LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
GERONTIK PADA HIPERTENSI
A. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2009).
Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah
seseorang berada pada tingkatan diatas normal. Konsekwensi dan keadaan
ini adalah timbulnya penyakit yang menggangu tubuh penderita. Dalam
penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan memerlukan
penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi: 2007).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2006 ).
Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi yaitu:
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Kategori Sistolik
(mmhg)
Diastolik
(mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat
berat)
≥210 ≥120
Kesimpulan :
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya > 140 mmHg dan tekanan diastoliknya > 90 mmHg.
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :
1. Hipertensi primer atau esensial
Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang
terbanyak, yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat
keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah
faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat
berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih
belum diketahui.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang
terindentifikasi lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti
hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,
aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh
pasien hipertensi.
C. PENYEBAB
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi
lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup
seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga
(genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun),
jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.
a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada
premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.
Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah
penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar
56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia
dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur
55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini
sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.
b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan
darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan
pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan
kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering
terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns
Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan
usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari
arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya
kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.
c. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya
aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh
darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan
lebih.
2. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit
tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah
(untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi
gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus
memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
3. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.
4. Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume
cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan
ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
5. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan
minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko
hipertensi.
6. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini
belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan
lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota. Stres akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.
D. TANDA DAN GEJALA
Peningkatan tekanan darah kadang kadang merupakan satu satunya
gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada
ginjal, mata, otot, dan jantung. Gejala lain yang bisa di temukan adalah sakit
kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur dan
mata berkunang kunang dan pusing (Mansjoer, Arief dkk, 2007)
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak di jumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula di temukan perubahan pada
retina, sepeti perdarahan eksudat (kumpulan cairan) penyempitan pembuluh
darah dan kasus berat edema pupil. (Smeltzer & Bare,2009).
Gejala yang lazim pada pasien hipertensi :
1. Mengeluh sakit kepala. Pusing
2. Lemas, kelelahan
3. Sesak napas
4. Gelisah
5. Mual
6. Muntah
7. Epistaksis
8. Kesadaran menurun
E. POHON MASALAH
Terlampir
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia
2. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi jaringan
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi)
4. Kalium Serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic
5. Kalsium Serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi
6. Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9. Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal
dan/atau adanya diabetes
10. VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokromositoma (penyebab) ; VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul
11. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai resiko
terjadinya hipertensi
12. Streroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul
13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter
14. Foto dada : dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;
deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung
15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma
16. EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan ,
gangguan konduksi catatan : Luas, peningggian gelombang P adalah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges,2010).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-
nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
1. Penatalaksanaan Non Farmakologis
a. Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau,
latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan.
b. Perubahan cara hidup
c. Mengurangi intake garam dan lemak
d. Mengurangi intake alkohol
e. Mengurangi BB untuk yang obesitas
f. Latihan/peningkatan aktivitas fisik
g. Olah raga teratur
h. Menghindari ketegangan
i. Istirahat cukup
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam
risiko tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85
atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
a. Golongan Diuretic
Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,
hydroklorotiazid.
Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
b. Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-
motor otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf
perifer, seperti golongan reserpin dan goanetidin.
c. Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui
penurunan curah jantung dan efek penekanan sekresi renin.
Misalnya, pindo-lol, propanolol, timolol.
d. Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,
diazoksid dan sodium nitrofusid.
e. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
f. Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-
miu.
H. KOMPLIKASI
Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab
tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal
ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.
a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler
Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan
tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan
penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel
memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-
tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari
kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik,
didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang
menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan
murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat)
sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung
protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja
ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi
ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark.
Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark
miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa
kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada
asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh
peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada
retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan
dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan
pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan
terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien
hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada
pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi.
Dapat juga ditemukan ’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus
dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius
adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari
kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder
akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana
perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan
perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-
Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh
terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat,
gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan
papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan
tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda
fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan
suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada
retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak
beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerosis pembuluh darah.
c. Efek pada Ginjal
Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler
glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi
dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi
tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada
glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal
ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi
pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada
pasien-pasien ini.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Hipertensi
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, wheezing
b. Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output menurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi
pupil.
2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
1. Kaji adanya faktor-faktor hypertensi, umur, etnik, ras, riwayat
hypertensi keluarga, rata-rata intake kalori, sodium dan
potassium, penggunaan alcohol, kebisaan merokok (perokok
berat), terapi hormonal dan kebiasaan latihan.
2. Kaji riwayat masa lalu dan sekarang mengenai sakit ginjal dan
kardiovaskular.
3. Kaji obat-obatan yang terakhir digunakan dan bagaimana tingkat
kepatuhan terhadap program pengobatan.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis hipertensi dan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai hipertensi, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis, batuk dan posisi istirahat klien.
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner
atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.
3) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau
obtruksi.
4) Neurosensori
a. Keluhan pusing
b. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
5) Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul dalam kasus kegawatan pada hipertensi
adalah:
1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi / rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d suplai O2 ke otak
menurun
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
4. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan cairan intravaskuler, edema.
5. Intoleransi aktivitasi b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
K. INTERVENSI
DiagnosaNOC
(Tujuan)
NIC
(Intervensi)
Penurunan curah
jantung
NOC :
Cardiac Pump effectiveness
Setelah dilakukan asuhan
selama…x... jam penurunan
kardiak output klien teratasi
dengan kriteria hasil:
a. Tanda Vital dalam rentang
normal (Tekanan darah,
Nadi, respirasi)
b. Dapat mentoleransi aktivitas,
tidak ada kelelahan
c. Tidak ada edema paru,
perifer, dan tidak ada asites
d. Tidak ada penurunan
kesadaran
e. Tidak ada distensi vena leher
f. Warna kulit normal
NIC :
Cardiac Care
1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Catat adanya disritmia jantung
3. Catat adanya tanda dan gejala
penurunan cardiac output
4. Monitor status pernafasan yang
menandakan gagal jantung
5. Monitor balance cairan
6. Monitor respon pasien terhadap
efek pengobatan antiaritmia
7. Monitor toleransi aktivitas
pasien
8. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, takipneu dan ortopneu.
9. Anjurkan untuk menurunkan
stres
10. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
11. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
12. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
Vital Sign Monitoring
1. Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung
2. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
3. Monitor pola pernapasan
abnormal
4. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
5. Monitor sianosis perifer
6. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
8. Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
Ketidakefektifan
Perfusi jaringan
serebral
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama .... x …,
diharapkan suplai aliran darah ke
otak lancar dengan Kriteria
Hasil :
1. Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
2. Tekanan darah sistole dan
diastole dalam batas yang
diharapkan
3. Tidak ada keluhan sakit
kepala
4. Tidak ada muntah
5. Tidak ada keluhan
hipertermi/demam
6. CRT kurang dari 3 detik
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
1. Berikan informasi kepada
keluarga
2. Monitor tekanan perfusi serebral
3. Catat respon pasien terhadap
stimuli
4. Monitor tekanan intrakranial
pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
5. Monitor jumlah drainage cairan
serebrospinal
6. Monitor intake dan output cairan
7. Restrain pasien jika perlu
8. Monitor suhu dan angka WBC
9. Kolaborasi pemberian antibiotik
10.Posisikan pasien pada posisi
semifowler
11.Minimalkan stimuli dari
7. Respirasi rate dalam batas
normal
8. Denyut nadi teraba kuat
lingkungan
Vital Sign Monitoring
1. Monitor tekanan darah, nadi,
respirasi, dan suhu tubuh klien
2. Monitor tanda gejala hipotermi
atau hipertermi
Kelebihan volume
cairan
NOC :
1. Fluid balance
2. Hydration
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x….jam.
Kelebihan volume cairan teratasi
dengan kriteria:
a. Terbebas dari edema, efusi,
anaskara
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspneu/ortopneu
c. Terbebas dari distensi vena
jugularis,
d. Memelihara tekanan vena
sentral, tekanan kapiler paru,
output jantung dan vital sign
dalam batas normal
e. Terbebas dari kelelahan,
kecemasan atau bingung
NIC :
Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2. Pasang urin kateter jika
diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN ,
Hematokrit , osmolalitas urin )
4. Monitor vital sign
5. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher,
asites)
6. Berikan terapi cairan IV
7. Monitor masukan makanan /
cairan
Fluid Monitoring
1. Monitor status nutrisi
2. Monitor berat badan
3. Monitor elektrolit
4. Monitor tanda dan gejala dari
odema
5. Monitor CRT
6. Monitor tanda dan gejala
ascites
Nyeri akut NOC
Pain Level
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …x…jam
masalah nyeri akut klien dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Melaporkan nyeri
2. Klien tidak tampak
memegang area yang nyeri
3. Tidak mengekpresikan wajah
meringis
4. Tidak gelisah
5. Melaporkan nyeri dapat
terkontrol
6. Menjelaskan factor penyebab
nyeri
7. Respirasi dalam batas normal
8. Nadi dalam batas normal
9. Tekanan darah dalam batas
normal
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi.
2. Observasi reaksi verbal dan non
verbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri
lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi, dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi kefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
Analgesic Administration
1. Kolaborasi pemberian obat
analgesic dengan dokter
2. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
3. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
4. Cek riwayat alergi
5. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi afektivitas analgesik,
tanda dan gejala.
Intoleransi
aktivitas
NOC :
Self Care : Activities of Daily
Living (ADL)
Activity Tolerance
Vital Sign
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama …x… jam
masalah intoleransi aktivitas klien
dapat teratasi dengan kriteria hasil
:
1. Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari (makan,
berpakaian, toileting, mandi,
gosok gigi)
2. Mampu mengatur posisi tubuh
3. Saturasi oksigen normal
ketika beraktivitas
4. Nadi dalam batas normal
ketika beraktivitas
5. Tekanan sistolik dalam batas
normal
6. Tekanan diastolik dalam batas
normal
Activity Therapy
1. Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
2. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
3. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
4. Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas
5. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
6. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
7. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
8. Latih pasien miring kanan,
miring kiri, duduk, bangun
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
respirasi
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
L. REFERENSI
Doengoes, Marilynn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC
Docterman dan Bullechek. 2013. Nursing Invention Classifications (NIC),
Edition 4. United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC).
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press
Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta
Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klasifikasi,
Jakarta: EGC
Smeltzer, Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta : EGC