PHLEGMON
Pendahuluan
Penyebab infeksi odontogen adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut
yaitu bakteri dalam plak, sulcus ginggiva dan mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar
secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh
periodontitis apikalis yang berasal dari gigi gangren, dan periodontitis marginalis.
Penjalaran infeksi odontogen yang menyebabkan abses dibagi dua yaitu penjalaran tidak
berat (yang memberikan prognosa baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosa tidak
baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan
kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub
periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal. Sedangkan yang
termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan phlegmon
dasar mulut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi
odontogenik adalah :
1. Jenis dan virulensi kuman penyebab.
2. Daya tahan tubuh penderita.
3. Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
4. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
5. Adanya tissue space dan potential space.
Pengertian Phlegmon
Menurut kamus kedokteran, kata phlegmon mengacu kepada suatu keradangan supuratif
akut yang mempengaruhi jaringan ikat subcutaneus. Sedangkan arti kata phlegmon di dalam
kamus kedokteran gigi adalah suatu keradangan hebat yang menyebar melalui rongga jaringan
tissue menjadi area peradangan yang luas dan tanpa batas yang jelas. Secara klinis sendiri
phlegmon terlihat berupa bengkak yang keras tak bernanah.
Kasus-kasus phlegmon merupakan kasus yang jarang terjadi. Namun ketika kasus ini
muncul, akan menjadi suatu kasus infeksi serius yang dapat mengancam jiwa. Phlegmon dasar
mulut bahkan dikatagorikan sebagai kegawatdaruratan dibidang bedah yang tercantum pada
lampiran surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 477/Menkes/SK/IV/2004 pada tanggal 19
April 2004.
Phlegmon Dasar Mulut atau Ludwig`s Angina
Phlegmon dasar mulut (submandibular atau sublingual space) atau Ludwig`s angina.
Ludwig`s angina dikemukakan pertama kali oleh Von Ludwig pada 1836 sebagai selulitis dan
infeksi jaringan lunak disekeliling kelenjar mandibula. Kata angina pada Ludwig`s angina
dihubungkan dengan sensasi tercekik akibat obstruksi saluran nafas secara mendadak. Ludwig`s
angina merupakan infeksi yang berasal dari gigi akibat penjalaran pus dari abses periapikal
tergantung jenis gigi (seperti pada fascial spaces).
Kriteria yang mendasari suatu keadaan disebut dengan Ludwig`s angina yaitu:
1. Proses selulitis pada submandibular space (bukan merupakan abses)
2. Keterlibatan dari submandibular space baik unilateral atau bilateral
3. Adanya gangrene dengan keluarnya cairan serosanguinous yang meragukan
ketika dilakukan incise dan tidak jelas apakah itu adalah pus
4. Mengenai fascia, otot, jaringan ikat, dan sedikit jaringan kelenjar
5. Penyebaran secara langsung dan tidak ada penyebaran secara limfatik
Penyebab
Pada suatu penelitian Jankowska, et al yang dilakukan pada 24 pasien, dimana 16
diantaranya menderita abses leher dan 8 lainnya menderita phlegmon pada leher. Didapatkan
hasil yaitu 59% disebabkan oleh adanya infeksi pada gigi dan 29% pada penderita
pharyngotonsilitis. Kultur bakteri positif pada semua kasus. Penyebaran infeksi pada phlegmon
juga didasari oleh adanya defisiensi imunologi.
Gejala-gejala
Gejala dari Ludwig`s angina yaitu: sakit dan bengkak pada leher, leher menjadi merah,
demam, lemah, lesu, mudah capek, bingung dan perubahan mental, dan kesulitan bernapas
(gejala ini menunjukkan adanya suatu keadaan darurat) yaitu obstruksi jalan nafas. Pasien
Ludwig`s angina akan mengeluh bengkak yang jelas dan lunak pada anterior leher, jika dipalpasi
tidak terdapat fluktuasi dan pasien akan merasa sangat nyeri.
Pemeriksaan penunjang
CT-Scan pada regio cervical dapat mendukung diagnosis phlegmon. Pemeriksaan
Ultrasound pada leher cukup untuk mendirikan diagnosis yang tepat pada submandibular space
abcess dan ludwig’s angina. Selain dari pemerikasaan klinis, pemeriksaan radiology yang akurat
dan evaluasi mikrobiologi yang essensial, dapat menentukan penyebab yang potensial dari
proses inflamasi yang ada dan dapat memberikan terapi farmakologi yang tepat pula.
Komplikasi
Pada pasien dengan infeksi cervicofacial yang tidak menrima perawatan yang sesuai
dengan situasi dan perkembangan klinisnya, Komplikasi dapat timbul jika perawatan yang
dilakukan memakan waktu yang lama dan perkembangan yang mematikan tidak dapat acuhkan.
Komplikasi paling serius dari Ludwig`s angina adalah adanya penekanan/kolaps jalan nafas
akibat pembengkakan yang berlangsung hebat.
Penatalaksanaan / Terapi
Setelah mendapat riwayat kesehatan gigi, terutama bila pernah terjadi infeksi gigi, dan
telah melaksanakan pemeriksaan fisik, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah memeriksa
permeabilitas jalan napas lalu dilanjutkan dengan mengecek akan adanya abses. Jika telah
terbentuk abses, direkomendasikan untuk dilakukan terapi pembedahan (abscess drainage).
Namun bila belum terbentuk abscess, kita dapat memilih terapi konservatif, yaitu dengan
pemberian antibiotic IV dan tetap mempertimbangkan kemungkinan operasi tergantung pada
perkembangan penderita 48-72 jam ke depan. Selain itu, pada kasus ini, kita tidak boleh lupa
tentang adanya kemungkinan terjadinya kolaps jalan napas, yang jika terjadi harus
dipertimbangkan kemungkinan untuk melakukan trakeostomi.
Jika telah terjadi kolaps jalan napas, diperlukan tindakan bedah segera dengan
trakeostomi sebagai jalan nafas buatan. Kemudian jika saluran nafas telah ditangani dapat
diberikan antibiotik dan dilakukan incisi pada pus untuk mengurangi tekanan. Perlu dilakukan
perawatan gigi pada gigi penyebab infeksi (sumber infeksi) baik perawatan endodontic maupun
periodontic.
DAFTAR PUSTAKA
Anand H. Kulkarni, Swarupa D. Pai, Basant Bhattarai, Sumesh T. Rao and M. Ambareesha. 2008. Case Report: Ludwig's angina and airway considerations. Department of
Anesthesiology, Kasturba Medical College, Attavar, Mangalore, India
Bassam, dr. 2009. http://dentalbooks-drbassam.blogspot.com/2009/04/ludwigs-angina-review-of-literature-and.html
Asnul Arfani, drg. 2010. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, http://asnuldentist.blogspot.com
Ernest E. Wang MD, FACEP. 2010. Ludwig’s Angina. Evanston Northwestern Healthcare, Northwestern University Medical School, USA
Lisna K. Rezky. 2010. Ludwig’s Angina. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Md. Abu Yusuf Fakir1, Md. Arif Hossain Bhuyan2, Md. Mosleh Uddin3 HM Mustafizur Rahman4 , Syed Hasan Imam Al-Masum5, A.F. Mohiuddin Khan6. Ludwig’s Angina: A Study of 50 Cases. Department of Otolaryngology & Head and Neck Surgery, Dhaka Medical College Hospital and ApolloHospitals Dhaka.Bangladesh J
of Otorhinolaryngology 2008; 14(2) : 51-56
Moch. Aleq Sandar, dr., M.Kes, Sp.B. 2010. Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Malang, http://bedahunmuh.wordpress.com/about/
Courtney M. Townsend, Jr., MD, R. Daniel Beauchamp, D, B. Mark Evers, MD and Kenneth L. Mattox, MD. 2009. Sabiston Textbook of Surgery, 18th Edition: Expert
Consult Premium Edition. Elservier Saunders, USA
William H. Saunders, M.D and Paul Wakely, Jr., M.D. 2010. Atlas of the Head and Neck Pathology. The Ohio State University, College of Medicine, Department of Otolaryngology, Head & Neck Surgery, Eye and Ear Institute, Columbus, Ohio, USA