Post on 19-Jan-2016
description
Tugas Kelompok 4
“ANTRAKS DAN ASKARIASIS”
Tugas Untuk Memenuhi Mata KuliahTropical Disease
1. ERMIDA
2. FAHMI ARIS
3. IRMAN
4. JUFRI
5. LA ODE TRISNO S.O
6. SARLINCE
7. SILFANINGSIH
8. SRI WAHYUNINGSIH
E5 KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur Tim Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan
Keperawatan ini tepat pada waktunya. Makalah Asuhan keperaawatan ini merupakan salah
satu tugas mata kuliah Tropical Disease yang diberikan oleh Dosen pengajar Ibu Syamsiah
Paweni, M.Kes. Dalam makalah ini Tim Penulis membahas tentang “Konsep dan Ruang
Lingkup tentang Antraks dan Askariasis”.
Dalam pembuatan makalah ini, Tim Penulis menyadari adanya berbagai kekurangan,
baik dalam isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan
hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat Tim
Penulis harapkan.
Akhirnya Tim Penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, sekalian yang telah membaca dan mempelajari
makalah ini. Tim Penulis tak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar
yang telah memberikan tugas ini sehingga menjadi khazanah ilmu pengetahuan bagi Tim
Penulis dan pembaca makalah Asuhan Keperawatan ini.
Kendari, Juli 2014
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
A. Antraks .......................................................................................... 3
I. Definisi Antraks ...................................................................... 3
II. Etiologi Antraks ...................................................................... 4
III. Media Tumbuh Bacillus Antrachis ........................................ 4
IV. Pertahanan Hidup Bacillus Antrachis ..................................... 5
V. Patogenesis Antraks ................................................................ 6
VI. Manifestasi Klinis Antraks ..................................................... 8
VII. Pemeriksaan Penunjang Antraks ............................................. 10
VIII. Penatalaksanaan Antraks ........................................................ 11
B. Askariasis ...................................................................................... 12
I. Definisi Askariasis ................................................................. 12
II. Etiologi Askariasis .................................................................. 12
III. Penularan Askariasis ............................................................... 13
IV. Patogenesis Askariasis ............................................................ 13
V. Epidemiologi Askariasis ......................................................... 14
VI. Manifestasi Klinis Askariasis ................................................. 14
VII. Pemeriksaan Penunjang Askariasis ......................................... 15
VIII. Penatalaksanaan Askariasis .................................................... 16
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 17
A. Kesimpulan .................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................. 17
DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Antraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup di
tanah. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi.Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi di
Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di Indonesia
meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang
pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter
hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh
spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.
Lingkungan hidup menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia beserta perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Bila ditinjau lebih lanjut mengenai.
Undang-Undang tersebut, maka manusia dengan lingkungan sebenarnya tidak dapat
dipisahkan. Keadaan sanitasi yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih
rendah didukung okeh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing
merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing usus yang
ditularkan di Indonesia (Zit, 2000).
Ada 3 jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk
(Trichuris trichura). (Depkes RI, 2004). Ascaris lumbricoides merupakan helmintiasis
yang paling sering menyerang anak-anak, cacing ini telah menyebabkan lebih dari satu
milyar kasus kecacingan di seluruh dunia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah :
1. Apa itu Antraks dan Askariasis?
2. Apa etiologi dari Antraks dan Askariasis ?
3. Ada berapa klasifikasi dari Antraks dan Askariasis ?
4. Bagaimana patogenesis terjadinya Antraks dan Askariasis ?
5. Apa saja manifestasi klinis bagi penderita Antraks dan Askariasis ?
6. Pemeriksaan apa saja yang dapat menunjang bagi penentuan diagnosa medis Antraks
dan Askariasis ?
7. Bagaimana tindakan penatalaksanaan keperawatan dan medis pada penderita Antraks
dan Askariasis ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dari Antraks dan Askariasis
2. Untuk mengetahui etiologi dari Antraks dan Askariasis
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Antraks dan Askariasis
4. Untuk mengetahui patogenesis terjadinya Antraks dan Askariasis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Antraks dan Askariasis
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Antraks dan Askariasis
7. Untuk mengetahui tindakan penatalaksanaan keperawatan dan medis pada penderita
Antraks dan Askariasis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Antraks
I. Definisi Antraks
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan
bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks bermakna
"batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para korban
akan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan
yang telah dijinakkan. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari
hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Penyakit
Antraks atau disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters
disease, Rag pickersdisease, Charbon.
Spora bacillus Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius. Di
dalam tanah, diketahui spora mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila
lingkungan memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi bentuk
bakteri biasa (vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri) dengan
sangat cepat. Itulah sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim
kemarau.
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi
di Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di
Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang
pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter
hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi
oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.
Antraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup
di tanah. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi.Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
II. Etiologi Antraks
Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri berbentuk batang, berukuran 1-1,5
mikron kali 3-8 mikron, bersifat aerobik, non-motil, gram positif yang disebut
Bacillus antrachis. Apabila spesimen ini diambil dari hewan sakit, bakteri berbentuk
rantai pendek dikelilingi oleh kapsul yang terlihat jelas. Bacillus antrachis ditemukan
di dalam otak.
Bentuk vegetatif Bacillus antrachis yang ada di dalam tubuh hewan relatif tidak
dapat tahan lama dalam berkompetisi dengan bakteri pembusuk. Apabila terjadi
kontak dengan udara (oksigen), bakteri ini akan membentuk spora yang amat tahan
terhadap pengaruh lingkungan. Oleh karena itu , setiap hewan yang mati dengan
dugaan anthrax tidak boleh dilakukan autopsi. Spora anthrax dapat bertahan selama
60 tahun di dalam tanah kering. Spora juga tahan dalam waktu yang lama di debu,
kapas, bulu, kulit, serbuk tulang, pakaian , dsb. (Soeharsono.2002)
Spora dibentuk di tanah, jaringan/binatang mati dan tidak terbentuk di jaringan
dan darah binatang hidup. Spora yang merupakan endospora tahan terhadap pengaruh
lingkungan. Diameter endospora berkisar 1-2 mikrometer, sehingga sukar tersaring
oleh mekanisme penyaringan di saluran pernafasan atas. Dalam tanah, spora dapat
bertahan puluhan tahun. Spora antrax tahan terhadap pengaruh panas, sinar ultraviolet
dan beberapa desinfektan. Endospora dapat dimatikan dengan cara autoclave pada
suhu 120° C selama 15 menit. Bentuk vegetatifnya mudah dimatikan pada suhu 54° C
selama 30 menit.
III.Media Tumbuh Bacillus anthracis
Bakteri mudah ditumbuhkan pada berbagai media. Untuk mendapatkan koloni yang
karakteristik, bakteri sebaiknya ditumbuhkan pada media yang mengandung darah
tanpa antibiotika. Bakteri tumbuh subur pada pH media 7.0 – 7.4 dengan lingkungan
aerob. Suhu pertumbuhan berkisar antara 12 – 45°C tetapi suhu optimumnya 37°C.
Setelah masa inkubasi 24 jam, koloni kuman tampak sebagai koloni yang besar,
kompak, putih-keabu-abuan dengan tepi tak beraturan. Di bawah mikroskop, koloni
tersusun seperti susunan rambut sehingga sering disebut sebagai bentuk kaput
medusa. Koloni bakteri bersifat sticky sehingga jika diangkat akan membentuk
formasi seperti stalaktit (beaten egg-whites appearance).
Jika bakteri ditumbuhkan selama 3 – 6 jam pada suhu 37°C pada media yang
mengandung penisilin pada kadar 0.05 – 0.5 unit /ml, maka secara mikroskopik akan
terbentuk sferis besar dalam bentuk rantai (fenomena string of pearls). bakteri antrax
tidak menyebabkan hemolisis darah domba dan reaksi katalasenya positif. Bakteri
mampu meragi glukosa dan menghidrolisa gelatin tetapi tidak meragi manitol,
arabinosa dan xilosa. Karena menghasilkan lesitinase, maka bakteri yang
ditumbuhkan pada media EYA (Egg-Yolk Agar) akan membentuk zona kompak.
(Agus Sjahrurachman. Cermin dunia kedokteran.2007.)
Faktor predisposisi kejadian penyakit seperti musim panas, kekurangan
makanan dan keletihan mempermudah timbulnya penyakit pada hewan yang
mengandung spora bersifat laten. Umumnya, Bacillus antrachis amat pathogen,
namun pernah pula dilaporkan penemuan isolat Bacillus antrachis yang kurang
pathogen dari seekor kuda.( Djaenuddin dan Soetikno, 1960).
Dalam sel bakteri anthrax juga terdapat eksotoksin kompleks yang terdiri atas
Protective Ag (PA), Lethal factor (LF), dan Oedema factor (EF). Peran ketiganya itu
terlihat sekali dalam menimbulkan gejala penyakit anthrax. Tepatnya, ketiga
komponen dari eksotoksin itu berperan bersama – sama. Protective Ag berfungsi
untuk mengikat reseptor dan selanjutnya Lethal factor. Sedangkan odema factor akan
memasuki sistem sel dari bakteri. Odema factor merupakan adenilsiklase yang
mampu meningkatkan cAMP sitoplasma sel, sedangkan fungsi spesifik dari lethal
factor masih belum diketahui.
IV. Pertahanan Hidup Bacillus anthracis
Dalam mempertahankan siklus hidupnya, Bacillus anthracis membentuk dua
sistem pertahanan, yaitu kapsul dan spora. Dua bentuk inilah, terutama spora yang
menyebabkan Bacillus anthracis dapat bertahan hidup hingga puluhan tahun lamanya.
Sedangkan kapsul merupakan suatu lapisan tipis yang menyelubungi dinding luar dari
bakteri. Kapsul ini terdiri atas polipeptida berbobot molekul tinggi yang mengandung
asam D – Glutamat an merupakan suatu hapten. Bacillus anthracis dapat membentuk
kapsul pada rantai yang berderet. Pada media biasa rantai tidak terbentuk kecuali pada
Bacillus anthracis yang ganas.
Lebih jauh, bakteri ini akan membentuk kapsul dengan baik jika terdapat pada
jaringan hewan yang mati atau pada media khusus yang mengandung natrium
bikarbonat dengan konsentrasi karbondioksida (CO2) 5%. Kapsul inilah yang
berperan dalam penghambatan fagositosis oleh sistem imun tubuh, dan juga dapat
menentukan derajat keganasan atau virulensi bakteri.
Selain itu, Bacillus anthracis juga membentuk spora sebagai bentuk resting cells.
Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang diperlukan tidak
memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, prosesnya disebut sporulasi. Spora
berbentuk elips atau oval, letaknya sentral dengan diameter tidak lebih dari diameter
bakteri itu sendiri. Spora Bacillus anthracis ini tidak terbentuk pada jaringan atau
darah binatang yang hidup, spora tersebut tumbuh dengan baik di tanah maupun pada
eksudat atau jaringan hewan yang mati karena antrax.
Di sinilah keistimewaan bakteri ini, apabila keadaan lingkungan sekitar menjadi
baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi, spora akan berubah kembali
menjadi bentuk bakteri. Spora – spora ini dapat terus bertahan hidup selama puluhan
tahun dikarenakan sulit dirusak atau mati oleh pemanasan atau bahan kimia tertentu,
sehingga bakteri tersebut bersifat dormant, hidup tapi tak berkembang biak.( Arda
Dinata.)
Anthrax disebabkan oleh bakteri yang dapat menyerang limpa. Cara penyebaran
Anthrax ke manusia dan hewan melalui 3 (tiga) cara :
1. Melalui mulut karena memakan daging dari penderita anthrax atau bahan
makanan lainnya yang tercemar anthrax (sayuran, rumputan, minuman, dll).
2. Melalui jalan pernapasan, terjadi di industri kerajinan dengan bahan dasar asal
hewan misalnya wol, kulit, tulang dll yang mengandung spora.
3. Melalui luka-luka dikulit, sering terjadi dipertanian/perternakan, karena luka
dipotongan hewan. Binatang korban : sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi
dan bisa juga kucing, anjing, musang yang memakan daging asal korban anthrax.
V. Patogenesis Antraks
Anthrax pada manusia kebanyakan biasa terjadi di daerah enzootic yaitu di
negara berkembang, pada masyarakat yang bekerja sebagai petani, orang yang
memakan daging hewan terinfeksi atau bekerja di perusahaan dimana wol diproduksi.
Kejadian penyakit pada manusia di negara berkembang tidak dapat diketahui karena
tidak semua dokter bisa mendeteksinya.
Tiga jenis penularan anthrax di manusia, yaitu :
a. Inhalational anthrax
Anthrax dapat masuk tubuh melalui perut (proses pencernaan), paru-paru atau
kulit (berkenaan dengan kulit) dan gejala-gejala penyebab klinis terpisah; jelas
berdasar pada lokasi infeksi.
Infeksi lewat jalur pernafasan (inhalation) pada awalnya terlihat dengan gejala-
gejala seperti influenza atau untuk beberapa hari, yang diikuti oleh keparahan;
sulit bernafas; batuk yang keras dan berat ( sering juga fatal) kolaps pernapasan.
Inhalational anthrax sangat fatal, dengan mortalitas mendekati 100%.
Tingkat kematian (lethal level) dari anthrax dilaporkan diakibatkan oleh
pernafasan (inhalation). Menghirup sekitar 10.000-20.000 spora menyebabkan
terjadinya inhalation anthrax juga tergantung pada tingkat kepekaan dengan bukti
bahwa sebagian orang meninggal dari kasus-kasus penyakit inhalation anthrax;
ada bukti yang didokumentasikan untuk memverifikasi eksak atau rata-rata angka
dari spora-spora.
b. Gastrointestinal (gastroenteric) anthrax
Infeksi gastrointestinal paling sering disebabkan oleh daging terinfeksi anthrax
dan ditandai oleh kerusakan saluran gastrointestinal yang serius, seperti muntah
darah, diare parah; sulit buang air besar;feses yang keras; radang akut saluran
usus, dan hilangnya selera makan. Beberapa luka telah ditemukan di dalam perut
dan di dalam mulut serta kerongkongan. Setelah bakteri masuk ke sistem usus,
bakteri menyebar melalui aliran darah sepanjang tubuh, membuat lebih toksik lagi
dalam perjalanan. Gastrointestinal anthrax dapat diterapi tetapi biasanya
mengakibatkan daftar kematian dari 25% kepada 60%, tergantung bagaimana
perawatan dimulai.
Anthrax bentuk gastrointestinal yang diakibatkan oleh penularan per os ditandai
oleh nyeri abdominal, demam, septicemia dan umumnya diikuti kematian apabila
tidak segera mendapat pengobatan.(Soeharsono.2002)
c. Cutaneus anthrax
Bentuk cutaneus anthrax menginfeksi luka kulit seperti bisul yang akhirnya
membentuk borok dengan suatu centre (luka yang hitam, eschar). Eschar yang
hitam sering kali muncul sebagai suatu borok nekrotik tanpa rasa sakit (mulai
sebagai luka kulit yang gatal atau lepuh yang gelap dan biasanya memusat sebagai
suatu titik yang hitam, dari jumlah yang sedikit sampai banyak seperti cetakan
roti) di lapangan infeksi cutaneu anthrax secara umum membentuk di dalam lokasi
dari penetrasi spora di dalam 2 sampai 5 hari setelah penginfeksian. Tidak seperti
memar tetapi hampir semua luka-luka, infeksi anthrax jenis cutaneus secara
normal tidak menyebabkan nyeri. Infeksi cutaneus anthrax adalah wujud sedikit
fatal dari infeksi anthrax yang lain jika dilakukan terapi. Tetapi tanpa perawatan,
kira-kira 20% dari semua kasus-kasus infeksi cutaneus anthrax terjadi toksemia
dan kematian. Terapi anthrax jenis cutaneus, terkadang berakibat fatal (Anonim)
(perkembangan anthrax di dalam cavum mediastinum).
VI. Manifestasi Klinis Antraks
Gejala umum penyakit antraks terjadinya demam dengan suhu badan yang
tinggi dan hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala yang bersifat khas
seperti : gemetar, ngantuk, lumpuh, lelah, kejang-kejang, mulas, bercak merah pada
membran mukosa, mencret disertai darah, sulit bernapas sehingga mati lemas dan
terdapat bisul yang makin membesar berisi nanah kental berwarna kuning. Manusia
yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks ditandai dengan gejala: suhu badan
tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher,
dada dan ketiak.
Rata-rata masa inkubasi antraks lebih dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih
tergantung lamanya gejala terbentuk. Gejala klinis antraks pada manusia dibagi
menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan
antraks meningitis.
1. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di
Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada
inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar
menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi
jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering
yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit
kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila
tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.
2. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari. Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau
spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak
dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang
kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam
waktu kurang dari 2 hari.Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual,
muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-
kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras,
kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai
pendarahan gastrointestinal.
3. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru sesuai
dengan tanda-tanda bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang
dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat
berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian biasanya
terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.
4. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi
primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi
antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu
demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku
kuduk.
VII.Pemeriksaan Penunjang Antraks
Kelainan kulit berupa ulkus yang dangkal disertai krusta hitam yang tidak nyeri
patut dicurigai suatu antraks kulit. Ditemukannya basil Gram positif pada
pemeriksaan cairan vesikel merupakan temuan yang khas pada antraks kulit tetapi
diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila biakan kuman positif. Karena mirip
penyakit gastrointestinal lainnya maka antraks gastrointestinal sering sulit didiagnosis.
Adanya riwayat makan daging yang dicurigai mengandung kuman antraks disertai
dengan gejala nause, anoreksia, muntah, demam, nyeri perut, hematemesis, dan diare
(biasanya disertai darah) sangat membantu penegakan diagnosis penyakit antraks.
Dari pewarnaan Gram yang dilakukan, bahan diambil dari darah dan atau cairan
asites, dapat ditemukan basil antraks. Untuk pemeriksaan biakan, bahan diambil dari
apusan faring (antraks faring), darah, dan cairan asites. Diagnosis antraks inhalasi juga
sulit ditegakkan. Seseorang yang tiba-tiba mengalami gejala seperti flu yang
mengalami perburukan secara cepat dan disertai hasil pemeriksaan foto toraks
menunjukkan pelebaran mediastinum, infiltrat, dan atau efusi pleura, sangat patut
dicurigai menderita antraks inhalasi (apalagi bila pada penderita tersebut juga
ditemukan antraks kulit). Pada pewarnaan Gram bahan diambil dari darah, cairan
pleura, cairan serebrospinalis, dan lesi kulit, dapat ditemukan basil antraks.
Untuk pemeriksaan biakan bahan diambil dari darah, cairan pleura, cairan
serebrospinalis, dan lesi kulit. Pada pemeriksaan langsung pewarnaan Gram dari lesi
kulit, cairan serospinal atau darah yang mengandung kuman antraks akan
menunjukkan basil besar, encapsulated, dan Gram positif. Pada kultur darah tampak
pertumbuhan pada agar darah domba berupa koloni nonhemolitik, besar, nonmotil,
Gram positif, berbentuk spora, dan tidak tumbuh pada agar Mac Conkey. Nilai
prediksi pemeriksaan kultur apusan hidung (swab nasal) untuk menentukan antraks
inhalasi belum diketahui dan belum pernah diuji.
Oleh karena itu CDC tidak menganjurkan pemeriksaan tersebut sebagai
pemeriksaan diagnostik klinis. Tes serologis berguna secara retrospektif dan
membutuhkan dua kali pengambilan yaitu pada fase akut dan penyembuhan.
Pemeriksaan dengan menggunakan cara ELISA untuk mendeteksi antibodi terhadap
antigen protektif dan antigen kapsul.
VIII. Penatalaksanaan Antraks
a) Pencegahan
Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular
penyakit antraks selama jangka waktu tertentu. Dengan meningkatkan kekebalan
ternak setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu
secara periodik. Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang
setiap tahun secara kontinyu. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh
kemudahan dan ketersediaan vaksin. Untuk itu, Dinas Peternakan atau Pertanian
harus bertanggung jawab dalam pengadaan vaksin.
Pemberian vaksin antraks kepada :
1. Orang yang bekerja langsung di laboratorium
2. Orang yang bekerja dengan kulit atau bulu hewan yang diimpor atau di daerah
dimana standar tidak cukup untuk mencegah infeksi spora antraks
3. Orang yang menangani produk hewan yang berpotensi terinfeksi di daerah
daerah insiden tinggi
4. Anggota militer yang dikerahkan ke daerah daerah dengan resiko tinggi untuk
terkena
5. BioThrax atau Antraks vaksin dibuat oleh Bioport dan jalur paparan tidak
penting
6. Diberikan secara subkutan 5 mL pada minggu 0,2 dan 4 dan pada bulan 6, 12,
dan 18 serta dosis tinggi pada interval 1 tahun.
b) Pengobatan
Bacillus anthracis kerentanannya terhadap hampir semua antibiotika sangatlah
tinggi. Yang paling disukai adalah dengan clindamycin yang mempunyai aktivitas
terhadap Bacillus anthracis dan potensi anti-eksotoksin. Pengalaman beberapa
pasien menunjukkan respon yang lebih bagus ketika clindamycin 600 mg (iv)/ 8
jam atau 300 mg (po)/8 jam plus rifampicin 300 mg (po)/12 jam plus golongan
quinolone (levofloksasin).
Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara
pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu :
1) Antraks Kulit
- Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari
- Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya
harus dilakukan skin test terlebih dahulu
- Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti dengan
tetracycline, chloramphenicol atau erytromicine.
2) Antraks Saluran Pencernaan & Paru
- Penicilline G 18-24 juta IU perhari IVFD, ditambahkan dengan
Streptomycine 1-2 g untuk tipe pulmonal dan tetracycline 1 g perhari
untuk tipe gastrointestinal
- Terapi suportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma
expander dan regimen vasopresor. Antraks Intestinal menggunakan
Chloramphenicol 6 gram perhari selama 5 hari, kemudian meneruskan 4
gram perhari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram/hari
untuk menghindari supresi pada sumsum tulang.
B. Askariasis
I. Definisi Askariasis
Askariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan
prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat
symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana
sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai
pupuk (Soegijanto, 2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak
menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai Lumbricus
teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak
terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah
beriklim sedang.
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris
lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh
makhluk parasit.
II. Etiologi Askariasis
Ascariasis disebabkan oleh Ascaris Lumbricoides. Stadium infektif Ascaris
Lumbricoides adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes
manusia, larva dilepaskan dari telur dan menembus diding usus sebelum migrasi ke
paru-paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah jaringan paru-paru
masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan trakea, dan tertelan
kembali. Setelah sampai ke usus kecil larva berkembang menjadi cacing dewasa
(jantan berukuran 15-25cm x 3 mm dan betina 25-35 cm x 4 mm).
Cacing betina mempunyai masa hidup 1-2 tahun dan dapat menghasilkan
200.000 telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-60 µm dan
lebar 35-50 µm. Setelah keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang
menjadi infektif dalam 5-10 hari pada kondisi lingkungan yang mendukung.
III.Penularan Askariasis
Penularan Askariasis ada dua cara, yaitu :
1. Sumber Penularan
Reservoir atau sumber penularan dapat berupa organisme hidup atau benda mati
(misalnya tanah dan air), dimana unsur penyebab penyakit menular dapat hidup
secara normal dan berkembangbiak. Konsep reservoir pada Ascaris lumbricoides,
adalah tanah, air dan makanan yang mengandung telur Ascaris lumbricoides.
2. Cara Penularan
Ascaris lumbricoides ditularkan melalui makanan atau minuman yang
tercemar cacing. Benda yang mengandung telur cacing berfungsi sebagai
penyalur penularan disebut terkontaminasi. Biasanya sayuran yang
menggunakan pupuk dari kotoran manusia banyak terkontaminasi dengan telur
cacing Ascaris lumbricoides. Kontak dengan tanah yang terkontaminasi
dengan jenis telur cacing, tanpa disertai perilaku mencuci tangan sebelum makan
sering menjadi cara penularan pada jenis cacing ini.
IV. Patogenesis Askariasis
Ascaris Lumbricoides adalah nematoda terbesar yang umumnya menginfeksi
manusia. Cacing dewasa berwarna putih atau kuning yang hidup selama 10-24 bulan
di jejunum dan bagian tengah ileum. Cacing betina menghasilkan 200.000 telur per
hari yang akan terbawa bersama tinja. Telur fertil apabila terjatuh pada kondisi tanah
yang sesuai, dalam waktu 5-10 hari telur tersebut dapat menginfeksi manusia. Telur
dapar hidup dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui tangan,
pada tangan atau makanan kemudian masuk ke dalam usus kecil (deudenum). Pada
tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan melewati sistem porta menuju
hepar dan kemudian ke paru melalui sirkulasi vena. Mereka kemudian memecah
jaringan paru-paru masuk ke dalam ruang alveolus, naik ke cabang bronkus dan
trakea, dan tertelan kembali. Diperlukan 65 hari untuk menjadi cacing dewasa. Infeksi
yang berat dapat diikuti pneumonia dan eosinofilia (Soegijanto, 2005).
V. Epidemiologi Askariasis
Ascariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian
sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanah memiliki kondisi yang sesuai
untuk kematangan telur di dalam tanah.
Menurut Berhman (1999), telur-telur Ascaris lumbricoides ini terbukti tetap
infektif pada tanah selama berbulan-bulan dan dapat bertahan hidup di cuaca yang
lebih dingin (5-10oC) selama 2 tahun. Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk
terinfeksi dan prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari 80%.
Prevalensi dilaporkan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat yang
memiliki sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi,
demikian juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan
kondisi geografis yang medukung. Penyebaran terutama melalui tangan ke mulut
(hand to molth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi.
Prevalensi dan intensitas gejala symtomatik yang paling tinggi terjadi pada
anak-anak, yang paling sering ditemui adalah obstruksi intestinal. Di antara anak-anak
usia 1-12 tahun yang berada di Rumah Sakit Cape Town dengan keluhan abdominal
antara 1958-1962, 12.8 % dari infeksinya di sebabkan oleh Ascaris lumbricoides.
Anak-anak dengan ascariasis kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat terkait
dengan jumlah makanan yang di makan. Orang dewasa sering mengalami komplikasi
bilier akibat migrasi cacing dewasa yang mungkin didorong oleh penyakit lain seperti
demam malaria. Di Damaskus, 300 orang yang mengalami ascariasis pada 1988-1993,
98% mengalami nyeri perut; 4,3% radang akut kelenjar pankreas ; 1,3% obstructive
jaundise ; dan 25% worm emesis. Lebih dari 80% dari pasien ini mempunyai
cholecytectomy sebeumnya (Soegijanto, 2005).
Menurut WHO, intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan komplikasi
fatal, menyebabkan 8.000-100.000 kematian pertahun.
VI. Manifestasi Klinis Askariasis
Manifestasi klinis Askariasis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada
intensitas infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan
infeksi rendah sampai dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering
ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran
empedu. Ascaris dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki alveoli
dan bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan Syndrom
Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling khas adalah
batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus atau
cabang-cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes. Cacing
dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak terinfeksi
yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami kekurangan protein,
kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami pertumbuhan lambat.
Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti nyeri
perut, dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang yang
dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden puncak terjadi
pada umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri perut kolik berat
dan muntah, yang dapat berbercak empedu ; gejala ini dapat memburuk dengan cepat
dan menyertai perjalanan yang serupa dengan obstruksi usus akut dengan etiologi
lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran empedu telah dilaporkan, terutama yang
terjadi di Filipina dan Cina; kemungkinan keadaan ini bertambah pada anak yang
terinfeksi berat.mulainya adalah akut dengan nyeri kolik perut, nausea, muntah, dan
demam. Ikterus jarang ditemukan (Berhman, 1999).
VII.Pemeriksaan Penunjang Askariasis
Diagnosis ditegakkan dengan :
- Menemukan telur Ascaris lumbricoides dalam tinja
- Cacing ascaris keluar bersama muntah atau tinja penderita
- Pemeriksaan Laboratorium
o Pada pemeriksaan darah ditemukan periferal eosinophilia
o Ditemukan larva pada lambung atau saluran nafas pada penyakit paru
o Pemeriksaan mikroskopik pada hapusan tinja dapat digunakan untuk
memeriksa sejumlah besar telur yang di ekskresikan melalui anus.
Pemeriksaan Foto
- Foto thoraks menunjukkan gambaran otak pada lapang pandang paru seperti
pada sindrom Loeffler
- Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) memiliki
sensitivitas 90% dalam membantu mendiagnosis biliary ascariasis.
- Ultrasonography memiliki sensitivitas 50% untuk membantu membuat
diagnosis biliary ascariasis.
VIII. Penatalaksanaan Askariasis
Pencegahan
Program pemberian antihilmitik yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Memberikan pengobatan pada semua individu pada daerah endemis
2) Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi
tinggi seperti anak-anak sekolah dasar
3) Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit
atau infeksi yang telah lalu
4) Peningkatan kondisi sanitasi
5) Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk
6) Memberikan pendidikan tentang cara-cara pencegahan ascariasis.
Pengobatan
1) Obat pilihan : piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal
dengan dosis maksimum 3 g/hari
2) Heksil resorsinol dengan dosis100 mg/tahun (umur)
3) Oleum kenopodii dengan dosis 1 tetes/tahun (umur)
4) Santonin : tidak membinasakan askaris tetapi hanya melemahkan.
Biasanya dicampur dengan kalomel (HgCl= laksans ringan) dalam jumlah
yang sama diberikan selama 3 hari berturut-turut.
Dosis :
0 – 1 tahun = 3 x 5 mg
1 – 3 tahun = 3 x 10 mg
3 – 5 tahun = 3 x 15 mg
Lebih dari 5 tahun = 3 x 20 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
5) Pirantel pamoat (combantrin) dengan dosis 10 mg/ kg BB/hari dosis
tunggal
6) Papain yaitu fermen dari batang pepaya yang kerjanya menghancurkan
cacing. Preparatnya : Fellardon
7) Pengobatan gastrointestinal ascariasis menggunakan albendazole (400 mg
P.O. sekali untuk semua usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau
500 mg P.O. sekali untuk segala usia)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam makalah asuhan keperawatan ini, Tim Penulis
dapat menarik beberapa kesimpulan bahwa :
- Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri
Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas
- Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri berbentuk batang, berukuran 1-1,5 mikron
kali 3-8 mikron, bersifat aerobik, non-motil, gram positif yang disebut Bacillus
antrachis
- Dalam mempertahankan siklus hidupnya, Bacillus anthracis membentuk dua sistem
pertahanan, yaitu kapsul dan spora
- Anthrax pada manusia kebanyakan biasa terjadi di daerah enzootic yaitu di negara
berkembang, pada masyarakat yang bekerja sebagai petani, orang yang memakan
daging hewan terinfeksi atau bekerja di perusahaan dimana wol diproduksi
- Penatalaksanaan Antraks secara umum dapat dibedakan berdasarkan jenis Antraks
yang dialami oleh pasien
- Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris
lumbricoides
- Ascariasis disebabkan oleh Ascaris Lumbricoides. Stadium infektif Ascaris
Lumbricoides adalah telur yang berisi larva matang. Sesudah tertelan oleh hospes
manusia, larva dilepaskan dari telur dan menembus diding usus sebelum migrasi ke
paru-paru melalui sirkulasi vena
- Manifestasi klinis Askariasis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas
infeksi dan organ yang terlibat
- Pencegahan penyakit Askariasis dapat dilakukan melalui program pemberian
antihilmitik, sedangkan upaya pengobatan dapat dilakukan melalui pemberian obat-
obatan.
B. Saran
Melalui kesimpulan diatas, adapun saran yang diajukkan oleh Tim Penulis adalah :
1. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Antraks dan
Askariasis dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan tindakan
perawatan pada pasien penderita penyakit tersebut dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR RUJUKAN
Budiansyah, Teungku. 2013. Ask The Master UKDI. Tangerang : BINARUPA AKSARA
Publisher
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : EGC
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC
Sudoyo W., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. Jakarta : internapublishing
PAPDI. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Ww w. Google. Com /Makalah Antraks. 201 4
Ww w. Google. Com /Makalah Askariasis. 201 4
Www. Infokes. Com/Program Studi Keperawatan . 2014