Post on 31-Jul-2015
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
-----
PENGAWASAN
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
ATAS PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009
TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004
TENTANG PERIKANAN
BAGIAN I
PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
Preambule-nya menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial”. Oleh karena itu, perlindungan segenap bangsa dan
peningkatan kesejahteraan umum adalah tanggung jawab negara, baik untuk
pemerintah, pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten.
Sebagai negara maritim, sektor perikanan merupakan salah satu potensi
yang dapat dikembangkan demi meningkatkan perekonomian Indonesia.
Sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari
laut, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam.
Potensi perikanan yang dimiliki merupakan potensi ekonomi yang dapat
dimanfaatkan untuk masa depan bangsa yakni sebagai tulang punggung
pembangunan nasional.
Pendayagunaan sumber daya ikan haruslah memperhatikan daya
dukung yang ada dan kelestariannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil,
meningkatkan penerimaan dari devisa negara, menyediakan perluasan dan
kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing
hasil perikanan serta menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan
pembudidayaan ikan serta tata ruang.
Pemanfaatan sumber daya perikanan juga harus seimbang dengan daya
dukungnya, sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat secara terus
menerus. Salah satunya dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan
melalui pengaturan pengelolaan perikanan.
2
B. TUJUAN
Sebagaiaman diketahui, keberadaan laut beserta sumber daya yang ada
di dalamnya merupakan sumber daya yang sangat strategis bagi Indonesia.
Total jurisdiksi nasional Indonesia, diperkirakan seluas hampir 7,8 juta km2
yang terdiri dari 1,9 juta km2 luas daratan, 2,8 juta km2 luas perairan nusantara
(archipelagic waters), 0,3 juta km2 luas perairan territorial laut dan 2,7 juta km2
luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah
mengalami perubahan setelah diundangkannnya Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 merupakan dasar hukum pengelolaan sumber daya ikan yang
diharapkan mampu menampung semua aspek pengelolaan sumber daya ikan
dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum dan teknologi. Selain itu,
kehadiran Undang-Undang tentang Perikanan tersebut diharapkan dapat
mengantisipasi sekaligus sebagai solusi terhadap perubahan yang sangat besar
di bidang perikanan, baik yang berkaitan dengan ketersediaan sumber daya
ikan, kelestarian lingkungan sumber daya ikan, maupun perkembangan metode
pengelolaan perikanan yang semakin efektif, efisien, dan ramah lingkungan.
Pelaksanaan pengawasan atas pelaksanaan UU Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan adalah dalam rangka menjaga agar norma, tujuan dan visi-misi yang
hendak dicapai dapat terwujud secara terencana dan terukur. Tujuannya tak
3
lain tak bukan adalah agar masyarakat dan bangsa Indonesia merasakan
dampak positif lahir dan ditegakkannnya peraturan perundang-undangan
dalam hal ini Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Adanya penegakan
dan pengawasan terhadap sebuah produk hukum disuatu negara berarti
terdapat upaya untuk memberikan jaminan hak-hak setiap warga negara.
C. OBJEK
Objek pengawasan pelaksanaan UU yang dilakukan Komite II DPD RI
adalah Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
D. LANDASAN HUKUM PENGAWASAN
Fungsi pengawasan DPD RI dilaksanakan berdasarkan pada aturan-
aturan yuridis, sebagai berikut;
A. Pasal 22D UUD 1945
B. Pasal 224 huruf e UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
C. Pasal 112 Keputusan DPD RI Nomor 1/DPD RI/I/2009-2010 tentang
Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
E. MEKANISME
4
A. Pasal 224 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009
menegaskan bahwa salah satu tugas dan wewenang DPD RI adalah dapat
melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
negara, pajak, pendidikan, dan agama. Oleh karena itu, DPD RI memiliki
kewenangan untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan
pengaduan masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang
tertentu dalam rangka melakukan monitoring/pemantauan atas pelaksanaan
undang-undang tertentu;
B. Ada pun mekanisme pengawasan tersebut dilaksanakan melalui penyerapan
aspirasi dan menampung pengaduan masyarakat dan daerah serta
kunjungan kerja ke beberapa daerah termasuk melakukan dialog langsung
dengan konstituen dan masyarakat umum di daerah. Secara teknis
prosedural hal tersebut dilakukan lewat wawancara atau dialog, Rapat
Dengar Pendapat, Diskusi kelompok terfokus baik dengan instansi
pemerintah daerah, organisasi di daerah, dan elemen masyarakat yang
menjadi subjek pengawasan serta melakukan kunjungan langsung ke lokasi
terkait;
5
F. ANGGARAN
Seluruh biaya atas kegiatan dan upaya pengawasan pelaksanaan UU ini
dibebankan kepada Anggaran Rutin DPD RI yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN).
6
BAGIAN II
KESIMPULAN PENGAWASAN
A. HASIL PENGAWASAN
Berdasarkan temuan-temuan dan hasil kunjungan kerja ke beberapa
daerah atas pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Perikanan, dapat
dirumuskan hasil pengawasan sebagai berikut;
1. Undang-Undang Nomor 31/2004 tentang Perikanan yang telah mengalami
perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 mengamanahkan kepada pemerintah untuk menindaklanjutinya
dengan pembuatan lebih kurang enambelas Peraturan Pemerintah (PP)
turunan, termasuk dua PP dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
yang berfungsi sebagai teknis pelaksana penyelenggaraan dan pengaturan
perikanan. Sampai saat ini Peraturan Pemerintah tersebut tidak kunjung
diterbitkan sehingga dalam pelaksaannya, Undang-Undang tentang
Perikanan mengalami kendala yuridis di tingkat implementasinya di
lapangan. Padahal Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
telah mengamanahkan kepada Pemerintah untuk menerbitkan PP
selambat-lambatnya satu tahun setelah pemberlakuan UU tersebut
sebagaimana diamanahkan Pasal 110 A yang berbunyi: “Semua Peraturan
7
Pemerintah yang diamanatkan untuk melaksanakan ketentuan Undang-
Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan.”
2. Hingga saat ini Pemerintah masih belum maksimal melaksanakan tugas
dan fungsinya dalam membangun jaringan informasi perikanan dan
koordinasi yang belum efektif dengan lembaga lain sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Perikanan, hal itu
diindikasikan dari banyaknya daerah yang memiliki potensi berlimpah di
bidang kelautan dan perikanan, tetapi tidak dapat berkembang secara
maksimal karena minimnya sarana dan prasarana sistem informasi dan
data statistik perikanan.
3. Pemerintah dan Pemerintah daerah belum menunjukkan keberhasilan
program dan implementasi kebijakan dalam meningkatkan sumber daya
nelayan melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, padahal sesuai
dengan amanat Bab IX Pasal 57 s.d Pasal 59 Undang-Undang Perikanan
pemerintah dan pemerintah darah berkewajiban melakukan upaya
peningkatan sumber daya nelayan melalui pendidikan, pelatihan, dan
penyuluhan bagi nelayan.
4. Keberadaan Unit Bisnis Perikanan Terpadu (UBPT) belum mendapat
dukungan pemerintah, maupun sokongan serta peran serta aktif pihak
swasta. Makin banyaknya investasi swasta di bidang pelabuhan perikanan
8
belum memberi dampak positif yang menguntungkan nelayan, melainkan
hanya membawa manfaat bagi sektor swasta itu sendiri.
5. Di beberapa daerah masyarakat nelayan kecil mengeluhkan keterbatasan
kapasitas penangkapan, permodalan, serta kebutuhan peralatan yang
lebih canggih. Hal ini karena selama ini masyarakat nelayan kecil masih
menggunakan alat-alat penangkapan tradisional. Pemberdayaaan nelayan
kecil dan pembudi daya-ikan melalui penyediaan skim kredit bagi nelayan
kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya
operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman yang rendah dan
sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil
belum juga tersosialisasikan dan terimplementasikan secara tepat guna
dan tepat sasaran.
6. Praktik illegal fishing hingga saat ini masih terus berlanjut di beberapa
daerah akibat belum maksimal tindakan pencegahan dan penindakan
illegal fishing. Hal ini antara lain disebabkan terlalu kompleks dan
banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat antara lain TNI, POLRI
dan Departemen Kelautan dan Perikanan dalam penanganan illegal
fishing. Padahal Undang-Undang tentang Perikanan telah memberikan
ancaman sanksi pidana bagi para pelakunya sebagaimana diatur dalam
Pasal 94 ayat (2), Pasal 94, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1), (2), dan (3), dan
Pasal 98. Peradilan Perikanan mencatat sepanjang tahun 2010 dan 2011,
jumlah kasus tindak pidana yang sedang ditangani dalam dua tahun
9
terakhir mencapai angka 204 kasus. Sebanyak 196 perkara di antaranya
telah ditangani di pengadilan perikanan yang baru di mana kerugiannya
sendiri ditaksir mencapai Rp 80 triliun.
7. Di Beberapa daerah seperti di Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara,
nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap perahu, pancing dan
jaring ’rengge’ sering merasa dirugikan oleh nelayan semi modern yang
menggunakan alat tangkap lampara dasar. Alat tangkap nelayan
tradisional yang berupa pancing kepiting sering rusak dan hilang akibat
ditabrak oleh kapal nelayan semi modern yang menggunakan alat tangkap
lampara dasar. Hal ini kemudian berbuntut pada konflik antar nelayan.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, sesuai dengan Undang-Undang tentang
Perikanan, persoalan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan
dapat melibatkan masyarakat dengan membentuk kelompok masyarakat
pengawas (POKWAMAS) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Sejauh
ini masih banyak daerah yang belum membentuk kelompok masyarakat
pengawas (POKWAMAS).
8. Kerja sama dan koordinasi terpadu antarinstansi terkait dalam melakukan
pengawasan perikanan telah dilakukan oleh pemerintah daerah menemui
kendala berupa minimnya sarana dan prasarana dalam menjalankan
fungsi pengawasan. Di Provinsi Bangka Belitung hingga saat ini kapal yang
dimiliki oleh Polda Bangka Belitung masih terbatas yaitu tipe C3 yang
seharusnya adalah tipe C1. Sesuai dengan Pasal 68 Undang-Undang
10
tentang Perikanan, kewajiban untuk mengadakan sarana dan prasarana
perikanan merupakan tugas Pemerintah.
9. Pembangun pos-pos pengawasan yang tersebar di kabupaten-kabupaten
di Indonesia masih belum maksimal disebabkan peralatan pendukung
yang paling vital yaitu kapal pengawas yang belum memadai sehingga
mengganggu kinerja dan menyulitkan pengawasan pengelolaan bidang
perikanan.
10. Selain melakukan penangkapan ikan tanpa izin, para pelaku illegal fishing
juga menggunakan alat-alat penangkap ikan yang dilarang oleh undang-
undang antara lain alat tangkap purse seine di rumpon masyarakat
nelayan. Pemasangan rumpon yang dilakukan oleh nelayan asing tersebut
juga telah merusak pola migrasi ikan yang berakibat kerugian bagi
nelayan lokal. Selain itu, di beberapa daerah masih ditemukan banyaknya
penangkapan ikan yang dilakukan dengan menggunakan bahan peledak
serta masih banyaknya terjadi pelanggaran terhadap jalur penangkapan
ikan.
11. Ditribusi kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah sesuai
dengan Undang-Undang tentang Perikanan masih terbatas, khususnya
dalam bidang perizinan sehingga perlu adanya pelimpahan kewenangan
yang lebih luas kepada pemerintah daerah, terlebih lagi dalam Pasal 65
Undang-Undang tentang Perikanan disebutkan bahwa Pemerintah dapat
11
menugaskan urusan tugas perbantuan di bidang perikanan kepada
pemerintah daerah.
12. Akibat kenaikan harga BBM, kondisi masyarakat nelayan di beberapa
daerah saat ini semakin sulit dan kemampuan ekonomi nelayan kecil terus
tertekan. Hasil identifikasi di berbagai sentra kegiatan nelayan
menunjukkan bahwa kontribusi komponen biaya BBM terhadap
keseluruhan biaya operasi penangkapan ikan per-trip berkisar antara 30 -
50% untuk kelompok nelayan skala menengah ke atas dan 40 - 60% untuk
kelompok nelayan skala kecil. Kendati Pemerintah memberikan subsidi
BBM untuk nelayan, pada kenyataannya harga eceran BBM di atas harga
yang ditetapkan oleh pemerintah karena besarnya peran penyalur dalam
memainkan harga di tingkat nelayan.
13. Dari berbagai kunjungan di lapangan ditemukan fakta bahwa fungsi-
fungsi pelabuhan perikanan saat ini belum secara optimal termanfaatkan.
Untuk itu, perlu dilakukan program revitalisasi pelabuhan perikanan,
pangkalan pendaratan ikan, dan tempat pelelangan ikan.
14. Manajemen pengelolaan perikanan masih sangat lemah yang antara lain
diindikasikan dengan belum terdapatnya mekanisme koordinasi
antarinstansi yang terkait dengan pengelolaan perikanan. Selain itu,
kondisi ini diperparah dengan terjadinya benturan kepentingan dalam
12
pengelolaan perikanan serta masalah pengelolaan perikanan antara lain
kepelabuhanan perikanan, konservasi, perizinan, dan kesyahbandaran.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan fakta-fakta temuan diatas DPD RI merekomendasikan
beberapa hal dibawah ini yaitu:
1. Pemerintah harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah untuk
menjadi aturan pelaksana Undang-Undang tentang Perikanan sehingga
tidak muncul persoalan penegakan norma-norma dalam Undang-Undang
Perikanan termasuk munculnya berbagai tafsir yang bersifat sektoral dari
pemerintah daerah dalam rancangan peraturan daerah (ranperda)
maupun peraturan daerah bidang perikanan yang terlanjur diterbitkan.
2. DPD RI merekomendasikan Pemerintah bersama pemerintah daerah
untuk memantapkan kinerja dalam menjamin dan meningkatkan sumber
daya nelayan dengan memberikan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan,
sesuai dengan amanat Bab IX Pasal 57 s.d Pasal 59 Undang-Undang
Perikanan dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian
nelayan.
3. DPD RI merekomendasikan bahwa sebagai pemegang kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan, pemerintah perlu memperbaiki beberapa
kebijakan yang dirasa mempersulit usaha dunia perikanan, antara lain
13
perlunya pemerintah memfasilitasi ekspor hasil ikan dari daerah langsung
ke luar negeri tidak melalui Jakarta sehingga akan mengurangi ekonomi
biaya tinggi.
4. DPD RI merekomendasikan perlunya kesiapan dan sikap tegas pemerintah
untuk menyusun petunjuk pelaksana dan mekanisme koordinasi
antarinstansi yang terkait dengan pengelolaan perikanan, penegakan
hukum perikanan,
5. DPD RI merekomendasikan kepada Pemerintah untuk segera
memperbaiki mekanisme koordinasi antarinstansi penyidik dalam
penanganan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan, penerapan
sanksi (pidana atau denda), hukum acara, terutama mengenai penentuan
batas waktu pemeriksaan perkara, dan fasilitas dalam penegakan hukum
di bidang perikanan, termasuk kemungkinan penerapan tindakan hukum
berupa penenggelaman kapal asing yang beroperasi di wilayah
pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
6. Perlunya sikap tegas pemerintah dalam merumuskan kebijakan perikanan
yang mengarah pada keberpihakan kepada nelayan kecil dan pembudi
daya-ikan kecil antara lain dalam aspek perizinan, kewajiban penerapan
ketentuan mengenai sistem pemantauan kapal perikanan, pungutan
perikanan, dan pengenaan sanksi pidana.
14
BAGIAN III
PENUTUP
Demikian Hasil Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah dilakukan oleh
DPD RI.
Jakarta, 10 Juni 2012
PIMPINAN
KOMITE II DPD RI
K e t u a,
Ir. H. BAMBANG SUSILO, MM
Wakil Ketua,
INTSIAWATI AYUS, SH, MH
Wakil Ketua,
MATHEUS S. PASIMANJEKU, SH
15