RPP Jaringan LLAJ Final Draft

download RPP Jaringan LLAJ Final Draft

of 92

Transcript of RPP Jaringan LLAJ Final Draft

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    1/92

    RANCANGAN

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

    Nomor....... Tahun......

    TENTANG

    JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang

    :

    bahwa untuk melaksanaan ketentuan Pasal 18, Pasal19 ayat (5), Pasal 20 ayat (3), Pasal 20 ayat (5), Pasal25 ayat (2), Pasal 42, Pasal 43 ayat (4), Pasal 46 ayat(2), Pasal 101, dan Pasal 133 Undang-Undang Nomor22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalanperlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentangJaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

    Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia tahun 1945.

    2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LaluLintas dan Angkutan Jalan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).

    MEMUTUSKAN:

    Menetapka

    n

    : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

    TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DANANGKUTAN JALAN

    BAB I1

    Draft Final

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    2/92

    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah

    serangkaian Simpul dan/atau ruang kegiatan yangsaling terhubungkan untuk penyelenggaraan LaluLintas dan Angkutan Jalan.

    2. Ruang kegiatan adalah berupa kawasan pemukiman,industri, pertambangan, pertanian, kehutanan,perkantoran, perdagangan, pariwisata dan lain tempatyang berfungsi sebagai kawasan tertentu.

    3. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagipergantian antarmoda dan intermoda yang berupaTerminal, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhansungai dan danau, dan/atau bandar udara.

    4. Ruang Lalu Lintas Jalan adalah prasarana yangdiperuntukkan bagi gerak pindah Kendaraan, orang,dan/atau barang yang berupa Jalan dan fasilitaspendukung.

    5. Jalan adalah seluruh bagian Jalan, termasuk bangunanpelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkanbagi Lalu Lintas umum, yang berada pada permukaan

    tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaantanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecualijalan rel dan jalan kabel.

    6. Penyelenggaraan jalan adalah pihak yang melakukanpengaturan, pembinaan, pembangunan, danpengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya.

    7. Preservasi jalan adalah kegiatan pemeliharaan,rehabilitasi dan rekontruksi jalan.

    8. Badan pengelola Dana Preservasi Jalan yangselanjutnya disebut BPDPJ adalah unit yang mengeloladana preservasi jalan;

    9. Pemeliharaan jalan adalah kegiatan penanganan jalan,berupa perawatan dan perbaikan yang diperlukanuntuk mempertahankan kondisi jalan agar tetapberfungsi secara optimal melayani lalu lintas sehinggaumur rencana yang ditetapkan dapat tercapai.

    10. Pemeliharaan rutin jalan adalah kegiatan merawat jalan

    serta memperbaiki kerusakan kerusakan yang terjadipada ruas ruas jalan dengan dengan kondisi

    2

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    3/92

    pelayanan mantap adalah ruas ruas jalan denganumur rencana yang dapat diperhitungkan sertamengikuti suatu standar tertentu.

    11. Pemeliharaan berkala jalan adalah kegiatanpenanganan terhadap setiap kerusakan yang

    diperhitungkan dalam desain agar penurunan kondisijalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapansesuai dengan rencana.

    12. Rehabilitasi jalan adalah kegiatan penangananterhadap setiap kerusakan yang tidak diperhitungkandalam desain, yang berakibat menurunnya kondisikemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suaturuas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunankondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan padakondisi kemantapan sesuai dengan rencana.

    13. Rekonstruksi jalan adalah kegiatan peningkatanstruktur jalan dan penggantian jembatan tanpapeningkatan kapasitas jalan.

    14. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalanyang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atauperpaduan yang berfungsi sebagai peringatan,larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

    15. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada dipermukaan Jalan atau di atas permukaan Jalan yangmeliputi peralatan atau tanda yang membentuk garismembujur, garis melintang, garis serong, serta

    lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus LaluLintas dan membatasi daerah kepentingan Lalu Lintas.

    16. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkatelektronik yang menggunakan isyarat lampu yangdapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengaturLalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpanganatau pada ruas Jalan.

    17. Halte adalah tempat pemberhentian KendaraanBermotor Umum untuk menaikkan dan menurunkanpenumpang.

    18. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum

    yang digunakan untuk mengatur kedatangan dankeberangkatan, menaikkan dan menurunkan orangdan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

    19. Pengguna Jalan adalah orang yang menggunakan Jalanuntuk berlalu lintas.

    20. Pejalan Kaki adalah setiap orang yang berjalan diRuang Lalu Lintas Jalan.

    21. Dana Preservasi Jalan adalah dana yang khususdigunakan untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi,

    dan rekonstruksi Jalan secara berkelanjutan sesuaidengan standar yang ditetapkan.

    3

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    4/92

    22. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,adalah Presiden Republik Indonesia yang memegangkekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesiasebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

    23. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/walikota,dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraPemerintahan Daerah.

    24. Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpinkementerian negara dan bertanggung jawab atasurusan pemerintahan di bidang Jalan, bidang saranadan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bidangindustri, bidang pengembangan teknologi, atau bidangpendidikan dan pelatihan.

    BAB IISasaran dan Arah Kebijakan

    Pengembangan Sistem Lalu Lintas Angkutan Jalan

    Bagian KesatuUmum

    Pasal 2

    (1) Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan lalu lintasdan angkutan jalan perlu ditetapkan sasaran dan arahkebijakan pengembangan sistem lalu lintas danangkutan jalan.

    (2) Sistem lalu lintas dan angkutan jalan nasionalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satukesatuan yang terdiri atas:a. lalu lintas jalan;

    b. angkutan jalan;c. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan;d. prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;e. kendaraan;f. pengemudi;g. pengguna jalan; danh. pengelolaan.

    Pasal 3

    4

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    5/92

    (1)Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus terintegrasidengan sistem moda transportasi lainnya.

    (2) Pengintegrasian sistem lalu lintas dan angkutan jalansebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan integrasi

    dengan sistem moda transportasi lain sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :a. mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur

    sistem lalu lintas dan angkutan jalan, sehinggaterwujud suatu totalitas yang utuh, berdayagunadan berhasilguna;

    b. mendorong pergerakan arus orang dan/atau barangsecara menerus tanpa dibatasi wilayahadministrasi;

    c. memadukan pelayanan sistem lalu lintas danangkutan jalan yang melayani pergerakan orangdan/atau barang lintas batas negara, antar kota,perkotaan dan perdesaan;

    d. memadukan sistem lalu lintas dan angkutan jalandengan perkeretaapian, transportasi sungai dandanau dalam satu kesatuan sistem transportasidarat secara tepat, serasi, seimbang, dan sinergiantara satu dengan lainnya;dan

    e. memadukan transportasi darat dengan transportasilaut dan transportasi udara yang ditata dalamsistem transportasi nasional yang dinamis dan

    mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan,dengan memperhatikan segala aspek kehidupanmasyarakat.

    Pasal 4

    (1)Sasaran dan arah pengembangan sistem lalu lintas danangkutan jalan jangka panjang digunakan sebagaipedoman penyusunan rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan dan pengembangan Lintaspenyeberangan.

    (2) Sasaran dan arah pengembangan sistem lalu lintas danangkutan jalan digunakan sebagai pedoman dalam:a. penyelenggaraan di bidang jalan;b. penyelenggaraan di bidang sarana dan prasarana

    lalu lintas dan angkutan jalan;c. penyelenggaraan di bidang industri;d. penyelenggaraan di bidang pengembangan

    teknologi;

    5

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    6/92

    e. penyelenggaraan di bidang Registrasi danIdentifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi,Penegakan Hukum, Operasional Manajemen danRekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas

    Pasal 5

    (1)Sasaran pengembangan sistem lalu lintas danangkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4merupakan suatu kondisi yang diinginkan sebagaipenjabaran dari tujuan penyelenggaraan lalu lintas danangkutan jalan yang dinyatakan secara kuantitatif ataukualitatif tingkat nasional.

    (2)Arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan angkutan Jalan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 merupakanstrategi atau cara untuk mencapai sasaran.

    Pasal 6

    Sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem lalulintas dan angkutan jalan, sebagaimana dimaksud padaayat (1), meliputi :a. jangka panjang berlaku untuk kurun waktu 20 (dua

    puluh) tahun dan dievaluasi setiap 5 (lima) tahunsekali.

    b. jangka menengah berlaku untuk kurun waktu 5 (lima)tahun dan dievaluasi setiap tahun sekali;

    c. jangka pendek/tahunan berlaku 1(satu) tahun.

    Pasal 7

    Sistem lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:

    a. sistem lalu lintas dan angkutan jalan nasional;b. sistem lalu lintas dan angkutan jalan provinsi;c. sistem lalu lintas dan angkutan jalan kabupaten/kota.

    6

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    7/92

    Bagian KeduaSistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional

    Pasal 8

    (1)Sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem lalulintas dan angkutan jalan nasional sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 huruf a ditetapkan denganKeputusan Presiden.

    (2)Sasaran dan arah kebijakan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disusun oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasana jalan denganberkoordinasi dengan Menteri yang bertanggungjawabdi bidang jalan, Menteri yang bertanggungjawab dibidang industri, Menteri yang bertanggungjawab di

    bidang pengembangan teknologi, dan KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia.

    Bagian KetigaSistem Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi

    Pasal 9

    (1)Sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem lalulintas dan angkutan jalan provinsi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 huruf b ditetapkan denganKeputusan Gubernur.

    (2)Sasaran dan arah kebijakan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disusun oleh Kepala Satuan KerjaPerangkat Daerah Provinsi dengan berkoordinasidengan Kepala Kepolisian Daerah.

    Bagian Keempat

    Sistem Lalu Lintas Angkutan Jalan Kabupaten/Kota

    Pasal 10

    (1)Sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem lalulintas dan angkutan jalan provinsi sebagaimanadimaksud Pasal 7 huruf c ditetapkan dengan KeputusanBupati/Walikota.

    (2)Sasaran dan arah kebijakan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disusun oleh Kepala Satuan Kerja

    7

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    8/92

    Perangkat Daerah Kabupaten/Kota denganberkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Resor.

    BAB III

    RENCANA INDUK JARINGAN LALU LINTASDAN ANGKUTAN JALAN

    Bagian KesatuUmum

    Pasal 11

    (1)Untuk mewujudkan Lalu Lintas dan Angkutan Jalanyang terpadu dilakukan pengembangan Jaringan LaluLintas dan Angkutan Jalan untuk menghubungkansemua wilayah di daratan;

    (2)Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalansebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedomanpada rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutanjalan sesuai dengan kebutuhan;

    (3)Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalansebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

    a. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutanjalan nasional;

    b. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutanjalan provinsi;

    c. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutanjalan kabupaten;

    d. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutanjalan kota.

    (4)Keterpaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi keterpaduan antar tingkatan nasional,provinsi, kabupaten dan kota serta keterpaduan antarjaringan transportasi darat, laut dan udara.

    (5)Transportasi darat sebagaimana di maksud pada ayat(4) diatas meliputi transportasi jalan, sungai, danaudan penyeberangan serta kereta api.

    (6)Masa Berlaku rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan adalah 25 (dua puluh lima) tahun danevaluasi dilakukan secara berkala paling sedikit sekalidalam 5 (lima) tahun.

    8

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    9/92

    Bagian KeduaRencana Induk Jaringan LLAJ Nasional

    Pasal 12

    (1)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanNasional meliputi:a. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan

    nasional untuk antar kota yang melebihi wilayahprovinsi;

    b. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalannasional untuk perkotaan yang melebihi wilayahprovinsi;

    c. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalannasional untuk perdesaan yang melebihi wilayah

    provinsi.

    (2)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalannasional ditetapkan berdasarkan kebutuhantransportasi dan ruang kegiatan, fungsi jalan, perananjalan yang berskala nasional serta kapasitas dan kelasjalan.

    (3)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalannasional untuk antar kota, perkotaan dan perdesaanyang melebihi wilayah provinsi memuat:a.prakiraan perpindahan orang dan/atau barang

    menurut asal tujuan perjalanan lingkup nasional;b.arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan

    jalan nasional dalam keseluruhan moda transportasinasional;

    c. rencana lokasi dan kebutuhan simpul nasional; dand. rencana kebutuhan ruang lalu lintas nasional.

    (4)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanNasional ditetapkan dengan Peraturan Presidenberdasarkan usulan menteri yang bertanggung jawab

    di bidang sarana dan prasarana lalu lintas danangkutan jalan.(5)Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan

    nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan arahan dan pedoman:a. integrasi antar dan intra moda transportasi tingkat

    nasional;b. penyusunan rencana umum lalu lintas dan angkutan

    jalan nasional;c. penyusunan rencana umum jaringan jalan nasional;d. penyusunan rencana umum jaringan trayek;

    e. pembangunan simpul nasional;

    9

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    10/92

    f. pengembangan teknologi dan industri transportasijalan tingkat nasional.

    Pasal 13

    (1)Proses Penyusunan dan Penetapan Rencana IndukJaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional harusmemperhatikan dokumen perencanaan:a.dokumen rencana pembangunan jangka panjang

    nasional;b. dokumen rencana tata ruang wilayah nasional;c. dokumen rencana induk perkeretaapian nasional;d. dokumen rencana induk pelabuhanan nasional;e. dokumen rencana induk nasional bandar udara.

    (2)Penyusunan dan penetapan Rencana Induk JaringanLalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional meliputikegiatan:a. pengumpulan data, analisis, keluaran;b.penyusunan konsep rencana induk jaringan lalu

    lintas dan angkutan jalan nasional;c. penyerapan pandangan atau masukan masyarakat

    konsep rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan nasional;

    d.penetapan rencana induk jaringan lalu lintas dan

    angkutan jalan nasional;e. sosialisasi dan publikasi rencana induk jaringan lalu

    lintas dan angkutan jalan nasional.

    Bagian KetigaRencana Induk Jaringan LLAJ Provinsi

    Pasal 14

    (1)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanProvinsi meliputi:a. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan

    provinsi untuk antar kota dalam wilayah provinsi;b. rencana induk lalu lintas dan angkutan jalan provinsi

    untuk perkotaan dalam wilayah provinsi;c. rencana induk lalu lintas dan angkutan jalan provinsi

    untuk perdesaan dalam wilayah provinsi.

    (2)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalanprovinsi ditetapkan berdasarkan kebutuhan

    10

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    11/92

    transportasi dan ruang kegiatan, fungsi jalan, perananjalan skala provinsi, kapasitas dan kelas jalan padajalan provinsi.

    (3)Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanProvinsi untuk Antar Kota, perkotaan dan perdesaan

    dalam Wilayah Provinsi, memuat :a.prakiraan perpindahan orang dan/atau barang

    menurut asal tujuan perjalanan berskala provinsi;b.arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan

    jalan provinsi dalam keseluruhan moda transportasi;c. rencana lokasi dan kebutuhan berskala provinsi; dand. rencana kebutuhan ruang lalu lintas berskala

    provinsi.

    (4)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalanprovinsi di tetapkan oleh Gubernur setelah mendapatpertimbangan dari Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas;

    (5)Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalanprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan merupakan arahan dan pedoman:a. integrasi antar dan intra moda transportasi tingkat

    provinsi;b.penyusunan rencana umum lalu lintas dan angkutan

    jalan provinsi;c. penyusunan rencana umum jaringan jalan provinsi;

    d. penyusunan rencana umum jaringan trayek;e. pembangunan simpul provinsi;f. pengembangan teknologi dan industri transportasi

    jalan tingkat provinsi.

    Pasal 15

    (1)Proses Penyusunan dan Penetapan Rencana Induk

    Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi harusmemperhatikan:a. dokumen rencana tata ruang wilayah nasional;b. dokumen rencana tata ruang wilayah provinsi;c. dokumen rencana pembangunan jangka panjang

    daerah provinsi;d. dokumen rencana induk perkeretaapian provinsi;e. dokumen rencana induk pelabuhan nasional;f. dokumen rencana induk nasional bandar udara;g. dokumen rencana induk lalu lintas dan angkutan

    jalan nasional.

    11

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    12/92

    (2)Penyusunan dan penetapan Rencana Induk JaringanLalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi meliputikegiatan :a. pengumpulan data, analisis, dan keluaran;b. penyusunan konsep rencana induk jaringan lalu

    lintas dan angkutan jalan provinsi;c. penyerapan pandangan atau masukan masyarakat

    konsep rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan provinsi;

    d. penetapan rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan provinsi;

    e. sosialisasi dan publikasi rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan provinsi.

    Bagian KeempatRencana Induk Jaringan LLAJ Kabupaten

    Pasal 16

    (1)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanKabupaten meliputi:a. rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan

    kabupaten untuk antar kota dalam wilayahkabupaten;

    b. rencana induk lalu lintas dan angkutan jalan

    kabupaten untuk perkotaan yang dalam wilayahkabupaten;

    c. rencana induk lalu lintas dan angkutan jalankabupaten untuk perdesaan yang dalam wilayahkabupaten.

    (2)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanKabupaten ditetapkan berdasarkan kebutuhantransportasi dan ruang kegiatan, fungsi jalanKabupaten dan jalan desa, peranan jalan Kabupaten

    dan desa, kapasitas dan kelas jalan pada jalanKabupaten dan jalan desa.(3)Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    Kabupaten untuk Antar Kota, perkotaan dan perdesaandalam Wilayah Kabupaten memuat:a.prakiraan perpindahan orang dan/atau barang

    menurut asal tujuan perjalanan skala kabupaten;b.arah dan kebijakan peranan lalu lintas dan angkutan

    jalan kabupaten dalam keseluruhan modatransportasi;

    c. rencana lokasi dan kebutuhan simpul skala

    kabupaten; dan

    12

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    13/92

    d. rencana kebutuhan ruang lalu lintas skalakabupaten.

    (4)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanKabupaten di tetapkan oleh Bupati setelah mendapat

    pertimbangan dari Gubernur dan Menteri yangbertanggung jawab di bidang sarana dan prasaranajalan.

    (5)Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalankabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan arahan dan pedoman untuk:a. integrasi antar dan intra moda transportasi tingkat

    kabupaten;b.penyusunan rencana umum lalu lintas dan angkutan

    jalan kabupaten;c. penyusunan rencana umum jaringan jalan

    kabupaten;d. penyusunan rencana umum jaringan trayek;e. pembangunan simpul kabupaten;f. pengembangan teknologi dan industri transportasi

    jalan di tingkat kabupaten.

    Pasal 17

    (1)Proses Penyusunan dan Penetapan Rencana Induk

    Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupatenharus memperhatikan:a. dokumen rencana tata ruang wilayah nasional;b. dokumen rencana tata ruang wilayah provinsi;c. dokumen rencana tata ruang wilayah kabupaten;d.dokumen rencana pembangunan jangka panjang

    daerah kabupaten;e. dokumen rencana induk perkeretaapian kabupaten;f. dokumen rencana induk pelabuhan nasional;g. dokumen rencana induk nasional bandar udara;

    h.dokumen rencana induk lalu lintas dan angkutanjalan nasional;i. dokumen rencana induk lalu lintas dan angkutan

    jalan provinsi.

    (2)Penyusunan dan penetapan Rencana Induk JaringanLalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten meliputikegiatan:a. pengumpulan data, analisis, dan keluaran;b.penyusunan konsep rencana induk jaringan lalu

    lintas dan angkutan jalan kabupaten;

    13

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    14/92

    c. penyerapan pandangan atau masukan masyarakat(public hearing) konsep rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan kabupaten;

    d.penetapan rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan kabupaten;

    e. sosialisasi dan publikasi rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan kabupaten.

    Bagian KelimaRencana Induk Jaringan LLAJ Kota

    Pasal 18

    (1)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

    Kota memuat:a.prakiraan perpindahan orang dan/atau barang

    menurut asal tujuan perjalanan lingkup Kota;b. arah dan kebijakan peranan Lalu Lintas dan

    Angkutan Jalan Kota dalam keseluruhan modatransportasi;

    c. rencana lokasi dan kebutuhan Simpul Kota; dand. rencana kebutuhan Ruang Lalu Lintas Kota.

    (2)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanKota ditetapkan berdasarkan kebutuhan transportasi

    dan ruang kegiatan, fungsi dan peranan jalan berskalaKota, serta kapasitas dan kelas jalan Kota.

    (3)Rencana induk jaringan Lalu Lintas dan Angkutan JalanKota di tetapkan oleh Walikota setelah mendapatpertimbangan dari Gubernur dan menteri yangbertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan jalan.

    (4)Rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalankota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakanmerupakan arahan dan pedoman:

    a. integrasi antar dan intra moda transportasi tingkatkota;b.penyusunan rencana umum lalu lintas dan angkutan

    jalan kota;c. penyusunan rencana umum jaringan jalan kota;d. penusunan rencana umum jaringan trayek;e. pembangunan simpul kota;f. pengembangan teknologi dan industri transportasi

    jalan di tingkat kota.

    Pasal 19

    14

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    15/92

    (1)Proses penyusunan dan penetapaan rencana indukjaringan lalu lintas dan angkutan jalan kota harusmemperhatikan:a. dokumen rencana tata ruang wilayah nasional;b. dokumen rencana tata ruang wilayah provinsi;

    c. dokumen rencana tata ruang wilayah kota;d.dokumen rencana pembangunan jangka panjang

    daerah kota;e. dokumen rencana induk perkeretaapian kota;f. dokumen rencana induk pelabuhan nasional;g. dokumen rencana induk nasional bandar udara;h.dokumen rencana induk lalu lintas dan angkutan

    jalan nasional;i. dokumen rencana induk lalu lintas dan angkutan

    jalan provinsi.

    (2)Penyusunan dan penetapan rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan kota meliputi kegiatan:a. pengumpulan data, analisis, keluaran.b.penyusunan konsep rencana induk jaringan lalu

    lintas dan angkutan jalan kota.c. penyerapan pandangan atau masukan masyarakat

    konsep rencana induk jaringan lalu lintas danangkutan jalan kota.

    d. penetapan rencana rencana induk jaringan lalu lintasdan angkutan jalan kota.

    e. sosialisasi dan publikasi rencana induk jaringan lalulintas dan angkutan jalan kota.

    Bagian KeenamTata cara penyusunan dan penetapan

    Pasal 20

    Ketentuan mengenai tata cara penyusunan danpenetapan rencana induk lalu lintas dan angkutan

    jalan nasional, provinsi, kabupaten dan kota diaturlebih lanjut dengan Peraturan Menteri yang

    15

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    16/92

    bertanggung jawab di bidang sarana dan prasaranaLalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    BAB IVRUANG LALU LINTAS

    Bagian KesatuKelas Jalan

    Pasal 21

    (1)Kelas jalan atas dasar fungsi dan intensitas lalu lintas

    serta daya dukung menerima muatan sumbu terberatkendaraan bermotor dikelompokkan menjadi:a. jalan kelas I;b. jalan kelas II;c. jalan kelas III; dand. jalan kelas khusus

    (2)Jalan Kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a terdiri atas jalan arteri primer, arteri sekunder,kolektor primer, dan kolektor sekunder.

    (3)Jalan Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    huruf b terdiri atas jalan arteri primer, arteri sekunder,kolektor primer, kolektor sekunder, lokal primer, lokalsekunder, lingkungan primer, dan lingkungan sekunder.

    (4) Jalan Kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c terdiri atas jalan arteri primer, arteri sekunder,kolektor primer, kolektor sekunder, lokal primer, lokalsekunder, lingkungan primer, dan lingkungan sekunder.

    (5)Jalan Kelas Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf d berupa jalan arteri primer.

    Pasal 22

    Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 meliputi:a. jalan nasional dilakukan dengan peraturan menteri

    yang bertanggung jawab di bidang jalan setelah

    mendapat pertimbangan dari menteri yangbertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana

    16

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    17/92

    lalu lintas dan angkutan jalan serta kepolisiannegara republik indonesia;

    b. jalan provinsi dilakukan dengan peraturan gubernursetelah mendapat pertimbangan dari menteri yangbertanggung jawab di bidang jalan;

    c. jalan kota dilakukan dengan peraturan walikotasetelah mendapat pertimbangan dari gubernur; dan

    d. jalan kabupaten dilakukan dengan peraturan bupatisetelah mendapat pertimbangan dari gubernur.

    Pasal 23

    (1) Kendaraan bermotor yang dapat berlalu lintas disetiap kelas jalan ditentukan berdasarkan ukuran,

    dimensi, muatan sumbu terberat dan permintaanangkutan.

    (2) Kendaraan bermotor yang dapat berlalu lintas di jalanKelas I ditentukan:a. ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima

    ratus) milimeter;b. ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan

    belas ribu) milimeter;c. ukuran tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua

    ratus) milimeter; dand. ukuran muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton

    (3) Ukuran kendaraan bermotor yang dapat berlalu lintasdi jalan Kelas II ditentukan:a. lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)

    milimeter;b. panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas

    ribu)milimeter;c. tinggi tidak melebihi 4.200 (empat ribu dua

    ratus)milimeter; dand. muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.

    (4) Ukuran kendaraan bermotor yang dapat berlalu lintasdi jalan Kelas III ditentukan:a. lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)

    milimeter;b. panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu)

    milimeter;c. tinggi tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus)

    milimeter; dand. muatan sumbu terberat8 (delapan) ton.

    (5) Ukuran kendaraan bermotor yang dapat berlalu lintasdi jalan Khusus ditentukan :

    17

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    18/92

    a. lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)milimeter;

    b. panjang melebihi 18.000 (delapan belasribu)milimeter;

    c. ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua

    ratus)milimeter; dand. muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh)ton.

    Pasal 24

    (1) Jalan kelas III yang termasuk jalan lingkungansekunder hanya dapat dilewati kendaraan bermotordengan ukuran:a. lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)

    milimeter;b. panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan

    ribu)milimeter;c. ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima

    ratus)milimeter; dand. muatan sumbu terberat kurang dari 8 (delapan)

    ton.

    (2) Penetapan muatan sumbu terberat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan olehBupati/walikota untuk jalan kabupaten/kota.

    Pasal 25

    (1) Penetapan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 dinyatakan dengan pemasangan rambu lalulintas pada setiap ruas jalan.

    (2) Pemasangan rambu sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:a. jalan nasional dilakukan oleh menteri yang

    bertanggung jawab di bidang sarana dan prasaranalalu lintas dan angkutan jalan;

    b. jalan provinsi dilakukan oleh pemerintah daerahprovinsi;

    c. jalan kabupaten dan jalan desa dilakukan olehpemerintah kabupaten; dan

    d. jalan kota dilakukan oleh pemerintah kota;e. jalan-jalan di wilayah dki jakarta ditetapkan oleh

    gubernur.

    Pasal 26

    18

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    19/92

    Penetapan kelas jalan pada ruas-ruas jalansebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diatas wajibdiumumkan dalam Berita Acara Negara dan/ataudaerah serta dimuat dalam buku jalan.

    Pasal 27

    (1) Dalam rangka keamanan, keselamatan dankontinuitas pelayanan angkutan alat berat dan barangberbahaya dan beracun dapat ditetapkan jaringanlintas.

    (2) Penetapan jaringan lintas sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditetapkan oleh :a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana

    dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan padajaringan jalan nasional setelah mendapatpertimbangan dari Menteri yang membidangi jalan.

    b. Gubernur pada jaringan jalan provinsi setelahmendapat pertimbangan dari Menteri yangmembidangi sarana dan prasarana lalu lintas danangkutan jalan;

    c. Walikota pada jaringan jalan kota setelah mendapatpertimbangan dari Gubernur;

    d. Bupati pada jaringan jalan kabupaten setelahmendapat pertimbangan dari Gubernur.

    Bagian KeduaBatas Kecepatan

    Pasal 28

    (1) Setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggidan batas kecepatan paling rendah.

    (2) Batas kecepatan paling tinggi dan batas kecepatan

    paling rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)meliputi:a. batas kecepatan jalan bebas hambatan;b. batas kecepatan jalan antarkota;c. batas kecepatan kawasan perkotaan; dand. batas kecepatan jalan pada kawasan permukiman.

    (3) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) ditetapkan:a. paling rendah 60 (enam puluh) km/perjam dalam

    kondisi arus bebas dan paling tinggi 100(seratus)km/perjam untuk jalan bebas hambatan;

    19

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    20/92

    b. paling tinggi 80 (delapan puluh)km/perjam untukjalan antarkota;

    c. paling tinggi 50 (lima puluh)km/perjam untukkawasan perkotaan;

    d. paling tinggi 30 (tiga puluh)km/perjam untuk

    kawasan permukiman.

    (4) Penetapan batas kecepatan sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dilakukan oleh:a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana

    dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan;b. Gubernur untuk jalan provinsi;c. Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa;d. Walikota untuk jalan kota.

    Pasal 29

    (1) Batas kecepatan paling tinggi yang lebih rendah dariyang ditentukan dalam Pasal 28 ayat (3) dapatditetapkan atas dasar pertimbangan :a. terjadinya frekuensi kecelakaan yang tinggi di

    lingkungan jalan yang bersangkutan;b. perubahan kondisi permukaan jalan atau geometri

    jalan atau lingkungan sekitar jalan; atauc. adanya usulan masyarakat untuk ditetapkan batas

    kecepatan paling tinggi yang lebih rendah.

    (2) Batas kecepatan paling tinggi dan batas kecepatanpaling rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28ayat (2) dan ayat (3) harus dinyatakan dengan rambulalu lintas.

    Pasal 30

    Penetapan batas kecepatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 28 dilakukan setelah rapat Forum LaluLintas dan Angkutan Jalan pada semua tingkatan sesuaidengan kewenangan jalan.

    Pasal 31

    Ketentuan lebih lanjut tentang norma, standar,pedoman dan kriteria penetapan batas kecepatandiatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri yang

    bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana

    20

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    21/92

    Lalu Lintas dan Angkutan Jalan setelah mendengarkanpendapat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Bagian Ketiga

    Persyaratan dan Uji Laik Fungsi Jalan

    Pasal 32

    (1) Jalan umum dioperasikan setelah ditetapkanmemenuhi persyaratan laik fungsi jalan umum secarateknis dan administratif.

    (2) Uji kelaikan fungsi jalan umum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelumpengoperasian jalan yang belum beroperasi.

    (3) Uji kelaikan fungsi jalan umum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) pada jalan yang sudahberoperasi dilakukan secara berkala paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau sesuai dengan kebutuhan.

    (4) Suatu ruas jalan umum dinyatakan laik fungsi secarateknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabilamemenuhi persyaratan sebagai berikut:a. teknis geometrik jalan;b. teknis struktur perkerasan jalan;c. teknis struktur bangunan pelengkap jalan;

    d. teknis pemanfaatan bagian-bagian jalan;e. teknis penyelenggaraan manajemen dan rekayasalalulintas meliputi pemenuhan terhadap kebutuhanalat-alat manajemen dan rekayasa lalu lintas yangmewujudkan petunjuk, perintah, dan larangandalam berlalulintas; dan

    f. teknis perlengkapan jalan meliputi pemenuhanterhadap spesifikasi teknis kontruksi alat-alatmanajemen dan rekayasa lalu lintas.

    (5) Untuk jalan yang sudah beroperasi, persyaratan laik

    fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) perluditambahkan persyaratan kesesuaian dengan fungsidan kelas jalan.

    (6) Suatu ruas jalan umum dinyatakan laik fungsi secaraadministratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)apabila memenuhi persyaratan administrasi sebagaiberikut:a. dokumen penetapan petunjuk, perintah, dan

    larangan dalam pengaturan lalu lintas bagi semuaperlengkapan jalan;

    b. dokumen penetapan status jalan;

    21

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    22/92

    c. dokumen penetapan kelas jalan;d. dokumen penetapan kepemilikan tanah;e. dokumen penetapan leger jalan;f. dokumen analisa mengenai dampak lingkungan.

    (7) Prosedur pelaksanaan uji kelaikan fungsi jalan umumsebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)dilaksanakan oleh tim uji laik fungsi yang dibentukoleh penyelenggara jalan yang bersangkutan terdiriatas unsur penyelenggara Jalan, instansi yangbertanggung jawab di bidang sarana dan PrasaranaLalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta KepolisianNegara Republik Indonesia.

    (8) Penetapan laik fungsi jalan suatu ruas dilakukan olehpenyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkanrekomendasi yang diberikan oleh tim uji laik fungsisebagaimana dimaksud pada ayat (7).

    (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara danpersyaratan laik fungsi jalan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),dan penetapan laik fungsi sebagaimana dimaksudpada ayat (8) diatur dengan Peraturan Menteri yangbertanggung jawab di bidang Jalan.

    BAB V

    PERLENGKAPAN JALAN

    Bagian KesatuUmum

    Pasal 33

    Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umumwajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa:a. rambu lalu lintas;b. marka jalan;c. alat pemberi isyarat lalu lintas;d. alat penerangan jalan;e. alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;f. alat pengawasan dan pengamanan jalan;g. fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan

    penyandang cacat;h. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan

    angkutan jalan yang berada di jalan dan di luarbadan jalan.

    22

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    23/92

    Bagian KeduaRambu Lalu Lintas

    Pasal 34

    (1)Rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal33 huruf a terdiri atas:a. rambu peringatan;b. rambu larangan;c. rambu perintah; dand. rambu petunjuk.

    (2) Rambu peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf a, digunakan untuk memberi peringatan adapotensi bahaya pada jalan dan menginformasikan

    tentang sifat bahaya.(3) Rambu larangan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) huruf b, digunakan untuk menyatakan perbuatanyang dilarang dilakukan oleh pengguna jalan.

    (4) Rambu perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c, digunakan untuk menyatakan perintah yangwajib dilakukan oleh pengguna jalan.

    (5) Rambu petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf d, digunakan untuk memandu penggunajalan saat melakukan perjalanan atau untukmemberikan informasi lain kepada pengguna jalan.

    Pasal35

    (1)Rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal34 ayat (1) ditempatkan secara tetap.

    (2) Dalam keadaan dan kegiatan tertentu dapatdigunakan rambu lalu lintas sementara.

    (3) Penempatan dan penggunaan rambu lalu lintassementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yangbersifat perintah dan larangan dapat didukung ataudijaga oleh Petugas dari Kepolisian Negara RepublikIndonesia.

    (4) Pada rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) dapat ditambahkan papantambahan yang memuat keterangan tertentu.

    Pasal36

    23

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    24/92

    (1)Penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambusementara pada jalan yang rusak dan pada saat adapekerjaan di jalan.

    (2) Tanda atau rambu sementara sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

    Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana danprasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

    Pasal37

    (1)Rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal34 ayat (1) dapat berupa:a. rambu lalu lintas konvensional; ataub. rambu lalu lintas elektronik.

    (2) Rambu lalu lintas konvensional sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a berupa rambu denganbahan yang mampu memantulkan cahaya (retroreflektif).

    (3) Rambu lalu lintas elektronik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b berupa rambu yang mampumemancarkan cahaya.

    Pasal 38

    Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran,warna, tata cara penyediaan, penempatan,persyaratan, penggunaan, pemeliharaan, danpenghapusan rambu lalu lintas, diatur denganPeraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidangsarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian KetigaMarka Jalan

    Paragraf 1Umum

    Pasal 39

    (1)Marka jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33huruf b berupa:

    a. peralatan; ataub. tanda.

    24

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    25/92

    (2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa berupa:a. paku jalan;b. alat pengarah lalu lintas;

    c. pembagi lajur atau jalur.

    (3) Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bberupa:a. garis membujur;b.garis melintang;c. garis serong;d. lambang;ataue. kotak kuning.

    (4) Marka jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berlaku bagi lalu lintas sesuai arah lalu lintas.

    Pasal40

    Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran,warna, tata cara penempatan, persyaratan,penggunaan dan penghapusan marka jalan, diaturdengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan

    Jalan.

    Pasal 41

    Garis membujur sebagaimana dimaksud dalam Pasal39 ayat (3) huruf a, terdiri atas:a. garis utuh;b. garis putus-putus;c. garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis

    putus-putus;d. garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh.

    Pasal 42

    (1)Garis membujur berupa garis utuh sebagaimanadimaksud dalam Pasal 41 huruf a, berfungsi sebagailarangan bagi kendaraan melintasi garis tersebut.

    25

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    26/92

    (2) Garis membujur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)apabila berada ditepi jalan hanya berfungsi sebagaiperingatan tanda tepi jalur lalu lintas.

    (3) Garis membujur berupa garis putus-putussebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b,

    merupakan pembatasan lajur yang berfungsimengarahkan lalu lintas dan/atau memperingatkanakan ada marka membujur yang berupa garis utuhdidepan.

    (4) Garis membujur berupa garis ganda yang terdiri darigaris utuh dan garis putus-putus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 41 huruf c, menyatakan bahwakendaraan yang berada pada sisi garis utuh dilarangmelintasi garis ganda tersebut sedangkan kendaraanyang berada pada sisi garis putus-putus dapatmelintasi garis ganda tersebut.

    (5) Garis membujur berupa garis ganda yang terdiri daridua garis utuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41huruf d, menyatakan bahwa kendaraan dilarangmelintasi garis ganda tersebut.

    Pasal 43

    (1)Garis membujur berupa garis putus-putus pada

    permukaan jalan dapat digantikan dengan kerucutlalu lintas.(2) Penggunaan kerucut lalu lintas sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) hanya bersifat sementara.

    Paragraf 3Garis Melintang

    Pasal 44

    (1) Garis melintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal39 ayat (3) huruf b, berupa:a. garis utuh;b.garis putus-putus.

    26

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    27/92

    (2) Garis melintang berupa garis utuh sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a, menyatakan batasberhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhentioleh alat pemberi isyarat lalu lintas, rambu berhenti(stop) atau tempat penyeberangan (zebra cross).

    (3) Garis melintang berupa garis putus-putussebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,menyatakan batas yang tidak dapat dilampauikendaraan sewaktu memberi kesempatan kepadakendaraan yang mendapat hak utama padapersimpangan.

    Paragraf 4Garis Serong

    Pasal 45

    (1) Garis serong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39ayat (3) huruf c berupa:a. garis utuh yang dibatasi dengan rangka garis utuh;b. garis utuh yang dibatasi dengan rangka garis putus-

    putus.

    (2) Garis serong yang berupa garis utuh dengan dibatasirangka garis utuh sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) huruf a digunakan untuk menyatakan:a. area yang tidak boleh dilintasi kendaraan; ataub. pemberitahuan akan ada pemisahan dan/atau

    penggabungan arus lalu lintas.

    Paragraf 5Lambang

    Pasal 46

    (1) Lambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat(3) huruf d, dapat berupa panah, gambar, bentuk atautulisan yang dipergunakan untuk mengulangi maksudrambu atau untuk memberitahu pengguna jalan yangtidak dapat dinyatakan dengan rambu-rambu.

    27

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    28/92

    (2) Lambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatditempatkan secara sendiri atau dengan rambu lalulintas tertentu.

    Paragraf 6Marka Kotak Kuning

    Pasal 47

    (1) Marka kotak kuning sebagaimana dimaksud dalamPasal 39 ayat (3) huruf e merupakan marka jalanberbentuk segi empat berwarna kuning yangberfungsi untuk melarang Kendaraan berhenti.

    (2) Marka kotak kuning sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) dapat ditempatkan pada:a. persimpangan;b. lokasi akses jalan keluar masuk kendaraan tertentu.

    Pasal 48

    Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, warna,tata cara penyediaan, penempatan, persyaratan,penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan marka

    jalan, diatur dengan Peraturan Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana Lalu Lintas danAngkutan Jalan.

    Bagian KetigaAlat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

    Pasal 49

    (1) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas terdiri atas:a. lampu tiga warna;b. lampu dua warna;c. lampu satu warna.

    28

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    29/92

    (2) Lampu tiga warna dan dua warna sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berfungsiuntuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraandi persimpangan atau ruas jalan.

    (3) Lampu satu warna sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) huruf c berfungsi untuk memberikan peringatanbahaya atau larangan kepada pengguna jalan.

    (4) Lampu satu warna sebagaimana dimaksud pada ayat(3) dapat dilengkapi papan tambahan.

    Pasal 50

    (1) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dengan tiga warnasebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf

    a, tersusun:a.vertikal berurutan dari atas ke bawah berupa

    cahaya berwarna merah, kuning, dan hijau; ataub. horizontal berurutan dari kanan ke kiri berupa

    cahaya berwarna merah, kuning, dan hijau.

    (2) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dengan dua warnasebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 49ayat (1) huruf b, tersusun secara vertikal dengan:a. cahaya berwarna merah di bagian atas;b. cahaya berwarna hijau di bagian bawah.

    (3) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas satu warnasebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) hurufc, berupa cahaya berwarna kuning atau merah kelap kelip.

    (4) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas satu warna kuningsebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipasang padajalur lalu lintas yang mengisyaratkan pengguna jalanharus berhati-hati.

    (5) Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas satu warna merahsebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipasang padaperlintasan sebidang dengan jalan kereta api yangmengisyaratkan pengguna jalan harus berhenti.

    Pasal51

    Lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49ayat (1) huruf a terdiri atas cahaya berwarna:

    29

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    30/92

    a. merah yang dipergunakan untuk menyatakankendaraan harus berhenti dan tidak boleh melewatimarka melintang yang berfungsi sebagai garis henti.

    b. kuning, yang menyala sesudah cahaya berwarna hijaupadam, dipergunakan untuk menyatakan bahwa

    cahaya berwarna merah akan segera menyala,kendaraan berhati hati dan bersiap untuk berhenti.

    c. kuning, yang menyala bersama dengan cahayaberwarna merah, dipergunakan untuk menyatakanbahwa lampu hijau akan segera menyala, kendaraandapat bersiap-siap untuk bergerak.

    d. hijau yang dipergunakan untuk menyatakankendaraan berjalan.

    Pasal 52

    Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, warna,tata cara penyediaan, penempatan, persyaratan,penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan alatpemberi isyarat lalu lintas, diatur dengan PeraturanMenteri yang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian Keempat

    Alat Penerangan Jalan

    Pasal 53

    (1) Alat penerangan jalan merupakan lampu peneranganjalan yang berfungsi untuk memberi penerangan padaruang lalu lintas.

    (2) Lampu penerangan jalan sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus memenuhi persyaratan teknis.

    (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat(2) paling sedikit:a. warna cahaya;b. kekuatan cahaya;c. penempatan;d. bahan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknislampu penerangan jalan diatur dengan PeraturanMenteri yang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    30

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    31/92

    Bagian KelimaAlat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan

    Pasal 54

    (1) Alat pengendali pengguna jalan yang digunakan untukpengendalian atau pembatasan terhadap kecepatan,dan ukuran kendaraan pada ruas - ruas jalan terdiriatas:a. alat pembatas kecepatan:b. alat pembatas tinggi dan lebar.

    (2) Alat pengaman pengguna jalan yang digunakan untukpengamanan terhadap pengguna jalan terdiri atas:a. pagar pengaman;b. cermin tikungan;c. delinator;d. pulau-pulau lalu lintas;e. pita penggaduh;f. jalur penghentian darurat.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, tatacara penyediaan, penempatan, persyaratan,penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusanmengenai alat pengendali dan alat pengaman

    pengguna jalan, diatur dengan Peraturan Menteriyang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian Keenam

    Alat Pengawasan dan Pengaman Jalan

    Paragraf 1Umum

    Pasal 55

    Alat pengawasan dan pengamanan jalan terdiri atas:a. alat penimbangan yang dipasang secara tetap; ataub. alat penimbangan yang dapat dipindahkan.

    31

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    32/92

    Paragraf 2Alat Penimbangan yang Dipasang Secara Tetap

    Pasal 56

    (1) Alat penimbangan yang dipasang secara tetapsebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a,dilengkapi dengan peralatan utama dan peralatanpenunjang.

    (2) Peralatan utama dan peralatan penunjangsebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan olehMenteri yang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Pasal 57

    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan fasilitasutama dan penunjang alat penimbangan yang dipasangsecara tetap diatur dengan Peraturan Menteri yangbertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana LaluLintas dan Angkutan Jalan.

    Paragraf 3Alat Penimbangan yang Dapat Dipindahkan

    Pasal 58

    (1) Alat penimbangan yang dapat dipindahkansebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b,digunakan untuk penimbangan kendaraan di jalandengan lokasi berpindah-pindah.

    (2) Alat penimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), harus memenuhi persyaratan teknis yangditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana Lalu lintas dan AngkutanJalan.

    32

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    33/92

    Pasal 59

    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis alat

    penimbangan yang dapat dipindahkan diatur denganPeraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidangsarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian KetujuhFasilitas untuk Sepeda, Pejalan Kaki dan Penyandang Cacat

    Pasal 60

    (1) Fasilitas untuk pesepeda berupa lajur dan/atau jalursepeda merupakan fasilitas yang disediakan secarakhusus untuk pesepeda dan/atau yang dapatdigunakan secara bersama-sama dengan penggunajalan lainnya.

    (2) Fasilitas pejalan kaki merupakan fasilitas yangdisediakan secara khusus untuk pejalan kaki dan/atauyang dapat digunakan bersama-sama denganpesepeda.

    (3) Fasilitas penyandang cacat merupakan fasilitaskhusus yang disediakan untuk penyandang cacat

    pada perlengkapan jalan tertentu sesuaipertimbangan teknis dan kebutuhan pengguna jalan.

    (4) Fasilitas untuk pesepeda, pejalan kaki danpenyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), ayat (2) dan ayat (3) harus dilengkapi denganpaling sedikit:a. rambu lalu lintas;b.marka jalan;c. alat pemberi isyarat lalu lintas; dan/ataud.alat penerangan jalan.

    yang diberi tanda-tanda khusus untuk penyandangcacat.

    (5) Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud padaayat (2) meliputi:a. tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan

    marka jalan dan/atau rambu lalu lintas, dan/ataualat pemberi isyarat lalu lintas.

    b. trotoar;c. pedestrian;d. jembatan penyeberangan; dan/atau

    e. terowongan penyeberangan.

    33

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    34/92

    (6) Ketentuan lebih lanjut persyaratan teknis tentangfasilitas untuk pesepeda, pejalan kaki, danpenyandang cacat diatur dengan Peraturan Menteriyang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian KedelapanFasilitas untuk Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan

    Jalan yang Berada Di Jalan dan Di Luar Badan Jalan

    Pasal 61

    (1) Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutanjalan yang berada di jalan dan di luar badan jalanmeliputi:a. jalur khusus angkutan umum;b. jalur/lajur sepeda motor;c. jalur/lajur kendaraan tidak bermotor;d. parkir pada badan jalan;e. fasilitas pemantauan lalu lintas dan angkutan

    jalan;f. fasilitas perpindahan moda dalam rangka

    integrasi pelayanan intra dan antar moda;g. tempat istirahat; dan/atauh. stasiun pengisian bahan bakar.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi teknisfasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutanjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawabdibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas danAngkutan Jalan.

    Pasal 62

    (1) Penentuan lokasi, pengadaan, pemasangan,pemeliharaan, perbaikan dan penghapusan sertapengawasan fasilitas perlengkapan jalan harus sesuaidengan peruntukannya berdasarkan hasil analisismanajemen dan rekayasa lalu lintas;

    (2) Penempatan dan pemasangan fasilitas perlengkapanjalan ditetapkan oleh:a. Menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana

    dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan untuk

    jalan nasional;b. Gubernur untuk jalan provinsi;

    34

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    35/92

    c. Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa;d. Walikota untuk jalan kota.

    (3) Khusus untuk jalan tol, penempatan dan pemasanganfasilitas perlengkapan jalan dilakukan oleh

    Penyelenggara Jalan Tol seteleh mendapatkanpenetapan Menteri yang bertanggung jawab dibidangsarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

    Pasal 63

    (1) Penentuan lokasi dan pemasangan bangunandan/atau fasilitas yang bukan termasuk fasilitasperlengkapan jalan di ruang milik jalan tidak boleh

    mengganggu keberadaan dan fungsi perlengkapanjalan.

    (2) Tata cara penentuan lokasi dan pemasanganbangunan dan/atau fasilitas sebagaimana dimaksudayat (1) harus memperhatikan ketentuan peraturanperundang-undangan.

    Pasal 64

    Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi teknis, tatacara penempatan, pemasangan, pemeliharaan,perbaikan, dan penghapusan perlengkapan jalan diaturdengan Peraturan Menteri yang bertanggung jawabdibidang sarana dan prasarana Lalu Lintas dan AngkutanJalan.

    BAB VI

    DANA PRESERVASI JALAN

    Bagian KesatuUmum

    Pasal 65

    (1) Dana Preservasi Jalan dimaksudkan untukmempertahankan tingkat pelayanan jalan yang andaldan prima dengan melibatkan pengguna jalan.

    (2) Dana Preservasi Jalan ditujukan untuk terciptanyapenyelenggaraan preservasi jalan yang berkelanjutan.

    35

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    36/92

    (3) Pengelolaan Dana Preservasi Jalan dilakukanberdasarkan prinsip berkelanjutan, akuntabilitas,transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian.

    Bagian KeduaPenyelenggaraan dan Sumber Dana

    Pasal 66

    (1) Penyelenggaraan dana preservasi jalan oleh badanpengelola dana preservasi jalan dilaksanakan dalam 2(dua) tahap, yaitu:a. tahap pertama;

    b. tahap kedua.(2) Tahap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    huruf a meliputi penyelenggaraan dana preservasijalan untuk jalan nasional tertentu, jalan provinsi danjalan kabupaten/kota.

    (3) Pelaksanaan penyelenggaraan dana preservasi jalantahap pertama untuk jalan nasional sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk kegiatanpemeliharaan rutin jalan pada ruas jalan tertentusebagai proyek percontohan.

    (4) Pelaksanaan penyelenggaraan dana preservasi jalan

    tahap pertama untuk jalan provinsi dan jalankabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan pada provinsi dan kabupaten/kota tertentupada ruas jalan tertentu sebagai proyek percontohan.

    (5) Ruas jalan nasional tertentu, jalan provinsi dan jalankabupaten/kota tertentu sebagai proyek percontohansebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)ditetapkan dengan peraturan menteri yangbertanggung jawab di bidang jalan.

    (6) Dana preservasi jalan tahap pertama sebagaimanadimaksud pada ayat (2) bersumber dari anggaranpendapatan dan belanja Negara, anggaranpendapatan dan belanja daerah.

    (7) Pelaksanaan penyelenggaraan dana preservasi jalantahap pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan paling sedikit selama waktu 5 (lima) tahunsejak diberlakukannya ketentuan tentang danapreservasi jalan.

    (8) Penyelenggaraan dana preservasi jalan tahap keduasebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi

    penyelenggaraan dana preservasi jalan untuk jalannasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota.

    36

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    37/92

    (9) Penyelenggaraan dana preservasi jalan tahap keduasebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukansetelah dilaksanakan evaluasi atas hasil pelaksanaanpenyelenggaraan dana preservasi jalan tahappertama.

    (10) Sumber dana untuk penyelenggaraan danapreservasi jalan tahap kedua sebagaimana dimaksudpada ayat (9) berupa anggaran pendapatan danbelanja Negara, dan anggaran pendapatan danbelanja daerah, tarif preservasi jalan serta non tarifpreservasi jalan.

    (11) Tarif preservasi jalan sebagaimana dimaksud padaayat (10) meliputi :a. sebagian dari pendapatan pajak kendaraan

    bermotor;b. pendapatan dari retribusi bahan bakar kendaraan

    bermotor;c. denda atas penggunaan jalan;d. sebagai retribusi jarak dan beban.

    (12) Non tarif preservasi jalan sebagaimana dimaksudpada ayat (10) meliputi:a. pendapatan dari bea balik nama kendaraan

    bermotor;b. penerimaan negara bukan pajak (pnbp);c. pendapatan dari pajak dan retribusi atas

    pemanfaatan bagian-bagian jalan;

    d. pinjaman dan hibah; dan ataue. sumber dana lain yang ditetapkan oleh menteri

    yang bertanggung jawab di bidang keuangan.

    Bagian Ketiga

    Penggunaan, Tata Cara Pengumpulan dan Pengalokasian danaPreservasi Jalan, dan Penyelenggaraan Dana Preservasi Jalan

    Pasal 67

    Dana preservasi jalan digunakan khusus untuk kegiatanpemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi,dan rekonstruksi jalan nasional, jalan provinsi, jalankabupaten dan jalan kota

    Pasal 68

    37

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    38/92

    Tata cara pengumpulan dan penyimpanan danapreservasi jalan ditetapkan dengan peraturan menteriyang bertanggung jawab di bidang keuangan.

    Pasal 69

    (1) Pengalokasian dana preservasi jalan ditetapkan olehkepala badan pengelolaan dana preservasi jalansesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteriyang bertanggung jawab di bidang jalan.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulankegiatan dan pengalokasian dana preservasi jalansebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkandengan peraturan menteri yang bertanggung jawab di

    bidang jalan.

    BAB VIITERMINAL

    Bagian KesatuUmum

    Pasal 70

    (1) Untuk menunjang kelancaran perpindahan orangdan/atau barang serta keterpaduan intramoda danantarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dandiselenggarakan Terminal.

    (2) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berupa Terminal penumpang dan/atau Terminalbarang.

    38

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    39/92

    (3) Terminal penumpang dan/atau terminal barangsebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakanbagian dari simpul jaringan lalu lintas dan angkutanjalan sebagai perwujudan dari rencana induk jaringanlalu lintas dan angkutan jalan.

    Bagian KeduaTerminal Penumpang

    Pasal 71

    (1) Untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan,menaikkan dan menurunkan orang, serta perpindahanmoda angkutan yang terpadu dan pengawasan

    angkutan diselenggarakan terminal penumpang.(2) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) harus memenuhi persyaratan:a. lokasi;b. teknis;c. pelayanan.

    Pasal 72

    (1) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 71 menurut pelayanannya dikelompokkandalam beberapa tipe yang terdiri atas:a. terminal penumpang tipe A;b. terminal penumpang tipe B;c. terminal penumpang tipe C.

    (2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a, merupakan terminal yangfungsi utamanya melayani kendaraan umum untukangkutan lintas batas negara dan/atau angkutan antar

    kota antar provinsi.(3) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    dipadukan dengan pelayanan angkutan antar kotadalam provinsi, angkutan perkotaan dan/atauangkutan perdesaan.

    (4) Terminal penumpang tipe B sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b, merupakan terminal yangfungsi utamanya melayani kendaraan umum untukuntuk angkutan antar kota dalam provinsi.

    (5) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (4)dipadukan dengan pelayanan angkutan perkotaandan/atau angkutan perdesaan.

    39

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    40/92

    (6) Terminal penumpang tipe C sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf c, merupakan terminal yangfungsi utamanya melayani kendaraan umum untukangkutan perkotaan atau perdesaan.

    Pasal 73

    (1) Untuk keterpaduan antar moda angkutan dankemudahan akses pada simpul transportasi yangmeliputi bandar udara, pelabuhan dan stasiun keretaapi serta pusat kegiatan, dapat dilengkapi denganfasilitas perpindahan moda angkutan umum.

    (2) Fasilitas perpindahan moda angkutan umumsebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola oleh

    penyelenggara bandar udara, pelabuhan dan stasiunkereta api serta pusat kegiatan sesuai denganketentuan peraturan perundang undangan.

    Pasal 74

    (1) Terminal penumpang tipe A dan tipe B sebagaimanadimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a dan huruf bdapat dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan

    intensitas kendaraan yang dilayani.(2) Kelas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas:a. kelas 1 (satu);b. kelas 2 (dua);c. kelas 3 (tiga).

    Pasal 75

    (1) Tipe dan kelas terminal sebagaimana dimaksud dalamPasal 72 dan Pasal 74 ditetapkan oleh:a. Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana

    dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untukterminal tipe A;

    b. Gubernur untuk terminal tipe B;c. Bupati/Walikota untuk terminal tipe C, khusus DKI

    Jakarta ditetapkan oleh gubernur DKI Jakarta.

    (2) Tipe dan kelas terminal sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) dapat berubah sesuai dengan kebutuhanpelayanan angkutan.

    40

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    41/92

    Pasal 76

    (1) Klasifikasi terminal sebagaimana dimaksud Pasal 73ditetapkan melalui kajian teknis terhadap intensitaskendaraan yang dilayani yang meliputi:a. tingkat permintaan angkutan;b. keterpaduan pelayanan angkutan;c. jenis pelayanan angkutan;d. fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi terminalpenumpang dan tata cara perubahan tipe dan/ataukelas terminal diatur lebih lanjut dengan Peraturan

    Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana danprasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Pasal 77

    (1) Dalam penetapan lokasi terminal harusmemperhatikan rencana kebutuhan simpul terminal.

    (2) Simpul terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh:

    a. Menteri untuk simpul terminal Penumpang Tipe A;b. Gubernur, untuk simpul terminal penumpang tipe B;c. Walikota/Bupati, untuk simpul terminal penumpang

    tipe C, khusus Daerah Khusus Ibukota Jakartaditetapkan oleh Gubernur.

    (3) Lokasi terminal penumpang harus terletak padasimpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yangdiperuntukkan bagi pergantian antar moda dan/atauintermoda pada suatu wilayah tertentu.

    Pasal 78

    Lokasi terminal penumpang sebagaimana dimaksuddalam Pasal 75 ditetapkan oleh:a. Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan

    prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untukterminal Penumpang Tipe A;

    b. Gubernur, untuk terminal penumpang tipe B;

    41

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    42/92

    c. Walikota/Bupati, untuk terminal penumpang tipe C,khusus Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan olehGubernur.

    Pasal 79

    Lokasi terminal penumpang sebagaiman dimaksud pasal76 ditetapkan dengan memperhatikan :a. tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan;b. kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang wilayah

    nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi,rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

    c. kesesuaian lahan dengan rencana pengembangandan/atau kinerja jaringan jalan dan jaringan trayek;

    d. kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/ataupusat kegiatan;

    e. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;f. permintaan angkutan;g. kelayakan teknis, finansial dan ekonomi;h. keamanaan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan

    jalan; dani. kelestarian lingkungan.

    Pasal 80

    Lokasi terminal selain memenuhi ketentuan dalam Pasal77, harus memenuhi persyaratan:a. untuk lokasi terminal tipe A, dihubungkan dengan

    ruas jalan paling rendah kelas II;b. untuk lokasi terminal tipe B dan tipe C, dihubungkan

    dengan ruas jalan paling rendah kelas III.Pasal 81

    Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapansimpul dan lokasi terminal diatur lebih lanjut denganperaturan menteri yang bertanggung jawab dibidangsarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Pasal 82

    (1) Setiap penyelenggara terminal wajib menyediakanfasilitas terminal yang memenuhi persyaratankeselamatan dan keamanan.

    (2) Fasilitas terminal penumpang sebagaimana dimaksudpada ayat (1) terdiri atas:

    42

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    43/92

    a. fasilitas utama; danb. fasilitas penunjang.

    (3) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)huruf a, terdiri atas:

    a. jalur pemberangkatan;b. jalur kedatangan;c. ruang tunggu penumpang, pengantar dan/atau

    penjemput;d. tempat naik turun penumpang;e. tempat parkir kendaraan;f. perlengkapan jalan;g. papan informasi;h. kantor pengendali terminal; dani. loket penjualan tiket.

    (4) Untuk efisiensi dan efektivitas pergerakan kendaraandan penumpang didalam terminal dalam kondisitertentu, fasilitas utama sebagaimana dimaksud padaayat (3) yang berupa jalur pemberangkatan, jalurkedatangan, tempat naik turun penumpang dantempat parkir kendaraan dapat didesain dalam satuarea tertentu di terminal.

    (5) Luasan, desain dan jumlah fasilitas utama yang ditempatkan dalam satu area sebagaimana dimaksudpada ayat (4) dengan mempertimbangkan:

    a. kebutuhan pelayananangkutan orang;

    b. karakteristik pelayanan;c. pengaturan waktu tunggu

    kendaraan;d. pengaturan pola parkir;

    dane. dimensi kendaraan.

    Pasal 83

    (1) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud dalamPasal 82 ayat (2) huruf b merupakan fasilitas yangdisediakan di terminal sebagai penunjang kegiatanpokok terminal

    (2) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat(1), dapat berupa antara lain :a. fasilitas penyandang cacat, ibu hamil dan ibu

    menyusui;b. pos kesehatan;

    c. fasilitas kesehatan;d. fasilitas peribadatan;

    43

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    44/92

    e. pos polisi;f. alat pemadam kebakaran;g. fasilitas umum.

    (3) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    huruf g, meliputi antara lain:a. toilet;b. rumah makan;c. fasilitas telekomunikasi;d. tempat istirahat awak kendaraan; dan/ataue. fasilitas kebersihan.

    (4) Jumlah dan jenis fasilitas penunjang sebagaimanadimaksud pada ayat (2), disesuaikan dengan tipe danklasifikasi terminal.

    (5) Penyediaan dan pengelolaan fasilitas umumsebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapatdikerjasamakan dengan pihak swasta.

    Pasal 84

    (1) Penyediaan fasilitas bagi penumpang penyandangcacat, ibu hamil dan ibu menyusui sebagaimanadimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf a, luasan danjenisnya disesuaikan dengan kebutuhan.

    (2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibdilengkapi dengan rambu dan/atau petunjuk.

    Pasal 85

    Ketentuan lebih lanjut mengenai luas, desain dan jumlahfasilitas utama dan fasilitas penunjang sebagaimanadimaksud Pasal 82 ayat (2), untuk masing-masing tipedan kelas terminal ditetapkan oleh menteri yangbertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan jalan.

    Pasal 86

    44

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    45/92

    (1) Lingkungan kerja terminal, merupakan daerah yangdiperuntukkan bagi fasilitas terminal sebagaimanadimaksud dalam Pasal 82.

    (2) Pengaturan dan pemanfaatan daerah lingkungan kerjaterminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    menjadi tanggungjawab penyelenggara terminal.(3) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dikelola oleh penyelenggara Terminaldan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,pengembangan, dan pengoperasian fasilitas Terminal.

    (4) Lingkungan kerja Terminal sebagaimana dimaksudpada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerahkabupaten/kota, khusus Provinsi Daerah KhususIbukota Jakarta ditetapkan dengan Peraturan DaerahProvinsi.

    (5) Lingkungan kerja terminal harus dimanfaatkansemaksimal mungkin untuk kegiatanpenyelenggaraan terminal.

    Pasal 87

    (1) Untuk kemudahan pengaturan naik turun penumpang,perpindahan moda angkutan, keterpaduan danpengawasan angkutan orang, pada lokasi tertentudapat dibangun terminal penumpang;

    (2) Kebutuhan luas lahan untuk pembangunan terminalsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harusdisesuaikan dengan perkiraan permintaan angkutanorang;

    (3) Pembangunan terminal penumpang sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan :a. rancang bangun;b. buku kerja rancang bangun;c. rencana induk terminal;d. analisis dampak lalu lintas; dan

    e. analisis mengenai dampak lingkungan.

    Pasal 88

    (1) Pedoman penyusunan rancang bangun terminalmerupakan dokumen yang memuat desain tata letakfasilitas terminal.

    (2) Buku kerja rancang bangun terminal merupakandokumen teknis yang memuat rancangan detaildesain terminal yang meliputi antara lain struktur

    45

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    46/92

    bangunan, mekanikal elektrikal, lansekap, arsitekturalserta rencana anggaran biaya.

    (3) Rancang bangun dan buku kerja rancang bangunterminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) digunakan sebagai dokumen acuan dalam

    pembangunan terminal.(4) Pembuatan rancang bangun dan buku kerja rancang

    bangun terminal penumpang sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus memperhatikan:a. prakiraan volume angkutan yang dilayani;b. sinkronisasi tata letak fasilitas terminal penumpang;c. pola pergerakan kendaraan dan pola pergerakan

    orang di dalam terminal;d. manajemen dan rekayasa lalu lintas di dalam dan di

    sekitar terminal; dane. arsitektural dan lansekap terminal.

    (5) Pedoman penyusunan rancang bangun terminalsebagaimana tersebut dalam ayat (1) harus dibuatsedemikian sehingga terminal dapat bermanfaatsemaksimal mungkin untuk pelayanan angkutanorang.

    (6) Pedoman penyusunan rancang bangun terminalpenumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Menteri.

    Pasal 89

    (1) Rencana Induk Terminal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 87 ayat (3) huruf c merupakan dokumenrencana pengembangan setiap terminal penumpangdi masa yang akan datang.

    (2) Rencana Induk Terminal sebagaimana dimaksudpada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:a. kondisi saat ini;

    b. rencana pengembangan fasilitas utama;c. rencana pengembangan fasilitas penunjang;d. perubahan pola pergerakan kendaraan dan orang di

    dalam terminal;e. perubahan pola pergerakan lalu lintas di luar

    terminal.

    (3) Rencana induk terminal sebagaimana dimaksudpada ayat (1) disusun oleh pemerintahKabupaten/Kota, khusus untuk DKI Jakarta olehpemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    46

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    47/92

    (4) Masa berlaku rencana induk terminal sebagaimanadimaksud pada ayat (3) untuk jangka waktu sekurang kurangnya sepuluh tahun mendatang.

    Pasal 90

    Analisis dampak lalu lintas dan analisis mengenai dampaklingkungan terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal87 ayat (3) huruf d disusun sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

    Pasal 91

    (1) Pembangunan terminal penumpang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 69 merupakan tanggung jawabpemerintah Kabupaten/Kota dan khusus untuk DKIJakarta oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta

    (2) Pembangunan terminal penumpang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat dikerjasamakan denganpihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 92

    (1) Pengoperasian terminal penumpang dilaksanakanoleh pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk DKIJakarta oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    (2) Pengoperasian terminal sebagaimana dimaksud padaayat (1), meliputi kegiatan:a. perencanaan;b. pelaksanaan; danc. pengawasan operasional terminal.

    Pasal 93

    (1) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 92 ayat (2) huruf a, meliputi antara lain rencana:a. penataan fasilitas utama dan fasilitas penunjang

    terminal;b. pengaturan lalu lintas di dalam dan di sekitar

    terminal;c. pengaturan kedatangan dan keberangkatan

    kendaraan bermotor umum;

    d. pengaturan petugas di terminal;e. pengaturan parkir kendaraan.

    47

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    48/92

    (2) Kegiatan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 82 ayat (2) huruf b, antara lain kegiatan:a. pelaksanaan rencana sebagaimana dimaksud ayat

    (1)

    b. pendataan kinerja terminal yang meliputi antaralain :1. pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang

    yang datang dan berangkat,2. pencatatan waktu kedatangan dan

    keberangkatan setiap kendaraan bermotorumum;

    3. pencatatan jumlah pelanggaran;4. pencatatan faktor muat.

    c. pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang;d. pemberitahuan waktu pemberangkatan kendaraan

    umum kepada penumpang dan informasi lainnya;e. pengaturan arus lalu lintas di daerah lingkungan

    kerja terminal.

    (3) Kegiatan pengawasan operasional sebagaimanadimaksud dalam Pasal 92 ayat (2) huruf c, meliputi:a. pemeriksaan terhadap:

    1. kelengkapan administrasi kendaraan yangmeliputi antara lain:a) dokumen perizinan angkutan umum;

    b)keabsahan kartu pengawasan;c) masa berlaku dokumen perjalanan;d)dokumen perizinan kendaraan yang

    digantikan jika kendaraan cadangan;e) keabsahan dan masa berlaku buku uji.

    b. pemeriksaan fisik kendaraan bermotor, yangmeliputi:1. persyaratan teknis dan laik jalan;2. fasilitas tanggap darurat kendaraan bermotor

    umum;

    3. fasilitas penyandang cacat, usia lanjut, anak-anak dan wanita hamil;

    4. identitas kendaraan yang meliputi antara lain;nama perusahaan, papan trayek dan jenispelayanan.

    c. pemeriksaan awak kendaraan bermotor umumyang meliputi antara lain:1. pemeriksaan tanda pengenal dan seragam;2. pemeriksaan kondisi kesehatan dan fisik.

    48

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    49/92

    d. pengawasan ketertiban terminal yang meliputiantara lain:1. pemanfaatan fasilitas utama terminal;2. pemanfaatan fasilitas penunjang terminal;3. ketertiban dan kebersihan fasilitas umum;

    4. keamanan di dalam terminal.

    Pasal 94

    (1) Sebelum terminal dioperasikan wajib dilakukan ujicoba operasional dan sosialisasi paling lambat 1 (satu)bulan sebelum dinyatakan beroperasi.

    (2) Sebelum dilakukan uji coba sebagaimana dimaksudpada ayat (1) pemerintah Kabupaten/Kota, khusus

    untuk DKI Jakarta disampaikan oleh Gubernur wajibmenyampaikan rencana pengoperasiannya kepada:a. Menteri, untuk terminal penumpang tipe A;b. Gubernur, untuk terminal penumpang Tipe B.

    Pasal 95

    (1) Pengoperasian terminal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 94 dipimpin oleh Kepala Terminal.

    (2) Kepala terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memiliki kualifikasi:a. kompetensi manajemen pengelolaan terminal

    melalui pendidikan di bidang terminal; danb. pengalaman bertugas di bidang lalu lintas dan

    angkutan jalan paling sedikit 3 (tiga) tahun.

    (3) Kepala terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)paling sedikit dibantu oleh petugas operasional

    dan/atau petugas teknis yang mempunyai kualifikasisebagai berikut :a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil bidang Lalu Lintas

    dan Angkutan Jalan;b. kualifikasi penguji kendaraan bermotor; dan/atauc. kompetensi petugas terminal.

    Pasal 96

    49

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    50/92

    (1) Penyelenggara terminal penumpang wajibmemberikan pelayanan jasa terminal sesuai denganstandar pelayanan minimal;

    (2) Standar pelayanan minimal terminal penumpangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-

    kurangnya memuat:a. pelayanan fasilitas utama dan fasilitas penunjang

    sesuai dengan tipe dan kelas terminal;b. standar prosedur operasional pelayanan terminal.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar PelayananMinimal terminal penumpang sebagaimana dimaksudpada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yangbertanggungjawab di bidang sarana dan prasaranalalu lintas dan angkutan jalan.

    Pasal 97

    (1) Penyelenggara terminal penumpang wajibmelaksanakan sistem informasi manajemen terminal.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasimanajemen terminal sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri yangbertanggungjawab di bidang sarana dan prasaranalalu lintas dan angkutan jalan.

    Pasal 98

    (1) Pemanfaatan fasilitas utama dan penunjang terminalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) dapatdipungut jasa pelayanan.

    (2) Tata cara pemungutan, besarnya pungutan sertapenggunaan hasil pungutan terminal sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan PeraturanDaerah.

    Pasal 99

    (1) Penyelenggara terminal penumpang wajib melakukanpemeliharaan.

    (2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),meliputi kegiatan pemeliharaan terhadap fasilitas

    utama dan fasilitas penunjang.

    50

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    51/92

    Pasal 100

    (1) Untuk mempertahankan kinerja terminal sesuaistandar pelayanan minimal, dilakukan penilaiankinerja penyelenggaraan terminal;

    (2) Penilaian kinerja penyelenggaraan terminalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputipenilaian kinerja terhadap sumber daya manusia,fasilitas utama, fasilitas penunjang, dan standarprosedur operasional terminal;

    (3) Penilaian kinerja penyelenggaraan terminalsebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya dilakukan 2 (dua) tahun sekali;

    (4) Kegiatan penilaian kinerja sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dilakukan oleh:a. Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana

    dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalanuntuk terminal penumpang tipe A;

    b. Gubernur untuk terminal penumpang tipe B; danc. Walikota/Bupati untuk terminal penumpang tipe C.

    (5) Hasil kegiatan penilaian kinerja sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dipergunakan sebagaitindakan korektif serta evaluasi tipe dan kelasterminal penumpang.

    Pasal 101

    Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi terminal,penentuan lokasi, fasilitas terminal, lingkungan kerja,pembangunan, tata cara penyelenggaraan, sumber dayamanusia, pemeliharaan, tata cara penilaian kinerja danstandar prosedur operasional terminal ditetapkan denganperaturan menteri yang bertanggungjawab di bidangsarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    Bagian KetigaTerminal Barang

    51

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    52/92

    Paragraf 1Umum

    Pasal 102

    (1) Terminal barang merupakan tempat untuk melakukankegiatan bongkar muat barang, perpindahanintramoda dan antarmoda angkutan barang,konsolidasi barang/pusat kegiatan logistic (logisticcenter) dan/atau tempat parkir kendaraan angkutanbarang.

    (2) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat(1) digunakan sebagai tempat kegiatan pengawasandan pengendalian angkutan barang.

    Pasal 103

    (1) Terminal barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal102 terdiri atas:a. terminal barang untuk umumb. terminal barang untuk kepentingan sendiri.

    (2) Terminal barang untuk umum sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) huruf a, merupakan terminal yangdigunakan oleh umum untuk penyelenggaraanangkutan barang.

    (3) Terminal barang untuk kepentingan sendirisebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,merupakan terminal yang digunakan untuk kegiatanangkutan barang sendiri untuk menunjang kegiatanpokoknya.

    Paragraf 2

    Terminal Barang Untuk Umum

    Pasal 104

    (1) Penetapan lokasi terminal angkutan barang untukumum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat(1) huruf a harus memperhatikan:a. tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan;b. kesesuaian lahan dengan rencana tata ruang;c. kelas jalan;

    d. kesesuaian dengan rencana pengembangandan/atau kinerja jaringan jalan, dan jaringan lintas;

    52

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    53/92

    e. kesesuaian dengan rencana pengembangandan/atau pusat kegiatan;

    f. permintaan angkutan barang;g. pola distribusi angkutan barangh. kelayakan teknis, finansial dan ekonomi;

    i. keamanan dan keselamatan lalu lintas danangkutan jalan; dan/atau

    j. kelestarian lingkungan hidup.

    (2) Lokasi terminal barang untuk umum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteriberdasarkan pertimbangan dari bupati/walikotasetempat.

    Pasal 105

    (1) Terminal barang umum sebagaimana dimaksud dalamPasal 103 ayat (1) huruf a dibangun oleh pemerintahdaerah kabupaten/kota dan dapat bekerja samadengan Badan hukum Indonesia.

    (2) Dengan pertimbangan tertentu Pemerintah dapatmemberikan bantuan teknis pembangunan terminalsebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Pasal 106

    (1) Terminal barang umum sebagaimana dimasud dalampasal wajib dilengkapi dengan fasilitas terminalbarang yang berupa :a. fasilitas utama;b. fasilitas penunjang.

    (2) Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a terdiri atas:

    a. fasilitas dan tempat bongkar muat barang;b. fasilitas penyimpanan barang;c. fasilitas pergudangan;d. fasilitas pengepakan barang; dan/ataue. fasilitas penimbangan.

    (3) Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b terdiri atas:a. fasilitas informasi;b. loket;c. fasilitas pelayanan asuransi;d. fasilitas umum (toilet, restoran); dan/atau

    53

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    54/92

    e. tempat istirahat awak angkutan barang.

    Pasal 107

    Terminal barang untuk umum sebagaimana dimaksuddalam Pasal 103 ayat (1) huruf a dioperasikan olehPemerintah Kabupaten/Kota dan dapat bekerjasamadengan Badan Hukum Indonesia.

    Pasal 108

    (1) Untuk menjamin bahwa aktivitas terminalangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 107 dalam pengoperasiannya telahmemenuhi ketentuan maka perlu dilakukanpenilaian kinerja.

    (2) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintasdan angkutan jalan.

    Pasal 109

    Terminal barang untuk umum sebagaimana dimaksuddalam Pasal 103 ayat (1) huruf a pengoperasiannyawajib dilengkapi dengan sistem informasi manajementerminal angkutan barang.

    Paragraf 2Terminal Barang Untuk Kepentingan Sendiri

    Pasal 109

    (1) Untuk menunjang kegiatan tertentu dapatdibangun terminal untuk kepentingan sendiri.

    (2) Kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi kegiatan bongkar muat barang,konsolidasi barang, penyimpanan barang dan/atautempat parkir kendaraan angkutan barang.

    54

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    55/92

    Pasal 110

    (1) Penyelenggaraan terminal barang untukkepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalamPasal 109 harus memperhatikan:a. persyaratan lokasi terminal angkutan barang

    untuk kepentingan umum sebagaimanadimaksud dalam Pasal 104;

    b. mendapat persetujuan dari menteri yangbertanggung jawab di bidang sarana danprasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

    (2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhipersyaratan:

    a. data perusahaan yang meliputi akteperusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izinusaha pokok;

    b. gambar tata letak lokasi terminal untukkepentingan sendiri dengan skala yangmemadai;

    c. bukti penguasaan tanah;d. proposal terminal untuk kepentingan sendiri;e. berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim

    teknis terpadu; danf. studi lingkungan yang telah disahkan oleh

    pejabat yang berwenang sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 111

    (1)Untuk mendapatkan persetujuan pengelolaanterminal untuk kepentingan sendiri, pemohonmengajukan permohonan kepada Menteri.

    (2)Persetujuan atau penolakan permohonanpengelolaan terminal untuk kepentingan sendirisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikanoleh Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerjasejak diterima permohonan secara lengkap.

    (3)Penolakan pemberian izin sebagaimana dimaksudpada ayat (2) harus disertai alasan penolakan.

    55

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    56/92

    Pasal 112

    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis,perencanaan, pembangunan dan pengoperasianterminal barang ditetapkan dengan peraturanmenteri yang bertanggungjawab di bidang saranadan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

    BAB VIIIFASILITAS PARKIR UMUM

    Bagian Kesatu

    Fasilitas Parkir Di Ruang Milik Jalan

    Pasal 113

    (1) Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanyadapat diselenggarakan di tempat tertentu padajalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yangharus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas,dan/atau Marka Jalan.

    (2) Fasilitas parkir di dalam Ruang Milik Jalansebagaimana dimaksud pada ayat (1)diperuntukkan untuk sepeda dan kendaraanbermotor.

    (3) Fasilitas parkir di dalam Ruang Milik Jalansebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi persyaratan, paling sedikit:a. memiliki 2 (dua) lajur per arah untuk jalan

    kabupaten/kota dan memiliki 2 (dua) lajuruntuk jalan desa;

    b. dapat menjamin keselamatan dan kelancaranlalu lintas;

    c. mudah dijangkau oleh pengguna jasa; dand. kelestarian lingkungan

    Pasal 114

    (1) Lokasi parkir di dalam ruang milik jalan ditetapkanoleh:

    a. Walikota untuk penetapan lokasi parkir didalam ruang milik jalan yang ada di jalan kota;

    56

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    57/92

    b. Bupati untuk penetapan lokasi parkir di dalamruang milik jalan yang ada di jalan Kabupatendan jalan desa; dan

    c. Gubernur DKI Jakarta untuk penetapan lokasiparkir di dalam ruang milik jalan kota yang ada

    di wilayah DKI Jakarta.

    (2) Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1),diselenggarakan oleh:a. Walikota untuk lokasi parkir di dalam ruang

    milik jalan yang ada di jalan kota;b. Bupati untuk lokasi parkir di dalam ruang milik

    jalan yang ada di jalan Kabupaten dan jalandesa; dan

    c. Gubernur DKI Jakarta untuk lokasi parkir didalam ruang milik jalan kota yang ada diwilayah DKI Jakarta.

    (3) Penyelenggara parkir sebagaimana dimaksud padaayat (2) dapat bekerjasama dengan pihak ketiga.

    Pasal 115

    (1) Penyediaan fasilitas parkir di dalam ruang milikjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113

    dapat di pungut tarif retribusi.(2) Besaran tarif retribusi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dapat memperhitungkan durasiparkir.

    (3) Penyelenggara parkir di dalam ruang milik jalanwajib:a. menyediakan tempat parkir yang sesuai standar

    teknis yang ditentukan;b.melengkapi fasilitas parkir sekurang-kurangnya

    berupa rambu, marka dan papan informasi tarif,dan waktu;c. memastikan kendaraan keluar masuk satuan

    ruang parkir yang aman dan selamat denganmemprioritaskan lalu lintas;

    d. menjaga keamanan kendaraan yang diparkir.e. mengganti kerugian kehilangan atau kerusakan

    sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.

    (4) Pengguna parkir di dalam ruang milik jalan wajib:

    a.mematuhi ketentuan tentang tata cara parkirdan tata cara berlalu lintas;

    57

  • 7/23/2019 RPP Jaringan LLAJ Final Draft

    58/92

    b.mematuhi tata tertib yang dikeluarkan olehpenyelenggara parkir.

    Pasal 116

    Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara parkir di dalam ruang milik jalan diatur denganPeraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidangsarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan J