Post on 06-Dec-2014
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress syndrome - ARDS)
merupakan manifestasi cedera akut paru-paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi
paru berat. Secara klinis, hal ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru
yang menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang
menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang
alveolar. ARDS parah bisa menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal,
tetapi pasien yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau
tidak sama sekali (Farid, 2006).
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah
Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal
Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
Koagulasi intravaskuler diseminata
Emboli lemak
Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
Pankreatitis
Toksisitas oksigen
Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi secara
keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah merupakan risiko
independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan peningkatan risiko ARDS,
sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan
bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami penurunan, tetapi pria dan orang kulit
hitam memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras
lainnya (Udobi et al, 2003).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS
Cedera paru-paru langsung Cedera paru-paru tidak langsung
Pneumonia
Aspirasi gaster
Trauma inhalasi
Tenggelam
Kontusi paru
Emboli lemak
Reperfusi edema paru pasca
transplantasi paru-paru atau
embolectomy paru
Sepsis
Trauma berat
Pankreatitis Akut
Bypass kardiopulmonal
Tranfusi massif
Overdosis obat
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal nafas akut yang
merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non kardiak. Edema ini disebabkan
oleh karena adanya peningkatan permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari
kerusakan alveolar yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag,
neutrofil, dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang
kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada
akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane
hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007)
Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase
eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.
Fase-fase patologi ARDS
1. Fase eksudatif
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS,
muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama
pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler
alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar
untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik
padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan
interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar
dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi
kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh
akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak,
menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan
diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)
interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan
peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas
pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase
awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang
melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang
terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan
organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara
mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak
dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas
dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial
menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah
merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk
menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I.
Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil
dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin
dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang
intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al, 2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan
dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit.
Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal
penyakit akan mengalami perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang
intensif. Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan
terjadinya perubahan mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar.
Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang
pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan
perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks,
reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner
(Price & Wilson, 2002).
D. MANIFESTASI KLINIS
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal
pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas.
Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan
yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas
pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen.
Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing
(Farid, 2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat
rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-
batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat
(Farid, 2006)
E. KOMPLIKASI
Superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif (Klebsiella, Pseudomonas,
dan Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang resisten
merupakan penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas akibat ARDS.
Tension pneumothorax juga bisa terjadi akibat pemasangan kateter vena sentral dengan
positive pressure ventilation (PPV) serta positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien
ARDS yang dirawat dengan bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan
volume intravaskular serta penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan transpor
O2 dan kegagalan organ. Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di ambang kematian,
merupakan gejala umum yang dirasakan pasien ARDS (Farid, 2006).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis
pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang
dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan
parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik
untuk ARDS dapat dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk
mencapai tujuan volume tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru
terkait ventilator (Harman, 2011).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang
mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut
(Harman, 2011).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi
intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat
pada pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan
ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler
atau kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang
meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.
2. Radiologi
Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak
dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf
awal mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi
ringan. Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring
dengan perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral
difus menjadi jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum
mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam
menghadapi kalsifikasi paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel
dengan temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya
kembali normal (udobi et al, 2003)
ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan bercak infiltrat
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi
pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan
bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap
setelah meberikan cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA).
Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan
pemeriksaan kuantitatif (Harman, 2011).
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada area
paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih
menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan
ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan
antara :
Kebutuhan perfusi organ yang optimal
Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan tekanan
hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di alveolus.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Airway :
DS : Pasien mengeluh sesak nafas
DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara
nafas bronkhial.
2. Breathing:
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO: pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu
pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun
kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area
konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan
fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa.
3. Circulation :
DS: pasien mengeluh sesak nafas
DO:Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi
terjadi pada stadium lanjut (shock). Heart rate : takikardi biasa terjadi. Bunyi
jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dapat terjadi.
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal. Kulit dan
membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
4. Blood
DS : -
DO: Kulit terlihat sianosis, hipotensi, Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi,
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, Asidosis respiratori /
metabolik terjadi pada tahap lanjut
5. Brain
DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit
DO : terjadi penurunan kesadaran mental.
6. Bladder
DS : -
DO : -
7. Bowel
DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan.
DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau penurunan berat badan.
8. Bone
DS : -
DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisisial).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan menyebabkan
kolaps alveoli
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan,
perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
C. RENCANA/ INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Meningkatnya tahanan jalan
nafas (edema interstisisial).
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan: - Infeksi, disfungsi
neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma, trauma
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
DS:
- DispneuDO:- Penurunan suara nafas
NOC: Respiratory status :
Ventilation Respiratory status : Airway
patency Aspiration ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
Berikan O2 ……l/mnt, metode………
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan Berikan bronkodilator :
- ………………………- ……………………….
- Orthopneu- Cyanosis- Kelainan suara nafas (rales,
wheezing)- Kesulitan berbicara- Batuk, tidak efekotif atau tidak
ada- Produksi sputum- Gelisah- Perubahan frekuensi dan irama
nafas
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
Saturasi O2 dalam batas normal
Foto thorak dalam batas normal
- ……………………… Monitor status hemodinamik Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab Berikan antibiotik :
…………………….…………………….
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2 Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan sekret Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan Kehilangan surfaktan menyebabkan
kolaps alveoli
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan :è ketidakseimbangan perfusi ventilasiè perubahan membran kapiler-alveolarDS:è sakit kepala ketika bangunè Dyspnoeè Gangguan penglihatanDO:è Penurunan CO2è Takikardiè Hiperkapniaè Keletihanè Iritabilitasè Hypoxiaè kebingunganè sianosisè warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman)è Hipoksemiaè hiperkarbiaè AGD abnormalè pH arteri abnormalèfrekuensi dan kedalaman nafas
abnormal
NOC: Respiratory Status : Gas
exchange Keseimbangan asam Basa,
Elektrolit Respiratory Status :
ventilation Vital Sign StatusSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Tanda tanda vital dalam rentang normal
AGD dalam batas normal Status neurologis dalam
batas normal
NIC : Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan Berikan bronkodilator ;
-………………….-………………….
Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2 Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
Observasi sianosis khususnya membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi jaringan kardiopulmonal tidak efektif b/d gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, Hipervolemia, Hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena
DS:- Nyeri dada- Sesak nafasDO - AGD abnormal- Aritmia- Bronko spasme- Kapilare refill > 3 dtk- Retraksi dada- Penggunaan otot-otot tambahan
NOC : Cardiac pump
Effectiveness Circulation status Tissue Prefusion :
cardiac, periferal Vital Sign Statusl
Setelah dilakukan asuhan selama………ketidakefektifan perfusi jaringan kardiopulmonal teratasi dengan kriteria hasil: Tekanan systole dan
diastole dalam rentang yang diharapkan
CVP dalam batas normal Nadi perifer kuat dan
simetris Tidak ada oedem perifer
dan asites Denyut jantung, AGD,
ejeksi fraksi dalam batas normal
Bunyi jantung abnormal tidak ada
Nyeri dada tidak ada Kelelahan yang ekstrim
tidak ada Tidak ada
ortostatikhipertensi
NIC : Monitor nyeri dada (durasi,
intensitas dan faktor-faktor presipitasi)
Observasi perubahan ECG Auskultasi suara jantung
dan paru Monitor irama dan jumlah
denyut jantung Monitor angka PT, PTT
dan AT Monitor elektrolit
(potassium dan magnesium)
Monitor status cairan Evaluasi oedem perifer dan
denyut nadi Monitor peningkatan
kelelahan dan kecemasan Instruksikan pada pasien
untuk tidak mengejan selama BAB
Jelaskan pembatasan intake kafein, sodium, kolesterol dan lemak
Kelola pemberian obat-obat: analgesik, anti koagulan, nitrogliserin, vasodilator dan diuretik.
Tingkatkan istirahat (batasi pengunjung, kontrol stimulasi lingkungan)
4. Ansietas berhubungan dengan penyakit kritis, takut kematian, atau kecatatan,
perubahan peran dalam sosial, atau kecatatan permanen.
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan berhubungan denganKrisis situasional, perubahan status kesehatan, perubahan konsep diri.
DO/DS:- Insomnia- Kontak mata kurang- Kurang istirahat- Berfokus pada diri sendiri- Iritabilitas- Takut- Nyeri perut- Penurunan TD dan denyut nadi- Diare, mual, kelelahan- Gangguan tidur- Gemetar- Anoreksia, mulut kering- Peningkatan TD, denyut nadi,
RR- Kesulitan bernafas- Bingung- Bloking dalam pembicaraan- Sulit berkonsentrasi
NOC :- Kontrol kecemasan- Koping Setelah dilakukan asuhan selama ……………klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
Vital sign dalam batas normal
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC :Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan
yang menenangkan Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti cemas:........
DAFTAR PUSTAKA
Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12). <http://content.ebscohost.com/pdf 1821/pdf/2010/IJM/01Feb06/4949718.pdf> diakses pada 01 april 2013
Guntur AH. (2007). ‘Sepsis’ Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI
Harman EM. (2011). Acute Respiratory Distress Syndrome Overview. http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview diakses pada 01 april 2013
Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam Physician. Vol. 67 (2) :315-322. http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35 diakses pada 01 april 2013
Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol (342) 1334-1349. www.nejm.org
Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.