BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ditinjau dari sejarah perkembangannya, Indonesia merupakan masyarakat
multietnik. Kelompok etnik yang berbeda cenderung memiliki pola bentuk tengkorak
dan rahang berbeda. Walaupun pola tersebut sering kali dipengaruhi variasi
individual. Ahli antropologi mempelajari ukuran dan bentuk ragawi dengan metode
antropometri. Antropometri ini berarti mengukur manusia. Ukuran hanya memberikan
informasi tentang besar kecilnya (size). Karena itu, untuk mengungkapkan bentuk
(shape) diciptakan proporsi antara ukuran-ukuran yang dinamakan indeks. Beberapa
tahun terakhir, pemeriksaan antropologi forensik semakin berkembang. Forensik
antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses
hukum yang berbasis pada osteologi dan anatomi manusia merupakan terapan menuju
identifikasi individu dari data populasi yang dipelajari dalam antropologi biologi.
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang
merupakan bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Identifikasi
diperuntukkan untuk kejelasan identitas seseorang, selain identifikasi pada orang mati
atau jenazah identifikasi diperlukan juga pada orang hidup yang berusaha merubah
identitas.2
Data-data yang penting untuk didapatkan pada proses identifikasi korban adalah
ras, jenis kelamin, gigi, pengukuran antropometri (tinggi dan leher badan, ukuran
lingkar kepala), sidik jari, pakaian, dan ornamen lain yang dipakai korban.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi
badan, parturitas (riwayat persalinan), ciri-ciri khusus, deformitas, dan bila
memungkinkan dapat dilakukan superimposisi serta rekonstruksi wajah. Dicari pula
tanda kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi
dengan membandingkan data-data hasil pemeriksaan dengan data-data antemortem.
Bila terdapat tulang tengkorak yang utuh dan terdapat foto terakhir wajah orang
tersebut semasa hidup, maka dapat dilakukan metode superimposis, yaitu dengan
menumpukkan foto Rontgen tulang tengkorak di atas foto wajah yang dibuat
1
berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian
dapat dicari adanya titik-titik persamaan. Pada keadaan tersebut dapat pula dilakukan
dengan percetakan tengkorak tersebut lalu dilakukan rekonstruksi wajah dan kepala
pada cetakan tengkorak tersebut dengan menggunakan materi lilin atau gips sehingga
dibentuk rekaan wajah korban. Rekaan wajah tersebut kemudian ditunjukkan kepada
tersangka keluarga korban untuk dikenali.
Pemeriksaan antropologi dilakukan untuk memperkirakan apakah kerangka
adalah kerangka manusia atau bukan. Antropologi adalah studi tentang umat manusia,
budaya, dan fisik, di semua waktu dan tempat. Antropologi forensik adalah aplikasi
pengetahuan antropologis dan teknik dalam konteks hukum. Hal ini melibatkan
pengetahuan rinci osteologi (anatomi budaya tulang dan biologi) untuk membantu
dalam identifikasi dan penyebab kematian sisa-sisa kerangka, serta pemulihan tetap
menggunakan teknik arkeologi. Antropologi fisik forensik mengkhususkan diri dalam
penelitian dan penerapan teknik yang digunakan untuk menentukan usia saat
kematian, seks, afinitas populasi, perawakannya, kelainan dan atau patologi, dan
keistimewaan untuk bahan tulang modern. Osteologi forensik adalah subdisiplin dari
antropologi forensik dan secara garis besar memfokuskan pada analisa dari rangka
manusia untuk tujuan medikolegal. Osteologi forensik paling sering dibutuhkan saat
investigasi sisa-sisa dari tubuh manusia akibat dari kematian wajar yang tidak dapat
dijelaskan, pembunuhan, bunuh diri, atau bencana alam. Meskipun begitu, seiring
meningkatnya frekuensi spesialis forensik dalam mengkonfirmasi usia dari makhluk
hidup maupun jenazah untuk keperluan peradilan.
Pentingnya identifikasi kerangka manusia baik dalam kasus pidana maupun
perdata. Maka dipilihlah judul “Identifikasi Kerangka” sebagai judul referat kasus
kelompok kami.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada referat ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan identifikasi?
2. Apakah temuan berupa rangka manusia atau bukan?
3. Apa ras temuan kerangka?
4. Apa jenis kelamin temuan kerangka?
5. Berapa umur temua kerangka?
6. Berapat tinggi badan temuan kerangka?
2
7. Berapa lama perkiraan waktu kematian?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi temuan kerangka
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui temuan berupa rangka manusia atau bukan
2. Mengetahui jumlah individu
3. Mengetahui ras temuan kerangka
4. Mengetahui jenis kelamin temuan kerangka
5. Mengetahui umur temuan kerangka
6. Mengetahui tinggi badan temuan kerangka
7. Mengetahui perkiraan waktu kematian
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
a. Melatih kemampuan mahasiswa dalam penyusunan suatu referat.
b. Menambah pengetahuan mengenai cara identifikasi kerangka manusia.
c. Diharapkan dapat berlanjut untuk penulisan ini sebagai bahan acuannya.
1.4.2 Bagi Instansi terkait
Menambah bahan referensi bagi dokter dan calon dokter dalam memahami
masalah identifikasi kerangka manusia.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.
3
BAB II
BIOLOGI TULANG MANUSIA
2.1 ANATOMI TULANG
Secara umum, rangka orang dewasa memilik dua komponen struktur yang mendasar,
yaitu tulang spongiosa dan kompakta atau kortikal. Struktur kompakta atau kortikal terdapat
pada bagian tepi tulang panjang meliputi permukaan eksternal. Pada bagian internal tulang,
terdapat struktur spongiosa seperti jala-jala sedangkan bagian bagian tengah tulang panjang
kosong atau disebut cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang.
Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago atau tulang rawan sepanjang
hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada persendian ini lebih halus
dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang tidak terletak pada persendian, contohnya
adalah pada bagian distal humerus atau siku. Selain itu, tulang subchondral pada sendi juga
tidak memiliki kanal Haversi.
Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang trabecular atau
cancellous. Daerah tulang trabekular pada rangka yang sedang tumbuh memiliki tempat-
tempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau hematopoietic yang memproduksi sel-sel
darah merah, putih, dan platelet. Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan sel-
sel lemak di kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta.
Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh sumsum kuning di
sebagian besar tulang panjang.
Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut diaphysis, sedang
ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan metaphysis. Diaphysis adalah batang
tulang panjang, epiphysis adalah ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah
ujung tulang panjang yang melebar ke samping. Semasa hidup, bagian eksternal tulang yang
berkartilago dilapisi oleh periosteum. Periosteum adalah membran dengan vaskularisasi yang
memberi nutrisi pada tulang. Bagian internal tulang dilapisi oleh endosteum atau membran
seluler. Baik periosteum maupun endosteum adalah jaringan osteogenik yang berisi sel-sel
pembentuk tulang. Pada periosteum yang mengalami trauma, sel-sel pembentuk tulang
jumlahnya bertambah. Pada periostitis atau trauma pada periosteum ditandai dengan
pembentukan tulang baru di permukaan eksternal eksternal tulang yang nampak seperti jala
atau trabekular.
4
2.2 STRUKTUR MOLEKULER TULANG
Tulang manusia dan hewan sama-sama terdiri atas kolagen, molekul protein yang
besar, yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-molekul kolagen membentuk
serabut-serabut elastik pada tulang tetapi pada tulang dewasa, kolagen mengeraas karena
terisi bahan anorganik hydroxypatite. Kristal-kristal mineral ini dalam bentuk calcium
phosphate mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein dan mineral ini membuat tulang
memiliki dua sifat, yaitu melunak seperti karet bila mineral anorganiknya rusak atau
mengeras (bila direndam dalam larutan asam), atau retak dan hancur bila kolagen atau
organiknya rusak (bila direbus atau dipanasi).
2.3 HISTOLOGI DAN METABOLISME TULANG
Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik. Tulang imatur dan matur
berbeda strukturnya. Tulang imatur lebih primitif dalam istilah evolusi phylogenetiknya,
berupa jaringan ikat yang kasar dan seperti jala kolagen, polanya random dan tidak teratur
orientasinya. Tulang imatur lebih banyak memiliki osteocyte, biasanya terdapat pada tulang
yang menderita tumor, pada penyem buhan fraktur dan pada rangka embryonik.
Tulang kompakta tidak bisa diberi nutrisi melalui difusi permukaan pembuluh-
pembuluh darah, sehingga memerlukan sistem Haversi. Tulang trabekular lebih porus dan
menerima nutrisi dari pembuluh darah di sekitar ruang sumsum. Tulang dewasa baik yang
kompakta maupun trabekular secara histologis adalah tulang lamela.
Pemeriksaan mikroskopik potongan melintang tulang kompakta umumnya
menunjukkan 4 sampai 8 cincin konsentris yang dinamakan lamella haversi. Pemeriksaan
setiap lamella menunjukkan tumpukan paralel serabut kolagen. Serabut kolagen pada lamella
berikutnya berorientasi ke arah yang berbeda. Perbedaan arah serabut-serabut kolagen ini
menambah kekuatan struktur tulang.
Setiap batang potongan melintang tulang kompakta lamelar disebut sistem Haversi
atau osteon berukuran 0,3 milimeter diameternya dan 3-5 milimeter panjangnya. Inti sistem
haversi adalah kanal haversi dimana darah, limfe, dan serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil
tambahan disebut kanal-kanal Volkmann membelah jaringan tulang secara oblique pada sudut
runcing di permukaan periosteal dan endosteal untuk menghubungkan kanal-kanal Haversi,
membentuk jaringan yang mensuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang panjang.
Lubang-lubang kecil di dalam setiap lamella disebut lacunae. Setiap lacunae
mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi ditransport ke sel-sel ini melalui
kanalikuli. Osteoblast adalah sel-sel tulang yang berfungsi untuk membentuk, sintesis, dan
5
deposit materi tulang, biasanya terkonsentrasi di bawah periosteum. Osteoblast membuat
osteoid, matriks organik tak terkalsifikasi yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang terjadi
sebagai kristal-kristal hydroxyapatite, komponen anorganik tulang. Ketika osteoblast
dikelilingi matriks tulang, disebut osteocyte, sel-sel yang terletak di dalam lacunae dan
bertanggung jawab memelihara tulang.
Osteoklas bertugas meresorbsi tulang. Pembentukan kembali atau remodeling tulang
terjadi pada tingkat seluler dimana osteoklas meresopsi jaringan tulang dan osteoblast
membangun jaringan tulang.
2.4 PERTUMBUHAN TULANG
Osteogenesis adalah osifikasi terjadi pada dua lokasil, yaitu intramembraneous
(contohnya pada tulang frontal dan parietal) dan endochondral (contohnya pada tulang iga,
vertebra, basis cranii, tulang tangan, dan kaki), dimana osifikasinya melalui fase kartilago.
Pertumbuhan tulang meluas dari lokasi penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi.
Membrana tipis bernama perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang panjang.
Osteoblast di bawah perichondrium pada tulang panjang fetus mulai mendeposit tulang
selapis demi selapis. Diameter tulang panjang meningkat, dan osteklas pada permukaan
endosteal meresorpsi tulang sedangkan osteoblas pada periosteum mendeposit tulang. Proses
pertumbuhan pada tulang melebar (diametrik) tulang panjang ini disebut pertumbuhan
aposisional.
Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang epiphyseal oleh
karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang terletak diantara metaphysis(pusat
osifikasi primer) dan epiphysis (pusat osifikasi sekunder. Perutmbuhan memanjang ini
menjauhi bagian tengah tulang yaitu menuju proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan
memanjang tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan epiphysis.
Pada sebelas minggu sebeluj lahir, biasanya terdapat kurang lebih 800 pusat osifikasi.
Pada waktu lahir terdapat 450 pusat osifikasi. Pusat osifikasi primer muncul sebelum lahir
dan pusat osifikasi sekunder muncul sesudah lahir. Setelah dewasa, semua pusat osifikasi
primer dan sekunder menyatu dan jumlah tulang menjadi 206 elemen.
Tulang manusia dewasa terdiri atas 206 tulang dimana ada yang berpasangan dan ada
yang tunggal.
6
Tulang Sepasang Jumlah Tunggal JumlahTengkorak Parietal 2 frontal 1
Temporal 2 occipital 1
Malleus 2 vomer 1
Incus 2 ethmoid 1
Stapes 2 sphenoid 1
Maxilla 2 mandible 1
Palatum 2 hyoid 1
Concha nasalis inferior
2
Lacrimal 2
Nasal 2
Zygomatic 2
Pundak Clavicula 2
Scalpula 2
Columna vertebralis
Cervicalis 7
Thoracis 12
Lumbar 5
Thorax Iga/costae 24 Sternum 1
Coccyx 1
LenganHumerus 2
Radius 2
Ulna 2
Tangan, pergelangan dan jari tanganSchapoid 2
Lunatum 2
Triquetrum 2
Pisiformis 2
Trapezium 2
Trapezoid 2
Capitate 2
Hamat 2
7
Metacarpal 10
Proximal phalanx 10
Intermediate phalanx
8
Distal phalanx 10
Kaki, pergelangan, dan jari kakiFemur 2
Patella 2
Tibia 2
Fibula 2
Kaki dan tumitTallus 2
Calcaneus 2
Cuboid 2
Navicular 2
Medial cuneiform 2
Metatarsal 10
Proximal phalanx 10
Intermediate phalanx
8
Distal phalanx 10
Tabel 1. Elemen Tulang Manusia Dewasa
8
BAB III
EKSHUMASI
3.1 DETEKSI RANGKA MANUSIA
Temuan rangka hasil korban kriminalitas bisa terletak di atas maupun di dalam tanah.
Pembunuhan yang korbannya dibuang di laut pun pada akhirnya akan mengambang ke
permukaan laut dan akan terdampar ke tepi pantai di atas permukaan tanah. Bab ini akan
membahas deteksi rangka manusia baik di atas maupun di dalam tanah.
Setelah meninggal, manusia akan mengalami proteolisis berupa pelarutan protein
dalam badannya dan kematian serta pembusukan bakteri-bakteri di dalam organnya.
Pembusukan ini mengeluarkan gas H2S yang berbau dan seringkali disebut sebagai sweet and
putrid, manis dan khas menyengat. Proses dekomposisi ini menarik perhatian serangga dan
parasit sehingga disiplin ilmu entomologi bisa membantu memberi petunjuk sudah berapa
lama korban meninggal, berdasarkan siklus hidup serangga yang bertengger di tubuh korban.
Beberapa jam setelah meninggal, suhu manusia turun rata-rata 1 derajat celcius setiap
jam. Proses menjadi rangka dengan hilangnya jaringan lunak badan karena insekta, iklim,
kondisi tanah, tempat si meninggal, lamanya tidak sama dari satu kasus ke kasus lainnya.
Sebagai contoh, kapten Flynch, murni di amerika selatan, kasus forensik di florida, kasus
korban perang di vietnam, dll kisaran post mortem interval nya, atau interval pasca mertanya
bervariasi dari hari ke ribuan tahun tetapi kondisi si meninggal berkisar dari utuh dengan
kulitnya, tinggal serpih tulang, tulang tidak lengkap dan tulang lengkap.
Dengan demikian, kisaran materi pemeriksaan antropologi forensik bervariasi dari
rangka yang masih ada jaringan lunaknya, rangka tanpa jaringan lunak, sampai rangka yang
telah sebagian terurai menjadi carbon, phospat, nitrogen, sulfur dan senyawa kimia yang
tidak kasat mata. Pada kematian, sebenarnya tidak ada energi yang hilang, dan merupakan
thermodynamic equilibrium di alam: energi berubah bentuk, dari zat padat kasat mata
menjadi tidak kasat mata.
3.2 DETEKSI RANGKA DI ATAS PERMUKAAN TANAH
Pada kematian karena kasus pembunuhan atau bunuh diri, rangka korban biasanya
ditemukan di daerah terpencil karena pelaku pembunuhanberusaha menghindari bertemu
dengan orang lain. Pada kasus-kasus tertentu, pelaku kejahatan bahkan memotong-motong
tubuh korban untuk menghilangkan jejak dan identitas korban. Namun secara umum, apabila
mayat dikuburkan di dalam tanah, biasanya kuburnya dangkal.4
9
Tanah galian yang digunakan untuk mengubur korban akan berbeda warna dan
kepadatannya (lebih lunak) bila dibandingkan dengan tanah sekitar. Tanaman akan lebih
jarang-jarang jaraknya pada tanah galian dibandingkan dengan tanaman di tanah sekitarnya.
Selain berjarak jarang, tanaman pada tanah galian juga akan berbeda ketinggian (lebih
pendek) dibanding tanaman sekitarnya.4
Pada kubur baru, biasanya tanah galian akan menyembul lebih tinggi dari tanah
sekitarnya. Hal ini karena pada waktu menggali tanah yang terjadi adalah upaya
menggemburkan tanah galian dan pengisian kembal ke lubang galian tidak akan sepadat atau
sesempurna dengan keadaan tanah semula. Konsekuensinya, tinggi gundukan tanah sangat
tergantung dari kedalaman kubur. Semakin dalam kubur, semakin tinggi gundukan tanah.
Pada kuburan yang sudah lama, gundukan tanah akan menipis akibat terkena air hujan
atau erosi dan tanah galian yang gembur memadat kembali. Tanah lempung lebih cepat untuk
memadat kembali sedangkan tanah pasir lebih lambat pemadatannya. Akhirnya permukaan
kubur tanah galian akan lebih rendah (disebut lekuk primer) dari tanah sekitarnya. Pada kubur
yang dangkal, tanah di atas perut korban bisa berlekuk lebih rendah lagi (disebut lekuk
sekunder) karena proses pembusukan isi perut.
Gambar 1. Permukaan tanah galian pada kuburan
Lekuk sekunder terjadi pada kubur yang kedalamannya kurang dari 2 kaki (80 cm).
Bila kubur hanya memiliki lekuk primer, sangat mungkin kedalamannya lebih dari 80 cm,
sedangkan batas retakan tanah masih bisa dideteksi setelah satu tahun penggalian dari kotak
10
ekskavasi setahun sebelumnya. Namun harus diingat bahwa penggalian arkeologis dilakukan
dengan teknik ekskavasi yang sistematis sehingga batas dindingnya tegas dan rapi yang
tentunya berbeda dengan penggalian yang tergesa-gesa pada penguburan kasus kriminal.
Akibatnya, dinding bekas penggalian pada kasus kubur pembunuhan mungkin tidak bisa
bertahan sampai setahun.
Deteksi rangka manusia bisa dilakukan dengan alat detektor uap dan gas. Hal ini
karena proses dekomposisi mengeluarkan gas. Kedalaman kubur mempengaruhi sensitivitas
deteksi. Makin dalam kubur, makin sulit dideteksi. Proses skeletonisasi (menjadi rangka
melalui pembusukan jaringan lunak tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk
iklim,suhu lingkungan, jenis tanah, dan pH tanah.
Pada iklim dingin dan bersalju, mayat manusia juga bisa mengalami pengawetan
alami. Pada daerah tropis, mayat lebih cepat mengalami kerusakan jaringan lunak dan
menjadi rangka di atas tanah lempung dan berada dalam udara yang panas serta lembab. Hal
ini penting bagi antropolog forensik untuk mengetahui posisi anatomi: artikulasi antar
persendian, merupakan kubur primer atau sekunder (dikuburkan kembali), dan pengetahuan
tentang orientasi mayat. Kadang-kadang di sekitar daerah rangka yang ditemukan binatang
pengerat, burung dan berbagai artifak lainnya (asosiasi). Polisi penyidik bertugas
mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan kejahatan, misalnya artifak temuan baju
dan senjata di sekitar lokasi temuan.
Survei lapangan dalam pencarian krban pembunuhan mirip dentan survei situs
arkeologis. Survei ini biasanya dilakukan dengan berjalan kaki dan pengamatan keadaan
tanah sehingga memerlukan beberapa orang sekaligus pada waktu pencarian. Pembagian luas
daerah pencarian dan arah pencarian bisa dilakukan secara bervariasu. Terdapat 4 teknik
deteksi rangka manusia pada permukaan tanah, yaitu sistem lurus lajur panjang, kelak-kelok,
bolak-balik saling mengunci, dan grid.
Sistem lurus lajur panjang mengerahkan tim pencari dengan tiap orang berjalan lurus
memanjang dan berada pada satu lajurnya. Sistem kelak-kelok mengerahkan setiap orang di
dalam tim pencari untuk berjalan berkelak-kelok. Sistem bolak balik saling mengunci
mengerahkan setiap orang di dalam tim pencari untuk berjalan bolak-balik dan lajurnya
saling mengunci. Sistem grid mengerahkan setiap orang di dalam tim pencari berjalan di
setiap grid yang telah ditentukan.
11
Gambar 2. Sistem lurus lajur panjang
Gambar 3. Sistem kelak-kelok
Gambar 4. Sistem bolak-balik saling mengunci
12
Gambar 5. Sistem grid
Patok dan bendera diperlukan untuk menandai tepi daerah yang diperiksa. Setiap
orang sebaiknya membawa bendera yang berbeda warna satu sama lain. Pemimpin survei
lapangan mengawasi pencari dan mengatur supaya dalam satu tim terbentuk kerja sama dan
tidak berlomba untuk lebih cepat selesai mencapai ujung akhir daerah pemeriksaan.
Anjing pelatih (avalanche) biasanya diperbantukan dalam pencarian mayat manusia.
Anjing mempunyai indera penciuman yang tajam dan tahu dengan tepat dimana sumber bau.
Badan manusia yang telah meninggal biasanya mulai mengeluarkan bau karena membusuk
dan mengeluarkan cairan. Selain cairan, proses pembusukan juga menghasilkan gas sehingga
angin yang membawa gas bisa tercium dari kejauhan. Keuntungan memperbantukan anjing
juga didasari pertimbangan bahwa anjing bergerak lebih cepat dari manusia serta mampu
menembus daerah yang sulit seperti celah bukit dan semak belukar.
3.3 DETEKSI RANGKA DI DALAM TANAH
Secara umum, terdapat lima teknik deteksi rangka di dalam tanah yaitu probing,
deteksi dengan uap gas, stratigrafi tanah, coring dan drilling dan analisis tanah.
Metode probing
Metode probing menggunakan alat detektor logam berbentuk T. Alat ini ditancapkan
ke dalam tanah untuk mengetahui perubahan tekstur.
Metode detektor dengan uap gas
Metode ini berdasarkan pada prinsip bahwa manusia yang meninggal mengalami
proses pembusukan dan mengeluarkan berbagai gas. Gas ini bisa dideteksi dengan alat
detektor uap gas.
13
Stratigrafi
Metode stratigrafi pada prinsipnya mengobservasi adanya gangguan susunan alami
horizon tanah pada stratigrafinya. Studi mengenai tanah sendiri disebut pedology.
Stratigrafi tanah alamiah terdiri dari 3 tingkat horizon, yaitu horizon A, B, dan C.
penggalian tanah untuk mengubur tanah galian yang ditimbun kembali akan
bercampur lapisan-lapisannya. Horizon A berada di permukaan tanah serta kaya akan
bahan organik sehingga warna tanah lebih gelap dari horizon lainnya, banyak
mengandung asam organik dan fauna tanah, serta pH-nya rendah. Horizon B adalah
transisi antara A dan C, memiliki sedikit bahan organik dan warnanya lebih terang.
Kebanyakan penguburan terletak pada horizon B ini. Horizon C disebut juga regolith.
Ukuran butiran tanahnya heterogen, dan terdiri atas fragmen-fragmen kerikil dan
bedrock, serta sedikit sekali bahan organiknya.
Coring dan drilling
Coring dan drilling pada prinsipya adalah pengeboran tanah dengan mesin berputar
yang dilakukan sebagai upaya untuk mengambil sampel tanah. Tanah sampel ini
kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui isi dan komposisinya serta ada
tidaknya tulang, kain, akar, dan kayu.
Analisis tanah
Pemeriksaan pada analisis tanah dilakukan antara lain pada pH dan tekstur
tanah. Biasanya diperlukan 250 gram tanah untuk bahan analisis di laboratorium.
Caranya dilakukan dengan menaruh tanah dalam bentuk blok atau sesuai dengan
keadaan tanah pada waktu pengambilan sampel, lalu dibungkus dengan kertas
aluminium, dan kemudian dibungkus lagi dengan tas plastik yang bisa dikunci (zip
lock bag). Indikasi adanya gangguan tanah adalah disrupsi materi organik normal
yang menutupi tanah. Di daerah hutan, permukaan tanah biasanya berupa tum buhan
daun kering. Dan lapisan tanah di bawahnya adalah humus.
Salah satu analisis tanah adalah mengukur pH tanah, yaitu ukuran konsentrasi
ion hidrogen bebas dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion-ion hidrogen, akan
semakin asam (rendah pH-nya). pH berkisar antara 0-14, dan pH tanah berkisar antara
3,5-8,5. Pada dekomposisi tingkat awal, asam diproduksi dari dekomposisi gula dalam
badan yang mulai membusuk. Pada dekomposisi lanjut, terjadi persentase sinstansi
alkalin yang tinggi karena hancurnya jaringan albumin. pH basa akan terjadi pada
kuburan, sehingga pH-nya berbeda dengan tanah sekitarnya.
14
Selain 5 teknik deteksi rangka tersebut di atas., juga terdapat metode geofisika
aktif dan pasif. Metode geofisika pasif meliputi survei grafiti dan survei magnetik,
sedangkan metode geofisika aktif antara lain adalah survei resitivitas dan detektor
logam.
Metode geofisika pasif
o Survei grafiti
Ahli geofisika bisa membantu pemetaan kontur grafitas tanah. Alat pemetaan
grafitas tanah sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan tekanan udara. Pada
prinsipnya, grafitas tanah disurvei pada suatu area dan bila ada anomali
grafitas tanah di suatu tempat kemudian dilakukan penggalian. Anomali
grafitas tanah ini biasa disebut peta anomali Bougner, yang menunjukkan
perubahan horisontal kepadatan sub-permukaan tanah.
o Survei magnetik
Ahli geofisika hanya bisa menggunakan survei magnetik di daerah
pedalaman yang jauh dari kabel listrik dan lalu lalang mobil yang berpotensi
mengganggu pembacaan alat magnetik. Sumber mineral bumi di daerah
pertambangan pun bisa menggangu pembacaan survei magnetik. Survei
magnetik berprinsip bahwa bumi pada dasarnya adalah magnet raksasa dan inti
magnet berorientasi dekat dengan aksis putaran bumi.
Bumi dikitari oleh bidang magnetik yang berujung positif di Utara dan
negatif di Selatan. Bidang magnetik berkurang intensitasnya di daerah yang
makin dekat dengan garis ekuator, bisa serendah 30.000 gamma di ekuator dan
setinggi 70.000 gamma di kutub Utara. Deteksi anomali permukaan tanah
dengan survei magnetik adalah didasarkan pada prinsip efek le Bourgne, yaitu
tanah di dekat permukaan tanah berisi lebih banyak magnet dibanding tanah
pada lapisan yang lebih dalam. Anomali magnetik terjadi bila lapisan tanah
terganggu karena adanya penggalian.
Konsentrasi material organik dan anomali kepadatan tanah
menyebabkan diskontinuitas atau putusnya kesinambungan magnetik. Hal
yang bisa terbaca dengan alat survei magnetik antara lain flux gate, nuclear
precission, proton, optical pumping, cesium, dan uap alkali.
Pada survei magnetik, sebaiknya digunakan dua magnetometer. Satu
magnetometer diletakkan tetap pada satu tempat sebagai kontrol dan yang lain
15
digunakan sambil berjaln. Hasil pembacaan kedua magnetometer
dibandingkan untuk mendapat nilai normal dan nilai anomali magnetik. Dalam
hal ini, minimal juga dibutuhkan dua orang, yaitu satu orang untuk menangani
sensor magnetik dan satu orang untuk mencatat hasilnya. Logam pada waktu
survei magnetik sebaiknya dihindari. Sebagai contoh, jangan memakai
risleting logam, kacamata berangka logam, dan lainnya. Dari hasil survei
magnetik kemudian dibuat peta kontur intensitas magnetik untuk mengetahui
lokasi anomali magnetik.
Metode geofisika aktif
o Survei resistivitas
Survei resistivitas pada dasarnya adalah peta anomali kimia dan
anomali struktur bawah tanah. Sebelum melakukan pengukuran, listrik
dialirkan secara artifisial ke dalam tanah. Pada survei resistivitas, hal yang
diukur adalah suatu area tanah yang menghasilkan daya listrik dan diukur
dalam satuan ohm. Resistivitas bisa mengalokasikan sumber deposit emas,
variasi stratigrafi tanah dan sumber mata air.
Survei resistivitas mengukur potensi tanah untuk menghasilkan
elektrik, yang diukur dengan ohm meter. Gangguan kesinambungan produksi
elektrik dalam tanah menandakan susunan alamiah tanah telah terganggu,
misalnya karena ada penggalian tanah dan manusia di dalam kubur.
o Detektor logam
Cara kerja alat elektromagnetik yang mendeteksi logam konduktif dan
mineral-mineral adalah dengan mengalirkan aliran listrik ke koil transmiter
(winding). Kiriman aliran listrik ini menghasilkan bidang elektromagnetik
yang ditransmisi ke udara dan tanah sekitar. Bidang elektromagnet masuk ke
obyek konduktif dan menghasilkan sirkulasi kecil aliran eddy, yang
menimbulkan tenaga. Hilangnya tenaga yang digunakan untuk menghasilkan
aliran eddy dirasakan oleh detektor logam. Pada kasus kematian karena
tembakan peluru, detektor logam berguna untuk mendeteksi serpih peluru pada
badan korban.
16
BAB IV
IDENTIFIKASI KERANGKA
Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu lainnya
berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan individu lain. Identifikasi
forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk
menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam
kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak
dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar, dan kecelakaan masal, bencana
alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh
manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus
lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orang tuanya. Identitas seseorang
yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif
(tidak meragukan).
4.1 IDENTIFIKASI KERANGKA
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa kerangka tersebut
adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus,
deformitas, dan bila memungkinkan dapat dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari pula tanda
kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan
kekeringan tulang.
Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk dilakukan pemeriksaan medis,
hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas medis antara lain:
1. Apakah tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan.
2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita.
3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tualng dari satu individu atau beberapa
individu.
4. Umur dari pemilik tulang tersebut.
5. Waktu kematian.
6. Apakah tualng-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh binatang.
7. Kemungkinan penyebab kematian.
17
4.2 MEMBEDAKAN TULANG MANUSIA DAN TULANG HEWAN7
Hal ini merupakan tugas dokter karena pihak kepolisian dan rakyat biasanya sering
acuh, sehingga pernah terjadi kekeliruan dengan tulang binatang, terutama dengan tulang-
tulang anjing, babi, dan kambing. Pengetahuan mengenai anatomi manusia berperan penting
untuk membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal akan
sangat mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit bila hanya fragmen
kecil yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas. Kesalahan penafsiran dapat timbul
bila hanya sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi
presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).
Tes presipitin
Tes presipitin yang dikonduksi dengan serum anti human dan ekstrak dari gragmen
juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah tulang tersebut tulang manusia. Tualng
manusia dan binatang juga dapat dibedakan melalui analisa kimia debu tulang.
Tes presipitin merupakan uji spesifik untuk menentukan spesies dengan cara terlebih
dahulu harus dibuat serum anti manusia. Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara
antigen (bercak darah) dengan antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi
atau reaksi aglutinasi.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah
ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur ruangan
kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan antibodi akan mulai berdifusi ke lapisan
lain pada perbatasan kedua cairan.
Hasil pemeriksaan :
Akan terdapat lapisan tipis endapan atau presipitat pada bagian antara dua larutan.
Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan muncul reaksi apapun.
4.3 PENENTUAN TULANG DARI SATU INDIVIDU ATAU BEBERAPA
INDIVIDU
18
Tulang-tulang yang dikirim untuk dilakukan pemeriksaan harus dipisahkan
berdasarkan sisi asalnya, dan selanjutnya dilakukan pencatatan jika terdapat tulang yang
berlebih dari yang sebenarnya, atau terdapat jenis tulang yang sama dari sisi yang sama.
4.4 JENIS KELAMIN
Penentuan jenis kelamin dari kerangka manusia dapat ditentukan dengan melihat
morfologi dan ukuran dari kerangka. Bagian tulang yang penting untuk menentukan jenis
kelamin adalah pelvis dan tengkorak karena dapat memberikan hasil yang lebih akurat. Selain
itu dapat pula ditentukan menggunakan tulang lainnya seperti skapula, klavikula, humerus,
ulna, radius, sternum, femur, tibia, dan kalkaneus.
4.4.1 Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul
Ada beberapa tulang yang dapat dianalisis untuk menentukan jenis kelamin, salah
satunya adalah kerangka pelvis. Wanita umumnya mempunyai tulang pubis yang lebih leb ar
dari laki-laki untuk memungkinkan kepala bayi untuk lewat pada saat proses kelahiran.
Ukuran sudut subpubis lebih dari 90 derajat, sedangkan pada laki-laki kurang dari 90 derajat.
Panggul pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os pubis) dan tulang usus (os
oschii), sudut pada insisura ischiadika mayor lebih terbuka, foramen obturatorium mendekati
bentuk segitiga. Sangat diagnostik adalah Arc compose.
Di samping itu pada wanita terdapat lengkung pada bagian ventral tulang kemaluan,
yang tidak terlalu terlihat pada pria. Bagian subpubica dari ramus ischio-pubicus cekung pada
wanita, sedangkan pada pria tulang ini cembung. Dilihat dari sisi ventral, pada wanita bagian
yang sama agak tajam, pada pria lebih membulat.
19
Gambar 6. Perbedaan tulang panggul pada wanita dan laki-laki
Pada panggul, indeks isio-pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium)
merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83,6, sedangkan nilai
wanita sekitar 99,5.
Ukuran anatomik lain seperti indeks asetabulo-isiadikum, indeks cotulo-isiadikum,
ukuran pintu atas, tengah, dan bawah panggul serta morfologi deskriptif seperti :
Insisura isiadikum mayor yang sempit dan dalam pada laki-laki.
Sulkus preaurikularis yang menonjol pada wanita.
Arkus sub-pubis dan krista iliaka.
Gambar 7. Perbedaan bentuk pintu atas panggul pada wanita dan laki-laki
Perbedaan pelvis pada laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 1. Penggunaan
kerangka pelvis untuk menentukan jenis kelamin memiliki akurasi 95%. Namun, analisis
pada tulang panggul ini tidak dapt menjadi indikator yang berguna pada anak pra pubertas.
Dimorfism antara kedua jenis kelamin susah dibedakan pada anak pra pubertas.
CiriBobot
W
Hiperfemi
nin (-2)
Feminin
(-1)
Netral
(0)
Maskulin
(+1)
Hipermasku
lin (+2)
Sulcus
preauriculari
s
3
Mendalam
Batasnya
jelas
Lebih
dangkal
tetapi jelas
Hanya
bekas
Hampir
tak terlihatTidak ada
Incisura
ischiadica 3 Sangat
terbuka,
Terbuka
bentuk V,
Bentuk
peralihanBentuk U Sempit,
jelas bentuk
20
mayor bentuk V 90-100 U
Angulus
suppubicus2 > 100
Ciri
feminin
kurang
jelas
60-100 45-60 < 45
Os Coxae 2
Rendah,
lebar,
sayap luas,
relief otot
kurang
jelas
Bentuk
peralihan
Ciri
maskulin
kurang
jelas
Tinggi,
sempit,
relief otot
sangat
terlihat
Arc
Compose2
Dua
lengkung
Dua
lengkung
Dua
lengkung
Satu
lengkung
Foramen
obturatorium2
Segitiga
sudut
runcing
SegitigaBentuk
tidak jelas
Satu
lengkung
Oval
dengan
sudut
Corpus ossis
ischii2
Sangat
sempit,
tuber
ischiadicu
s kurang
jelas
Sempit SedangOval,
lebarBulat
Crista iliaca 1
Bentuk S
nya sangat
dangkal
Bentuk S
nya
dangkal
Sedang
Jelas
berbentuk
S
Sangat lebar
dengan
tuber
ischidikus
sangat kuat
Fossa iliaca 1
Sangat
rendah dan
lebar
Rendah
dan lebar
Tinggi dan
lebarnya
sedang
Tinggi dan
sempit
Sangat jelas
berbentuk S
21
Pelvis major 1Sangat
lebarSedang Sempit
Sangat
tinggi dan
sempit
Pelvis minor 1Sangat
lebar oval
Lebar,
oval
Lebarnya
sedang,
bulat
Sempit
berbentuk
harten
Sangat
sempit
berbentuk
harten
Tabel 2. Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul
4.4.2 Identifikasi jenis kelamin dari tulang tengkorak
Dimorfism pada tulang tengkorak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin.
Terdapat beberapa perbedaan tulang tengkorak pria dan wanita terlihat pada tabel berikut.
Tengkorak pria lebih besar, lebih berat, dan tulangnya lebih tebal. Seluruh relief
tengkorak (benjolan, tonjolan, dan sebagainya) lebih jelas pada pria.
Tulang dahi dipandang dari normal lateralis kelihatan lebih miring pada pria, pada
wanita hampir tegak lurus, benjolan dahi (tubera frontalla) lebih jelas pada wanita, pada pria
agak menghilang. Arci supercilliaris lebih kuat pada laki-laki, sering hampir tidak jelas pada
wanita. Pinggir lekuk mata (orbita) agak tajam atau tipis pada wanita dan tumpul atau tebal
pada pria. Bentuk orbita pada pria lebih bersegi empat (menyerupai layar TV dengan sudut
tumpul), pada wanita lebih oval membulat.
Prossesus mastoideus besar dan takiknya (incisura mastoidea) lebih mendalam pada
pria. Perbedaan tengkorak laki-laki dan wanita dapat dilihat pada tabel 2.
22
Gambar 3. Perbedaan tengkorak wanita dan laki-laki
No
.Tanda Pria Wanita
1Ukuran, volume
endokranialBesar Kecil
2 Arsitektur Kasar Halus
3 Tonjolan supraorbital Sedang-besar Kecil-sedang
4 Prosesus mastoideus Sedang-besar Kecil-sedang
5
Daerah oksipital, linea
muskulares, dan
protuberensia
Tidak jelas Jelas/menonjol
6 Eminensia frontalis Kecil Besar
7 Eminensia partetalis Kecil Besar
8 OrbitaPersegi, rendah relatif kecil,
tepi tumpul
Bundar, tinggi relatif
besar, tepi tajam
9 Dahi Curam kurang membundarMembundur, penuh,
infantil
23
10 Tulang pipi Berat, arkus lebih ke lateral Ringan, lebih memusat
11 MandibulaBesar, simfisisnya tinggi,
ramus asendingnya besar
Kecil dengan ukuran
korpus dan ramus lebih
kecil
12 PalatumBesar dan lebar, cenderung
seperti huruf U
Kecil, cenderung seperti
parabola
13 Kondilus oksipitalis Besar Kecil
14 Gigi geligiBesar, M1 bawah sering 5
kuspid
Kecil, molar biasanya 4
kuspid
Tabel 3. Identifikasi jenis kelamin dari tengkorak kepala
Sudut yang terbentuk oleh ramus dari corpus mandibulae lebih kecil pada pria
(mendekati 90o). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih jelas atau besar pada pria.
Processus coronoideus lebih besar atau panjang pada pria.
No. Yang membedakan Laki-laki Perempuan
1 Ukuran Lebih besar Lebih kecil
2 Sudut anatomis Everted Inverted
3 Dagu Berbentuk persegi empat Agak bulat
4 Bentuk tulang Berbentuk seperti huruf Berbentuk seperti huruf "U"
5 Mental tubercle "V" besar dan menonjol Tidak signifikan
6 Myelohyoid line Menonjol dan dalam Kurang menonjol dan dangkal
7 Tinggi pada simphisis mentii Lebih Kurang
8 Ramus ascending Lebih lebar Lebih sempit
24
9 Condylar facet Lebih besar Lebih kecil
10 Berat dan permukaan
Lebih berat, permukaan kasar dengan tempat
perlengketan otot yang menonjol
Lebih ringan dengan permukaan yang halus
11 Gigi Lebih besar Lebih kecil
Tabel 4. Identifikasi jenis kelamin dari mandibula
4.4.3 Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur
Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan dengan tulang
wanita dengan perbandingan 100:90.
Pada tulang-tulang femur, humerus, dan ulna terdapat beberapa ciri khas yang
menunjukkan jenis kelamin seperti ukuran kaput dan kondilus, sudut antara kaput femoris
terdapat batangnya yang lebih kecil pada laki-laki, perforasi fosa olekrani menunjukkan jenis
wanita, serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki.
No. Yang membedakan Laki-laki Perempuan
1 Caput Permukaan persendian lebih dari 2/3 dari bulatan
Permukaan persendian kurang dari 2/3 dari
bulatan
2 Collum dan corpus Membentuk sudut lancip
3 Kecenderungan corpus bagian bawah ke arah Kurang Lebih
4 Dalam Sekitar 4-5 cm Sekitar 4.15 cm
5 Diameter vertikal caput Sekitar 45 cm Sekitar 39 cm
6 Panjang oblik trochanter Sekitar 14 cm Sekitar 10 cm
25
7 Garis popliteal Sekitar 5-7 cm Sekitar 7 cm
8 Lebar bicondylarBerat, permukaan kasar
dengan tempat perlekatan otot yang menonjol
Ringan dengan permukaan yang halus
Tabel 5. Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur
Gambar 4. Perbedaan tulang femur pada wanita dan laki-laki
4.4.4 Identifikasi jenis kelamin dari tulang-tulang lainnya
Jumlah beberapa ukuran pada tulang dada seperti panjang sternum tanpa xyphoid,
lebar sternum pada segmen I dan II, tebal minimum manubrim dan korpus sternum segmen I
dapat untuk menentukan jenis kelamin.
4.5 UMUR
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun perkiraan umur
seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac joint, cranium,
artritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi
yang mendekati perkiraan umum. Untuk memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari
rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada range usia yang berbeda. Range
usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi, dan anak kecil, usia kanak-kanak lanjut, usia
remaja, dewasa muda, dan dewasa tua.
Pemeriksaan terhadap pusat penulangan (osifikasi) dan penyatuan epifisis tulang
sering digunakan untuk perkiraan umur pada tahun-tahun pertama kehidupan. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan menggunakan foto radiologis atau dengan melakukan pemeriksaan
langsung terhadap pusat penulangan pada tulang.
26
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak guna
perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode, namun pada
akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat dan hanya dipakai dalam
lingkup dekade (umur 20-40 tahun) atau mid dekade (umur 25-45 tahun) saja.
EpiphysisUmur saat mulai bersatunya epiphysis (tahun)
Laki-laki Perempuan
Klavikula, medial
Skapula : processus acromialis
Humerus : caput
Tuberkel mayor
Trochlea
Epicondylus lateralis
Radius : caput
Distal
Ulna, distal
Ilium : krista Iiliaca
Ischium : pubis
Tuberositas ischium
Femur : caput
Distal
Tibia : proximal
Distal
Fibula : proximal
Distal
18-22
14-22
14-21
-4
11-51
11-17
14-19
16-20
18-20
17-20
-9
17-22
15-18
14-19
15-19
14-18
14-20
14-18
17-21
13-20
14-20
-4
-13
10-14
13-16
16-19
16-19
17-19
-9
16-20
13-17
14-17
14-17
14-16
14-18
13-16
Tabel 6. Mulai bersatunya epiphysis dengan diaphysis
Umur dalam tiga tahapan
1. Bayi baru dilahirkan
Neonatus, bayi yang belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk menentukan usianya
karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda pada masing-masing individu.
Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki gigi. Pembentukan gigi sering kali
digunakan untuk memperkirakan usia. Gigi permanen mulai terbentuk saat kelahiran,
dengan demikian pembentukan dari gigi permanen merupakan indikator yang baik
27
untuk menentukan usia. Beberapa proses penulangan mulai terbentuk apda usia ini, ini
berarti bagian-bagian yang lunak dari tulang mulai menjadi keras. Namun, ini bukan
faktor penentuan yang baik. Pengukuran tinggi badan diukur :
Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor.
Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit.
Umur Panjang Umur Panjang
1 bulan 1 cm 6 bulan 30 cm
2 bulan 4 cm 7 bulan 35 cm
3 bulan 9 cm 8 bulan 40 cm
4 bulan 16 cm 9 bulan 45 cm
5 bulan 25 cm 10 bulan 50 cmTabel 7. Pengukuran tinggi badan dengan umur
2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun
Masa kanak-kanak lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh. Semakin banyak
tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan pertumbuhan tulang panjang
dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini merupakan teknik yang berguna dalam
penentuan usia. Masing-masing epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia-usia
tertentu. Dewasa muda dan dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda
dalam penentuan usia, penutupan sutura cranium, morfologi dari ujung iga,
permukaan aurikula dan simfisis pubis, struktur mikro dari tulang dari gigi.
Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17-25 tahun.
Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
Unifikasi dimulai umur 18-25 tahun.
Unifikasi lengkap 25-30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap.
Tulang belakang sebelum 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan radier
pada permukaan atas dan bawah.
3. Dewasa lebih dari 30 tahun
Sutura cranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahan-lahan menyatu.
Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun hubungan penyatuan sutura dengan
penentuan umur kurang valid. Morfologi pada ujung iga berubah sesuai dengan umur.
Iga berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga saat mulai
28
terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama proses penuaan ujung
iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik. Iregularitas dari
ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.
Gambar 5. Perkembangan tengkorak berdasarkan umur
Pemeriksaan tengkorak :
Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna.
Sutura sagitalis, koronarius, dan sutura lambdoideus mulai menutup umur 20-
30 tahun.
Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25-35 tahun tetapi dapat tetap terbuka
sebagian pada umur 60 tahun.
Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70 tahun.
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari 18
hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh Mokern dan
Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang
masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan umur berdasarkan
sebuah tabel Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna
penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga, dan tulang belakang
mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur. Nemeskeri,
Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial,
relief permukaan simfisis pubis, dan struktur spongiosa humerus proksimal atau
epifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55
tahun. Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan
perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-6
tahun, geligi campuran 6-12 tahun). Selain itu dapat juga digunakan metode
Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi, pembentukan
29
dentin sekunder, semen sekunder, transparasi dentin, dan penyempitan atau penutupan
foramen apikalis.
4.6 GIGI
Erupsi gigi susu Erupsi gigi tetap
6-8 bulan I 1 bawah 6 tahun M 1
8 bulan I 1 atas 7 tahun I 1
8-10 bulan I 2 atas 8 tahun I 2
10-12 bulan I 2 bawah 9 tahun PM 1
12-14 bulan M 1 10 tahun PM 2
18-20 bulan Condylar facet 11-12 tahun C
22-24 bulan M 2 12-14 tahun M 2
21 tahun keatas M 3
Tabel 8. Usia berdasarkan erupsi gigi
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk membedakan
usia seseorang, jenis kelamin, dan ras. Hal ini dapat membantu untuk membatasi korban yang
sedang dicari atau untuk membenarkan atau memperkuat identitas korban. Perkembangan
gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini
memberikan hasil yang lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa
pertumbuhan.
Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6 intra uterin. Mineralisasi gigi
dimulai saat 12-16 minggu dan berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat
merangsang stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini
akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin disebut sebagai neonatal
line. Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk.
Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara kasar
berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal
line.
30
Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi
molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada
usia 14-16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan umur,
penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan perkembangan
gigi.
Gambar 6. X-ray gigi pada anak-anak
Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X-ray pada anak-anak.
a. Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan pada
usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tetapi
belum tumbuh secara utuh).
b. Dibandingkan dengan diagram yagn diambil dari Schour dan Massler pada gambar (b)
menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi molar tiga
yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi degenerasi dan
perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat
digunakan untuk aplikasi forensik.
Metode yang sering digunakan untuk menentukan usia dari pemeriksaan gigi antara
lain:
a. Metode Schour dan Massler
31
Schour dan Massler membuat tabel tentang gambaran pertumbuhan gigi mulai dari
lahir sampai dengan umur 21 tahun. Tabel ini biasanya digunakan untuk mempelajari
gigi geligi yang sudah seharusnya tanggal dan tumbuh pada umur tertentu.
Gambar 7. Diagram Pertumbuhan Gigi Schour dan Massler (Sumber:Ash, M. Wheeler's
Dental Anatomy Physiology and Occlusion 7th ed W.B.Saunders)
b. Tabel Gustaffson dan Koch
Pada prinsipnya sama dengan Schour dan Massler, hanya pada tabel ini, setiap gigi
diberi perkiraan jadwal yang lebih lengkap, mulai dari pembentukan, mineralisasi,
pertumbuhan ke dalam mulut sampai pada penutupan foramen apikalis, sejak dalam
kandungan hingga umur 16 tahun.
c. Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan tabel Gustaffson dan Koch pada umumnya bermanfaat
selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk memperkirakan umur seseorang
setelah masa itu digunakan 6 metode dari Gustaffson. Antara lain:
1. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang sesuai
dengan bertambahnya usia.
2. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, di dalam ruang pulpa akan dibentuk sekunder
dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin bertambahnya usia, maka
sekunder dentin semakin tebal.
32
3. Ginggiva attachment
Pertambahan usia jga ditandai dengan besarnya jarak antara perlekatan gusi
dan gigi.
4. Pembentukan foramen apikalis
Semakin lanjut usia, foramen apikalis akan semakin mengecil.
5. Transparansi akar gigi
Semakin tua seseorang, maka akar giginya semakin transparan, hal ini
dipengaruhi oleh mineralisasi.
6. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Bertambah tebalnya
sekunder semen berarti semakin bertambahnya usia.
d. Neonatal dan Von Ebner Lines
Garis – garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat pada gigi
yang telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan ketebalan 30 – 40 mikron.
Pada gigi susu dan Molar I, yaitu gigi yang ada waktu kelahiran, akan ditemukan
neonatal line berupa garis demarkasi yang memisahkan bagian dalam email.
Gambar. Garis Inkremental Von Ebner (sumber: www.uky.edu)
Selanjutnya, akan ditemukan juga garis inkremental Von Ebner yang
merupakan transisi antara periode pertumbuhan cepat dan pertumbuhan lambat yang
selang – seling. Jarak rata – rata garis ini adalah 4 mikron yang merupakan kecepatan
deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila pembentukan gigi belum selesai, perhitungan
garis Von Ebner dari neonatal line dapat membantu penentuan umur.
e. Metode Asam Aspartat
33
Metode ini telah digunakan untuk menentukan usia berdasarkan pada
terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia. Komponen protein terbanyak pada
tubuh manusia berbentuk L-amino Acid, D-amino Acid yang ditemukan pada tulang,
gigi, otak, dan lensa mata. D-amino acid dipercaya mempunyai proses metabolisme
lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju pemecahan yang lebih lambat dan tiap
bagiannya mempunyai rasio dekomposisi yang lebih lambat juga. Asam aspartat
mempunyai kemampuan penghapusan paling tinggi dari semua asam amino.
Rasio D-Aspartat Acid dan L-Aspartat Acid yang tinggi ditemukan pada orang
muda dan menurun pada pertambahan usia dan perubahan lingkungan.
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian bawah dan
premolar pertama karena mereka memiliki perkiraan umur yang lebih baik dari fraksi total
asam amino dengan membagi menjadi fraksi kolagen yang tidak laurt dan fraksi peptida.
4.7 RAS
Variasi geografi dari rangka manusia digunakan untuk mengidentifikasi ras manusia
atau silsilah seorang individu. Para ahli antropologi forensik membagi ras ke dalam 3 ras,
yaitu Mongoloid, Negroid, dan Kaukasoid.
Dibandingkan dengan perhitungan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan, penentuan
ras lebih sulit, kurang tepat, dan kurang dapat dipercaya karena tidak ada tanda di rangka.
Rangka digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan ras yang bersifat nonmetrik, yang di
dokumentasikan melalui metode antrostopik yang sedikit bersifat subjektif dan bervariasi
antara satu peneliti dengan peneliti lain. Bagaimanapun perkiraan ras merupakan sebuah cara
dalam bidang identifikasi forensik sebagaimana dengan penentuan usia, jenis kelamin, dan
tinggi badan yang sangat mempengaruhi ras dari masing-masing individu.
Rangka yang digunakan sebagai penentu dari ras sangat difokuskan pada ciri
tengkorak dan gigi geligi. Penentu ras dari tengkorak merupakan ciri-ciri metric dan non-
metrik, termasuk panjang dan lebar bentuk tengkorak, kekuatan tengkorak, bentuk
tengkorak,. Dan secara unik spesifik pada bentuk gigi. Beberapa perbedaan yang ditemukan
pada masing-masing ras seperti pada gigi seri, pada ras mongoloid dan negroid berbentuk
sekop sementara pada ras kaukasoid tidak. Selain gigi seri juga terdapat perbedaan pada
bentuk tulang pipi, pada kaukasoid tulang pipi kurang lebar, negroid lebar datar dan
mongoloid terletak di antaranya.
34
Gambar 7. Ras kaukasoid
Gambar 8. Ras negroid
35
Gambar 9. Ras mongoloid
No. Karakter Kaukasoid Negroid Mongoloid
1 Indeks cranial 75-80, mesokranial < 75, dolikokranial > 80, brakikranial
2 Kontur sagital Melengkung Depresi, cekung ke dalam Melengkung
3 Keeling of skull (-) (-) (+)
4 Total indeks facial > 90, semakin sempit > 85, semakin lebar 85-90, rata-rata
5 Profil wajah Lurus orthognatik Menonjol atau prognatik Intermediate
6 Profil spina nasal Runcing menonjol Sedikit runcing Membulat
7 Korda basalis Panjang Panjang Pendek
8 Sutura palatina Simple Simple Kompleks
9 Sutura metopik (+) (-) (-)
10 Worman bones (-) (-) (+)
36
11 Bentuk orbita Sudut miring Persegi Bulat tidak miring
12 Batas terbawah mata Menjauh Menjauh Mendekat
13 Indeks nasal < 48, lepthorhinik (sempit)
> 53, platyrhinik (lebar)
48-53, mesorhinik (intermediate)
14 Bentuk kavitas nasal Tear shaped (air mata) Bulat lebar Oval
15 Tulang nasal
"tower-shaped: (berbentuk
menara), sempit dan paralel dari anterior, agak
melengkung dalam profilnya
"Quonset hut shaped" (berbentuk kubah metal atau baja), lebar dan
meluas dari anterior, tidak
melengkung dalam profilnya
"Tented" (bentuk tented), sempit dan meluas dan
anterior, melengkung
dalam profilnya
16Pertumbuhan yang
berlebihan di pangkal hidung
(-) (-) (+)
17 Nasal sill (+) (-) (-)
18 Spina nasalis inferior
Besar dan cenderung tajam Kecil Kecil
19 Arkus zygomatikusSempit dan agak
mundur ke belakang
Sedang sampai besar dan agak
mundur ke belakang
Menonjol
20 Meatus acusticus externus Membulat Membulat Oval
21 Bentuk palatum Triangular RectangularParabola atau
terbentuk ladam atau sepatu kuda
22 Sutura palatine Irregular (tidak teratur)
Irregular (tidak teratur) Lurus
23 Oklusi Sedikit overbite Sedikit overbite Edge to edge atau sama rata
24 Insisivus sentralisBlade shaped
(berbentuk seperti mata pisau)
Blade shaped (berbentuk seperti
mata pisau)
Shovel shaped (berbentuk seperti
kapak)
25Bentuk ramus
mandibula ascending
Terjepit pada bagian pertengahan
Miring pada bagian belakang Lebar dan vertikal
26 Proyeksi ramus mandibula Tidak menonjol Menonjol Tidak menonjol
37
ascending
27 Sudut genital Sedikit melebar Tidak melebar Sedikit melebar
28 Profil dagu Lebih ke muka dan menonjol Membulat Sedikit menonjol
Tabel 9. Karakter tulang pada masing-masing ras
Ras juga dapat ditentukan dari ciri khas gigi masing – masing ras, yaitu:
Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut:
1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata berbentuk
sekop pada 85-99% ras mongoloid, 2-9% pada ras kaukasoid, dan 12% pada ras
negroid memperlihatkan adanya bentuk sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Densevaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal premolar
bawah pada 1-4% ras mongoloid.
Gambar. Dens Evaginatus pada premolar ke-2
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20% ras mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentu elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.
Gambaran gigi untuk ras Kaukasoid adalah sebagai berikut:
1. Cusp Carabelli, yaitu tonjolan pada molar 1.
38
Gambar. Cusp of Carabelli pada gigi molar 1
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar ke-2 dari mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.
Gambaran gigi untuk ras Negroid adalah sebagai berikut:
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat 2 sampai 3 tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
Gambar. Open Bite
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila.
4.8 TINGGI BADAN
Tinggi Badan seseorangyang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu,
menggunakan rumus yang dibuat banyak ahli.
1. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa ( Jawa )
Tinggi badan = 897 + 1,74 y ( femur kanan )
Tinggi badan = 822 + 1,90 y ( femur kiri )
39
Tinggi badan = 879 + 2,12 y ( tibia kanan )
Tinggi badan = 847 + 2,22 y ( tibia kiri )
Tinggi badan = 867 + 2,19 y ( fibula kanan )
Tinggi badan = 883 + 2,14 y ( fibula kiri )
Tinggi badan = 847 + 2,60 y ( humerus kanan )
Tinggi badan = 805 + 2,74 y (humerus kiri )
Tinggi badan = 842 + 3,45 y ( radius kanan )
Tinggi badan = 862 +3,40 y ( radius kiri )
Tinggi badan =819 + 3,15 y (ulna kanan )
Tinggi badan = 847+ 3,06 y (ulna kiri )
2. Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid :
1,22 ( fem +fib) + 70,24 (±3,18 cm )
1,22 ( fem +tib) +70,37 (± 3,24 cm )
2,40 ( fib ) +80,56(±3,24 cm )
2,39 (tib) +81,45(±3,27 cm)
2,15 (fem) +72,57(±3,80 cm)
1,68 (hum+ulna ) +71,18(±4,14cm)
1,67(hum+rad) +74,83(±3,24cm)
2,68 (hum) +83,19(±4,25cm)
3,54 (rad) +82,00(±4,60cm)
3,48 (ulna) +77,45(±3,66cm)
Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi dewasa
muda di Indonesia :
Pria : TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) ( ±4,2961 cm)
TB = 75,9800 + 2,39922(tib)+ (± 4,3572 cm)
TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) + (± 4,6186 cm)
Wanita : TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) (±4,868 cm )
TB= 77,4717 +2,1889 (tib)(±4,9526 cm)
TB = 76,2772 + 2,2522 (fib)(±5,0226 cm)
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang
yang segar, sehingga dalam menghitung tinggi badan perlu diperhatikan. Rata – rata tinggi
laki – laki lebih besar dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki – laki dan
40
wanita. Apabila tidak dibedakan , maka diperhitungkan ratio laki – laki : wanita adalah 100 :
90. Selain itu penggunaan lebih dari satu tulang dianjurkan. Ukuran pada tengkorak, tulang
dada dan telapak tangan jug dapat digunakan untuk menilai tinggi badan.
4.9 WAKTU KEMATIAN
Sangatlah susah untuk memperkirakan waktu kematian dari pemeriksaan tulang,
meskipun begitu dugaan – dugaan dapat dibuat dengan memperhatikan adanya fraktur,
aroma, dan kondisi jaringan lunak dan ligament yang melekat dengan pada tulang tersebut.
Pada kasus – kasus fraktur, perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam berbagai
tingkatan ketepatan, dengan pemeriksaan callus stelah dibedah sebelumnya secara
longitudinal. Aroma yang dikeluarkan tulang pada beberapa kematian sangat khas dan
menyengat. Harus diingat bahwa anjing,serigala dan pemakan daging lainnya akan
menggunduli tulang tanpa sedikitpun jarring lunak dan ligament, meskipun dalam waktu
yang sangat singkat, tetapi aroma yang ditinggalkan masih merupakan bukti dan tetap
beerbeda dari tulang yang telah mengalami penguraian di tanah tulang – tulang yang baru
mempunyai sisa jaringan lunak yang melekat pada tendon dan ligament, khususnya disekitar
ujung sendi. Periosteum kelihatan berserat, melekat erat pada permukaan batang tulang.
Tulang rawan mungkin masih ada dijumpai pada permukaan sendi.
Melekatnya sisa jaringan lunak pada tulang adalah berbeda-beda tergantung kondisi
lingkungan, dimana tulang terletak. Mikroba mungkin dengan cepat merubah seluruh
jaringan seluruh jaringan lunak dan tulang rawan, kadang dalam beberapa hari ataupun
beberapa minggu. Jika mayat dikubur pada tempat atau bangunan yang tertutup, jaringan
yang kering dapat bertahan sampai beberapa tahun. Pada iklim panas mayat yang terletak
pada tempat yang terbuka biasanya menjadi tinggal rangka pada tahun – tahun pertama,
walaupun tendon dan periosteumnya mungkin masih bertahan sampai lima tahun atau lebih.
Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang seperti :
1. Bau tulang
Bila masih dijumpai bau busuk diperkirakan lamanya kematian kurang dari 5 bulan.
Bila tidak berbau busuk lagi kematian dipikirkan lebih dari 5 bulan.
2. Warna Tulang
Bila warna tulang masih kekuning – kuningan dapat diperkiraan kematian kurang dari
7 bulan. Bila warna tulang telah berwarna agak keputihan diperkirakan kematian lebih
dari 7 bulan.
3. Kekompakan kepadatan tulang
41
Setelah semua jaringan lunak lenyap, tulang – tulang yang baru mungkin masih dapat
dibedakan dari tulang yang lama dengan menetukan kepadatan adan keadaan
permukaan tulang. Bila tulang telah tampak mulai berpori – pori, diperkirakan
kematian kurang dari 1 tahun. Bila tulang telah mempunyai pori – pori yang merata
dan rapuh diperkiakan kematian lebih dari dari 3 tahun.
Keadaan diatas berlaku bagi tulang yang tertanam didalam tanah. Kondisi
penyimpanan akan mempengaruhi keadaaan tulang dalam jangka waktu tertentu misalnya
tulang pada jari – jari akan menipis dalam beberapa tahun bahkan sampai puluhan tahun jika
disimpan dalam ruangan. Tulang baru akan terasa lebih berat jika dibandingkan dengan
tulang yang lebih tua. Tulang – tulang yang baru akan lebih tebal dank eras, khususnya tulang
– tulang panjang seperti femur. Pada tulang yang tua, bintik kolagen yang hilang akan
memudahkan tulang tersebut untuk dipotong. Korteks sebelah luar seperti pada daerah sekitar
rongga sumsum tulang, pertama kalli akan kehilangan stroma, maka gambaran efek sandwich
akan kelihatan pada sentral lapisan kolagen pada daerah yang lebih rapuh. Hal ini tidak akan
terjadi dalam waktu lebih dari sepuluh tahun, bahkan dalam abad, kecuali jika tulang terpapar
cahaya matahari dan elemen lain. Merapuhnya tulang – tulang tua, biasanya kelihatan
pertama kali pada ujung – ujung tulang panjang, tulang yang berdekatan dengan sendi, seperti
tibia atau trochanter mayor dari tulang paha. Hal ini sering karena lapisan luar dari tulang
pipih tipis pada bagian ujung tulang dibandingkan dengan bagian batang, sehingga lebih
mudah mendapat paparan dari luar. Kejadian ini terjadi dalam beberap puluh tahun jika
tulang tidak terlindung, tetapi jika tulang tersebut terlindungi, kerapuhan tulang akan terjadi
setelah satu abad. Korteks tulang yang sudah berumur, akan terasa kasar dan keropos, yang
benar – benar sudah tua sudah diremukan ataupun dapat dilobangi dengan kuku jari.
Jadi banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan membusuknya tulang,
disamping jenis tulang itu sendiri mempengaruhi. Tulang – tulang yang tebal dan padat
seperti tulang paha dan lengan dapat bertahan sampai berbad – abad, sementara itu tulang –
tulang yang kecil dan tipis akan hancur lebih cepat. Lempengan tulang tengkorak, tulang –
tulang kaki dan tulang – tulang tangan, jari – jari dan tulang tipis dari wajah akan membusuk
lebih cepat, seperti juga yang dialami tulang – tulang kecil dari janin dan bayi.
Pemeriksaan Penentuan Umur Tulang
a. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, flouresensi cahaya ultraviolet dapat
menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika batang tulang dipotong
42
melintang, kemudian diamati ditempat gelap, dibawah cahaya ultraviolet, tulang –
tulang yang masih baru akan memancarkan warna perak kebiruan pada tempat
pemotongan. Sementara yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak berflouresensi
sampai ke bagian tengah. Dengan pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah
tersebut akan membentuk jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini kemudian
pecah dan bahkan lenyap, maka semua permukaan pemotongaan menjadi tidak
berflouresensi. Waktu untuk terjadinya proses ini berubah – berubah, tetapi
diperkirakan efek fluoresensi ultra violet akan hilang dengan sempurna kira – kira 100
– 150 tahun.
Tes fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang, pemanasan secara
ultra sonic dan pengamatan terhadap sifat – sifat yang timbul akibat pemanasan pada
kondisi tertentu. Semua criteria ini bergantung pada berkurangnya stroma organic dan
pembentukan dari kalsifikasi tulang seperti pengeroposan.
b. Tes serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai pada pemeriksaan
permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang, mungkin akan memberikan pernyataan
yang berbeda tentang lamanya kematian tergantung pada kepekaan dari teknik yang
dilakukan. Penggunaan metode cairan peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan
lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan berakhir
dengan cepat pada tulang yang terdapat di daerah berhawa panas.
Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai campuran Benzidin
peroksida. Jika reaksi negative penilaian akan lebih berarti. Jika reaksi positif
menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi positif, diperkirakan umur tulang
saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini dapat dipakai pada tulang yang masih
utuh ataupun pada tulang yang telah menjadi serbuk. Aktifitas immunologic
ditentukan dengan metode gel diffusion technique dengan anti human serum. Serbuk
tulang yang diolesi dengan amoniak yang konsentrasinya rendah, mungkin akan
member reaksi yang positif dengan serum anti human seperti reagen coombs, lama
kematian kira – kira 5 – 10 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.
c. Tes kimia
Tes kimia dilakukan dengan metode mikro – Kjeld-hal dengan cara mengukur
pengurangan jumlah protein dan nitrogen tulang. Tulang – tulang yang baru
mengadung kira – kira 4,5 % Nitrogen, yang akan berkurang dengna cepat. Jika pada
pemeriksaan tulang mengandung lebih dari 4% Nitrogen, diperkirakan bahwa lama
43
kematian tidak lebih dari 100 tahun, tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4%,
diperkirakan tidak lebih dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih
besar dari 3,5 gram per sentimeter berarti umur tulang pada saat kematian kurang dari
50 tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per sentimeter berarti umur umur tulang
atau saat kematian kurang dari 350 tahun.
Inti protein dapat dianalisa, dengan metode autoanalisa ataupun dengan cromatografi
dua dimensi. Tulang segar mengandung kira – kira 15 asam amino, terutama jika yang
diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah yang terutama. Tetapi
fralin dan hidroksiprolin merupakan tanda yang spesifik jika yang diperiksa kolagen
tulang. Jika pada pemeriksaan fralin dan hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan
lamanya kematian sekitar 50 tahun. Bila hanya didapatkan fralin dan hidroksiprolin
makan diperkirakan umur saat kematian kurang dari 500 tahun. Asam amino yang
lain akan lenyap setelah berates tahun, sehingga jika diamati tulang – tulang dari
jaman purbakala akan hanya mengandung 4 atau 5 asam amino saja. Sementara itu
ditemukan bahwa Glisin akan tetap bertahan sampai masa 1000 tahun. Bila umur saat
kematian kurang dari 70 – 100 tahun, akan didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.
4.9.1 MELIHAT APAKAH TULANG TERSEBUT DIPOTONG, DIBAKAR, ATAU
DIGIGIT BINATANG
Tulang, bagian ujung – ujung dari tulang, harus diperiksa dengan sangat teliti untuk
mengetahui apakah tulang – tulang tersebut dipotong dengan benda tajam, atau digerogoti
binatang, atau medulanya telah dimakan. Terkadang petugas kepolisian yang kurang
berpengalaman salah mengira tulang yang digerogoti binatang dan mengiranya dipotong
dengan benda tajam, lalu berusaha menerangkannya dengan berbagai teori yang tidak jelas.
Saluran – saluran nutrisi juga harus diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya arsenic merah
atau zat pewarna lainnya untuk mengetahui dengan pasti apakah tulang tersebut berasal dari
ruang pemotongan.
4.9.2 MENENTUKAN KEMUNGKINAN PENYEBAB KEMATIAN
Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari tulang, kecuali jika
didapatkan fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang tengkorak atau pada cervical atas
atau potongan yang dalam pada tulang yang mengarahkan kepada penggunaan alat pemotong
yang kuat. Penyakit-penyakit pada tulang, seperti karies atau nekrosis atau bekas cedera
bakar.
44
4.10 PEMERIKSAAN DNA
Sejauh ini terdapat Sembilan metode yang mengidentifikasi jenasah. Mulai dari
melihat bentuk tubuh korban atau tersangka yang belum rusak (visual), memeriksa dokumen
identitas diri, sampai mengenali pakain dan perhiasannya. Identifikasi jenasah juga dapat
dilakukan dengan pemeriksaan medis dari bagian tubuh seperti tulang dan uji serologis untuk
mengetahui golongan darah.
Hingga kini metode pemeriksaan DNA adalah cara identifikasi yang paling tajam
dibandingkan metode identifikasi jenasah lainnya dengan tingkat akurasi mendekati 100 %.
Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan DNA
bisa diambil dari sampel manapun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang paling banyak
digunakan biasanya darah, namun bisa juga cairan sperma, tulang, rambut, ludah, urin,
maupun kotoran manusia.
Definisi DNA
Asam deoksi-ribonukleat (deoxyribonucleic Acid = DNA) adalah suatu senyawa
kimiawi yang membentuk “kromoson”. Bagian dari suatu kromoson yang mendikte suatu
sifat khusus disebut “gen”. Struktur DNA adalah untaian ganda ( double helix) yaitu dua
untai bahan genetic yang membentuk spiral satu sama lain. Setiap untaian terdiri dari satu
deretan basa (juga disebut nukleotida). Basa dimaksud adalah salah satu dari keempat
senyawa kimiawi berikut : adenine, guanine, cytosine, dan thymine. Kedua untai DNA
berhubungan pada setiap basa. Setiap basa hanya akan berikatan dengan satu basa lainnya,
dengan aturan sebagai berikut: Adenine (A), hanya akan berikatan dengan Thymine (T), dan
Guanine (G) hanya akan berikatan dengan Cytosine (C).
Pemeriksaan DNA fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali diperkenalkan oleh Jerffreys pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termaksud daerah non-
coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang
berulan g sebanyak n kali. Contoh dari ssatu untaian DNA terlihat seperti ini:
A-A-C-T-G-A-T-A-G-G-T-C-T-A-G
Untaian DNA yang dapat terikat pasa untaian DNA diatas adalah :
dan gabungan keduanya menjadi:
A-A-C-T-G-A-T-A-G-G-T-C-T-A-G
45
T-T-G-A-A-T-A-T-C-C-A-G-A-T-C
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan
multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang, tetapi masing-masing individu
mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga
kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali.
Bagian DNA ini dikenal dengan nama variable number of tandem repatis (VNTR) dan
umumnya tersebar bagian ujung dari kromoson. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini
diturunkan dari kedua orang tua menurut hokum mendel, sehingga keberadaannya dapat
dilacak secara tidak langsung dari orang tua, anak, maupun saudara kandungnya.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melaukan ekstrasi DNA deri sel berinti, lalu
memotongnya dengan enzim retriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.
Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang
potongan) dengan melakukan elektroforesis gelagerose. Dengan menempatkan DNA pada
pada sisi bermuatan negative, maka DNA yang juga bermuatan negative akan ditolak ke sisi
lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen
DNA yang telah terpisah satu sama lain didalam agar lalu diserap pada suatu membrane
nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membrane yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk
membuat DNA nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian
dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses
yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen
DNA yang merupakan basa komplemennya. Untuk menampilkan DNA yang telah
berhibridisasi dengan pelacak berlabel ini, dipaparkan suatu film diatas membrane sehingga
film akan terbakar oleh adanya radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakaran
film oleh sinar radioaktif ini akan tampak pada film berupa pita-pita DNA yang membentuk
gambaran serupa barcode (label barang di supermarket). Dengan metode Jeffreys dan
menggunakan dua macam pelacak DNA umumnya dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pada
pita DNA per sampelnya.
Pada kasus identifikasi mayat yang tidak dikenal, dilakukan perbandingan pita korban
dengan pita orang tua atau anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangkan,
maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya
lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama dapat juga dilakukan pada kasus ragu ayah
(disputed paternity). Pada kasus pemerkosaan dilakukan perbandingan pita DNA dari apus
46
vagina dengan pita DNA tersangka. Jika tersangka adalah pelaku, maka akan dijumpai pita
DNA yang persis pola susunannya.
4.11 REKONSTRUKSI WAJAH
Penggunaan rekonstruksi wajah forensik telah membantu mengidentifikasi mayat
yang ditemukan dalam keadaan dekomposisi. Dengan merekonstruksi wajah menggunakan
kompter, peneliti forensik dapat menggunakan struktur tulang untuk menambah mata, rambut
dan kulit untuk mengembangkan flaksimili dekat orang yang mereka butuhkan untuk
mengidentifikasi. Gambar ini kemudian dibandingkan dengan database orang hilang untuk
meliht apakah ada kecocokan ditemukan. Jika database telah cocok, polisi kemudian dapat
mengirim foto ke media untuk distribusi. Setelah rekonstruksi wajah forensik dan
menemukan kecocokan yang dekat dalam database, ilmu pengetahuan forensik yang lebih
diperlukan untuk menyelessaikan proses. Mereka dapat menggunakan forensik dari orang
yang hilang dan tulang-tulang yang ditemukan untuk mengkonfirmasi apakah orang tersebut
memang yang mereka temukan. Mereka juga dapat menggunakan ilmu gigi forensik untuk
mengetahui apakah seseorang adalah orang tersebut.
BAB V
ASPEK MEDIKOLEGAL
5.1 Pasal 133 KUHAP
Ayat 1 : penyedik berwenang mengajukan pemintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
47
Ayat 2 : permintaan keterangan ahli secara tertulis
Ayat 3 : mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan baik.
5.2 Pasal 179 KUHAP
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman
atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
Sanksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan
ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan
keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
5.3 Undang – undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 118
(1) Mayat yang tidak dikenal harus dilakukan upaya identifikasi.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas upaya
identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Identifikasi adalah metode membedakan individu dengan individu lainnya
berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan individu lain.
48
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
2. Pada saat petugas kepolisian membawa tulang untuk melakukan pemeriksaan
medis, hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas
medis antara lain :
Tulang tersebut adalah tulang manusia atau bukan
Jika ternyata tulang manusia, tulang laki – laki atau wanita.
Tulang-tulang tersebut merupakan tulang dari satu individu atau beberapa
individu.
Umur dari pemilik tulang tersebut.
Waktu kematian.
Tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh binatang.
Kemungkinan penyebab kematian.
3. Metode pemeriksaan DNA adalah cara identifikasi yang paling tajam
dibandingkan metode identifikasi jenasah lainnya dengan tingkat akurasi
mendekati 100 %. Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian
tubuh korban. Pemeriksaan DNA bisa diambil dari sample manapun, yang
penting sel itu memiliki inti sel.
B. Saran
Dari urain diatas jika mendapati bukti medis berupa kerangka yang kemudian
dilakukan identifikasi kerangka, diharapkan dapat membedakan kerangka manusia
atau hewan, menentukan ras, umur, jenis kelamin, tinggi badan, serta perkiraan
kematiaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Atmaja D. S. Identifikasi Forensik. Dalam : Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1999.hlm.197-202.
2. Amir A. Kapita Selekta Kedokteran Forensik. Edisi ke-1. Medan : Universitas Sumatera Utara.2000.
3. Krogman MW, Iscan MY.The Human Skeleton in Forensic Medicine. Illinois : Thomas Publisers.1986.
49
4. Indriati E. Antropologi forensik: identifikasi rangka manusia, aplikasi antropologi biologis dalam konteks hukum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2010.hlm.9-19,23-46.
5. Boer, Ardiyan. Osteologi Umum. 10 thed. Padang : Percetakan Angkasa Raya6. Glinka J. 1990. Antopometri & Antroskopi. 3 rd ed. Surabaya.7. Nielsen SK. 1980. Pearson Identification by Means of the Teeth. Britol : John Wright
& Sons Ltd.8. Nandy A. 1996. Principles of Forensic Medicine. 1st ed. Calcutta : New Central Book
Agency (P) Ltd.9. Clark DH. Practical forensic odontology. Melksham: Butterworth-Heinemann
Ltd.1992.10. Dix J. Color atlas of forensic pathology. Boca Raton: CRC Press.2000.
50