HT emergency.docx

15
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita ipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis. 1 Hipertensi emergensi adalah kondisi klinis yang terdiri dari kelompok penderita dengan kondisi medis yang membutuhkan penurunan segera tekanan darah untuk mencegah komplikasi lebih serius. Dewasa ini kondisi seperti ini tidak sering dijumpai karena semakin membaiknya kesadaran dan pengobatan terhadap penderita dengan hipertensi. Krisis hipertensi adalah kondisi yang yang berbahaya bagi penderita namun dengan penanganan segera dapat mencegah kemungkinan kematian atau kecacatan. Kejadian krisis hipertensi di IGD kurang lebih 29%. 2

Transcript of HT emergency.docx

BAB IPENDAHULUAN

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancamjiwa.Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya menderita ipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis.1 Hipertensi emergensi adalah kondisi klinis yang terdiri dari kelompok penderita dengan kondisi medis yang membutuhkan penurunan segera tekanan darah untuk mencegah komplikasi lebih serius. Dewasa ini kondisi seperti ini tidak sering dijumpai karena semakin membaiknya kesadaran dan pengobatan terhadap penderita dengan hipertensi. Krisis hipertensi adalah kondisi yang yang berbahaya bagi penderita namun dengan penanganan segera dapat mencegah kemungkinan kematian atau kecacatan. Kejadian krisis hipertensi di IGD kurang lebih 29%.2

Tn KBAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS1. Identitas penderita:Nama: Tn. KDSUsia: 57 tahunAgama: KristenPekerjan: PNSAlamat: Jl. Sangga BuanaAnamnesis dilakukan pada hari Senin, 11 Mei 2015 Pkl 19.30 WIB

II. ANAMNESIS1. Keluhan utama: kepala terasa melayang2. Riwayat penyakit sekarangOs. Datang dengan keluhan kepaa terasa melayang sejak 6 jam SMRS. Badan terasa lemas namun tidak ditemukan adanya kelemahan anggota gerak, maupun bagian wajah. Pusing berputar dan sakit kepala di sangkal, muntah (-), kejang(-), perdarahan dari hidung/gusi (-), pandangan mata kabur dikeluhkan. Kabur pandangan mata sudah terjadi 1,5 tahun, semakin lama keluhan semakin parah, pandangan berkabut seperti awan disangkal, os masih bisa melihat wajah. Namun saat ini pandangan menjadi berkunang-kunang bersamaan dengan badan yang terasa melayang. Napas terasa sesak (-), dada terasa nyeri (-), dada berdebar (-), keringat dingin (-), nyeri ulu hati (-).Riwayat penyakit dahuluOs terdiagnosis DM sejak 8 tahun yang lalu pengobatan tidak teratur. Terakhir obat diminum 2 bulan yll: Glimiperid 2 mg 1x1.Os. Terdiagnosis HT sejak 3 tahun yll, pengobatan tidak teratur terakhir 2 bulan yll. Obat yang dikonsumsi amlodipin 10 mg, Micardis 8 mg 1x1.Kolesterol (-)PJK (-)3. Riwayat penyakit keluargaAyah dan ibu os juga mengalami hipertensi dan kencing manis.

III. PEMERIKSAAN FISIK1. Keadaan umum: tampak sakit sedang; kesadaran: compos mentis; GCS: eye (4), verbal (5), motorik (6)2. Tanda vital: tensi 240/120 mmHg, nadi 90x/m reguler, isi dan tegangan cukup; suhu 36,7oC; respirasi 20x/m reguler. 3. kulit: turgor < 2 detik, kelembaban cukup, pucat (-).4. Kepalamata: konjungtiva anemis (+/+), seklera ikterik (-/-),diameter pupil 3mm/3mm, isokor, refleks cahaya (+/+), shadow test (-/-) kelumpuhan wajah (-)5. Leher: JVP tidak meningkat6. Toraks: Dada tampak simetris, retraksi suprasternal(-/-), fremitus taktil normal simetris , sonor, vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Ictus cordis terlihat dan teraba pada 2 cm lateral garis midklavikula sinistra, SIC V, S1-S2 tunggal, gallop (-),murmur (-).7. Abdomen: supel, datar, bising usus (+) normal, timpani, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba.8. Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik, kekuatan motorik eks. Superior 5/5, eks inferior 5/5.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil laboratorium:Hb: 9,4 g/dl. Hct: 28,0%, Leukosit: 8.060/uL, eritrosit: 3,46x106/uL, trombosit: 246.000/uL. GDS 286 mg/dl, cr: 1,30; SGPT 22.

Frekuensi 85x/m (normal) reguler, irama sinus, gelombang P normal, interval PR normal, interval QRS normal, segmen ST tidak mengalami depresi/elevasi, interval QT melebar.V. DIAGNOSISa. Diagnosis banding Hipertensi emergensi Cephalgia b. Diagnosis kerja: hipertensi emergensi, DM dan Anemia.

VI. PENATALAKSANAANOksigen nasal kanul 2 LPMInfus NaCl: 20 tpmPO: glimepirid 2 mg 2x1/2, amlodipin 1x10 mg, micardis 1x80 mg.

VII. USULAN PEMERIKSAANFunduskopi, Foto torak, cek GDN2JPPVIII. PROGNOSISQuo ad vitam: dubia Ad bonamQuo ad functionam: dubia Ad bonamQuo ad sanationam: dubia Ad bonam

BAB IIIPEMBAHASAN

Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.3a. Anamnesa : Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan : Riwayat hipertensi : lama dan beratnya. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. Usia : sering pada usia 40 60 tahun.Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ). Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ). Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.b. Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pemeriksaan tekanan darah, funduskopi, status neurologis, dan status kardiopulmonal.c. Pemeriksaan penunjang dilakukan yaitu: darah : rutin, creatirine, elektrolik, Gula darah urine : Urinalisa EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi. Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana).

Pada kasus ini pasien terdiagnosis HT emergensi dengan ditemukannya tekanan darah sebsar 240/120 mmh Hg disertai dengan keluhan kepala meyanag dan mata berkunang-kungan yang merupakan suatu tanda terjadinya HT emergensi.Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.2Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasipembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.2

Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada kasus pasien mengalami badan terasa lemas dan penglihatan mengabur.3Pada pemeriksaan fisik pasienbisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.3 Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi saat pasien tiba di IGD, namun pemeriksaan ini direncanakan saat pasien di rawat di ruangan.Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung, dan ginjal.3Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunanMeanArterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jamberikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.3,4Pada kasus pasien mendapatkan amlodipin 10 mg saat di IGD. Terapi anti HT oral kurang tepat bila diberikan pada pasein HT emergensi, kecuali diberikan pada pasein HT urgensi. Amlodipin merupakan anggota dari Calcium channel blocker dimana bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Pasien juga mendapatkan telmisartan yang merukan angiotensin reseptor bloker kerjanya menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya, sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan, pasien mengalami hipertensi ensefalopati. Adapun tatalaksana yang diberikan adalah memberikan nitroprusid IV sebagai obat pilihan utama dan sebagai pilihan kedua adalah labetalol atau nikardipin. MAP maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 20%, atau tekanan darah diastolik 100-110 mmHg dalam 1 jam pertama kemudian diturunkan secara bertahap sampai batas normal dalam 48-72 jam.

Pasien diberikan diberikan obat DM berupa glimiperide yang merupakan obat untuk menurunkan kadar gula darah yang diberikan secara oral, termasuk dalam kelompok Sulfonilurea. Mekanisme kerja primer Glimepiride dalam menurunkan gula darah tergantung pada perangsangan insulin yang dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas. Glimepiride meningkatkan kerja insulin dalam proses pengambilan glukosa perifer.

BAB IVKESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki Tn. KDS usia 57 Tahun datang dengan keluhan badan terasa melayang dan pandangan mata mengabur, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 240/120 mmHg. Berdasarkan keluhan dan hasil pemeriksaan tekanan darah, pasien diduga mengalami hipertensi ensefalopati. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS sebesar 286 mg/dL. Terapi hipertensi emergensi yang diberikan berupa pemberian amlodipin dan telmisartan. Kurang tepat bila HT emergensi ensefalopati diberikan terapi antihipertensi oral, harusnya pasien mendapatkan terapi antihipertensi intravena berupa nitroprusid sebagai lini pertama, atau labetalol/nikardipin sebagai lini kedua. Pasien juga mendapatkan glimiperide yang merupakan sulfonilurea sebagai terapi DM.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryawan R. Krisis Hipertensi. SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK Uniar-RSU. Dr. Soetomo, Surabaya.2. Devicaesaria A. Hipertensi Krisis. Medicinus. Vol. 27, No.3, Desember 2014.3. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician. 2007. available www.turner-white.com4. Cline DM, Amin A. Drug Treatment for Hypetensive Emergencies. Emergency Medicine Cardiac Research and Educaiton Group. Januari 2008.