Post on 09-Aug-2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan sampah perkotaan di Indonesia merupakan salah satu
masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Timbulan sampah perkotaan
meningkat seiring dengan urbanisasi yang cepat karena percepatan pembangunan
sosial-ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan perluasan
perkotaan (urban sprawl) semakin menambah timbunan sampah (Visvanathan,
2005). Dari total sampah yang dihasilkan oleh masyarakat diperkirakan hanya
60%-70% yang diangkut ke TPA oleh pihak yang berwenang. Sebagian besar
sampah yang tidak tertangani pemerintah biasanya dibakar atau dibuang ke sungai
dan hanya sebagian kecil yang ditangani oleh pemulung (Damanhuri, 2009).
Pemerintah lokal dipercaya untuk menangani pengelolaan sampah. Namun karena
prioritasnya rendah, pelayanan ini di negara berkembang menjadi tidak efisien dan
tidak berkembang (Joseph, 2006).
Salah satu daerah yang memiliki permasalahan persampahan yang cukup
pelik adalah Kota Bandung. Menurut data dari PD Kebersihan Kota Bandung
tahun 2012, timbulan sampah total di Kota Bandung mencapai 1534,281
ton/hari, dengan sumber sampah terbesar berasal pemukiman yaitu sebesar
909,15 ton/hari atau 60,73% dari total timbulan sampah. Timbulan sampah per
hari di Kota Bandung dirinci menurut sumbernya, disajikan dalam Tabel 1.1
berikut ini.
Tabel 1.1
Rata-rata Produksi Sampah per Hari di Kota Bandung Tahun 2012
No Sumber Volume
(ton/hari)
Persentase
(%)
Persentase
Pelayanan
(%)
Sampah
Terangkut
(ton/hari)
1. Permukiman 909,15 60,73 60,61 627,3135
2. Pasar 143,4 9,58 9,56 98,946
3. Pertokoan dan
Restoran
70,2 4,69 4,68 48,438
2
Lanjutan Tabel 1.1 Rata-rata Produksi Sampah per Hari di Kota Bandung
Tahun 2012
No Sumber Volume
(ton/hari)
Persentase
(%)
Persentase
Pelayanan
(%)
Sampah
Terangkut
(ton/hari)
4. Penyapu Jalan 104,85 7 6,99 72,3465
5. Kawasan
Industri
185,1 12,5 12,34 627
6. Fasilitas
Umum
84,3 5,61 5,62 58,167
7. Saluran lain-
lain
3 0,2 2,07 2,07
Jumlah 1497 100 100 1534.281 Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung (2013)
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 4
tahapan kegiatan, yaitu pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan
pembuangan akhir/pengolahan. Jumlah total sarana pengangkutan sampah di Kota
Bandung adalah sebanyak 139 unit, dengan rincian 129 unit dengan masa pakai
lebih dari lima tahun dan 10 unit dengan masa pakai kurang dari 10 tahun.
Proses akhir dari pengelolaan sampah adalah pengolahan di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Untuk melayani pembuangan sampah dari Kota
Bandung, pada mulanya tersedia 6 (enam) lokasi Tempat Pembuangan Akhir,
yaitu TPA Leuwigajah, TPA Jelekong, TPA Darurat Pasir Impun, TPA Darurat
Cicabe, TPA Darurat Cikubang, dan TPA Darurat Sarimukti. Namun saat ini,
yang bisa beroperasi penuh hanya TPA Darurat Sarimukti milik Perhutani
Provinsi Jawa Barat, sedangkan 5 (lima) TPA lainnya ditutup secara berturut-turut
karena berbagai sebab, mulai dari tuntutan masyarakat sekitar yang terganggu
kenyamanannya dengan adanya TPA tersebut (TPA Darurat Pasir Impun), hingga
akibat peristiwa bencana longsor yang menelan korban sebanyak 143 jiwa (TPA
Leuwigajah). Hal tersebut kemudian berdampak jangka panjang pada puluhan
tempat penampungan sampah sementara (TPS) di Kota Bandung yang selalu
terlihat penuh dijejali sampah. Sehingga dirasa perlu untuk memaksimalkan
fungsi dari masing-masing TPS yang ada di Kota Bandung dalam mengurangi
volume sampah (residu) yang sampai ke pemrosesan tahap akhir di TPA.
3
Populasi penduduk Kota Bandung tahun 2012 berdasarkan Proyeksi
Sensus Penduduk 2010 adalah sebanyak 2.455.517 jiwa. Penduduk Kecamatan
Andir berdasarkan Laporan Kependudukan Maret 2014 berjumlah 104.785 jiwa,
atau sekitar 4% dari penduduk Kota Bandung secara keseluruhan. Masalah
mengenai pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sampah sementara
yang tidak berimbang di beberapa TPS di Kecamatan Andir menjadi
permasalahan perkotaan yang menuntut penyelesaian secara segera. Terdapat 9
(sembilan) buah TPS di Kecamatan Andir yang terdaftar secara resmi oleh PD.
Kebersihan Kota Bandung, yaitu TPS Babakan Cianjur, TPS 3R Pasar Ciroyom,
TPS Pasar Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS Sudirman, TPS RS. Kebon
Jati, TPS Paskal Hypersquare, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis. Kondisi 9
TPS tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 (Dari kiri ke kanan) Kondisi TPS Babakan Cianjur, TPS 3R Pasar Ciroyom, TPS
Pasar Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS Sudirman, TPS RS. Kebon Jati, TPS Paskal
Hypersquare, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis.
(Sumber: Dokumentasi PD. Kebersihan Kota Bandung dan Observasi Lapangan, 2014)
4
Sesuai dengan salah satu misi Kota Bandung yaitu ‘Menata Kota Bandung
Menuju Metropolitan Terpadu Yang Berwawasan Lingkungan’, perlu diwujudkan
sarana dan prasarana lingkungan yang memenuhi standar teknis/standar pelayanan
minimal (SPM). Kegiatan pengelolaan sampah di Kota Bandung, termasuk di
Kecamatan Andir, perlu dilakukan secara efektif dan efisien serta berwawasan
lingkungan. Sehingga diperlukan pendataan tempat penampungan sampah yang
tersedia dan juga evaluasinya.dari berbagai aspek. Kurangnya perencanaan dalam
aspek pemilihan lokasi serta estimasi daya layan dari berbagai TPS tentunya
memperburuk permasalahan persampahan di Kota Bandung. Pemilihan lokasi
yang kurang tepat, ketidaksesuaian daya layan, dan kurang terintegrasinya sistem
pengelolaan persampahan berdampak pada masalah kelebihan muatan di berbagai
TPS dan penurunan kualitas lingkungan di sekitar area TPS. Dengan diberikannya
evaluasi baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif dalam penyediaan layanan
publik persampahan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan
terhadap peningkatan dalam aspek pengelolaan fasilitas TPS yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah
Penelitian ini memaparkan mengenai studi evaluasi penyediaan,
pengelolaan dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah sementara di
Kecamatan Andir, Kota Bandung. Kasus persampahan ini dikaji sebagai kasus
lokal yang akan dianalisis berdasarkan pendekatan geografis untuk
mengidentifikasi permasalahan dan alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan sampah di Kecamatan Andir, Kota Bandung. Kajian
tersebut dapat dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1) Seperti apa persebaran fasilitas tempat penampungan sampah sementara di
Kecamatan Andir, Kota Bandung?
2) Seperti apa penyediaan, pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat
penampungan sampah sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung?
5
3) Apa sajakah permasalahan yang berkaitan dengan aspek penyediaan,
pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah
sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung?
4) Rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya diberikan dalam
mengoptimalisasikan fungsi fasilitas tempat penampungan sampah
sementara yang ada di Kecamatan Andir, Kota Bandung?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1) Mengetahui persebaran fasilitas tempat penampungan sampah sementara
di Kecamatan Andir, Kota Bandung
2) Mengevaluasi aspek penyediaan, pengelolaan, dan daya layan fasilitas
tempat penampungan sampah sementara di Kecamatan Andir, Kota
Bandung.
3) Mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan aspek penyediaan,
pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah
sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung.
4) Memberikan rekomendasi kebijakan dalam mengoptimalisasikan fungsi
fasilitas tempat penampungan sampah sementara yang ada di Kecamatan
Andir, Kota Bandung.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran
kepada Pemerintah Kota Bandung, khususnya Perusahaan Daerah Kebersihan,
dalam mengurangi masalah persampahan dan lingkungan dari sudut pandang ilmu
geografi.
6
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Keaslian Penelitian
Studi mengenai persampahan dan kaitannya dengan aspek geografi sudah
banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan obyek, lokasi dan
tujuan penelitian yang beragam. Berdasarkan hasil studi literatur yang didapat,
untuk kajian mengenai evaluasi sistem pengelolaan persampahan perkotaan
didapatkan 3 penelitian yang berkaitan dengan tema yang dikaji. Evaluasi kinerja
pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang,
telah diteliti oleh Fatonah (2005) melalui metode evaluasi sumatif yang bersifat
eksplanatoris. Penelitian ini menghasilkan teori bahwa semakin tinggi tingkat
kepadatan penduduk, intensitas masyarakat untuk berkomunikasi semakin tinggi,
sehingga kesempatan untuk menyelesaikan dan bereaksi atas berbagai
permasalahan persampahan yang dihadapi semakin luas, serta semakin tinggi
peran masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik. Indrabuwana (2010) juga
mengkaji mengenai sistem pengolahan sampah domestik di Wilayah Kecamatan
Walio, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara, dari aspek kelembagaan, hukum dan
peraturan, pembiayaan, peran serta masyarakat dan teknik operasionalnya.
Salah satu penelitian yang dilakukan Muttaqien (2012) merupakan
penelitian terdahulu yang paling relevan sebagai pondasi dari evaluasi
penyediaan, pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sementara di
Kecamatan Andir, Kota Bandung. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui
kondisi pengelolaan sampah di Kota Bandung dan menunjukkan tingkat
kesesuaiannya dengan kondisi ideal pengelolaan sampah di Indonesia. Metode
penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif-evaluatif yaitu menyusun dan
mendeskripsikan perbandingan kondisi pengelolaan sampah Kota Bandung
dengan standarisasi pengelolaan sampah kota yang ideal. Penilaian ini merujuk
pada kesimpulan bahwa persoalan persampahan yang terjadi di Kota Bandung
dikarenakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ideal. Perbandingan
mengenai tujuan, metode, dan hasil penelitian sebelumnya dengan penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 1.2.
7
Tabel 1.2.
Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
(Tahun Terbit) Judul Penelitian
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian dan
Pendekatan
Teknik Analisis Hasil
Penelitian
Siti Fatonah
(2005)
Evaluasi Kinerja
Pengelolaan
Sampah
Domestik di
Kelurahan
Rejowinangun
Utara Kota
Magelang (Tesis)
Mengetahui kinerja
pengelolaan sampah
domestik dan faktor-faktor
yang mempengaruhi di
Kelurahan Rejowinangun
Utara Kota Magelang.
Penelitian Evaluasi
Sumatif
(Eksplanatoris/Survey
Deskriptif)
Analisis
Sinergisme
Intra-Spasial
dengan
Pendekatan
Kualitatif dan
Kuantitatif (mix-
method)
Menghasilkan teori bahwa semakin
tinggi tingkat kepadatan penduduk,
intensitas masyarakat untuk
berkomunikasi semakin tinggi,
sehingga kesempatan untuk
menyelesaikan dan bereaksi atas
berbagai permasalahan persampahan
yang dihadapi semakin luas, serta
semakin tinggi peran masyarakat
dalam pengelolaan sampah domestik
La Ode
Muhammad
Indrabuwana
(2010)
Kajian Sistem
Pengolahan
Sampah Padat
Domestik di
Wilayah
Kecamatan Walio,
Kota Bau-bau,
Sulawesi
Tenggara (Tesis)
Mengkasji aspek
kelembagaan, hukum dan
peraturan, pembiayaan,
peran serta masyarakat, dan
teknik operasional dalam
pengelolaan sampah padat
domestik di wilayah
Kecamatan Walio, Kota
Bau-bau, Sulawesi Tenggara
Metode studi kasus
mengenai aspek
kelembagaan, hukum dan
peraturan, pembiayaan,
peran serta masyarakat,
dan teknik operasional
dalam pengelolaan
sampah domestik.
Analisis
Identifikasi
Wilayah dengan
Pendekatan
Kualitatif
Analisis deskriptif mengenai aspek
kelembagaan, hukum dan peraturan,
pembiayaan, peran serta masyarakat,
dan teknik operasional dalam
pengelolaan sampah domestik.
8
Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
(Tahun Terbit) Judul Penelitian
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian dan
Pendekatan
Teknik Analisis Hasil
Penelitian
Azhar Rizki
Muttaqien
(2012)
Identifikasi
Persoalan
Persampahan Kota
Bandung (Studi
Kasus: Komplek
Ujung Berung
Indah, Komplek
Perumahan
Cibangkong, RW
08 Kelurahan
Ciroyom, RW 02
Kelurahan Bina
Harapan
Cisaranten, RW 02
Kelurahan
Sukabungah,
Kelurahan Meleer
Kota Bandung)
(Skripsi)
Mengetahui keadaan
yang sebenarnya
mengenai pengelolaan
sampah di Kota
Bandung dan
menunjukkan tingkat
kesesuaiannya
dengan kondisi ideal
pengelolaan sampah di
Indonesia.
Metode studi kasus yaitu
menyusun dan
mendeskripsikan
perbandingan kondisi
pengelolaan sampah Kota
Bandung dengan
standarisasi pengelolaan
sampah kota yang ideal,
melalui survey data
sekunder dan primer
(observasi, wawancara
instansional serta
masyarakat perumahan
formal dan informal).
Analisis Komparasi
Wilayah dengan
Pendekatan Kualitatif.
Penilaian kesesuaian
pengelolaan sampah Kota
Bandung dengan
standarisasi pengelolaan sampah
kota merujuk pada
kesimpulan bahwa persoalan
persampahan yang
terjadi di Kota Bandung
dikarenakan
pengelolaan sampah di Kota
Bandung belum ideal.
9
Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
(Tahun Terbit)
Judul
Penelitian
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian dan
Pendekatan
Teknik
Analisis
Hasil
Penelitian
Rose
Fatmadewi
(2014)
Evaluasi
Penyediaan,
Pengelolaan,
dan Daya
Layan Tempat
Penampungan
Sampah
Sementara di
Kec. Andir,
Kota Bandung
(Skripsi)
1) Mengetahui persebaran
fasilitas tempat
penampungan sampah
sementara di Kecamatan
Andir, Kota Bandung
2) Mengevaluasi aspek
penyediaan,
pengelolaan, dan daya
layan fasilitas tempat
penampungan sampah
sementara di Kecamatan
Andir, Kota Bandung.
3) Mengidentifikasi
permasalahan yang
berkaitan dengan aspek
penyediaan,
pengelolaan, dan daya
layan fasilitas tempat
penampungan sampah
sementara di Kecamatan
Andir, Kota Bandung.
Metode survey
deskriptif
melalui
pengumpulan
data kualitatif
dan kuantitatif.
Analisis
Pola
Spasial
dengan
Pendekatan
Kualitatif.
1) Terdapat 9 unit TPS di Kecamatan Andir yang
tersebar di 3 dari 6 keluarahan, yaitu Kelurahan
Campaka (TPS Babakan Cianjur), Kelurahan
Ciroyom (TPS 3R Pasar Ciroyom, TPS Pasar
Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS
Sudirman, dan TPS Paskal Hypersquare), serta
Kelurahan Kebonjati (TPS Khusus Rumah Sakit
Kebonjati, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis),
sehingga dinilai belum merata.
2) Penyediaan beberapa lokasi fasilitas TPS dinilai
belum sesuai, proses pengelolaan sampah berupa
pemilahan sampah organik-anorganik-B3 di TPS
dinilai belum optimal, dan terdapat 6 dari 9 TPS
di Kecamatan Andir yang dinilai belum
memenuhi syarat berdasarkan aspek daya
layannya.
3) Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan
dengan penyediaan, pengelolaan, dan daya layan
TPS diantaranya adalah penyediaan beberapa
lokasi fasilitas TPS dinilai belum tepat dan
merata, syarat kondisi fisik minimum TPS belum
terpenuhi, bau sampah mencemari udara di area
layan TPS, proses pemilahan sampah organik-
anorganik-B3 yang belum optimal, penumpukan
10
Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian
Nama Peneliti
(Tahun Terbit)
Judul
Penelitian
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian dan
Pendekatan
Teknik
Analisis
Hasil
Penelitian
4) Memberikan
rekomendasi
kebijakan dalam
mengoptimalisasikan
fungsi fasilitas tempat
penampungan sampah
sementara yang ada di
Kecamatan Andir,
Kota Bandung.
sampah di sekitar TPS 3R Pasar Ciroyom,
sebagian warga masih memanfaatkan
fasilitas TPS secara ilegal, akumulasi
volume sampah di TPS tidak sebanding
dengan kapasitas kontainer dan penanganan
keterlambatan pengangkutan masih bersifat
kondisional.
4) Rekomendasi kebijakan dalam
mengoptimalisasikan fungsi fasilitas tempat
penampungan sampah sementara di
Kecamatan Andir, Kota Bandung
diantaranya adalah melalui penambahan
jumlah TPS melalui proses site selection,
pemenuhan standarisasi bangunan fisik
TPS, pengoptimalisasian pemilahan sampah
organik-anorganik-B3 di tingkat TPS,
penanganan sampah yang menumpuk di
sekitar area TPS 3R Pasar Ciroyom,
penentuan area layan TPS secara spesifik
dari segi administratif maupun fungsional,
serta penambahan jumlah kendaraan
pengangkut dari TPS ke TPA.
Sumber: Hasil Analisis (2014)
11
1.5.2. Landasan Teori
1.5.2.1. Pendekatan Geografi
Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan geosfer
dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan.
Secara mendasar, ruang lingkup ilmu geografi meliputi segala fenomena yang
terjadi di permukaan bumi dengan berbagai variasi dan organsiasi keruangannya.
Objek kajian geografi terdiri dari objek material berupa fenomena geosfer
(litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer) dan objek formal yang
berkaitan dengan cara pandang terhadap suatu gejala keruangan di muka bumi.
Pendekatan yang ada dalam kajian geografi jika mengani suatu masalah
menggunakan pendekatan-pendekatan yaitu:
1) Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan menekankan analisisnya pada variasi distribusi dan
lokasi dari gejala-gejala atau kelompok gejala-gejala dipermukaan bumi.
Contoh yang dikemukakan oleh Hagget (1972) misalnya studi variasi
kepadatan penduduk, studi variasi penggunaan lahan, studi variasi tentang
kemiskinan pedesaan, dan lain-lain .
2) Pendekatan Ekologikal
Pendekatan ekologikal menekankan mengenai studi mengenai interaksi
organisme hidup dengan lingkungannya yang disebut sebagai ekologi
dalam suatu ekosistem, interaksi kehidupan manusia dengan faktor fisis
yang membentuk sistem keruangan dan menghubungkan suatu region
dengan region lain dalam kajian geografi. Pendekatan ekologi dalam
geografi adalah suatu metodologi untuk mendekati, menelaah dan
menganalisa suatu gejala atau suatu masalah dengan menerapkan konsep
dan prinsip ekologi geografi sesuai pendapat dari Stoddart (1965).
3) Pendekatan Kompleks Wilayah
Pendekatan Kompleks Wilayah menekankan pada kombinasi antara
analisa keruangan dengan analisa kelingkunganan disebut sebagai analisa
kewilayahan atau analisa komplek wilayah. Pada analisa ini wilayah
12
tetentu didekati dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu
anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada
hakekatnya berbeda antar wilayah satu dengan wilayah lain.
Studi mengenai persampahan dapat mengadopsi dari ketiga macam
pendekatan tersebut. Kajian mengenai evaluasi penyediaan, pengelolaan dan daya
layan tempat penampungan sampah sementara dapat dilakukan dengan
pendekatan keruangan. Melalui pendekatan keruangan dapat dikaji mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan pola-pola keruangan penyediaan tempat
penampungan sampah sementara sehingga dapat dikaji rekomendasinya agar
distribusi unit TPS menjadi lebih efektif di masa yang akan datang. Pendekatan
keruangan menyangkut pola, proses dan struktur yang dapat dikaitkan dengan
dimensi waktu, sehingga analisisnya bersifat horizontal.
Selain itu, menurut Perris (2004, dalam Mihai, 2012) kontribusi geografi
dalam studi manajemen persampahan dapat dilakukan dari segi pendekatan
kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan secara sosial dan kualitatif pada studi
persampahan dapat berupa analisis behavioral dari masyarakat perkotaan dalam
opsi manajemen persampahan, analisis mengenai peran masyarakat dalam
program pendaur-ulangan sampah, dan lain-lain.
Pendekatan kuantitatif dapat dilakukan melalui analisis spasial dari
infrastruktur manajemen persampahan yang ada (pengumpulan, pemindahan, dan
fasilitas pembuangan akhir) serta implikasinya terhadap perencanaan wilayah dan
lingkungan menggunakan media analisis berupa kartografi tematik, GIS, citra
satelit, basisdata dari berbagai wilayah geografis, dan sebagainya. Secara spesifik,
ilmu geografi dapat diterapkan dalam metode estimasi kuantitas sampah yang
dihasilkan di suatu wilayah yang memiliki variasi dengan wilayah lain
berdasarkan parameter demografis maupun sosio-ekonomis.
1.5.2.2. Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
menjelaskan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
13
beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut
Rustiadi (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-
batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama
lain saling berinteraksi secara fungsional. Komponen-komponen wilayah
mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia
serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan
interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di
dalam suatu batasan unit geografis tertentu.
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan
menurut Anwar (2005), pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya
telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang
menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan
kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan
dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
1.5.2.3. Analisis Fasilitas Umum
Fasilitas dibedakan atas dua jenis, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Fasilitas umum berupa prasarana dasar seperti jalan, listrik, telepon, persampahan
dan air, sedangkan fasilitas sosial misalnya rumah sakit, pendidikan, perumahan,
dan peribadatan. Semua jenis fasilitas ini harus disediakan oleh pemerintah kota
untuk menunjang kegiatan masyarakatnya dan dari segi pelayanan maupun
aksesibilitas dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada proses
penentuan lokasi fasilitas biasa terdapat banyak permasalahan umum seperti
kapasitas atau ukuran dari fasilitas tersebut, jumlah fasilitas yang diperlukan, dan
lokasi-lokasi yang tepat untuk fasilitas.
14
1.5.2.4. Konsep Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk melakukan perbaikan atas suatu aktivitas,
kegiatan, maupun program, yang menekankan pada penilaian sejauh mana
kegiatan dapat mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
bertujuan untuk mengkaji efektivitas dan atau efisiensi suatu kebijakan baik
kebijakan spasial, sosial, ekonomi, kultural dan atau kebijakan lainnya (Yunus,
2010).
Menurut Dunn (1994) terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan yang dapat
dilakukan dalam rangka melaksanaan evaluasi yang dibedakan berdasarkan
pengertiannya. Pendekatan dalam proses evaluasi tersebut diantaranya adalah
pendekatan evaluasi semu (pseudo-evaluation), evaluasi formal (formal
evaluation), dan evaluasi keputusan teoritis atau decision-theoretic evaluation
(DTE) sebagaimana tertuang dalam Tabel 1.3 berikut ini.
Tabel 1.3
Pendekatan Evaluasi
Pendekatan Pengertian
Evaluasi Semu
(Pseudo-
evaluation)
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai
dampak dari suatu kebijakan.
Evaluasi Formal
(Formal
Evaluation)
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai
dampak dari suatu kebijakan yang telah dipublikasikan
secara formal sebagai bagian dari suatu program yang
berkaitan dengan kebijakan tersebut.
Evaluasi
Keputusan-Teoritis
(Decision-Theoretic
Evaluation)
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai
dampak dari suatu kebijakan yang secara eksplisit dinilai
oleh beberapa stakeholder.
Sumber: Dunn (1994:359)
Evaluasi yang digunakan dalam studi ini merupakan proses evaluasi yang
menggunakan pendekatan evaluasi semu karena indikator pengukuran yang
bersifat self-evident (dapat dibuktikan sendiri karena bersifat jelas) dan cenderung
tidak bersifat kontroversial. Metode yang digunakan pada evaluasi semu cukup
bervariasi, mulai dari desain kuasi-eksperimental, kuisioner, sampel acak, dan
15
teknik statistik lainnya. Teknik evaluasi dengan pendekatan semu ini lebih banyak
menggunakan data grafik, tabuler, dan jenis informasi lain yang sifatnya
deskriptif. Manfaat evaluasi tersebut dilakukan diantaranya adalah untuk
mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, mengetahui tingkat keberhasilan
dari suatu program, memahami aspek akuntabilitas publik, menunjukkan kepada
stakeholder mengenai manfaat dari suatu kebijakan, serta yang paling penting
adalah untuk memberikan masukan bagi pengambil kebijakan yang akan datang
agar tidak mengulangi kesalahan yang sama melalui penetapan kebijakan yang
lebih baik (Musthofa, 2011)
Menurut Dunn (1994) terdapat beberapa kriteria untuk menghasilkan
informasi yang berkaitan dengan hasil evaluasi. Berbagai jenis kriteria ini akan
berkaitan erat nantinya dengan rekomendasi yang akan disusun berdasarkan hasil
evaluasi yang didapatkan. Kriteria evaluasi berdasarkan jenis dan pertanyaan
penelitiannya tersaji pada Tabel 1.4 berikut.
Tabel 1.4
Kriteria Penilaian Evaluasi
No Kriteria Pertanyaan
1 Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?
2 Efisiensi Berapa banyak usaha yang dibutuhkan untuk mencapai
hasil yang diharapkan?
3 Kecukupan Seberapa jauh pencapaian dari hasil dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada?
4 Pemerataan Apakah biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang
dirasa terdistribusi secara merata pada berbagai
kelompok masyarakat?
4 Responsifitas Apakah hasil dari kebijakan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan, preferensi, maupun nilai yang ingin dicapai
oleh kelompok tertentu?
5 Kelayakan Apakah hasil yang diharapkan memang benar-benar
bernilai dan bermanfaat?
Sumber: Dunn (1994:358)
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, evaluasi dibagi atas tiga jenis, yaitu
evaluasi pada tahap perencanaan (ex-ante evaluation), evaluasi pada tahap
pelaksanaan (in-going evaluation) dan evaluasi pasca pelaksanaan (ex-post
evaluation). Penelitian ini dilakukan pada tahap pelaksanaan (in-going
16
evaluation) yang bertujuan untuk mengukur seberapa jauh tingkat kemajuan
pelaksanaan pengelolaan persampahan di tingkat TPS dibandingkan dengan
perencanaan pengelolaan persampahan yang telah disusun sebelumnya.
1.5.2.5. Konsep Penyediaan Fasilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata penyediaan berarti
proses, cara, maupun perbuatan yang berkaitan dengan mengadakan, menyiapkan,
mengatur, dan mencadangkan sesuatu untuk tujuan tertentu. Aspek penyediaan
fasilitas tempat penampungan sampah sementara merupakan salah satu aspek dari
evaluasi yang menilai pengadaan dan pengaturan fasilitas TPS melalui berbagai
penilaian jumlah fasilitas, distribusi, dan beberapa indikator lokasional
penempatan TPS, baik bersumber pada data kualitatif maupun data kuantitatif.
1.5.2.6. Konsep Pengelolaan Fasilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata pengelolaan berarti
proses, cara, maupun perbuatan yang berkaitan dengan mengurus, menjalankan,
menyelenggarakan, dan mengendalikan suatu proyek atau program dengan
menggerakan bantuan tenaga dari orang lain. Pengelolaan juga berarti
memberikan pengawasan secara menyeluruh terhadap semua hal yang terlibat
dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan pencapaian tujuan. Aspek pengelolaan
fasilitas tempat penampungan sampah sementara merupakan salah satu aspek dari
evaluasi yang menilai penyelenggaraan dan pengendalian kegiatan di fasilitas TPS
melalui berbagai penilaian kondisi fisik dan pengelolaan sampah di TPS, sehingga
tujuan akhir berupa pengangkutan hanya residu sampah dari TPS ke TPA dapat
terlaksana dengan baik.
1.5.2.7. Konsep Daya Layan Fasilitas
Daya layan fasilitas (facilities serviceability) adalah faktor yang terkait
dengan kemampuan layan dari fasilitas publik, berkaitan dengan sarana-prasarana
pendukung dan faktor lokasi. Daya layan fasilitas dapat dikaji melalui Standar
Pelayanan Minimum (SPM) yang telah diatur dalam SNI dan peraturan-peraturan
17
lain yang dikeluarkan oleh lembaga penanggungjawab penyedia dan pengelola
fasilitas terkait.
1.5.2.8. Pengertian Sampah
Keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan faktor
kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan, sehingga harus dikelola agar
tidak membahayakan lingkungan yang mengakibatkan kemunduran lingkungan
(urban environment degradation) dan dapat membahayakan kehidupan manusia
(Tchobanoglous, 1997). Menurut American Public Works Association (1975)
sampah adalah buangan zat padat atau yang berhubungan dengan bahan hasil
kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi atau dikesampingkan.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan sampah adalah sisa-sisa material hasil aktivitas manusia yang
telah mengalami berbagai perlakuan dan sudah tidak memiliki manfaat bila
ditinjau dari berbagai aspek, baik itu sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
Menurut Vogler (1987) sampah biasa tumbuh lebih cepat bersamaan
ataupun seirama dengan perkembangan penduduk, sehingga demikian semakin
maju dan berkembangnya masyarakat semakin banyak pula jumlah sampah yang
dihasilkan. Bertambahnya sampah yang semakin beraneka ragam jenisnya secara
terus-menerus, akan berakibat pada semakin sulitnya pengelolaan sampah, dan
semakin menambah jumlah luas area untuk tempat penampungan sampah. Di
samping hal tersebut di atas, ada permasalahan lain yang ditimbulkan oleh adanya
sampah, diantaranya adalah belum terciptanya suatu sistem pengelolaan sampah
yang memadai, kurang kesadaran masyarakat terhadap akibat dari sampah, dan
kurangnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah.
1.5.2.9. Sumber dan Produksi Sampah
Sumber sampah berasal dari berbagai fasilitas dan aktifitas manusia yang
dapat dihubungkan dengan tata guna lahan dan peruntukkannya. Menurut
Tchobanoglous (1997:51-52) sumber sampah dibedakan atas 7 (tujuh) kategori,
yaitu: pemukiman, kawasan komersial, perkotaan, industri, ruang terbuka, lokasi
18
pengolahan dan kawasan pertanian. Tipe sampah berdasarkan fasilitas, aktifitas,
dan sumber sampah dirinci menurut sumbernya, disajikan dalam Tabel 1.5
berikut:
Tabel 1.5
Tipe Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas, Lokasi dan Sumber Sampah
Sumber Fasilitas, Aktifitas, dan
Lokasi Tipe Sampah
Permukiman Tempat tinggal satu keluarga
dan banyak, apartemen kecil,
sedang dan besar
Sampah makanan, sampah kering,
sampah debu, dan sampah khusus
Komersial Toko, restoran, pasar, kantor,
hotel, motel, bengkel,
fasilitas kesehatan
Sampah makanan, sampah kering,
sampah debu, dan sampah berbahaya
Ruang
terbuka
Jalan, taman, ruang bermain,
pantai, tempat rekreasi,
lorong, tanah kosong
Sampah khusus dan sampah kering
Industri Konstruksi, pabrik, kimia,
penyulingan
Barang industri rumah tangga, sisa
pengepakan, sisa makanan, industri
konstruksi, sampah berbahaya, debu,
dan sampah khusus
Lokasi
pengolahan
Air bersih, air limbah, proses
pengolahan industri
Limbah pengolahan, buangan endapan
Pertanian Lahan pertanian, ladang, dan
kebun
Sampah tanaman, sampah pertanian,
sampah kering dan sampah berbahaya
Pertokoan Gabungan tempat tinggal dan
komersial
Sampah gabungan yang berasal dari
permukiman dan komersial
Sumber: Tchobanoglous (1997:52)
Menurut Standar Nasional Indonesia Nomor T-13-1990-F yang
dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum pengertian timbulan sampah atau
produksi sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan suatu wilayah per
hari, dinyatakan dalam satuan volume ataupun dalam satuan berat. Sampah
berdasarkan lokasi yang menjadi sumber timbulannya dapat berupa sampah
domestik (dihasilkan oleh aktivitas manusia secara langsung seperti sampah
rumah tangga, sekolah, dan pusat keramaian) dan sampah non-domestik
(dihasilkan oleh aktivitas manusia secara tidak langsung, seperti sampah industri,
pertanian, peternakan, kehutanan, dan transportasi). Standar nasional dari besaran
19
timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen sumber sampah dapat dilihat
dalam rincian Tabel 1.6 berikut:
Tabel 1.6
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen
Sumber Sampah
No. Komponen Sumber
Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (Kg)
1. Rumah permanen Per orang/hr 2,25-2,50 0,350-0,400
2. Rumah semi permanen Per orang/hr 2,00-2,25 0,300-0,350
3. Rumah non permanen Per orang/hr 2,00-2,25 0,300-0,350
4. Kantor Per pegawai/hr 0,50-0,75 0,025-0,100
5. Rumah toko (Ruko) Per petugas/hr 2,50-3,00 0,150-0,350
6. Sekolah Per murid/hr 0,10-0,15 0,010-0,020
7 Jalan arteri sekunder Per meter/hr 0,10-0,15 0,20-0,100
8. Jalan kolektor
sekunder
Per meter/hr 0,10-0,15 0,010-0,050
9. Jalan lokal Per meter/hr 0,05-0,10 0,005-0,025
10. Pasar Per meter2/hr 0,02-0,06 0,100-0,300
Sumber: SNI S-04-1993-03. Dep. Pekerjaan Umum
Jumlah produksi sampah sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk
dan kenaikan produksi sampah per kapita. Ukuran yang digunakan biasanya
adalah satuan berat atau volume per waktu. Metode sederhana yang dipakai
adalah perkiraan kenaikan jumlah penduduk dengan asumsi bahwa tiap orang
rata-rata menghasilkan sampah 2,5 liter/hari atau sekitar 0,4 kg/hari atau
disesuaikan dengan karakter produksi per kapita di tiap lokasi tertentu. Perkiraan
produksi sampah berguna dalam merencanakan kebutuhan fisik, dalam hal ini
kebutuhan luas lahan penampungan akhir (TPA) maupun luas kebutuhan tempat
penampungan sampah sementara (TPS).
20
1.5.2.10. Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah di Indonesia diatur melalui peraturan daerah dengan
tujuan memindahkan sampah dari tempat asalnya ke tempat penampungan akhir
dengan cepat agar tidak membahayakan lingkungan. Secara umum pengelolaan
sampah di perkotaan dilakukan melalui 4 tahapan kegiatan, yakni : pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/pengolahan. Parameter yang
mempengaruhi sistem pengelolaan sampah perkotaan adalah sebagai berikut :
1) Kepadatan dan penyebaran penduduk.
2) Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
3) Timbulan dan karakteristik sampah.
4) Budaya, sikap dan perilaku masyarakat.
5) Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
6) Rencana tata ruang dan pengembangan kota.
7) Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir
sampah.
8) Biaya yang tersedia.
9) Peraturan Daerah setempat yang terkait.
10) Sumber Daya Manusia yang tersedia.
1.5.2.11. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS)
Menurut Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013, tempat
penampungan sampah sementara (TPS) merupakan tempat sebelum sampah
diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengelolaan
sampah terpadu. TPS merupakan tempat pengisian dan pembuangan sampah
dengan menggunakan alat pewadahan sampah sementara, sebelum akhirnya
sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang atau
dimusnahkan menurut Astuti (1997 dalam Mujahid, 2007). Klasifikasi TPS (SNI
3242-2008) dirinci menurut spesifikasinya seperti yang disajikan dalam Tabel 1.7.
21
Tabel 1.7
Klasifikasi Tempat Penampungan Sampah Sementara
Tipe TPS Spesifikasi
TPS Tipe I
Ruang pemilahan
Gudang
Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan
landasan container
Luas lahan +/- 10-50 m2
TPS Tipe III
Ruang pemilahan (30 m
2)
Pengomposan sampah organik (800 m2)
Gudang (100 m2)
Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan
landasan container (60 m2)
Luas lahan > 200 m2
TPS Tipe II
Ruang pemilahan (10 m
2)
Pengomposan sampah organik (200 m2)
Gudang (50 m2)
Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan
landasan container (60 m2)
Luas lahan > 200 m2
Sumber: SNI 3242-2008, Departemen Pekerjaan Umum
Spesifikasi peralatan dan bangunan minimal yang dapat digunakan
berdasarkan kapasitas pelayanan dan umur teknisnya seperti yang disajikan dalam
Tabel 1.8.
Tabel 1.8
Spesifikasi Peralatan Persampahan
No Jenis peralatan Kapasitas Pelayanan Umur
Teknis
(tahun) Volume KK Jiwa
1. Wadah komunal 0,5-1,0 m3 20-40 100-200
2. Komposter komunal 0,5-1,0 m3 10-20 50-100
3. Alat pengumpul:
Gerobak sampah
bersekat/sejenisnya
1 m3 128 640 2-3
4. Container armroll truk 6 m3
10 m3
640
1.375
3.200
5.330
5-8
5. TPS
Tipe I
Tipe II
Tipe III
100 m3
±300 m3
±1000 m3
500
6000
24.000
2.500
30.000
120.000
20
22
Lanjutan Tabel 1.8 Spesifikasi Peralatan Persampahan
No Jenis peralatan Kapasitas Pelayanan Umur
Teknis
(tahun) Volume KK Jiwa
6. Bangunan pendaur
ulang sampah skala
lingkungan
150 m3
500 3000 20
Sumber: SNI 3242-2008, Departemen Pekerjaan Umum
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Penyelenggaraan
Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, TPS merupakan landasan
pemindahan yang dapat dilengkapi dengan ramp dan kontainer. TPS harus
memenuhi kriteria teknis antara lain:
1) Luas TPS, sampai dengan 200 m2
2) Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan merupakan
wadah permanen
3) Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam
4) Penempatan tidak mengganggu estetika dan lalu lintas
5) TPS harus dalam keadaan bersih setelah sampah diangkut ke TPA
Pengelolaan sampah di TPS/TPS Terpadu dilakukan sebagai berikut:
1) Pemilahan sampah organik dan anorganik
2) Melakukan pengomposan sampah organik skala lingkungan
3) Pemilahan sampah anorganik sesuai jenisnya, yaitu:
(a) Sampah anorganik yang dapat didaur ulang
(b) Sampah lapak yang dapat dijual
(c) Sampah B3 rumah tangga
(d) Residu sampah
4) Menjual sampah bernilai ekonomis ke bandar yang telah disepakati
5) Pengelolaan sampah B3 sesuai dengan ketentuan yang berlaku
6) Mengumpulkan residu sampah ke dalam container untuk diangkut ke TPA
Sampah
23
Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI
(1989) sarana tempat penampungan sementara/pemindahan sampah harus
memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:
1) Terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, dan kedap air
2) Volumenya dapat menampung sampah yang dihasilkan oleh pemakai
dalam waktu tertentu (3 hari)
3) Mempunyai tutup dan sebaiknya tutup dibuka/ditutup tanpa mengotori
tangan
4) Mudah diisi dan dikosongkan serta mudah dibersihkan
5) Sampah di tempat ini sebelum dibuang/diangkut untuk dikelola
selanjutnya tidak boleh melebihi 3x24 jam.
Bila tempat TPS (Tempat Penampungan Semantara) tersebut berupa
bak/kontainer. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
1) Kontainer terbuat dari bahan yang kedap air, ada tutupnya dan selalu
dalam keadaan tertutup.
2) Volume bak/kontainer mampu menampung sampah dari pemakai yang
dilayaninya ± 6 m3
per hari
3) Tidak berbau dari perumahan terdekat
4) Sampah di bak pembuangan sementara tidak boleh melebihi satu hari
kemudian diangkut ke TPA
5) Tidak terletak di daerah banjir
6) Terdapat anjuran untuk membuang sampah pada tempatnya
7) Jarak dari rumah yang dilayani 10 meter dan terjauh 500 meter
8) Penempatannya terletak pada daerah yang mudah dijangkau oleh
kendaraan pengangkut sampah (Dit.Jen PPM dan PLP, 1989).
Menurut Hidayati (2013) sarana tempat penampungan sampah sementara
(TPS) dibagi menjadi tempat penampungan sementara yang bersifat statis dan
tempat penampungan sementara kontainer penampungan. Tempat penampungan
sampah sementara statis lebih bersifat permanen dan biasanya pada tempat
penampungan sampah sementara statis terdapat teknologi pengolahan sampah dan
daya tampungnya cukup besar. Kelemahannya adalah merusak pemandangan serta
24
membahayakan cadangan air tanah. Sedangkan tempat penampungan sampah
sementara kontainer merupakan tempat penampungan yang lebih dinamis, apabila
kontainer penuh maka akan ada truk yang mengambil kontainer tersebut. Hal ini
memiliki keuntungan yaitu mempermudash pengangkutan ke tempat pembuangan
akhir. Kelemahannya adalah daya tampungnya yang terbatas.
Agar fungsi dari tempat penampungan sampah sementara dapat
dioptimalkan, maka dalam penentuan lokasi tempat penampungan sampah
sementara setidaknya harus mempertimbangkan indikator berikut:
1) Bukan daerah genangan
TPS harus diletakkan di daerah kering, apabila sampah dibiarkan dalam
kondisi basah maka akan memancing penyakit.
2) Jarak dari permukiman
Apabila peletakan TPS terlalu dekat dengan permukiman, maka bau yang
ada akan mencemari lingkungan dan ini akan cukup mengganggu.
3) Jarak terhadap jalan
Jarak terhadap jalan akan mempengaruhi aksesnya untuk diangkut ke
TPA, apabila sistem pengangkutan sampah TPA tidak berjalan, maka akan
terjadi penumpukan sampah secara berlebih di TPS
4) Jarak terhadap sumber sampah
Letak TPS yang cukup jauh dari sumber sampah dengan alasan untuk
menghindari bau justru akan mempersulit proses pengangkutan dari rumah
warga ke TPS, semakin jauh dari sumber sampah akan membutuhkan
lebih banyak waktu dan tenaga dalam proses pengangkutan.
5) Estetika
TPS yang diletakkan di tempat mudah dilihat oleh khalayak umum akan
terkesan merusak keindahan, dibandingkan dengan faktor yang lain, faktor
estetika merupakan faktor yang paling berbobot dalam penentuan letak
TPS.
25
1.6. Kerangka Pemikiran
Peningkatan produksi sampah di perkotaan berbanding lurus dengan
proses urbanisasi yang terjadi ke arah kota tersebut. Proses urbanisasi tersebut
berdampak pada peningkatan jumlah penduduk, peningkatan variasi kegiatan
(berkaitan dengan peningkatan pemanfaatan teknologi) dan taraf hidup
masyarakat. Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat merupakan salah
satu kota di Indonesia yang menjadi tujuan utama arus urbanisasi, oleh karena itu,
dampak dari urbanisasi, terutama dalam masalah persampahan sangat terasa di
kota ini. Permasalahan manajemen pengelolaan sampah di Kota Bandung dapat
diurai secara menyeluruh (komprehensif) yang terdiri dari proses
pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan penimbunan akhir,
maupun dari salah satu aspek dalam alur manajemen pengelolaan persampahan
tersebut. Penelitian ini cenderung memfokuskan pada masalah penyediaan,
pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sampah sementara di
Kecamatan Andir, Kota Bandung.
Penyediaan, pengelolaan dan daya layan fasilitas TPS yang terdapat di
Kecamatan Andir dapat dievaluasi melalui penilaian secara kualitatif maupun
kuantitatif. Variabel penilaian kualitatif terdiri atas pemenuhan syarat fisik TPS,
sarana pemilahan sampah organik-anorganik, pengomposan sampah skala
lingkungan, pengelolaan sampah anorganik (penjualan dan daur ulang),
pengelolaan sampah B3, dan pengangkutan residu sampah ke TPA. Sedangkan
untuk penilaian kuantitatif mencakup variabel jangkauan layanan TPS, rata-rata
volume akumulasi sampah di TPS, Rata-rata volume sampah terangkut dari TPS
ke TPA, daya tampung/kapasitas kontainer TPS, waktu ritasi TPS, jarak TPS ke
TPA, jarak TPS ke permukiman terdekat, jarak TPS dengan daerah banjir, serta
jarak TPS dengan jalan utama.
Hasil dari evaluasi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi
mengenai aspek-aspek yang perlu dipertahankan dan diperbaiki berkaitan dengan
penyediaan fasilitas TPS di Kecamatan Andir, Kabupaten Bandung. Lebih
jelasnya mengenai pengembangan kerangka pemikiran alur penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.2.
26
Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Pengumpulan Pengangkutan Penimbunan Akhir Pewadahan/pemilahan
Masalah Manajemen Pengelolaan Sampah
Peningkatan Volume dan Jenis Sampah Perkotaan
Variabel Penilaian:
1. Jarak TPS ke TPA
2. Jarak TPS ke permukiman terdekat
3. Jarak TPS dengan daerah banjir dan tubuh
air
4. Jarak TPS dengan jalan utama
5. Jangkauan layanan TPS
6. Rata-rata volume akumulasi sampah di TPS
7. Rata-rata volume sampah terangkut dari
TPS ke TPA
8. Daya tampung/kapasitas kontainer TPS
9. Waktu ritasi TPS
10.
Variabel Penilaian:
1. Pemenuhan syarat fisik TPS
2. Sarana pemilahan sampah organik-anorganik
3. Pengomposan sampah skala lingkungan
4. Pengelolaan sampah anorganik (penjualan dan
daur ulang)
5. Pengelolaan sampah B3
6. Pengangkutan residu sampah ke TPA
Masalah Penyediaan, Pengelolaan dan Daya Layan Tempat Penampungan Sampah Sementara
Penilaian Kualitatif (Aspek Pengelolaan) Penilaian Kuantitatif
(Aspek Penyediaan dan Daya Layan)
Evaluasi Penyediaan, Pengelolaan dan Daya Layan TPS
Rekomendasi aspek-aspek yang perlu dipertahankan dan diperbaiki
27
1.7. Batasan Operasional Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui aspek penyediaan,
pengelolaan dan daya layan fasilitas di Kecamatan Andir, Kota Bandung.
Sehingga perlu dilakukan pembatasan beberapa pengertian dan istilah guna
meningkatkan efektifitas penelitian. Beberapa batasan istilah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1) Metode survey deskriptif adalah metode penelitian memberikan gambaran
yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena, serta dimaksudkan
guna mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki penyebab gejala-
gejala tersebut ada (Yunus, 2010).
2) Teknik analisis pola spasial merupakan teknik analisis geografis yang
dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu mengabstraksikan kenampakan
yang akan diteliti menjadi bentuk-bentuk elementer, mengklasifikasi kekhasan
sebaran elemen pembentuk ruang yang akan dibahas, dan menjawab
pertanyaan geografis yang dikenal dengan 5W 1H, yaitu what (apa), where
(dimana), when (kapan), why (mengapa), who (siapa), dan how (bagaimana)
(Yunus, 2010).
3) Pendekatan kualitatif merupakan suatu metode untuk menelaah mengenai
esensi, mencari makna dibalik frekuensi dan variansi dengan tipe data yang
digunakan berupa data kualitatif dan dapat kuantitatif (Yunus, 2010)
4) Sampah adalah buangan zat padat atau yang berhubungan dengan bahan hasil
kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi atau dikesampingkan
(American Public Works Association, 1975).
5) Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) merupakan tempat
sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau
tempat pengelolaan sampah terpadu, yang secara geografis berada di
Kecamatan Andir, Kota Bandung (Peraturan Walikota Bandung Nomor 316
Tahun 2013 dengan penyesuaian).
6) Evaluasi merupakan proses perbaikan atas suatu aktivitas, kegiatan, maupun
program, yang menekankan pada penilaian sejauh mana kegiatan dapat
mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan (Yunus, 2010).
28
7) Penyediaan merupakan proses yang berkaitan dengan mengadakan,
menyiapkan, mengatur, dan mencadangkan fasilitas tempat penampungan
sampah sementara di Kecamatan Andir yang dinilai melalui jumlah fasilitas,
distribusi, dan beberapa indikator lokasional penempatan tempat
penampungan sampah sementara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,
dengan penyesuaian).
8) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan lokasi akhir yang untuk
memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan, yang terletak di Sarimukti, Kabupaten Bandung
(Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Sampah dengan penyesuaian)
9) Permukiman merupakan kawasan tempat penduduk Kecamatan Andir tinggal
secara menetap dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan
sejenisnya (Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Sampah dengan penyesuaian)
10) Tubuh air merupakan kenampakan di permukaan bumi yang didominasi oleh
air dan organisme yang biasa hidup di dalamnya, seperti sungai, laut, rawa,
dan lain-lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
11) Daerah banjir atau genangan merupakan area di Kecamatan Andir yang
seringkali tergenang saat musim hujan, biasanya terletak di sekitar tubuh air
berupa sungai, dan lain-lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan
penyesuaian).
12) Jalan utama merupakan jalan arteri dan jalan kolektor di Kecamatan Andir
yang dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut sampah dari TPS ke TPA
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
13) Pengelolaan merupakan proses yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan
pengendalian kegiatan pada fasilitas tempat penampungan sampah sementara
di Kecamatan Andir yang dinilai melalui kondisi fisik dan pengelolaan
sampah di tempat penampungan sampah sementara sehingga tujuan akhir
berupa pengangkutan hanya residu sampah dari TPS ke TPA dapat terlaksana
dengan baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
29
14) Wadah non-permanen merupakan tempat penampungan sampah di lokasi
tempat penampungan sampah sementara yang bersifat sementara atau tidak
tetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
15) Lindi merupakan air hasil degradasi dari sampah dan dapat menimbulkan
pencemaran apabila tidak diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke
lingkungan. Lindi ini pada umunya bersifat toksik karena mengandung
mikroorganisme dalam jumlah tinggi, mengandung logam berat yang
berbahaya jika terpapar ke lingkungan, dan lain-lain (Trihadiningrum, 1996).
16) Sampah organik merupakan sisa bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan
dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,
perikanan yang mudah diuraikan dalam proses alami (Peraturan Walikota
Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).
17) Pengomposan skala lingkungan merupakan proses pembuatan pupuk
campuran yang terdiri atas bahan organik dan kotoran hewan, yang dikelola
oleh masyarakat bekerja sama dengan PD Kebersihan Kota Bandung di
kelurahan tempat TPS tersebut berada (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,
dengan penyesuaian).
18) Sampah anorganik merupakan sisa dari jenis sumber daya alam tak terbarui
seperti mineral atau proses industri dan tidak dapat diuraikan oleh alam atau
hanya sebagian kecil dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama
(Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).
19) Daur ulang merupakan pemrosesan kembali sampah anorganik untuk
mendapatkan produk baru yang berdaya guna (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
20) Sampah B3 merupakan sampah yang berasal dari limbah bahan berbahaya
dan/atau beracun yang disebabkan oleh sifat dan/atau konsentrasi dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan
dan merusak lingkungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya
(Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).
30
21) Residu sampah merupakan sisa sampah yang sudah tidak dapat dipilah
maupun dimanfaatkan kembali baik melalui usaha pengomposan maupun daur
ulang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
22) Daya layan fasilitas (facilities serviceability) adalah faktor yang terkait
dengan kemampuan layan dari fasilitas publik, berkaitan dengan sarana-
prasarana pendukung dan faktor lokasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,
dengan penyesuaian).
23) Gerobak merupakan alat yg berupa kotak besar beroda dua, tiga, atau empat
untuk mengangkut sampah yg ditarik atau didorong oleh manusia (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
24) Ritasi (rit) merupakan perjalanan moda pengangkut sampah dari tempat
penampungan sampah sementara (TPS) menuju tempat penampungan akhir
(TPA) lalu kembali lagi ke TPS yang dihitung sebagai 1 ritasi (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
25) Frekuensi adalah ukuran jumlah ritasi dalam satuan waktu yang diberikan
baik 1 harian, 2 harian atau mingguan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,
dengan penyesuaian).
26) Petugas kebersihan terdiri dari petugas pengumpul sampah PD Kebersihan
Kota Bandung, petugas pengumpul sampah non-PD Kebersihan Kota
Bandung, petugas cleaning service, dan pemulung sampah (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
27) Pemulung sampah merupakan anggota masyarakat yang mencari nafkah
dengan mengumpulkan sampah yang hanya bernilai ekonomis untuk dijual
kembali (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
28) Jangkauan layanan dihitung dari lokasi absolut tempat penampungan
sampah sementara berada hingga ke radius terjauh dari area yang dilayani oleh
tempat penampungan sampah sementara tersebut (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).
29) Kondisional adalah suatu usaha penyelesaian masalah keterlambatan
pengangkutan sampah yang sifatnya tidak segera karena menyesuaikan