Bab 2elib.unikom.ac.id/files/disk1/302/jbptunikompp-gdl... · Web viewKlasifikasi ABC ini umum...

69
Bab 2 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini merupakan landasan teori yang mendasari penganalisaan terhadap masalah yang terjadi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Pada prinsipnya landasan teori yang tepat akan mendapatkan hasil analisa yang baik. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas mengenai masalah dalam penelitian yang akan dilakukan, teori–teori yang telah dirumuskan ini pada intinya akan menyangkut hal-hal sebagai berikut : 1. Metode ABC 2. Analisa Kebutuhan atau Forecasting 3. Sistem Pengendalian Persediaan 2.1. Metoda ABC Inventory Control Dalam sistem pengendalian persediaan ini terdapat beberapa metode yang dapat digunakan diantaranya metode ABC inventory control untuk mengklasifikasikan suatu material, barang atau produk yang relatif banyak. Klasifikasi ABC atau sering juga disebut analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material atau barang dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum 5

Transcript of Bab 2elib.unikom.ac.id/files/disk1/302/jbptunikompp-gdl... · Web viewKlasifikasi ABC ini umum...

Bab 2

Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini merupakan landasan teori yang mendasari penganalisaan

terhadap masalah yang terjadi berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

Pada prinsipnya landasan teori yang tepat akan mendapatkan hasil analisa yang

baik. Oleh karena itu dalam bab ini akan dibahas mengenai masalah dalam

penelitian yang akan dilakukan, teori–teori yang telah dirumuskan ini pada intinya

akan menyangkut hal-hal sebagai berikut :

1. Metode ABC

2. Analisa Kebutuhan atau Forecasting

3. Sistem Pengendalian Persediaan

2.1. Metoda ABC Inventory Control

Dalam sistem pengendalian persediaan ini terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan diantaranya metode ABC inventory control untuk mengklasifikasikan

suatu material, barang atau produk yang relatif banyak.

Klasifikasi ABC atau sering juga disebut analisis ABC merupakan klasifikasi dari

suatu kelompok material atau barang dalam susunan menurun berdasarkan biaya

penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit material dikalikan

volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang

umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC juga dapat diterapkan

menggunakan kriteria lain, bukan semata berdasarkan biaya akan tetapi

tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material itu.

Klasifikasi ABC ini umum digunakan dalam pengendalian inventory material

pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventori obat-

obatan pada apotek, inventori suku cadang pada bengkel atau toko, inventori

produk pada supermarket atau toserba, dan lain-lain.

Klasifikasi ABC, ketika digunakan sebagai bagian dari proses perencanaan

strategis dapat memberikan wawasan yang berarti. Misalnya, ABC dapat

5

6

menunjukan bahwa produk yang rumit denagn banyak komponen terpisah

memiliki biaya desain dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

produk yang lebih sederhana, bahwa produk dengan volume rendah memiliki

biaya per unit yang lebih rendah dibandingkan dengan produk yang bervolume

tinggi. Produk dengan banyak persiapan atau banyak permintaan perubahan teknik

memiliki nilai atau biaya per unit yang lebih tinggi dari produk-produk lain dan

produk dengan siklus hidup pendek memiliki biaya per unit lebih tinggi.

Informasi mengenai besaran dari perbedaan ini dapat mengarah kepada perubahan

dalam kebijakan berkaitan dengan lini penuh versus lini produk terfokus

penetapan harga, keputusan buat atau beli, keputusan bauran produk, penambahan

atau penghapusan produk, penghapusan aktivitas yang tidak bernilai tambah dan

penekanan pada tata ruang pabrik yang lebih baik dan kesederhanaan dalam

desain produk.

Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan suatu

material, yaitu :

1. Nilai total uang dari material.

2. Biaya per unit dari material.

3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.

4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan

untuk membuat material itu.

5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak

pemesanan materialitu pertama kali sampai kedatangannya.

6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.

7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.

8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.

9. Kepekaan material terhadap perubahan desain.

Salah satu maksud manajemen persediaan adalah mengendalikan persediaan pada

harga terendah. Selain itu, untuk mengetahui barang mana yang perlu atau tidak

perlu dimonitor sangat ketat, karena hal itu merupakan pemborosan dengan biaya

7

pengawasan lebih besar dibandingkan nilai barang itu sendiri. Melalui identifikasi

persediaan barang-barang secara individual, manajemen dapat lebih efektif

mengalokasikan sumber daya – sumber dayanya untuk mengendalikan barang

yang relatif sedikit dengan nilai tertinggi yang memerlukan perhatian lebih besar.

Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto dimana sekitar 80 %

dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh 20% material

inventori.

Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan hal-hal sebagai berikut :

1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), dimana material-

material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan

inventori dibandingkan material-material kelas B atau C.

2. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material – material kelas A dan B

memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program

reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu

difokuskan.

3. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktivitas pembelian seharusnya

difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan

penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material –

material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.

4. Keamanan : meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih

baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC

boleh digunakan sebagai indikator dari material – material mana ( kelas A

dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci

untuk mencegah kehilangan, kerusakan atau pencurian.

5. Sistem pengisian kembali (replenishment system ), dimana klasifiaksi ABC

akan membantu mengendalikan material-material kelas C dengan simple

two-bin system of replenishment dan metode-metode yang lebih canggih

untuk material-material kelas A dan B.

8

6. Keputusan investasi, karena material-material kelas A menggambarkan

investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati

dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman

terhadap material-material kelas B dan C.

Terdapat sejumlah prosedur untuk mengelompokkan material-material inventori

ke dalam kelas A, B, dan C, antara lain :

1. Tentukan volume penggunaan per periode waktu (biasanya per tahun) dari

material-material inventori yang ingin diklasifikasikan.

2. Gandakan (kalikan) volume penggunaan per periode waktu (per tahun)

dari setiap material inventori dengan biaya per unitnya guna memperoleh

nilai total penggunaan biaya per periode waktu (per tahun) untuk setiap

material inventori itu.

3. Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventori itu

untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya agregat (keseluruhan).

4. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu dengan

nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventori itu.

5. Daftarkan material-material itu dalam rank persentase nilai total

penggunaan biaya dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.

6. Klasifikasikan material-material inventori itu ke dalam kelas A, B, dan C

dengan kriteria 20% dari jenis material diklasifkasikan ke dalam kelas A,

30% dari jenis meterial diklasifikasikan ke dalam kelas B, dan 50% dari

jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas C.

Berikut contoh perhitungan klasifikasi ABC pada inventori Silicon Chips, Inc.

pada nilai total penggunaan uang ($) per tahun.

9

Tabel 2.1. Perhitungan Klasifikasi ABC dari inventori Silicon Chips, Inc. pada

nilai total penggunaan uang($) per tahun

Nomor stock

material

Persentase material

yang disimpan

(%)

Volume penggunaan tahun per(unit)

Biaya per unit

($)

Nilai total penggunaan uang pertahun

($)

Urutan persentase nilai total

penggunaan uang (%)

Persentase nilai total

penggunaan uang

dari setiap kelas

Kelas atau

kelompok material inventori

#10286

#1152620%

1000

500

90,00

154,00

90.000

77.000

38,8

33,272%

A

A

#12760

#10867

#1050

30%

1550

350

1000

17,00

42,86

12,50

26.350

15.001

12.500

11,4

6,5

5,4

23%

B

B

B

#12572

#14075

#01306

#01307

#10572

50%

600

2000

100

1200

250

14,17

0,60

8,50

0,42

0,60

8.502

1.200

850

504

150

3,7

0,5

0,4

0,2

0,1

5%

C

C

C

C

C

Total 100% 8550 - 232.057 100% 100% -

Setelah material-material inventori itu dikelompokan kedalam kelas A, B dan C,

selanjutnya pihak manajemen pembelian perlu memfokuskan perhatian pada

materia-material kelas A dengan merumuskan kebijaksanaan JIT dalam pembelian

meterial-material kelas A itu. Pihak manajemen industri juga dapat memanfaatkan

klasifikasi ABC ini untuk merumuskan sistem manajemen inventori material,

seperti ditunjukkan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kebijaksanaan Manajemen Inventori berdasarkan Klasifikasi ABC

DeskripsiMaterial-

material kelas A

Material-

material kelas B

Material-

material kelas C

Fokus perhatian manajemen Utama Normal Cukup

Pengendalian Ketat Normal Longgar

Stok pengaman Sedikit Normal Cukup

Akurasi peramalan Tinggi Normal Cukup

Kebutuhan penghitungan inventori 1 – 3 bulan 3 – 6 bulan 6 – 12 bulan

10

2.2. Analisa Kebutuhan atau Forecasting

2.2.1. Pengertian Analisa Kebutuhan atau Forecasting

Analisa kebutuhan bertujuan untuk melihat atau memperkirakan prospek ekonomi

atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut. Analisa

kebutuhan yang akan datang sering disebut juga peramalan (forecasting).

Peramalan merupakan suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk

suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu dimasa yang

akan datang.

Karakteristik yang mempengaruhi peramalan, antara lain yaitu sifat produk dan

pola permintaannya. Jika sifat produk seperti pola tersebut, permintaan dapat

diharapkan hampir konstan dari satu periode ke periode berikutnya sehingga

jangkauan waktu dari peramalan relatif pendek.

Kegunaan peramalan :

1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik.

2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk yang ada.

3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk

dikerjakan berdasarkan peralatan yang ada.

Ada beberapa proses atau langkah-langkah dalam melakukan peramalan,

diantaranya yaitu :

- Penentuan tujuan

- Pengujian model

- Penerapan model

- Pengembangan model

- Revisi dan evaluasi

11

Usaha-usaha untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang

tidak akan terlepas dari kegiatan peramalan atau “forecasting”. Diartikan sebagai

upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

Obyek yang akan diramalkan dapat meliputi apa saja tergantung kebutuhan.

Peramalan diperlukan disamping untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di

masa yang akan datang juga para pengambil keputusan perlu untuk membuat

planning, disamping itu di dalam manufacturing ada yang dinamakan dengan lead

time atau pembagian waktu dalam membuat suatu rencana produksi. Oleh sebab

itu pembahasan peramalan dalam sutu manufacturing banyak berkisar dalam

konteks peramalan kebutuhan, peramalan penjualan dan lain-lain.

Dalam suatu manufacturing peramalan merupakan langkah awal dalam

penyusunan production, inventory, management, manufacturing, planning

control, dan manufacturing resource planning, dimana obyek yang diramalkan

adalah kebutuhan. Pada industri yang menganut sistem make to stock peramalan

merupakan input utama, sedangkan pada industri yang menganut make to order

peramalan hanya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan

mesin. Selain itu ada beberapa informasi yang penting yang bisa didapat dari

peramalan yaitu informasi penjadwalan produksi, tranportasi, personal, maupun

informasi tentang rencana perluasan usaha baik jumlah atau sumber daya

2.2.2. Teknik peramalan

Tehnik peramalan harus sederhana untu menghindari interpretasi. Ada banyak

kemungkinan peramalan yang satu dengan yang lain mengalami perbedaan. Hal

ini disebabkan karena :

1. time horizone (( rentang waktu)

2. Pola Data (konstan, linear, siklik, dll)

3. faktor penentu outcome.

Hasil-hasil peramalan sangat diperlukan untuk menentukan keputusan yang akan

diambil oleh organisasi antara lain :

12

1. Penjadwalan sumber-sumber tersedia, misalnya : peramalan tingkat

permintaan produk, material, keuangan, buruh atau pelayanan adalah input

untuk menjadwalkan produksi, transportasi, keuangan dan personil.

2. Kebutuhan sumber daya tambahan dimasa yang akan datang

3. Penentuan sumber daya yang diinginkan, peramalan faktor lingkungan masa

datang.

Dalam peramalan terdapat beberapa jenis pola data diantaranya yaitu :

1. Pola Horizontal (H)

Pola ini terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang

konstan. Deret seperti ini stasioner terhadap nilai rata-ratanya. Nilai data

berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan (Stasioner terhadap nilai

rata-ratanya)

Gambar 2.1. Pola Data Horizontal

2. Pola Musiman (S)

Pola ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman,

misalnya : bulanan, kuartal tahun tertentu, dan harian pada minggu terentu

atau waktu-waktu tertentu

13

Gambar 2.2. Pola Data Musiman

3. Pola Siklik (C)

Pola ini terjadi bilamana datanya dipengruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka

panjang, seperti yang berhubungan siklus bisnis.

Gambar 2.3. Pola Data Siklus

4. Pola Trend (T)

Pola ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka

panjang dalam data.

14

Gambar 2.4. Pola Data Trend

Pada umumnya peramalan dapat dibagi kedalam beberapa segi tergantung dari

beberapa kriteria berikut ini :

1. Ditinjau dari segi proyeksi (sifat penyusunannya), peramalan secara teknis di

kualifikasikan dalam 2 cara yaitu :

a. Peramalan yang subyektif yaitu peramalan yang didasarkan pada intuisi

dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini ketajaman pemikiran orang

yang menyusun sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan.

b. Peramalan yang obyektif yaitu peramalan yang didasarkan pada data masa

lalu, dengan menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menganalisanya.

2. Dilihat dari jangka (rentang) waktu peramalan yang disusun dapat dibedakan

atas 3 macam, yaitu :

a. Peramalan jangka panjang.,

Yaitu peramalan yang dilakukan untuk meramalkan kebutuhan dalam

jangka waktu yang lama, biasanya lebih dari satu setengah tahun sampai

tiga semester. Hasil peramalan ini biasanya digunakan untuk bahan dalam

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan pasar, studi

kelayakan, perencanaan kapasitas, dan lain-lain.

b. Peramalan jangka menengah,

Peramalan ini digunakan untuk meramalkan kondisi dalam jangka waktu 1

(satu) sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan.

c. Peramalan jangka pendek,

15

Adalah peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil-hasil ramalan

yang jangka waktunya kurang dari setahun atau tiga semester.

3. Dilihat dari sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan menurut

Vincent Gaspersz (Vincent Gaspersz , 1998) dapat dibedakan menjadi :

a. Teknik Peramalan Secara Kuantitatif

Dalam teknik ini, pola historis data digunakan untuk mengekstrapolasi

(meramalkan) masa datang. Terdapat dua teknik kantitatif yang utama,

yaitu : analisis deret waktu (time series analyisis) dan model structural

(structural model) atau model kausal.

Metode kuantitatif dapat digunakan jika tersedia data masa lalu, dari data

tersebut dicari pola hubungan yang ada. Metode ini cocok digunakan pada

kondisi yang statis, jelas dan tidak memerlukan human mind. Dengan

metode ini, ketelitian ramalan dapat diprediksi sejak awal sebagai bahan

pengambilan keputusan . atas dasar tersebut metode kuantitatif lebih

disukai.

b. Teknik Peramalan Secara Kualitatif

Teknik ini digunakan apabila data masa lalu tidak tersedia/jika tersedia

pun jumlahnya tidak mencukupi. Teknik kualitatif mengkimbinasikan

informasi dengan peramalan, penilaian dan intuisi untuk menghasilkan

pola-pola dan hubungan yang mungkin dapat diterapkan untuk membuat

prediksi-prediksi tentang masa yang akan datang. Teknik-teknik kualitatif

didasasri atas dasar pendekatan akal sehat (Common Sense) dalam

menyaring informasi kedalam bentuk yang bermanfaat.

Metode kualitatif disebut juga metode technological forecasting, karena

sering digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi. Selain itu

juga digunakan jika tersedia data masa lalu karena alasan seperti : tidak

tercatat, yang diramalkan adalah hal yang baru, situasi telah berubah,

situasi turbulaen dan memerlukan humand mind dan kesalahan peramalan

tidak dapat di prediksi.

16

Beberapa metode yang tercakup dalam teknik-teknik kualitatif antara

lain : Visionary, Panel Consensus, brainstorming, anricipatory, role

playing, dan lain-lain.

Teknik kualitatif paling sesuai diterapkan dalam 2 kondisi berikut ini :

Tidak terdapat/kurangnya data kuantitatif yang berkualitas.

Misalnya dalam peluang bagi produk/pasar yang baru.

Terdapat data kuantitatif cukup, namun terdapat faktor-faktor

tertentu yang menyebabkan teknik kualitatif lebih sesuai diterapkan.

Misalnya meskipun terdapat data yang cukup mengenai kondisi

historis ekonomi di Indonesia, kondidi-kondisi non ekonomi (politik

dan sebagainya) sangat mempengaruhi keadaan di masa depan.

Sedangkan keterbatasan-keterbatasannya antara lain :

Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa hasil yang berbeda dapat

timbul jika digunakan metode pengumpulan informasi yang berbeda.

Terdapat kemungkinan timbulnya penilaian-penilaian yang over

convidence.

Adanya fenomena group think dimana pemikiran yang menyimpang

dari konsesus kelompk akan ditekan. Efek dari group think ini adalah

berkurangnya pendapat-pendapat kritis.

Dalam melakukan peramalan perlu diikuti prosedur yang benar untuk

mendapatkan hasil yang baik diantaranya :

a. Definisikan prosedur peramalan

b. Buat plot data yang ada

c. Pilih setidaknya 2 metode yang memenuhi tujuan peramalan 1 dan sesuai

dengan plot data 2

a. Menghitung parameter fungsi peramalan

b. Menghitung kesalahan yang terjadi

c. Memilih metode peramalan yang terbaik

d. Melakukan verifikasi peramalan

17

2.2.3. Prinsip-prinsip Peramalan

Plossi mengemukakan lima prinsip peramalan yang perlu dipertimbangkan:

1. Peramalan melibatkan kesalahan (error)

Peramalan hanya mengurangi ketidakpastian tetapi tidak menghilangkannya,

ini memungkinkan adanya kesalahan peramalan.

2. Peramalan sebaiknya menggunakan tolak ukur kesalahan peramalan

Besar kesalahan dapat dinyatakan dalam satu unit atau persentase permintaan

aktual akan jatuh dalam interval peramalan.

3. Peramalan family produk lebih akurat daripada peramalan produk individu

Jika satu family produk tertentu diramalkan sebagai satu kesatuan produk

persentase kesalahan cenderung lebih kecil dari pada persentase kesalahan

peramalan produk-produk individu penyusun family.

4. Peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka

panjang. Dalam waktu jangka pendek kondisi yang mempengaruhi permintaan

cenderung tetap atau berubah lambat sehingga peramalan jangka pendek

cenderung lebih akurat.

5. Jika dimungkinkan hitung permintaan daripada meramalkan permintaan

2.2.4. Metode Peramalan Kuantitatif

2.2.4.1. Metode Time Series

Metode time series didasarkan pada deret yang menggambarkan pola-pola yang

bervariasi sepanjang waktu, yang dimodelkan untuk menentukan bagaimana pola

yang akan terjadi dimasa yang akan datang dimana kondisi ini tidak dapat

menjelaskan faktor apa yang akan menyebabkan terjadinya event yang diramalkan

(Black box). Secara garis besar, metode time series dapat dikelompokan menjadi:

a. Metode Average

Peramalan dengan moving average adalah untuk mendapatkan rata-rata sejumlah

data paling baru yang berurutan. Teknik peramalan dengan moving average ini

diantaranya adalah single moving average dan double moving average.

Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :

18

1. Metode Single Moving Average

Teknik peramalan dengan single moving average, secara matematis dapat ditulis

sebagai berikut (forecasting by makridakis hal 69-79).

.................................................................................(2.1)

Dimana,

= peramalan periode ke t.

= data pada periode ke t.

N = jumlah data yang diperhitungkan.

Dari persamaan diatas bahwa pola hasil peramalan sangat ditentukan oleh jumlah

data yang diperhitungkan (N) dalam peramalan. Jika dari pengamatan terlihat

bahwa perubahan nilai data cukup besar setiap periodenya, maka dalam penetapan

banyak data yang dikembangkan dipilih lebih kecil. Demikian juga sebaliknya,

jika data pola yang stabil, maka diambil N yang lebih besar.

Dengan mengambil beberapa nilai N, kemudian akan diperoleh suatu harga N

yang akan memberikan simpangan terkecil, selanjutnya metode single moving

average ini mempunyai beberapa karakteristik yang lain :

a. Metode ini selalu terlambat dalam menanggapi suatu perubahan

data untuk data dengan kecenderungan menarik, hasil peramalannya

memberikan nilai yang lebih kecil sedangkan untuk data dengan

kecenderungan menurun, metode ini memberikan nilai yang lebih besar.

b. Metode ini kurang cepat menanggapi data yang bersifat siklis.

Metode ini dipengaruhi oleh periode yang dipertimbangkan (N) dalam

melakukan peramalan.

2. Metode Double Moving Average

Seperti telah disebutkan bahwa peramalan dengan single moving average akan

tertinggal dibelakang data sebenarnya bila terdapat kecenderungan dalam pola

data. Untuk data pola linier, dikembangakan suatu double moving average yang

dapat menangkap bentuk linier tersebut. Untuk dapat melakukan perhitungan

19

dengan double moving average, digunakan hasil dari single moving average. Hasil

dari metode tersebut digunakan untuk mendapatkan average kedua.

Bentuk perhitungan yang dilakukan dapat dijelaskan dengan persamaan (Analisis

kuantitatif untuk perencanaan, Vincent G, hal 72-123) sebagai berikut :

.........................................................................................(2.2)

.........................................................................................(2.3)

..................................................................................................(2.4)

Di mana :

= nilai peramalan dengan single moving average.

= nilai moving average kedua.

= hasil peramalan dengan double moving average pada periode kedepan.

= periode kedepan yang diramalkan.

b. Metode Smoothing

Metode smoothing dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang

satu berbeda dengan data periode sebelumnya membentuk fungsi eksponensial

yang biasa disebut eksponential smoothing.

Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :

1. Metode Exponential Smoothing

Metode exponential smoothing merupakan metode peramalan yang cukup baik

untuk peramalan jangka panjang dan jangka menengah, terutama pada tingkat

operasional suatu perusahaan, dalam perkembangan dasar matematis dari metode

smoothing (forcasting by Makridakis, hal 79-115) dapat dilihat bahwa konsep

20

exponential telah berkembang dan menjadi metode praktis dengan penggunaan

yang cukup luas, terutama dalam peramalan bagi persedian.

Kelebihan utama dari metode exponential smoothing adalah dilihat dari

kemudahan dalam operasi yang relatif rendah, ada sedikit keraguan apakah

ketepatan yang lebih baik selalu dapat dicapai dengan menggunakan (QS)

Quantitatif System ataukah metode dekomposisi yang secara intuitif menarik,

namun dalam hal ini jika diperlukan peramalan untuk ratusan item.

Menurut Makridakis, Wheelwright & Mcgee dalam bukunya “forecasting” (hal

104). Menyatakan bahwa apabila data yang dianalisa bersifat stationer, maka

penggunaan metode rata-rata bergerak (moving average) atau single exponential

smoothing cukup tepat akan tetapi apabila datanya menunjukan suatu trend linier,

maka model yang baik untuk digunakan adalah exponential smoothing linier dari

brown atau model exponential smoothing linier dari holt.

Permasalahan umum yang dihadapi apabila menggunakan model pemulusan

eksponensial adalah memilih konstanta pemulusan yang diperkirakan tepat.

Adapun panduan untuk memperkirkan nilai yaitu antara lain :

Apabila pola historis dari data aktual permintaan sangat bergejolak atau tidak

stabil dari waktu ke waktu, kita memilih nilai mendekati 1.Biasanya di pilih

nilai = 0.9; namun pembaca dapat mencoba nilai yang lain yang

mendekati 1 seperti 0,8; 0,99 tergantung sejauh mana gejolak dari data itu.

Apabila pola historis dari data akual permintaan tidak berfluktuasi atau relatif

stabil dari waktu ke waktu maka kita memilih nilai yang mendekati nol,

katakanlah; = 0.2; 0.05; 0.01 tergantung sejauh mana kestabilan data itu,

semakin stabil nilai yang dipilih harus semakin kecil menuju ke nilai nol

2. Metode Single Exponential Smoothing

Metode ini juga digunakan untuk meramalkan suatu periode ke depan. Untuk

melihat persamaan metode ini dengan metode single moving average, maka lihat

21

kembali persamaan matematis yang digunakan pada peramalan single moving

average.

..............................................................................(2.5)

Peramalan untuk periode t, persamaan adalah :

..............................................................

(2.6)

Maka,

Atau

Sedangkan persamaan matematis untuk single exponential smoothing sebagai

berikut :

................................................................................................(2.7)

..............................................................................................

(2.8)

...........................................................................................

(2.9)

Demikian seterusnya untuk

Jadi terlihat bahwa metode single moving average merupakan sejumlah data

semua yang ditekankan pada baru. Harga ditetapkan oleh 0 X 1 dan harga

yang terpilih yang memberikan simpangan terkecil dari perhitungan yang ada,

seperti pada metode single moving average. Peramalan dengan exponential

smoothing juga dapat digunakan untuk meramalkan beberapa periode kedepan

untuk pola data dengan kecenderungan linier, teknik yang digunakan dikenal

dengan nama Brown Parameter Exponential Smoothing langkah-langkah

perhitungan untuk mendapatkan peramalan dengan metode ini adalah :

........................................................................................

(2.10)

22

.................................................................

.........................(2.11)

.................................................................................................(2.12)

Dimana :

= nilai peramalan dengan single Exponential Smoothing.

= nilai pemulusan eksponensial ganda.

= hasil peramalan periode kedepan.

= periode kedepan yang diramalkan.

3. Metode Double Exponential Smoothing

Metode ini dikembangkan oleh Brown’s untuk mengatasi adanya perbedaan yang

muncul antara data aktual dan nilai peramalan apabila ada trend pada plot datanya.

Untuk itu Brown’s memanfaatkan nilai peramalan dari hasil single Eksponential

Smothing dan Double Exponential smoothing. Perbedaan antara kedua

ditambahkan pada harga dari SES dengan demikian harga peramalan telah

disesuaikan terhadap trend pada plot datanya.

Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya antara lain :

Metode Double Exponential Smoothing Satu Parameter Brown

Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Brown adalah serupa

dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda

ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend, perbedaan

antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan kepada nilai

pemulusan dan disesuaikan untuk trend. Persamaan yang dipakai dalam

implementasi pemulusan linier satu parameter Brown ditunjukan dibawah ini:

S't = .........................................................................................(2.13)

S"t =

.......................................................................................(2.14)

23

at = S't + ( S't – S”t ) = 2 S't – S”t

bt =

Ft = at + bt .mt...................................................................................................(2.15)

Dimana :

S’t = nilai pemulusan eksponensial tunggal

S” t = nilai pemulusan eksponensial ganda.

m = jumlah periode ke depan yang diramalkan.

= ramalan m periode ke depan

Agar dapat menggunakan persamaan diatas, nilai S”t-1 dan S”t-1, harus tersedia.

Tetapi pada saat t = 1, nilai-nilai tersebut tidak tersedia. Jadi, nilai-nilai ini harus

ditentukan pada awal periode. Hal ini dapat dilakukan dengan hanya menetapkan

S’t dan S”t sama dengan Xt atau dengan menggunakan suatu nilai rata-rata dari

beberapa nilai pertama sebagai titik awal.

Jenis masalah inisialisasi ini muncul dalam setiap metode pemulusan (smoothing)

eksponensial. Jika parameter pemulusan tidak mendekati nol, pengaruh dari

proses inisialisasi ini dengan cepat menjadi kurang berarti dengan berlalunya

waktu. Tetapi, jika mendekati nol, proses inisialisasi tersebut dapat memainkan

peran yang nyata selama periode waktu ke muka yang panjang.

Metode Double Exponential Smothing Dua Parameter Holt

Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt dalam prinsipnya serupa dengan

Brown kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara

langsung. Sebagai gantinya Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang

berbeda dari parameter yang digunakan pada deret yang asli. Ramalan dari

pemulusan eksponensial linier Holt didapat dengan menggunakan dua konstan

pemulusan (dengan nialai antara 0 sampai 1) dan tiga persamaan:

St = ...............................................................................(2.16)

bt = .................................................................................(2.17)

Ft + m = St + btm.................................................................................................(2.18)

24

Dimana : = data pemulusan pada periode t

= trend pemulusan pada periode t

= peramalan pada periode t

Persamaan diatas (1) menyesuaikan St secara langsung untuk trend periode

sebelumnya yaitu bt-1 dengan menambahkan nilai pemulusan yang terakhir, yaitu

St-1. hal ini membantu untuk menghilangkan kelambatan dan menempatkan St ke

dasar perkiraan nilai data saat ini.

Kemudian persamaan meremajakan trend (2), yang ditunjukan sebagai perbedaan

antara dua nilai pemulusan yang terakhir. Hal ini tepat karena jika terdapat

kecenderungan di dalam data, nilai yang baru akan lebih tinggi atau lebih rendah

dari pada nilai yang sebelumnya. Karena mungkin masih terdapat sedikit

kerandoman, maka hal ini dihilangkan oleh pemulusan (gamma) trend pada

periode akhir (St – St-1), dan menambahkannya dengan taksiran trend sebelumnya

dikalikan (1- ). Jadi persamaan diatas dipakai untuk meremajakan trend.

Akhirnya persamaan (3) digunakan untuk peramalan ke muka. Trend, bt, dikalikan

dengan jumlah periode kedepan yang diramalkan, m dan ditambahkan pada nilai

dasar St.

Metode Triple Exponential Smoothing

Metode ini dapat digunakan untuk data yang bersifat atau mengandung musiman.

Metode ini adalah metode yang digunakan dalam pemulusan trend dan musiman.

Metode winter didasarkan atas tiga persamaan pemulusan yaitu satu untuk

stationer, trend,dan musiman. Hal ini serupa dengan metode holt dengan satu

persamaan tambahan untuk mengatasi musiman. Persamaan dasar untuk metode

winter adalah sebagai berikut :

................................................................(2.19)

(musiman) ........................................................(2.20)

25

(ramalan) .........................................................(2.21)

(keseluruhan) ...................................................(2.22)

Dimana,

L =Panjang musiman.

B =Komponen trend

I = Faktor penyesuaian musiman

=Ramalan untuk n periode ke depan.

c. Metode Simple Regresi

Pada dasarnya metode ini berusaha mencari fungsi hubungan antara sebab akibat

(causal) dalam hal waktu, metode ini dapat dipakai untuk jangka panjang. Regresi

linier digunakan untuk peramalan apabila set data data yang ada linier, artinya

hubungan antara variabel waktu dan permintaan berbentuk garis linier. Metode

regresi linier didasarkan atas perhitungan least square error yaitu dengan

memperhitungakan jarak terkecil kesuatu titik pada data untuk ditarik garis,

dengan metode ini dapat diperolah suatu ramalan dengan didasarkan atas

persamaan yang dihasilkan, factor intercept dan slope pada peramalan dihitung

dari masa lalu dan digunakan untuk melakukan peramalan dengan variabel waktu

yang berubah.

Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat metode regresi sederhana yang

melibatkan suatu variabel bebas dan variabel tidak bebas, jika kita gunakan y

sebagai variabel tidak bebas dan x = t, sebagai variabel bebas, maka tujuan yang

ingin tercapai untuk mendapatkan persamaan garis lurus.

......................................................................................................(2.23)

Dimana, a = Intercep.

b = Slope(kemiringan).

26

Sedemikian rupa sehingga untuk setiap nilai waktu t tertentu, kesalahan kuadrat

(square error):

....................................................................................................(2.24)

Dimana,

= hasil peramalan.

= variabel bebas.

e = nilai kesalahan.

Jika dijumlahkan akan menghasilkan nilai minimum. Ini merupakan prosedur LS

(last square) dan kesalahan dinyatakan sebagai panjang garis vertikal dari titik

tertentu ke garis (a+b). Setelah persamaan regresi ditemukan dan diuji,

selanjutnya kita dapat menentukan titik taksiran y (sebagai nilai tunggal )

berdasarkan suatu titik nilai x tertentu, model regresi ini menghasilkan,

......................................................................................................(2.25)

Sebagai nilai harapan y yang diberikan oleh .

Model peramalan dengan pendekatan regresi juga merupakan peramalan yang

menggunakan pendekatan statistic dan dilihat dari bentuk peramalan dapat dibagi

kedalam beberapa pola :

a. Pola Linier.

b. Pola Quadratic.

c. Pola Logaritma.

Telah dijelaskan diatas mengenai pola linier, adapun dibawah ini akan dijelaskan

lebih rinci.

a. Pola Linier

Persamaan matematis untuk pola linier.

.........................................................................................................(2.26)

Dimana,

y = variabel dependent.

x = variabel independent.

a = intercept.

27

b = slope.

Harga constant a dan b pada persamaan diatas dapat dihitung dengan persamaan

berikut.

........................................................................

..(2.27)

........................................................................

..(2.28)

b. Pola Quadratic

Persamaan matematis untuk quadratic.

Y = a + bx + ..............................................................................................(2.29)

Harga constant a dan b pada persamaan diatas dapat dihitung dengan persamaan

berikut :

..............................................................................(2.30)

..………………………………………………………(2.31)

..………………………………………………………(2.32)

Dimana,

c. Pola Logaritma.

Persamaan matematis untuk quadratic.

Y = a + b ..................................................................................................(2.33)

28

Harga konstant a dan b, persamaan ini juga identik dengan persamaan pola linier

sehingga mendapatkan harga constant, pada persamaan diatas dapat dihitung

dengan persamaan berikut :

………………………………..(2.34)

………………………………………..(2.35)

Peramalan dengan menggunakan pendekatan statistik ini dapat digunakan untuk

meramalkan beberapa period ke depan, banyak periode yang dipertimbangkan ini

tergantung kepada kemampuan kita untuk menjamin masa yang akan datang,

seandainya masa yang akan diramalkan mempunyai ketidakpastian yang sangat

besar maka yang dipertimbangkan lebih kecil.

2.2.4.2 Aspek Umum dari Metode Pemulusan

Kelebihan utama dari penggunaan metode pemulusan (Smoothing) yang luas

adalah kemudahan dan ongkos yang rendah. Ada sedikit keraguan apakah

ketetapan yang lebih baik selalu dapat di capai dengan menggunakan metode

autoregresi atau pola rata-rata bergerak yang lebih canggih. Namun demikian,

jika diperlukan ramalan untuk ribuan item, seperti dalam banyak kasus sistem

persediaan (inventori), maka metode pemulusan seringkali merupakan satu-

satunya metode yang dapat dipakai.

Dalam hal keperluan peramalan yang besar, maka suatu yang kecil dan mantap itu

lebih berarti. Sebagai contoh, menyimpan empat nilai sebagai ganti dari tiga nilai

untuk setiap item dapat menjadi sangat berarti bagi keseluruhan item sebulan.

Disamping itu, waktu komputer yang diperlukan untuk melakukan perhitungan

yang penting harus disediakan pada tingkat yang layak, dan alasan ini, metode

29

pemulusan eksponensial lebih disukai dari pada metode rata-rata bergerak dan

metode dengan jumlah parameter yang sedikit lebih disukai dari pada yang lebih

banyak.

2.2.4.3 Metode Pemilihan Peramalan

Suatu permalan sempurna jika nilai variable yang diramalkan sama dengan nilai

sebenarnya. Untuk mendapatkan nilai yang tepat, maka diharapkan peramalan

tersebut dapat dilakukan dengan nilai kesalahan sekecil mungkin. Kesalahan

peramalan tidak semata-mata dsebabakan kesalahan dalam pemilihan metode,

tetapi dapat juga disebabkan jumlah data yang diamati terlalu sedikit sehingga

tidak menggambarkan perilaku atau pola yang sebenarnya dari variable yang

bersangkutan.

Kesalahan peramalan adalah perbedaan antara nilai variable yang

sesungguhnya dan nilai peramalan pada periode yang sama, atau dalam bentuk

rumus

.......................................................................................................(2.36)

Berikut ini beberapa ukuran akurasi dari peramalan yang dipakai :

1. Rata- rata devisi mutlak ( Mean Absolute Deviation = MAD).

Rata-rata penyimpangan absolute merupakan penjumlahan kesalahan

peramalan tanpa menghiraukan tanda aljabarnya dibagi dengan banyaknya

data yang diamati, yang dirumuskan sebagai berikut ;

......................................................................................

(2.37)

2. Rata-rata kuadrat kesalahan (Mean Square Error = MSE).

MSE memperkuat pengaruh angka – angka kesalahan besar, tetapi

memperkecil angka kesalahan peramalan yang lebih kecil dari satu unit.

..................................................................................(2.38)

30

3. Rata- rata Persentase Kesalahan Absolute (Mean Absolute Percentage

Error = MAPE )

.........................................................................

(2.39)

4. Rata –rata Kesalahan peramalan ( Mean Forecast Error = MFE )

....................................................................................

(2.40)

5. Rata-rata kesalahan (AE, average error atau bias ).

Merupakan rata-rata perbedaan antara nilai sebenarnya dan nilai peramalan,

yang dirumuskan sebagai berikut :

.............................................................................................(2.41)

Dimana :

A = permintaan Aktual pada periode-t

F = peramalan permintaan pada periode-t

n = jumlah periode peramalan yang terlibat

2.2.4.4 Memeriksa Keandalan Model Peramalan yang Dipilih Berdasarkan

Peta Kontrol Tracking Signal

Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan yang dipilih,

seyogianya kita membangun peta kontrol tracking signal. Nilai-nilai tracking

signal untuk suatu model, ditunjukkan dalam tabel berikut :

Tabel 2.3. Contoh Tracking Signal Dari Suatu Model Peramalan

Periode

(1)

Forecast,

F

(2)

Aktual

(3)

Error,

E = A-F

(4) = (3)-(2)

REFE

(5) =

Kumulatif

dari (4)

Absolut

Error

(6) =

Absolut

dari (4)

Kumulatif

Absolut

Error

(7) =

Kumulatif

(6)

MAD

(8) =

(7) / (1)

Tracking

Signal

(9) =

(5) / (8)

31

Dari tabel contoh Tracking Signal, kita dapat menghitung :

..........................................................(2.42)

.................................................................................(2.43)

Analisa nilai-nilai tracking signal untuk model peramalan harus berada didalam

batas-batas yang dapat diterima (maksimum ± 4). Nilai-nilai tracking signal yang

semuanya positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar dari

pada ramalan. Suatu tracking signal yang baik memiliki RSFE yang rendah, dan

mempunyai positive error yang sama banyak atau seimbang dengan negative

error, sehingga pusat tracking signal mendekati nol.

2.2.4.5 Verifikasi Hasil Peramalan

Motode verifikasi yang digunakan adalah Moving Range Chart. Metode ini

berfungsi untuk membuktikan apakah metode peramalan yang terpilih layak

digunakan untuk meramalkan permintaan pada masa yang akan datang. Uji

verifikasi moving range chart tersebut adalah sebagai berikut :

Membuat tabel perhitungan MR dari fungsi peramalan optimal

t dt dt’ dt-dt’ MR12

Hitung moving range chart dengan rumus :

........................................................................(2.44)

Hitung rata-rata moving range chart :

..................................................................................................(2.45)

Sentral moving range chart = 0

32

Tentukan batas-batas control :

BKA = UCL = 2,66 MR................................................................................(2.46)

BKB = LCL = - 2,66 MR..............................................................................(2.47)

Menggambarkan dt-dt’ dalam grafik yang terbagi ke dalam 3 daerah

yaitu :

(BA atau BB) ≤ daerah A ≤ 2/3 x (BA atau BB)

1/3 (BA atau BB) ≤ daerah B ≤ 2/3 x (BA atau BB)

0 ≤ daerah C ≤ 1/3 x (BA atau BB)

Kondisi dikatakan out of control apabila :

1. Jika ada titik-titik (dt-dt’) yang berada diluar garis BA dan BB atau UCL

dan LCL.

2. Jika ada titik-titik (dt-dt’) 3 titik berturut-turut, 2 atau lebih jatuh pada

salah satu sisi daerah A.

3. Jika ada 5 titik (dt-dt’) berturit-turut, 4 atau lebih jatuh pada salah satu sisi

daerah B.

4. Jika ada 8 titik (dt-dt’) berturut-turut terletak pada salah satu sisi daerah C

Gambar 2.5. Peta Rentang Kendali

2.3. Sistem Pengendalian Persediaan

Persediaan merupakan hal yang penting pada setiap perusahaan industri.

Persediaan ini diadakan apabila keuntungan yang diharapkan dari persediaan

33

tersebut (terjadi kelancaran usaha) hendaknya lebih besar daripada biaya-biaya

yang ditimbulkannya.

Beberapa pengertian tentang persediaan menurut Sofyan Assauri (1998 ) antara

lain yaitu :

1. Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan

maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau

2. Persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan /proses produksi,

atau

3. Persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses

produksi

Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan

bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi,

serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi

permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.

Persediaan juga dapat didefinisikan sebagai simpanan produk, secara umum dapat

ditunjukkan sebagai sumber menganggur yang memiliki nilai ekonomis.

Dengan adanya persediaan, produksi tidak perlu dilakukan khusus buat konsumsi,

atau sebaliknya tidak perlu konsumsi didesak supaya sesuai dengan kepentingan

produksi. Adapun alasan diperlakukannya persediaan oleh suatu perusahaan

pabrik adalah karena :

1. Dibutuhkannya waktu untuk menyelesaikan operasi produksi untuk

memindahkan produk dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain, yang

disebut persediaan dalam proses dan pemindahan.

2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan suatu unit atau bagian untuk

membuat skedul operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.

Sedangkan tujuan diadakannya pengawasan persediaan yaitu untuk menjaga agar :

Persediaan selalu ada, sehingga kegiatan produksi tidak terhenti

34

Pembentukkan persediaan tidak besar, sehingga biaya yang timbul

juga tidak besar

Pembelian dalam jumlah kecil untuk menekan biaya pemesanan

Untuk mencapai tujuan tersebut, pengawasan persediaan mengadakan

perencanaan bahan-bahan apa yang dibutuhkan baik dalam jumlah maupun

kualitas yang sesuai dengan kebutuhan untuk produksi serta kapan pesanan

dilakukan dan berapa besarnya yang dapat dilakukan. Selain itu, pengawasan

terhadap jumlah, macam, kualitas, komposisi, dari persediaan apakah sesuai

dengan apa yang telah digariskan oleh pimpinan perusahaan pabrik merupakan hal

yang harus diperhatikan pula.

Dalam sistem manufaktur, persediaan terdiri dari tiga bentuk sebagai berikut :

1. Bahan Baku merupakan input awal dari proses transformasi menjadi produk

jadi.

2. Barang setengah jadi merupakan bentuk peralihan antara bahan baku

dengan produk setengah jadi.

3. Barang jadi merupakan hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan

kepada konsumen.

2.3.1. Macam-macam Perhitungan yang Ada di Dalam Manajemen

Persediaan

1. Economic Order Quantity (EOQ)

Jumlah pembelian bahan mentah/barang jadi pada setiap kali pesan dengan

biaya yang paling rendah.

2. Safety Stock

Persediaan pengaman apabila penggunaan persedian melebihi perkiraan

3. Reorder point

Strategi operasi persediaan adalah titik pemesanan yang harus dilakukan

perusahaan, sehubungan dengan adanya lead time dan safety stock.

2.3.2. Biaya-biaya Dalam Sistem Persediaan

35

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua

pengeluaran dan kerugian yang timbul akibat adanya persediaan. Biaya sistem

persediaan terdiri dari :

1. Biaya pembelian (Purchasing Cost = c) adalah biaya yang

dikeluarkan untuk membeli barang. Biaya ini menjadi faktor penting ketika

harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Dalam

kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan

ke dalam total biaya sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga

barang per-unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli.

2. Biaya pengadaan (Procurement Cost), biaya ini dibedakan atas 2

jenis berdasarkan asal usul barang, yaitu :

a. Biaya pemesanan (Ordering Cost = k) adalah semua pengeluaran yang

timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya

untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman

pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan, dan seterusnya. Biaya

ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

b. Biaya pembuatan (Setup Cost = k) adalah semua pengeluaran yang

timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di

dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi,

menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.

3. Biaya penyimpanan (Holding Cost/Carrying

Cost = h) adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang.

Biaya ini meliputi :

a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal)

Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana

perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga

bank. Biaya ini diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode

waktu tertentu.

b. Biaya gudang

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga

timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya

36

gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaannya

mempunyai gudang sendiri maka biaya gudangnya merupakan biaya

depresiasi.

c. Biaya kerusakan dan penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan

karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang, karena hilang.

Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman

sesuai dengan persentasenya.

d. Biaya kadaluarsa (Absolence)

Barang yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena

perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya

ini biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang

tersebut.

e. Biaya asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang

tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis

barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

f. Biaya administrasi dan pemindahan

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang

ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun

penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di

dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan

handling.

4. Biaya kekurangan persediaan (Shortage Cost = p)

Bila perusahaan kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan

terjadi kekurangan persediaan. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur

dari :

- Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat

memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses

37

produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman

kerugian bagi perusahaan, dengan satuan misalnya Rp/unit.

- Waktu pemenuhan

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau

lamanya perusahaan tidak mendapat keuntungan, sehingga waktu

menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya

waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk

memenuhi gudang dengan satuan misalnya Rp/satuan waktu.

- Biaya pengadaan darurat

Agar konsumen tidak tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan

darurat yang biasa menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan

normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat

dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan, dengan

satuan misalnya Rp/setiap kali kekurangan.

Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara

akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan

kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam

penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel

(incremental Cost), sedangkan biaya yang bersifat fixed seperti biaya pembelian

tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu

diperhitungkan.

2.3.3. Metode Pengendalian Persediaan

Dalam penentuan jumlah pemesanan yang ekonomis, pimpinan perusahaan harus

dapat mengatur dan menyesuaikan pesanan yang dilakukan dengan fasilitas-

fasilitas produksi perusahaan dan menjaga agar pemesanan yang dilakukan dapat

membuat keadaan persediaan berada pada biaya yang minimum.

Dalam usaha pemenuhan kebutuhan persediaan, terdapat beberapa cara

pemesanan (order system) yang dapat dilakukan yaitu:

38

1. Order Point System adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan

dimana pesanan dilakukan apabila persediaan yang ada telah mencapai suatu

atau tingkat tertentu. Dalam sistem ini pesanan yang diadakan dalam jumlah

yang tetap dari bahan-bahan yang dipesan yang disebut juga dengan fixed

order quantity system. Keuntungan dari sistem ini adalah pengawasan atas

jumlah dan waktu pemesanan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.

Sedangkan kesukarannya adalah apabila perusahaan menggunakan bahan-

bahan atau barang-barang dalam persediaan yang terdiri dari beberapa jenis,

sedangkan saat pemesanan jenis barang/bahan yang satu dengan yang lain

tidak sama.

Dalam pelaksanaan sistem ini biasanya dapat dilakukan dalam dua variasi

yaitu:

a) Two and bag account system, dengan cara ini perusahaan

menggunakan dua kantong (bin). Kantong pertama merupakan tempat

persediaan bahan-bahan yang jumlahnya sama dengan jumlah persediaan

pada tingkat order point dan berfungsi sebagai persediaan cadangan

(reserve inventories). Sedangkan persediaan bahan selebihnya ditempatkan

pada kantong kedua.

b) One storage bin system, dengan cara ini perusahaan hanya

menggunakan satu kantong persediaan. Di dalam kantong persediaan

diadakan pembagian yaitu pertama untuk memenuhi atau menyuplai

kebutuhan bahan-bahan sehari-hari/rutin, bagian kedua untuk memenuhi

kebutuhan atau penggunaan bahan-bahan selama periode pengisian

kembali.

Syarat-syarat penggunaan order point system yaitu jika :

- Biaya penyimpanan bahan cukup mahal

- Bahan baku yang dipergunakan adalah tertentu dan dengan jenis yang

tidak terlalu banyak

- Ketentuan

39

2. Order Cycle System adalah suatu sistem atau cara pemesanan bahan

dimana jarak atau interval waktu dari pemesanan tetap , misalnya tiap-tiap

minggu atau bulan. Sedangkan tiap pesanan mempunyai jmlah yang

berfluktuasi bergantung pada banyaknya pemakaian bahan dalam

jarak/interval waktu antara pesanan yang lalu dengan pesanan berikutnya.

Sistem ini dapat digunakan untuk mengawasi barang-barang yang banyak

jenisnya serta lebih tinggi nilainya. Pengawasan dilakukan sekaligus pada

setiap periode tertentu. Pesanan dapat dilakukan dalam bentuk pesanan

berkelompok (group order) pada satu supplier dan dapat pula dalam bentuk

pengiriman berkelompok (group shipment) yang memberi penghematan

biaya pengangkutan. Akan tetapi, pada waktu tertentu setiap jenis barang

harus diperhatikan karena kemungkinan adanya fluktuasi dari pemakaian

bahan tertentu sehingga bila terjadi kesalahan perkiraan dapat

mengakibatkan persediaan berlebih atau kehabisan persediaan.

Secara kronologis metode pengendalian persediaan yang ada dapat

diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Metode pengendalian tradisional

2. Metode perencanaan kebutuhan material (MRP)

3. Metode kanban

4. Metode Just in time

Dalam pemecahan masalah kuantitatif pada sistem persediaan dengan metode

tradisional ini menggunakan matematik dan statistik sebagai alat bantu utamanya.

Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :

Jumlah ukuran pemesanan ekonomis (EOQ)

Titik pemesanan kembali (reorder point)

Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan

Metode pengendalian persediaan secara statistik ini biasanya digunakan untuk

mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebas (dependent) an dikelola

tidak saling bergantung. Yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan

40

hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produksi.

Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti

(spare part).

Model statis EOQ merupakan model yang paling sederhana yang memakai

asumsi-asumsi sebagai berikut :

Hanya satu item barang (produk) yang diperhitungkan

Kebutuhan (permintaan) setiap periode diketahui tertentu

Barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia (instaneously) atau

tingkat produksi (production rate) barang yang dipesan berlimpah (tak

terhingga)

Waktu ancang-ancang (lead time) bersifat konstan

Setiap pesanan diterima dalam sekali pengiriman dan langsung dapat

digunakan

Tidak ada pesanan ulang (back order) karena kehabisan persediaaan (shortage)

Tidak ada diskon untuk jumlah pembelian yang banyak (quantity discount)

Dari asumsi-asumsi diatas, model ini mungkin diaplikasikan baik pada sistem

manufaktur seperti penentuan persediaan bahan Baku dan pada sistem non

manufaktur seperti pada penentuan jumlah bola lampu pada suatu bangunan,

penggunaan perlengkapan habis pakai (office supplies) seperti kertas, buku nota

dan pensil; konsumsi bahan-bahan makanan seperti beras, jagung, dan lain-lain.

Tujuan model ini adalah untuk menentukan jumlah ekonomis setiap kali

pemesanan (EOQ) sehingga meminimasi biaya total persediaan dimana :

Biaya total persediaan = ordering cost + holding cost + Purchasing cost

Parameter-parameter yang digunakan dalam model ini adalah :

λ = jumlah kebutuhan barang selama satu periode (misalnya 1 tahun)

A = ordering cost setiap kali pesan

h = holding cost per-satuan nilai persediaan per-satuan waktu

c = purchasing cost per-satuan nilai persediaan

t = waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya

41

Secara grafis, model dasar persediaan ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 2.6 Grafik model dasar persediaan

Gambar diatas dapat membantu kita memahami pembentukan model

matematisnya. Sejumlah Q unit barang yang dipesan secara periodik. Order point

merupakan saat siklus persediaan (inventory cycle) yang baru dimulai dan yang

lama berakhir karena pesanan diterima. Setiap siklus persediaan berlangsung

selama siklus waktu t, artinya setiap t hari (atau mingguan, bulanan, dsb)

dilakukan pesanan kembali. Lamanya t sama dengan proporsi kebutuhan satu

periode (λ) yang dapat dipenuhi oleh Q, sehingga dapat ditulis t = Q/ λ. Gradient

negative λ t(-λt) dapat dipakai untuk menunjukkan jumlah persediaan dari waktu

ke waktu. Karena barang yang dipesan diasumsikan dapat segera tersedia, maka

setiap siklus persediaan dapat dilukiskan dalam bentuk segitiga dengan alas t dan

tinggi Q.

Tujuan secara matematis model ini kita mulai dengan komponen biaya ordering

cost yang tergantung pada jumlah (frekuensi) pemesanan dalam 1 periode, dimana

frekuensi pemesanan tergantung pada :

Jumlah kebutuhan barang selama 1 periode (λ)

Jumlah setiap kali pemesanan (Q)

Sehingga dapat dilukiskan bahwa frekuensi pemesanan =

Waktu (t)t=Q/ λ

Rata-rata persediaan = Q/2

Q= λ.t

42

Ordering cost setiap periode dengan mengalikan λ /Q dengan biaya setiap kali

pesan (A), sehingga :

ordering cost per-periode = ………………………………………..(2.48)

Komponen biaya kedua adalah holding cost dipengaruhi oleh jumlah barang yang

disimpan dan lamanya barang yang disimpan. Setiap hari jumlah barang yang

disimpan akan berkurang karena dipakai/terjual, sehingga lama penyimpanan

antara satu unit barang yang lain juga berbeda. Oleh karena itu, yang perlu

diperhatikan adalah tingkat persediaan rata-rata. Karena persdiaan bergerak dari Q

unit ke nol unit dengan tingkat pengurangan konstan (gradient-D) selama waktu-t,

mka persediaan rata-rata untuk setiap siklus adalah : , sehingga : holding

cost per-periode = …………….………………………….(2.49)

Komponen biaya ketiga, yaitu purchasing cost merupakan antara kebutuhan

barang selama periode (λ) dengan harga per-unit (C) sehingga purchasing cost

per-periode = λ c

Dengan menggabungkan ketiga komponen biaya persediaan diatas, maka :

Biaya total persediaan = + + λ c ………………………………..(2.50)

Tujuan model EOQ ini adalah menentukan nilai Q sehingga meminimumkan

biaya total persediaan. Tetapi yang perlu diperhitungkan dalam penentuan nilai Q

adalah biaya-biaya relevan saja (biaya incremental). Komponen biaya ketiga dapat

diabaikan karena biaya tersebut akan timbul tanpa tergantung pada frekuensi

pemesanan, sehingga tujuan model EOQ ini adalah meminimasi biaya total

persediaan dengan komponen biaya ordering cost dan holding cost saja, atau :

Biaya persediaaan : incremental cost (TIC) = + …………….….(2.51)

Jumlah pemesanan yang optimal (EOQ) secara matematis dihitung dengan

mendeferensialkan persamaan diatas tehadap Q dan diberi harga nol, sehingga

diperoleh :

43

……………………….……………………………………….(2.52)

Bila (Q optimal = EOQ) telah diperoleh, maka t optimal diperoleh sebagai

berikut:

………………………………………………………………..(2.53)

Besarnya TC dapat diperoleh dengan memasukan harga Q0, sehingga diperoleh :

TIC = ………………………………………………………………(2.54)

Gambar berikut ini menunjukkan posisi titik EOQ yang membentuk kurva TC

minimum

Gambar 2.7.. Kurva TC minimum

Biaya total relevan (TC) merupakan penjumlahan 2 komponen biaya ordering cost

dan holding cost, sehingga tinggi (jarak) kurva TC pada setiap titik Q merupakan

hasil penjumlahan tinggi (jarak) kedua kurva komponen biaya tersebut secara

tegak lurus.

Ordering cost mempunyai bentuk geometris hiperbola dimana makin kecil Q

berarti makin sering pemesanan dilakukan dan makin besar biaya pemesanan

yang dikeluarkan. Sebaliknya bila Q makin besar, berarti makin jarang pemesanan

dilakukan dan makin kecil biaya pemesanan yang dikeluarkan. Bila digambarkan

secara grafis, maka semakin besar Q, semakin menurunlah kurva ordering cost.

Jumlah persediaanEOQ

Kurva ordering cost (D/Q)k

Kurva holding cost h(Q/2)

Kurva TC

Biaya

TC min

RR

44

Holding cost mempunyai bentuk garis lurus karena komponen biaya ini

tergantung pada tingkat persediaan rata-rata. Garis ini dimulai dari titik Q = 0,

dimana tingkat tingkat persediaan rata-rata semakin membesar secara

proporsional dengan gradient yang sama.

Pada kondisi nyata di lapangan, asumsi barang bersifat instaneous sulit diterapkan

karena diperlukan suatu tenggang waktu tertentu untuk mengirimkan barang yang

dipesan karena mungkin produsen barang yang dipesan tidak mempunyai cukup

persediaan saat pesanan datang. Tenggang waktu antara dilakukan pemesanan

dengan saat baramg datang disebut lead time. Saat pemesanan kembali harus

dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat pada waktunya dibutuhkan

disebut titik pemesanan kembali (reorder point = r).

Reorder point ditentukan berdasarkan 2 variabel, yaitu lead time (L) dan tingkat

kebutuhan selama lead time. Ada 2 kemungkinan lead time (L) bila kita

bandingkan dengan waktu antara satu pemesanan ke pemesanan berikutnya (t),

yaitu :

1. L < t

2. L > t

Tingkat persediaan (Q)

Gambar 2.8. Perbandingan L dengan t

2.3.4. Metode Pengendalian Persediaan G. Hadley dan T.M. Whitin Untuk

Kasus Lost Sale

Pada umumnya, setiap perusahaan tentu tidak mengharapkan adanya kerugian

yang salahsatunya yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya persediaan. Seperti

yang dikemukakan oleh G.Hadley dan T.M Whitin tentang suatu kondisi adanya

Waktu (t)

L LL

t t t

Q

Waktu (t)t L

Q

45

permintaan atau demand sedangkan sistem mengalami out of stock, maka akan

ada dua kemungkinan yang akan terjadi lost sale atau backorder.

”An Important characteristic of the process generating demands is waht happens

when a demand occurs and the system is out of stock. Basically, there are two

possibilities. Either the demand is lost (as it might be in a departement store when

customer goes to another store), or it is backordered and the customer waits until

the inventory system obtain sufficient stock to meet his demand” (G.Hadley, 1963)

Dalam kasus lost sale, minimasi dari biaya tahunan rata-rata sebanding dengan

maksimasi dari keuntungan tahunan rata-rata jika dalam penunjukkan biaya, biaya

lost sale termasuk lost profit. Untuk kasus lost sale, biaya lost sale selalu akan

menjadi π, tidak pernah ada bagian proposional untuk waktu karena tidak masuk

akal untuk membicarakan tentang waktu yang mana keberadaan lost sale. Kita

berasumsi bahwa π termasuk lost profit.

Pada metode metode G.Hadley dan T.M Whitin untuk kasus lost sale ini dikenal

pola permintaan berdistribusi normal serta waktu ancang (lead time) yang

konstan. Notasi matematika dalam perhitungan pengendalian persediaan dengan

kasus lost sale dijelaskan sebagai berikut.

λ : Permintaan rata-rata (unit pertahun)

T : Ekspektasi panjang siklus (tahun)

Q : Ukuran pemesanan (unit)

Q* : Ukuran pemesanan optimal(unit)

L : Waktu ancang (lead time)

r : Ukuran pemesanan kembali

r* : Ukuran pemesanan kembali yang optimal

π : Biaya kerugian akibat lost sales (Rp per unit), π > 0

h : Biaya simpan untuk setiap siklus persediaan setiap tahun (Rp/unit)

A : Biaya setiap kali pemesanan (Rp)

µ : Pemakaian rata-rata selama lead time

46

f(x) : Fungsi distribusi peluang kebutuhan bahan baku

: nilai ekspektasi jumlah kekurangan persediaan

Φ(z) : Probabilitas terjadinya kekurangan persediaan (probability of stock out)

: Cumulative area under the normal distribution

Dalam menentukan jumlah pemesanan Q (order Quantity) yang optimal tidak

pernah lepas dari rumus Wilson Q/ metode tradisional (Persamaan 2.52) diatas,

persamaan ini berguna dalam iterasi awal untuk inialisasi nilai estimasi

Q0.Sedangkan dalam menentukan Q dalam kasus lost sale maka digunakan rumus

sebagai berikut :

...........…………………………………….......(2.55)

Dalam menentukan nilai ekspektasi stock out menggunakan rumus :

………………………………...……………………...(2.56)

Diasumsikan f(x) adalah suatu fungsi kepadatandistribusi normal dengan rata-rata

µ (pemakaian rata-rata selama lead time) dan standar deviasi σ .yang dinotasikan

n(x;µ,σ) yang memiliki persamaan :

…………..………………….…………….…..(2.57)

dimana,

………………………………………………………………..(2.58)

sehingga jika disederhanakan persamaan (2.50) diatas adalah sebagai berikut :

sehingga diperoleh,

47

Untuk perhitungan probabilitas terjadinya kekurangan persediaan Φ(z)

(probability of stock out), rumus yang digunakan adalah sebagai berikut ::

………….…………………...………..(2.59)

Dalam sistem persediaan, kasus kekurangan persediaan merupakan suatu hal yang

urgent. Sehingga dilakukan perhitungan safety stock(s) untuk menghindari

adanya kekurangan sediaan :

s = r – μ + …………………………..……(2.60)

Biaya pemesanan OP (ordering cost) dapat diperoleh dari perhitungan sebagai

berikut:

OP = ………………………………………………………..(2.61)

Biaya simpan OS (holding cost):

OS = ……………………..……………………...…......(2.62)

Biaya kekurangan persediaan OK (shortage cost):

OK = ………………..(2.63)

Total biaya sistem persediaan merupakan penjumlahan dari ongkos-ongkos atau

biaya yang dikeluarkan untuk persediaan produk ataupun bahan. Perhitungan total

biaya sistem persediaan adalah sebagai berikut :

K(Q,r) = + ……...……..………….(2.64)

Dari total biaya tersebut perusahaan dapat merencanakan ataupun mengalokasikan

serta mengetahui berapa besar ongkos atau biaya yang ditimbulkan dari adanya

persediaan tersebut.

Untuk menentukan nilai (Q*,r*) yang optimal sebagai jalan meminimasi nilai

K(Q,r) maka digunakan prosedur interaktif G.Hadley and T.M. Within sebagai

berikut :

48

1. Inisialisasi dengan nilai estimasi Qn, gunakan

rumus persamaan (2.52) jadikan sebagai Q1,

2. Nilai r1 diperoleh dari perhitungan Φ(z) atau rumus

persamaan (2.59)

3. Untuk menghitung Qn+1 gunakan rumus persamaan

(2.55), sebagai awal hitung dahulu nilai ekspektasi kekurangan persediaan

dengan rumus persamaan (2.56)

4. Setelah Qn+1 diperoleh maka kita dapat menentukan

nilai rn+1 dengan menggunakan rumus persamaan (2.58) dimana x = r.

5. Hentikan iterasi jika sudah diperoleh nilai Qn ≤

Qn+1, jika belum maka ulangi dari langkah 3.

2.4. Uji Distribusi Normal

Suatu variabel random kontinu x yang berdistribusi normal, dengan parameter μ

dan σ jika fungsi probabilitasnya :

........................................................

(2.65)

Dengan mean μ dan variansi σ2.

Distribusi normal merupakan salah satu distribusi peluang yang paling banyak

digunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Walaupun bersifat kontinu, namun dalam

penerapannya seperti dalam kasus demand untuk sistem persediaan variabel

random yang diskrit dapat diabaikan dan disuguhkan dalam bentuk kontinu.

Dalam permasalahan persediaan, penggunaan distribusi normal untuk

menghampiri jumlah permintaan dapat dilihat pada bagian literatur Hadley-Within

(1963) secara khusus

2.4.1. Uji Chi-square Goodnees Of Fit Test

Dari data permintaan masa lalu sebelum diolah dengan beberapa metode

peramalan, data tersebut diuji terlebih dahulu dengan Uji Chi-square Goodness Of

49

Fit Test, dengan uji ini dapat diketahui apakah data berdistribusi normal atau

tidak. Langkah-langkahnya adalah :

1. Penentuan hipotesa :

H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

2. Penentuan taraf keberartian α = 0,05

3. Penentuan daerah kritis = χ2tabel = χ 2

α;v dengan nilai v = k-r-1, dimana k =

jumlah kelas dan r = jumlah parameter yang diamati.

4. Membuat tabel interval kelas, caranya :

a. Menentukan data minimum (XI kecil) dan data maksimum

(XI bear)

b. Menentukan range (R) = (XI kecil) - (XI besar)

c. Menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3,3 log n ; n =

jumlah data

d. Menentukan lebar kelas (LK) = Range / jumlah kelas

5. Menentukan nilai rata-rata (µ) dan standar deviasi (σ)

...................................................................................................(2.66)

.....................................................................................(2.67)

Dimana : Xi = Data permintaan ke- I

n = Jumlah Data

6. Batas kelas yaitu LCB dan UCB dimana :

LCB = LCL – 0,5

UCB = UCL + 0,5

7.

8. P(Z1) dan P(Z2) merupakan hasil interpolasi dari tabel distribusi

normal

9. P(Z) = P(Z2) - P(Z1)

10. Ei = P(Z) x ∑fi

11. Menggabungkan kelas sehingga nilai E ≥ 5

50

Menentukan

.............................................................................(2.68)

12. Tabel interval kelas

13. Memberikan kesimpulan dengan membandingkan nilai χ 2hitung dengan χ

2tabel, apabila χ 2

hitung < χ 2tabel maka terima H0, berarti data berdistribusi normal,

dan sebaliknya.