BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sampah perkotaan di Indonesia merupakan salah satu masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Timbulan sampah perkotaan meningkat seiring dengan urbanisasi yang cepat karena percepatan pembangunan sosial-ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan perluasan perkotaan (urban sprawl) semakin menambah timbunan sampah (Visvanathan, 2005). Dari total sampah yang dihasilkan oleh masyarakat diperkirakan hanya 60%-70% yang diangkut ke TPA oleh pihak yang berwenang. Sebagian besar sampah yang tidak tertangani pemerintah biasanya dibakar atau dibuang ke sungai dan hanya sebagian kecil yang ditangani oleh pemulung (Damanhuri, 2009). Pemerintah lokal dipercaya untuk menangani pengelolaan sampah. Namun karena prioritasnya rendah, pelayanan ini di negara berkembang menjadi tidak efisien dan tidak berkembang (Joseph, 2006). Salah satu daerah yang memiliki permasalahan persampahan yang cukup pelik adalah Kota Bandung. Menurut data dari PD Kebersihan Kota Bandung tahun 2012, timbulan sampah total di Kota Bandung mencapai 1534,281 ton/hari, dengan sumber sampah terbesar berasal pemukiman yaitu sebesar 909,15 ton/hari atau 60,73% dari total timbulan sampah. Timbulan sampah per hari di Kota Bandung dirinci menurut sumbernya, disajikan dalam Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1 Rata-rata Produksi Sampah per Hari di Kota Bandung Tahun 2012 No Sumber Volume (ton/hari) Persentase (%) Persentase Pelayanan (%) Sampah Terangkut (ton/hari) 1. Permukiman 909,15 60,73 60,61 627,3135 2. Pasar 143,4 9,58 9,56 98,946 3. Pertokoan dan Restoran 70,2 4,69 4,68 48,438

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan sampah perkotaan di Indonesia merupakan salah satu

masalah yang belum terselesaikan secara tuntas. Timbulan sampah perkotaan

meningkat seiring dengan urbanisasi yang cepat karena percepatan pembangunan

sosial-ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dan perluasan

perkotaan (urban sprawl) semakin menambah timbunan sampah (Visvanathan,

2005). Dari total sampah yang dihasilkan oleh masyarakat diperkirakan hanya

60%-70% yang diangkut ke TPA oleh pihak yang berwenang. Sebagian besar

sampah yang tidak tertangani pemerintah biasanya dibakar atau dibuang ke sungai

dan hanya sebagian kecil yang ditangani oleh pemulung (Damanhuri, 2009).

Pemerintah lokal dipercaya untuk menangani pengelolaan sampah. Namun karena

prioritasnya rendah, pelayanan ini di negara berkembang menjadi tidak efisien dan

tidak berkembang (Joseph, 2006).

Salah satu daerah yang memiliki permasalahan persampahan yang cukup

pelik adalah Kota Bandung. Menurut data dari PD Kebersihan Kota Bandung

tahun 2012, timbulan sampah total di Kota Bandung mencapai 1534,281

ton/hari, dengan sumber sampah terbesar berasal pemukiman yaitu sebesar

909,15 ton/hari atau 60,73% dari total timbulan sampah. Timbulan sampah per

hari di Kota Bandung dirinci menurut sumbernya, disajikan dalam Tabel 1.1

berikut ini.

Tabel 1.1

Rata-rata Produksi Sampah per Hari di Kota Bandung Tahun 2012

No Sumber Volume

(ton/hari)

Persentase

(%)

Persentase

Pelayanan

(%)

Sampah

Terangkut

(ton/hari)

1. Permukiman 909,15 60,73 60,61 627,3135

2. Pasar 143,4 9,58 9,56 98,946

3. Pertokoan dan

Restoran

70,2 4,69 4,68 48,438

2

Lanjutan Tabel 1.1 Rata-rata Produksi Sampah per Hari di Kota Bandung

Tahun 2012

No Sumber Volume

(ton/hari)

Persentase

(%)

Persentase

Pelayanan

(%)

Sampah

Terangkut

(ton/hari)

4. Penyapu Jalan 104,85 7 6,99 72,3465

5. Kawasan

Industri

185,1 12,5 12,34 627

6. Fasilitas

Umum

84,3 5,61 5,62 58,167

7. Saluran lain-

lain

3 0,2 2,07 2,07

Jumlah 1497 100 100 1534.281 Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung (2013)

Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 4

tahapan kegiatan, yaitu pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan

pembuangan akhir/pengolahan. Jumlah total sarana pengangkutan sampah di Kota

Bandung adalah sebanyak 139 unit, dengan rincian 129 unit dengan masa pakai

lebih dari lima tahun dan 10 unit dengan masa pakai kurang dari 10 tahun.

Proses akhir dari pengelolaan sampah adalah pengolahan di Tempat

Pembuangan Akhir (TPA). Untuk melayani pembuangan sampah dari Kota

Bandung, pada mulanya tersedia 6 (enam) lokasi Tempat Pembuangan Akhir,

yaitu TPA Leuwigajah, TPA Jelekong, TPA Darurat Pasir Impun, TPA Darurat

Cicabe, TPA Darurat Cikubang, dan TPA Darurat Sarimukti. Namun saat ini,

yang bisa beroperasi penuh hanya TPA Darurat Sarimukti milik Perhutani

Provinsi Jawa Barat, sedangkan 5 (lima) TPA lainnya ditutup secara berturut-turut

karena berbagai sebab, mulai dari tuntutan masyarakat sekitar yang terganggu

kenyamanannya dengan adanya TPA tersebut (TPA Darurat Pasir Impun), hingga

akibat peristiwa bencana longsor yang menelan korban sebanyak 143 jiwa (TPA

Leuwigajah). Hal tersebut kemudian berdampak jangka panjang pada puluhan

tempat penampungan sampah sementara (TPS) di Kota Bandung yang selalu

terlihat penuh dijejali sampah. Sehingga dirasa perlu untuk memaksimalkan

fungsi dari masing-masing TPS yang ada di Kota Bandung dalam mengurangi

volume sampah (residu) yang sampai ke pemrosesan tahap akhir di TPA.

3

Populasi penduduk Kota Bandung tahun 2012 berdasarkan Proyeksi

Sensus Penduduk 2010 adalah sebanyak 2.455.517 jiwa. Penduduk Kecamatan

Andir berdasarkan Laporan Kependudukan Maret 2014 berjumlah 104.785 jiwa,

atau sekitar 4% dari penduduk Kota Bandung secara keseluruhan. Masalah

mengenai pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sampah sementara

yang tidak berimbang di beberapa TPS di Kecamatan Andir menjadi

permasalahan perkotaan yang menuntut penyelesaian secara segera. Terdapat 9

(sembilan) buah TPS di Kecamatan Andir yang terdaftar secara resmi oleh PD.

Kebersihan Kota Bandung, yaitu TPS Babakan Cianjur, TPS 3R Pasar Ciroyom,

TPS Pasar Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS Sudirman, TPS RS. Kebon

Jati, TPS Paskal Hypersquare, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis. Kondisi 9

TPS tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 (Dari kiri ke kanan) Kondisi TPS Babakan Cianjur, TPS 3R Pasar Ciroyom, TPS

Pasar Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS Sudirman, TPS RS. Kebon Jati, TPS Paskal

Hypersquare, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis.

(Sumber: Dokumentasi PD. Kebersihan Kota Bandung dan Observasi Lapangan, 2014)

4

Sesuai dengan salah satu misi Kota Bandung yaitu ‘Menata Kota Bandung

Menuju Metropolitan Terpadu Yang Berwawasan Lingkungan’, perlu diwujudkan

sarana dan prasarana lingkungan yang memenuhi standar teknis/standar pelayanan

minimal (SPM). Kegiatan pengelolaan sampah di Kota Bandung, termasuk di

Kecamatan Andir, perlu dilakukan secara efektif dan efisien serta berwawasan

lingkungan. Sehingga diperlukan pendataan tempat penampungan sampah yang

tersedia dan juga evaluasinya.dari berbagai aspek. Kurangnya perencanaan dalam

aspek pemilihan lokasi serta estimasi daya layan dari berbagai TPS tentunya

memperburuk permasalahan persampahan di Kota Bandung. Pemilihan lokasi

yang kurang tepat, ketidaksesuaian daya layan, dan kurang terintegrasinya sistem

pengelolaan persampahan berdampak pada masalah kelebihan muatan di berbagai

TPS dan penurunan kualitas lingkungan di sekitar area TPS. Dengan diberikannya

evaluasi baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif dalam penyediaan layanan

publik persampahan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan

terhadap peningkatan dalam aspek pengelolaan fasilitas TPS yang berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah

Penelitian ini memaparkan mengenai studi evaluasi penyediaan,

pengelolaan dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah sementara di

Kecamatan Andir, Kota Bandung. Kasus persampahan ini dikaji sebagai kasus

lokal yang akan dianalisis berdasarkan pendekatan geografis untuk

mengidentifikasi permasalahan dan alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk

mengatasi permasalahan sampah di Kecamatan Andir, Kota Bandung. Kajian

tersebut dapat dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1) Seperti apa persebaran fasilitas tempat penampungan sampah sementara di

Kecamatan Andir, Kota Bandung?

2) Seperti apa penyediaan, pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat

penampungan sampah sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung?

5

3) Apa sajakah permasalahan yang berkaitan dengan aspek penyediaan,

pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah

sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung?

4) Rekomendasi kebijakan apa yang sebaiknya diberikan dalam

mengoptimalisasikan fungsi fasilitas tempat penampungan sampah

sementara yang ada di Kecamatan Andir, Kota Bandung?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan

untuk:

1) Mengetahui persebaran fasilitas tempat penampungan sampah sementara

di Kecamatan Andir, Kota Bandung

2) Mengevaluasi aspek penyediaan, pengelolaan, dan daya layan fasilitas

tempat penampungan sampah sementara di Kecamatan Andir, Kota

Bandung.

3) Mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan aspek penyediaan,

pengelolaan, dan daya layan fasilitas tempat penampungan sampah

sementara di Kecamatan Andir, Kota Bandung.

4) Memberikan rekomendasi kebijakan dalam mengoptimalisasikan fungsi

fasilitas tempat penampungan sampah sementara yang ada di Kecamatan

Andir, Kota Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

kepada Pemerintah Kota Bandung, khususnya Perusahaan Daerah Kebersihan,

dalam mengurangi masalah persampahan dan lingkungan dari sudut pandang ilmu

geografi.

6

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Keaslian Penelitian

Studi mengenai persampahan dan kaitannya dengan aspek geografi sudah

banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan obyek, lokasi dan

tujuan penelitian yang beragam. Berdasarkan hasil studi literatur yang didapat,

untuk kajian mengenai evaluasi sistem pengelolaan persampahan perkotaan

didapatkan 3 penelitian yang berkaitan dengan tema yang dikaji. Evaluasi kinerja

pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Rejowinangun Utara, Kota Magelang,

telah diteliti oleh Fatonah (2005) melalui metode evaluasi sumatif yang bersifat

eksplanatoris. Penelitian ini menghasilkan teori bahwa semakin tinggi tingkat

kepadatan penduduk, intensitas masyarakat untuk berkomunikasi semakin tinggi,

sehingga kesempatan untuk menyelesaikan dan bereaksi atas berbagai

permasalahan persampahan yang dihadapi semakin luas, serta semakin tinggi

peran masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik. Indrabuwana (2010) juga

mengkaji mengenai sistem pengolahan sampah domestik di Wilayah Kecamatan

Walio, Kota Bau-bau, Sulawesi Tenggara, dari aspek kelembagaan, hukum dan

peraturan, pembiayaan, peran serta masyarakat dan teknik operasionalnya.

Salah satu penelitian yang dilakukan Muttaqien (2012) merupakan

penelitian terdahulu yang paling relevan sebagai pondasi dari evaluasi

penyediaan, pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sementara di

Kecamatan Andir, Kota Bandung. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui

kondisi pengelolaan sampah di Kota Bandung dan menunjukkan tingkat

kesesuaiannya dengan kondisi ideal pengelolaan sampah di Indonesia. Metode

penelitian yang digunakan adalah secara deskriptif-evaluatif yaitu menyusun dan

mendeskripsikan perbandingan kondisi pengelolaan sampah Kota Bandung

dengan standarisasi pengelolaan sampah kota yang ideal. Penilaian ini merujuk

pada kesimpulan bahwa persoalan persampahan yang terjadi di Kota Bandung

dikarenakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ideal. Perbandingan

mengenai tujuan, metode, dan hasil penelitian sebelumnya dengan penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 1.2.

7

Tabel 1.2.

Keaslian Penelitian

Nama Peneliti

(Tahun Terbit) Judul Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian dan

Pendekatan

Teknik Analisis Hasil

Penelitian

Siti Fatonah

(2005)

Evaluasi Kinerja

Pengelolaan

Sampah

Domestik di

Kelurahan

Rejowinangun

Utara Kota

Magelang (Tesis)

Mengetahui kinerja

pengelolaan sampah

domestik dan faktor-faktor

yang mempengaruhi di

Kelurahan Rejowinangun

Utara Kota Magelang.

Penelitian Evaluasi

Sumatif

(Eksplanatoris/Survey

Deskriptif)

Analisis

Sinergisme

Intra-Spasial

dengan

Pendekatan

Kualitatif dan

Kuantitatif (mix-

method)

Menghasilkan teori bahwa semakin

tinggi tingkat kepadatan penduduk,

intensitas masyarakat untuk

berkomunikasi semakin tinggi,

sehingga kesempatan untuk

menyelesaikan dan bereaksi atas

berbagai permasalahan persampahan

yang dihadapi semakin luas, serta

semakin tinggi peran masyarakat

dalam pengelolaan sampah domestik

La Ode

Muhammad

Indrabuwana

(2010)

Kajian Sistem

Pengolahan

Sampah Padat

Domestik di

Wilayah

Kecamatan Walio,

Kota Bau-bau,

Sulawesi

Tenggara (Tesis)

Mengkasji aspek

kelembagaan, hukum dan

peraturan, pembiayaan,

peran serta masyarakat, dan

teknik operasional dalam

pengelolaan sampah padat

domestik di wilayah

Kecamatan Walio, Kota

Bau-bau, Sulawesi Tenggara

Metode studi kasus

mengenai aspek

kelembagaan, hukum dan

peraturan, pembiayaan,

peran serta masyarakat,

dan teknik operasional

dalam pengelolaan

sampah domestik.

Analisis

Identifikasi

Wilayah dengan

Pendekatan

Kualitatif

Analisis deskriptif mengenai aspek

kelembagaan, hukum dan peraturan,

pembiayaan, peran serta masyarakat,

dan teknik operasional dalam

pengelolaan sampah domestik.

8

Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti

(Tahun Terbit) Judul Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian dan

Pendekatan

Teknik Analisis Hasil

Penelitian

Azhar Rizki

Muttaqien

(2012)

Identifikasi

Persoalan

Persampahan Kota

Bandung (Studi

Kasus: Komplek

Ujung Berung

Indah, Komplek

Perumahan

Cibangkong, RW

08 Kelurahan

Ciroyom, RW 02

Kelurahan Bina

Harapan

Cisaranten, RW 02

Kelurahan

Sukabungah,

Kelurahan Meleer

Kota Bandung)

(Skripsi)

Mengetahui keadaan

yang sebenarnya

mengenai pengelolaan

sampah di Kota

Bandung dan

menunjukkan tingkat

kesesuaiannya

dengan kondisi ideal

pengelolaan sampah di

Indonesia.

Metode studi kasus yaitu

menyusun dan

mendeskripsikan

perbandingan kondisi

pengelolaan sampah Kota

Bandung dengan

standarisasi pengelolaan

sampah kota yang ideal,

melalui survey data

sekunder dan primer

(observasi, wawancara

instansional serta

masyarakat perumahan

formal dan informal).

Analisis Komparasi

Wilayah dengan

Pendekatan Kualitatif.

Penilaian kesesuaian

pengelolaan sampah Kota

Bandung dengan

standarisasi pengelolaan sampah

kota merujuk pada

kesimpulan bahwa persoalan

persampahan yang

terjadi di Kota Bandung

dikarenakan

pengelolaan sampah di Kota

Bandung belum ideal.

9

Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti

(Tahun Terbit)

Judul

Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian dan

Pendekatan

Teknik

Analisis

Hasil

Penelitian

Rose

Fatmadewi

(2014)

Evaluasi

Penyediaan,

Pengelolaan,

dan Daya

Layan Tempat

Penampungan

Sampah

Sementara di

Kec. Andir,

Kota Bandung

(Skripsi)

1) Mengetahui persebaran

fasilitas tempat

penampungan sampah

sementara di Kecamatan

Andir, Kota Bandung

2) Mengevaluasi aspek

penyediaan,

pengelolaan, dan daya

layan fasilitas tempat

penampungan sampah

sementara di Kecamatan

Andir, Kota Bandung.

3) Mengidentifikasi

permasalahan yang

berkaitan dengan aspek

penyediaan,

pengelolaan, dan daya

layan fasilitas tempat

penampungan sampah

sementara di Kecamatan

Andir, Kota Bandung.

Metode survey

deskriptif

melalui

pengumpulan

data kualitatif

dan kuantitatif.

Analisis

Pola

Spasial

dengan

Pendekatan

Kualitatif.

1) Terdapat 9 unit TPS di Kecamatan Andir yang

tersebar di 3 dari 6 keluarahan, yaitu Kelurahan

Campaka (TPS Babakan Cianjur), Kelurahan

Ciroyom (TPS 3R Pasar Ciroyom, TPS Pasar

Andir, TPS Pasar Tumpah Waringin, TPS

Sudirman, dan TPS Paskal Hypersquare), serta

Kelurahan Kebonjati (TPS Khusus Rumah Sakit

Kebonjati, TPS Pasar Baru, dan TPS Ence Azis),

sehingga dinilai belum merata.

2) Penyediaan beberapa lokasi fasilitas TPS dinilai

belum sesuai, proses pengelolaan sampah berupa

pemilahan sampah organik-anorganik-B3 di TPS

dinilai belum optimal, dan terdapat 6 dari 9 TPS

di Kecamatan Andir yang dinilai belum

memenuhi syarat berdasarkan aspek daya

layannya.

3) Permasalahan yang dapat diidentifikasi berkaitan

dengan penyediaan, pengelolaan, dan daya layan

TPS diantaranya adalah penyediaan beberapa

lokasi fasilitas TPS dinilai belum tepat dan

merata, syarat kondisi fisik minimum TPS belum

terpenuhi, bau sampah mencemari udara di area

layan TPS, proses pemilahan sampah organik-

anorganik-B3 yang belum optimal, penumpukan

10

Lanjutan Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti

(Tahun Terbit)

Judul

Penelitian

Tujuan

Penelitian

Metode

Penelitian dan

Pendekatan

Teknik

Analisis

Hasil

Penelitian

4) Memberikan

rekomendasi

kebijakan dalam

mengoptimalisasikan

fungsi fasilitas tempat

penampungan sampah

sementara yang ada di

Kecamatan Andir,

Kota Bandung.

sampah di sekitar TPS 3R Pasar Ciroyom,

sebagian warga masih memanfaatkan

fasilitas TPS secara ilegal, akumulasi

volume sampah di TPS tidak sebanding

dengan kapasitas kontainer dan penanganan

keterlambatan pengangkutan masih bersifat

kondisional.

4) Rekomendasi kebijakan dalam

mengoptimalisasikan fungsi fasilitas tempat

penampungan sampah sementara di

Kecamatan Andir, Kota Bandung

diantaranya adalah melalui penambahan

jumlah TPS melalui proses site selection,

pemenuhan standarisasi bangunan fisik

TPS, pengoptimalisasian pemilahan sampah

organik-anorganik-B3 di tingkat TPS,

penanganan sampah yang menumpuk di

sekitar area TPS 3R Pasar Ciroyom,

penentuan area layan TPS secara spesifik

dari segi administratif maupun fungsional,

serta penambahan jumlah kendaraan

pengangkut dari TPS ke TPA.

Sumber: Hasil Analisis (2014)

11

1.5.2. Landasan Teori

1.5.2.1. Pendekatan Geografi

Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan geosfer

dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan.

Secara mendasar, ruang lingkup ilmu geografi meliputi segala fenomena yang

terjadi di permukaan bumi dengan berbagai variasi dan organsiasi keruangannya.

Objek kajian geografi terdiri dari objek material berupa fenomena geosfer

(litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer) dan objek formal yang

berkaitan dengan cara pandang terhadap suatu gejala keruangan di muka bumi.

Pendekatan yang ada dalam kajian geografi jika mengani suatu masalah

menggunakan pendekatan-pendekatan yaitu:

1) Pendekatan Keruangan

Pendekatan keruangan menekankan analisisnya pada variasi distribusi dan

lokasi dari gejala-gejala atau kelompok gejala-gejala dipermukaan bumi.

Contoh yang dikemukakan oleh Hagget (1972) misalnya studi variasi

kepadatan penduduk, studi variasi penggunaan lahan, studi variasi tentang

kemiskinan pedesaan, dan lain-lain .

2) Pendekatan Ekologikal

Pendekatan ekologikal menekankan mengenai studi mengenai interaksi

organisme hidup dengan lingkungannya yang disebut sebagai ekologi

dalam suatu ekosistem, interaksi kehidupan manusia dengan faktor fisis

yang membentuk sistem keruangan dan menghubungkan suatu region

dengan region lain dalam kajian geografi. Pendekatan ekologi dalam

geografi adalah suatu metodologi untuk mendekati, menelaah dan

menganalisa suatu gejala atau suatu masalah dengan menerapkan konsep

dan prinsip ekologi geografi sesuai pendapat dari Stoddart (1965).

3) Pendekatan Kompleks Wilayah

Pendekatan Kompleks Wilayah menekankan pada kombinasi antara

analisa keruangan dengan analisa kelingkunganan disebut sebagai analisa

kewilayahan atau analisa komplek wilayah. Pada analisa ini wilayah

12

tetentu didekati dengan pengertian areal differentiation, yaitu suatu

anggapan bahwa interaksi antar wilayah akan berkembang karena pada

hakekatnya berbeda antar wilayah satu dengan wilayah lain.

Studi mengenai persampahan dapat mengadopsi dari ketiga macam

pendekatan tersebut. Kajian mengenai evaluasi penyediaan, pengelolaan dan daya

layan tempat penampungan sampah sementara dapat dilakukan dengan

pendekatan keruangan. Melalui pendekatan keruangan dapat dikaji mengenai

faktor-faktor yang menyebabkan pola-pola keruangan penyediaan tempat

penampungan sampah sementara sehingga dapat dikaji rekomendasinya agar

distribusi unit TPS menjadi lebih efektif di masa yang akan datang. Pendekatan

keruangan menyangkut pola, proses dan struktur yang dapat dikaitkan dengan

dimensi waktu, sehingga analisisnya bersifat horizontal.

Selain itu, menurut Perris (2004, dalam Mihai, 2012) kontribusi geografi

dalam studi manajemen persampahan dapat dilakukan dari segi pendekatan

kuantitatif maupun kualitatif. Pendekatan secara sosial dan kualitatif pada studi

persampahan dapat berupa analisis behavioral dari masyarakat perkotaan dalam

opsi manajemen persampahan, analisis mengenai peran masyarakat dalam

program pendaur-ulangan sampah, dan lain-lain.

Pendekatan kuantitatif dapat dilakukan melalui analisis spasial dari

infrastruktur manajemen persampahan yang ada (pengumpulan, pemindahan, dan

fasilitas pembuangan akhir) serta implikasinya terhadap perencanaan wilayah dan

lingkungan menggunakan media analisis berupa kartografi tematik, GIS, citra

satelit, basisdata dari berbagai wilayah geografis, dan sebagainya. Secara spesifik,

ilmu geografi dapat diterapkan dalam metode estimasi kuantitas sampah yang

dihasilkan di suatu wilayah yang memiliki variasi dengan wilayah lain

berdasarkan parameter demografis maupun sosio-ekonomis.

1.5.2.2. Konsep Wilayah dan Pembangunan Wilayah

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

menjelaskan bahwa wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

13

beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Menurut

Rustiadi (2011) wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-

batas spesifik tertentu dimana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama

lain saling berinteraksi secara fungsional. Komponen-komponen wilayah

mencakup komponen biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia

serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan

interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di

dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan

untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah

bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan

menurut Anwar (2005), pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya

telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang

menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan

kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan

dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

1.5.2.3. Analisis Fasilitas Umum

Fasilitas dibedakan atas dua jenis, yaitu fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Fasilitas umum berupa prasarana dasar seperti jalan, listrik, telepon, persampahan

dan air, sedangkan fasilitas sosial misalnya rumah sakit, pendidikan, perumahan,

dan peribadatan. Semua jenis fasilitas ini harus disediakan oleh pemerintah kota

untuk menunjang kegiatan masyarakatnya dan dari segi pelayanan maupun

aksesibilitas dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada proses

penentuan lokasi fasilitas biasa terdapat banyak permasalahan umum seperti

kapasitas atau ukuran dari fasilitas tersebut, jumlah fasilitas yang diperlukan, dan

lokasi-lokasi yang tepat untuk fasilitas.

14

1.5.2.4. Konsep Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk melakukan perbaikan atas suatu aktivitas,

kegiatan, maupun program, yang menekankan pada penilaian sejauh mana

kegiatan dapat mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi

bertujuan untuk mengkaji efektivitas dan atau efisiensi suatu kebijakan baik

kebijakan spasial, sosial, ekonomi, kultural dan atau kebijakan lainnya (Yunus,

2010).

Menurut Dunn (1994) terdapat 3 (tiga) jenis pendekatan yang dapat

dilakukan dalam rangka melaksanaan evaluasi yang dibedakan berdasarkan

pengertiannya. Pendekatan dalam proses evaluasi tersebut diantaranya adalah

pendekatan evaluasi semu (pseudo-evaluation), evaluasi formal (formal

evaluation), dan evaluasi keputusan teoritis atau decision-theoretic evaluation

(DTE) sebagaimana tertuang dalam Tabel 1.3 berikut ini.

Tabel 1.3

Pendekatan Evaluasi

Pendekatan Pengertian

Evaluasi Semu

(Pseudo-

evaluation)

Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan

informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai

dampak dari suatu kebijakan.

Evaluasi Formal

(Formal

Evaluation)

Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan

informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai

dampak dari suatu kebijakan yang telah dipublikasikan

secara formal sebagai bagian dari suatu program yang

berkaitan dengan kebijakan tersebut.

Evaluasi

Keputusan-Teoritis

(Decision-Theoretic

Evaluation)

Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan

informasi yang bersifat valid dan reliabel mengenai

dampak dari suatu kebijakan yang secara eksplisit dinilai

oleh beberapa stakeholder.

Sumber: Dunn (1994:359)

Evaluasi yang digunakan dalam studi ini merupakan proses evaluasi yang

menggunakan pendekatan evaluasi semu karena indikator pengukuran yang

bersifat self-evident (dapat dibuktikan sendiri karena bersifat jelas) dan cenderung

tidak bersifat kontroversial. Metode yang digunakan pada evaluasi semu cukup

bervariasi, mulai dari desain kuasi-eksperimental, kuisioner, sampel acak, dan

15

teknik statistik lainnya. Teknik evaluasi dengan pendekatan semu ini lebih banyak

menggunakan data grafik, tabuler, dan jenis informasi lain yang sifatnya

deskriptif. Manfaat evaluasi tersebut dilakukan diantaranya adalah untuk

mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, mengetahui tingkat keberhasilan

dari suatu program, memahami aspek akuntabilitas publik, menunjukkan kepada

stakeholder mengenai manfaat dari suatu kebijakan, serta yang paling penting

adalah untuk memberikan masukan bagi pengambil kebijakan yang akan datang

agar tidak mengulangi kesalahan yang sama melalui penetapan kebijakan yang

lebih baik (Musthofa, 2011)

Menurut Dunn (1994) terdapat beberapa kriteria untuk menghasilkan

informasi yang berkaitan dengan hasil evaluasi. Berbagai jenis kriteria ini akan

berkaitan erat nantinya dengan rekomendasi yang akan disusun berdasarkan hasil

evaluasi yang didapatkan. Kriteria evaluasi berdasarkan jenis dan pertanyaan

penelitiannya tersaji pada Tabel 1.4 berikut.

Tabel 1.4

Kriteria Penilaian Evaluasi

No Kriteria Pertanyaan

1 Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

2 Efisiensi Berapa banyak usaha yang dibutuhkan untuk mencapai

hasil yang diharapkan?

3 Kecukupan Seberapa jauh pencapaian dari hasil dapat

menyelesaikan permasalahan yang ada?

4 Pemerataan Apakah biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang

dirasa terdistribusi secara merata pada berbagai

kelompok masyarakat?

4 Responsifitas Apakah hasil dari kebijakan tersebut dapat memenuhi

kebutuhan, preferensi, maupun nilai yang ingin dicapai

oleh kelompok tertentu?

5 Kelayakan Apakah hasil yang diharapkan memang benar-benar

bernilai dan bermanfaat?

Sumber: Dunn (1994:358)

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, evaluasi dibagi atas tiga jenis, yaitu

evaluasi pada tahap perencanaan (ex-ante evaluation), evaluasi pada tahap

pelaksanaan (in-going evaluation) dan evaluasi pasca pelaksanaan (ex-post

evaluation). Penelitian ini dilakukan pada tahap pelaksanaan (in-going

16

evaluation) yang bertujuan untuk mengukur seberapa jauh tingkat kemajuan

pelaksanaan pengelolaan persampahan di tingkat TPS dibandingkan dengan

perencanaan pengelolaan persampahan yang telah disusun sebelumnya.

1.5.2.5. Konsep Penyediaan Fasilitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata penyediaan berarti

proses, cara, maupun perbuatan yang berkaitan dengan mengadakan, menyiapkan,

mengatur, dan mencadangkan sesuatu untuk tujuan tertentu. Aspek penyediaan

fasilitas tempat penampungan sampah sementara merupakan salah satu aspek dari

evaluasi yang menilai pengadaan dan pengaturan fasilitas TPS melalui berbagai

penilaian jumlah fasilitas, distribusi, dan beberapa indikator lokasional

penempatan TPS, baik bersumber pada data kualitatif maupun data kuantitatif.

1.5.2.6. Konsep Pengelolaan Fasilitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata pengelolaan berarti

proses, cara, maupun perbuatan yang berkaitan dengan mengurus, menjalankan,

menyelenggarakan, dan mengendalikan suatu proyek atau program dengan

menggerakan bantuan tenaga dari orang lain. Pengelolaan juga berarti

memberikan pengawasan secara menyeluruh terhadap semua hal yang terlibat

dalam pelaksanaan suatu kebijakan dan pencapaian tujuan. Aspek pengelolaan

fasilitas tempat penampungan sampah sementara merupakan salah satu aspek dari

evaluasi yang menilai penyelenggaraan dan pengendalian kegiatan di fasilitas TPS

melalui berbagai penilaian kondisi fisik dan pengelolaan sampah di TPS, sehingga

tujuan akhir berupa pengangkutan hanya residu sampah dari TPS ke TPA dapat

terlaksana dengan baik.

1.5.2.7. Konsep Daya Layan Fasilitas

Daya layan fasilitas (facilities serviceability) adalah faktor yang terkait

dengan kemampuan layan dari fasilitas publik, berkaitan dengan sarana-prasarana

pendukung dan faktor lokasi. Daya layan fasilitas dapat dikaji melalui Standar

Pelayanan Minimum (SPM) yang telah diatur dalam SNI dan peraturan-peraturan

17

lain yang dikeluarkan oleh lembaga penanggungjawab penyedia dan pengelola

fasilitas terkait.

1.5.2.8. Pengertian Sampah

Keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan faktor

kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan, sehingga harus dikelola agar

tidak membahayakan lingkungan yang mengakibatkan kemunduran lingkungan

(urban environment degradation) dan dapat membahayakan kehidupan manusia

(Tchobanoglous, 1997). Menurut American Public Works Association (1975)

sampah adalah buangan zat padat atau yang berhubungan dengan bahan hasil

kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi atau dikesampingkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan sampah adalah sisa-sisa material hasil aktivitas manusia yang

telah mengalami berbagai perlakuan dan sudah tidak memiliki manfaat bila

ditinjau dari berbagai aspek, baik itu sosial, ekonomi, maupun lingkungan.

Menurut Vogler (1987) sampah biasa tumbuh lebih cepat bersamaan

ataupun seirama dengan perkembangan penduduk, sehingga demikian semakin

maju dan berkembangnya masyarakat semakin banyak pula jumlah sampah yang

dihasilkan. Bertambahnya sampah yang semakin beraneka ragam jenisnya secara

terus-menerus, akan berakibat pada semakin sulitnya pengelolaan sampah, dan

semakin menambah jumlah luas area untuk tempat penampungan sampah. Di

samping hal tersebut di atas, ada permasalahan lain yang ditimbulkan oleh adanya

sampah, diantaranya adalah belum terciptanya suatu sistem pengelolaan sampah

yang memadai, kurang kesadaran masyarakat terhadap akibat dari sampah, dan

kurangnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah.

1.5.2.9. Sumber dan Produksi Sampah

Sumber sampah berasal dari berbagai fasilitas dan aktifitas manusia yang

dapat dihubungkan dengan tata guna lahan dan peruntukkannya. Menurut

Tchobanoglous (1997:51-52) sumber sampah dibedakan atas 7 (tujuh) kategori,

yaitu: pemukiman, kawasan komersial, perkotaan, industri, ruang terbuka, lokasi

18

pengolahan dan kawasan pertanian. Tipe sampah berdasarkan fasilitas, aktifitas,

dan sumber sampah dirinci menurut sumbernya, disajikan dalam Tabel 1.5

berikut:

Tabel 1.5

Tipe Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas, Lokasi dan Sumber Sampah

Sumber Fasilitas, Aktifitas, dan

Lokasi Tipe Sampah

Permukiman Tempat tinggal satu keluarga

dan banyak, apartemen kecil,

sedang dan besar

Sampah makanan, sampah kering,

sampah debu, dan sampah khusus

Komersial Toko, restoran, pasar, kantor,

hotel, motel, bengkel,

fasilitas kesehatan

Sampah makanan, sampah kering,

sampah debu, dan sampah berbahaya

Ruang

terbuka

Jalan, taman, ruang bermain,

pantai, tempat rekreasi,

lorong, tanah kosong

Sampah khusus dan sampah kering

Industri Konstruksi, pabrik, kimia,

penyulingan

Barang industri rumah tangga, sisa

pengepakan, sisa makanan, industri

konstruksi, sampah berbahaya, debu,

dan sampah khusus

Lokasi

pengolahan

Air bersih, air limbah, proses

pengolahan industri

Limbah pengolahan, buangan endapan

Pertanian Lahan pertanian, ladang, dan

kebun

Sampah tanaman, sampah pertanian,

sampah kering dan sampah berbahaya

Pertokoan Gabungan tempat tinggal dan

komersial

Sampah gabungan yang berasal dari

permukiman dan komersial

Sumber: Tchobanoglous (1997:52)

Menurut Standar Nasional Indonesia Nomor T-13-1990-F yang

dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum pengertian timbulan sampah atau

produksi sampah adalah banyaknya sampah yang dihasilkan suatu wilayah per

hari, dinyatakan dalam satuan volume ataupun dalam satuan berat. Sampah

berdasarkan lokasi yang menjadi sumber timbulannya dapat berupa sampah

domestik (dihasilkan oleh aktivitas manusia secara langsung seperti sampah

rumah tangga, sekolah, dan pusat keramaian) dan sampah non-domestik

(dihasilkan oleh aktivitas manusia secara tidak langsung, seperti sampah industri,

pertanian, peternakan, kehutanan, dan transportasi). Standar nasional dari besaran

19

timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen sumber sampah dapat dilihat

dalam rincian Tabel 1.6 berikut:

Tabel 1.6

Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen-Komponen

Sumber Sampah

No. Komponen Sumber

Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (Kg)

1. Rumah permanen Per orang/hr 2,25-2,50 0,350-0,400

2. Rumah semi permanen Per orang/hr 2,00-2,25 0,300-0,350

3. Rumah non permanen Per orang/hr 2,00-2,25 0,300-0,350

4. Kantor Per pegawai/hr 0,50-0,75 0,025-0,100

5. Rumah toko (Ruko) Per petugas/hr 2,50-3,00 0,150-0,350

6. Sekolah Per murid/hr 0,10-0,15 0,010-0,020

7 Jalan arteri sekunder Per meter/hr 0,10-0,15 0,20-0,100

8. Jalan kolektor

sekunder

Per meter/hr 0,10-0,15 0,010-0,050

9. Jalan lokal Per meter/hr 0,05-0,10 0,005-0,025

10. Pasar Per meter2/hr 0,02-0,06 0,100-0,300

Sumber: SNI S-04-1993-03. Dep. Pekerjaan Umum

Jumlah produksi sampah sebanding dengan jumlah pertambahan penduduk

dan kenaikan produksi sampah per kapita. Ukuran yang digunakan biasanya

adalah satuan berat atau volume per waktu. Metode sederhana yang dipakai

adalah perkiraan kenaikan jumlah penduduk dengan asumsi bahwa tiap orang

rata-rata menghasilkan sampah 2,5 liter/hari atau sekitar 0,4 kg/hari atau

disesuaikan dengan karakter produksi per kapita di tiap lokasi tertentu. Perkiraan

produksi sampah berguna dalam merencanakan kebutuhan fisik, dalam hal ini

kebutuhan luas lahan penampungan akhir (TPA) maupun luas kebutuhan tempat

penampungan sampah sementara (TPS).

20

1.5.2.10. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah di Indonesia diatur melalui peraturan daerah dengan

tujuan memindahkan sampah dari tempat asalnya ke tempat penampungan akhir

dengan cepat agar tidak membahayakan lingkungan. Secara umum pengelolaan

sampah di perkotaan dilakukan melalui 4 tahapan kegiatan, yakni : pewadahan,

pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/pengolahan. Parameter yang

mempengaruhi sistem pengelolaan sampah perkotaan adalah sebagai berikut :

1) Kepadatan dan penyebaran penduduk.

2) Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi.

3) Timbulan dan karakteristik sampah.

4) Budaya, sikap dan perilaku masyarakat.

5) Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA).

6) Rencana tata ruang dan pengembangan kota.

7) Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir

sampah.

8) Biaya yang tersedia.

9) Peraturan Daerah setempat yang terkait.

10) Sumber Daya Manusia yang tersedia.

1.5.2.11. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS)

Menurut Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013, tempat

penampungan sampah sementara (TPS) merupakan tempat sebelum sampah

diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengelolaan

sampah terpadu. TPS merupakan tempat pengisian dan pembuangan sampah

dengan menggunakan alat pewadahan sampah sementara, sebelum akhirnya

sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang atau

dimusnahkan menurut Astuti (1997 dalam Mujahid, 2007). Klasifikasi TPS (SNI

3242-2008) dirinci menurut spesifikasinya seperti yang disajikan dalam Tabel 1.7.

21

Tabel 1.7

Klasifikasi Tempat Penampungan Sampah Sementara

Tipe TPS Spesifikasi

TPS Tipe I

Ruang pemilahan

Gudang

Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan

landasan container

Luas lahan +/- 10-50 m2

TPS Tipe III

Ruang pemilahan (30 m

2)

Pengomposan sampah organik (800 m2)

Gudang (100 m2)

Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan

landasan container (60 m2)

Luas lahan > 200 m2

TPS Tipe II

Ruang pemilahan (10 m

2)

Pengomposan sampah organik (200 m2)

Gudang (50 m2)

Tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan

landasan container (60 m2)

Luas lahan > 200 m2

Sumber: SNI 3242-2008, Departemen Pekerjaan Umum

Spesifikasi peralatan dan bangunan minimal yang dapat digunakan

berdasarkan kapasitas pelayanan dan umur teknisnya seperti yang disajikan dalam

Tabel 1.8.

Tabel 1.8

Spesifikasi Peralatan Persampahan

No Jenis peralatan Kapasitas Pelayanan Umur

Teknis

(tahun) Volume KK Jiwa

1. Wadah komunal 0,5-1,0 m3 20-40 100-200

2. Komposter komunal 0,5-1,0 m3 10-20 50-100

3. Alat pengumpul:

Gerobak sampah

bersekat/sejenisnya

1 m3 128 640 2-3

4. Container armroll truk 6 m3

10 m3

640

1.375

3.200

5.330

5-8

5. TPS

Tipe I

Tipe II

Tipe III

100 m3

±300 m3

±1000 m3

500

6000

24.000

2.500

30.000

120.000

20

22

Lanjutan Tabel 1.8 Spesifikasi Peralatan Persampahan

No Jenis peralatan Kapasitas Pelayanan Umur

Teknis

(tahun) Volume KK Jiwa

6. Bangunan pendaur

ulang sampah skala

lingkungan

150 m3

500 3000 20

Sumber: SNI 3242-2008, Departemen Pekerjaan Umum

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Penyelenggaraan

Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga

dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, TPS merupakan landasan

pemindahan yang dapat dilengkapi dengan ramp dan kontainer. TPS harus

memenuhi kriteria teknis antara lain:

1) Luas TPS, sampai dengan 200 m2

2) Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan merupakan

wadah permanen

3) Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam

4) Penempatan tidak mengganggu estetika dan lalu lintas

5) TPS harus dalam keadaan bersih setelah sampah diangkut ke TPA

Pengelolaan sampah di TPS/TPS Terpadu dilakukan sebagai berikut:

1) Pemilahan sampah organik dan anorganik

2) Melakukan pengomposan sampah organik skala lingkungan

3) Pemilahan sampah anorganik sesuai jenisnya, yaitu:

(a) Sampah anorganik yang dapat didaur ulang

(b) Sampah lapak yang dapat dijual

(c) Sampah B3 rumah tangga

(d) Residu sampah

4) Menjual sampah bernilai ekonomis ke bandar yang telah disepakati

5) Pengelolaan sampah B3 sesuai dengan ketentuan yang berlaku

6) Mengumpulkan residu sampah ke dalam container untuk diangkut ke TPA

Sampah

23

Menurut Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI

(1989) sarana tempat penampungan sementara/pemindahan sampah harus

memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut:

1) Terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, dan kedap air

2) Volumenya dapat menampung sampah yang dihasilkan oleh pemakai

dalam waktu tertentu (3 hari)

3) Mempunyai tutup dan sebaiknya tutup dibuka/ditutup tanpa mengotori

tangan

4) Mudah diisi dan dikosongkan serta mudah dibersihkan

5) Sampah di tempat ini sebelum dibuang/diangkut untuk dikelola

selanjutnya tidak boleh melebihi 3x24 jam.

Bila tempat TPS (Tempat Penampungan Semantara) tersebut berupa

bak/kontainer. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

1) Kontainer terbuat dari bahan yang kedap air, ada tutupnya dan selalu

dalam keadaan tertutup.

2) Volume bak/kontainer mampu menampung sampah dari pemakai yang

dilayaninya ± 6 m3

per hari

3) Tidak berbau dari perumahan terdekat

4) Sampah di bak pembuangan sementara tidak boleh melebihi satu hari

kemudian diangkut ke TPA

5) Tidak terletak di daerah banjir

6) Terdapat anjuran untuk membuang sampah pada tempatnya

7) Jarak dari rumah yang dilayani 10 meter dan terjauh 500 meter

8) Penempatannya terletak pada daerah yang mudah dijangkau oleh

kendaraan pengangkut sampah (Dit.Jen PPM dan PLP, 1989).

Menurut Hidayati (2013) sarana tempat penampungan sampah sementara

(TPS) dibagi menjadi tempat penampungan sementara yang bersifat statis dan

tempat penampungan sementara kontainer penampungan. Tempat penampungan

sampah sementara statis lebih bersifat permanen dan biasanya pada tempat

penampungan sampah sementara statis terdapat teknologi pengolahan sampah dan

daya tampungnya cukup besar. Kelemahannya adalah merusak pemandangan serta

24

membahayakan cadangan air tanah. Sedangkan tempat penampungan sampah

sementara kontainer merupakan tempat penampungan yang lebih dinamis, apabila

kontainer penuh maka akan ada truk yang mengambil kontainer tersebut. Hal ini

memiliki keuntungan yaitu mempermudash pengangkutan ke tempat pembuangan

akhir. Kelemahannya adalah daya tampungnya yang terbatas.

Agar fungsi dari tempat penampungan sampah sementara dapat

dioptimalkan, maka dalam penentuan lokasi tempat penampungan sampah

sementara setidaknya harus mempertimbangkan indikator berikut:

1) Bukan daerah genangan

TPS harus diletakkan di daerah kering, apabila sampah dibiarkan dalam

kondisi basah maka akan memancing penyakit.

2) Jarak dari permukiman

Apabila peletakan TPS terlalu dekat dengan permukiman, maka bau yang

ada akan mencemari lingkungan dan ini akan cukup mengganggu.

3) Jarak terhadap jalan

Jarak terhadap jalan akan mempengaruhi aksesnya untuk diangkut ke

TPA, apabila sistem pengangkutan sampah TPA tidak berjalan, maka akan

terjadi penumpukan sampah secara berlebih di TPS

4) Jarak terhadap sumber sampah

Letak TPS yang cukup jauh dari sumber sampah dengan alasan untuk

menghindari bau justru akan mempersulit proses pengangkutan dari rumah

warga ke TPS, semakin jauh dari sumber sampah akan membutuhkan

lebih banyak waktu dan tenaga dalam proses pengangkutan.

5) Estetika

TPS yang diletakkan di tempat mudah dilihat oleh khalayak umum akan

terkesan merusak keindahan, dibandingkan dengan faktor yang lain, faktor

estetika merupakan faktor yang paling berbobot dalam penentuan letak

TPS.

25

1.6. Kerangka Pemikiran

Peningkatan produksi sampah di perkotaan berbanding lurus dengan

proses urbanisasi yang terjadi ke arah kota tersebut. Proses urbanisasi tersebut

berdampak pada peningkatan jumlah penduduk, peningkatan variasi kegiatan

(berkaitan dengan peningkatan pemanfaatan teknologi) dan taraf hidup

masyarakat. Kota Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat merupakan salah

satu kota di Indonesia yang menjadi tujuan utama arus urbanisasi, oleh karena itu,

dampak dari urbanisasi, terutama dalam masalah persampahan sangat terasa di

kota ini. Permasalahan manajemen pengelolaan sampah di Kota Bandung dapat

diurai secara menyeluruh (komprehensif) yang terdiri dari proses

pewadahan/pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, dan penimbunan akhir,

maupun dari salah satu aspek dalam alur manajemen pengelolaan persampahan

tersebut. Penelitian ini cenderung memfokuskan pada masalah penyediaan,

pengelolaan dan daya layan tempat penampungan sampah sementara di

Kecamatan Andir, Kota Bandung.

Penyediaan, pengelolaan dan daya layan fasilitas TPS yang terdapat di

Kecamatan Andir dapat dievaluasi melalui penilaian secara kualitatif maupun

kuantitatif. Variabel penilaian kualitatif terdiri atas pemenuhan syarat fisik TPS,

sarana pemilahan sampah organik-anorganik, pengomposan sampah skala

lingkungan, pengelolaan sampah anorganik (penjualan dan daur ulang),

pengelolaan sampah B3, dan pengangkutan residu sampah ke TPA. Sedangkan

untuk penilaian kuantitatif mencakup variabel jangkauan layanan TPS, rata-rata

volume akumulasi sampah di TPS, Rata-rata volume sampah terangkut dari TPS

ke TPA, daya tampung/kapasitas kontainer TPS, waktu ritasi TPS, jarak TPS ke

TPA, jarak TPS ke permukiman terdekat, jarak TPS dengan daerah banjir, serta

jarak TPS dengan jalan utama.

Hasil dari evaluasi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi

mengenai aspek-aspek yang perlu dipertahankan dan diperbaiki berkaitan dengan

penyediaan fasilitas TPS di Kecamatan Andir, Kabupaten Bandung. Lebih

jelasnya mengenai pengembangan kerangka pemikiran alur penelitian dapat

dilihat pada Gambar 1.2.

26

Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Pengumpulan Pengangkutan Penimbunan Akhir Pewadahan/pemilahan

Masalah Manajemen Pengelolaan Sampah

Peningkatan Volume dan Jenis Sampah Perkotaan

Variabel Penilaian:

1. Jarak TPS ke TPA

2. Jarak TPS ke permukiman terdekat

3. Jarak TPS dengan daerah banjir dan tubuh

air

4. Jarak TPS dengan jalan utama

5. Jangkauan layanan TPS

6. Rata-rata volume akumulasi sampah di TPS

7. Rata-rata volume sampah terangkut dari

TPS ke TPA

8. Daya tampung/kapasitas kontainer TPS

9. Waktu ritasi TPS

10.

Variabel Penilaian:

1. Pemenuhan syarat fisik TPS

2. Sarana pemilahan sampah organik-anorganik

3. Pengomposan sampah skala lingkungan

4. Pengelolaan sampah anorganik (penjualan dan

daur ulang)

5. Pengelolaan sampah B3

6. Pengangkutan residu sampah ke TPA

Masalah Penyediaan, Pengelolaan dan Daya Layan Tempat Penampungan Sampah Sementara

Penilaian Kualitatif (Aspek Pengelolaan) Penilaian Kuantitatif

(Aspek Penyediaan dan Daya Layan)

Evaluasi Penyediaan, Pengelolaan dan Daya Layan TPS

Rekomendasi aspek-aspek yang perlu dipertahankan dan diperbaiki

27

1.7. Batasan Operasional Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui aspek penyediaan,

pengelolaan dan daya layan fasilitas di Kecamatan Andir, Kota Bandung.

Sehingga perlu dilakukan pembatasan beberapa pengertian dan istilah guna

meningkatkan efektifitas penelitian. Beberapa batasan istilah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1) Metode survey deskriptif adalah metode penelitian memberikan gambaran

yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena, serta dimaksudkan

guna mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki penyebab gejala-

gejala tersebut ada (Yunus, 2010).

2) Teknik analisis pola spasial merupakan teknik analisis geografis yang

dilakukan melalui berbagai tahapan, yaitu mengabstraksikan kenampakan

yang akan diteliti menjadi bentuk-bentuk elementer, mengklasifikasi kekhasan

sebaran elemen pembentuk ruang yang akan dibahas, dan menjawab

pertanyaan geografis yang dikenal dengan 5W 1H, yaitu what (apa), where

(dimana), when (kapan), why (mengapa), who (siapa), dan how (bagaimana)

(Yunus, 2010).

3) Pendekatan kualitatif merupakan suatu metode untuk menelaah mengenai

esensi, mencari makna dibalik frekuensi dan variansi dengan tipe data yang

digunakan berupa data kualitatif dan dapat kuantitatif (Yunus, 2010)

4) Sampah adalah buangan zat padat atau yang berhubungan dengan bahan hasil

kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi atau dikesampingkan

(American Public Works Association, 1975).

5) Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) merupakan tempat

sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau

tempat pengelolaan sampah terpadu, yang secara geografis berada di

Kecamatan Andir, Kota Bandung (Peraturan Walikota Bandung Nomor 316

Tahun 2013 dengan penyesuaian).

6) Evaluasi merupakan proses perbaikan atas suatu aktivitas, kegiatan, maupun

program, yang menekankan pada penilaian sejauh mana kegiatan dapat

mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan (Yunus, 2010).

28

7) Penyediaan merupakan proses yang berkaitan dengan mengadakan,

menyiapkan, mengatur, dan mencadangkan fasilitas tempat penampungan

sampah sementara di Kecamatan Andir yang dinilai melalui jumlah fasilitas,

distribusi, dan beberapa indikator lokasional penempatan tempat

penampungan sampah sementara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,

dengan penyesuaian).

8) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan lokasi akhir yang untuk

memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi

manusia dan lingkungan, yang terletak di Sarimukti, Kabupaten Bandung

(Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Sampah dengan penyesuaian)

9) Permukiman merupakan kawasan tempat penduduk Kecamatan Andir tinggal

secara menetap dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan

sejenisnya (Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Sampah dengan penyesuaian)

10) Tubuh air merupakan kenampakan di permukaan bumi yang didominasi oleh

air dan organisme yang biasa hidup di dalamnya, seperti sungai, laut, rawa,

dan lain-lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

11) Daerah banjir atau genangan merupakan area di Kecamatan Andir yang

seringkali tergenang saat musim hujan, biasanya terletak di sekitar tubuh air

berupa sungai, dan lain-lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan

penyesuaian).

12) Jalan utama merupakan jalan arteri dan jalan kolektor di Kecamatan Andir

yang dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut sampah dari TPS ke TPA

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

13) Pengelolaan merupakan proses yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan

pengendalian kegiatan pada fasilitas tempat penampungan sampah sementara

di Kecamatan Andir yang dinilai melalui kondisi fisik dan pengelolaan

sampah di tempat penampungan sampah sementara sehingga tujuan akhir

berupa pengangkutan hanya residu sampah dari TPS ke TPA dapat terlaksana

dengan baik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

29

14) Wadah non-permanen merupakan tempat penampungan sampah di lokasi

tempat penampungan sampah sementara yang bersifat sementara atau tidak

tetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

15) Lindi merupakan air hasil degradasi dari sampah dan dapat menimbulkan

pencemaran apabila tidak diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke

lingkungan. Lindi ini pada umunya bersifat toksik karena mengandung

mikroorganisme dalam jumlah tinggi, mengandung logam berat yang

berbahaya jika terpapar ke lingkungan, dan lain-lain (Trihadiningrum, 1996).

16) Sampah organik merupakan sisa bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan

dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,

perikanan yang mudah diuraikan dalam proses alami (Peraturan Walikota

Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).

17) Pengomposan skala lingkungan merupakan proses pembuatan pupuk

campuran yang terdiri atas bahan organik dan kotoran hewan, yang dikelola

oleh masyarakat bekerja sama dengan PD Kebersihan Kota Bandung di

kelurahan tempat TPS tersebut berada (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,

dengan penyesuaian).

18) Sampah anorganik merupakan sisa dari jenis sumber daya alam tak terbarui

seperti mineral atau proses industri dan tidak dapat diuraikan oleh alam atau

hanya sebagian kecil dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama

(Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).

19) Daur ulang merupakan pemrosesan kembali sampah anorganik untuk

mendapatkan produk baru yang berdaya guna (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

20) Sampah B3 merupakan sampah yang berasal dari limbah bahan berbahaya

dan/atau beracun yang disebabkan oleh sifat dan/atau konsentrasi dan/atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan

dan merusak lingkungan hidup manusia maupun makhluk hidup lainnya

(Peraturan Walikota Bandung Nomor 316 Tahun 2013 dengan penyesuaian).

30

21) Residu sampah merupakan sisa sampah yang sudah tidak dapat dipilah

maupun dimanfaatkan kembali baik melalui usaha pengomposan maupun daur

ulang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

22) Daya layan fasilitas (facilities serviceability) adalah faktor yang terkait

dengan kemampuan layan dari fasilitas publik, berkaitan dengan sarana-

prasarana pendukung dan faktor lokasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,

dengan penyesuaian).

23) Gerobak merupakan alat yg berupa kotak besar beroda dua, tiga, atau empat

untuk mengangkut sampah yg ditarik atau didorong oleh manusia (Kamus

Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

24) Ritasi (rit) merupakan perjalanan moda pengangkut sampah dari tempat

penampungan sampah sementara (TPS) menuju tempat penampungan akhir

(TPA) lalu kembali lagi ke TPS yang dihitung sebagai 1 ritasi (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

25) Frekuensi adalah ukuran jumlah ritasi dalam satuan waktu yang diberikan

baik 1 harian, 2 harian atau mingguan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008,

dengan penyesuaian).

26) Petugas kebersihan terdiri dari petugas pengumpul sampah PD Kebersihan

Kota Bandung, petugas pengumpul sampah non-PD Kebersihan Kota

Bandung, petugas cleaning service, dan pemulung sampah (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

27) Pemulung sampah merupakan anggota masyarakat yang mencari nafkah

dengan mengumpulkan sampah yang hanya bernilai ekonomis untuk dijual

kembali (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

28) Jangkauan layanan dihitung dari lokasi absolut tempat penampungan

sampah sementara berada hingga ke radius terjauh dari area yang dilayani oleh

tempat penampungan sampah sementara tersebut (Kamus Besar Bahasa

Indonesia, 2008, dengan penyesuaian).

29) Kondisional adalah suatu usaha penyelesaian masalah keterlambatan

pengangkutan sampah yang sifatnya tidak segera karena menyesuaikan

31

ketersediaan kendaraan pengangkut yang ada (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

2008, dengan penyesuaian).