1
MAKALAH
“HUKUM DAN FILSAFAT HUKUM”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Hukum
DosenPembimbing
Dr. Djawahir Hejazziey
Disusunoleh:
Kelompok 1
Amelia Sinatriani (1112048000017)
PutriAmalia (1112048000032)
NurEviPratiwi (1112048000067)
Prodi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayattullah
Jakarta
1
3
KATA PENGANTARPuji syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas nikmat
yang telah dilimpahkanNya terutama nikmat Iman dan Islam, karenaberkat nikmat dan karuniaNya Penulis dapat menyelesaikan makalahini tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat dipahami oleh pembaca dan menjadikan bahan bacaan yang dapat menambah ilmu pengetahuan terhadapfilsafat hukum di mana dalam kehidupan tidak pernah lepas akanadanya suatu pemikiran atau pertanyaan-pertanyaan mengenaikehidupan dan dunia.
Penulis,
Ciputat, September 2014
ii
3
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang…………………………………………………………………… 1
B. RumusanMasalah ………………………………………………………………... 1
C. MaksuddanTujuan ………………………………………………………………. 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. PengertianHukum ……………………………………………………………….. 3
B. PengertianFilsafat ……………………………………………………………….. 6
C. PerngertianFilsafatHukum …………………………………………………….. 11
D. PengertianHukumdanFilsafatHukumdalam Islam ……………………………19
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… 23
4
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tentang
sistem pemerintahan Indonesia dijelaskan bahwa Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum(rechtsstaat) bukan berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsstaat), dalam hal ini terlihat bahwa kata
“hukum” dijadikan lawan kata “kekuasaan”. Tetapi apabila
kekuasaan adalah serba penekanan, intimidasi, tirani, kekerasan
dan pemaksaan maka secara filosofis dapat saja hukum dimanfaatkan
oleh pihak tertentu yang menguntungkan dirinya tetapi merugikan
orang lain. Hubungannya dengan hal tersbut di atas, maka
sesungguhnya perlu dipahami akan makna dari filsafat hukum.
Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
dasar dari hukum. Pertanyaan-pertanyaan tentang “hakikat hukum”,
tentang “dasar-dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum”,
merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk
menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam
hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara
teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum
yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan
keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk mencapai
kepentingan tertentu.
6
7
Perlunya kita mengetahui filsafat hukum karena relevan untuk
membangun kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat
hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang
mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam
kehidupan yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang
berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan tekanan hasrat
manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan
hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.
Berkenalan dengan filsafat dan berfilsafat merupakan dua
kegiatan yang berbeda. Berkenalan dengna filsafat berarti kita
berusaha untuk mampu mengidentifikasikan hal-hal yang secara umum
telah disepakati dan ditunjuk sebagai filsafat. Sedangkan
berfilsafat ialah melakukan refleksi kritis atas semesta hidup
kita sebagai manusia. Hasil dari refleksi tersebut adalah
pemikiran dan perenungan filosofis. Untuk dapat berfilsafat
dengan baik kita bisa saja mulai berkenalan terlebih dahulu
dengan filsafat, sedangkan dalam kurun waktu tertentu kita sudah
sering berfilsafat sebelum melakukan perkenalan dengan filsafat.
Misalnya ketika kita mempertanyakan makna hidup yang kita jalani
secara mendalam, menyeluruh, dan kritis, untuk dapat bertanay dan
menjawab jawaban tersebut kita hanay memerlukan waktu sejenak
untuk berdialog dengan diri kita, dalam hal inilah kita telah
berfilsafat walaupun mungkin kita belum berkenalan dengna
filsafat.
7
8
Sedangkan dalam hal antara filsafat dengan filsafat hukum
mengacu kepada norma-norma hukum yang selalu ditanaykan terhadap
kegiatan berfilsafat seperti dalam membuat sebuah perraturan yang
akan diberlakukan dalam suatu wilayah pemerintahan saat itulah
filsafat hukum muncul untuk mempertanaykan bagaiman keadilan
dalam hukum dan hal-hal lainnya yang termasuk dalam kategori ilmu
hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukum?
2. Apa pengertian filsafat dan filsafat hukum?
3. Bagaiman hukum dan filsafat secara Islam?
C. Maksud dan Tujuan
Mempelajari hukum dan filsafat secara mendasar dan korelasi
ilmu antara hukum dengan filsafat yang biasa dikenal dengan
filsafat hukum. Di mana filsafat hukum merupakan cabang
tersendiri dari filsafat umum yang mempengaruhi dunia hukum
terutama dalam Ilmu Hukum.
Menanggapi hal-hal yang terjadi dari sebuah pertanyaan
tentang hukum yang terkait dengan filsafat hukum, juga yang
mempengaruhi adanya hukum itu sendiri yang menjadi objek dari
segala pertanyaan manusia sebagai subjek dari sebuah filsafat.
8
9
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Pada umumnya yang dimaksud hukum adalah segala peraturan-
peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya. Hukum adalah
suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku
manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah
aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat
berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di
artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat
dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Hukum sebagai sebuah produk dialektika evolusioner
masyarakat niscaya harus terus berkembang dalam lingkup zaman dan
waktu, hukum yang dulu dianggap sebagai suatu keniscayaan, lambat
laun mulai ditinggalkan dan mulai digantikan dengan perannya oleh
hukum yang lebih relevan bagi zaman dan waktu tertentu.
Hukum ada pada setiap masyarakat di mana pun di muka bumi .
primitif atau modern suatu masyarakat pasti mempunyai hukum. Oleh
karena itu, keberadaan atau eksistensi hukum sifatnya universal.
Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat keduanya mempunyai
9
10
hubungan timbal balik. Perranan hukum dalam masyarakat ada tiga,
yaitu: sebagai sarana pengendalian sosial, sebagai saran untuk
memperlancar proses interaksi sosial, dan sebagai sarana untuk
menciptakan keadaan tertentu.
Berikut ini merupakan pengertian hukum menurut para ahli,
yaitu sebagai berikut:.1
1. Adamson Hoebel mendekripsikan bahwa sebuah norma sosial
merupakan hukum apabila sebuah kelalaian akan norma sosial
tersebut atau pelanggaran terhadapnya biasanya berhadapan
dengan sebuah ancaman dengan di terapkannya tekanan fisik
oleh seorang individu atau oleh sekelompok individu yang
memiliki privelese yang diakui yang diakui untuk melakukan
hal tersebut.
2. Donal Black mendefinisikan hukum sebagai tatanan dari
kontrol sosial meliputi segala tindakan oleh lembaga politik
yang berkaitan dengan batasan dari kontrol sosial itu atau
segala sesuatu yang mencoba mempertahankannya.
3. Leopold Pospisil norma-norma adalah sebuah hukum apabila
norma-norma tersebut membawa serta sebuah ancaman dari
sanksi-sanksi yang berkaitan dengannya.
4. Max Weber mendefinikan hukum sebuah tatanan yang secara
eksternal dijamin oleh kemungkinan yang nyata bahwa paksaan
(baik fisik atau psikis) diadakan untuk semakin
menyempurnakan konformitas terhadapnya atau sanksi kekerasan
1Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, Pengantar Ke filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 34
10
11
akan diterapkan atasnya apabila menjauhi konformitas oleh
seseorang dari orang-orang yang telah terlatih secara khusus
untuk tujuan tersebut.
5. Hukum bagi Austin adalah sebuah perintah dari yang
berdaulat.
6. Oliver Wendell Holmes, Jr. Mendefinikan hukum sebagai sebuah
“ramalan dari apa yang dilakukan oleh pengadilan”.
7. Talcott Persons melihat hukum sebagai kode normatif umum
yang melakukab fungsi intergratif.
8. Philip Selznick mendefinisikan hukum sebagai sebuah tatanan
aturan yang memuat mekanisme khusus untuk meligitimasi
(menyatakan) bahwa aturan-aturan tersebut mempunyai otoritas
dan dibentuk untuk melindungi pembuatan aturan dan penerapan
aturan dari pencemaran bentuk-bentuk pedoman atau aturan
atau kontrol yang lainnya. Ia menunjuk pada sebuah konsep
legalitas yang berkaitan dengan bagaimana sebuah kebijakan
dan aturan-aturan dibuat serta diterapkan lebih dibandingkan
dari muatannya.
Utrecht memberikan batasan hukum sebagai berikut: “hukum iru
adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat
dan karena itu harus ditaati oleh msyarakat itu”.2
2Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 38
11
12
Selain Utrecht juga beberapa sarjana hukum indonesia lainnya
telah berusaha merumuskan tentang apakah hukum itu, yang
diantaranya ialah:
a. S.M. Amin, S.H.
Dalam buku beliau yang berjudul: “Bertamasya ke Alam
Hukum,” hukum dirumuskan sebagai berikut: “kumpulan-
kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-
sanksi itu disebut hukum dan tujuan itu adalah mengadakan
ketataterrtibat dalam pergaulan manusia, sehingga
keamanan dan ketertiban terpelihara”.
b. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.
Dalam buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum
Indonesia” telah diberikan definisi hukum seperti
berikut: “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan manusia dalama lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadai
berakibatkan diambulnya tindakan, yaitu dengan hukuman
tertentu”.
c. M.H. Tirtaatmidjaja, S.H.
Dalam buku beliau “pokok-pokok hukum perniagaan”
ditegaskan, bhawa “hukum ialah semua aturan (norma) yang
harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam
pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian –
jika melanggar aturan-aturan itu – akan membahayakan diri
12
13
sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaannya, didenda dan sebagainya”.
Secara urut dalam aliran-aliran atau mazhab hukum
menunjukan sebuah dialektika yang muncul karena unsur
kedinamikaan manusia yang memiliki perbedaan pendapat secara
teoritis mengenai konsep atau perfektif hukum, kemudian muncul
beragam pemikiran dari sudut pandang yang berbeda. Sekurang-
kurangnya ada tiga konsep mengenai hukum, yaitu:
1. Hukum sebagai ide, cita-cita, nilai moral keadilan.
Materi studi mengenai hal ini termasuk dalam filsafat
hukum.
2. Hukum sebagai norma kaidah, peraturan, undang-undang
yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu
sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu
yang berdaulat. Materi studi ini termasuk dalam
pengetahuan hukum positif (studi normatif).
3. Hukum sebagai institusi dosial yang riil dan fungsional
dalam sistem kehidupan bermasyarakat yang berbentuk
dari pola-pola tingkah laku yang melembaga.
B. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-
eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan
13
14
masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir
dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika
berpikir dan logika bahasa.
Filsafat juga diartikan dalam definisi berbeda, yaitu ilmu
yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan
hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan
sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari
segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu Philosophia, Philo
atau philein berarti cinta, Sophia berarti kebijaksanaan. Gabungan
kedua kata diasud berarti cinta kebijaksanaan. Philosophos adalah
pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Arab disebut Failasuf, kemudian
ditransfer ke dalam bahasa Indonesia menjadi Failasuf atau
filsuf. 3
Kata “filsafat” sering dipresepsi sebagai sebuah teori umum
tentang sesuatu, khususnya tentang bagaimana memperoleh
pengertian yang luas tentang sesuatu tersebut. Filsafat sering
dipahami sebagai sebuah falsafah atau sebuah pandangan umum dan
mendalam tentang hidup yang dijalani manusia. Dalam pemahaman3 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A., “Filsafat Hukum” (Jakarta : Sinar grafika , 2009), hlm 1
14
15
yang sedemikian, filsafat ditangkap sebagai sesuatu yang abstrak.4
Filsafat lahir di yunani pada abad keenam sebelum masehi
(SM). Diperkirakan “Filsafat” dipakai dimulai saat itu oleh
Pythagoras. Pada periode filsafat Sokratik (abad kelima SM) kata
filsafat digunakan dalam karya plato berjudul Phaidros. Dalam karya
itu plato menerangkan bahwa kata “mahkluk bijak” (sophos) terlalu
luhur untuk seorang manusia. Kata itu pantas untuk dewa. bagi
Plato lebih baik manusia dijuluki sebagai pecinta kebijakan atau
Philosophos. Kata itu menjadi penanda adanya kegiatan manusia yang
mencari dan mengejar kebijaksanaan, tentu karena cintanya pada
kebijaksanaan itu. Karena itu, filsafat mempunyai arti sebagai
cinta akan kebijaksanaan (dari philos yang berarti cinta atau philia
yang berarti persahabatan/ tertarik kepada dan sophos yang
berarti kebijaksanaan atau pengeahuan atau ketermpilan ).
Filsafat mengindonesiakan Philosophos. 5
Dari segi semantic, perkataan filsafat berasal dari bahasa
Arab ‘falsafah’,yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’,
yang berarti ‘philos’ cinta, suka (loving), dan ‘sophia’
pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi’philosophia’ berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepadakebenaran. Maksudnya,
setiap orang yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang
cinta kepada pengetahuan disebut ‘philosopher’, dalam bahasa
Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang yang
4 Op.Cit.,Antonius hlm 15 Ibid., hlm. 5-6
15
16
menjadikan pengetahuan sebagai tujuanhidupnya, atau perkataan
lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam
pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir.
Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat
adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah
semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”.
Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan
tetapi secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua
manusia yang berpikir adalah filsuf.
Menurut sejarah, Socrateslah yang pertama-tama menyebut diri
sebagai “Philosophus” yakni sebagai perotes terhadap kaum
terpelajar yang menamakan diri mereka sebagai sophist (bijaksana).
Sebagai protes terhadap kesombongan mereka itu maka socrates
lebih menyebut diri sebagai philosophus (pecinta kebijaksanaan).
Arti dari pecinta kebijaksanaan yaitu untuk menunjuk kepada orang
yang ingin mencari dan mempunyai pengetahuan yang luhur atau
bijaksana (sophos).
Bijaksan memiliki dua segi arti, yang pertama memiliki
pengertian yang mendalam dan kedua memiliki sikap hidup yang
benar. Sementara benar adalah yang baik dan tepat, jadi filsafat
itu mencari kebijaksanaan. Dalam cakrawal lain, sophia diartikan
lebih luas lagi dari pada kebijaksanaan diantaaranya:
1. Kerajinan
2. Kebeneran pertama
16
17
3. Pengetahuan yang luas
4. Kebajikan intelektual
5. Pertimbangan yang sehat
6. Kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis.
Namun dari pada arti tersebut menunjuk untuk mencari
keutamaan mental. Filsafat selalu bermula dari keheranan yang
dimiliki manusia, keheranan itu senantiasa bersifat intelektual
dan kerohanian. Dalam keadaan keheranan ini belum daapt disebut
sebagai filsafat. Baru dikatakan filsafat jika sudah ada upaya
dalam pencarian jawaban dari setiap pertanyan-pertanyan keheran
dan menyelami rahasianya.
Keheranan pada permulaan filsafat berrbentuk rasa ingin tahu
yang diikuti dengan pertanyaan. Rasa ingin tahu inilah yang
nantinya akan menuntun manusia untuk samapai pada pengetahuan,
yang merupakan suatu hasil dari proses tindakan manusia dengan
melibatkan seluruh keyakinan yang berupa kesadaran dalam
menghadapi objek yang ingin dikenal. Dengna ilmu yang dimiliki
manusia sduah banyak masalah aygn berhasil dipecahkan, rahasia
alam semesta telah banyak dipecahkan melalui kemajuan ilmu
tersebut, aygn pada gilirannya menghasilkan teknologi-teknologi
spektakuler.
Sayangnya, sebanyak dan semaju apa pun ilmu yang dimilikik
manusia tetap saja ada pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab.
Bahkan sebagian besar pertanyaan-pertanyan tersebut telah
17
18
diajukan sejak berabad-abad lalu yang sampai sekarang tetap
aktual untuk dibahas. Pertanyaan tentang hakikat hukum, “Apa yang
disebut sebagai adil? Mengapa ada tertib hukm?” merupakan sebagaian contoh
pertanyaan-pertanyaan itu. Pertanyaan-pertanyaan yang belum mapu
dujawab oleh ilmu itulah yang menjadi porsi pekerjaan filsafat.
Filsafat itu bisa datang sebelum dan sesudah ilmu, filsafat
ada ketika manusia berangkat dari kesadaran yang disebut dengan
tahu menuju kepada pengetahuan yang selanjutnya beranjak kepada
bentuk ilmu yang kemudia menjadi pengetahuan lanjutan. Filsafat
menelusuri segala sesuatu yang lalu, sekarang, dan akan datang.
Oleh karena itu filsafat mempunyai orientasi untuk mempelajari
alur cipta dari Allah, Tuhan semesta alam. Segala sesuatu
tercipta dipelajari oleh manusia secara parsial (bagian demi
bagian) dari satu generasi kegenerasi selanjutnya, dari tahu
kepada tahu untuk membuka tahu itu secara utuh, akan tahu itu
sendiri.
Dari begitu banyak definisi tersebut, ciri utama filsafat yang
tetap hadir adalah bahwa filsafat adalah upaya manusia untuk
mendapatkan hakekat segala sesuatu. Ada lima ciri utama hingga upaya
itu dapat dikatakan filsafat, yaitu:
1. Wacana atau argumentasi menandakan bahwa filsafat memiliki
ciri kegiatan berupaya pembicaraan yang mengandalkan pada pemikiran,
rasio, tanpa verifikasi uji empiris.
2. Segala hal atau sarwa sekalian alam. Artinya apa yang
dibicarakan yang merupakan materi filsafat adalah segala hal
18
19
menyangkut keseluruhan sehingga disebut perbincangan universal. Tidak
ada yang tidak dibicarakan oleh filsafat. Ada atau tidak ada
permasalahan, filsafat merupakan bagian dari perbincangan. Hal ini
jelas berbeda dengan ilmu pengetahuan yang membicarakan suatu lingkup
permasalahan, misalnya zoologi yang hanya membicarakan wujud binatang,
tetapi lengkap dengan ukurannya. Sebagian orang berpendapat, bahwa
ciri segala sesuatu ini meruakan inti dari filsafat sehingga filsafat
bersifat universal.
3. Sistematis artinya perbincangan mengenai segala sesuatu
dilakukan secara teratur menurut sistem yang berlaku sehingga tahapan-
tahapannya mudah diikuti. Dengan demikian, perbincangan tersebut tepat
dan tidak, dapat diikuti dan diuji oleh orang lain, meskipun pada
akhirnya hanya ada satu pengertian mengenai sesuatu hal.
4. Radikal artinya sampai ke akar-akarnya, sampai pada
konsekwensinya yang terakhir, radiks artinya akar, juga disebut arche.
Hal ini merupakan ciri khas berpikir filsafat. Hal ini jelas berbeda
dengan ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari asumsi yang sering
disebut keyakinan filsafati (philosophical belief). Pengertian sampai
ke akar-akarnya, bahwa asumsi tersebut tidak hanya dibicarakan, tetapi
digunakan. Ilmu pengetahuan menggunakan asumsi, tetapi filasafat
membangun atau memperbincangkannya.
5. Hakekat merupakan istilah yang menjadi ciri khas filsafat.
Hakikat adalah pemahaman atau hal yang paling mendasar. Jadi, filsafat
tidak berbicara tentang wujud atau suatu materi, seperti ilmu
pengetahuan, tetapi berbicara makna yang ada dibelakangnya. Dalam
filsafat, hakikat seperti ini merupakan akibat dari berpikir secara
radikal.
19
20
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang
sebenarnya. Jika kebenaran yang sebenarnya itu disusun secara
sistematis, jadilah ia sistematis filsafat. Sistematis filsafat
itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori
pengetahuan, teori hakekat, dan teori nilai. Isi filsafat
ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang dipikirkan
oleh filosuf ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, jadi
luas sekali. Objek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut
objek materia, yaitu segala yang ada dan mungkin ada tadi.
tentang objek materia ini banyak yang sama dengan objek materia
sains.
Bedanya ialah dalam dua hal. Pertama, sains menyelidiki
objek materia yang impiris; filsafat menyelidiki objek itu juga,
tetapi bukan bagian yang impriris, melainkan bagian yang
abtraknya. Kedua, ada objek materia filsafat yang memang tidak
dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir, yaitu objek
materia yang untuk selama-lamanya tidak empiris. Jadi, objek
meteria filsafat tetap saja luas dari objek materia sains. Selain
objek materia, ada lagi objekforma, yaitu sifat penyelidikan.
Objek forma filsafat ialah penyelidikan yang mendalam.
Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian
dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang
tidak empiris. Penyelidikan sain tidak mendalam karena ia hanya
ingin tahu sampai batas objek itu daat diteliti secara empiris.
Jadi, objek penelitian sains ialah pada batas dapat diriset,
20
21
sedangkan objek penelitian filsafat adalah pada daerah tidak
dapat diriset, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi, sains
menyelidiki dengan riset, filsafat meneliti dengan memikirkannya.
Dalam Al-Qur’an maupun dalam as-sunnah, tidak terdapat kata
filsafat, tidak berarti bahwa Al-Qur’an dan As-sunnah tidak
mengenal apa yang dimaksud dengan falsafah itu. Dalam kedua
sumber itu dikenal kata lain yang sama maksudnya dengan itu yaitu
kata hikmah. pemikiran terhadap Hukum Islam telah lahir sejak
awal sejarah umat Islam, disebabkan oleh adanya dorongan Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul agar manusia menggunakan pikirannya dalam
menghadapi persoalan-persoalan hidup, lebih-lebih dalam persoalan
yang fundamental, menyangkut akidah atau keyakinan agama.
Misalnya Q.S. Al-Isra (17) : 36 : “Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.”
Secara Terminologis, menurut Juhaya S. Pradja, secara
terminologis, filsafat memiliki arti yang bermacam-macam,
sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Beliau
memaparkan definisi filsafat sebagai berikut:
a. Menurut Plato ( 427 SM-347 SM),filsafat adalah
pengetahuan tentang sesuatu yang ada, ilmu yang berminat mencapai
kebenaran yang asli.
21
22
b. Menurut Aristoteles (381 SM-322 SM),filsafat adalah ilmu
yang meliputi kebenaran, yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu,
metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. MenurutAl Farabi ( wafat 950 M),filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud yang bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.
d. MenurutD.C. Mulder, filsafat adalah cara berfikir secara
ilmiah. Sedangkan cara berfikir ilmiah mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut: menentukan sasaran pemikiran tertentu, bertanya
terus sampai batas terakhir sedalam-dalamnya (radikal), selalu
mempertanggungjawabkan dengan bukti-bukti, sistematik.
Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah
berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat
pada tradisi dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan
Intisari filsafat ialah berfikir secara mendalam tentang
sesuatu, mengetahui apa, bagaimana, mengapa, dan nilai-nilai dari
seseuatu itu. Intisari hikmah memahami wahyu secara mendalam
dengan yang ada pada diri manusia sehingga mendorong orang yang
mengetahuinya untuk beramal dan bertindak sesuai dengan
pengetahuannya itu.
Secara umum filsafat mempunyai dua tugas, antara lain:
1. Tugas kritis, adalah tugas filsafat untuk membantu
pencegahan klaim kebenaran, dominasi, dan hegemoni kebenaran
22
23
tertentu, juga meningkatkan ketidaksempurnaan kemanusiaan
kita yang akan membawa kita pada kerendahhatian. Tugas
kritis filsafat ditandai dengan adanya pertanayan filosofis,
jadi tugas kritis adalah tugas yang mencoba mempertanaykan
kembali ukuran-ukuran penilaian yang kita gunakan bahkan
mempertanaykan kita sebagai subjek yang mengeluarkan
penilaian.
2. Tugas konstruktif, adalah bahwa filsafat mencoba untuk
menyusun sebuah gambar besar dari semesta realitas yang kita
hadapi di mana setiap unusur yang kita ketahui tadi yang
sebellumnya seperti teka-teki bagi kita, kita susun dalam
gambar tersebut sehingga setiap unsur tersebut menempati
tempat yang tepat dalam gambar yang kita susun tersebut.
Tugas konstruktif ditandai dengan proposi-proposi atau
pernyatan-pernyataan yang berisi simpulan atau tesis atau
jawaban atas maslaah yang dimunculkan dalam pertanyaan-
pertanyaan.
C. Pengertian Filsafat Hukum
Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa
hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa
orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan
masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga
membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan
moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
23
24
Kemudian lebih mengerucut lagi adalah filsafat hukum, yaitu
ilmu yang mempelajari hukum secara filosofi, yang dikaji secara
luas dan mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut
degna hakikat, dan tujuan mempelajari filsafat hukum untuk
memperluas cakrawala pandang sehingga daapt memehami dan menkaji
dengan kritis atas hukum dan diharapkan akan menunbuhkan sikap
kritis sehingga mampu menilai dan menerapkan kaidah-kaidah hukum.
Filsafat ini berpengaruh terhadap pembentukan kaidah hukum
sebagai hukum in abstracto.
Filsafat hukum bertolak dari manusia cerdas sebagai “Subjek
Hukum” dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum
tak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun subjek
filsafat, sebaba manusia membutuhkan hukum dan hanaya manusia
yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia inilah yang menjadi
jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan
peraturan yang berlaku dan mengukur apakah sesuatu itu adil,
benar, dan sah.
Filsafat hukum yang diterjemahkan dari kata Jurisprudence
yang merupakan khasanah bahasa latin. Jurisprudence (sebenarnya
harus ditulis Iurisprudens), dalam bahasa Latin terdiri dari dua
kata yaitu Iuris dan Prudens. Iuris berasal dari kata Ius yang
dapat diterjemahkan sebagai Adil, makna kata ini juga dapat
diterjemahkan pula sebagai benar (kenenaran). Dalam bahasa
Sankrit (Sanksekerta) kata ini memilikki padanan yaitu yoh yang
berarti sehat (kesehatan), mirip dengan bahasa Ibrani yang
24
25
berarti yod sumber cahaya. Bahasa Persia dalam tradisi
Zoroastrian, yaozdaditi yang berarti yang murni (telah
dimurnikan).
Selain Ius kita juga mengenal Lex. Arti kata ini adalah
peraturan perundang-undangan, dalam bahasa Perancis kita
menemukan Droit untuk Ius dan Loi untuk Lex. Dalam German ada
Recht untuk Ius dan Gesetz untuk Lex. Kata yang kedua adalah
Prudens (ntis) yang berarti kebijaksanaan dalam artian pemahaman
akan praksis kehidupan (kearifan dalam laku). Prudens membuat
kita menjadi arif dalam menjalani hidup, hidup kita dikendalikan
oleh keutamaan. Prudens adalah kebijakan yang tertinggi.
Dengan demikian, maka Jurisprudens adalah praksis hidup yang
adil dan benar. Dalam ilmu hukum Indonesia kata Jurisprudens
diterjemahkan sebagai disiplin hukum atau ajaran hukum. Sebagai
sebuah ajaran, maka ia menjadi ilmu yang mengorientasikan
seseorang pada keahlian praktis (terutama) dibandingkan teoretis.
Hubungannya dengan filsafat. Jurisprudensi adalah filsafat,
teteapi filsafat yang mengarahkan seseorang untuk menjadi arif
(prudens) dalam praksis hidup yang faktanya hukum hidup dalam
praksis hidup tersebut ( dalam kerangka bermasyarakat). Maka
sering jkali jurisprudence atau filsafat hukum lekat dengan etika
, karena keduanya dsama-sama ingin menjawab pertanayan “Apa yang
harus kita lakukan”.
Secara historis, filsafat hukum pada mulanya dipelajari
dalam perenungna-perenungan yang abstrak sifatnya. Perenungan
25
26
filosofis ini dirintis oleh tooh-tokoh filsaafat Yunani Kuno,
seperti Aristoteles, Plato, dan lainnya. Namun semenjak menguat
nya pengaruh kekuasaan bangsa Romawi yang menyebarluaskan teks-
teks hukumnya ke seluruh penjuru Eropa, ditambah lagi dengan
dibentuknya sekolah-sekolah hukum di kaawasan itu studi mengenai
hukum mulai mengalami perubahan, baik secara epistemologi maupun
metodologis.
Perubahan yang paling menyolok adalah hukum tidak lagi
dikaji sebagai perenungan refleksi, karena hukum dilihat dalam
kerangka yang lebih praktis. Hukum tidak lagi bersifat abstrak,
ia menjadi konkret dalam kedeks hukum (kitab hukum). Cara
berfikir praktis bangsa Romawi ini yang merubah seluruh tatanan
kailmuan dari hukum, termasuk filsafat hukum.
Pengaruh sifat praktis ini awalnya terjadi ketika, filsafat
yang dianggap bernuansa abstrak dan karena itu tidak bermanfaat
bagi kebanyakan orang, bahkan hanya melelahkan pikiran kita saja,
mulai ditinggalkan. Para pemikir hukum mulai berpindah untuk
menguasai ilmu tentang keterampilan hukum, yang amat teknis
sifatnya, yakni Ilmu Hukum. Namun, karena keketatan metodologis
yang juga dianggap sama melelahkannya membuat para pemikir hukum
saat itu mencari jalan tengah, yaitu berupa lahitrnya cabgn baru
dalam pemikiran huum yakni teori Ilmu Hukum atau dikenal juga
dengan istilah Jurisprudence.
Teori hukum sebagai perkembangan lebih lanjut dari ajaranh
hukum umum, yang berkembang di Eropa Kontinental merupakan cabang
26
27
pengetahuan hukum yang dapat digolongkan sebagi “filsafat” dalam
bidang hukum. Tetapi, karena ada sifat praktisnya maka ia daapt
disebut sebagai teori. Oleh sebab itu, menurut Theo Huijbers
Jurispridence dianggap sebagai filsafat hukum juga, yang
mengandung sifat-sifatnya yang praktis karena tujuan utamanya
memang untuk menajwab tentang apa yang seharusnya dilakukan
menurut hukum.
Filsafat hukum adalah induk dari disiplin yuridik, karena
filsafat hukum membahas masalah-masalah yang paling fundamental
yang timbul dalam hukum. Oleh karena itu orang mengatakan juga
bahwa Filsafat Hukum berkenaan dengan masalah-masalah sedemikian
fundamental sehingga bagi manusia tidak terpecahkan, karena
masalah-masalah itu akan melampaui kemampuan berfikir manusia.
Filsafat Hukum akan merupakan kegiatan yang tidak pernah
berakhir, karena mencoba memberikan jawaban pada pertanyaan-
pertanyaan abadi. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan
yang terhadapnya hanya dapat diberikan jawaban, yang menimbulkan
lebih banyak pertanyaan baru.
Secara kultural sistem pemikiran filsafat yang kita pelajari
ini termasuk ke dalam sistem filsafat barat yang ditandai dengan
adanya pembedaan dan penjarakan antara subjek (manusia) dan objek
(dunia), filsafat barat akan melihat filsafat lebih sebagai ilmu
(sains) dibandingkan dengan filsafah hidup (pandangan hidup).
Mengapa filsafat barat? Karena, sistem hukum yang kita kenal di
Indonesia saat ini dipengaruhi oleh filsafat barat, sedemikian
27
28
hegemoniknya sehingga interpretasi terhadapnya baik itu hukum
barat (KUHPerdata), agama maupun adat sangat diwarnai oleh corak
pemikiran barat yang sangat peduli pada (bahkan mengagungkan)
rasionalitas (pembedaan, pemisahan, dan penjarakan). Ditambah
lagi kita menemukan fakta bahwa budaya hukum kita lebih peduli
pada karakter legistik dari hukum positif yang ada dibandingkan
dengan karakter “Substansial ketimuran” berkarakter keharmonisan
dan keserasian yang mencoba mengarahkan masyarakat untuk hidup
damai.
Dalam filsafat hukum kita hendak berfikir reflektif tentang
hukum sebagai gejala yang dipranatakan oleh manusia. Filsafat
hukum hendak mencari hakikat hukum, ingin mengetahui apa yang
sebenarnya ada di balik norma-norma hukum, mencari yang
tersembunyi di dalam hukum, menyelidiki norma hukum sebagai
pertimbangan nilai dan postulat hukum, sampai pada penyelidikan
tentang dasar yang terakhir.6
Filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar artinya,
dalam menganalisis suatu masalah kita diajak untuk bersikap
kritis dan radikal, yaitu tajam dan sampai kepada intinya,
seperti objek dari filsafat hukum adalah hukum, hukum itu yang
dikaji sampai pada intinya yang dinamakan hakikat. Dengan cara
berfikir kritis kita diajak untuk memehami hukum tidak hanya
dalam arti hukum positif semata. Orang yang hanya mempelajari
hukum dalam arti positif semata tidak akan mampu memanfaatkan dan
6Muhammad Erwin SH., M.HUM. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).
28
29
mengembangkan hukum secara baik. Apabila ia menjadi hakim,
misalanya dikhawatirkan ia akan menjadi hakim “Corong undang-
undang” belaka. Bila diukur dengan sifat yang mendasar, maka
kemanfaatan filsafat hukum yang hendak diusahakan yakni bagaimana
untuk sampai pada inti permasalahan yang sedang dikaji, sedangkan
dengan sifat kritis kita dapat secara tajam melihat perkembangan
kehidupan sosial secara global.
Kemudian filsafat hukum juga bersifat spekulatif. Sifat ini
mengajak kita untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu
yang baru. Salah satu ciri orang yang berfikir radikal adalah
senang kepada hal baru, tindakan spekulatif yang dimaksud adalah
tindakan yang terarah, yang dapat dipertangungjawabkan secara
ilmiah. Dengan berfikir spekulatif itulah hukum dapat
dikembangkan kearah yang dicita-citakan bersama. Dengan
demikiana, sifat ini pada filsafat hukum dimaksudkan dalam upaya
manusia untuk secara memaksimalkan, mengoptimalkan pengetahuan
dan ilmu yang dimiliki untuk membuka tingkap rahasia alam yang
belum terungkap.
Kemudian terhadap sifat filsafat hukum yang reflektif
kritis. Melalui sifat ini filsafaat hukum berguna untuk
membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara
rasional dan kemudian mempertanyakan jawaban itu secara terus-
menerus. Dapat dirumuskan bahwa, adanya sifat reflektif kritis
ada pada filsafat hukum yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap
keberlakuan dan pelaksanaan aturan dalam kehidupan berorganisasi.
29
30
Filsafat hukum juga memiliki sifat yang disiplin, dengan ini
akan mampu menegaskan permasalahan yang ada sesuai dengan yang
telah ditentukan untuk itu, hal ini berarti permasalahan-
permasalahan yang telah ada, sedang dan baru terjadi dapat
dipilah dan ditetapkan atau digolongkan kedalam wilayah
permasalahan filsafat hukum. Terjadinya suatu permasalahan yang
berbentuk pelanggaran atau pun kejahatan dalam kehidupan sosial,
baik yang telah, sedang dan yang baru terjadi akan dipilah untuk
dapat ditetapkan dalam wilayah filsafat hukum.
Ciri lain dari filsafat adalah mengejar kesempurnaan, yang
beratrti filsafat hukum selalau bergerak dalam diamnya secara
sistematik ataupun secara ketakteraturannya dengan menemukan,
menelaah, dan menganalisis, serta mengevaluasi lalu menyusun satu
bagian dengan bagian lainnya untuk kemudian dikonstruksikan
ataupun didekontruksikannya menjadi suatu susunan sebagai alat
untuk membuka jendela pengetahuan dengan mencari tahu rahasia
alam yang ada, sehingga dapat terus mnegurangi keraguan dalam
diri manusia.
Filsafat kritis adalah filsafat yang memerdekakan manusia
sebagai subjek yang berani untuk berfikir sendiri menjadi seorang
persona juga dapat membuat manusia mampu berpartisipasi dalam
hidupnya sendiri. Tidak hanya itu, filsafat kritis juga
menumbuhkan kerendahhatian dalam diri tiap orang sehingga manusia
tidak melulu memikirkan dirinya yang telah menjadi subjek tetapi
juga memikirkan manusia-manusia lain yang telah menjadi subjek
30
31
yang bersama-sama hendak bersolidaritas menjalani kehidupannya.
Jadi filsafat kritis ialah filsafat yang emansipatoris dan juga
partisipatif dalam dunia kehidupan manusia di dunia ini dan
menjadi ladang yang subur bagi tumbuhnya filsafat hukum sebagai
filsafat khusus yang kita kenal.7
Dalam Filsafat Hukum juga dibedakan berbagai wilayah bagian,
antara lain:
1. Ontologi Hukum: penelitian tentang hakiakt hukum dan
hubungan antara hukum dan moral.
2. Aksiologi Hukum: penetapan isi nilai-nilai, seperti
keadilan, kepatutan, persamaan, kebebasan, dan
sebagainya.
3. Ideologi Hukum: pengejawantahan wawasan menyeluruh
tentang manusia dan masyarakat.
4. Epistemologi Hukum: penelitian terhadap pertanyaan sejauh
mana pengetahuan tentang “hakikat” hukum dimungkinkan.
5. Teologi Hukum: menentukan makna dan tujuan dari hukum.
6. Teori-ilmu dari hukum: ini adalah filsafat sebagai meta-
teori tentang Teori Hukum dan sebagai meta-teori dari
Dogmatika Hukum.
7. Logika Hukum: Penelitian tentang kaidah-kaidah berfikir
yuridik dan argumentasi yuridik. Bagian ini sering7 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang. Pengantar ke Filsafat Hukum, (Jakarta: KENCANA, 2008), hlm. 6.
31
32
dipandang sebagai suatu bidang studi tersendiri, yang
telah melepaskan diri dari Filsafat Hukum.
Adapun Filsafat Hukum Menurut Para Ahli :
Menurut Soetikno
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia
inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang
tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum
sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai
nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia
berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari
hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi
kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan
yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu,
filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing
mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum
positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan
mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta
system hukumnya sendiri.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai,
kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai,
32
33
misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman,
antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau
konservatisme dengan pembaruan.
Menurut Lili Rasjidi
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi
latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera”
sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normatif, seperti halnya
dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu
cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi
berlakunya system hukum positif suatu masyarakat.
Kehadiran filsafat hukum memiliki arti dan peran besar bagi
eksistensi dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan hukum termasuk
ilmu hukum dalam masa-masa dulu hingga sekarang. Para filsuf
hukum senantiasa mempertanaykan pertanyaan-pertanyaan yang pada
hakikatnya adalah pertanayan yang terpenting atau pokoknya saja
yangberkenaan dengna masalah hukum samapai pada akarnya.
Pemikiran filsafat hukum dilakukan samapai mencapai batas
marginal atau sampai pada batas kemnampuan pemikiran manusia,
yang terletak pada batasa antara lingkungan empiris dan
lingkungan metafisika, oleh karena itu sifat dari kedalaman
pengetian filasaft hukum adalah samapai opada tindakan yang
paling mendasar dan sekaligus bersifat kritis, tidak dogmatis dan
tidak skeptis.
33
34
Filsafat hukum ialah hasil pemikiran yang metodis,
sistematis dan radikal mengenai hakikat dan fundamental dan
marginal dari hukum dalam segala aspeknya, yang peninjauannya
berpusat pada empat masalah pokok yaitu:8
Hakikmat pengertian hukum
Cita dan tujuan hukum
Berlakunya hukum
Pengalaman atau pemgamalan hukum
Filsafat hukum mengandung juga aspek dan momentum pandangan
hidup dan dunia. Ini berarti filsafat juga mengandung pula makna
praktis dan penerapan , tidak berhenti pada perenungan teoritis
abstrak tentang hakikat, kebenaran, dan kearifan (wisdom), baik
yang transendental kritis logis, maupun yan gtransndetal
fenomenologis, tetapi sekaligus mengandung karsa dan dorongan
semagnat menghadapi, mengulangi, dan mencari jalan keluar dari
tantangan dalam kehidupan.
Filsafaf hukum juga mempunyai nilai abstraksi yang sangat
tinggi, yang merupakan suatu teori payung (grand thoery), tidak
dapat digunakan secara langsung sebagai suatu landasan teorikan
suatu pemecahan masalah-masalah hukum yang aktual. Filsafat hukum
merupakan bagian khusus dari filsafat pada umumnya, maka berarti
filsafat hukum hanay mempelajari hukum secara khusus, sehingga
8 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H,.M.Si dan Dr. Abdul Halim Barkattullah, S.Ag.,S.H., M.Hum. Filsafat Teori dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hlm. 6.
34
35
hal-hal nonhukum menjadi tidak relevan dalam pengkajian filsafat
hukum.
Secara sederhana dapat dikatan bahwa filsafat hukum adalah
cabagn filsafat, yaitu filsafat tingkahlaku atau etika, yang
mempelajari hakikat hukum. Dengan pertkataan lain, filsafat hukum
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosifis, jadi objek
filsafat hukum adalah hukum dan objek tersebut dikaji secara
mendalamsamapai kepada inti atau dasarnya, yang disebut hakikat.9
D. Pengertian Hukum dan Filsafat Hukum dalam Islam
Filsafat hukum lebih mengulas tentang tujuan atau akhir
hukum dan keadilan dianggap sebagai tujuan tertinggi.10 Karena
keadilan mutlak yang harus dituntut untuk usaha-usaha filsafat
hukum dahulu maupun sekarang. Hukum islam atau syari’ah dalam
teori klasik adalah perintah Tuhan yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad SAW. Hukum islam merupakan sistem ketuhanan yang
mendahului Negara islam dan tidak didahului olehnya, mengontrol
masyarakat dan tidak dikontrol olehnya.
Perlu diingat bahwa filsafat hukum islam (syari’ah) adalah
pola yang lengkap dan yang mencakup semua perintah sosial yang
jangkauannya tidak hanya mencakup dunia saja, tetapi akhirat pun
juga iya. Syari’ah membahas semua aspek kehidupan dan memberikan
9 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H,.M.Si dan Dr. Abdul Halim Barkattullah, S.Ag.,S.H., M.Hum. Filsafat Teori dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hlm. 10.10 Mohammad Moslehuddin, “Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran Orientalis: Filsafat Hukum”,
(yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, januari 1997), hlm. 35
35
36
arah bagi kehidupan. Jadi, ini merupakan kesatuan organik yang
masing-masing bagiannya tidak dapat dipisahkan.
Filsafat hukum islam terkandung dalam arti hikmah, falsafah
asrar bahkan illat hukum. Walaupun tidak sempurna tapi semua itu
saling terkait, apalagi dihubungkan dengan tinjauan kajian-kajian
filasafat saat ini11. Pengertian hukum islam sendiri dalam
khasanah literatur intelektual muslim, terutama yang dipahami
masyarakat muslim tidak jarang memiliki perbedaan antara
pengertian syari’ah dan fiqh.
Berikut ini adalah beberapa pengertian menurut para ahli,
yaitu sebagai berikut:
1. Sidi Gazalba: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia itu
menurunkan nakal (wahyu atau sunnah) untuk dia. Dengan akal
itu ia membentuk pengetahuan, apabila pengetahuan manusia
itu digerakkan oleh akal, menjadilah ia filsafat Islam.
Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang gaib) yang tidak
mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat
Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran
sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang
bersistem, radikal, dan umum.
2. Ahmad Fuad al-Ahwani : Filsafat Islam adalah pembahasan
tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.11 Miftahul Huda,” Filsafat Hukum Islam: Pengertian Filsafat Hukum Islam”, (Yogyakarta:
Sukses grafia ,agustus 2006), hlm. 3
36
37
3. Mustofa Abdur Razik : Filsafat Islam adalah filsafat yang
tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam,
tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya.
Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-
orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitab-kitab
filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam
sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.
4. Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah
berarti bahwa ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun
demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam,
karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai
peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri
dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional.
Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup seluruh studi
filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya
orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun orang-
orang Yahudi.
Hukum Islam mengacu pada pandangan hukum yang mengatakan
bahwa hukum Islam itu diciptakan karena ia mempunyai maksud dan
tujuan. Tujuan dari adanya hukum Islam adalah terciptanya
kedamaian di dunia dan kebahagian di akhirat.Jadi hukum Islam
bukan bertujuan meraih kebahagaiaan yang fana’ dan pendek di
dunia semata, tetapi juga mengarahkan kepada kebahagiaan yang
kekal di akhirat kelak.Inilah yang membedakannya dengan hukum
manusia yang menghendaki kedamaian di dunia saja.
37
38
Dengan adanya Filsafat Hukum Islam, dapat dibuktikan
bahwa hukum Islam mampu memberikan jawaban terhadap tantangan
zaman dan merupakan hukum terbaik sepanjang zaman bagi semesta
alam.
38
39
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak ada pengertian yang sempurna mengenai hukum. Namun
para pakar berusaha memberikan jawaban yang mendekati kebenaran.
Diantaranya:
Hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan
tingkah laku manusia di dalam lalu lintas hidup.
Intisari filsafat ialah berfikir secara mendalam tentang
sesuatu, mengetahui apa, bagaimana, mengapa, dan nilai-nilai dari
seseuatu itu. Intisari hikmah memahami wahyu secara mendalam
dengan yang ada pada diri manusia sehingga mendorong orang yang
mengetahuinya untuk beramal dan bertindak sesuai dengan
pengetahuannya itu.
Filsafat hukum ialah hasil pemikiran yang metodis,
sistematis dan radikal mengenai hakikat dan fundamental dan
marginal dari hukum dalam segala aspeknya, yang peninjauannya
berpusat pada empat masalah pokok yaitu:12
Hakikmat pengertian hukum
Cita dan tujuan hukum
Berlakunya hukum
12 Prof. Dr. Teguh Prasetyo, S.H,.M.Si dan Dr. Abdul Halim Barkattullah, S.Ag., S.H., M.Hum. Filsafat Teori dan Ilmu Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). Hlm. 6.
39
40
Pengalaman atau pemgamalan hukum
Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada
hukum Islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu,
yaitu hukum Islam. Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat
yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis
sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis
hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Moslehuddin, Mohammad 1997. Filsafat Hukum Islam Dan Pemikiran
Orientalis: Filsafat Hukum. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Huda, Miftahul. 2006. Filsafat Hukum Islam: Pengertian Filsafat
Hukum Islam.Yogyakarta: Sukses Grafika
Ali, Zainuddin. 2009. Filsafat Hukum . Jakarta : Sinar grafika
Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manulang . 2011. Pengantar
ke Filsafat Hukum .Jakarta: kencana
Kansil, C.S.T . 1986. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barakattullah. 2013. Filsafat Teori
dan Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers.
40