LP HT Emergency

33
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA HIPERTENSI A. PENGERTIAN Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2009). Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan diatas normal. Konsekwensi dan keadaan ini adalah timbulnya penyakit yang menggangu tubuh penderita. Dalam penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan memerlukan penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi: 2007). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2006 ). Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi yaitu: Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih Kategori Sistolik Diastolik

description

HT Emergency

Transcript of LP HT Emergency

Page 1: LP HT Emergency

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK PADA HIPERTENSI

A. PENGERTIAN

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada

populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2009).

Darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah

seseorang berada pada tingkatan diatas normal. Konsekwensi dan keadaan

ini adalah timbulnya penyakit yang menggangu tubuh penderita. Dalam

penyakit hipertensi merupakan masalah kesehatan dan memerlukan

penanggulangan dengan baik. (Sudjaswandi: 2007).

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama

dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95

mmHg (Kodim Nasrin, 2006 ).

Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi yaitu:

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih

Kategori Sistolik

(mmhg)

Diastolik

(mmhg)

Normal < 130 <85

Normal tinggi 130-139 85-89

Hipertensi †

Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99

Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tingkat 4 (sangat

berat)

≥210 ≥120

Kesimpulan :

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya > 140 mmHg dan tekanan diastoliknya > 90 mmHg.

Page 2: LP HT Emergency

B. KLASIFIKASI

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :

1. Hipertensi primer atau esensial

Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang

terbanyak, yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat

keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah

faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat

berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih

belum diketahui.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang

terindentifikasi lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti

hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,

aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh

pasien hipertensi.

C. PENYEBAB

Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi

lain meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup

seperti obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.

Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat

dikontrol, antara lain:

1. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga

(genetik kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun),

jenis kelamin pria atau wanita pasca menopause.

a. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan

wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler

sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause

dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan

kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang

Page 3: LP HT Emergency

tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya

proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai

penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada

premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon

estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan.

Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah

kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang

umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah

penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar

56,5%.Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia

dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur

55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini

sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.

b. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan

darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan

darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi

pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan

pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis

obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan

kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering

terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini

disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Hanns

Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan

usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari

arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya

kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi

semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

c. Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini

Page 4: LP HT Emergency

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan

orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi.

2. Faktor resiko yang dapat dikontrol:

1. Obesitas

Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori

mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya

aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat

memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu

timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh

darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan

lebih.

2. Kurang Olahraga.

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit

tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah

(untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa

apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena

adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko

tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi

gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak

jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras

pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus

memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.

Page 5: LP HT Emergency

3. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat

dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna

dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami

ateriosklerosis.

4. Mengkonsumsi garam berlebih

Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)

merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi

risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan

adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6

gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan

konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk

menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume

cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan

ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,

sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

5. Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak

jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan

minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko

hipertensi.

6. Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir

tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.

7. Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas

saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah

secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini

belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan

lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat

Page 6: LP HT Emergency

dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok

masyarakat yang tinggal di kota. Stres akan meningkatkan resistensi

pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan

menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat

berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan

karakteristik personal.

D. TANDA DAN GEJALA

Peningkatan tekanan darah kadang kadang merupakan satu satunya

gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada

ginjal, mata, otot, dan jantung. Gejala lain yang bisa di temukan adalah sakit

kepala, epistaksis, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur dan

mata berkunang kunang dan pusing (Mansjoer, Arief dkk, 2007)

Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak di jumpai kelainan apapun selain

tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula di temukan perubahan pada

retina, sepeti perdarahan eksudat (kumpulan cairan) penyempitan pembuluh

darah dan kasus berat edema pupil. (Smeltzer & Bare,2009).

Gejala yang lazim pada pasien hipertensi :

1. Mengeluh sakit kepala. Pusing

2. Lemas, kelelahan

3. Sesak napas

4. Gelisah

5. Mual

6. Muntah

7. Epistaksis

8. Kesadaran menurun

E. POHON MASALAH

Terlampir

Page 7: LP HT Emergency

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan

dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat

mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia

2. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi jaringan

3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hipertensi)

dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan

hipertensi)

4. Kalium Serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron

utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic

5. Kalsium Serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan

hipertensi

6. Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat

mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa

(efek kardiovaskuler)

7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi

dan hipertensi

8. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer

(penyebab)

9. Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal

dan/atau adanya diabetes

10. VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindikasikan

adanya feokromositoma (penyebab) ; VMA urin 24 jam dapat dilakukan

untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul

11. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai resiko

terjadinya hipertensi

12. Streroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,

feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk

pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul

13. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab

parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter

Page 8: LP HT Emergency

14. Foto dada : dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;

deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung

15. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan

feokromisitoma

16. EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan ,

gangguan konduksi catatan : Luas, peningggian gelombang P adalah

salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges,2010).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-

nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

a. Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau,

latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus

dilakukan.

b. Perubahan cara hidup

c. Mengurangi intake garam dan lemak

d. Mengurangi intake alkohol

e. Mengurangi BB untuk yang obesitas

f. Latihan/peningkatan aktivitas fisik

g. Olah raga teratur

h. Menghindari ketegangan

i. Istirahat cukup

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam

risiko tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85

atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.

Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :

a. Golongan Diuretic

Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,

hydroklorotiazid.

Diuretik Loop, Misalnya furosemid.

Page 9: LP HT Emergency

b. Golongan Penghambat Simpatis

Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-

motor otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf

perifer, seperti golongan reserpin dan goanetidin.

c. Golongan Betabloker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui

penurunan curah jantung dan efek penekanan sekresi renin.

Misalnya, pindo-lol, propanolol, timolol.

d. Golongan Vasodilator

Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,

diazoksid dan sodium nitrofusid.

e. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Misalnya : captropil.

f. Antagonis Kalsium

Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-

hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-

miu.

H. KOMPLIKASI

Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab

tersering kematian adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal

ginjal sering ditemukan, dan sebagian kecil pada pasien dengan retinopati.

a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler

Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan

tekanan sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan

penebalan dinding ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel

memburuk, kapasitasnya membesar dan timbul gejala-gejala dan tanda-

tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul sebagai akibat dari

kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan oksigen

miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik,

didapatkan pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang

Page 10: LP HT Emergency

menonjol. Suara penutupan aorta menonjol dan mungkin ditemukan

murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung presistolik (atrial, keempat)

sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan bunyi jantung

protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja

ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi

ventrikel kiri. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark.

Sebagian besar kematian dengan hipertensi disebabkan oleh infark

miokard atau gagal jantung kongestif. Data-data terbaru menduga bahwa

kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh aldosteron pada

asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh

peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

b. Efek Neurologik

Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada

retina dan sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan

dengan arteri dan arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan

pemeriksaan optalmoskopik berulang memungkinkan pengamatan

terhadap proses dampak hipertensi pada pembuluh darah retina.

Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien

hipertensi. Sakit kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada

pagi hari, yang merupakan salah satu dari gejala-gejala awal hipertensi.

Dapat juga ditemukan ’keleyengan’, kepala terasa ringan, vertigo, tinitus

dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi yang lebih serius

adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari

kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder

akibat peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana

perdarahan serebri adalah akibat dari peningkatan tekanan darah dan

perkembangan mikroaneurisma vaskuler serebri (aneurisma Charcot-

Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui berpengaruh

terhadap perkembangan mikroaneurisma.

Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat,

gangguan kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan

papiledem dan kejang. Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan

Page 11: LP HT Emergency

tidak berkaitan dengan spasme arterioler atau udem serebri. Tanda-tanda

fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada, lebih dipikirkan

suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada

retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak

beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina.

Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau

setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing

atau sklerosis pembuluh darah.

c. Efek pada Ginjal

Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler

glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi

dan berakibat pada penurunan tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi

tubuler. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada

glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh hipertensi akibat gagal

ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya dari lesi

pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada

pasien-pasien ini.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer Hipertensi

a. Airway

- Peningkatan sekresi pernafasan

- Bunyi nafas krekles, ronchi, wheezing

b.  Breathing

- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,

takipneu/bradipneu, retraksi.

- Menggunakan otot aksesoris pernafasan

- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

c.  Circulation

- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi

- Sakit kepala

Page 12: LP HT Emergency

- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah

- Papiledema

- Urin output menurun

d. Dissability

Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status

umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi

pupil.

2. Pengkajian Sekunder

a. Anamnesis

1. Kaji adanya faktor-faktor hypertensi, umur, etnik, ras, riwayat

hypertensi keluarga, rata-rata intake kalori, sodium dan

potassium, penggunaan alcohol, kebisaan merokok (perokok

berat), terapi hormonal dan kebiasaan latihan.

2. Kaji riwayat masa lalu dan sekarang mengenai sakit ginjal dan

kardiovaskular.

3. Kaji obat-obatan yang terakhir digunakan dan bagaimana tingkat

kepatuhan terhadap program pengobatan.

b. Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang

mendukung diagnosis hipertensi dan menyingkirkan kemungkinan

penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang

mungkin menyertai hipertensi, meliputi pemeriksaan :

1) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,

kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi

pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu

pernapasan sianosis, batuk dan posisi istirahat klien.

2) Sirkulasi

Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner

atau katup dan penyakit cerebro vaskuler.

Page 13: LP HT Emergency

3) Eliminasi

Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau

obtruksi.

4) Neurosensori

a. Keluhan pusing

b. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan

menghilang secara spontan setelah beberapa jam).

5) Pernapasan

a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja

b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.

c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.

d. Riwayat merokok

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul dalam kasus kegawatan pada hipertensi

adalah:

1. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokontriksi,

hipertrofi / rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.

2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b/d suplai O2 ke otak

menurun

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

4. Kelebihan volume cairan b/d peningkatan cairan intravaskuler, edema.

5. Intoleransi aktivitasi b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

Page 14: LP HT Emergency

K. INTERVENSI

DiagnosaNOC

(Tujuan)

NIC

(Intervensi)

Penurunan curah

jantung

NOC :

Cardiac Pump effectiveness

Setelah dilakukan asuhan

selama…x... jam penurunan

kardiak output klien teratasi

dengan kriteria hasil:

a. Tanda Vital dalam rentang

normal (Tekanan darah,

Nadi, respirasi)

b. Dapat mentoleransi aktivitas,

tidak ada kelelahan

c. Tidak ada edema paru,

perifer, dan tidak ada asites

d. Tidak ada penurunan

kesadaran

e. Tidak ada distensi vena leher

f. Warna kulit normal

NIC :

Cardiac Care

1. Evaluasi adanya nyeri dada

2. Catat adanya disritmia jantung

3. Catat adanya tanda dan gejala

penurunan cardiac output

4. Monitor status pernafasan yang

menandakan gagal jantung

5. Monitor balance cairan

6. Monitor respon pasien terhadap

efek pengobatan antiaritmia

7. Monitor toleransi aktivitas

pasien

8. Monitor adanya dyspneu,

fatigue, takipneu dan ortopneu.

9. Anjurkan untuk menurunkan

stres

10. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

11. Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

12. Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

Vital Sign Monitoring

1. Monitor jumlah, bunyi dan irama

jantung

2. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

3. Monitor pola pernapasan

Page 15: LP HT Emergency

abnormal

4. Monitor suhu, warna, dan

kelembaban kulit

5. Monitor sianosis perifer

6. Monitor adanya cushing triad

(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)

7. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

8. Jelaskan pada pasien tujuan dari

pemberian oksigen

Ketidakefektifan

Perfusi jaringan

serebral 

NOC :

Circulation status

Tissue Prefusion : cerebral

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama .... x …,

diharapkan suplai aliran darah ke

otak lancar dengan Kriteria

Hasil :

1. Tidak ada tanda tanda

peningkatan tekanan

intrakranial (tidak lebih dari

15 mmHg)

2. Tekanan darah sistole dan

diastole dalam batas yang

diharapkan

3. Tidak ada keluhan sakit

kepala

4. Tidak ada muntah

5. Tidak ada keluhan

hipertermi/demam

6. CRT kurang dari 3 detik

NIC :

Intrakranial Pressure (ICP)

Monitoring (Monitor tekanan

intrakranial)

1. Berikan informasi kepada

keluarga

2. Monitor tekanan perfusi serebral

3. Catat respon pasien terhadap

stimuli

4. Monitor tekanan intrakranial

pasien dan respon neurology

terhadap aktivitas

5. Monitor jumlah drainage cairan

serebrospinal

6. Monitor intake dan output cairan

7. Restrain pasien jika perlu

8. Monitor suhu dan angka WBC

9. Kolaborasi pemberian antibiotik

10.Posisikan pasien pada posisi

semifowler

11.Minimalkan stimuli dari

Page 16: LP HT Emergency

7. Respirasi rate dalam batas

normal

8. Denyut nadi teraba kuat

lingkungan

Vital Sign Monitoring

1. Monitor tekanan darah, nadi,

respirasi, dan suhu tubuh klien

2. Monitor tanda gejala hipotermi

atau hipertermi

Kelebihan volume

cairan

NOC :

1. Fluid balance

2. Hydration

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …x….jam.

Kelebihan volume cairan teratasi

dengan kriteria:

a. Terbebas dari edema, efusi,

anaskara

b. Bunyi nafas bersih, tidak ada

dyspneu/ortopneu

c. Terbebas dari distensi vena

jugularis,

d. Memelihara tekanan vena

sentral, tekanan kapiler paru,

output jantung dan vital sign

dalam batas normal

e. Terbebas dari kelelahan,

kecemasan atau bingung

NIC :

Fluid Management

1. Pertahankan catatan intake dan

output yang akurat

2. Pasang urin kateter jika

diperlukan

3. Monitor hasil lab yang sesuai

dengan retensi cairan (BUN ,

Hematokrit , osmolalitas urin  )

4. Monitor vital sign

5. Monitor indikasi retensi /

kelebihan cairan (cracles, CVP ,

edema, distensi vena leher,

asites)

6. Berikan terapi cairan IV

7. Monitor masukan makanan /

cairan

Fluid Monitoring

1. Monitor status nutrisi

2. Monitor berat badan

3. Monitor  elektrolit

4. Monitor tanda dan gejala dari

odema

5. Monitor CRT

6. Monitor tanda dan gejala

ascites

Page 17: LP HT Emergency

Nyeri akut NOC

Pain Level

Setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama …x…jam

masalah nyeri akut klien dapat

teratasi dengan kriteria hasil :

1. Melaporkan nyeri

2. Klien tidak tampak

memegang area yang nyeri

3. Tidak mengekpresikan wajah

meringis

4. Tidak gelisah

5. Melaporkan nyeri dapat

terkontrol

6. Menjelaskan factor penyebab

nyeri

7. Respirasi dalam batas normal

8. Nadi dalam batas normal

9. Tekanan darah dalam batas

normal

Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri

secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor

presipitasi.

2. Observasi reaksi verbal dan non

verbal dari ketidaknyamanan

3. Gunakan teknik komunikasi

terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien

4. Kaji kultur yang mempengaruhi

nyeri

5. Evaluasi pengalaman nyeri

lampau

6. Evaluasi bersama pasien dan

tim kesehatan lain tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri

masa lampau

7. Bantu pasien dan keluarga

untuk mencari dan menemukan

dukungan

8. Kontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan

9. Kurangi faktor presipitasi nyeri

10. Pilih dan lakukan penanganan

nyeri (farmakologi, non

farmakologi, dan inter personal)

11. Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan intervensi

Page 18: LP HT Emergency

12. Ajarkan tentang teknik non

farmakologi

13. Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

14. Evaluasi kefektifan kontrol

nyeri

15. Tingkatkan istirahat

16. Kolaborasikan dengan dokter

jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil

17. Monitor penerimaan pasien

tentang manajemen nyeri.

Analgesic Administration

1. Kolaborasi pemberian obat

analgesic dengan dokter

2. Tentukan lokasi, karakteristik,

kualitas, dan derajat nyeri

sebelum pemberian obat

3. Cek instruksi dokter tentang

jenis obat, dosis, dan frekuensi

4. Cek riwayat alergi

5. Pilih analgesik yang diperlukan

atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu

6. Tentukan analgesik pilihan, rute

pemberian, dan dosis optimal

7. Pilih rute pemberian secara IV,

IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur

8. Monitor vital sign sebelum dan

sesudah pemberian analgesik

pertama kali

Page 19: LP HT Emergency

9. Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat

10. Evaluasi afektivitas analgesik,

tanda dan gejala.

Intoleransi

aktivitas

NOC :

Self Care : Activities of Daily

Living (ADL)

Activity Tolerance

Vital Sign

Setelah diberikan asuhan

keperawatan selama …x… jam

masalah intoleransi aktivitas klien

dapat teratasi dengan kriteria hasil

:

1. Mampu melakukan aktivitas

sehari-hari (makan,

berpakaian, toileting, mandi,

gosok gigi)

2. Mampu mengatur posisi tubuh

3. Saturasi oksigen normal

ketika beraktivitas

4. Nadi dalam batas normal

ketika beraktivitas

5. Tekanan sistolik dalam batas

normal

6. Tekanan diastolik dalam batas

normal

Activity Therapy

1. Kaji adanya faktor yang

menyebabkan kelelahan

2. Monitor nutrisi dan sumber

energi yang adekuat

3. Monitor pasien akan adanya

kelelahan fisik dan emosi

secara berlebihan

4. Monitor respon kardiovaskuler

terhadap aktivitas

5. Monitor pola tidur dan lamanya

tidur/istirahat pasien

6. Bantu untuk memilih aktivitas

konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan

sosial

7. Bantu pasien untuk

mengembangkan motivasi diri

dan penguatan

8. Latih pasien miring kanan,

miring kiri, duduk, bangun

Vital Sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu,

respirasi

2. Catat adanya fluktuasi tekanan

darah

3. Monitor VS saat pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

Page 20: LP HT Emergency

4. Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan

5. Monitor TD, nadi, RR,

sebelum, selama, dan setelah

aktivitas

6. Monitor kualitas dari nadi

7. Monitor frekuensi dan irama

pernapasan

8. Monitor suara paru

9. Monitor pola pernapasan

abnormal

10. Monitor suhu, warna, dan

kelembaban kulit

11. Monitor sianosis perifer

12. Monitor adanya cushing triad

(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan

sistolik)

13. Identifikasi penyebab dari

perubahan vital sign

Page 21: LP HT Emergency

L. REFERENSI

Doengoes, Marilynn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC

Docterman dan Bullechek. 2013. Nursing Invention Classifications (NIC),

Edition 4. United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic

Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC).

United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta

Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klasifikasi,

Jakarta: EGC

Smeltzer, Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta : EGC