BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakan Masalah
Penulisan ini mengangkat judul makalah tentang
kemasyarakatan dalam Islam ditinjau dari beberapa
latar belakang di bawah ini.
1. Manusia berasal dari satu diri yang kemudian
berkembang menjadi suku-suku dan berbangsa-bangsa.
Semua manusia berasal dari sumber yang
satu,kemudian berkembang menjadi berbagai macam
warna,ras,budaya,dan bangsa. Mereka harus tetap
saling mendekati, saling menghormati dalam
interaksi sosial. (Annisa:1, Alhujurat:13).
2. Perbedaan ras, suku, agama, dll.
Manusia di dunia diciptakan beragam dan berbeda-
beda. Perbedaan yang sangat menonjol adalah
perbedaan fisik. Misalnya perbedaan warna kulit,
bentuk mata, bentuk rambut, tinggi badan, dsb.
Perbedaan ras dan suku sering menimbulkan
pertengkaran dan pertikaian. Bahkan tidak jarang
sampai menimbulkan pertumpahan darah. Tindakan
seperti ini sangat tidak mencerminkan perilaku
Islam. Padahal Islam tidak mengajarkan hal seperti
itu. Allah menciptakan manusia yang bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa bukanlah untuk bersaing
1
menonjolkan keunggulanya lalu menimbulkan
pertikaian, akan tetapi agar mereka saling
mengenal satu sama lain lalu bersaudara. Seperti
firman Allah :
”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (Q.S.Al
Hujurat:13)
3. Hanya ketaqwaan yang membedakan derajat manusia di
mata Allah SWT.
Pada dasarnya mereka mempunyai kedudukan yang sama
yang memberikan keunggulan diantara mereka adalah
kualitas taqwanya.
Seperti firman Allah: ”Sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu sekalian di sisi Allah adalah
yang paling taqwa diantara kamu”(Q.S Alhujurat:13)
Oleh karena adanya keanekaragaman budaya, agama,
tradisi dan lain-lain itu, maka manusia harus
memberlakukan upaya bersama atas dasar nilai
kebaikan (Albirr) dan ketaqwaan (At-taqwa), dan
jangan melakukan upaya bersama atas dasar nilai
kedosaan (Al-itsm) dan permusuhan (Almaidah:2).
Adapun perbedaan-perbedaan yang ada diantara
mereka dan sulit dikompromikan,serahkan saja
2
penilaian dan keputusan akhirnya kepada Tuhan (Al-
Baqoroh:113).
B. Rumusan Masalah
Setelah penulis mengungkapkan inti permasalahan
pada uraian latar belakang diatas. Maka penulis
mencoba merumuskan masalah kedalam kalimat-kalimat
pertanyaan berikut:
1. Bagaimana Dasar Pembentukan Keluarga?
2. Apa saja Ciri dari Masyarakat Islam?
3. Apa Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat?
4. Apa yang dimaksud dengan Keadilan Sosial dan
Kesejahteraan Masyarakat?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah
ini adalah:
1. Untuk mengetahui Dasar Pembentukan Keluarga
2. Untuk mengetahui Ciri dari Masyarakat Islam
3. Untuk mengetahui Kewajiban dan Hak Anggota
Masyarakat
4. Unuk mengetahui Keadilan Sosial dan Kesejahteraan
Masyarakat
3
BAB II
PEMBAHASAN
Kemasyarakatan dalam Islam
Masyarakat Islam adalah kelompok manusia dimana
hidup terjaring kebudayaan Islam, yang diamalkan oleh
kelompok itu sebagai kebudayaannya. Dalam artian,
kelompok itu bekerja sama dan hidup bersama berasaskan
prinsip Al-Qur’an dan Hadist dalam kehidupan.
Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat
atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang
menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat
harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi
kesatuan dan kerjasama umat menuju adanya suatu
pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan
keadilan.
A. Dasar Pembentukan Keluarga
Perkawinan dari sudut pandang Islam merupakan
sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung
karunia yang besar dan hikmah yang agung. Melalui
perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan
wanita (yang secara fitrahnya saling tertarik)
dengan aturan yang khusus. Dari hasil pertemuan ini
juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah
satu tujuan dari perkawinan tersebut. Dan dari
4
perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga yang
diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan
sebagai konsekuensi dari sebuah perkawinan.
Islam telah memerintahkan dan mendorong untuk
melakukan pernikahan. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud
ra yang berkata bahwasanya Rosulullah SAW bersabda :
"Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu
telah mampu memikul beban, maka hendaklah ia kawin,
karena dengan menikah dapat menundukkan pandangan
dan menjaga ke’hormatan’, dan barang siapa yang
belum mampu hendaklah ia berpuasa, karena dengan
puasa itu dapat menjadi perisai"
Dari pertemuan antara wanita dan pria inilah
kemudian muncul hubungan yang berkait dengan
kemaslahatan mereka dan kemaslahatan masyarakat
tempat mereka hidup dan juga hubungannya dengan
negara. Hal ini mengingat ciri khas pengaturan Islam
(syariat Islam) atas manusia selalu mengaitkannya
dengan masyarakat dan negara. Sebab definisi dari
masyarakat sendiri adalah ‘ Kumpulan individu (manusia)
yang terikat oleh pemikiran, perasaan dan aturan (sistem) yang satu
(sama). Hal ini berarti dalam sebuah masyarakat mesti
ada interaksi bersama antar mereka yang terjadi
secara terus menerus dan diatur dalam sebuah aturan
yang fixed. Rosulullah SAW telah menjelaskan status
5
dan hubungan individu dengan masyarakat dengan
sabdanya :
"Perumpamaan orang-orang Muslim, bagaimana kasih
sayang yang tolong menolong terjalin antar mereka,
adalah laksana satu tubuh. Jika satu bagian merintih
merasakan sakit, maka seluruh bagian tubuh akan
bereaksi membantunya dengan berjaga (tidak tidur)
dan bereaksi meningkatkan panas badan (demam)". (HR
Muslim)
Oleh karena itu, Islam memandang individu-
individu, keluarga, masyarakat dan negara sebagai
umat yang satu dan memiliki aturan yang satu. Di
mana dengan peraturan dan sistem nilai tersebut,
manusia akan dibawa pada kehidupan yang tenang,
bahagia dan sejahtera.
Menurut Shihab, beberapa faktor untuk membentuk
keluarga sakinah: (a) Kesetaraan. Kesetaraan ini
mencakup banyak aspek, seperti kesetaraan dalam
kemanusiaan. (b) Musyawarah. Pernikahan yang sukses
bukan saja ditandai oleh tidak adanya cekcok antara
suami/istri karena bisa saja cekcok terjadi bila
salah satu pasangan tidak bisa menerima semua yang
dikehendaki oleh pasangannya. Dari berbagai problem
rumah tangga, bimbingan dan konseling terhadap
berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi
konseling keluarga Islam yaitu membantu agar klien
6
dapat menjalani kehidupan berumah tangga secara
benar, bahagia dan mampu mengatasi problem-problem
yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena
itu maka konseling keluarga khususnya yang islami
pada prinsipnya berisi dorongan untuk menghayati
kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan dan
tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam.
B. Ciri Masyarakat Islam
Dasar masyarakat dalam ajaran Islam adalah Islam
itu sendiri. Karena manusia semuanya diperintahkan
untuk menganutnya, dan diperintahkan mengetahui
kedudukannya dalam kehidupan ini dan mengetahui
hubungan manusia dengan alam dan sebab apa dia
dijadikan. Islam mengarahkan pemikiran manusia,
perbuatan dan tindak tanduknya, dan yang menjadi
dasar pegangannya dalam semua keadaan. Kalau manusia
dianggap sebagai makhluk sosial, maka Islam
mengarahkan mereka dalam membina masyarakat ini dan
sistem Islamlah yang menjadi pilihannya. Denagn kata
lain, haruslah pembinaan didasarkan kepada Dienul
Islam sehingga setiap individu berbuat sesuai dengan
ajaran Islam, baik dia sebagai individu maupun
sebagai masyarakat. Begitu juga masyarakatnya
dijadikan suatu masyarakat yang diatur oleh Islam
yang menjadi kepercayaan masyarakatnya. Denagn
7
demikian setiap orang yang menganut Islam dan
meyakininya, dapat menjadi anggota masyarakat Islam
dan berkewajiban mempertahankan serta berusaha untuk
mencapai tujuannya.
Sebenarnya ciri-ciri masyarakat Islam sudah
tercakup dalam dasar sistem masyarakat Islam, namun
dalam pembahasan berikut adalah masalah ciri-ciri
yang menonjol, antara lain :
1. Pemeliharaan Norma-norma Akhlaq
Akhlaq mempunyai kedudukan penting dalam
Islam, dan pengaruhnya sangat besar dalam pelbagai
peraturan-peraturan dan diantaranya dalam sistem
masyarakat. Peraturan-peraturan dalam Islam sangat
mementingkan kersihan masyarakat dari perbuatan-
perbuatan tercela. Islam memberikan hukuman setiap
perbuatan yang diharamkan juga sangat mencela
orang yang berbuat kemungkaran. Oleh karena itu
setiap ada kemungkaraan wajib dicegah, tidak boleh
dibiarkan berlaku dalam masyarakat Islam, karena
kemungkaran laksana penyakit yang berbahaya, yang
kalau dibiarkan hidup dan berkembang tubuh akan
binasa.
Rasulullah bersabda :
"Wahai manusia! Barangsiapa yang mengerjakan
sedikit dari kemungkaran maka ditutupnya dan dia
dalam tutupan Allah dan barangsiapa membukakannya,
8
kami laksanakan kepadanya had (hukuman)". (Al
Hadits)
2. Berlaku Adil
Keadilan merupakan salah satu bagian yang
mulia dan puncak akhlaq yang baik. Islam sangat
menekankan akan pentingnya keadilan, berlaku adil.
Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kaum kerabat
(apa yang mereka perlukan) dan melarang perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberikan
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran". (QS An-Nahl (16), 90)
"Dan apabila kamu menerapkan hukum diantara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil" (QS
An-Nisa (4), 58)
"Jika golongan itu kembali (kepada perintah
Allah) maka demikianlah antara keduanya dengan
adil dan berlaku adillah kamu" (QS Al-Hujurat
(49), 9)
Beberapa ayat diatas bertalian erat dengan
keadilan, dan sekaligus amat melarang berlaku
dzalim. Dengan demikian semakin jelas bahwa
keadilan (berlaku adil) adalah syarat penting
dalam Islam. Dapat dikatakan bahwa Islam adalah
agama Keadilan dalam segala-galanya.
9
3. Keluarga adalah Pondasi Masyarakat
Keluarga adalah merupakan basis kekuatan
masyarakat, karena masyarakat merupakan kumpulan
dari keluarga-keluarga, dan keluarga laksana sel-
sel yang membentuk tubuh. Kalau keluarga baik
niscaya masyarakatpun akan baik, sebaliknya kalau
keluarga rusak niscaya rusak pula masyarakatnya.
Karena itu Islam selalu menaruh perhatian khusus
dalam masalah keluarga, dan peraturan-peraturan
yang mengatur keluarga sangat banyak dalam Islam.
Aturan datam pembentukan keluarga cukup
banyak, mulai masalah perkawinan, bagaimana
prosedur perkawinan, hak-hak suami dan istri,
bagaimana aturan dalam berpoligami, perceraian
beserta syarat-syaratnya, hak-hak anak dalam
keluarga, perasaan solidaritas sesama anggota
keluarga, posisi wanita dalam Islam, tata susila
yang harus dilaksanakan kaum wanita, dan
sebagainya. Semua aturan itu harus dilaksanakan
oleh seluruh umat Islam dalam rnembina
keluarganya.
4. Amar Makruf dan Nahi Mungkar
Sebagaimana telah ditegaskan, kehadiran
masyarakat Islam berfungsi antara lain sebagai
wadah implementasi syariat Allah swt. Mereka
10
adalah orang-orang yang mewujudkan tujuan
keberadaan manusia, yakni pengabdian utuh kepada
Allah.
Dengan begitu, layaklah mereka mendapat segala
kebaikan dari sang Maha Pencipta. “Dan sekiranya
penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa
mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan,” (QS
Al-A’raf [7]:96).
Namun, tentu, masyarakat Islam—bahkan yang
dibina langsung oleh Rasulullah saw--bukan
masyarakat malaikat. Mereka manusia biasa dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Di antara
mereka ada yang lemah lembut, kasar, penyabar
hingga temperamental. Ada pula yang melakukan
kesalahan dan penyimpangan. Justru kepada
merekalah hukum-hukum Islam, baik yang termaktub
di dalam Qur'an maupun Sunnah, ditujukan.
Kondisi itu menegaskan dua hal. Pertama,
kemanusiawian masyarakat yang dibina Rasulullah
saw membuat kita berada dalam ruang kemampuan
untuk meneladaninya. Kedua, untuk mengawal dan
memastikan masyarakat Islam berada dalam garis
syariat-Nya, perlu upaya-upaya untuk memotivasi
potensi positif (kebaikan) dan mengeliminir
11
potensi negatif (keburukan), biasa kita sebut amar
makruf dan nahi mungkar.
Itulah salah satu karakter masyarakat beriman,
sebagaimana dikatakan Allah swt dalam firman-Nya,
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana,” (QS At-
Taubah [9]:71).
Di dalam masyarakat Islam, tidak boleh ada
orang saleh yang menikmati kesalehannya sendiri
tanpa mempedulikan orang lain. Hadits Rasulullah,
"Siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran
maka ia harus mengubahnya dengan tangannya. Jika
ia tidak bisa maka ia harus mengubahnya dengan
lidahnya. Jika ia tidak bisa maka ia harus
mengubahnya dengan hatinya. Dan itu adalah
selemah-lemah iman,” (HR Muslim).
Rasulullah juga memberikan ilustrasi tentang
bahaya meninggalkan amar makruf nahi mungkar.
“Perumpamaan orang-orang yang melaksanakan hukum-hukum
Allah dengan orang-orang yang melanggarnya bagaikan
sekelompok orang yang naik kapal. Lalu mereka melakukan
undian untuk menentukan siapa yang duduk di bagian atas dan
12
siapa yang duduk di bagian bawah (dek). Orang-orang yang duduk
di bagian bawah itu harus naik ke atas jika mereka membutuhkan
air. Lalu salah satu dari mereka mengatakan, 'Sebaiknya kita
membolongi tempat kita ini sehingga kita tidak mengganggu
orang lain.' Jika orang-orang yang ada di atas membiarkan
mereka melaksanakan apa yang mereka inginkan maka niscaya
akan binasalah semuanya. Namun jika mereka membimbingnya
maka mereka yang ada di atas akan selamat dan selamat pula
mereka yang ada di bawah,” (HR Bukhari).
Atas dasar itu, kita boleh berkoalisi atau
bekerja sama dengan siapa pun tapi hanya dalam
kebaikan (makruf). Ikatan koalisi, kerja sama, apa
pun namanya, harus dipertahankan selama tidak ada
alasan untuk membatalkannya. Sebaliknya, ketika
ada tuntutan menutup-nutupi kebenaran dengan dalih
menjaga keutuhan kebersamaan, maka meninggalkan
kebersamaan adalah sebuah konsekuensi dari pilihan
terbaik kita, yakni memerintah kepada kebaikan dan
mencegah kemungkaran.
5. Cinta Ilmu Pengetahuan dan Melarang Kebodohan
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang cinta
ilmu pengetahuan dan memerangi kebodohan. Kalau
kita menelisik sejarah “pencarian” hadits oleh
para ulama, kita akan terperangah dengan perilaku
yang tidak pernah kita bayangkan. Contoh, seorang
ulama hadits bisa mengembara berbulan-bulan hanya
13
untuk menelusuri kebenaran sebuah hadits. Islam
memang menghendaki umatnya melakukan hal itu
(perhatikan QS Az-Zumar [39]:9) dan Al-Mujadilah
[58] 11).
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menempuh
jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan
baginya jalan ke surga.” Beliau juga berkata,
“Keutamaan ilmu lebih aku sukai daripada keutamaan
ibadah.” (Ath-Thabrani)
Dengan hadits itu, Rasulullah saw menegaskan
bahwa ilmu lebih utama dari ibadah. Sebab, ibadah
manfaatnya kembali kepada diri sendiri sedangkan
ilmu bermanfaat untuk banyak orang.
Karena itu tidaklah mengherankan bila
masyarakat Islam dicatat dalam sejarah sebagai
gudang para ilmuwan. Bukan hanya di bidang
keagamaan, melainkan dalam segala bidang keilmuan.
Kepakaran para ulama Islam meliputi banyak
spesialisasi, seperti kedokteran, matematika,
fisika, kimia, psikologi, dan sebagainya.
6. Fitrah dan Keseimbangan Terpelihara
Hal yang tak kalah pentingnya dari itu semua
adalah bahwa di dalam masyarakat Islam, fitrah
manusia terpelihara dan potensi berkembang.
Mengapa demikian? Ajaran Islam yang menjadi
14
pegangan bagi masyarakat Islam adalah agama yang
sesuai fitrah manusia.
Orang yang dikategorikan saleh dalam pandangan
agama Islam bukanlah yang meninggalkan fitrah
melainkan justru yang menjaga fitrah. Oleh karena
itu Islam tidak memuji orang yang membujang
padahal ia mampu menikah. Sedangkan agama lain ada
yang melarang tokoh agamanya menikah.
Masyarakat Islam juga menjadi masyarakat yang
hidup tenteram karena kehidupannya penuh dengan
keseimbangan dalam segala hal. Seimbang antara
pelayanan terhadap ruhani, jasad, dan akal.
Seimbang pula antara usaha dan pengharapan.
Keseimbangan adalah salah satu sumber kebahagiaan
manusia dalam hidupnya.
C. Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat
Sudah menjadi kenyataan bahwa hidup kita ini tidak
akan terlepas darihidup orang lain. Tiap-tiap
pribadi terikat oleh pribadi lain. Kelompok-kelompok
pribadi itu membentuk suatu kehidupan bersama dalam
suatu lingkungan, yang disebut masyarakat. Kita
masing-masing mempunyai lingkungan keluarga. Itulah
masyarakat yang terkecil yang disebut masyarakat
keluarga. Seterusnya kita menyadari bahwa diluar
masyarakat keluarga kita mempunyai masyarakat, yang
15
warganya mempunyai kepentingan bersama, misalnya
masyarakat sekolah dan yang lebih luasnya lagi
masyarakat umum.
Didalam masyarakat itu kita masing-masing saling
tergantung satu sama lain, masing-masing saling
melayani. Disitu terjadi arus timbal balik di antara
sesama warga masyarakat. Kelangsungan arus timbal-
balik antara warga yang satu dan yang lain itulah
yang menyebabkan kesatuan dan kerukunan, yang
membawa hidup sejahtera. Hidup sejahtera itu dapat
terwujud bila kebutuhan hidup dapat terpenuhi.
Kebutuhan itu akan terpenuhi apabila kita
menjalankan tugas dan kewajiban kita sebaik-baiknya.
Sebagai warga masyarakat, kita masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukan
dan kemampuan kita.
Didalam masyarakat keluarga, kita mempunyai
kedudukan yang disertai hak dan kewajiban. Ayah
kewajiban nya sebagai pemimpin keluarga.
Kewajibannya adalah mengatur keluarga, mencari
nafkah untuk keluarga, mencarikan pakaian untuk
keluarga, dan membuatkan rumah tempat berteduh bagi
keluarganya. Ayah dalam kedudukannya yang demikian
mempunyai hak, yaitu hak dibantu di dalam
melaksanakan tugasnya serta hak diturut nasihat dan
petunjuk-petunjuknya, sedangkan anak mempunyai
16
kedudukan sebagai warga atau anggota keluarga, yang
mempunyai hak dilindungi, hak diberi makan, hak
disekolahkan, dan sebagainya. Akan tetapi, anak
mempunyai kewajiban membantu orang tua dan kewajiban
mengindahkan nasihat orang tua.
Di dalam masyarakat umum kita mempunyai
kedudukan yang membawa hak dan kewajiban kita
masing-masing. Pemimpin RT atau RK/RW mempunyai hak
dan kewajiban. Ia berkewajiban mengatur
lingkungannya agar terjadi kihidupan yang baik. Ia
berhak memperingatkan anggota lingkungannya yang
berbuat kurang baik. Ia berhak, bahkan berkewajiban
menghalang-halangi setiap perbuatan lingkungannya
yang akan merusak kehidupan bersama. Pemimpin dalam
lingkungan RT atau RK/RW berkewajiban menjaga hak
dan kewajiban warga masyarakat agar tetap berjalan
lancar. Sebaliknya, para anggota masyarakat karena
kedudukannya sebagai anggota, mempunyai hak dan
kewajiban sesuai dengan kedudukannya itu. Karena
para anggota ini berhak atas kehidupan yang serasi,
aman, teratur, dan sejahtera, maka para warga dan
anggota masyarakat itu berkewajiban:
Menjaga kerukunan hidup dengan tetangga atas dasar
saling menghormati;
Ikut menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan;
17
Menaati peraturan yang berlaku di dalam lingkungan
itu atas dasar kepentingan bersama;
Membatasi diri jangan sampai mengganggu hak dan
kemerdekaan orang lain atas dasar persamaan hak
dan kewajiban. Oleh karena itu, kita wajib menjaga
nama baik setiap keluarga.
Banyak sekali hak dan kewajiban kita sebagai warga
negara masyarakat. Di dalam masyarakat ini, kalau
setiap warga mementingkan haknya masing-masing,
kepentingan bersama akan terabaikan dan kewajiban
kita akan terbengkalai. Ini bertentangan dengan
dasar kehidupan masyarakat. Maka dari itu, marilah
kita bersama mengutamakan kewajiban kita atau
mendahulukan kewajiban kita.
D. Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
1. Keadilan Sosial
Al-Quran menetapkan bahwa salah satu sendi
kehidupan bermasyarakat adalah keadilan. Tidak
lebih dan tidak kurang. Berbuat baik melebihi
keadilan –seperti memaafkan yang bersalah atau
memberi bantuan kepada yang malas– akan dapat
menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Memang Al-Quran memerintahkan perbuatan adil
dan kebajikan seperti bunyi firman-Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil
18
dan berbuat kebajikan” (QS Al-Nahl [16]: 90),
karena ihsan (kebajikan) dinilai sebagai sesuatu
yang melebihi keadilan. Namun dalam kehidupan
bermasyarakat, keadilan lebih utama daripada
kedermawanan atau ihsan.
Ihsan adalah memperlakukan pihak lain lebih
baik dari perlakuannya, atau memperlakukan yang
bersalah dengan perlakuan yang baik. Ihsan dan
kedermawanan merupakan hal-hal yang baik pada
tingkat antar individu, tetapi dapat berbahaya
jika dilakukan pada tingkat masyarakat.
Imam Ali r.a. bersabda, “Adil adalah
menempatkan sesuatu pada tempatnya, sedangkan
ihsan (kedermawanan) menempatkannya bukan pada
tempatnya.” Jika hal ini menjadi sendi kehidupan
bermasyarakat, maka masyarakat tidak akan menjadi
seimbang. Itulah sebabnya, mengapa Nabi Saw.
menolak memberikan maaf kepada seorang pencuri
setelah diajukan ke pengadilan, walau pemilik
harta telah memaafkannya.
Shafwan bin Umayyah dicuri pakaiannya oleh
seseorang. Dia menangkap pencurinya dan membawanya
kepada Nabi Saw. Beliau memerintahkan memotong
tangan pencuri, tetapi Shafwan memaafkan, maka
Nabi Saw. bersabda.
19
“Seharusnya ini (pemanfaan) sebelum engkau
membawanya kepadaku” (Diriwayatkan oleh Ahmad At-
Tirmidzi dan An-Nasa’i).
Hidup adalah perjuangan. Yang baik dan
bermanfaat akan bertahan, sedang yang buruk
akhirnya hancur. Demikian ketetapan Ilahi.
Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu
yang tak ada harganya, sedangkan yang memben
manfaat bagi manusia itulah yang tetap bertahan di
bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan (QS Al-Raid [13]: 17).
Potensi dan kemampuan manusia berbeda-beda,
bahkan potensi dan kemampuan para rasul pun
demikian (QS Al-Baqarah [2]: 253). Perbedaan
adalah sifat masyarakat, namun hal itu tidak boleh
mengakibatkan pertentangan. Sebaliknya, perbedaan
itu harus mengantarkan kepada kerja sama yang
menguntungkan semua pihak. Demikian kandungan
makna firman-Nya pada surat Al-Hujurat (49): 13.
Dalam surat Az-Zukhruf (43): 32 tujuan perbedaan
itu dinyatakan:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan di antara mereka
(melalui sunnatullah) penghidupan mereka di dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beaberapa tingkatan, agar
20
mereka dapat saling menggunakan (memanfaatkan
kelebihan dan kekurangan masing-masing) rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Setiap anggota masyarakat dituntut untuk
fastabiqul khairat (berlomba-lombalah di dalam
kebajikan) (QS Al-Baqarah [2]: 148). Setiap
perlombaan menjanjikan “hadiah”. Di sini hadiahnya
adalah mendapatkan keistimewaan bagi yang
berprestasi. Tentu akan tidak adil jika peserta
lomba dibedakan atau tidak diberi kesempatan yang
sama. Tetapi, tidak adil juga bila setelah
berlomba dengan prestasi yang berbeda, hadiahnya
dipersamakan, sebab akal maupun agama menolak hal
ini.
Tidaklah sama antara Mukmin yang duduk (tidak
berjuang) kecuali yang uzur, dengan orang yang
berjuang di jalan Allah dengan harta dan jiwa
mereka. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang
duduk (tidak ikut berjuang karena uzur) satu
derajat. Dan kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan imbalan baik… (QS Al-Nisa’ [4]: 95).
Adakah sama orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? (QS Al-Zumar
[39]: 9).
21
Keadilan sosial seperti terlihat di atas,
bukan mempersamakan semua anggota masyarakat,
melainkan mempersamakan mereka dalam kesempatan
mengukir prestasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan
sosial didefinisikan sebagai “kerja sama untuk
mewujudkan masyarakat yang bersatu secara organik,
sehingga setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh
berkembang sesuai kemampuan masing-masing.”
Jika di antara mereka ada yang tidak dapat
meraih prestasi atau memenuhi kebutuhan pokoknya,
masyarakat yang berkeadilan sosial terpanggil
untuk membantu mereka agar mereka pun dapat
menikmati kesejahteraan. Keadilan sosial semacam
inilah yang akan melahirkan kesejahteraan sosial.
2. Kesejahteraan Masyarakat
“Sejahtera” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah “aman, sentosa dan makmur;
selamat (terlepas) dari segala macam gangguan,
kesukaran dan sebagainya.” Dengan demikian
kesejahteraan sosial, merupakan keadaan masyarakat
yang sejahtera.
Sebagian pakar menyatakan bahwa kesejahteraan
sosial yang didambakan Al-Quran tecermin dari
surga yang dihuni oleh Adam dan istrinya, sesaat
22
sebelum turunnya mereka melaksanakan tugas
kekhalifahan di bumi. Seperti telah diketahui,
sebelum Adam dan istrinya diperintahkan turun ke
bumi, mereka terlebih dahulu ditempatkan di surga.
Surga diharapkan menjadi arah pengabdian Adam
dan Hawa, sehingga bayang-bayang surga itu
diwujudkannya di bumi, serta kelak dihuninya
secara hakiki di akhirat. Masyarakat yang
mewujudkan bayang-bayang surga itu adalah
masyarakat yang berkesejahteraan.
Kesejahteraan surgawi dilukiskan antara lain
dalam peringatan Allah kepada Adam:
Hai Adam, sesungguhnya ini (Iblis) adalah musuh
bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan
sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga,
yang akibatnya engkau akan bersusah payah.
Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di sini
(surga), tidak pula akan telanjang, dan
sesungguhnya engkau tidak akan merasa dahaga
maupun kepanasan (QS Thaha [20]: 117- 119)
Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, den
papan yang diistilahkan dengan tidak lapar,
dahaga, telanjang, dan kepanasan semuanya telah
terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini
merupakan unsur pertama dan utama kesejahteraan
sosial.
23
Dari ayat lain diperoleh informasi bahwa
masyarakat di surge hidup dalam suasana damai,
harmonis, tidak terdapat suatu dosa, dan tidak ada
sesuatu yang tidak wajar, serta tiada pengangguran
ataupun sesuatu yang sia-sia:
Mereka tidak mendengar di dalamnya (surga)
perkataan sia-sia; tidak pula (terdengar adanya)
dosa, tetapi ucapan salam dan salam (sikap damai)
(QS Al-Waqi’ah [56]: 25 dan 26).
Mereka hidup bahagia bersama sanak keluarganya
yang beriman
(Baca surat Ya Sin [36]: 55-58, dan Al-Thur
[52]: 21).
Adam bersama istrinya diharapkan dapat
mewuJudkan bayang-bayang surga itu di permukaan
bumi ini dengan usaha sungguh-sungguh, berpedoman
kepada petunjuk-petunjuk Ilahi.
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu (hai
Adam, setelah engkau berada di dunia, maka
ikutilah). Maka barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, niscaya tiada ketakutan menimpa
mereka dan tiada pula kesedihan (QS Al-Baqarah
[2]: 38).
Itulah rumusan kesejahteraan yang dikemukakan
oleh Al-Quran. Rumusan ini dapat mencakup berbagai
aspek kesejahteraan social yang pada kenyataannya
24
dapat menyempit atau meluas sesuai dengan kondisi
pribadi, masyarakat, serta perkembangan zaman.
Untuk masa kini, kita dapat berkata bahwa yang
sejahtera adalah yang terhindar dari rasa takut
terhadap penindasan, kelaparan, dahaga, penyakit,
kebodohan, masa depan diri, sanak keluarga, bahkan
lingkungan. Sayyid Quthb mengatakan bahwa:
Sistem kesejahteraan sosial yang diajarkan
Islam bukan sekadar bantuan keuangan –apa pun
bentuknya. Bantuan keuangan hanya merupakan satu
dari sekian bentuk bantuan yang dianjurkan Islam.
25
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dasar dari Pembentukan Keluarga adalah melalui
perkawinan yang dari sudut pandang Islam merupakan
sistem peraturan dari Allah SWT yang mengandung
karunia yang besar dan hikmah yang agung.
2. Ciri Masyarakat Islam diantaranya:
Pemeliharaan Norma-norma Akhlaq
Berlaku Adil
Keluarga adalah Pondasi Masyarakat
Amar Makruf dan Nahi Mungkar
Cinta Ilmu Pengetahuan dan Melarang Kebodohan
Fitrah dan Keseimbangan Terpelihara
3. Kewajiban dan Hak Anggota Masyarakat diantaranya:
Hak Anggota masyarakat adalah sebagai berikut:
berhak atas kehidupan yang serasi, aman, teratur,
dan sejahtera.
Kewajiban Anggota Masyarakat adalah sebagai berikut:
Menjaga kerukunan hidup dengan tetangga atas dasar
saling menghormati;
Ikut menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan;
Menaati peraturan yang berlaku di dalam lingkungan
itu atas dasar kepentingan bersama;
26
Membatasi diri jangan sampai mengganggu hak dan
kemerdekaan orang lain atas dasar persamaan hak
dan kewajiban. Oleh karena itu, kita wajib menjaga
nama baik setiap keluarga.
4. Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Masyarakat
Keadilan Sosial adalah kerja sama untuk mewujudkan
masyarakat yang bersatu secara organik, sehingga
setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang
sama dan nyata untuk tumbuh berkembang sesuai
kemampuan masing-masing.
Kesejahteraan Masyarakat adalah aman, sentosa dan
makmur; selamat (terlepas) dari segala macam
gangguan, kesukaran dan sebagainya.
27