Post on 31-Dec-2015
MAKALAH PENILAIAN BERBASIS KELAS
BELAJAR TUNTAS
OLEH
IKA HUMAEROH
NIM. 1111016200016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
1
PENILAIAN BERBASIS KELAS
BELAJAR TUNTAS
A. Pengertian Belajar Tuntas
Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan
seperangkat teknik implementasi pembelajaran. Sebagai filsafat, belajar tuntas
memandang masing-masing siswa sebagai individu yang unik, yang berbeda antara satu
dengan lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk mencapai keberhasilan belajar
optimal.1
Block memandang bahwa individu itu pada dasarnya memang berbeda, namun
setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan penuh asalkan diberi waktu yang cukup
untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan belajar individualnya. Jadi, yang
membedakan satu individu dengan individu lainnya dalam belajar adalah waktu.
Artinya, ada individu yang dapat menguasai sesuatu dengan penuh dalam waktu singkat
dan ada yang memerlukan waktu lebih lama, namun pada akhirnya individu akan
mencapai penguasaan penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi kesempatan untuk belajar
sesuai dengan kecepatannya sendiri merupakan prinsip menghargai kodrat individu.2
Belajar tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran berdasar
pandangan filosofis bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat
dukungan kondisi yang tepat. Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan
agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh.
Belajar tuntas ini merupakan strategi pembelajaran yang diindividualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok. Dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses
belajar mengajar dapat dilaksanakan agar tujuan instruksional yang akan dicapai dapat
diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih efektif dan efisien.3
1 Robert Burns, Models of Instructional Organization: A Casebook on Mastery Learning and Outcome-Based Education ( San Francisco: Far West Lab for Educational Research and Development, 1987). 2 Noehi Nasution, Materi Pokok Psikologi Pendidikan ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994). 3 Sukmadinata & Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2005).
2
Pada dasarnya belajar tuntas akan menciptakan peserta didik memiliki
kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengecilkan perbedaan
antara anak cerdas dengan anak yang tidak cerdas. Belajar tuntas menciptakan anak
didik dapat mencapai tujuan pembelajaran, sehingga di dalam kelas tidak terjadi anak
cerdas akan mencapai semua tujuan pembelajaran sedang anak didik yang kurang cerdas
mencapai sebagian tujuan pembelajaran atau tidak mencapai sama sekali tujuan
pembelajaran.
Menurut John B Carrol (1953) bahwa peserta didik yang berbakat tinggi
memerlukan waktu yang relatif sedikit untuk mencapai taraf penguasaan bahan
dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki bakat rendah. Peserta didik dapat
mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang disajikan, bila kualtas pengajaran dan
kesempatann waktu belajar dibuat tepat sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta
didik.4
B. Tujuan Belajar Tuntas
Tujuan proses mengajar-belajar secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari
dikuasai sepenuhnya oleh murid. Ini disebut “mastery lesrning” atau belajar tuntas,
artinya penguasaan penuh. Cita-cita ini hanya dapat dijadikan tujuan apabila guru
meninggalkan kurva normal sebagai patokan keberhasilan mengajar.
Undang-undang Dasar 1945 menginginkan agar setiap warganegara mendapat
kesempatan belajar seluas-luasnya. KPPN atau Komisi Pembaharuan Pendidikan
Nasional mengemukakan agar pendidikan kita bersifat semesta, menyeluruh, dan
terpadu. Semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh semua warganegara.
Menyeluruh maksudnya agar ada mobilitas antara pendidikan formal dan non-formal,
sehingga terbua pendidikan seumur hidup bagi setiap warganegara Indonesia.5
4 Drs. H. Martins Yamin, M.Pd., Seritikasi Profesi Keguruan di Indonesia (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), hlm 136-137. 5 Prof. Dr. S. Nasution, M.A., Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), hlm 36.
3
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Tuntas
1. Bakat untuk mempelajari sesuatu
John Carrol mengakui adanya perbedaan bakat, akan tetapi ia memandang bakat
sebagai perbedaan waktu yang diperlukan untuk menguasaisesuatu. Jadi perbedaan bakat
tidak menentukan tingkat penguasaan atau atau jenis bahan yang dipelajari. Jadi setiap
orang dapat mempelajari bidang studi apapun hinga batas yang tinggi asal diberi waktu
yang cukup disamping syarat-syarat lain. Ada kemungkinan seorang murid menguasai
bahan matematika tertentu dalam waktu satu semester sedangkan murid lainnya hanya
dapat menguasainya dalam beberapa tahun, namun tingkat penguasaannya dapat sama.
Yang menjadi persoalan disini adalah, apakah seseorang rela untuk mengorbankan
waktu yang begitu banyak agar mencapai tingkat penguasaan tertentu.
2. Mutu pengajaran
Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara kelompok, akan tetapi secara
individual, menurut caranya masing-masing sekalipun ia berada dalam kelompok. Cara
setiap individu untuk menguasai bahan berbeda, itu sebabnya setiap anak memerlukan
bantuan individual. Tiap anak memerlukan metode tersendiri yang sesuai baginya. Maka
apabila ditanya guru yang bagaimanakah yang baik, maka jawabnnya ialah guru yang
dapat membimbing setiap anak secara individual hingga ia menguasai bahan pelajaran
sepenuhnya. Untuk itu, ia harus berusaha mencari langkah-langkah metode mengajar,
alat pelajaran, sumber pelajaran yang khusus bagi tiap anak.
3. Kesanggupan untuk memahami pengajaran
Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang studi banyak bergantung pada
kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru yang tidak sanggup
menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga ia dipahami oleh murid, juga tidak
dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan pelajaran yang
disampaikannya.
Agar pelajaran dapat dipahami, guru sendiri harus fasih berbahasa dan mampu
menyesuaikan bahasanya dengan kemampuan murid sehingga murid-murid dapat
memahami bahan yang disampaikannya. Untuk memperluas komunikasi dapat
dijalankan berbagai usaha, antara lain: belajar kelompok, bantuan tutor, buku pelajaran,
buku kerja, alat audiovisual.
4
4. Ketekunan
Ketekunan itu nyata dari jumlah waktu yang diberikan oleh murid untuk belajar,
mempelajari sesuatu memerlukan jumlah waktu tertentu. Jika anak memberikan waktu
yang kurang daripada yang diperlukannya untuk mempelajarinya, maka ia tidak akan
menguasai bahan itu sepenuhnya. Dengan waktu belajar yang dimaksud ialah jumlah
waktu yang digunakannya untuk kegiatan belajar, yaitu mempelajari sesuatu secara aktif.
5. Waktu yang tersedia untuk belajar
Dalam sistem pendidikan kita kurikulum dibagi dalam bahan yang harus
diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu semester atau satu tahun.
Guru dapat menguraikannya menjadi tugas bulanan dan mingguan. Maksudnya ialah
agar bahan yang sama dikuasai oleh semua murid dalam jangka waktu yang sama. Dapat
dipahami bahwa waktu yang sama tidak akan sesuai bagi semua murid berhubung
dengan perbedaan individual. Bagi murid yang pandai waktu itu terlampau lama,
sedangkan untuk murid yang tak begitu pandai waktu itu mungkin tidak cukup.6
D. Ciri- ciri Belajar Tuntas
1. Para siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi pengajaran yang tepat sesuai
dengan harapan pengajar.
2. Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan.
3. Tingkat hasil belajar bergantung pada waktu yang digunakan secara nyata oleh siswa
untuk mempelajari sesuatu diibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk
mempelajarinya.
4. Model Carrol
Tingkat belajar = (1. Ketentuan, 2. Kesempatan belajar, 3. Bakat, 4. Kualitas
pengajaran, 5. Kemampuan memahami pengajaran).
5. Kendatipun bakat diperhatikan jika siswa diberi kesempatan belajar yang seragam
dan kuallitas pengajaran yang seragam pula, hanya sedikit siswa yang dapat
mencapai tingkatan mastery (menguasai). Sebaliknya, setiap siswa memperoleh
6 Ibid, hlm 38-45.
5
kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan kualitas pengajaran yang berdiferensiasi
pula.7
E. Langkah-langkah Belajar Tuntas
Bloom mengembangkan suatu pola dan prosedur pengajaran yang dapat
diterapkan dalam memberikan pengajaran kepada satuan kelas. Secara operasional
Bloom (dalam Winkel, 1996: 415) menyiapkan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai, baik yang bersifat
umum maupun yang khusus.
b. Menjabarkan materi pelajaran atas sejumlah unit pelajaran yang dirangkaikan, yang
masing-masing dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu.
c. Memberi pelajaran secara klasikal, sesuai dengan unit pelajaran yang sedang
dipelajari.
d. Memberikan tes kepada siswa pada akhir masing-masing unit pelajaran, untuk
mengecek kemajuan masing-masing siswa dalam mengolah materi pelajaran. Tes itu
bersifat formatif.
e. Kepada siswa yang ternyata belum mencapai tingkat penguasaan yang dituntut,
diberikan pertolongan khusus, misalnya bantuan dari seorang teman yang bertindak
sebagai tutor, mendapat pengajaran dalam kelompok kecil, disuruh mempelajari
buku pelajaran lain, mengambil unit pelajaran yang telah diprograman dan lain
sebagainya.
f. Setelah semua siswa, paling sedikit hamper semua siswa mencapai tingkat
penguasaan pada unit pelajaran bersangkutan, barulah guru mulai mengajarkan unit
pelajaran berikutnya.
g. Unit pelajaran yang menyusul itu juga diajarkan secara kelompok dan diakhiri
dengan memberikan tes formati bagi unit pelajaran bersangkutan.
h. Setelah para siswa, paling sedikit hamper semua siswa mencapai tingkat
keberhasilan yang dituntut, guru mulai mengajar unit pelajaran ketiga.
i. Prosedur yang sama diikuti pula dalam mengajarkan unit-unit pelajaran lain, sampai
seluruh rangkaian selesai.
7 Drs. H. Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: CV Pustaka Setia, 1997), hlm 158.
6
j. Setelah seluuh rangkaian unit pelajaran selesai, siswa mengerjakan tes yang
mencakup seluruh rangkaian/seri unit pelajaran. Tes akhir ini bersifat sumatif, yaitu
bertujuan mengevaluasi taraf keberhasilan masing-masing siswa, terhadap semua
tujuan-tujuan pengajaran khusus.
Menurut Bloom, tidak mesti satu kelas harus menguasai tes sumatif, namun 95%
dari jumlah siswa boleh diharapkan mereka berhasil. Tingkat penguasaan untuk setiap
unit pelajaran, tidak harus sama dengan tingkat penguasaan untuk seluruh rangkaian unit
pelajaran, namun kedu-duanya tidak dituntut sempurna atau 100% berhasil. Dalam tes
formatif hanya dituntut keberhasilan sebanyak minimal 85% dari seluruh pertanyaan
yang dijawab betul, sedang tes sumatif dituntut tingkat keberhasilan sebanyak minimal
80%-90% dari seluruh pertanyaan yang dijawab betul.8
F. Prosedur Tambahan
Menurut S. Nasution guru dapat melakukan belajar tuntas dan peserta didik
memiliki penguasaan penuh atau tuntas yaitu melalui prosedur tambahan. Usaha guru
harus dibantu dengan kegiatan tambahan yang terutama terdiri atas (1) “feedback” atau
umpan balik yang terperinci kepada guru maupun siswa, (2) sumber dan metode-metode
pengajaran tambahan dimana saja diperlakukan.
“Feedback” atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Tes formatif
menurut S. Nasution adalah umpan balik yang memiliki fungsi bermacam-macam,
seperti berikut:
1. Tes formatif mempercepat anak belajar dan memberikan motivasi untuk
bekerja dengan sungguh-sungguh dalam waktu yang secukupnya.
2. Tes formatif diberikan untuk menjamin bahwa semua anak menguasai
sepenuhnya syarat-syarat atau bahan apersepsi yang diperlukan untuk
memahami bahan yang baru.
3. Tes formatif juga berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apesepsi
yang diperlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya.
4. Tes formatif adalah alat untuk mendiagnosa kelemahan, kesalahan dan
kekurangan siswa, sehingga ia dapat memperbaikinya.
8 Martinis Yamin, Op.Cit, hlm 141-143.
7
5. Tes formatif dimaksud sebagai alat assessment yaitu memperoleh keterangan
dengan maksud baik. Penguasaan tuntas tidak mungkin tanpa tes formatif.
6. Tes formatif juga memberikan umpan balik kepada guru, agar ia mengetahui
kelemahan-kelemahan dalam metode mengajar sehingga guru dapat
memperbaikinya.9
G. Keunggulan dan Kelamhan Belajar Tuntas
Strategi belajar mengajar utntas mengandung beberapa keunggulan, antara lain:
1. Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif.
2. Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang
berpegang pada prinsip perbedaan individual.
3. Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktivitas hasil belajar
yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan
utuh.
4. Dalam strategi ini, guru dan siswa diminta bekerja sama secara partisipatif
dan persuatif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan
terhadap siswa lainnya.
5. Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau
tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang
memuaskan atau masih di bawah target dari hasil yang diharapkan, terus
menerus dibantu oleh rekannya dan guru.
Strategi belajar tuntas juga mengandung beberapa kelemahan, antara lain:
1. Strategi ini sulit dalam pelaksanannya karena melibatkan berbagai kegiatan,
yang berarti menutut macam-macam kemampuan yang memadai
2. Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat
perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu
semester disamping penyusunan satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan
menyeluruh
9 Ibid, hlm 143-145.
8
3. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami
hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relatife lebih sulit dan
masih baru.
4. Strategi ini sudah tentu memerlukan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat,
dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekolah kita
umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang
diharapkan.10
10 Abu Ahmadi, Op.Cit, hlm 1665-166.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Pustaka Setia.
Burns,Robert. 1987. Models of Instructional Organization: A Casebook on Mastery
Learning and Outcome-Based Education. San Francisco: Far West Lab for
Educational Research and Development.
Nasution, Noehi. 1994. Materi Pokok Psikologi Pendidikan. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Sukmadinata & Nana Syaodih. 2005Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Jakarta: PT.
Remaja Rosdakarya.
Yamin, Martins. 2006. Seritikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada
Press.