Post on 06-Sep-2020
BUKU PANDUAN
PRAKTIKUM AKUSTIK KELAUTAN LANJUTAN
Disusun Oleh:
Tim Asisten Akustik Kelautan Lanjutan
Nama :
NIM :
Kelompok :
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku panduan Praktik dapat
kami susun dengan baik.
Memahami atas segala kekurangan dan keterbatasan referensi
dalam pelaksanaan Praktikum “Akustik Kelautan Lanjutan”, maka kami
menyajikan suatu pedoman dalam pelaksanaan praktikum yang pada
dasarnya merupakan hasil rangkuman dari berbagai referensi sebagai
tuntutan praktikan dalam melaksanakan praktikum. Dilengkapi dengan
metode-metode sederhana yang nantinya dapat digunakan untuk membantu
dan memudahkan dalam pengambilan data dan proses pengolahan data.
Kami sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak- pihak yang secara langsung telah membantu dalam menyelesaikan
buku ini. Menyadari akan keterbatasan yang kami miliki, maka kami sangat
mengharap masukan-masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif
untuk penyempurnaan buku ini di lain waktu. Besar harapan bahwa buku
penuntun praktikum praktis ini dapat bermanfaat bagi praktikan dan
berbagai pihak. Semoga Tuhan YME senantiasa melancarkan segala usaha
kita. Amin.
Malang, 26 Oktober 2019
Tim Asisten
2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Ma’mun et al. (2013), teknologi akustik merupakan teknologi
yang banyak diandalkan dalam pendekteksian bawah air seperti stok
sumberdaya organisme, klasifikasi dasar perairan, migrasi organisme,
pengkajian struktur bangunan, monitoring pipa bawah laut dan estimasi
kandungan mineral. Teknologi ini pada dasarnya memanfaatkan nilai hambur
balik suara yang dipancarkan. Dalam penginterpretasian data akustik meliputi
beberapa tahapan yaitu proses pembentukan suara, pelepasan suara,
pemantulan oleh objek, penangkapan sinyal kembali dan penginterpretasian
data. Pemerosesan sinyal yang kembali merupakan salah satu bagian yang
penting dari penginterpretasian data, karena pada tahapan ini akan
menentukan kualitas data yang diharapkan dapat menggambarkan objek atau
lingkungan disekitarnya.
Menurut Lubis, et al. (2016), akustik adalah ilmu yang membahas
tentang gelombang suara dan perambatannya dalam suatu medium. Akustik
kelautan merupakan suatu bidang ilmu kelautan yang berfungsi untuk
mendeteksi target di kolom perairan dan dasar peairan, dengan
menggunakan gelombang suara. Aplikasi ilmu akustik kelautan akan
mempermudah seorang peneliti untuk mengetahui objek yang ada di kolom
perairan dan dasar perairan, baik berupa plankton, ikan, kandungan substrat
dan bahkan adanya kapal kandas.
Keunggulan penggunaan teknologi akustik bawah air antara lain : great
speed measurement atau quick assessment method, direct estimation (dapat
menghitung secara langsung terhadap target yang disurvei). Keunggulan
teknologi akustik bawah laut lainnya yaitu perolehan dan pemrosesan data
secara real time, akurasi dan presisi tinggi. Akustik bawah air juga bersifat
tidak berbahaya/tidak merusak objek bawah air yang diukur serta bisa
digunakan di daerah remote (inaccessible area) (Manik, 2014).
Menurut Kusumawati et al. (2015), batimetri yaitu ilmu yang mempelajari
pengukuran kedalaman lautan, laut atau tubuh perairan lainnya, dan peta
batimetri adalah peta yang menggambarkan perairan serta kedalamannya.
Batimetri berasal dari bahasa Yunani yang berarti pengukuran dan pemetaan
3
topografi di bawah laut. Batimetri merupakan proses penggambaran dasar
perairan sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasinya.
Informasi mengenai batimetri sangat penting untuk dasar penelitian,
seperti pada dinamika pantai, sebagai operasi kelautan seperti kabel
komunikasi bawah laut, atau untuk menyediakan peta navigasi yang akurat
untuk keselamatan pelayaran. Salah satu pengukuran penting yang diperlukan
untuk menentukan batimetri secara akurat adalah rerata muka air laut atau
MSL (mean sea level) yang digunakan sebagai referensi 0 meter dan
digunakan juga untuk topografi. Pemeruman dilakukan dengan membuat profil
pengukuran kedalaman.
Pada praktikum Akustik Kelautan, alat yang digunakan adalah single
beam echosounder Garmin tipe AquaMap 100Xs Series untuk mengukur nilai
kedalaman. Lokasi praktikum dilakukan di Pantai Sendang Biru, Kabupaten
Malang, Jawa Timur.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Mata Kuliah Akustik Kelautan Lanjutan
adalah sebagai berikut :
1) Mahasiswa mampu mengetahui cara pengambilan data menggunakan
Single beam Echosounder Garmin tipe Aquamap 100XS Series.
2) Mahasiswa mampu mengetahui cara pengolahan data echosounder.
3) Mahasiswa mampu menginterpretasi peta batimetri.
4
BAB II. MATERI PRAKTIKUM
2.1 Pengertian Hidrografi
Hidrografi adalah cabang ilmu pengetahuan yang diaplikasikan untuk
melaksanakan pengukuran dan pencitraan ciri-ciri alamiah bagian permukaan
bumi yang dapat dilayari dan daerah-daerah pantai yang berdekatan, untuk
tujuan navigasi (publikasi navigasi dan peta laut).
Teknologi pengukuran dalam survei hidrografi saat ini sedang mengalami
perubahan secara mendasar. Sistim akustik multi beam dan Air Borne Laser
hampir mampu memberikan gambaran dan pengukuran dasar laut secara penuh,
dibandingkan profil batimetri yang sebelumnya dengan cara sampling.
Kemampuan memposisikan data dalam bidang horizontal secara akurat telah
berkembang pesat dengan adanya sistim posisi satelite, khususnya jika
dilaksanakan dengan tehnik deferensial. Perkembangan teknologi yang signifikan
ini telah membuat para navigator mampu memposisikan dirinya dalam ketelitian
yang lebih tinggi dari data diatas peta itu sendiri. Perlu ditekankan disini bahwa
ketelitian dan kelengkapan suatu survei hidrografi tidak akan pernah menyamai
ketelitian sebagaimana pemetaan didarat.
Meningkatnya penggunaan sistim satelite oleh para pelaut,
dikombinasikan tingkat efektifitas dan ketelitian yang dihasilkan dari sistim ini
(melebihi sistim navigasi tradisional pada daratan), telah membuat instansi
hidrografi untuk menggunakan sistem yang dapat memberikan ketelitian posisi
yang sama atau lebih baik (sebagaimana yang bisa diperoleh oleh pelaut saat
ini) bagi kegiatan survei dimasa mendatang dalam bentuk Spesial Order dan
Order 1.
2.2 Klasifikasi Hidrografi
Klasifikasi Hidrografi menurut SNI 7646 : 2010 terbagi menjadi Orde
Khusus, Orde 1, Orde 2, dan Orde 3.
5
2.2.1 Orde Khusus
Ordo khusus survei hidrografi mendekati standar ketelitian survei
enginering/ rekayasa dan digunakan secara terbatas di daerah-daerah kritis
dimana kedalaman dibawah lunas sangat minim dan dimana karakteristik dasar
airnya berpotensi membahayakan kapal. Daerah-daerah kritis tersebut ditunjuk
secara langsung oleh instansi yang bertanggung jawab dalam masalah kualitas
survei. Sebagai contoh adalah pelabuhan-pelabuhan tempat sandar dan alur
masuknya. Semua sumber kesalahan harus dibuat minimal. Ordo khusus
memerlukan penggunaan yang berkaitan dengan side scan sonar, multi
tranducer arrays atau multibeam echosounder dengan resolusi tinggi dengan
jarak antar lajur perum yang rapat untuk mendapatkan penelitian dasar air 100%.
Harus pula dapat diyakinkan bahwa setiap benda dengan ukuran lebih besar dari
1 meter persegi dapat terlihat oleh peralatan perum yang digunakan.
Penggunaan Side scan sonar dan multibeam echosounder mungkin diperlukan
didaerah-daerah dimana benda-benda kecil dan rintangan bahaya mungkin
ditemukan.
2.2.2 Orde Satu
Ordo satu survei hidrografi diperuntukan bagi pelabuhan-pelabuhan, alur
pendekat, haluan yang dianjurkan, alur navigasi pedalaman dan daerah pantai
dengan lalu lintas komersial yang padat dimana kedalaman dibawah lunas cukup
memadai dan kondisi geofisik dasar lautnya tidak begitu membahayakan kapal
(misalnya lumpur atau pasir). Survei ordo 1 berlaku terbatas di daerah dengan
kedalaman kurang dari 100 m meskipun persyaratan pemeriksaan dasar laut
tidak begitu ketat jika dibandingkan dengan ordo khusus, namun pemeriksaan
dasar laut secara menyeluruh tetap diperlukan di daerah–daerah tertentu dimana
karakteristik dasar laut dan resiko adanya rintangan berpotensi membahayakan
kapal. Pada daerah–daerah yang diteliti tersebut, harus diyakinkan bahwa untuk
kedalaman s/d 40 m benda–benda dengan ukuran lebih besar dari 2 m persegi
atau pada kedalaman lebih dari 40 m, benda–benda dengan ukuran 10% dari
kedalaman harus dapat digambarkan oleh peralatan perum yang digunakan.
6
2.2.3 Orde Dua
Ordo 2 survei Hydrografi diperuntukan di daerah dengan kedalaman
kurang dari 200 m yang tidak termasuk dalam ordo khusus maupun ordo 1 dan
dimana gambaran batimetri secara umum sudah mencukupi untuk meyakinkan
bahwa tidak terdapat rintangan di dasar laut yang akan membahayakan tipe
kapal yang diharapkan lewat atau bekerja di daerah tersebut. Ini merupakan
kriteria yang penggunaannya dibidang kelautan sangat beraneka ragam dalam
hal dimana ordo hidrografi yang lebih tinggi tidak dapat diberlakukan.
Pemeriksaan dasar laut mungkin diperlukan pada daerah-daerah tertentu dimana
karakteristik dasar air dan resiko adanya rintangan berpotensi membahayakan
kapal.
2.2.4 Ordo Tiga
Ordo 3 survei hidrografi diperuntukan untuk semua area yang tidak
tercakup oleh ordo khusus, ordo 1 dan 2 pada kedalaman lebih besar dari 200 m.
Catatan :
Untuk survei dengan ordo khusus dan ordo 1 instansi yang bertanggung
jawab terhadap kualitas survei dapat menentukan batas kedalaman lain
(diluar ketentuan) dimana penelitian dasar laut secara detil tidak
diperlukan dengan tujuan keamanan navigasi.
Side Scan Sonar tidak boleh digunakan untuk menentukan kedalaman
tetapi sebatas untuk menetapkan area-area yang memerlukan detail dan
investigasi secara lebih akurat
Contoh klasifikasi daerah survei hidrografi disajikan pada Tabel 1:
Tabel 1. Klasifikasi daerah survei hidrografi
No Kelas Contoh daerah survei
1 Orde Khusus
Daerah-daerah kritis dimana kedalaman dibawah lunas
sangat minim dan dimana karakteristik dasar airnya
berpotensi membahayakan kapal, misalnya :
Pelabuhan,
Tempat sandar/ kepil,
Alur pelabuhan
7
2 Orde 1
Berlaku terbatas di daerah dengan kedalaman kurang
dari 100 m, misalnya :
Pelabuhan,
Alur pendekat pelabuhan,
Haluan yang dianjurkan,
Alur Navigasi Pedalaman,
Daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang
padat dimana kedalaman dibawah lunas cukup memadai
dan kondisi geofisik dasar lautnya tidak begitu
membahayakan kapal (misalnya : lumpur atau pasir).
3 Orde 2
Berlaku di daerah dengan kedalaman kurang dari 200 m
yang tidak termasuk dalam ordo khusus maupun ordo 1
dan tidak terdapat rintangan di dasar laut yang akan
membahayakan tipe kapal yang diharapkan lewat atau
bekerja di daerah tersebut
4 Orde 3
Batas kedalaman lain (diluar ketentuan diatas) dimana
penelitian dasar laut secara detil tidak diperlukan dengan
tujuan keamanan navigasi.
2.3 Ketelitian Survei Hidrografi
Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan
pemeruman selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik
tertentu pada tingkat kepercayaan 95 % untuk dikaji dan dilaporkan pada akhir
survei.
8
Di bawah ini adalah ringkasan standar ketelitian pengukuran pada survei
hidrografi :
Tabel 2. Parameter Ketelitian Pengukuran Survei Hidrografi.
No Deskripsi
Kelas
Orde
Khusus Orde 1 Orde 2 Orde 3
1 Akurasi horisontal 2 m
5m ± 5%
dari
kedalaman
rata-rata
20m ± 5%
dari
kedalaman
rata-rata
150m ±
5% dari
kedalaman
rata-rata
2
Alat bantu navigasi
tetap dan
kenampakan yang
berhubungan
dengan navigasi
2 m 2 m 5 m 5 m
3 Garis pantai 10 m 20 m 20 m 20 m
4 Alat bantu navigasi
terapung 10 m 10 m 20 m 20 m
5 Kenampakan
topografi 10 m 10 m 20 m 20 m
6 Kedalaman a = 0.25 m
b = 0.0075
a = 0.5 m
b = 0.013
a = 1.0 m
b = 0.023
a = 1.0 m
b = 0.023
Catatan:
1. a dan b adalah variabel yang digunakan untuk menghitung ketelitian
kedalaman.
2. Alat pemeruman dikalibrasi sebelum digunakan.
9
Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix perum pada lajur
utama dan lajur silang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
dimana :
a : Kesalahan independen (jumlah kesalahan yang bersifat tetap)
b : Faktor kesalahan kedalaman dependen (jumlah kesalahan yang bersifat
tidak tetap)
c : Kedalaman terukur
(b x d) :Kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalalahan
bersifat tidak tetap).
2.4 Bar Checking
Sebelum pemeruman dilakukan, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat
echosounder tersebut dengan cara bar check yaitu membandingkan suatu nilai
kedalaman yang diukur secara manual (menggunakan benda yang diletakkan di
bawah tranduser dengan kedalaman tertentu) dengan nilai kedalaman yang
diukur oleh alat echosounder tersebut (Dewi et al., 2015).
Menurut Hidayat, et al. (2014), kalibrasi ini sangat membantu untuk
mendapatkan ukuran kedalaman yang benar akibat beberapa sumber kesalahan
sekaligus. Bar check terbuat dari lempeng logam berbentuk lingkaran atau segi
empat yang digantungkan pada tali atau rantai berskala dan diletakkan di bawah
transduser. Tali atau rantai berskala dipakai sebagai pembanding hasil
pengukuran dengan alat perum gema. Pembandingan pengukuran kedalaman
dilakukan untuk setiap perubahan kedalaman, mulai dari kedalaman 0 hingga
kedalaman maksimum yang akan diperum dengan interval 1 m. Kalibrasi dengan
bar check dilakukan setelah pengesetan pulsa awal nol dilakukan (goresan saat
pena stilus mendapatkan arus listrik dari gelombang pancar ditepatkan pada
skala 0) dan dimulai dari kedalaman tali skala bar check 1 meter. Setelah itu,
kedudukan bar check diturunkan dengan selang satu meter hingga kedalaman
maksimum daerah yang akan diperum. Selanjutnya, dari kedalaman maksimum,
tali bar check ditarik dengan selang 1 meter hingga kembali pada kedudukan 1
meter.
10
2.5 Chart Datum
Menurut Denafiar, et al. (2017), metode Least square merupakan metode
perhitungan pasang surut di mana metode ini berusaha membuat garis yang
mempunyai jumlah selisih (jarak vertikal) antara data dengan regresi yang
terkecil. Pada prinsipnya metode Least square meminimumkan persamaan
elevasi pasut, sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan
simultan tersebut diselesaikan dengan metode numerik sehingga diperoleh
konstanta pasut. Analisa dari metode Least square adalah menentukan apa dan
berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika data yang
diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9
konstanta harmonik yang biasa digunakan.
Menurut Pradipta, et al. (2015), Data pasang surut hasil pengamatan dari
masing-masing panjang data dianalisis menggunakan Least Square untuk
mendapatkan 9 komponen pasang surut (O1, P1, K1, M2, N2, S2, K2, M4 MS4).
9 Komponen pasang surut digunakan untuk menentukan nilai chart datum dari
lima model chart datum yaitu LPLW (Lowest Possible Low Water), ISWL (
Indiana Springs Water Level), MSLW (Mean Springs Water Low), DISHIDROS
TNI-AL (Dinas Hidro-Oseanografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut)
dan IHO (International Hidrographic Organization). Chart datum adalah suatu titik
atau bidang referensi yang digunakan pada peta-peta navigasi maupunpada
peramalan pasang surutdan umumnya dihubungkan terhadap permukaan air
rendah.
Menurut Mutiara dan Muhiddin (2016), seluruh pengukuran tinggi dari
ketinggian tanah dan kedalaman laut serta variasi permukaan air laut harus
direferensikan terhadap titik nol atau disebut juga bidang datum. Secara umum
dipakai istilah duduk tengah permukaan laut (disingkat: Duduk Tengah; dalam
bahasa Inggris disebut Mean Sea Level, selanjutnya disebut MSL) sebagai titik
nol. Acuan titik nol pembacaan elevasi muka air adalah titik nol peilschaal. Hasil
pengamatan pasang surut 15 hari dengan interval waktu 1 jam akan
memperlihatkan pola amplop pasang surut (tidal envelope) bila disajikan dalam
bentuk grafik (Gambar 1).
11
Gambar 1. Contoh grafik pasang surut.
Dengan mengambil MSL = 0,000 meter sebagai datum tinggi, maka
diperoleh tunggang pasang surut air laut di lokasi studi sebagaimana ditampilkan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh tunggang pasang surut air laut.
2.6 Patch Test
Patch test adalah proses perhitungan nilai koreksi pitch, roll, dan yaw dari
instalasi tranducer yang tidak tepat, posisi tranducer harus benar-benar lurus
kearah heading kapal dan datar, untuk mengkoreksi kesalahan posisi tranducer
maka perlu dilakukan patch test. Patch test dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran dengan minimal pada 2 lajur survei sejajar dengan overlap data
ukuran 100%, lajur survei pertama diukur dua kali dengan arah yang berbeda,
dan kecepatan kapal yang sama, sedangkan lajur survei yang ke dua diukur
sekali dengan kecepatan kapal yang sama dengan kecepatan kapal lajur survei
12
pertama. Pemilihan area survei untuk patch test harus ada area slope dan datar,
area slope digunakan untuk menghitung koreksi pitch dan yaw, sedang area
datar digunakan untuk menghitung koreksi roll. Patch test harus kembali
dilakukan jika posisi tranducer telah berubah, selama posisi tranducer tidak
berubah, pengukuran masih bisa tetap dilanjutkan. Untuk keperluan kontrol di
sarankan pada akhir survei melakukan patch test, akan terlihat apakah posisi
tranducer masih sama dengan awal survei (Pondoksurveyor, 2019).
Gambar 3. Pergerakan kapal.
13
Gambar 4. Logbook pengukuran patch test.
14
2.7 Aquamap 100xs
Gambar 5. Aquamap 100XS
Aquamap 100xs memiliki fitur yaitu Penggambar bagan/sonar combo
berkunci. AQUAMAP 100xs memiliki tampilan SVGA berwarna 10” dan
dilengkapi dengan peta dasar seluruh dunia yang telah dimuat. HD-ID, CHIRP
dan ClearVü dengan teknologi sonar CHIRP dipasang agar Anda dapat bebas
memilih dari beberapa transduser opsional.
Spesifikasi Aquamap 100XS adalah :
Tabel 3. Spesifikasi Aquamap 100XS.
Fisik & Kinerja
Dimensi unit, LxTxT 14.1" x 9.3" x 2.9 "
(35.9 x 23.6 x 7.5 cm)
Ukuran tampilan, LxT 8,3" x 6,2"; diagonal 10,4"
(21,1 x 15,8 cm; diagonal 26,4 cm)
Resolusi tampilan, LxT 800 x 600 piksel
Jenis tampilan Tampilan SVGA
Berat 4,7 lb (2,1 kg)
Tahan air Ya (IPX7)
15
Penerima Bersensitivitas tinggi 10 Hz
Antena dengan sambungan eksternal
Opsi pemasangan Penggulung, datar atau benam
Konsumsi daya
Penggunaan daya maksimum pada 10 Vdc:
20 W
Penarikan arus biasa pada 12 Vdc: 1,7 A
Penarikan arus maksimum pada 12 Vdc: 3,8
A
Peta & Memori
Peta yang telah dimuat Tidak Ada
Menerima kartu data 2 buah kartu SD™
Titik arah 12,000
Rute 200
Log jejak 25.000 titik; 100 jejak tersimpan
Fitur & Spesifikasi Sonar
Kemampuan sonar frekuensi
ganda (50/200 kHz) Ya
Kemampuan sonar sorotan
ganda (77/200 kHz) Ya
Frekuensi yang didukung 50/77/200 kHz, CHIRP (rendah, sedang,
tinggi), ClearVü
16
Daya transmisi 1 kW tradisional; 600 W CHIRP
Teknologi sonar CHIRP Ya (Bawaan)
ClearVü™ Ya dengan CHIRP (bawaan)
SideVü™ Ya (dengan kotak hitam GCV™, yang dijual
terpisah)
Rentang tegangan Input 10-32 Vdc
Kedalaman maksimum
1,750 ft @ 50 kHz, air laut, transduser
frekuensi ganda Garmin @ 500 W
2,700 ft @ 50 kHz, air laut, transduser
Airmar B260 @ 1000 W
(kapasitas Kedalaman tergantung pada jenis
bawah air dan kondisi air lainnya)
Kunci bawah (menunjukkan
hasil dari bawah ke atas) Ya
Log dan grafik suhu air Ya
Perekaman sonar Ya
Putar balik riwayat sonar Tidak
17
2.8 Bench Mark
Bench Mark (BM) merupakan titik tetap yang dijadikan acuan bagi
ketinggian titik-titik yang lain. Dengan demikian, ada anggapan bahwa BM
mempunyai ketinggian = 0. Namun untuk bangunan-bangunan di kawasan
pantai, acuan ketinggian harus tetap mengacu kepada MSL, sehingga elevasi
BM harus tetap mengacu kepada MSL (Mutiara dan Muhiddin, 2016). Menurut
SNI 7646 : 2010, benchmark adalah pilar yang dibuat sebagai tanda bahwa
sebuah titik tetap di darat merupakan titik kontrol.
18
Gambar 6. Contoh Bench Mark (BM).
19
2.9 Koreksi Kedalaman
Menurut Rinaldy, et al. (2014), pada saat pengambilan data maka data
yang teramati disebut titik fiks perum yang memiliki informasi posisi dan
kedalaman. Data hasil pengukuran batimetri yang dilakukan tidak dapat langsung
digunakan (diolah) karena masih mengandung kekurangan data (koreksi pasang
surut dan transduser) yang akan didapatkan pada saat pengolahan data pasang
surut (komponen pasang surut), untuk mewujudkan tampakan kedalaman yang
sebenarnya. Besarnya koreksi pasang surut adalah nilai kedalaman (yang telah
terkoreksi tranduser) yang kan dikoreksi dengan nilai reduksi pada kedudukan
permukaan laut saat pengukuran berlangsung. Rumusan koreksi pasang surut
laut dirumuskan sebagai berikut:
𝑟𝑡 = (𝑇𝑊𝐿𝑡 − (𝑀𝑆𝐿 + 𝑍0)
Keterangan:
𝑟𝑡 : Besarnya reduksi pada data pengukuran (kedalaman)
𝑇𝑊𝐿𝑡 : Tinggi kedudukan muka laut pada waktu pengukuran
𝑀𝑆𝐿 : Tinggi kedudukan muka air laut rata-rata
𝑍0 : Tinggi kedudukan muka surutan
Setelah semua data kedalaman dilakukan koreksi pasang surut, langkah
selanjutnya ialah melakukan koreksi transduser. Dimana pada langkah ini, data
pengukuran terlebih dahulu ditambahkan terhadap nilai sarat (draft) atau
kedalaman transduser pada badan kapal, kemudian hasil tersebut dikurangkan
terhadap nilai koreksi pasang surut untuk mendapatkan nilai kedalama yang
sebenarnya dengan rumusan sebagai berikut:
𝐷 = 𝑑𝑇 – 𝑟𝑡
20
Keterangan:
D : Kedalaman sebenarnya
𝑑𝑇 : Data kedalaman setelah penambahan terhadap nilai kedalaman
transduser
𝑟𝑡 : Besarnya reduksi pada data pengukuran (kedalaman)
21
DAFTAR ISI
Denafiar, Fadhila Shara., Arief Laila Nugraha, Moehammad Awaluddin. 2017.
Pembuatan Program Penentuan Konstanta Harmonik Dan Prediksi Data
Pasang Surut Dengan Menggunakan Visual Basic For Application (VBA)
Ms.Excel.
Dewi LS, Ismanto A dan Indrayanti E. 2015. Pemetaan batimetri menggunakan
singlebeam echosounder di perairan Lembar, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Oseanografi. 4 (1): 10-17.
Garmin. 2019. https://www.garmin.co.id/. Diakses pada 5 November 2019. Pukul
14:43 WIB.
Hidayat, Ahmad., Bambang Sudarsono, Bandi Sasmito. 2014. Survei Bathimetri
Untuk Pengecekan Kedalaman Perairan Wilayah Pelabuhan Kendal.
Jurnal Geodesi Undip. Volume 3, Nomor 1. ISSN : 2337-845X.
Kusumawati, Elok Dyah., Gentur Handoyo, Hariadi. 2015. Pemetaan Batimetri
Untuk Mendukung Alur Pelayaran Di Perairan Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Jurnal Oseanografi. Volume 4 (4): 706 – 712.
Lubis, Muhammad Zainuddin., Sri Pujiyanti, Pratiwi Dwi Wulandari. 2016. Akustik
Pasif Untuk Penerapan Di Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan. Oseana.
Vol. 41 (2) : 41-50. ISSN 0216-1877.
Ma’mun, Asep., Henry M. Manik, Totok Hestirianoto. 2013. Rancang Bangun
Algoritma Dan Aplikasinya Pada Akustik Single Beam Untuk
Pendeteksian Bawah Air. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol.
4. No. 2. Hal : 173-183. ISSN 2087-4871.
Manik, Henry M. 2014. Teknologi Akustik Bawah Air: Solusi Data Perikanan Laut
Indonesia. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. Vol. 1 (3) : 181-
186. ISSN : 2355 – 6226.
Mutiara, Indra., Amir Hamzah Muhiddin. 2016. Pengamatan Pasang Surut Untuk
Penentuan Datum Ketinggian Di Pantai Desa Parak, Kecamatan Bonto
Matene, Kabupaten Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. SPERMONDE
Volume 2(2) : 44-46. ISSN : 2460-0156.
22
Pondoksurveyor. 2019. www.pondoksuveyor.com. Diakses pada 30 Oktober
2019 Pukul 21:01 WIB.
Pradipta, Nuardi Dwi, Yudo Prasetyo, Arwan Putra Wijaya. 2015. Analisis Pasang
Surut Air Laut Menggunakan Data Ioc (Intergovermental Oceanographic
Comission) Untuk Menentukan Chart Datum Di Perairan Cilacap. Jurnal
Geodesi Undip. Volume 4, Nomor 2. ISSN : 2337 – 845X).
SNI 7646. 2010. Survei Hidrografi Menggunakan Singlebeam Echosounder.
23
Istilah dan Definisi
1. Titik kontrol horisontal : titik kontrol yang koordinatnya dinyatakan dalam
sistem koordinat horisontal yang sifatnya dua dimensi
2. Batimetri : metode atau teknik penentuan kedalaman laut atau profil dasar
laut dari hasil analisa data kedalaman
3. Datum vertikal : permukaan ekuipotensial yang mendekati kedudukan
permukaan air laut rerata (geoid) yang digunakan sebagai bidang acuan
dalam penentuan posisi vertikal
4. Tidal height : tinggi muka air laut pada waktu tertentu
5. Garis Pantai : garis yang menggambarkan pertemuan antara perairan dan
daratan di wilayah pantai pada saat kedudukan muka air pasang
6. Heading : gerakan haluan kapal searah dengan sumbu panjang kapal
terhadap arah utara geografis atau utara magnetis
7. Heave : gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan oleh gaya pengaruh
air laut
8. International Hydrograhic Organisation (IHO) : badan internasional yang
mengoordinir kegiatan-kegiatan dari kantor hidrografi nasional yang
mempromosikan standar dan menyiapkan saran-saran kepada negara
berkembang dalam bidang survei hidrografi, publikasi dan produksi peta laut
(nautical chart).
9. Kecepatan suara (sound velocity) : cepat rambat gelombang suara melalui
media tertentu dalam waktu tertentu
10. Lajur perum : garis yang menggambarkan alur kegiatan kapal dalam
pemeruman.
11. Lajur utama : lajur perum yang digunakan sebagai alur utama dalam
pemeruman
12. Lajur silang : lajur perum yang berfungsi sebagai alur cek silang dalam
validasi data perum
13. Lowest low water (LLW) : kedudukan permukaan laut pada saat rendah
terendah.
14. Lowest Astronomical Tide (LAT) : kedudukan permukaan air laut terendah
karena pengaruh faktor astronomis dalam selang waktu tertentu
15. Muka surutan (chart datum) : kedudukan permukaan air laut dimana air
tidak akan pernah jatuh dibawahnya
24
16. Muka laut rata-rata (mean sea level) : permukaan laut dimana tidak ada
pengaruh pasut atau muka air laut rata-rata yang diperoleh dari pengamatan
pasut selama kurun waktu tertentu.
17. Pasang Surut (pasut) : perubahan vertikal muka air laut akibat adanya
interaksi gaya tarik menarik benda-benda angkasa terutama bulan, matahari
dan masa air laut
18. Pemeruman (sounding) : kegiatan untuk menentukan kedalaman
permukaan dasar laut atau benda-benda di atasnya terhadap permukaan laut
19. Tidal time : waktu pada saat muka-air air mencapai ketinggian tertentu u.
20. Pitch : gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat di titik tengah
kapal
21. Roll : gerakan kapal ke arah sisi-sisinya (lambung kapal)
22. Real time kinematic-differential global positioning system (RTK-DGPS) :
sistem atau metode penentuan posisi secara teliti dengan memberikan
koreksi pada saat pengukuran dari stasiun referensi
23. Setting draught transducer : pemasangan (setting) transduser pada badan
kapal agar alat bekerja optimal.
24. titik fix perum : titik yang menyatakan posisi saat pemeruman dilakukan
25. Bench mark (BM) : pilar yang dibuat sebagai tanda bahwa sebuah titik tetap
di darat merupakan titik kontrol
25
DAFTAR NAMA TIM ASISTEN AKUSTIK KELAUTAN DAN AKUSTIK KELAUTAN
LANJUTAN
No Nama
Asisten NIM
No. HP (Line) Email
1 Christian
Harel
165080607111
044
082124780950
(chrisharell)
harelchristian9@gmail.com
2
Muhamma
d Gumelar
Djuwanda
165080600111
010
085779787687
(gumelar24)
agum.djuwanda@student.ub.
ac.id
3
Shafa
Thasya
Thaeraniza
165080601111
030
082234581721
(shafathaeraniza)
shafathaeraniza20@gmail.co
m
4 Ezranda
Zenas
165080601111
032
081319830238
(ezrandazenas)
ezrandazenas240198@gmail.
com
5 Tirsa Aulia
Puspitasari
165080607111
003
081230386656
(tirsaa)
tirsaaulia@student.ub.ac.id
6 Arif
Rahman
165080607111
022
081292852746
(arifrahman_11)
arifrahman@student.ub.ac.id
7 Toni An
Zukruv
165080607111
028
082231315135
(zukruv)
anzukruv97@gmail.com
8
Aisy Nur
Isna
Wardani
165080607111
034
085608206288
(wardaniaisy)
aisywardani@student.ub.ac.id
26