Post on 29-Dec-2015
Azas-Azas Transaksi dalam Ekonomi Islam
Hukum islam yang mengatur hubungan kepentingan antarsesama manusia yang
menyangkut ekonomi dan bisnis dikenal dengan sebutan hokum (fiqih) mu’amalah.
Mu’amalah merupakan aspek hukum islam yang ruang lingkupnya luas. Pembahasan
aspek hokum islam yang bukan termasuk ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji
bisa di sebut mu’amalah. Namun, dalam perkembangannya, hukum islam dibidang
mu’amalah dapat dibagi lagi menjadi munakahat (perkawinan), jinayah (pidana), dan
mu’amalah dalam arti khusus mengenai urusan ekonomi dan bisnis dalam islam.
Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, materi fiqih muamalah terbatas pada aspek ekonomi
dan hubungan kerja (bisnis) yang lazim dilakukan, seperti jual beli dan sewa-menyewa.
Dalam Al-Quran atau hadis, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan
dalam bermu’amalah. Prinsip-prinsip dasar yang di maksudkan, yaitu sebagai berikut.
1. Asas suka sama suka, yaitu kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang bersifat
semu dan seketika. Oleh karena itu, Rosulullah mengharamkan bai al garar (jual beli
yang mengandung unsure spekulasi dan penipuan)
2. Asas keadilan, yaitu adanya keseimbangan, baik produksi, cara memperolehnya,
maupun distribusinya.
3. Asas saling menguntungkan, yaitu tidak ada satu pihakk pun yang dirugikan.
4. Asas saling menolong dan saling membantu.
Dalam kehidupan di era modern dan globalisasi saat ini, banyak transaksi ekonomi yang
tidak mengindahkan azas-azas islam tersebut, misalnya jual beli barang haram, terjadinya
pemalsuan produksi, pelanggaran hak cipta, pembajakan dan lain sebagainya. Jika
ditelusuri lebih seksama, akibat transaksi yang melanggar normatersebut sangat
merugikan. Adapun yang dirugikan segabian besar adalah konsumen terutama dari
lkalangan masyarakat awam. Oleh karena itu, penerapan azas-azas islam dalam transaksi
ekonomi sangat dibutuhkan. Ajaran aslam menerapkan azas kejujuran dan suka sama
suka dalam bertransaksi ekonomi sehingga akan tercipta tingkat kepuasan (satisfaction)
yang tinggi pada orang-orang yang bertransaksi.
Dengan adanya tingkat kepuasan yang tinggi, maka akan terjalin hubungan harmonis
antar pihak dengan dasar saling membutuhkan dan saling menguntungkan.