Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hadis merupaka sumber ajaran Islam, di samping al- qur`an. Bila dilihat dari sudut periwayatannya jelas berbeda antara al-qur`an dengan hadis. Untuk al-qur`an semua periwayatan berlangsung secara mutawatir, sedangkan periwayatan hadis sebagian berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara aahaad. Berawal dari hal tersebut sehingga timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas sebuah hadis sekaligus sebagai sumber perdebatan, yang akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan tetapi sebaliknya justru perpecahan. Mayoritas ulama berbeda pendapat dalam pengkajian hadis. Hadis yang sering dijumpai tidak serta merta dapat diterima secara langsung, hadis yang di dapati perlu adanya pencarian jati diri hadis tersebut untuk dijadikan landasan hidup. Oleh karena itulah kami mencoba mengkaji tentang pembagian hadist berdasarkan kuantitas dan kualitas, sebagai suatu metode untuk mengklasifikasikan hadist. 1.2 RUMUSAN MASALAH Dengan uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin menyajikan makalah yang berkisar pada permasalahan hadis ditinjau dari kualitasnya yang bertitik tolak pada permasalahan, sebagai berikut : 1

Transcript of Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Page 1: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hadis merupaka sumber ajaran Islam, di samping al-qur`an. Bila dilihat dari sudut

periwayatannya jelas berbeda antara al-qur`an dengan hadis. Untuk al-qur`an semua

periwayatan berlangsung secara mutawatir, sedangkan periwayatan hadis sebagian

berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara aahaad. Berawal dari

hal tersebut sehingga timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas sebuah hadis

sekaligus sebagai sumber perdebatan, yang akibatnya bukan kesepakatan yang

didapatkan tetapi sebaliknya justru perpecahan.

Mayoritas ulama berbeda pendapat dalam pengkajian hadis. Hadis yang sering

dijumpai tidak serta merta dapat diterima secara langsung,  hadis yang di dapati perlu

adanya pencarian jati diri hadis tersebut untuk dijadikan landasan hidup.

Oleh karena itulah kami mencoba mengkaji tentang pembagian hadist

berdasarkan kuantitas dan kualitas, sebagai suatu metode untuk mengklasifikasikan

hadist.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dengan uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin menyajikan makalah

yang berkisar pada permasalahan hadis ditinjau dari kualitasnya yang bertitik tolak pada

permasalahan, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pembagian hadits ditinjau dari segi kuantitasnya?

2. Bagaimanakah pembagian hadits ditinjau dari segi kualitasnya?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui ada klasifikasi hadist bila

ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas sanadnya.

1

Page 2: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HADIS DITINJAU DARI KUANTITAS PERAWI

Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek

kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang

mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada

juga yang menbaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama

golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke

dalam hadits ahad, ini dispnsori oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakr

Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar

ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadits

masyhur bukan merupakan hadits ynag berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan

bagian hadits ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yaitu hadits mutawatir

dan ahad.1

2.1.1 Hadis Mutawatir

a. Pengertian

Kata mutawatir menurut lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang

datang kemudian, beriring-iringan atau berturut-turut antara satu dengan

lainnya tanpa adanya jarak.2

Adapun pengertian hadist mutawatir menurut istilah, Nur Ad-Din

mendefinisikan :

ا لذ ي رواه جمع كثير ال يمكن توا طؤهم على الكذب عن مثلهمانتهاءالسند و كان مستندهم الحس

Artinya: “hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari

kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad

dengan didasarkan pada pancaindera”.

Berdasarkan defenisi di atas dapat kita pahami bahwa hadis mutawatir

adalah hadis yang bersifat indrawi yang diriwayatkan oleh banyak orang pada

1 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 86.2 Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia, 1999. hlm 113

2

Page 3: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

setiap tingkatan sanadnya, yang secara tradisi dan akal sehat mustahil mereka

besepakat untuk berusta dan memalsukan hadis.

b. Syarat-syarat Hadits Mutawatir

Ulama mutaqaddimin berbeda pendapat dengan ulama muta’akhirin

tentang syarat-syarat hadits mutawatir. Ulama mutaqaddimin berpendapat bahwa

hadits mutawatir tidak termasuk dalam pembahasan ilmu isnad al-hadits, karena

ilmu ini membicarakan tentang shahih tidaknya suatu khabar, diamalkan atau

tidak, adil atau tidak perawinya. Sementara dalam hadits mutawatir masalah

tersebut tidak dibicarakan. Jika sudah jelas statusnya sebagai hadits mutawatir,

maka wajib diyakini dan diamalkan.3

Diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi

Bilangan para perawi hadis harus mencapai jumlah yang menurut

tradisi mustahil untuk besepakat untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama

berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan

bersepakat untuk untuk berdusta. Abu Thayib menentukan sekurang-

kurangnya 4 orang. hal tersebut diqiyaskan dengan jumalah saksi yang

diperlukan oleh hakim. Ashabus Syafi` menentukan minimal 5 orang. hal

ini diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul

Azmi.

Adanya keseimbangan thabahat pada seluruh tingkatan sanad

Jumlah perawi pada tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai

akhir sanad. Jika jumlah perawi tersebut hanya pada sebagian sanad saja

maka tidak dinamakan mutawatir tetapi dinamakan ahad. Persamaan

jumlah para perawi tidak berarti harus sama jumlahya, mungkin saja

jumlahnya berbeda namun nilainya sama. Misalnya, pada awal tingkatan

10 orang, tingkatan berikutnya 20 orang, 40 orang dan seterusnya. Jumlah

seperti ini tetap dinamakan sama dan tergolong mutawatir.

Mustahil bersepakat untuk berbohong

Misalnya para perawi dalam sanad itu memiliki latar belakang

yang berbeda-beda baik Negara, jenis dan pendapat yang berbeda pula.

Sehingga dengan jumlah seperti ini secara logika mustahil terjadi adanya

kesepakatan untuk berbohong dan memalsukan hadis. Pada masa awal

pertumbuhan hadis, memang tidak bisa dianalogikan dengan jaman

3 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 86.

3

Page 4: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

sekarang ini, di samping kejujuran, dengan daya memori mereka yang

masih handal sehingga sangat sulit besepakat untuk berbohong dalam

suatu periwayatan.

Berdasarkan tanggapan panca indera.

Berita yang disampaikan oleh perawi tersebut harus berdasarkan

tanggapan panca indera. Artinya bahwa berita yang mereka sampaikan itu

harus benar-benar merupakan hasil pendengaran atau penglihatan sendiri.4

Sandaran panca indera adalah berita tersebut didengar atau dilihat oleh

pemberitanya, tidak disandarkan pada logika atau akal sebagaimana sifat

barunya alam, berdasarkan kaedah logika; setiap yang baru itu berubah.

Baru artinya sesuatu yang diciptakan bukan wujud dengan sendirinya.

Sehingga apabila hadis itu logis atau tidak inderawi. Sandaran berita pada

panca indera misalnya ungkapan:

Sami`na (kami mendengar) dari Rasulullah bersabda begini

Ra`aina (kami melihat ) Rasulullah melakukan begini dan seterusnya.

c. Faedah Hadits Mutawatir

Hadis mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk

menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan karena ia memberikan

keyakinan yang qat`i (pasti) dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan

sedikitpun bahwa Rasulullah SAW, betul-betul menyabdakan atau mengerjakan

sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir. Dengan demikian

dapatlah dikatakan bahwa penelitian rawi-rawi hadis mutawatir tentang keadilan

dan kedhabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas atau jumlah rawi-

rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat untuk

berbohong. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan

mengamalkan semua hadis mutawatir. Tidak ada perselisihan dikalangan para

ulama tentang keyakinan faedah hadis mutawatir ini. Al-Hafidz mengatakan:

khabar mutawatir member faedah dharuri, seseorang harus menerima dan tidak

dapat menolaknya.5

4 Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia, 1999. hlm 118

5 Ibid, hlm. 123

4

Page 5: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

d. Macam-macam Hadits Mutawatir

Menurut sebagian ulama, hadits mutawatir itu terbagi menjadi dua, yakni

mutawatir lafzhi, mutawatir ma`nawi. Sebagian ulama hadis lainnya membagi

hadis mutawatir menjadi tiga macam, yakni mutawatir lafzhi, mutawatir

ma`nawidan mutawatir amali.

1. Mutawatir Lafzhi

Mutawatir lafzhi menurut Nur Ad-Din Atsar adalah “Hadis yang

mutawatir dalam satu lafadh”. Sedangkan menurut Muhammad At-Tahhan:

ماتواترلفظه ومعناهArtinya : “Hadis yang mutawatir lafadh dan ma`nanya”.

Dan menurut Tawjih An-Nadzar adalah “Hadis yang sesuai lafal para

perawinya, baik menggunakan satu lafal atau lafal lain yang sama makna dan

menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara tegas”.

Contoh mutawatir lafzhi :

من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia

mengambil tempat duduknya dari api neraka”.(HR.Bukhari, Muslim, Ahmad,

At-Tirmizi, An-Nasa`i, dan Abu Daud)

2. Mutawatir Ma`nawi

Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai berikut:

كلي لمعنى رجوعه مع ومعناه لفظه في اجتلفوا ماHadis yang berbeda lafal dan maknanya, tetapi kembali kepada satu makna

yang umum.

Dari defenisi di atas, maka mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir

pada makna, yaitu beberapa riwayat yang berlainan tetapi memiliki makna

yang sama atau satu tujuan. Misalnya, Hatim diriwayatkania memberi

seseorang seekor unta, periwayatan lain ia memberi seekor kuda dan riwayat

lain pula ia memberi hadiah dinar. Maka disimpulkan makna periwayatannya

bahwa ia seorang dermawan.

3. Mutawatir Amali

Sebagian ulama memberikan defenisi mutawatir amali sebagai berikut:5

Page 6: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

ما علم من الد ين با لضرورة وتواتر بين المسلمين أن النبي صلى ا اللهعليه وسلم فعله أو أمر به أو غير ذلك

“sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah

mutawatir antara kaum muslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau

menyuruhnya dan atau selain itu”.

Dengan demikian hadis mutawatir amali adalah hadis mutawatir yang

menyangkut perbuatan Rasulullah saw. Yang disaksikan dan ditiru tanpa

perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian dijadikan contoh pada generas-

generasi berikutnya. Misalnya hadis tentang shalat.6

Kitab-kitab tentang hadis mutawatir antara lain:

Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuthi

Qahtful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.

Al-La`ali Al-Mutanatsirah filAhadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah

Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi

NazhmulMutanatsirahminal Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad

bin Ja`far Al-Kittani

2.1.2 Hadist Ahad

a. Pengertian

Ahad merupakan jamak dari ahad dengan makna satu atau tunggal.

Sedangkan menurut istilah menurut ulama, Hadis Ahad adalah :

“Khabar yang tiada sampai jumlah banyak pemberitanya kepada jumlah

khabar mutawatir, baik pengkhabar itu seorang, dua, tiga, empat, lima dan

seterusnya dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa

khabar itu dengan bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir”.

Kata ahad merupakan bentuk plural dari kata wahid. Kata wahid

berarti “satu” jadi, kara ahad berarti satuan, yakni angka bilangan dari satu

sampai sembilan. Menurut istilah hadits ahad berarti hadits yagn diriwayatkan

oleh orang perorangan, atau dua orang atau lebih akan tetapi belum cukup

syarat untuk dimasukkan kedalam kategori hadits mutawatir. Artinya, hadits

ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada tingkatan

mutawatir.7

6 Ibid, hlm 1237 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 90

6

Page 7: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Dengan pengertian di atas hadis ahad memberi faedah ilmu Nazhari,

artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu,

apakah jumlah perawi yang sedikit memiliki sifat-sifat kreadibilitas yang

mampu dipertanggungjawabkan atau tidak.

b. Pembagian Hadits Ahad

Hadis Ahad terbagi menjadi 3 macam yaitu: Masyhur, `Aziz dan Gharib.

1. Hadis Masyhur

Masyhur menurut bahasa adalah tenar, terkenal atau

menampakkan. Dikatakan masyur karena telah menyebar luas dikalangan

msyarakat.8 Dalam istialh hadis masyhur terbagi menjadi dua macam

yaitu:

Masyhur Ishthilaahi.

Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih

pada setiap tingkatan (tabaqaqh) sanad dan belum mencapai tingkat

mutawatir.

Contoh hadis :

“ sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan

dari dada seorang hamba, tetapi akan melepaskan ilmu dengan

dengan mengambil para ulama, sehingga apabila tidak terdapat

serang yang alim maka orang yang bodoh akan dijaikan sebagai

pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat

dan menyesatkan”.

Hadis ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yaitu Ibnu Amru,

Aisyah dan Abu Hurairah. Dengan demikian hadis ini masyhur

dikalangan sahabat, karena terdapat tiga orang sahabat yang

meriwayatkannya, sekalipun dikalangan tabi`ian lebih dari tiga orang

tapi tidak mencapai tingkat mtawatir.

Masyhur Ghayr Ishthilahi

8 Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia, 1999. hlm 128

7

Page 8: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Hadis Masyhur Ghayr Ishthilahi adalah hadis yang popular atau

terkenal dikalangan kelompok atau golongan tertentu, sekalipun

jumlah perawinya tidak mencapai tiga orang atau lebih.

Dilihat dari aspek yang terakhir ini, hadits masyhur dapat digolongkan

kedalam :

1) Masyhur dikalangan ahli hadits, seperti hadits yang menerangkan

bahwa Rasulullah SAW membaca do’a qunut sesudah rukuk selama

satu bulan penuh berdo’a atas golongan Ri’il dan Zakwan. (H.R.

Bukhari, Muslim, dll).

2) Masyhur dikalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama dalam bidang

keilmuan lain, dan juga dikalangan orang awam, seperti :

ويده لســــانه من المسلمون ســـــلم من المسلم

3) Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti :

الغرر بيع عن م وسل عليــــه الله صلي الله رسول نهي

“Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu

daya.”

4) Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh, seperti :

أجر فلـه أخــــطأ ثم فاجتهد حكــــم واذا أجران فلـــه فـــأصاب اجتهد ثم الحاكم حكم اذا

“Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala Ijtihad).

5) Masyhur dikalangan ahli Sufi, seperti :

عرفوني فبي الخلق فخلـقت أعرف أن فأحببت ا مخفي كنزا كنت

“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku

8

Page 9: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

6) Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-

orang Arab yag paling fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari

golongan Quraisy”.9

2. Hadis `Aziz

Aziz secara bahasa berarti sedikit atau langka, atau berarti kuat.

Hadis diberi nama`aziz karena sedikit atau langka adanya. Dari segi istilah

terdapat beberapa defenisi antara lain adalah : “hadis yang diriwayatkan

dua atau tiga orang disemua tingkatan (tabaqah) sanad”. contoh hadis

`aziz10

اليوءمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه من ولده ووالده والناسأجمعين )متفق عليه(

hadis diriwayatkan dari Abu Hurairahra. Bahwasanya Rasulullah

saw bersabda: “tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku

lebih dicintai dari pada orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya”.

(HR.Muttafaq `Alaih)

Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu

Hurairah.Kemudian Anas memberitakan kepada dua orang yaitu Qatadah

dan Abdul Aziz ibn Shuhaib.Qatadah memberitakan pula kepada dua

orang yaitu Syu`bah dan Sa`id. Dan Abdul Aziz memberitakan pula

kepada dua orang yaitu Ismail ibn Ulaiyah dan Abdul Waris.

3. Hadis Gharib

Gharib menurut bahasa berarti “menyendiri” atau “ jauh dari

kerabatnya” menurut istilah ialah “ hadis yang diriwayatkan oleh seorang

perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya”. Ibnu Hajar

mendefenisikan sebagai berikut:“hadis yang dalam sanadnya terdapat

seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja

penyendirian sanad itu terjadi”.11

Dilihat dari bentuk penyendirian rawi, hadis gharib terbagi menjadi

dua macam:

9 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 9310 Ibid, hlm 13211 Ibid, hlm 134

9

Page 10: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Gharib Mutlak

Yaitu “hadis yang garabah-nya (perawi satu orang) terletak pada

pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanad yaitu seorang

sahabat”.

Pokok sanad atau disebut asal sanad karena sahabat yang menjadi

referensi utama dalam periwayatan hadis meskipun banyak jalan dan

tingkatan dalam sanad. Contoh hadis Nabi SAW :.

عن عمرابن الخطاب رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: انما االعمال با لنيات و انما لكل امرئ ما نوى )رواه

البخارى ومسلم وغرهما(“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya,…….”

Hadis ini hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab saja.

Kemudian diriwayatkan oleh Al-Qamah bin Waqqash kemudian

Muhammad bin Ibrahim. Dengan demikian hadis tersebut gharib

mutlak karena hanya Umar bin Khattab saja yang meriwayatkan dari

kalangan sahabat.

Gharib Nisbi

Yaitu apabila keghariban (perawi satu orang ) terjadi pada

pertengahan sanad bukan pada awal sanadnya. Maksudnya satu hadis

yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal

sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadis ini diriwayatkan oleh

satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.

Adapun berbagai keghariban atau ketersendirian yang dianggap

sebagai gharib nisbi adalah sebagai beikut:

Seorang perawi terpercaya secara sendiriran meriwayatkan

hadis (muqayyad bi ats-tsiqah)

Seorang perawi tertentu meriwayatkan secara sendiriran dari

seorang perawi tertentu pula (muqayyad `alaar-rawi)

Penduduk negeri atau penduduk daerah secara tersendiri

meriwayatkan hadis (muqayyad bi al-balad).

10

Page 11: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

2.2 HADIS DITINJAU DARI KUALITAS SANADNYA

Bila ditinjau dari segi kualitasnya, maka hadis terbagi menjadi dua macam:

1. Hadis Maqbul

Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan mushaddaq

( yang dibenarkan atau diterima),sedangkan menurut istilah adalah hadis yang unggul

pembenaran pemberitanya.12

Syarat-syarat penerimaan suatu hadis untuk menjadi hadis yang maqbul, yaitu

bila sanad-nya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dan matan-

nya tidak syadzdan tidak ber-illat.

Dengan demikian hadis maqbul adalah hadis yang dapat diterima atau pada

dasarnya dapat dijadikan hujjah dan panduan pengamalan syari`at. Berdasarkan

penjelasan di atas maka para ulama membagi hadis maqbul menjadi dua bagian

utama yaitu ; hadis shahih dan hasan.

a.    Hadis shahih

Shahih menurut bahasa berarti sehat (lawan sakit). Kata sahih juga telah

menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan sah, benar, sempurna, sehat (tiada

celanya). Sedangkan menurut istilah dikalangan ulama ialah :

وذ شذ غير من بطين الضا ول لعد با سنده اتصل ما

والعلة“hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit

(kuat daya ingatan), selamat dari keganjalan (syadzdz) dan cacat (illat)”

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan, bahwa hadis shahih memiliki lima

kreteria persyaratan sebagai berikut:

Bersambungnya sanad yaitu, setiap perawi telah mengambil hadis secara

langsung perawi sebelumnya dari permulaan sampai akhir sanad.

Perawinya adil: Kata adil, menurut bahasa berarti lurus, seseorang dikatakan

adil apabila pada dirinya terdapat sifat yang dapat mendorong terpeliharanya

ketakwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah agama dan mninggalakan

larangannya, dan senantiasa berakhlak baik dalam segalah tingkah lakunya.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan perawi yang adil dalam

periwayatan sanad-hadis adalah bahwa semuah perawinya disamping harus

islam dan baligh, juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :12 Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia, 1999. hlm 142

11

Page 12: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

a) Senantiasa melaksanakan perintah agama dan meninggalkan semua

larangannya.

b) Senantiasa menjauhi dosa kecil.

c) Senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai

muru’ah.

Perawinya dhabit, kata dhabit menurut bahasa berarti yang kokoh,yang kuat.

Seseorang dikatakan dhabit apabila ia mempunyai daya ingat sempurna

terhadap hadis yang diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani,

perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hapalannya terhadap segala

sesuatu yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaiakan hapalan

tersebut manakalah diperlukan.Yang dicakup dalam pengertian dhabit pada

periwayatan disini terdiri atas dua kategori, yaitu dhabit Aa-sadr dan dhabit fi

Al kitab yang dimaksud dengan dhabit fi As-sadr ialah terpeliharanya

periwayatan dalam ingatan, sejak ia menerima hadis sampai ia meriwayatkan

kepada orang lain; sedangkan dhabitfil Al-kitab ialah terpeliharanya

kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.

Tidak syadzdz , menurut Imam Iyafi’i yang dimaksud dengan syadz atau

syudzudz (bentuk jamak dari syadzdz ) disini ialah suatu hadis yang

bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih

kuat atau lebih tsiqah. Pengertian inilah yang paling banyak diikuti ulama

hadis lainnya. Melihat pengertian syadz diatas, dapat dipahami bahwa hadis

yang tidak syadz adalah hadis yang matannya tidak bertentangan dengan hadis

lain yang lebi kuat atau lebitsiqah.

Tidak berillat, kata illat bentuk jamaknya adalah Ilal atau Al-Ilal yang

menurut bahasa berarti cacat, penyakit, keburukan, dan kesalahan baca.

Dengan pengertian ini yang disebut hadis ber-illat adalah hadis-hadis yang

mengandung cacat atau penyakit. Menurut istilah, illat berarti suatu sebab

yang tersembunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak kesahihan hadis.

Dikatakan samar-samar di sini karena jika dilihat dari shahihnya, hadis

tersebut terlihat sahih, adanya kesamaan pada hadis tersebut, mengakibatkan

nilai kualitasnya menjadi tidak sahih, dengan demikian, maka yang

dimaksud hadis yang tidak berillat, ialah hadis-hadis yang didalamnya tidak

terdapat kesamaran atau keragu-raguan. Illat hadis dapat terjadi baik pada

sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama - sama.

12

Page 13: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Namun demikian, illat yang paling banyak, yaitu yang terjadi pada sanad,

seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.13

Para ulama ahli hadis membagi membagi hadis sahih menjadi dua bagian,

Yaitu sahih li dzatih dan sahih li ghairih. Perbedaan antara keduanya terletak

pada segi hapalan atau ingatan perawinya. Pada hadis shahih lighairih ingatan

perawinya kurang sempurna.

Yang dimaksud dengan sahih li dzatihi, ialah hadis yang tidak memenuhi

secara sempurna persyaratan hadis sahih khususnya yang berkaitan dengan

ingatan atau hafalan perawi. Definisi hadis sahihlidzatih:

“Hadits shahih Lidzatihi yaitu hadits yang bersambung sanadnya dengan

penukilan perawi yang ‘adil dan dhabith dari yang semisalnya sampai akhir

sanad tersebut serta hadits tersebut bukan hadits yang syadz dan bukan hadits

yang mu’allal (cacat)”.

contoh hadis sahih li ghairih adalah hadis riwayat turmudzi melalui jalur

Muhammad bin Amr

“seandainya tidak memberatkan ummatku, niscaya akan kuperintahkan

bersiwak setiap kali hendak melaksanakan shalat.”

Ibnu umar ash-shalah menyatakan bahwa Muhammad bi Amr terkenal

sebagai orang yang jujur, tetapi kedhabitannya kurang sempurna sehingga hadis

riwayatnya hanya mencapai tingkat hasan.14

b. Tingkatan Hadis Shahih

Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan

rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilan para perowinya. Berdasarkan

martabat seperti ini, para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:

Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya.

Seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla

(mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.

Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya

dibawah tingkat pertama diatas. Seperti periwayatansanad dari Hammad bin

Salamah dari Tsabit dari Anas.

13 Amr Abdul Mun'im Salim, Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in, Kairo : Maktabah Ibnu Taymiyah. 1997. Terjemah Abah Zacky. Hlm 14. 14 Drs. H. Mudasir, Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia, 1999. hlm 149

13

Page 14: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih

rendah dari tingkatan kedua. Seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari

ayahnya dari Abu Hurairah.15

Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai

berikut:

Shahih Al-Bukhari (w.250 H)

Shahih Muslim (w. 261 H).

Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).

Shahih Ibnu Hibban (w. 354 H)

Mustadrok Al-hakim (w. 405).

Shahih Ibn As-Sakan.

  Shahih Al-Abani.

c. Hadist Hasan

Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga

berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para

ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia

meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadis dha’if, dan juga karena sebagian

ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:

a) definisi al- Khatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah

mashurrawi-rawisanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan

yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukaha’

b) definisi Ibnu Hajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh

yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersambung sanadnya, tidak cacat, dan

tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahih li-dzatihi, lalu jika ringan ke-

dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan li dszatihi.16

Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya

terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya

dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an

perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih

unggul.17

1. Macam-Macam Hadis Hasan15 Ibid, hlm 15116 Ibid, hlm 15317 Ibid, hlm 154

14

Page 15: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis hasasn

pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan li-dzatih dan hasan li-ghairih;

a. Hasan Li-Dzatih

Hadis hasan li-dzatih adalah hadis yang memenuhi persyaratan hadis

hasan yang telah ditentukan.pengertian hadis hasan li-dzatih sebagaimana

telah diuraikan sebelumnya.

b. Hasan Li-Ghairih

Adapun Hasan li Ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan

rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan

syahid. Hadis dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya (su’ru al-

hifdzih),tidak dikenal identitasnnya (mastur)dan mudallis (menyembunyikan

cacat) dapat naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi dibantu oleh hadis–

hadis lain yang semisal dan semakna atau karena banyak rawi yang

meriwayatkannya.

Contoh hadis hasan:

Artinya ; Telah menceritakan kepda kami yahya bin Al-tamimi dan

qutaibah bin said –ucapan yahya- telah berkata qutaibah kepada kami dan

telah berkata yahya bahwasanya Ja’far bin Sulaiman memberitakan kepada

kami dari bapaknya Imran Al-Jauan dari bapaknya Abu Bakar bin Abdillah

bin Qaeis dari bapaknya ;saya perna mendengar bapak saya berkata, ketika

itu sedang berhadapan dengan musuh, bahwasanya Rasulullah SAW ;

sesungguhnya pintu-pintu surga dibawah kilatanpedang,” lalu berdirilah

seseorang yang berpakaian compang-camping seraya berkata; “ wahai abu

musa apakah anda mendengar Rasulullah bersabda seperti yang anda

ucapkan ini “ya” lalu orang itu kembali kepadaa sahabat-sahabatnya seraya

berkata “aku mengucapkan salam kepada kalian kemudian orang ini

memecahkan sarung pedangnya, lalu membuangnya dan dengan serta merta

dia pergi menuju musuh dengan membawa pedangnya terus bertempur

hingga gugur.

Hadits ini hasan karena empat orang perawi sanadnya tergolong

tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i. jadilah haditsnya hasan.

2. Kehujjahan Hadis Hasan

Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya

dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan

15

Page 16: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal.

Paraulama hadis, ulama ushulfiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan

hadis hasan.

3. Kitab-kitab hadis hasan     

Ulama yang pertama kali memulai membagi hadis sebagai hadis shahih,

hadis hasan, hadis dhaif adalah Imam At-Tirmitdzi sehingga wajarlah jika Imam

At-Tirmitdzi memiliki peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara

kitab-kitab yang menghimpun hadis hasan adalah;

a. Sunan At-tirmitdzi

b.   Sunan Abu Daud

c. Sunan Ad-Dar Quthny

2.    Hadis Mardud

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima,

sedangkan menurut istilah hadis mardud adalah hadis yang tidak unggul pembenaran

pemberitanya. Penolakan hadis ini dikarenakan tidak memenuhi beberapa kriteria

persyaratan yang ditetapkan para ulama, baik yang menyangkut sanad seperti perawi

harus bertemu langsung dengan gurunya (ittishal as-sanad) maupun yang menyangkut

matan seperti isi matan tidak bertentangan dengan alquran dan lain-lain .

Hadis mardud tidak mempunyai pendukung yang membuat keunggulan

pembenaran berita dalam hadis tersebut. Hadis mardud tidak dapat dijadikan hujjah

dan tidak wajib di amalkan, sedangkan maqbul wajib dijadikan hujjah dan wajib di

amalkan. Secara umum Hadis mardud adalah hadis dha’if (lemah) .

a. Hadis Dho`if

Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang

lemah lawan dari Qawi (yang kuat).Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa

hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut

tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi

hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memuat atau

menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat

hadits hasan”.

Fatchur Rahman mengutip pendapat al-‘Iraqi, bahwa hadis adaif bisa

dibagi menjadi 42 bagian dan sebagian ulama mengatakan bahwa hadis adaif

terdiri atas 129 macam, bahkan bisa lebih dari itu.18 Dalam makalah ini penulis

hanya akan mengemukakan sebagian hadis daif menurut Ajjaj al-Khatib, sebagai 18 Fathur Rahman, Ikhstisar Mushthalahul Hadits. cet.VIII; Bandung : PT.Almaarif,.1995 hlm. 140.

16

Page 17: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

berikut19 :

1. Hadis-hadis daif karena ketidak muttashilan sanad: a. Hadis Mursal

Hadits mursal yaitu: hadits yang dimarfu’kan oleh seoarng tabi’iy kepada rasul SAW., baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir, dengan tidak menyebutkan orang yang menceritakan kepadanya : contoh hadis berikut ini:

AbdAbdullah bin Abi Bakr pada hadis di atas merupakan seorang Tabi’i, sedangkan seorang tabi’i tidak semasa dan tidak bertemu dengan Nabi Saw. Akan tetapi di tidak menyebutkan orang yang mengabarkan kepadanya sehingga dinamakan mursal.

b. Hadis Munqathi’Hadits munqathi yaitu dalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu

tempat atau lebih, atau didalamnya disebutkan seorang perawi yang mubham.

Dari segi gugurnya seorang perawi ia sama dengan hadits mursal. Hanya saja,

kalu hadis mursal gugurnya perawi dibatasi oelh tingkatan sahabat,

sementara dalam hadits munqathi seperti itu. Jadi setiap hadits yang

sanadnya gugur satu orang perawi baik awal, ditengah ataupun diakhir-

disebut munqathi. Adapun contohnya sebagai berikut:

Berkata Ahmad bin Syu’ib; telah mengabarkan kepada kami.

Qutaibah bin Sa’id, telah ceritakan kepada kami. Abu ‘Awanah, telah

menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah, dari Fatimah binti

Mundzir, dari Ummi Salamah , ummil Mu’minin, ia berkata; telah

bersabda Rasul Saw:

Pada hadis tersebut di atas Fatimah tidak mendengar hadis

tersebut dari Ummu Salamah, waktu Ummu salamah meninggal Fatimah

ketika itu masih kecil dan tidak bertemu dengannya.

c. Hadis Mu’dhal

yaitu hadis dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara

19 Dikutip dari Makalah Hadits Dhaif & Maudhu’ oleh Syamsulbahri Salihima.17

Page 18: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

berturut- turut.hadits ini sama, bahkan lebih rendah dari hadits munqathi.

Sama dari segi keburukan kualitasnya, bila munqathi’annya lebih dari

satu tempat. Contohnya sebagai berikut:

kata Syafi’I; telah mengabarkan kepada kami, Sa’id bin Salim, dari Ibnu

Juraij, bahwa:

Ibnu Juraij pada hadis tersebut tidak sesaman dengan Nabi, bahkan

masanya itu di bawah tabi’in, jadi antara dia dengan Rasul Saw diantarai oleh

dua perantara yaitu tabi’in dengan sahabat.

d. Hadis Mudallas

Kata “tadlis” secara etimologis berasal dari akar kata “ad-Dalas” yang berarti

“adz-Dzhulman” (kedzaliman). Tadlis dalam jual-beli berarti

menyembunyikan aib barang adri pembelinya. Dari sinilah disinilah diambil

dalam pengertian dalam sanad. Karena keduanya memiliki kesamaan alasan,

yakni menyembunyikan sesuatu dengan cara diam tanpa menyebutkan. Tadlis

terdiri dari dua jenis, yaitu tadlis al- Isnad dan tadlis asy-syuyukh.

1. Tadlis al- isnad yaitu seseorang perawi (mengatakan) meriwiyatkan

sesuatu dari sesamanya yang tidak pernah ia bertemu dengan orang itu,

atau pernah bertemu tetapi diriwiyatkannya itu tidak didengar dari orang

tersebut, dengan cara menimbulkan dugaan mendengar langsung.

Diriwayatkan oleh an-Nu’man oleh an-Nu’man bin Rasyid, dari Zuhri,

dari ‘Urwah, dari Aisyah, bahwa:

Imam Abu Khatim berkata bahwa: Zuhri tidak pernah mendengar hadis

ini dari Urwah, ini berarti ada seorang yang tidak disebutkan oleh zuhri.

Sehingga menjadi samar.

2. Tadlis asy- syuyukh jenis ini lebih ringan dari pada tadlis al-isnad. Karena

perawi tidak sengaja mengugurkan salah seorang dari sanad dan tidak

sengaja pula menyamarkan dan tidak mendengar langsung dengan

ungkapan yang menunjukkan mendengar langsung. Perawi hanya

menyebut gurunya, memberi kun-ya atau memberikan nisbat ataupun

memberikan sifat yang tidak lazim dikenal. Contohnya:

Berkata Ibnu Adi; telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abi

Nashr al-Humaidi, telah mengabarkan kepada kami, Abdurrahim bin

18

Page 19: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

Ahmad an-Najjari, telah megabarkan kepada kami, Abdul Ghani bin

Sa’id al-Hafish, telah menceritakan kepada kami, Abu Hasan Ali bin

Abdillah bin Fadil at-Tamimi, telah meceritakan kepada kami, Abdullah

bin Zaidan, telah menceritakan kepada kami, Harun bin Abi Burdah,

telah menceritakan kepada ku, Saudaraku Husain, dari Yahya bin Ya’la,

dari Abdullah bin Musa, dari Zuhri dari Sa-ib bin Yazid , Nabi bersabda:

Dalam sanad tersebut ada seorang rawi bernama ‘Abdullah bin

Musa. Namanya yang sebenarnya dan yang masyhur adalah ‘Umar

bin Musa ar-Rahibi. Maksudnya agar riwayatnya dapat diterima, karena

jika disebut Umar bin Musa maka tentu orang tidak akan menerima

karena dia seorang pemalsu hadis.

2. Hadis-hadis daif karena sebab selain ketidak muttashilan sanad:

a. Hadis Mudha’af

Yaitu hadis yang tidak disepakati kedaifannya. Sebagian ahli hadis

menilainya mengandung kedaifan, baik di dalam sanad maupun matan, dan

sebagian lainnya menilainya kuat. Akan tetapi penilaian daif itu lebih kuat.

b. Hadis Mudhtharib

Yaitu hadis yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang saling

berbeda, yang tidak mungkin mentarjihkan sebagiannya atas bagian yang

lainnya. Kemudhthariban mengakibatkan kedhaifan suatu hadis, karena

menunjukkan ketidakdhabitan.

c. Hadis Maqlub

Yaitu hadis yang mengalami pemutar balikan dari diri perawi,

kadang-kadang keterbalikan itu terjadi pada sanad, yaitu terbaliknya nama

seorang perawi. Msialnya Murrah ibn Ka’b dan Ka’b bin Murrah.

d. Hadis Syadz

Imam Syafi’ilah yang mula-mula memperkenalkan hadis syadz ini

menurutnya bila diantara perawi tziqat ada diantara mereka yang

menyimpang dari lainnya. Selanjutnya generasi setelahnya sepakat bahwa

hadis syadz ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi maqbul dalam keadaan

menyimpang dari perawi lain yang lebih kuat darinya.

e. Hadis Munkar

Hadis munkar ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi daif yang 19

Page 20: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

banyak kesalahannya, banyak kelengahannya, atau jelas kefasikannya. Oleh

karena itu kriteria hadis munkar adalah penyendirian perawinya daif dan

mukhalafah.

f. Hadis Matruk dan Mathruh

Hadis matruk ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang dituduh

berdusta dalam hadis nabawiy, atau sering bersdusta dalam pembicaraannya,

atau yang terlihat kefasikannya melalui perbuatan maupun kata-katanya. Atau

yang sering sekali salah dan lupa. Misalnya hadis-hadis Amr ibn Syamr dari

Jabir al-Ja’fiy. Sedangkan hadis mathruh ialah hadis yang terlempar hadisnya

karena cacatnya perawinya.

b. Kehujahan Hadits dhaif

Hadis dhaif pada dasarnya adalah tertolak dan tidak boleh diamalkan, bila

dibandingkan dengan hadis shahih dan hadis hasan, Namun para ulama

melakukan pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya hadis

dhaif, sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara mereka20:

Para ulama berpendapat bahwa hadis dhaif tidak boleh diamalkan sama sekali,

baik berkaitan masalah aqidah atau hukum-hukum fikih, targhib dan tarhib

maupun dalam fadha’ilula’mal (keutamaan amal). Inilah pendapat imam-

imam besar hadis seperti Yahya bin Ma’in, bukhari, dan Muslim. Pendapat ini

juga dikuti oleh Ibnu Arabi ulama fikih dari mazhab Malikiyah, Abu Syamah

Al-Maqdisi ulama dari mazhab Syafi’iyah,dan Ibnu Hazm.

Pendapat kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk mengamalkan dan

memakai hadis dhaif secara mutlak jika tidak didapatkan hadis lain dalam

permasalahan yang sama. Dikutip dari pendapat Abu Hanifa,Asy-syafi’I,

Malik, dan Ahmad. Akan tetapi pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad

bahwa hadis dhaif kebalikan dari hadis shahih menurut terminology ulama-

ulama terdahulu.

Sebagian ulama membolehkan mengamalkan hadis dhaif khusus dalam

targhib dan tarhib (motivasi beramal dan ancaman bermaksiat) dan fadilah-

fadilah amal, sedangkan untuk masalah aqidah dan hukum halal serta haram,

mereka tidak membolehkannya.

20 M. Noor Sulaiman PL, Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Gaung Persda Pres, 2008. hlm. 165

20

Page 21: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

BAB III

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan hadis ditinjau dari

kuantitas dan kualitas sanadnya sebagai berikut :

Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits mutawatir dan

hadits ahad

Hadits mutawatir terbagi menjadi tiga macam yaitu: mutawatir lafzhi,

mutawatir ma’nawi, dan mutawatir ‘amali

Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi tiga yaitu: masyhur, ‘azis, gharib

(gharib mutlak dan gharib nisbi)

Hadits ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi Hadist Maqmul dan Mardud :

Hadist Maqbul terbagi menjadi tiga, yaitu hadits shahih dan hadits hasan,

Hadist Mardud adalah hadist dha’if, yang mana terdapat banyak klasifikasi

untuk membedakan hadist dha’if .

1.2 SARAN

Bahwa didalam mempelajari studi hadits hendaklah benar-benar mengetahui

pembagian hadits baik dari segi kuantitas maupun kualitas hadits itu sendiri, supaya kita

lebih yakin dalam menyampaikan hadits, dan untuk bias membedakan keshahihan suatu

hadits harus mengetahui pembagian-pembagian hadits.

21

Page 22: Klasifikasi Hadist Ditinjau dari Aspek Kuantitas dan Kualitasnya

DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman, Moh. Noor.2008. Antologi Ilmu Hadits, Jakarta : Guang Persada Press.

Mudasir, Drs. H..1999. Ilmu Hadist, Bandung : Pustaka Setia.

Rahman, Fathur, 1995. Ikhstisar Mushthalahul Hadits. cet.VIII, Bandung : PT.Almaarif.

Mun'im Salim, Amr Abdul, 1997. Taysir Ulum al-Hadits lil Mubtadi'in, Kairo : Maktabah Ibnu Taymiyah. Terjemah Abah Zacky.

Makalah Hadits Dhaif & Maudhu’ oleh Syamsulbahri Salihima.

22