Tugas
Tutorial Skenario C Blok 24 2016
Dicky Hartono
04011281320016
PDU Unsri B 2013
Pendidikan Dokter UmumFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2016
Tutorial Skenario C Blok 24 2016
A. Analisis Masalah
1. Bagaimana fasilitas persalinan yang disediakan di rumah sakit tipe C?
Fasilitas persalinan yang disediakan di rumah sakit tipe C hampir tidak ada bedanya
dengan rumah sakit tipe lain. Perbedaan paling mencolok hanya terdapat pada adanya
ruang ICU kebidananan hanya ada pada rumah sakit tipe A dan B.
2. Apa makna klinis ketuban pecah 1 jam sebelum persalinan dan berwarna jernih?
Makna klinisnya yaitu terjadi ketuban pecah dini di mana seharusnya selaput ketuban
baru pecah setelah persalinan. Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan komplikasi
berupa infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, ataupun gagalnya persalinan normal. Cairan
ketuban berwarna jernih berarti normal.
3. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Mrs, Anita 41 tahun
Kontraksi Uterus Kehamilan Preterm
Ketuban Pecah Dini
oligohidramnion
Kompresi tali pusatPertumbuhan janin terhambat
Asfiksia atau hipoksia
Insufisiensi Surfaktan
Kolaps alveoli paru
Ventilasi terganggu
Kelainan Pemeriksaan Fisik Bayi
Persalinan Preterm
BBLR
4. Bagaimana tatalaksana pada kasus?
- Memberikan tokolisis untuk mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur,
memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan paru
janin, memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap, dan
optimalisasi personel. Beberapa macam obat tokolisis: nifedipin 10mg/ oral diulang 2-
3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang dan diberikan lagi bila
timbul kontraksi berulang. Juga perlu dilakukan tirah baring untuk menghambat
proses persalinan aterm.
- Terapi kortikosteroid juga perlu diberikan untuk pematangan surfaktan paru janin
sehingga insidensi RDS menurun. Kortikosteroid diberikan saat usia kehamilan
kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan: betametason 2x12 mg IM dengan jarak
pemberian 24 jam, atau juga deksametason 4x6 mg IM dengan jarak pemberian 12
jam.
- Antibiotika hanya diberikan bila terjadi faktor resiko ketuban pecah dini (KPD). Obat
yang diberikan: eritromisin 3x500 mg selama 3 hari atau ampisilin 3x500 mg selama
3 hari.
- Bila bayi telah lahir dan terjadi asfiksia perlu dilakukan resusitasi untuk membantu
membuka jalan napas.
- Bayi juga perlu dirawat di tempat yang hangat, perlu diberikan bantuan oksigen,
dicukupi kebutuhan nutrisinya melalui infus.
B. Learning Issue
1. Respiratory Distress Syndrome (RDS)
Respiratory Distress Syndrome (RDS) merupakan komplikasi dari bayi yang lahir
premature. Hal ini disebabkan karena paru-paru yang masih imatur sehingga tidak bisa
memenuhi kebutuhan oksigenasi, terjadilah hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan
neurologis seperti cerebral palsy.
Untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi setelah lahir, paru-paru harus segera diisi dengan
udara sambil membersihkan cairannya. Aliran darah arteri pulmoner harus meningkat
secara singnifikan. Beberapa cairannya keluar saat dada dikompresi saat persalinan
pervaginam, dan sisa cairannya akan diabsorbsi oleh sistem limfatik pulmoner. Surfaktan
disintesis oleh pneumosit tipe 2 yang esensial untuk menstabilisasi pengembangan
alveoli dengan udara. Surfactant menurunkan tegangan permukaan dan mencegah
kolapsnya paru saat ekspirasi. Apabila surfaktan inadekuat, membran hyalin terbentuk
pada bronkiolus distal dan alveolus, dan terjadilah RDS.
Manifestasi klinis
Pada RDS tipikal, terdapat takipnea, retraksi dinding dada (subcostal dan intercostal) dan
ekspirasi yang disertai dengan grunting (karena penutupan glottis parsial) dan nostril
flaring. Shunting darah ke paru-paru yang non-ventilated menyebabkan hipoksemia dan
asidosis metabolic dan respiratorik. Sirkulasi perifer yang buruk dan hipotensi sistemik
juga dapat terjadi. Pada radiografi dada terlihat infiltrat retikulogranular diffuse dan air
bronchogram (cabang tracheobronkial yang terisi udara). Insufisiensi respirasi dapat
disebabkan oleh sepsis, pneumonia, aspirasi meconium, pneumothoraks, sirkulasi fetal
persisten, gagal jantung, dan malformasi struktur thorak seperti hernia diafragmatika.
RDS juga dapat disebabkan karena mutasi pada produksi protein surfaktan.
Komplikasi
Hiperoksia persisten dapat merusak paru, terutama alveolus dan kapilernya. Konsentrasi
oksigen yang tinggi dengan tekanan yang tinggi dapat menyebabkan dysplasia
brokopulmoner. Dengan ini kerusaka alveolus dan epitel bronkiolus menyebabkan
hipoksia, hiperkarbia, dan dependensi kronik oksigen dari fibrosis peribronkial dan
interstisial. Hipertensi pulmoner merupakan komplikasi yang sering terjadi. Apabila
hiperoksemia dipertahankan, neonatus memiliki resiko terjadinya retinopathy of
prematurity, dinamakan retrolental fibroplasia.
Pencegahan
• Kortikosteroid antenatal dapat menurunkan kejadian RDS dan perdarahan
intraventricular pada neonatus yang lahir pada minggu 24-34. Semua wanita denga
resiko kelahiran premature pada usia gestasional tersebut dapat diberikan terapi
kortikossteroid.
• Amniosentesis dan analisis cairan amnion dapat digunakan untuk melihat maturitas
paru fetus.
Daftar Pustaka
Arifputera, Andy, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Menteri Kesehatan RI. Jakarta
Pramanik, Arun K. 2015. “Respiratory Distress Syndrome”. http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview, diunduh pada 9 Februari 2016
Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.