Post on 11-Mar-2018
Bab 2
Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini merupakan landasan teori yang mendasari penganalisaan
terhadap masalah yang terjadi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Pada prinsipnya landasan teori yang tepat akan mendapatkan hasil analisa yang
baik. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas mengenai masalah dalam
penelitian yang akan dilakukan, teori–teori yang telah dirumuskan ini pada intinya
akan menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Metode ABC
2. Analisa Kebutuhan atau Forecasting
3. Sistem Pengendalian Persediaan
2.1. Metoda ABC Inventory Control
Dalam sistem pengendalian persediaan ini terdapat beberapa metode yang dapat
digunakan diantaranya metode ABC inventory control untuk mengklasifikasikan
suatu material, barang atau produk yang relatif banyak.
Klasifikasi ABC atau sering juga disebut analisis ABC merupakan klasifikasi dari
suatu kelompok material atau barang dalam susunan menurun berdasarkan biaya
penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan
volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang
umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat diterapkan
menggunakan kriteria lain, bukan semata berdasarkan biaya akan tetapi
tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu.
Klasifikasi ABC ini umum digunakan dalam pengendalian inventory material
pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-
obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori
produk pada supermarket atau toserba, dan lain-lain.
Klasifikasi ABC, ketika digunakan sebagai bagian dari proses perencanaan
strategis dapat memberikan wawasan yang berarti. Misalnya, ABC dapat
5
6
menunjukan bahwa produk yang rumit denagn banyak komponen terpisah
memiliki biaya desain dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
produk yang lebih sederhana, bahwa produk dengan volume rendah memiliki
biaya per unit yang lebih rendah dibandingkan dengan produk yang bervolume
tinggi. Produk dengan banyak persiapan atau banyak permintaan perubahan teknik
memiliki nilai atau biaya per unit yang lebih tinggi dari produk-produk lain dan
produk dengan siklus hidup pendek memiliki biaya per unit lebih tinggi.
Informasi mengenai besaran dari perbedaan ini dapat mengarah kepada perubahan
dalam kebijakan berkaitan dengan lini penuh versus lini produk terfokus
penetapan harga, keputusan buat atau beli, keputusan bauran produk, penambahan
atau penghapusan produk, penghapusan aktivitas yang tidak bernilai tambah dan
penekanan pada tata ruang pabrik yang lebih baik dan kesederhanaan dalam
desain produk.
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu
material, yaitu :
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk membuat material itu.
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak
pemesanan materialitu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.
8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahan desain.
Salah satu maksud manajemen persediaan adalah mengendalikan persediaan pada
harga terendah. Selain itu, untuk mengetahui barang mana yang perlu atau tidak
perlu dimonitor sangat ketat, karena hal itu merupakan pemborosan dengan biaya
7
pengawasan lebih besar dibandingkan nilai barang itu sendiri. Melalui identifikasi
persediaan barang-barang secara individual, manajemen dapat lebih efektif
mengalokasikan sumber daya – sumber dayanya untuk mengendalikan barang
yang relatif sedikit dengan nilai tertinggi yang memerlukan perhatian lebih besar.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto dimana sekitar 80 %
dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material
inventori.
Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan hal-hal sebagai berikut :
1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), dimana material-
material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan
inventori dibandingkan material-material kelas B atau C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material – material kelas A dan B
memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program
reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu
difokuskan.
3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktivitas pembelian seharusnya
difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan
penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material –
material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.
4. Keamanan : meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih
baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC
boleh digunakan sebagai indikator dari material – material mana ( kelas A
dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci
untuk mencegah kehilangan, kerusakan atau pencurian.
5. Sistem pengisian kembali (replenishment system ), dimana klasifiaksi ABC
akan membantu mengendalikan material-material kelas C dengan simple
two-bin system of replenishment dan metode-metode yang lebih canggih
untuk material-material kelas A dan B.
8
6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan
investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati
dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman
terhadap material-material kelas B dan C.
Terdapat sejumlah prosedur untuk mengelompokkan material-material inventori
ke dalam kelas A, B, dan C, antara lain :
1. Tentukan volume penggunaan per periode waktu (biasanya per tahun) dari
material-material inventori yang ingin diklasifikasikan.
2. Gandakan (kalikan) volume penggunaan per periode waktu (per tahun)
dari setiap material inventori dengan biaya per unitnya guna memperoleh
nilai total penggunaan biaya per periode waktu (per tahun) untuk setiap
material inventori itu.
3. Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu
untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya agregat (keseluruhan).
4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu dengan
nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu.
5. Daftarkan material-material itu dalam rank persentase nilai total
penggunaan biaya dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.
6. Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B, dan C
dengan kriteria 20% dari jenis material diklasifkasikan ke dalam kelas A,
30% dari jenis meterial diklasifikasikan ke dalam kelas B, dan 50% dari
jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas C.
Berikut contoh perhitungan klasifikasi ABC pada inventori Silicon Chips, Inc.
pada nilai total penggunaan uang ($) per tahun.
9
Tabel 2.1. Perhitungan Klasifikasi ABC dari inventori Silicon Chips, Inc. pada
nilai total penggunaan uang($) per tahun
Nomor stock
material
Persentase material
yang disimpan
(%)
Volume penggunaan tahun per(unit)
Biaya per unit
($)
Nilai total penggunaan uang pertahun
($)
Urutan persentase nilai total
penggunaan uang (%)
Persentase nilai total
penggunaan uang
dari setiap kelas
Kelas atau
kelompok material inventori
#10286
#1152620%
1000
500
90,00
154,00
90.000
77.000
38,8
33,272%
A
A
#12760
#10867
#1050
30%
1550
350
1000
17,00
42,86
12,50
26.350
15.001
12.500
11,4
6,5
5,4
23%
B
B
B
#12572
#14075
#01306
#01307
#10572
50%
600
2000
100
1200
250
14,17
0,60
8,50
0,42
0,60
8.502
1.200
850
504
150
3,7
0,5
0,4
0,2
0,1
5%
C
C
C
C
C
Total 100% 8550 - 232.057 100% 100% -
Setelah material-material inventori itu dikelompokan kedalam kelas A, B dan C,
selanjutnya pihak manajemen pembelian perlu memfokuskan perhatian pada
materia-material kelas A dengan merumuskan kebijaksanaan JIT dalam pembelian
meterial-material kelas A itu. Pihak manajemen industri juga dapat memanfaatkan
klasifikasi ABC ini untuk merumuskan sistem manajemen inventori material,
seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kebijaksanaan Manajemen Inventori berdasarkan Klasifikasi ABC
DeskripsiMaterial-
material kelas A
Material-
material kelas B
Material-
material kelas C
Fokus perhatian manajemen Utama Normal Cukup
Pengendalian Ketat Normal Longgar
Stok pengaman Sedikit Normal Cukup
Akurasi peramalan Tinggi Normal Cukup
Kebutuhan penghitungan inventori 1 – 3 bulan 3 – 6 bulan 6 – 12 bulan
10
2.2. Analisa Kebutuhan atau Forecasting
2.2.1. Pengertian Analisa Kebutuhan atau Forecasting
Analisa kebutuhan bertujuan untuk melihat atau memperkirakan prospek ekonomi
atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut. Analisa
kebutuhan yang akan datang sering disebut juga peramalan (forecasting).
Peramalan merupakan suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk
suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu dimasa yang
akan datang.
Karakteristik yang mempengaruhi peramalan, antara lain yaitu sifat produk dan
pola permintaannya. Jika sifat produk seperti pola tersebut, permintaan dapat
diharapkan hampir konstan dari satu periode ke periode berikutnya sehingga
jangkauan waktu dari peramalan relatif pendek.
Kegunaan peramalan :
1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik.
2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk yang ada.
3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk
dikerjakan berdasarkan peralatan yang ada.
Ada beberapa proses atau langkah-langkah dalam melakukan peramalan,
diantaranya yaitu :
- Penentuan tujuan
- Pengujian model
- Penerapan model
- Pengembangan model
- Revisi dan evaluasi
11
Usaha-usaha untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang
tidak akan terlepas dari kegiatan peramalan atau “forecasting”. Diartikan sebagai
upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Obyek yang akan diramalkan dapat meliputi apa saja tergantung kebutuhan.
Peramalan diperlukan disamping untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di
masa yang akan datang juga para pengambil keputusan perlu untuk membuat
planning, disamping itu di dalam manufacturing ada yang dinamakan dengan lead
time atau pembagian waktu dalam membuat suatu rencana produksi. Oleh sebab
itu pembahasan peramalan dalam sutu manufacturing banyak berkisar dalam
konteks peramalan kebutuhan, peramalan penjualan dan lain-lain.
Dalam suatu manufacturing peramalan merupakan langkah awal dalam
penyusunan production, inventory, management, manufacturing, planning
control, dan manufacturing resource planning, dimana obyek yang diramalkan
adalah kebutuhan. Pada industri yang menganut sistem make to stock peramalan
merupakan input utama, sedangkan pada industri yang menganut make to order
peramalan hanya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan
mesin. Selain itu ada beberapa informasi yang penting yang bisa didapat dari
peramalan yaitu informasi penjadwalan produksi, tranportasi, personal, maupun
informasi tentang rencana perluasan usaha baik jumlah atau sumber daya
2.2.2. Teknik peramalan
Tehnik peramalan harus sederhana untu menghindari interpretasi. Ada banyak
kemungkinan peramalan yang satu dengan yang lain mengalami perbedaan. Hal
ini disebabkan karena :
1. time horizone (( rentang waktu)
2. Pola Data (konstan, linear, siklik, dll)
3. faktor penentu outcome.
Hasil-hasil peramalan sangat diperlukan untuk menentukan keputusan yang akan
diambil oleh organisasi antara lain :
12
1. Penjadwalan sumber-sumber tersedia, misalnya : peramalan tingkat
permintaan produk, material, keuangan, buruh atau pelayanan adalah input
untuk menjadwalkan produksi, transportasi, keuangan dan personil.
2. Kebutuhan sumber daya tambahan dimasa yang akan datang
3. Penentuan sumber daya yang diinginkan, peramalan faktor lingkungan masa
datang.
Dalam peramalan terdapat beberapa jenis pola data diantaranya yaitu :
1. Pola Horizontal (H)
Pola ini terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang
konstan. Deret seperti ini stasioner terhadap nilai rata-ratanya. Nilai data
berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan (Stasioner terhadap nilai
rata-ratanya)
Gambar 2.1. Pola Data Horizontal
2. Pola Musiman (S)
Pola ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman,
misalnya : bulanan, kuartal tahun tertentu, dan harian pada minggu terentu
atau waktu-waktu tertentu
13
Gambar 2.2. Pola Data Musiman
3. Pola Siklik (C)
Pola ini terjadi bilamana datanya dipengruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka
panjang, seperti yang berhubungan siklus bisnis.
Gambar 2.3. Pola Data Siklus
4. Pola Trend (T)
Pola ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka
panjang dalam data.
14
Gambar 2.4. Pola Data Trend
Pada umumnya peramalan dapat dibagi kedalam beberapa segi tergantung dari
beberapa kriteria berikut ini :
1. Ditinjau dari segi proyeksi (sifat penyusunannya), peramalan secara teknis di
kualifikasikan dalam 2 cara yaitu :
a. Peramalan yang subyektif yaitu peramalan yang didasarkan pada intuisi
dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini ketajaman pemikiran orang
yang menyusun sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan.
b. Peramalan yang obyektif yaitu peramalan yang didasarkan pada data masa
lalu, dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menganalisanya.
2. Dilihat dari jangka (rentang) waktu peramalan yang disusun dapat dibedakan
atas 3 macam, yaitu :
a. Peramalan jangka panjang.,
Yaitu peramalan yang dilakukan untuk meramalkan kebutuhan dalam
jangka waktu yang lama, biasanya lebih dari satu setengah tahun sampai
tiga semester. Hasil peramalan ini biasanya digunakan untuk bahan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan pasar, studi
kelayakan, perencanaan kapasitas, dan lain-lain.
b. Peramalan jangka menengah,
Peramalan ini digunakan untuk meramalkan kondisi dalam jangka waktu 1
(satu) sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan.
c. Peramalan jangka pendek,
15
Adalah peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil-hasil ramalan
yang jangka waktunya kurang dari setahun atau tiga semester.
3. Dilihat dari sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan menurut
Vincent Gaspersz (Vincent Gaspersz , 1998) dapat dibedakan menjadi :
a. Teknik Peramalan Secara Kuantitatif
Dalam teknik ini, pola historis data digunakan untuk mengekstrapolasi
(meramalkan) masa datang. Terdapat dua teknik kantitatif yang utama,
yaitu : analisis deret waktu (time series analyisis) dan model structural
(structural model) atau model kausal.
Metode kuantitatif dapat digunakan jika tersedia data masa lalu, dari data
tersebut dicari pola hubungan yang ada. Metode ini cocok digunakan pada
kondisi yang statis, jelas dan tidak memerlukan human mind. Dengan
metode ini, ketelitian ramalan dapat diprediksi sejak awal sebagai bahan
pengambilan keputusan . atas dasar tersebut metode kuantitatif lebih
disukai.
b. Teknik Peramalan Secara Kualitatif
Teknik ini digunakan apabila data masa lalu tidak tersedia/jika tersedia
pun jumlahnya tidak mencukupi. Teknik kualitatif mengkimbinasikan
informasi dengan peramalan, penilaian dan intuisi untuk menghasilkan
pola-pola dan hubungan yang mungkin dapat diterapkan untuk membuat
prediksi-prediksi tentang masa yang akan datang. Teknik-teknik kualitatif
didasasri atas dasar pendekatan akal sehat (Common Sense) dalam
menyaring informasi kedalam bentuk yang bermanfaat.
Metode kualitatif disebut juga metode technological forecasting, karena
sering digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi. Selain itu
juga digunakan jika tersedia data masa lalu karena alasan seperti : tidak
tercatat, yang diramalkan adalah hal yang baru, situasi telah berubah,
situasi turbulaen dan memerlukan humand mind dan kesalahan peramalan
tidak dapat di prediksi.
16
Beberapa metode yang tercakup dalam teknik-teknik kualitatif antara
lain : Visionary, Panel Consensus, brainstorming, anricipatory, role
playing, dan lain-lain.
Teknik kualitatif paling sesuai diterapkan dalam 2 kondisi berikut ini :
Tidak terdapat/kurangnya data kuantitatif yang berkualitas.
Misalnya dalam peluang bagi produk/pasar yang baru.
Terdapat data kuantitatif cukup, namun terdapat faktor-faktor
tertentu yang menyebabkan teknik kualitatif lebih sesuai diterapkan.
Misalnya meskipun terdapat data yang cukup mengenai kondisi
historis ekonomi di Indonesia, kondidi-kondisi non ekonomi (politik
dan sebagainya) sangat mempengaruhi keadaan di masa depan.
Sedangkan keterbatasan-keterbatasannya antara lain :
Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa hasil yang berbeda dapat
timbul jika digunakan metode pengumpulan informasi yang berbeda.
Terdapat kemungkinan timbulnya penilaian-penilaian yang over
convidence.
Adanya fenomena group think dimana pemikiran yang menyimpang
dari konsesus kelompk akan ditekan. Efek dari group think ini adalah
berkurangnya pendapat-pendapat kritis.
Dalam melakukan peramalan perlu diikuti prosedur yang benar untuk
mendapatkan hasil yang baik diantaranya :
a. Definisikan prosedur peramalan
b. Buat plot data yang ada
c. Pilih setidaknya 2 metode yang memenuhi tujuan peramalan 1 dan sesuai
dengan plot data 2
a. Menghitung parameter fungsi peramalan
b. Menghitung kesalahan yang terjadi
c. Memilih metode peramalan yang terbaik
d. Melakukan verifikasi peramalan
17
2.2.3. Prinsip-prinsip Peramalan
Plossi mengemukakan lima prinsip peramalan yang perlu dipertimbangkan:
1. Peramalan melibatkan kesalahan (error)
Peramalan hanya mengurangi ketidakpastian tetapi tidak menghilangkannya,
ini memungkinkan adanya kesalahan peramalan.
2. Peramalan sebaiknya menggunakan tolak ukur kesalahan peramalan
Besar kesalahan dapat dinyatakan dalam satu unit atau persentase permintaan
aktual akan jatuh dalam interval peramalan.
3. Peramalan family produk lebih akurat daripada peramalan produk individu
Jika satu family produk tertentu diramalkan sebagai satu kesatuan produk
persentase kesalahan cenderung lebih kecil dari pada persentase kesalahan
peramalan produk-produk individu penyusun family.
4. Peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka
panjang. Dalam waktu jangka pendek kondisi yang mempengaruhi permintaan
cenderung tetap atau berubah lambat sehingga peramalan jangka pendek
cenderung lebih akurat.
5. Jika dimungkinkan hitung permintaan daripada meramalkan permintaan
2.2.4. Metode Peramalan Kuantitatif
2.2.4.1. Metode Time Series
Metode time series didasarkan pada deret yang menggambarkan pola-pola yang
bervariasi sepanjang waktu, yang dimodelkan untuk menentukan bagaimana pola
yang akan terjadi dimasa yang akan datang dimana kondisi ini tidak dapat
menjelaskan faktor apa yang akan menyebabkan terjadinya event yang diramalkan
(Black box). Secara garis besar, metode time series dapat dikelompokan menjadi:
a. Metode Average
Peramalan dengan moving average adalah untuk mendapatkan rata-rata sejumlah
data paling baru yang berurutan. Teknik peramalan dengan moving average ini
diantaranya adalah single moving average dan double moving average.
Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :
18
1. Metode Single Moving Average
Teknik peramalan dengan single moving average, secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut (forecasting by makridakis hal 69-79).
.................................................................................(2.1)
Dimana,
= peramalan periode ke t.
= data pada periode ke t.
N = jumlah data yang diperhitungkan.
Dari persamaan diatas bahwa pola hasil peramalan sangat ditentukan oleh jumlah
data yang diperhitungkan (N) dalam peramalan. Jika dari pengamatan terlihat
bahwa perubahan nilai data cukup besar setiap periodenya, maka dalam penetapan
banyak data yang dikembangkan dipilih lebih kecil. Demikian juga sebaliknya,
jika data pola yang stabil, maka diambil N yang lebih besar.
Dengan mengambil beberapa nilai N, kemudian akan diperoleh suatu harga N
yang akan memberikan simpangan terkecil, selanjutnya metode single moving
average ini mempunyai beberapa karakteristik yang lain :
a. Metode ini selalu terlambat dalam menanggapi suatu perubahan
data untuk data dengan kecenderungan menarik, hasil peramalannya
memberikan nilai yang lebih kecil sedangkan untuk data dengan
kecenderungan menurun, metode ini memberikan nilai yang lebih besar.
b. Metode ini kurang cepat menanggapi data yang bersifat siklis.
Metode ini dipengaruhi oleh periode yang dipertimbangkan (N) dalam
melakukan peramalan.
2. Metode Double Moving Average
Seperti telah disebutkan bahwa peramalan dengan single moving average akan
tertinggal dibelakang data sebenarnya bila terdapat kecenderungan dalam pola
data. Untuk data pola linier, dikembangakan suatu double moving average yang
dapat menangkap bentuk linier tersebut. Untuk dapat melakukan perhitungan
19
dengan double moving average, digunakan hasil dari single moving average. Hasil
dari metode tersebut digunakan untuk mendapatkan average kedua.
Bentuk perhitungan yang dilakukan dapat dijelaskan dengan persamaan (Analisis
kuantitatif untuk perencanaan, Vincent G, hal 72-123) sebagai berikut :
.........................................................................................(2.2)
.........................................................................................(2.3)
..................................................................................................(2.4)
Di mana :
= nilai peramalan dengan single moving average.
= nilai moving average kedua.
= hasil peramalan dengan double moving average pada periode kedepan.
= periode kedepan yang diramalkan.
b. Metode Smoothing
Metode smoothing dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang
satu berbeda dengan data periode sebelumnya membentuk fungsi eksponensial
yang biasa disebut eksponential smoothing.
Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :
1. Metode Exponential Smoothing
Metode exponential smoothing merupakan metode peramalan yang cukup baik
untuk peramalan jangka panjang dan jangka menengah, terutama pada tingkat
operasional suatu perusahaan, dalam perkembangan dasar matematis dari metode
smoothing (forcasting by Makridakis, hal 79-115) dapat dilihat bahwa konsep
20
exponential telah berkembang dan menjadi metode praktis dengan penggunaan
yang cukup luas, terutama dalam peramalan bagi persedian.
Kelebihan utama dari metode exponential smoothing adalah dilihat dari
kemudahan dalam operasi yang relatif rendah, ada sedikit keraguan apakah
ketepatan yang lebih baik selalu dapat dicapai dengan menggunakan (QS)
Quantitatif System ataukah metode dekomposisi yang secara intuitif menarik,
namun dalam hal ini jika diperlukan peramalan untuk ratusan item.
Menurut Makridakis, Wheelwright & Mcgee dalam bukunya “forecasting” (hal
104). Menyatakan bahwa apabila data yang dianalisa bersifat stationer, maka
penggunaan metode rata-rata bergerak (moving average) atau single exponential
smoothing cukup tepat akan tetapi apabila datanya menunjukan suatu trend linier,
maka model yang baik untuk digunakan adalah exponential smoothing linier dari
brown atau model exponential smoothing linier dari holt.
Permasalahan umum yang dihadapi apabila menggunakan model pemulusan
eksponensial adalah memilih konstanta pemulusan yang diperkirakan tepat.
Adapun panduan untuk memperkirkan nilai yaitu antara lain :
Apabila pola historis dari data aktual permintaan sangat bergejolak atau tidak
stabil dari waktu ke waktu, kita memilih nilai mendekati 1.Biasanya di pilih
nilai = 0.9; namun pembaca dapat mencoba nilai yang lain yang
mendekati 1 seperti 0,8; 0,99 tergantung sejauh mana gejolak dari data itu.
Apabila pola historis dari data akual permintaan tidak berfluktuasi atau relatif
stabil dari waktu ke waktu maka kita memilih nilai yang mendekati nol,
katakanlah; = 0.2; 0.05; 0.01 tergantung sejauh mana kestabilan data itu,
semakin stabil nilai yang dipilih harus semakin kecil menuju ke nilai nol
2. Metode Single Exponential Smoothing
Metode ini juga digunakan untuk meramalkan suatu periode ke depan. Untuk
melihat persamaan metode ini dengan metode single moving average, maka lihat
21
kembali persamaan matematis yang digunakan pada peramalan single moving
average.
..............................................................................(2.5)
Peramalan untuk periode t, persamaan adalah :
..............................................................
(2.6)
Maka,
Atau
Sedangkan persamaan matematis untuk single exponential smoothing sebagai
berikut :
................................................................................................(2.7)
..............................................................................................
(2.8)
...........................................................................................
(2.9)
Demikian seterusnya untuk
Jadi terlihat bahwa metode single moving average merupakan sejumlah data
semua yang ditekankan pada baru. Harga ditetapkan oleh 0 X 1 dan harga
yang terpilih yang memberikan simpangan terkecil dari perhitungan yang ada,
seperti pada metode single moving average. Peramalan dengan exponential
smoothing juga dapat digunakan untuk meramalkan beberapa periode kedepan
untuk pola data dengan kecenderungan linier, teknik yang digunakan dikenal
dengan nama Brown Parameter Exponential Smoothing langkah-langkah
perhitungan untuk mendapatkan peramalan dengan metode ini adalah :
........................................................................................
(2.10)
22
.................................................................
.........................(2.11)
.................................................................................................(2.12)
Dimana :
= nilai peramalan dengan single Exponential Smoothing.
= nilai pemulusan eksponensial ganda.
= hasil peramalan periode kedepan.
= periode kedepan yang diramalkan.
3. Metode Double Exponential Smoothing
Metode ini dikembangkan oleh Brown’s untuk mengatasi adanya perbedaan yang
muncul antara data aktual dan nilai peramalan apabila ada trend pada plot datanya.
Untuk itu Brown’s memanfaatkan nilai peramalan dari hasil single Eksponential
Smothing dan Double Exponential smoothing. Perbedaan antara kedua
ditambahkan pada harga dari SES dengan demikian harga peramalan telah
disesuaikan terhadap trend pada plot datanya.
Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :
Metode Double Exponential Smoothing Satu Parameter Brown
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah serupa
dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda
ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend, perbedaan
antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai
pemulusan dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai dalam
implementasi pemulusan linier satu parameter Brown ditunjukan dibawah ini:
S't = .........................................................................................(2.13)
S"t =
.......................................................................................(2.14)
23
at = S't + ( S't – S”t ) = 2 S't – S”t
bt =
Ft = at + bt .mt...................................................................................................(2.15)
Dimana :
S’t = nilai pemulusan eksponensial tunggal
S” t = nilai pemulusan eksponensial ganda.
m = jumlah periode ke depan yang diramalkan.
= ramalan m periode ke depan
Agar dapat menggunakan persamaan diatas, nilai S”t-1 dan S”t-1, harus tersedia.
Tetapi pada saat t = 1, nilai-nilai tersebut tidak tersedia. Jadi, nilai-nilai ini harus
ditentukan pada awal periode. Hal ini dapat dilakukan dengan hanya menetapkan
S’t dan S”t sama dengan Xt atau dengan menggunakan suatu nilai rata-rata dari
beberapa nilai pertama sebagai titik awal.
Jenis masalah inisialisasi ini muncul dalam setiap metode pemulusan (smoothing)
eksponensial. Jika parameter pemulusan tidak mendekati nol, pengaruh dari
proses inisialisasi ini dengan cepat menjadi kurang berarti dengan berlalunya
waktu. Tetapi, jika mendekati nol, proses inisialisasi tersebut dapat memainkan
peran yang nyata selama periode waktu ke muka yang panjang.
Metode Double Exponential Smothing Dua Parameter Holt
Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan
Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara
langsung. Sebagai gantinya Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang
berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan dari
pemulusan eksponensial linier Holt didapat dengan menggunakan dua konstan
pemulusan (dengan nialai antara 0 sampai 1) dan tiga persamaan:
St = ...............................................................................(2.16)
bt = .................................................................................(2.17)
Ft + m = St + btm.................................................................................................(2.18)
24
Dimana : = data pemulusan pada periode t
= trend pemulusan pada periode t
= peramalan pada periode t
Persamaan diatas (1) menyesuaikan St secara langsung untuk trend periode
sebelumnya yaitu bt-1 dengan menambahkan nilai pemulusan yang terakhir, yaitu
St-1. hal ini membantu untuk menghilangkan kelambatan dan menempatkan St ke
dasar perkiraan nilai data saat ini.
Kemudian persamaan meremajakan trend (2), yang ditunjukan sebagai perbedaan
antara dua nilai pemulusan yang terakhir. Hal ini tepat karena jika terdapat
kecenderungan di dalam data, nilai yang baru akan lebih tinggi atau lebih rendah
dari pada nilai yang sebelumnya. Karena mungkin masih terdapat sedikit
kerandoman, maka hal ini dihilangkan oleh pemulusan (gamma) trend pada
periode akhir (St – St-1), dan menambahkannya dengan taksiran trend sebelumnya
dikalikan (1- ). Jadi persamaan diatas dipakai untuk meremajakan trend.
Akhirnya persamaan (3) digunakan untuk peramalan ke muka. Trend, bt, dikalikan
dengan jumlah periode kedepan yang diramalkan, m dan ditambahkan pada nilai
dasar St.
Metode Triple Exponential Smoothing
Metode ini dapat digunakan untuk data yang bersifat atau mengandung musiman.
Metode ini adalah metode yang digunakan dalam pemulusan trend dan musiman.
Metode winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan yaitu satu untuk
stationer, trend,dan musiman. Hal ini serupa dengan metode holt dengan satu
persamaan tambahan untuk mengatasi musiman. Persamaan dasar untuk metode
winter adalah sebagai berikut :
................................................................(2.19)
(musiman) ........................................................(2.20)
25
(ramalan) .........................................................(2.21)
(keseluruhan) ...................................................(2.22)
Dimana,
L =Panjang musiman.
B =Komponen trend
I = Faktor penyesuaian musiman
=Ramalan untuk n periode ke depan.
c. Metode Simple Regresi
Pada dasarnya metode ini berusaha mencari fungsi hubungan antara sebab akibat
(causal) dalam hal waktu, metode ini dapat dipakai untuk jangka panjang. Regresi
linier digunakan untuk peramalan apabila set data data yang ada linier, artinya
hubungan antara variabel waktu dan permintaan berbentuk garis linier. Metode
regresi linier didasarkan atas perhitungan least square error yaitu dengan
memperhitungakan jarak terkecil kesuatu titik pada data untuk ditarik garis,
dengan metode ini dapat diperolah suatu ramalan dengan didasarkan atas
persamaan yang dihasilkan, factor intercept dan slope pada peramalan dihitung
dari masa lalu dan digunakan untuk melakukan peramalan dengan variabel waktu
yang berubah.
Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat metode regresi sederhana yang
melibatkan suatu variabel bebas dan variabel tidak bebas, jika kita gunakan y
sebagai variabel tidak bebas dan x = t, sebagai variabel bebas, maka tujuan yang
ingin tercapai untuk mendapatkan persamaan garis lurus.
......................................................................................................(2.23)
Dimana, a = Intercep.
b = Slope(kemiringan).
26
Sedemikian rupa sehingga untuk setiap nilai waktu t tertentu, kesalahan kuadrat
(square error):
....................................................................................................(2.24)
Dimana,
= hasil peramalan.
= variabel bebas.
e = nilai kesalahan.
Jika dijumlahkan akan menghasilkan nilai minimum. Ini merupakan prosedur LS
(last square) dan kesalahan dinyatakan sebagai panjang garis vertikal dari titik
tertentu ke garis (a+b). Setelah persamaan regresi ditemukan dan diuji,
selanjutnya kita dapat menentukan titik taksiran y (sebagai nilai tunggal )
berdasarkan suatu titik nilai x tertentu, model regresi ini menghasilkan,
......................................................................................................(2.25)
Sebagai nilai harapan y yang diberikan oleh .
Model peramalan dengan pendekatan regresi juga merupakan peramalan yang
menggunakan pendekatan statistic dan dilihat dari bentuk peramalan dapat dibagi
kedalam beberapa pola :
a. Pola Linier.
b. Pola Quadratic.
c. Pola Logaritma.
Telah dijelaskan diatas mengenai pola linier, adapun dibawah ini akan dijelaskan
lebih rinci.
a. Pola Linier
Persamaan matematis untuk pola linier.
.........................................................................................................(2.26)
Dimana,
y = variabel dependent.
x = variabel independent.
a = intercept.
27
b = slope.
Harga constant a dan b pada persamaan diatas dapat dihitung dengan persamaan
berikut.
........................................................................
..(2.27)
........................................................................
..(2.28)
b. Pola Quadratic
Persamaan matematis untuk quadratic.
Y = a + bx + ..............................................................................................(2.29)
Harga constant a dan b pada persamaan diatas dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
..............................................................................(2.30)
..………………………………………………………(2.31)
..………………………………………………………(2.32)
Dimana,
c. Pola Logaritma.
Persamaan matematis untuk quadratic.
Y = a + b ..................................................................................................(2.33)
28
Harga konstant a dan b, persamaan ini juga identik dengan persamaan pola linier
sehingga mendapatkan harga constant, pada persamaan diatas dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
………………………………..(2.34)
………………………………………..(2.35)
Peramalan dengan menggunakan pendekatan statistik ini dapat digunakan untuk
meramalkan beberapa period ke depan, banyak periode yang dipertimbangkan ini
tergantung kepada kemampuan kita untuk menjamin masa yang akan datang,
seandainya masa yang akan diramalkan mempunyai ketidakpastian yang sangat
besar maka yang dipertimbangkan lebih kecil.
2.2.4.2 Aspek Umum dari Metode Pemulusan
Kelebihan utama dari penggunaan metode pemulusan (Smoothing) yang luas
adalah kemudahan dan ongkos yang rendah. Ada sedikit keraguan apakah
ketetapan yang lebih baik selalu dapat di capai dengan menggunakan metode
autoregresi atau pola rata-rata bergerak yang lebih canggih. Namun demikian,
jika diperlukan ramalan untuk ribuan item, seperti dalam banyak kasus sistem
persediaan (inventori), maka metode pemulusan seringkali merupakan satu-
satunya metode yang dapat dipakai.
Dalam hal keperluan peramalan yang besar, maka suatu yang kecil dan mantap itu
lebih berarti. Sebagai contoh, menyimpan empat nilai sebagai ganti dari tiga nilai
untuk setiap item dapat menjadi sangat berarti bagi keseluruhan item sebulan.
Disamping itu, waktu komputer yang diperlukan untuk melakukan perhitungan
yang penting harus disediakan pada tingkat yang layak, dan alasan ini, metode
29
pemulusan eksponensial lebih disukai dari pada metode rata-rata bergerak dan
metode dengan jumlah parameter yang sedikit lebih disukai dari pada yang lebih
banyak.
2.2.4.3 Metode Pemilihan Peramalan
Suatu permalan sempurna jika nilai variable yang diramalkan sama dengan nilai
sebenarnya. Untuk mendapatkan nilai yang tepat, maka diharapkan peramalan
tersebut dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan
peramalan tidak semata-mata dsebabakan kesalahan dalam pemilihan metode,
tetapi dapat juga disebabkan jumlah data yang diamati terlalu sedikit sehingga
tidak menggambarkan perilaku atau pola yang sebenarnya dari variable yang
bersangkutan.
Kesalahan peramalan adalah perbedaan antara nilai variable yang
sesungguhnya dan nilai peramalan pada periode yang sama, atau dalam bentuk
rumus
.......................................................................................................(2.36)
Berikut ini beberapa ukuran akurasi dari peramalan yang dipakai :
1. Rata- rata devisi mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD).
Rata-rata penyimpangan absolute merupakan penjumlahan kesalahan
peramalan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya
data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut ;
......................................................................................
(2.37)
2. Rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE).
MSE memperkuat pengaruh angka – angka kesalahan besar, tetapi
memperkecil angka kesalahan peramalan yang lebih kecil dari satu unit.
..................................................................................(2.38)
30
3. Rata- rata Persentase Kesalahan Absolute (Mean Absolute Percentage
Error = MAPE )
.........................................................................
(2.39)
4. Rata –rata Kesalahan peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )
....................................................................................
(2.40)
5. Rata-rata kesalahan (AE, average error atau bias ).
Merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dan nilai peramalan,
yang dirumuskan sebagai berikut :
.............................................................................................(2.41)
Dimana :
A = permintaan Aktual pada periode-t
F = peramalan permintaan pada periode-t
n = jumlah periode peramalan yang terlibat
2.2.4.4 Memeriksa Keandalan Model Peramalan yang Dipilih Berdasarkan
Peta Kontrol Tracking Signal
Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan yang dipilih,
seyogianya kita membangun peta kontrol tracking signal. Nilai-nilai tracking
signal untuk suatu model, ditunjukkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.3. Contoh Tracking Signal Dari Suatu Model Peramalan
Periode
(1)
Forecast,
F
(2)
Aktual
(3)
Error,
E = A-F
(4) = (3)-(2)
REFE
(5) =
Kumulatif
dari (4)
Absolut
Error
(6) =
Absolut
dari (4)
Kumulatif
Absolut
Error
(7) =
Kumulatif
(6)
MAD
(8) =
(7) / (1)
Tracking
Signal
(9) =
(5) / (8)
31
Dari tabel contoh Tracking Signal, kita dapat menghitung :
..........................................................(2.42)
.................................................................................(2.43)
Analisa nilai-nilai tracking signal untuk model peramalan harus berada didalam
batas-batas yang dapat diterima (maksimum ± 4). Nilai-nilai tracking signal yang
semuanya positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar dari
pada ramalan. Suatu tracking signal yang baik memiliki RSFE yang rendah, dan
mempunyai positive error yang sama banyak atau seimbang dengan negative
error, sehingga pusat tracking signal mendekati nol.
2.2.4.5 Verifikasi Hasil Peramalan
Motode verifikasi yang digunakan adalah Moving Range Chart. Metode ini
berfungsi untuk membuktikan apakah metode peramalan yang terpilih layak
digunakan untuk meramalkan permintaan pada masa yang akan datang. Uji
verifikasi moving range chart tersebut adalah sebagai berikut :
Membuat tabel perhitungan MR dari fungsi peramalan optimal
t dt dt’ dt-dt’ MR12
Hitung moving range chart dengan rumus :
........................................................................(2.44)
Hitung rata-rata moving range chart :
..................................................................................................(2.45)
Sentral moving range chart = 0
32
Tentukan batas-batas control :
BKA = UCL = 2,66 MR................................................................................(2.46)
BKB = LCL = - 2,66 MR..............................................................................(2.47)
Menggambarkan dt-dt’ dalam grafik yang terbagi ke dalam 3 daerah
yaitu :
(BA atau BB) ≤ daerah A ≤ 2/3 x (BA atau BB)
1/3 (BA atau BB) ≤ daerah B ≤ 2/3 x (BA atau BB)
0 ≤ daerah C ≤ 1/3 x (BA atau BB)
Kondisi dikatakan out of control apabila :
1. Jika ada titik-titik (dt-dt’) yang berada diluar garis BA dan BB atau UCL
dan LCL.
2. Jika ada titik-titik (dt-dt’) 3 titik berturut-turut, 2 atau lebih jatuh pada
salah satu sisi daerah A.
3. Jika ada 5 titik (dt-dt’) berturit-turut, 4 atau lebih jatuh pada salah satu sisi
daerah B.
4. Jika ada 8 titik (dt-dt’) berturut-turut terletak pada salah satu sisi daerah C
Gambar 2.5. Peta Rentang Kendali
2.3. Sistem Pengendalian Persediaan
Persediaan merupakan hal yang penting pada setiap perusahaan industri.
Persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan
33
tersebut (terjadi kelancaran usaha) hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya
yang ditimbulkannya.
Beberapa pengertian tentang persediaan menurut Sofyan Assauri (1998 ) antara
lain yaitu :
1. Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan
maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau
2. Persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan /proses produksi,
atau
3. Persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses
produksi
Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan
bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,
serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.
Persediaan juga dapat didefinisikan sebagai simpanan produk, secara umum dapat
ditunjukkan sebagai sumber menganggur yang memiliki nilai ekonomis.
Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi,
atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan
produksi. Adapun alasan diperlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan
pabrik adalah karena :
1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk
memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang
disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.
2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan suatu unit atau bagian untuk
membuat skedul operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
Sedangkan tujuan diadakannya pengawasan persediaan yaitu untuk menjaga agar :
Persediaan selalu ada, sehingga kegiatan produksi tidak terhenti
34
Pembentukkan persediaan tidak besar, sehingga biaya yang timbul
juga tidak besar
Pembelian dalam jumlah kecil untuk menekan biaya pemesanan
Untuk mencapai tujuan tersebut, pengawasan persediaan mengadakan
perencanaan bahan-bahan apa yang dibutuhkan baik dalam jumlah maupun
kualitas yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pesanan
dilakukan dan berapa besarnya yang dapat dilakukan. Selain itu, pengawasan
terhadap jumlah, macam, kualitas, komposisi, dari persediaan apakah sesuai
dengan apa yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan pabrik merupakan hal
yang harus diperhatikan pula.
Dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut :
1. Bahan Baku merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk
jadi.
2. Barang setengah jadi merupakan bentuk peralihan antara bahan baku
dengan produk setengah jadi.
3. Barang jadi merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan
kepada konsumen.
2.3.1. Macam-macam Perhitungan yang Ada di Dalam Manajemen
Persediaan
1. Economic Order Quantity (EOQ)
Jumlah pembelian bahan mentah/barang jadi pada setiap kali pesan dengan
biaya yang paling rendah.
2. Safety Stock
Persediaan pengaman apabila penggunaan persedian melebihi perkiraan
3. Reorder point
Strategi operasi persediaan adalah titik pemesanan yang harus dilakukan
perusahaan, sehubungan dengan adanya lead time dan safety stock.
2.3.2. Biaya-biaya Dalam Sistem Persediaan
35
Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan. Biaya sistem
persediaan terdiri dari :
1. Biaya pembelian (Purchasing Cost = c) adalah biaya yang
dikeluarkan untuk membeli barang. Biaya ini menjadi faktor penting ketika
harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Dalam
kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan
ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga
barang per-unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli.
2. Biaya pengadaan (Procurement Cost), biaya ini dibedakan atas 2
jenis berdasarkan asal usul barang, yaitu :
a. Biaya pemesanan (Ordering Cost = k) adalah semua pengeluaran yang
timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya
untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman
pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan seterusnya. Biaya
ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.
b. Biaya pembuatan (Setup Cost = k) adalah semua pengeluaran yang
timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di
dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi,
menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.
3. Biaya penyimpanan (Holding Cost/Carrying
Cost = h) adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang.
Biaya ini meliputi :
a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)
Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana
perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga
bank. Biaya ini diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode
waktu tertentu.
b. Biaya gudang
Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga
timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya
36
gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaannya
mempunyai gudang sendiri maka biaya gudangnya merupakan biaya
depresiasi.
c. Biaya kerusakan dan penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan
karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang, karena hilang.
Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman
sesuai dengan persentasenya.
d. Biaya kadaluarsa (Absolence)
Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena
perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya
ini biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang
tersebut.
e. Biaya asuransi
Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang
tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis
barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.
f. Biaya administrasi dan pemindahan
Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang
ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun
penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di
dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan
handling.
4. Biaya kekurangan persediaan (Shortage Cost = p)
Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan
terjadi kekurangan persediaan. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur
dari :
- Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat
memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses
37
produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman
kerugian bagi perusahaan, dengan satuan misalnya Rp/unit.
- Waktu pemenuhan
Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau
lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu
menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya
waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk
memenuhi gudang dengan satuan misalnya Rp/satuan waktu.
- Biaya pengadaan darurat
Agar konsumen tidak tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan
darurat yang biasa menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan
normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat
dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan, dengan
satuan misalnya Rp/setiap kali kekurangan.
Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara
akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan
kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam
penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel
(incremental Cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian
tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu
diperhitungkan.
2.3.3. Metode Pengendalian Persediaan
Dalam penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, pimpinan perusahaan harus
dapat mengatur dan menyesuaikan pesanan yang dilakukan dengan fasilitas-
fasilitas produksi perusahaan dan menjaga agar pemesanan yang dilakukan dapat
membuat keadaan persediaan berada pada biaya yang minimum.
Dalam usaha pemenuhan kebutuhan persediaan, terdapat beberapa cara
pemesanan (order system) yang dapat dilakukan yaitu:
38
1. Order Point System adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan
dimana pesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai suatu
atau tingkat tertentu. Dalam sistem ini pesanan yang diadakan dalam jumlah
yang tetap dari bahan-bahan yang dipesan yang disebut juga dengan fixed
order quantity system. Keuntungan dari sistem ini adalah pengawasan atas
jumlah dan waktu pemesanan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
Sedangkan kesukarannya adalah apabila perusahaan menggunakan bahan-
bahan atau barang-barang dalam persediaan yang terdiri dari beberapa jenis,
sedangkan saat pemesanan jenis barang/bahan yang satu dengan yang lain
tidak sama.
Dalam pelaksanaan sistem ini biasanya dapat dilakukan dalam dua variasi
yaitu:
a) Two and bag account system, dengan cara ini perusahaan
menggunakan dua kantong (bin). Kantong pertama merupakan tempat
persediaan bahan-bahan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan
pada tingkat order point dan berfungsi sebagai persediaan cadangan
(reserve inventories). Sedangkan persediaan bahan selebihnya ditempatkan
pada kantong kedua.
b) One storage bin system, dengan cara ini perusahaan hanya
menggunakan satu kantong persediaan. Di dalam kantong persediaan
diadakan pembagian yaitu pertama untuk memenuhi atau menyuplai
kebutuhan bahan-bahan sehari-hari/rutin, bagian kedua untuk memenuhi
kebutuhan atau penggunaan bahan-bahan selama periode pengisian
kembali.
Syarat-syarat penggunaan order point system yaitu jika :
- Biaya penyimpanan bahan cukup mahal
- Bahan baku yang dipergunakan adalah tertentu dan dengan jenis yang
tidak terlalu banyak
- Ketentuan
39
2. Order Cycle System adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan
dimana jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap , misalnya tiap-tiap
minggu atau bulan. Sedangkan tiap pesanan mempunyai jmlah yang
berfluktuasi bergantung pada banyaknya pemakaian bahan dalam
jarak/interval waktu antara pesanan yang lalu dengan pesanan berikutnya.
Sistem ini dapat digunakan untuk mengawasi barang-barang yang banyak
jenisnya serta lebih tinggi nilainya. Pengawasan dilakukan sekaligus pada
setiap periode tertentu. Pesanan dapat dilakukan dalam bentuk pesanan
berkelompok (group order) pada satu supplier dan dapat pula dalam bentuk
pengiriman berkelompok (group shipment) yang memberi penghematan
biaya pengangkutan. Akan tetapi, pada waktu tertentu setiap jenis barang
harus diperhatikan karena kemungkinan adanya fluktuasi dari pemakaian
bahan tertentu sehingga bila terjadi kesalahan perkiraan dapat
mengakibatkan persediaan berlebih atau kehabisan persediaan.
Secara kronologis metode pengendalian persediaan yang ada dapat
diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Metode pengendalian tradisional
2. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP)
3. Metode kanban
4. Metode Just in time
Dalam pemecahan masalah kuantitatif pada sistem persediaan dengan metode
tradisional ini menggunakan matematik dan statistik sebagai alat bantu utamanya.
Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (EOQ)
Titik pemesanan kembali (reorder point)
Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan
Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk
mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) an dikelola
tidak saling bergantung. Yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan
40
hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produksi.
Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti
(spare part).
Model statis EOQ merupakan model yang paling sederhana yang memakai
asumsi-asumsi sebagai berikut :
Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan
Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui tertentu
Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau
tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak
terhingga)
Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan
Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat
digunakan
Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaaan (shortage)
Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak (quantity discount)
Dari asumsi-asumsi diatas, model ini mungkin diaplikasikan baik pada sistem
manufaktur seperti penentuan persediaan bahan Baku dan pada sistem non
manufaktur seperti pada penentuan jumlah bola lampu pada suatu bangunan,
penggunaan perlengkapan habis pakai (office supplies) seperti kertas, buku nota
dan pensil; konsumsi bahan-bahan makanan seperti beras, jagung, dan lain-lain.
Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah ekonomis setiap kali
pemesanan (EOQ) sehingga meminimasi biaya total persediaan dimana :
Biaya total persediaan = ordering cost + holding cost + Purchasing cost
Parameter-parameter yang digunakan dalam model ini adalah :
λ = jumlah kebutuhan barang selama satu periode (misalnya 1 tahun)
A = ordering cost setiap kali pesan
h = holding cost per-satuan nilai persediaan per-satuan waktu
c = purchasing cost per-satuan nilai persediaan
t = waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya
41
Secara grafis, model dasar persediaan ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.6 Grafik model dasar persediaan
Gambar diatas dapat membantu kita memahami pembentukan model
matematisnya. Sejumlah Q unit barang yang dipesan secara periodik. Order point
merupakan saat siklus persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang
lama berakhir karena pesanan diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung
selama siklus waktu t, artinya setiap t hari (atau mingguan, bulanan, dsb)
dilakukan pesanan kembali. Lamanya t sama dengan proporsi kebutuhan satu
periode (λ) yang dapat dipenuhi oleh Q, sehingga dapat ditulis t = Q/ λ. Gradient
negative λ t(-λt) dapat dipakai untuk menunjukkan jumlah persediaan dari waktu
ke waktu. Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia, maka
setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam bentuk segitiga dengan alas t dan
tinggi Q.
Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya ordering
cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, dimana
frekuensi pemesanan tergantung pada :
Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (λ)
Jumlah setiap kali pemesanan (Q)
Sehingga dapat dilukiskan bahwa frekuensi pemesanan =
Waktu (t)t=Q/ λ
Rata-rata persediaan = Q/2
Q= λ.t
42
Ordering cost setiap periode dengan mengalikan λ /Q dengan biaya setiap kali
pesan (A), sehingga :
ordering cost per-periode = ………………………………………..(2.48)
Komponen biaya kedua adalah holding cost dipengaruhi oleh jumlah barang yang
disimpan dan lamanya barang yang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang
disimpan akan berkurang karena dipakai/terjual, sehingga lama penyimpanan
antara satu unit barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu, yang perlu
diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persdiaan bergerak dari Q
unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradient-D) selama waktu-t,
mka persediaan rata-rata untuk setiap siklus adalah : , sehingga : holding
cost per-periode = …………….………………………….(2.49)
Komponen biaya ketiga, yaitu purchasing cost merupakan antara kebutuhan
barang selama periode (λ) dengan harga per-unit (C) sehingga purchasing cost
per-periode = λ c
Dengan menggabungkan ketiga komponen biaya persediaan diatas, maka :
Biaya total persediaan = + + λ c ………………………………..(2.50)
Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga meminimumkan
biaya total persediaan. Tetapi yang perlu diperhitungkan dalam penentuan nilai Q
adalah biaya-biaya relevan saja (biaya incremental). Komponen biaya ketiga dapat
diabaikan karena biaya tersebut akan timbul tanpa tergantung pada frekuensi
pemesanan, sehingga tujuan model EOQ ini adalah meminimasi biaya total
persediaan dengan komponen biaya ordering cost dan holding cost saja, atau :
Biaya persediaaan : incremental cost (TIC) = + …………….….(2.51)
Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ) secara matematis dihitung dengan
mendeferensialkan persamaan diatas tehadap Q dan diberi harga nol, sehingga
diperoleh :
43
……………………….……………………………………….(2.52)
Bila (Q optimal = EOQ) telah diperoleh, maka t optimal diperoleh sebagai
berikut:
………………………………………………………………..(2.53)
Besarnya TC dapat diperoleh dengan memasukan harga Q0, sehingga diperoleh :
TIC = ………………………………………………………………(2.54)
Gambar berikut ini menunjukkan posisi titik EOQ yang membentuk kurva TC
minimum
Gambar 2.7.. Kurva TC minimum
Biaya total relevan (TC) merupakan penjumlahan 2 komponen biaya ordering cost
dan holding cost, sehingga tinggi (jarak) kurva TC pada setiap titik Q merupakan
hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua kurva komponen biaya tersebut secara
tegak lurus.
Ordering cost mempunyai bentuk geometris hiperbola dimana makin kecil Q
berarti makin sering pemesanan dilakukan dan makin besar biaya pemesanan
yang dikeluarkan. Sebaliknya bila Q makin besar, berarti makin jarang pemesanan
dilakukan dan makin kecil biaya pemesanan yang dikeluarkan. Bila digambarkan
secara grafis, maka semakin besar Q, semakin menurunlah kurva ordering cost.
Jumlah persediaanEOQ
Kurva ordering cost (D/Q)k
Kurva holding cost h(Q/2)
Kurva TC
Biaya
TC min
RR
44
Holding cost mempunyai bentuk garis lurus karena komponen biaya ini
tergantung pada tingkat persediaan rata-rata. Garis ini dimulai dari titik Q = 0,
dimana tingkat tingkat persediaan rata-rata semakin membesar secara
proporsional dengan gradient yang sama.
Pada kondisi nyata di lapangan, asumsi barang bersifat instaneous sulit diterapkan
karena diperlukan suatu tenggang waktu tertentu untuk mengirimkan barang yang
dipesan karena mungkin produsen barang yang dipesan tidak mempunyai cukup
persediaan saat pesanan datang. Tenggang waktu antara dilakukan pemesanan
dengan saat baramg datang disebut lead time. Saat pemesanan kembali harus
dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat pada waktunya dibutuhkan
disebut titik pemesanan kembali (reorder point = r).
Reorder point ditentukan berdasarkan 2 variabel, yaitu lead time (L) dan tingkat
kebutuhan selama lead time. Ada 2 kemungkinan lead time (L) bila kita
bandingkan dengan waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya (t),
yaitu :
1. L < t
2. L > t
Tingkat persediaan (Q)
Gambar 2.8. Perbandingan L dengan t
2.3.4. Metode Pengendalian Persediaan G. Hadley dan T.M. Whitin Untuk
Kasus Lost Sale
Pada umumnya, setiap perusahaan tentu tidak mengharapkan adanya kerugian
yang salahsatunya yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya persediaan. Seperti
yang dikemukakan oleh G.Hadley dan T.M Whitin tentang suatu kondisi adanya
Waktu (t)
L LL
t t t
Q
Waktu (t)t L
Q
45
permintaan atau demand sedangkan sistem mengalami out of stock, maka akan
ada dua kemungkinan yang akan terjadi lost sale atau backorder.
”An Important characteristic of the process generating demands is waht happens
when a demand occurs and the system is out of stock. Basically, there are two
possibilities. Either the demand is lost (as it might be in a departement store when
customer goes to another store), or it is backordered and the customer waits until
the inventory system obtain sufficient stock to meet his demand” (G.Hadley, 1963)
Dalam kasus lost sale, minimasi dari biaya tahunan rata-rata sebanding dengan
maksimasi dari keuntungan tahunan rata-rata jika dalam penunjukkan biaya, biaya
lost sale termasuk lost profit. Untuk kasus lost sale, biaya lost sale selalu akan
menjadi π, tidak pernah ada bagian proposional untuk waktu karena tidak masuk
akal untuk membicarakan tentang waktu yang mana keberadaan lost sale. Kita
berasumsi bahwa π termasuk lost profit.
Pada metode metode G.Hadley dan T.M Whitin untuk kasus lost sale ini dikenal
pola permintaan berdistribusi normal serta waktu ancang (lead time) yang
konstan. Notasi matematika dalam perhitungan pengendalian persediaan dengan
kasus lost sale dijelaskan sebagai berikut.
λ : Permintaan rata-rata (unit pertahun)
T : Ekspektasi panjang siklus (tahun)
Q : Ukuran pemesanan (unit)
Q* : Ukuran pemesanan optimal(unit)
L : Waktu ancang (lead time)
r : Ukuran pemesanan kembali
r* : Ukuran pemesanan kembali yang optimal
π : Biaya kerugian akibat lost sales (Rp per unit), π > 0
h : Biaya simpan untuk setiap siklus persediaan setiap tahun (Rp/unit)
A : Biaya setiap kali pemesanan (Rp)
µ : Pemakaian rata-rata selama lead time
46
f(x) : Fungsi distribusi peluang kebutuhan bahan baku
: nilai ekspektasi jumlah kekurangan persediaan
Φ(z) : Probabilitas terjadinya kekurangan persediaan (probability of stock out)
: Cumulative area under the normal distribution
Dalam menentukan jumlah pemesanan Q (order Quantity) yang optimal tidak
pernah lepas dari rumus Wilson Q/ metode tradisional (Persamaan 2.52) diatas,
persamaan ini berguna dalam iterasi awal untuk inialisasi nilai estimasi
Q0.Sedangkan dalam menentukan Q dalam kasus lost sale maka digunakan rumus
sebagai berikut :
...........…………………………………….......(2.55)
Dalam menentukan nilai ekspektasi stock out menggunakan rumus :
………………………………...……………………...(2.56)
Diasumsikan f(x) adalah suatu fungsi kepadatandistribusi normal dengan rata-rata
µ (pemakaian rata-rata selama lead time) dan standar deviasi σ .yang dinotasikan
n(x;µ,σ) yang memiliki persamaan :
…………..………………….…………….…..(2.57)
dimana,
………………………………………………………………..(2.58)
sehingga jika disederhanakan persamaan (2.50) diatas adalah sebagai berikut :
sehingga diperoleh,
47
Untuk perhitungan probabilitas terjadinya kekurangan persediaan Φ(z)
(probability of stock out), rumus yang digunakan adalah sebagai berikut ::
………….…………………...………..(2.59)
Dalam sistem persediaan, kasus kekurangan persediaan merupakan suatu hal yang
urgent. Sehingga dilakukan perhitungan safety stock(s) untuk menghindari
adanya kekurangan sediaan :
s = r – μ + …………………………..……(2.60)
Biaya pemesanan OP (ordering cost) dapat diperoleh dari perhitungan sebagai
berikut:
OP = ………………………………………………………..(2.61)
Biaya simpan OS (holding cost):
OS = ……………………..……………………...…......(2.62)
Biaya kekurangan persediaan OK (shortage cost):
OK = ………………..(2.63)
Total biaya sistem persediaan merupakan penjumlahan dari ongkos-ongkos atau
biaya yang dikeluarkan untuk persediaan produk ataupun bahan. Perhitungan total
biaya sistem persediaan adalah sebagai berikut :
K(Q,r) = + ……...……..………….(2.64)
Dari total biaya tersebut perusahaan dapat merencanakan ataupun mengalokasikan
serta mengetahui berapa besar ongkos atau biaya yang ditimbulkan dari adanya
persediaan tersebut.
Untuk menentukan nilai (Q*,r*) yang optimal sebagai jalan meminimasi nilai
K(Q,r) maka digunakan prosedur interaktif G.Hadley and T.M. Within sebagai
berikut :
48
1. Inisialisasi dengan nilai estimasi Qn, gunakan
rumus persamaan (2.52) jadikan sebagai Q1,
2. Nilai r1 diperoleh dari perhitungan Φ(z) atau rumus
persamaan (2.59)
3. Untuk menghitung Qn+1 gunakan rumus persamaan
(2.55), sebagai awal hitung dahulu nilai ekspektasi kekurangan persediaan
dengan rumus persamaan (2.56)
4. Setelah Qn+1 diperoleh maka kita dapat menentukan
nilai rn+1 dengan menggunakan rumus persamaan (2.58) dimana x = r.
5. Hentikan iterasi jika sudah diperoleh nilai Qn ≤
Qn+1, jika belum maka ulangi dari langkah 3.
2.4. Uji Distribusi Normal
Suatu variabel random kontinu x yang berdistribusi normal, dengan parameter μ
dan σ jika fungsi probabilitasnya :
........................................................
(2.65)
Dengan mean μ dan variansi σ2.
Distribusi normal merupakan salah satu distribusi peluang yang paling banyak
digunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Walaupun bersifat kontinu, namun dalam
penerapannya seperti dalam kasus demand untuk sistem persediaan variabel
random yang diskrit dapat diabaikan dan disuguhkan dalam bentuk kontinu.
Dalam permasalahan persediaan, penggunaan distribusi normal untuk
menghampiri jumlah permintaan dapat dilihat pada bagian literatur Hadley-Within
(1963) secara khusus
2.4.1. Uji Chi-square Goodnees Of Fit Test
Dari data permintaan masa lalu sebelum diolah dengan beberapa metode
peramalan, data tersebut diuji terlebih dahulu dengan Uji Chi-square Goodness Of
49
Fit Test, dengan uji ini dapat diketahui apakah data berdistribusi normal atau
tidak. Langkah-langkahnya adalah :
1. Penentuan hipotesa :
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
2. Penentuan taraf keberartian α = 0,05
3. Penentuan daerah kritis = χ2tabel = χ 2
α;v dengan nilai v = k-r-1, dimana k =
jumlah kelas dan r = jumlah parameter yang diamati.
4. Membuat tabel interval kelas, caranya :
a. Menentukan data minimum (XI kecil) dan data maksimum
(XI bear)
b. Menentukan range (R) = (XI kecil) - (XI besar)
c. Menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3,3 log n ; n =
jumlah data
d. Menentukan lebar kelas (LK) = Range / jumlah kelas
5. Menentukan nilai rata-rata (µ) dan standar deviasi (σ)
...................................................................................................(2.66)
.....................................................................................(2.67)
Dimana : Xi = Data permintaan ke- I
n = Jumlah Data
6. Batas kelas yaitu LCB dan UCB dimana :
LCB = LCL – 0,5
UCB = UCL + 0,5
7.
8. P(Z1) dan P(Z2) merupakan hasil interpolasi dari tabel distribusi
normal
9. P(Z) = P(Z2) - P(Z1)
10. Ei = P(Z) x ∑fi
11. Menggabungkan kelas sehingga nilai E ≥ 5