“PENGARUH QANA’AH TERHADAP KEBAHAGIAAN”
(Subyek Penelitian Mahasiswa Ekonomi Islam Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo Angkatan 2010)
A. Latar Belakang Masalah
Di tengah-tengah kehidupan yang serba moderen ini
tuntutan kehidupan semakin fariatif, baik kebutuhan
yang bersifat daruriat, hajiat maupun dalam memenuhi
kebutuhan yang bersifat tahsiniyat. Semua itu semakin
bertambah seiring dengan perkembangan zaman. Kehidupan
moderen setidaknya memiliki dua ciri khusus, pertama
adanya penggunaan teknologi dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, dan kedua berkembangnya ilmu
pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual
manusia.1 keduanya diakui atau tidak sebagai usaha
memudahkan manusia untuk hidup lebih bahagia.
Namun, kemajuan, kemudahan dan kenyamanan yang
sifatnya materi atau lahiriah yang dihasilkan oleh
kemajuan teknologi, tidak selalu membuat manusia
menjadi bahagia secara total-Jasmani dan rohani-.
Modernisme dalam berbagai aspek yang terjadi di
beberapa negara berkembang selalu membawa dampak
negatif dan mengandung ekses. Paling sedikit ada dua
1 Jirhanudin, Menuju Tasawuf Dinamis,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007),hlm, 184.
ekses yang ditimbulkan oleh sikap hidup moderen
terhadap kehidupan manusia;
Pertama adalah kebebasan, bahkan degradasi nilai
ajaran agama. sikap terhadap agama tinggal sebatas
instrumen, motivasi dalam mencapai tujuan-tujuan
tertentu yang tidak sesuai dengan ajaran agama. kedua
adalah tumbuhnya sikap westward tau konversi kebudayaan,
dari kebudayaan masyarakat timur yang lugu, toleran dan
sederhana ke peradaban barat yang bebas dan
indifidualistik.2
Dalam kehidupan masyarakat moderen atau sekuler,
secara perlahan mengajarkan mereka menjadi oportunis
dan hidup atas dasar fungsional pragmatis. Yang menjadi
slogan hidup adalah untung rugi. Model hubungan satu
individu dengan yang lainnya bergantung pada seberapa
jauh antara satu dengan yang lainnya dapat memberikan
keuntungan yang bersifat material, hasilnya prioritas
keuntungan material diatas pertimbangan akal sehat,
nurani, kemanusiaan bahkan keimanan sekalipun. Mereka
merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan
dunia metafisis.3
2 Eti Nurhayati, Psikologi Pendidikan Kreatif,(Yoyakarta:Pustaka Pelajar,2011), hlm, 318-319
3 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,(Jakarta:GrafindoPersada,2002), hlm, 292
Kehidupan manusia yang serba kompetitif juga
menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh
kemampuannya dan terkadang bekerja tanpa mengenal batas
untuk mendapatkan kepuasan materi yang tidak pernah ada
finalnya. Alilh-alih mendapatkan kebahagiaan, yang ada
malah sebaliknya. Mereka terkena problem yang susah
dipecahkan, seperti rasa cemas, sters dan kegelisahan
jiwa, serta tidak tenang dalam menghadapi kehidupan.4
Kemudahan dan kesenangan materi tampaknya belum bisa
menjawab kebutuhan manusia dalam mencari kebahagiaan
hidup, karena ketersediaan materi sampai kapanpun tidak
akan mampu memuaskn sisi esotorik dari manusia.
Harus diakui bahwa manusia memiliki dua dimensi,
yakni jasmani dan rohani. Kurang dan tidak terpenuhinya
kebutuhan rohani, dapat membuat orang menjadi resah,
diliputi cemas dan tidak tentram dalam menjalani
kehidupan. Lebih fatal lagi, masyaraka moderen
cenderung memilih solusi yang isnstan dalam mengatasi
rasa cemas, kegelisahan, ketidak tenangan dan perasaan
negatif lainnya, seperti mengkonsumsi obat-obatan
terlarang, yang semakin memjerumuskan.
Penelitian menunjukkan bahwa individu yang
religius lebih bahagia dan lebih puas dengan
kehidupannya dibandingkan individu yang tidak religius.
4 Jirhanuddin, Menuju Tasawuf Dinamis, hlm, 172
Hal ini disebabkan oleh tiga hal. Pertama, efek
psikologis yang ditimbulkan oleh religiusitas cenderung
positif, mereka yang religius memiliki tingkat
penyalahgunaan obat-obatan, kejahatan, perceraian dan
bunuh diri yang rendah. Kedua, adanya keuntungan
emosional dari agama berupa dukungan sosial dari mereka
yang bersama-sama membentuk kelompok agama yang
simpatik. Ketiga, agama sering dihubungkan dengan
karakteristik gaya hidup sehat secara fisik dan
psikologis dalam kesetiaan perkawinan, perilaku
prososial, makan dan minum secara teratur, dan komitmen
untuk bekerja keras.5
Islam, sebagai agama yang datang dengan slogan
“rahmatan li al-amin” sejak diturunkan telah membawa ajaran
dan segala aksesorisnya untuk menciptakan kehidupan
yang ideal, termasuk bagaimana mencapai kebahagiaan
dalam hidup. Salah satu ajaran agama yang dapat
menjadikan pengikutnya bahagia adalah ajaran qana’ah
dalam tasawuf,6 yang dalam bahasa Arab berarti rela
menerima apa adanya atau tidak serakah.7 Qana’ah juga
5Carr, Positive Psychology. The Science of Happiness and Human Strengths.(New York: Brunner-Routledge,2004) hlm 24
6Tasawuf adalah bagian dari ajaran Islam yang berkonsentrasipada pembinaan akhlak manusia, agar tercapai kebahagiaan dankesempurnaan hisup secara lahir dan batin, dunia dan akhirat. AminSyukur, Intelektualisme Tasawuf:Studi Intelektualisme Tasawuf al-Ghazali,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2002), hlm, 16.
7Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: RinekaCipta, 2005), hlm. 57.
biasa diterjemahkan dengan sikap rela dengan sekedar
memenuhi kebutuhan yang bersifat primer “dharuriat”
seperti makan, minum dan berpakean.
Rasa cukup terhadap apa yang ada pada diri
sendiri, merupakan ungkapan tentang kecukupan diri
sehingga membuat seseorang tidak mengerahkan kemampuan
dan potensinya untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan
dan disukainya dengan cara yang tidak wajar. Suatu hal
yang membuat seseorang kehilangan rasa kecewa saat
menghadapi sesuatu keinginan yang tidak dapat
direalisasikan, atau suatu kebutuhan yang tidak mungkin
dia penuhi. Dengan perasaan tersebut sesorang akan
merasa tenang, santai dan membuahkan kebahagiaan
hidup.8
Qana’ah sebagai ajaran agama, telah lama
dianjurkan dan dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dan
salafussalih, hal ini sebagaimana hadist yang disabdakan
beliau:
م ل ه وس��� �� لي ع� ى اهلل ل ص��� ول اهلل ن� رس��� اص� ع� ع�� ال� ن� ��رو ب�" م ع� ن� ب�" د اهلل �� ب" ن� ع� ع�
ه ع ب�" ن+ اف+ وق�- ف+ ك ق- ال� لام ورر+ س� لى الا7 دي ا7 ن� ه� لح م� ف�+ Aد ا ال ف�- ه ف�- +Cب Aا8Muhammad Husain Fadhullah, Islam dan Logika Kekuatan, terj. Afif
Muhammad dan H. Abdul Adhim, (Bandung: Anggota IKAPI, 1995), Hlm. 57.
Artinya: “Sungguh beruntung orang yg telah diberikan petunjuk Islam,
diberi rizki yg sekedar mencukupinya, & ia pun ridla
menerimanya.” HR. Ibnu majah9
Dalam hadist lain dikatakan oleh Nabi,
ن� ك Eا ت� ن� ورع������ رة- ك� ����� Lي اة ر �����"Cت Aاا ول ال�ل�����ه: ت� ال رس������ ال : ف�-����� : ف�-����� رة- ����� Lي ر ى ه� "Cب Aع�ن� ا
اس رال�ب+ ك Wن� اس� ك Eعا ت� ن+ ن� ق�- اس� و ك� دال�ب+ ب" اع�Artinya: “Jadilah seorang yang wara’, maka kau akan menjadi orang
yang paling berbakti, dan jadilah kau orang yang qana’ah, maka
kau akan menjadi orang yang paling bersyukur” HR. Ibnu
majah.10
Dari dua hadist yang telah disebeutkan diatas,
palig tidak bisa disimpulkan bahwa qana’ah dalam ajaran
Islam menyuruh manusia agar bisa menerima rizki yang
telah ditentukan oleh Allah baik yang berbentuk harta,
kesenangan, maupun cobaan, untuk menjalaninya dengan
kesabaran dan rasa syukur agar menjadi manusia yang
bertaqwa. Maka, ketika Allah memeberikan cobaan
hendaknya tetap qana’ah begitu juga ketika diberi
9 Ibnu Majah , Sunan Ibnu Majah, no 4128, (Kairo:Dar al-Hadis,1998), hlm, 1409.
10 Ibid, hlm, 1410
kesenangan. Sebab, qana’ah mengajarkan apapun yang
diberikan oleh Allah adalah sebatas titipan dan
sifatnya sementara (tidak kekal). Sealin itu, qana’ah
juga sebagai penawar penyakit hati seperti hawa nafsu,
tamak dan kontrol dari perbuatan buruk.
Qana’ah bukanlah berarti hilang semangat untuk
berkerja lebih keras demi menambah rezeki. Malah, ia
bertujuan supaya kita sentiasa bersyukur dengan rezeki
yang dikurniakan Allah. Karena sikap qana’ah tidak
berarti fatalis menerima nasib begitu saja tanpa
ikhtiar. Orang-orang qana’ah bisa saja memiliki harta
yang sangat banyak, namun semua itu bukan untuk
menumpuk kekayaan
Hendaknya bagi seluruh umat Islam untuk
mengaplikasikan konsep qana’ah dalam kehidupan
bermasyarakat, dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi
mendapatkan kenikmatan maupun kesusahan hidup. Sikap
qana’ah ini harus dimiliki oleh orang yang kaya maupun
orang yang miskin, adapun wujud qana’ah yaitu merasa
cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa
yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada
di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta
benda dengan menghalalkan segala cara. Dengan sikap ini
seseorang akan merasa puas, tenang dan bahagia dengan
yang dimilikinya saat ini dan tidak mencari melebihi
apa yang dibutuhkan.
Melalui sikap qana’ah sesorang tidak akan merasa
memiliki apa yang dimilikinya, karena ia sadar benar
bahwa yang dimilikinya adalah sebatas titipan yang akan
diambil oleh pemilik sebenaranya “Allah”. Dengan
pemahaman ini, setidaknya seorang yang bersifaat
qana’ah hanya akan menggunakan apa yang dimilikinya
sebagai fasilitas untuk mencari ridho-Nya, dan akan
tumbuh rasa ikhlas. Rasa ikhlas ini yang pada giliranya
akan melahirkan ketenangan dan kebahagiaan.
Kenyataan ini kurang lebih bisa dilihat pada
mahasiswa Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam IAIN Walisongo Semarang, mereka dengan latar
belalakang keluarga kalangan menengah kebawah, dengan
budget pas-pasan setiap bulan mampu menghadapi kerasnya
kehidupan kota Semarang dengan bahagia tanpa catatan
kriminal sedikitpun. Padahal, mereka adalah mahasiswa
yang diproyeksikan sebagai ekonom yang cenderung
“matrealistis”. Kenyataan ini dikuatkan oleh pernyataan
yang disampaikan Dr. Ali Murtadzo, M.Ag, Kepala Jurusan
Ekonomi Islam, menurutnya meskipun mahasiswa Ekonomi
Islam di IAIN berasal dari kalangan tidak mampu
“miskin”, namun semangat dan prestasi mereka tidak
kalah dengan mahasiswa ekonomi kampus lain.11 Prestasi
lain dari mahsiswa Ekonomi Islam adalah bahwa lebih
dari 70% indek prestasi komulatif mahasiswa Ekonomi
Islam angkatan 2010 mencapai angka 3,0.12
Beberarapa prestasi di atas adalah sebagai
implikasi dari adanya emosi positif, rendahnya mod yang
negatif dan kepuasan hidup yang tinggi pada mahasiswa
Ekonomi Islam IAIN Walisongo, yang juga menjadi
indikator kebahagiaan yang mereka rasakan dalam
kehidupan sehari-hari. dimana mereka merasakan
kenyamanan dengan iklim belajar, kedamaian pikiran,
kepuasan hidup serta tidak adanya perasaan tertekan.
Semua kondisi ini adalah merupakan kondisi kebahagiaan
yang dirasakan seorang individu.
Jurusa Ekonomi Islam adalah salah satu dari dua
jurusan di Fakultas Ekonomi dan bisnis Islam IAIN
Walisongo Semarang. Jurusa Ekonomi Islam dirancang dan
didesain sebagai jurusan yang akan menelorkan ekonom-
ekonom muslim masa depan yang religius dan berwawasan
nasionalis. Dalam menyiapkan mahasiswanya berkecimpung
didunia perekonomian nasional maupun global, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam membekali mahasiswanya dengan
mata kuliah akhlak tasawuf. Mata kuliah ini lah yang
11Wawancara dengan Dr. Ali Murtadzo, M.Ag pada tanggal 5maret 2014
12Data diperoleh dari Sistem Informasi Akademi IAINWalisongo Semarang, diunduh tanggal 10 Februari 2014
menjadi poin yang membedakan antara ekonom muslim dan
konvensional. Harapannya, dengan matakkuliah yang
bernafaskan seperitual ini kematangan keberagamaan
mahasiswa Ekonomi Islam bisa tercapai, sehingga tidak
menjadi ekonom yang tamak, rakus dan serakah, tetapi
ekonom yang bermoral tinggi.13
Berangkat dari latar belakang diatas, peneliti
merasa terpanggil dan tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH QANA’AH TERHADAP
KEBAHAGIAAN MAHASISWA EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM IAIN WALISONGO SEMARANG ANGKATAN 2010”
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang penulis kemukakan
sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian
penulis batasi sebagi berikut:
1. Seberapa tinggi tingkat qana’ah pada mahasiswa
jurusan Ekonomi Islam angkatan 2010 IAIN
Walisongo Semarang?
2. Seberapa tinggi tingkat kebahagiaan pada mahasiswa
jurusan Ekonomi Islam angkatan 2010 IAIN
Walisongo Semarang?
3. Adakah korelasi antara qana’ah dengan kebahagiaan
pada mahasiswa jurusan Ekonomi Islam angkatan
2010 IAIN Walisongo Semarang?
13Wawancara dengan Dr. Imam Yahya, Dekan Fakultas Ekonomidan Bisnis Islam, pada tanggal 10 Februari 2014
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui seberapa tinggi tingkat qana’ah pada
mahasiswa jurusan Ekonomi Islam angkatan 2010
IAIN Walisongo Semarang?
2. Mengetahui seberapa tinggi tingkat kebahagiaan
pada mahasiswa jurusan Tasawuf dan Psikoterapi
angkatan 2010 IAIN Walisongo Semarang?
3. Mengetahui korelasi antara qana’ah dengan perilaku
kebahagiiaan pada mahasiswa jurusan Ekonomi Islam
angkatan 2010 IAIN Walisongo Semarang?
D. Signifikasi Penelitian
1. Secara teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan
bisa bermanfaat untuk menambah khasanah keilmuan,
khususnya bimbingan dan penyuluhan islam dalam
bimbingan dan konseling keagamaan islami, dengan
membantu individu/ kelompok untuk mencegah
masalah-masalah dalam kehidupan keagamaan dengan
mengetahui hambatan dan pendorong rasa keagamaan,
serta mengetahui keagamaan dan peresaan bahagia
dalam hidup, dan dapat juga digunakan acuan dalan
penelitian lebih lanjut.
2. Secara praktis
Secara praktis, diharapkan hasil penelitian
ini dapat digunakan mahasiswa dan masyarakat
secara umum, khususnya bagi mereka yang hidup di
kota-kota besar dengan tuntutan ekonomi yang
tinggi namun dengan penghasilan yang rendah,
sehingga bisa menerima dan tetap bisa bahagia
dengan kondisi apapun.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam rangka menyatakan keaslian penelitian ini,
maka kiranya penting untuk menyebutkan tinjauan pustaka
dari peneliti terdahalu yang rel;evaan dengan
penelitian yang penulis kaji. Adapunj penelitian
tersebut adalah:
Skripsi laelatul Mahmudah (2008) dengan judul
“Hubungan Antara Qana’ah Dengan Depresi Pada Lanjut Usia Di Panti
Wredha Ngaliyan Semarang”. Penelitian ini merupakan upaya
untuk mengetahui secara empirik hubungan antara qana’ah
dengan depresi pada lanjut usia di panti wredha Ngalian
Semarang, adapun penelitian ini menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Berdasarkan hasil pengujian
terhadap korelasi data antara qana’ah dan depresi
diperoleh nilai 0,092. Hal ini berarti korelasi antara
qana’ah dengan depresi pada penghuni Pantai Wredha
adalah sangat rendah, artinya hubungan antara qana’ah dan
depresi tidak terlalu signifikan.
Skripsi Mahzduroh (2013) yang berjudul Hubungan
Antara Qana’ah dengan Prilaku Altruistik Pada mahasiswa Jurusan
Tasawuf Psikoterapi Angkatan 2010 IAIN Walisongo Semarang. Dalam
penelitian ini penulis mencoba untuk mengetahui
hubungan antara qana’ah dengan prilakuk altruistik pada
mahasiswa Tasawuf Psikoterapi. Penelitian ini
berkonsentrasi pada pengaruh dari sikap qna’ah terhadap
tumbuhnya sikap meu berbagi dan mengutamakan
kepentingan orang lain, atau disebut dengan altruistik.
Skripsi Ahmad Faizal (2012) dengan judul Pengaruh
Religiusitas Terhadap Kebahagian Pada Pedagang Besi Tua Masyarakat
Perantauan Madura di Kelurahan Cilincing Kecamatan Cilincing Kodya
Jakarta Utara. Jenis penelitian dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif ini berusaha untuk menguak
pengaruh religiuitas terhadap etos kerja. Populasi pada
penelitian ini sejumlah 200 orang ini menghasilkan
Hasil penelitian religiusitas mempengaruhi kebahagiaan
sebesar 41.3 %.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang terkait
dengan pembahasan yang akan dikaji dalam penelitian
ini, terdapat kesamaan dalam hal pembahasan variabel
kebahagiaan yang dikaitkan dengan variabel lain sudah
ada yang meneliti, juga qana’ah yang dikaitkan dengan
variabel lain, akan tetapi yang berbeda dengan
penelitian ini adalah penulis berusaha untuk
menghubungkan antara variabel qana’ah dengan
kebahagiaan. Dan penelitian semacam ini belum pernah
ada sebelumnya. Sehingga penelitian ini menarik dan
menjadi “seksi” untuk diteliti.
F. Kerangka Teori
1. Qana’ah
a. Pengertian Qana’ah
Apabila ditinjau dari segi kebahasaan qana’ah
adalah menerima apa adanya atau tidak serakah.14
Sementara qana’ah sebagaimana telah didefinisikan
oleh Rasulullah adalah sebagai bentuk dari
ungkapan syukur terhadap apa yang dikaruniakan
oleh Allah. Hal ini sebagaimana tertera dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah bahwa Rasulullah telah bersabda:
ن� اس و ك� دال�ب+ ��� ب" ن� اع� ك Eا ت� ن� ورع���� رة- ك� ��� Lي اة ر ���"Cت Aاا ول ال�ل���ه: ت� ال رس���� ف�-���ر ك Wن� اس� ك Eعا ت� ن+ اس ق�- ال�ب+
Artinya: “Jadilah seorang yang wara’, maka kau akan menjadi
orang yang paling berbakti, dan jadilah kau orang yang
qana’ah, maka kau akan menjadi orang yang paling bersyukur”
HR. Ibnu majah.15
14 Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 57
15 Ibnu Majah , Sunan Ibnu Majah, no 4128, (Kairo:Dar al-Hadis,1998), hlm,1410.
Statemen dari Rasulullah ini mengisyaratkan
bahwa qana’ah adalah satu sikap dimana seseorang
merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh
Allah, mensukuri dan menggunakan dengan sebaik-
baiknya tanpa ada ungkapan keluh kesah
didalamnya.
Mengamini apa yang disampaikan Rasulullah,
Hamka dan Aa-Gym sebagaimana telah dikutip oleh
Sulaiman, sepakat bahwa qana’ah berarti merasa
puas dan cukup. Maksudnya rezeki yang diperoleh
dari Allah dirasa cukup dan disyukuri. Betapapun
penghasilan yang didapat, ia terima dengan ikhlas
sambil terus menerus melakukan ikhtiar secara
maksimal dijalan yang diridhai Allah SWT.16
Perasaan puas atas semua yang diperoleh dan
ada pada diri sendiri, sebagai ungkapan tentang
kecukupan diri, sehingga membuat seseorang tidak
merasa perlu untuk mengerahkan kemampuan dan
potensinya untuk memperoleh sesuatu yang
diinginkan dan disukainya. Suatu hal yang membuat
seseorang kehilangan rasa lapar saat menghadapi
sesuatu keinginan yang tidak dapat
16 Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang:Pustaka Nuun, 2004), hlm. 246
direalisasikan, atau suatu kebutuhan yang tidak
mungkin dia penuhi.17
Qana’ah yaitu rela dengan sekedar keperluan
berupa makan, minum, dan pakaian. Maka hendaklah
ia merasa cukup sekadar yang paling sedikit dan
dengan jenis yang kurang. Tangguhkan keinginan
padanya hingga suatu hari atau hingga satu bulan
agar dirinya tidak terlalu lama bersabar atas
kefakiran. Hal itu mendorong pada ketamakan. Hal
itu dapat mendorong pada ketamakan, meminta-minta
dan merendahkan dirinya pada orang-orang kaya.18
Dalam tradisi sufi qana’ah adalah salah satu
akhlak mulia yang selalu melekat, dimana para
sufi dengan ikhlas menerima rezeki apa adanya dan
menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat
mereka terjaga statusnya dari meminta-minta
kepada orang. Sikap qana’ah disisi lain mampu
membebaskan pelakunya dari kecemasan dan
memberinya kenyamanan secara psikologis ketika
bergaul dengan manusia.19
17 Muhammad Husain Fadhullah, Islam dan Logika Kekuatan, terj. Afif Muhammad dan H. Abdul Adhim, (Bandung: Anggota IKAPI, 1995), Hlm. 57.
18 Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, hlm. 277 19 Muhammad Fauki Hajjad, Tasawuf Islam dan Akhlak. terj. Kamran As’ad
Irsyady dan Fakhrin Ghozali, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 338-339
Dari beberapa uraian di atas bisa disimpulkan
bahwa, orang dengan sifat qana’ah tentunya akan
merasa puas dengan apa yang diperolehnya, dan
pada gilirannya mereka menjadikan kenikmatan
tersebut untuk menghindari dari hal-hal yang
dilarang. Qana’ah juga menjadikan seseorang tidak
sombong karena berfikir apa yang mereka dapat
hanyalah titipan yang kapan saja bisa hilang.
b. Ruang lingkup Qana’ah
Tokoh lain seperti Muhammad Abdul Qadir
melihat qana’ah sebagai langkah awal dari sikap
ridha. Sikap yang menjadi maqam para sufi,
diamna yang besangkutan rela dengan rizki yang
diberikan oleh Allah-baik itu banyak maupun
sedikit-, cukup apa bila rizki itu dalam jumlah
kecil, tidak mengejar kekayaan dengan meminta-
minta pada orang lain, syukur apa bila rizki itu
dalam jumlah yang banyak.20
Dengan demikian maka menurut Hamka dalam
qana’ah ada lima hal yang harus dijaga dan
dilaksanakan, tidak bisa tidak:
1. Menerima dengan rela apa yang ada
2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas,dan berusaha.
20 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiyatun Nafs, terj.Habiburrahman Saerozi, Jakarta: Gema Insani, 2005, hlm. 242
3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan.
4. Bertawakal kepada Tuhan.
5. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.21
Seandainya lima hal tersebut diatas dapat
direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari,
tanpa dan satu halpun yang ditinggal, maka
itulah yang disebut dengan sikap qana’ah, dan itulah
yang disampaikan oleh Rasulullah sebagai kekayaan
sejati.
Lebih lanjut, Hamka menyampaikan bahwa pada
prinsipnya konsep qana’ah sangatlah luas, termasuk
disalamnya adalah percaya bahwa ada kekuatan yang
teramat besar di atas kekuatan manusia, sabar dengan
apa yang menimpa karena takdir itu dianggap tidak
menyenangkan dan lain sebagainya.22
c. Hikmah Qana’ah
Apabila dicermati dan dilaksanakan, Qana’ah
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kehidupan seseorang baik itu secara lahir maupun
batin. Demikian karena qana’ah mengajarkan kepada
manusia untuk senantiasa memiliki sikap menerima
dengan lapang dada terhadap apa yang diperoleh, sudah
pasti sikap menerima ini akan berimplikasi pada
ketenangan dalam batin manusia. Karena pada dasarnya
21 Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Tasawuf Modern,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), hlm. 231
22 Ibid., hlm. 233
setiap manusia akan mengalami semua kondisi, baik
kondisi yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. qana’ah senantiasa mengajarkan untuk
tidak kaget dengan kondisi apapu, karena baik susah
maupun senang pasti akan datang, tinggal waktunya
saja manusia tidak akan pernah tau. Oleh sebab itu
maka, memiliki qana’ah adalah penting, hal ini supaya
manusia senantiasa meresa tenang dan tentram dalam
kondisi apapun.
Bagi seseorang yang mempunyai sikap qana’ah
akan senantiasa merasakan kenikmatan di balik
penderitaan. Karena ia senantiasa berada dalam
bimbingan Allah SWT. Sehingga, meskipun secara
bendawi ia miskin, namun jiwanya sangat kaya.
Sekalipun dalam pandangan orang lain ia tampak terus
menerus dalam kesulitan, namun baginya sendiri ia
secara kontinu dalam kelapangan dan kemudahan.
Konsekuen logisnya, orang yang qana’ah selalu merasa
tenang dan bahagia.23
Berikut beberapa hikmah yang bisa diambil
dari sikap qana’ah:
1. Menjadikan seseorang merasa puas, dan selalubersyukur
2. Mendapati jiwa tenang dan terhindar daristress
3. Terhindar dari hinaan dunia (terjaga hargadiri).
23 Sulaiman al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym,, hlm. 247
4. Menjadikan seseorang lebih giat berusaha danbekerja keras
5. Tidak diperbudak oleh harta benda.
2. Kebahagiaana. Pengertian Kebahagiaan
Arti kata “bahagia” berbeda dengan kata
“senang.” Menurut Epicuras, kebahagiaan adalah
kenikmatan. Seseorang akan bahagia jika merasa
nikmat, dan apa yang dimaksud nikmat di sini
adalah adanya ketentraman jiwa yang tidak
dikejutkan dan tidak dibingungkan oleh sesuatu
dengan cara menghindarkan diri dari sesuatu yang
tidak mengenakkan. Jelasnya, bahagiadalam
pandangan Epicuras adalah bebas dari rasa sakit
dan penderitaan. Pengertian yang hampir senada
juga diberikan John Stuart Mill. Menurut Mill,
kebahagiaan adalah kesenangan (pleasure) dan bebas
dari perasaan sakit (pain) sedang ketidakbahagiaan
berarti adanya perasaan sakit (pain) dan tidak
adanya kesenangan.24
Kebahagiaan menurut Aristoteles terletak
pada diri manusia sendiri, pada aktivitasnya
untuk mengembangkan potensi-potensi hakikinya
untuk menjadi sempurna. Ini sama dengan yang
dirumuskan Erich Fromm, bahwa kebahagiaan tidak
24 Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Kanisius,Yogya, 1997), hlm, 49
terletak atas apa yang kita miliki (having) tapi
lebih pada kemampuan aktualisasi diri (being).
Yaitu, kemampuan menyatakan dan menjadikan
potensi-potensi yang dimiliki atau “mimpi-mimpi”
menjadi kenyataan.25
Kebahagiaan bersifat abstrak dan tidak dapat
disentuh atau diraba. Kebahagiaan erat
berhubungan dengan kejiwaan dari yang
bersangkutan. Karena pada dasarnya kebahagiaan
sendiri merupakan kondisi psikologis yang
dirasakan individu secara subjektif.26 Ia
dicirikan dengan level emosi positif yang
tinggi, dan level emosi negatif yang
rendah.27
Snyder dan Lopez mengemukakan mengenai tiga
tipe kebahagiaan, yakni sebagai berikut28:
a. Teori pemuasan kebutuhan atau tujuan,
bahwa pengurangan ketegangan atau
pemuasan kebutuhan membawa individu pada
25 Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (Kanisius, Yogya, 1997), hlm,160
26 Snyder & Lopez, Positive Psyhology: The Science andPractical Explorations of Human Strengths, ( London: SagePublication, 2007), hlm, 128
27 Carr, A, Positive Psychology: The Science of Happiness and HumanStrengths, (New York: Brunner-Routledge, 2004), hlm,47
28 Snyder & Lopez, Positive Psyhology, hlm, 137-138
kebahagiaan. Dengan kata lain, individu
bahagia setelah mencapai tujuannya.
b. Teori proses/aktivitas, bahwa
melibatkan diri pada aktivitas hidup
tertentu dapat membawa kebahagiaan.
Dengan kata lain, proses mencapai
tujuanlah yang membawa individu pada
kebahagiaan.
c. Teori genetis-kepribadian, bahwa
individu yang memiliki kepribadian
ekstroversi cenderung bahagia, dan
sebaliknya, individu yang memiliki
kepribadian neurotisme cenderung tidak
bahagia. Dengan kata lain, kebahagiaan
bersifat stabil.
b. Komponen-komponen kebahagiaan
Diener menyatakan bahwa happiness atau
kebahagiaan mempunyai makna yang sama dengan
subjective well being dimana subjective well being terbagi
atas dua komponen didalamnya. Kedua komponen
tersebut adalah29:
1) Komponen afektif yaitu menggambarkan
pengalaman emosi dari kesenangan, kegembiraan
dan emosi. Ditambahkan lagi oleh Diener
29 Seligman, Authentic Happiness. (Bandung: Mizan MediaUtama,2004), hlm 4.
bahwa komponen afektif ini terbagi lagi atas
afek positif dan afek negatif.
2) Komponen kognitif yaitu kepuasan
hidup dan dengan domain kehidupan
lainnya.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
Berbagai penelitian telah menunjukkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kebahagiaan individu. Setiap peneliti
menemukan faktor yang berbeda-beda. Berikut
akan dijelaskan beberapa faktor yang berpengaruh
pada kebahagiaan:
1) Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki korelasi yang
kecil namun signifikan dengan tingkat subjective
well-being. Hal ini didapat dari penelitian yang
dilakukan di Amerika. Kenyataan ini terjadi
karena pengaruh dari pendidikan yang telah
melemah seiring berjalannya waktu bagi
masyarakat Amerika. Tingkat pendidikan memiliki
korelasi yang sedikit lebih besar pada
individu dengan penghasilan yang rendah dan
pada masyarakat di negara miskin. Apabila
pendapatan yang dikonstankan, maka
pendidikan mempunyai ampak yang negatif
karena pendidikan memberi ekspektasi akan
didapatkannya pendapatan yang lebih besar.30
2) Pekerjaan
Status pekerjaan seseorang berhubungan
dengan kebahagiaan. Individu yang bekerja
umumnya lebih bahagia dibandingkan dengan
mereka yang tidak bekerja, dan individu yang
bekerja pada pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan (skilled jobs) lebih bahagia
dibandingkan pekerja pada pekerjaan yang tidak
membutuhkan keterampilan (unskilled jobs).31
3) Kesehatan
Terdapat korelasi yang tinggi antara
kebahagiaan dengan kesehatan. Namun kesehatan
yang dimaksud adalah penilaian subyektif bahwa
dirinya termasuk orang yang sehat, bukan
berdasarkan penilaian ahli kesehatan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa orang yang mengaku bahwa
dirinya adalah orang sehat adalah orang yang
memiliki kecenderungan kebahagiaan yang tinggi.
Individu yang memiliki kondisi kesehatan yang
buruk atau memiliki penyakit kronis akan
menunjukan tingkat kebahagiaanyang rendah.32
30 Argyle, M, Causes and correlates of happiness, editor Kahneman, D.Diener, E.Schwarz,( New York:1999), hlm, 93
31 Carr, A, Positive Psychology, hlm,6332 Diener & Seligman, Beyond money: To Ward An Economy of Well Being.
Psychological Science in The Public Interest,( Bandung: Mizan Media
4) Agama
Berbagai penelitian di Amerika telah
menemukan bahwa terdapat korelasi yang
signifikan antara kebahagiaan dengan keyakinan
seseorang akan agamanya, kekuatan hubungan
seseorang dengan Tuhannya, ibadah, serta
partisipasi dalam kegiatan keagamaan. Hal ini
dapat terjadi karena pengalaman religius
ataupun kepercayaan yang dimiliki seseorang
membuat seseorang memiliki perasaan bermakna
dalam kehidupannya.33
3. Pengaruh Qana’ah Terhadap Kebahagiaan
Agama yang menitik beratkan pada keimanan
dalam hati, salah satunya yaitu menganjurkan agar
senantiasa memiliki sikap menerima atau dalam
bahasa agama dikenal dengan qana’ah . Jika didalam
dirinya ada rasa keagamaan atau nilai keimanan
dalam hatinya, maka perbuatan yang menjurus pada
sikap keluh kesah tidak pernah ada, karena agama
mengingatkannya untuk selalu bersikap menerima
dan sabar dalam segala permasalahan dalam
kehidupan. Sikap qana’ah ini memang sering pasang
Utama,2004), hlm 1833 Eddington, Subjective Well Being: Continuing psychology education: 6
continuing education hours. Diunduh pada 7 Februari 2013 darihttp://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca-happiness.pdf.
surut dan tidak stabil. Banyak mereka yang putus
asa dalam menghadapi masalahnya, dan ini sering
terjadi di zaman moderen, merupakan bukti
melemahnya nilai agama dalam kehidupan sehari-
hari.
Menurut jalaluddin, agama menjadi faktor
yang dapat menyebabkan seseorang mampu
mengendalikan dirinya. Agama mutlak dibutuhkan
untuk memberikan kepastian norma, tuntutan untuk
hidup secara sehat dan benar, dimana norma agama
ini merupakan kebutuhan psikologis yang membuat
keadaan mental menjadi seimbang, menal yang sehat
dan jiwa yang tentram. Cara hidup dengan
seperangkat aturan dan moral, etika dan nilai-
nilai spiritual.34
Beberepa penelitian juga menunjukan bahwa
terdapat korelasi yang signifikan antara
kebahagiaan dengan keyakinan seseorang akan
agamanya, kekuatan hubungan seseorang dengan
Tuhannya, ibadah, serta partisipasi dalam
kegiatan keagamaan. Hal ini dapat terjadi karena
pengalaman religius ataupun kepercayaan yang
dimiliki seseorang membuat seseorang memiliki
perasaan bermakna dalam kehidupannya. Agama
34 Jalaluddin, Jalaluddin. Psikologi Agama,(Jakarta : PT Raja Grafinda Persada. 2004), hlm. 69
atau religi dengan ajarannya juga mampu memenuhi
kebutuhan sosial seseorang melalui kegiatan agama
yang dilakukan secara bersama-sama ataupun
yang dilakukan sendiri.
Dari beberapa pemaparan tentang landasan
teori sebelumnya, bisa kita ambil kesimpulan
bahwa setidaknya ada benang merah yang dapat
menghubungkan antara Sikap qana’ah dengan
kebahagiaan. Qana’ah sendiri yang menmpunyai arti
menerima apa adanya yang diberikan oleh
Allah setelah berusaha dan merasa cukup dengan
yangsedikit.35 pribadi yang memiliki sifat qana’ah
akan melahirkan sifat ikhlas, bersyukur, bekerja
keras, dan sabar yang didasarkan karena
Allah. karena apapun yang ia kerjakan di
dunia ini semata-mata untuk mencari ridho-
Nya. Pada saat yang sama, seseorang dengan sikap
qana’ah akan menjadikan dirinya tenang dan nyaman
dalam dirinya. Orang yang qana’ah juga akan
terbebas dari sifat memiliki, apapun yang
dimiliki dan terjadi di dunia akan dianggap
sebagai titipan. Sehingga mereka tidak akan
merasa cemas untuk kehilangan apa yang mereka
miliki. Karena bagaimanapun juga rasa cemas atau
35 Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Tazkiat an-Nufus, hlm. 242
takut merupakan faktor yang menghilangkan
kebahagiaan seseorang.
Dari uraian di atas peneliti
menyimpulkan bahwa qana’ah menjadikan seseorang
tidak takut dengan hilangnya sesuatu yang
dimilikinya dan merasa cukup dengan apa yang
dimilikinya karena baginya semua yang ada pada
dirinya hanyalah sebuah titipan. Sehingga
menjadikan seseorang memiliki keikhlasan dan
ketulusan hati dalam dirinya, dimana sikap
merasa cukup ini pada gilirannya menciptakan rasa
aman, tentram dan damai dalam hidup, yang
akhirnya berbuah pada perasaan untuk bahagia
dengan kondisi apapun. Adapun cara meningkatkan
rasa bahagia dalam hidup salah satunya adalah
dengan cara meningkatkan qana’ah, karena qana’ah
tersebut memiliki kekuatan yang besar untuk
membuat hati dan jiwa seseorang merasakan
ketenangan dan rasa tulus terhadap semua yang
dihadapinya.
G. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah: terdapat korelasi
positif yang signifikan antara qana’ah dengan
kebahagiaan mahasiswa jurusan Ekonomi Islam Angkatan
2010 IAIN Walisongo Semarang.
H. Metodologi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, yang dapat dikelompokan dalam
penelitian lapangan. Penelitian kuantitatif dalah
metode yang menggunakan pengambilan keputusan,
interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan
angka yang diperoleh dari analisis statistik atau
kuesioner (angket). Instrument untuk menangkap
data biasanya test dan hasilnya berupa angka yang
digunakan untuk memperoleh sejumlah data yang
rasio, interval, ordinal atau nominal.
b. Variabel Penelitian
Berdasarkan dengan hipotesis yang diajukan,
maka penulis membuat penelitian dengan variabel
penelitian sebagai berikut:
1) Variabel bebas : Qana’ah
2) Variabel terikat : Kebahagiaan
c. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah semua pihak yang
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Adapun yang menjadi subyek dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo
Semarang angkatan 2010.
Dalam penelitian ini, penulis mengambil 40
responden yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan Mahasiswa Ekonomi Islam Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Walisongo Semarang
angkatan 2010.
d. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pengesahan konsep
atau variabel yang abstrak ketingkat yang
realistis, sehingga gejala tersebut mudah
dikenali.36
Untuk menghindari terjadinya perbedaan dalam
menginterpretasikan pengertian masing-masing
menurut konteks penelitian. Maka akan diberikan
batasan definisi operasional dari masing-masing
variabel-variabel penelitian. Definisi ini juga
berguna untuk membatasi ruang lingkup
permasalahan. Definisi dari masing-masing
variabel penelitian tersebut adalah:
1. Pengertian Qana’ah
Qana’ah adalah ridha dengan rezeki yang
diberikan oleh Allah SWT, dan merasa
cukup meskipun sedikit serta tidak
36 Wahyu, Bimbingan Penulisan Skripsi, Bandung : Tarsito, 1995, hlm. 55
mengejar kekayaan dengan cara meminta-minta
terhadap manusia.
Dalam penelitian ini, teori yang
digunakan sebagai landasan pengukuran yang
merujuk pada teori qana>’ah al-Ghazali
sebagaimana yang dikutip oleh Hamka dengan
aspek sebagai berikut :
a. Menerima dengan rela apa yang ada
b. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yangpantas, dan berusaha.
c. Menerima dengan sabar akan ketentuanTuhan.
d. Bertawakal kepada Tuhan.
e. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia.37
2. Kebahagiaan
Kebahagiaan adalah perasaan nyaman dan
tenang. Seseorang akan bahagia jika merasa
nikmat, dan apa yang dimaksud nikmat di sini
adalah adanya ketentraman jiwa yang tidak
dikejutkan dan tidak dibingungkan oleh sesuatu
dengan cara menghindarkan diri dari sesuatu
yang tidak mengenakkan. Jelasnya, bahagiadalam
pandangan Epicuras adalah bebas dari rasa
sakit dan penderitaan.
e. Metode Pengumpulan Data37 Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Tasawuf Modern,
hlm. 231
Pengumpulan data merupakan prosedur yang
sistematik dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan. Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala.38
f. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan
adalah metode statistik. Teknik analisis data yang
digunakan adalah korelasi product moment, yaitu
untuk mengetahui hubungan antara qnaah dengan
kebahagiaan.
Korelasi sendiri adalah istilah statistik
yang menyatakan derajat hubungan linier (searah,
bukan timbal balik) antara dua variabel atau
lebih. Sedangkan produck moment merupakan bagian
dari macam-macam teknik korelasi.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian muka, bagian isi dan bagian akhir.
1. Bagian Muka
Pada bagian ini memuat halaman judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan, motto, kata pengantar, abstrak
penelitian, daftar isi, daftar tabel, dan daftar
lampiran.
2. Bagian Isi
38 Azwar, Saifuddin, Penyusunan Skala Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 3-4
Bagian isi terdiri dari beberapa bab, yang masing-
masing bab terdiri dari beberapa sub bab dengan susunan
sebagai berikut:
Bab I yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang masalah. rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan
skripsi.
Bab II yaitu berisi tentang qana’ah dan kebahagiaan
yang terbagi menjadi dalam empat sub bagian. Sub
pertama yaitu teori tentang qana’ah yang meliputi
definisi qana’ah, ruang lingkup qana’ah, hikmah qana’ah,
yang diharapkan lebih memperjelas tentang qana’ah
sehingga mudah dipahami. Sub kedua yaitu teori tentang
kebahagiaan yang meliputi definisi perilaku
kebagahagiaan, aspek-aspek kebahagiaan, faktor-faktor
yang mempengaruhi kebahagiaan, sehingga dengan
penjelasan diatas dapat mempermudah pemahaman tentang
kebahagiaan. Sub yang ke tiga yaitu hubungan antara
qana’ah dengan kebahagiaan, dengan dijelaskan hubungan
antara qana’ah dengan kebahagiaan menjadikan penelitian
ini penting untuk diteliti. Sub yang keempat yaitu
hipotesis yaitu untuk mengetahui hubungan sementara
mengenai judul diatas.
Bab III Metode Penelitian. Menguraikan tentang
jenis penelitian, variabel penelitian, definisi
operasional variabel, populasi, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data. Penjelasan ini dirasa
penting dalam rangka mempermudah penulis untuk
melakukan langkah-langkah penelitian.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.
Menguraikan tentang gambaran umum mahasiswa jurusan
Ekonomi Islam angkatan 2010 IAIN Walisongo Semarang,
deskripsi data hasil penelitian, uji persyaratan
hipotesis, pengujian hipotesis penelitian, pembahasan
hasil penelitian. Dengan dijelaskan hasil dan
pembahasan yang seperti di atas dapat menunjukkan hasil
penelitian yang dilakukan dengan baik.
Bab V Kesimpulan, Saran, dan Penutup. Bab ini
berisi tentang kesimpulan, saran saran dan penutup.
Sebagai pembahasan akhir untuk memperjelas isi dari
hasil penelitian di atas.
3. Bagian akhir
Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-
lampiran yang mendukung pembuatan skripsi.