhabitan dan keadilan perawi.
Bila sanadanya terputus dapat disifati hadits dha’if mengikuti macam-
macam putusnya perawi. Segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauly, marfu fi’ly dan
marfu taqriry. Adapun hukum Hadis Marfu’, tergantung pada kualitas
dan bersambung tidaknya sanad, sehingga dengan demikian
memungkinkan suatu Hadis Marfu’ itu berstatus Shahih.
2. Segala sesuatu yang diriwayatkan dari atau dihubungkan kepada
seorang sahaba tau sejumlah sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan
maupun pengakuan. Adapun hukum hadis mauquf bisa berkualitas
shahih, atau hasan bila berstatus marfu’.
3. Sesuatu yang disandarkan kepada Tabi’i atau generasi yang datang
sesudahnya, yang berupa perkataan atau perbuatan disebut hadis
maqtu’. Hadits maqthu tidak dapat dijadikan hujjah, mengenai hadits
ini para ulama berpendapat, bahwa hadits maqthu itu tidak dapat
dijadikan hujjah.
4. Hadis Qudsi berarti hadis yang dihubungkan kepada zat yang Quds,
Yang maha Suci. Hadist ini maknanya dari Allah, sedangkan
Lafadznya dari Rasulullah, Hadis qudsi berbeda dengan al-qur’an.

Daftar Pustaka
Fazlur Rahman dkk. Wacana Studi hadis Kontemporer, Yogyakarta: 2002
PT. Tiara Wacana Yogya
Subhi Ash-Shalih,, Ulumul Hadits Wa Mushthalahuhu, Darul Ilmil Umayin,
Bairut, 1981
Mahmud Al-Thahhan, Taisir Mustalah Al-Hadis, Beirut: Dar Al-Qur’an,
1979
Nawer yuslem, Ulumul Hadis, PT. Mutiara Sumber Widya, 2011
As-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi sayarh taqrib al-Nawawi, Beirut, Dar al-fikr,
1993
Bukhari, Shahih al-Bukhari Juz 1, Beirut, Dar al-fikr, 1410H/1981M
Ibn Qayyim. I’lam al-Muwaqqiin, Juz 4, Beirut, Dar al-fikr, 1977
Nuruddin ‘itr, Ulumul hadis, Bandung, 2012 PT. Remaja Rosdakarya
http://ridwan202.wordpress.com/
http://wikipedia.com / wiki/Hadis

STUDI HADIS
HADIS DITINJAU DARI ASPEK SUMBERNYA
Diajukan sebagai syarat mengikuti Ujian KomprehensifProgram Pascasarjana STAIN Samarinda 2013
Oleh :Muhammad Latif Fauzi
PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SAMARINDA
2013
Kata Pengantar
Terhaturkan selakasa puji bagi Allah, atas segala curahan nikmat yang melimpah ruah. Sehingga dapat terselesaikannya makalah Studi hadis ini.
Tak lupa ta’dzim dan ucapan terima kasih kepada Dr. Mursalim, M.Ag sebagai dosen mata kuliah Studi Hadis atas kepercayaan beliau pada pemakalah untuk sedikit memaparkan pembahasan mengenai Hadis ditinjau dari Aspek Sumbernya.
Makalah ini disusun selain sebagai “jalan” dalam menempuh program pascasarjana PAI di STAIN Samarinda, diharapkan dapat menjadi pembelajaran baik dari segi kajian keilmuan maupun dari segi penulisan.
Pemakalah mengakui masih banyak kekurangan dalam penuangan materi, sistematika penulisan dan berbagai hal yang ada dalam makalah ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna lebih membuka cakrawala keilmuan pemakalah dan menjadi acuan makalah-makalah selanjutnya.
Pemakalah