LAPORAN PENDAHULUAN
“KASUS UROLITHIASIS”
DISUSUN OLEH:
Henni Kusuma
0806483405
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
UROLITHIASIS
Pengertian
Urolithiasis adalah istilah adanya batu di saluran kemih. Batu terbentuk karena adanya
supersaturasi zat-zat yang terdapat dalam urine, seperti calcium, oxalat, fosfat, asam urat, dan
lain-lain karena suatu keadaan tertentu. Batu dapat ditemukan di setiap tempat saluran kemih,
mulai dari ginjal hingga kandung kemih.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan
oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat, batu
xanthyn, batu sistein, batu silikat, dan batu jenis lainnya.
Etiologi
Penyebab terjadinya batu saluran kemih dapat dijelaskan melalui beberapa teori (Purnomo,
2009) :
a. Teori nukleasi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine), yaitu pada sistem
kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan seperti pelvikalises (stenosis uretro-
pelvis), obstruksi infravesika kronis seperti hiperplasia prostat benigna, striktura, dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik
yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi,
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih.
Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Meskipun proses pembentukan
batu hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan jenis batu
itu tidak sama (misal: batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan
batu magnesium amoium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa).
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,
konsentrasi solut dalam urine, laju aliran urine di dalam kemih, atau adanya korpus
alineum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
b. Teori inhibitor crystal (penghambat kristalisasi)
Diduga terjadinya batu saluran kemih akibat tidak ada atau berkurangnya faktor inhibitor
(penghambat) pembentukan batu seperti: magnesium, sitrat, peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat (mencegah pengikatan kalsium dengan oksalat/fosfat yang 80% ditemukan
sebagai komposisi batu), dan beberapa protein atau senyawa organik lain yang mampu
menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat
retensi kristal (asam mukopolisakarida, glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall atau
uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin).
Selain kedua teori tersebut ada faktor internal dan eksternal berpengaruh pada terbentuknya
batu saluran kemih, yakni sebagai berikut:
1) Faktor internal :
Stasis urine
Infeksi; Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK). Infeksi bakteri akan
memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi
alkali.
Hiperkalsiuria (kadar kalsium di dalam urine > 250-300mg/24jam) yang dapat
disebabkan oleh :
Hiperparathyroid atau status keganasan (peningkatan resorpsi kalsium tulang),
ranulomatous (dimana terjadi peningkatan vit D yang diproduksi oleh granuloma),
intake vitamin D yang berlebih.
Gangguan kemampuan reabsorbsi melalui tubulus ginjal dan absorbsi kalsium melalui
usus.
Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti hipertensi triamterene, penggunaan
jangka panjang antasid, carbonat anhidrase inhibitor akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih pada seorang individu.
Hiperoksaluri (ekskresi oksalat urine > 45gr/hari), keadaan ini banyak dijumpai pada
pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan
pasien banyak mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (seperti: teh, kopi instan, soft
drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam).
Hiperurikosuria (kadar asam urat dalam urin > 850 mg/hari), asam urat yang berlebihan
dalam urine bertindak sebagai inti batu pada terbentuknya batu asam urat. Sumber asam
urat di dalam urin berasal dari makanan yang banyak mengandung purin maupun
berasal dari metabolisme endogen.
Faktor Eksternal :
Umur (penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun)
Jenis kelamin (jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibanding pasien
perempuan)
Keadaan Sosial Ekonomi
Penyakit batu saluran kemih lebih sering diderita oleh masyarakat industrialis dibanding
nonindrustrialis.
Diet
Meningkatnya kualitas makanan suatu masyarakat (peningkatan konsumsi asam lemak,
protein hewani, gula, garam, dan minuman instan (teh, kopi, bersoda), serta penurunan
makanan berserat, protein nabati, dan karbohidrat) akan meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dengan aktivitas fisik minimal (banyak duduk) dan paparan suhu
yang tinggi akan meningkatkan insisden batu saluran kemih.
Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam
urine meningkat.
Iklim
Individu yang menetap di daerah yang beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet
tinggi akam cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan eksresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran kemih
akan meningkat.
Riwayat keluarga
Riwayat batu saluran kemih pada keluarga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
batu saluran kemih pada seseorang.
Manifestasi Klinis
a. Nyeri, rasa nyeri yang berbeda-beda ditentukan oleh lokasi batu :
Ginjal
Menimbulkan 2 macam jenis nyeri :nyeri kolik dan nonkolik. Nyeri kolik (hilang
timbul) disebabkan oleh karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun
ureter yang meningkat untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal syaraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri nonkolik
disebabkan oleh peregangan kapsule ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ginjal.
Pelvis renalis
Batu saluran kemih sebesar lebih dari 1 cm pada pelvis renalis akan menyebabkan
nyeri berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2.
Ureter bagian atas dan tengah
Akan menyebabkan rasa nyeri pinggang hebat yang menjalar ke perut bagian bawah.
Rasa nyeri itu akan bertambah hebat apabila batu bergerak turun dan menyebabkan
obstruksi.
Ureter bagian distal (bawah)
Akan menyebabkan rasa nyeri di sekitar testis pada pria atau labia mayora pada
wanita. Dan nyeri sering dirasakan pula saat kencing atau menjadi sering kencing.
Bladder (kandung kemih)
Akan menyebabkaan gejala iritasi dan bila bersamaan dengan infeksi akan
menyebabkan hematuria. Jika batu mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi
retensi urin.
b. Kristaluria; urine yang keluar disertai dengan pasir atau batu.
c. Infeksi; batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat bersarangnya kuman yang
tidak dapat dijangkau oleh obat-obatan. Batu jenis struvite adalah yang paling sering
berhubungan dengan infeksi, umumnya disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas,
Providencia, Klebsiella, Staphyllococcus dan Mycoplasma. Batu jenis lain adalah batu
kalsium fosfat.
d. Demam; bila kuman sudah menyabar ke tempat lain. Tanda demam yang diikuti dengan
hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah dikulit merupakan tanda terjadinya
urosepsis (kedaruratan).
e. Adanya massa di daerah punggung; obstruksi urine di saluran kemih bagian atas yang
akut ditandai dengan rasa sakit di punggung bagian bawah, dan pada obstruksi yang
berlangsung lama kadang-kadang dapat ditemukan massa pada saat palpasi akibat
adanya hidronefrosis.
f. Nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sedimen urine (adanya leukositoria, hematuria, kristal, kultur kuman
pemecah urea) dan faal ginjal.
b. Kadar elektrolit darah dan urine (kalsium, oksalat, fosfat, maupun asam urat).
c. Foto polos abdomen : mendeteksi adanya batu opak seperti kalsium oksalat dan kalsium
fosfat yang paling sering dijumpai.
d. BNO/KUB : Bladder Nier Oversich/Kidney Ureter Bladder, untuk melihat anatomi dan
bayangan batu pada saluran kemih.
e. IVP (Intravenous Pyelography) : Untuk melhat fungsi fisiologis ginjal dan melihat
secara simultan apakah adanya obstruksi pada saluran kemih. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk medeteksi batu semi-opak (MAP) atau non-opak (urat/sistin).
f. RPG (Retrograde Pyelography ) : Dilakukan bila jenis batu radilusen yang tak dapat
dilihat dengan BNO/IVP, RPG suatu tindakan dimasukkannya kateter ureter dengan
tanpa guide wire sepanjang 3-4 cm ke dalam ureter, lalu dimasukkan sejumlah kontras
dan difoto dengan alat fluroskopi.
g. USG, CT scan, MRI : Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan seperti alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi batu di
ginjal atau di buli-buli (echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan
ginjal.
Treatment
1. Observasi Konservatif
Kebanyakan batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa perlu adanya
intervensi. Tergantung jenis batu, bentuk dan lokasi. Batu ureter 4-5 mm, 40-50 % dapat
keluar secara spontan, namun jika lebih dai 6 mm maka hanya 5% yang keluar secara
spontan. Namun ini tidaklah menunjukkan bahwa batu 1-2 cm tidak dapat keluar secara
spontan dan batu 1-2mm dapat keluar secara spontan.
2. Agen Disolusi
Yaitu larutan atau bahan untuk memecahkan batu, agen disolusi ini keefektifannya
tergantung dengan luas permukaan batu, jenis batu, volume cairan irigasi dan cara
keluarnya.
Agen alkalinisasi oral : sodium aatau potassium bikarbonat dan potasium sitrat.
Agen alternatif lainnya adalah orange juice.
Agen alkalinisasi intravena : 1/6 molar sodium laktat
Agen alkalinisasi intra renal : Sodium bikarbonat, tromerthamine E yang dimasukkan
melalui nefrostomi.
3. Mengurangi Obstruksi
Pemasangan DJ Stent untuk menghindari perforasi dinding ureter akibat batu yang
lewat
Percutaneous nefrostomi untuk mengeluarkan urine melalui alat yang yang
dimasukkan ke dalam pelvis renalis
4. Terapi Non Invasif
ESWL (Extracorporeal Shockwafe Lithotripsy) : Pemecah batu dengan gelombang kejut
dari luar tubuh.
ESWL digunakan jika batu ureter tidak dapat keluar secara spontan dengan terapi
konservatif. Keberhasilan cara ini tergantung dari ukuran, lokasi batu dan metode yang
digunakan, dan modalitas imaging yang digunakan. Batu ginjal dengan ukuran total <2,0-
2,5 cm memberikan hasil yang baik dengna ESWL. Sebagian besar srep[ihan batu dapat
dikeluarkan dalam waktu kurang lebih 2 minggu. Komplikasi ESWL jarang ditemukan
dan biasanya berhubungan dengan sepsis dan terdapatnya sisa-sisa batu di dalam saluran
kemih.
5. Terapi Invasif Minimal
Ureteroscopic Stone Extraction : Ekstraksi batu dengan teropong ureter
Yaitu pengeluaran batu dengan menggunakan teropong ureter, efektif untuk batu
saluran kemih bagian bawah. Penggunaan ureteroscop dan pelebaran saluran kemih
dengan menggunakan balon dapat meningkatkan keberhasilan pengeluaran batu
secara dramatis. Angka keberhasilannya berkisar 66-100% tergantung dari besarnya
batu, lokasi batu, berapa lama batu berada dalam saluran kemih, adanya riwayat
operasi di daerah retroperitonel dan ketrampilan operator. Komplikasi seperti
penyempitan ureter jarang terjadi.
URS (ureterorenoscopy)
Prosedur dengan menggunakan teropong dari ureter ke ginjal, dilakukan untuk
diagnosis sekaligus untuk terapi. Cara ini biasanya dilakukan untuk terapi batu ureter,
atau indikasi lain seperti penyempitan ureter dan tumor ureter. Dengan teropong yang
berdiameter besar dapat digunakan alat-alat untuk menghancurkan batu, seperti
ultrasonik, elektrohidrolik dan laser probe; juga alat untuk mengeluarkan batu.
PCN (Percutaneous Nephrolithotomy)
adalah pengambilan batu ginjal atau ureter bagian atas melalui kulit. Cara ini adalah
pilihan terapi untuk batu yang berukuran lebih besar dari 2,5 cm yang tidak mempan
dengan ESWL.
Prosedur ini dilakukan dengan membuat irisan sepanjang 1 cm di daerah pinggang
untuk memasukkan alat nefroskop, yang terdiri dari kamera untuk melihat ke dalam
dan alat untuk ‘menangkap’ batu, yang diarahkan langsung ke ginjal atau ureter
penderita. Dengan bantuan nefroskop ini, batu berukuran kecil dapat dengan mudah
dikeluarkan. Sedangkan batu yang berukuran besar akan dihancurkan terlebih dahulu
dengan ultrasonic, elektrohidrolik atau laser sebelum dikeluarkan. Setelah menjalani
prosedur pembedahan ini, penderita batu saluran kemih biasanya dapat kembali
menjalankan aktivitas normalnya setelah 2 minggu perawatan pasca operasi.
(mades/ins).
Cystolithotripsi/Cystolitholapaxy
Adalah pemecahan batu di dalam bladder melalui bantuan alat cystoscopi, lalu
kemudian batu dihancurkan dengan Elektrohydrolik, ultrasonik, pneumatik lithotritos
6. Terapi Bedah
Dalam melakukan penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu dilakukan
usaha untuk mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan. Namun jika sampai
waktu tertentu batu tetap tidak dapat dikeluarkan, biasanya karena terlalu besar dan
menimbulkan rasa sakit akibat obstruksi urine , maka akan dilakukan tindakan
pembedahan
Nefrolitotomi
Prosedur ini hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sulit. Pengambilan batu
dilakukan langsung dari ginjal atau pyelum ginjal penderita, setelah sebelumnya
dokter membuat irisan (10-20 cm) di daerah pinggang atau perut penderita
(tergantung lokasi batu). Perawatan pasca operasi biasanya lebih lama karena cedera
yang diakibatkan cukup berat.
Nefrektomi parsial
Kadangkala batu pada saluran kemih dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal.
Jika kerusakan fungsi ginjal sudah sangat parah, biasanya dilakukan operasi radikal
dengan mengangkat bagian organ ginjal yang rusak. Pengangkatan seluruh ginjal
biasa dikenal dengan istilah nefrektomi. Namun seringkali ada bagian ginjal yang
masih baik sehingga pengangkatan seluruh ginjal menimbulkan risiko
ketidakmampuan ginjal lainnya untuk bekerja dengan baik. Nefrektomi parsial atau
pengangkatan sebagian tertentu dari ginjal, walaupun jarang dilakukan, lebih cocok
bagi penderita kerusakan fungsi ginjal pada bagian tertentu akibat adanya batu yang
kronik. Karena dengan teknik ini, yang diangkat hanya bagian yang mengandung batu
dan mengalami kerusakan.
Pyelolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di pelvis renalis.
Urethrolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di ureter.
Cystolitotomi
Pembedahan untuk mengambil batu yang berada di bladder.
Pencegahan
Umumnya, 50% pasien tanpa tindakan profilaksis akan mengalami rekurensi batu saluran
kemih dalam 5 tahun. Karena itu diperlukan edukasi dan tindakan-tindakan preventif disertai
dengan motivasi kepada penderita untuk mencegah timbulnya kembali batu saluran kemih.
Tindakan pencegahan itu antara lain:
Minum Banyak Air
Konsumsi air 7 sampai 12 gelas dalam satu hari dapat meningkatkan produksi urin sampai 2
kali per hari. Konsumsi air ini juga dapat mencegah pembentukan kristal urin yang dapat
menyebabkan batu. Dianjurkan untuk mengkonsumsi air setiap kali makan, pada saat bangun
tidur, sebelum tidur dan di malam hari, jika ingin buang air kecil.
Perubahan pola makan
Apabila didapati kadar kalsium atau oksalat yang tinggi dalam darah, perlu dilakukan diet.
Antara lain dengan mengurangi konsumsi susu, telur, es krim, yogurt dan keju yang
mengandung kalsium tinggi dan mengurangi konsumsi kopi, coklat, kacang, dan bayam
sebagai sumber oksalat yang tinggi.
Konsumsi obat-obatan oral
Beberapa jenis obat dianjurkan sebagai pencegahan terbentuknya batu saluran kemih, seperti:
Obat-obatan untuk meningkatkan pH urin, yaitu: kalium sitrat.
Penghambat absorbsi usus: selulosa fosfat
Suplemen fosfat
Diuretik, seperti: Tiazid
Suplemen Kalsium
Penurun asam urat: Allopurinol
Inhibitor urease: Acetohydroxamic acid (AHA)
Mengurangi konsumsi garam yang berlebihan
Selain dapat memperkecil risiko terjadinya hipertensi, pengurangan konsumsi garam berlebih
dapat menurunkan jumlah kalsium yang diekskresikan lewat urin sehingga mencegah
pembentukan batu kalsium dalam saluran kemih.
ASUHAN KEPERAWATAN UROLITHIASIS
Pengkajian
Data-data yang mungkin dapat ditemukan pada pasien :
Riwayat keluarga ada yang menderita urolhitiasis, riwayat pasien pernah mengalami
urolhitiasis.
Lingkungan tempat tinggal dimana sumber air minum keluarga mengandung tinggi
mineral.
Intake makanan yang mengandung tinggi kalsium dan oksalat.
Keluhan nyeri kolik dan nonkolik tergantung dengan besar, lokasi batu.
Keluhan pernah terjadi infeksi saluran kemih (LUTS) : penurunan out put urine, distensi
bladder, urgency, rasa panas atau terbakar saat miksi.
Terdapat kristaluria, hematuria.
Demam, jika terdapat urosepsis maka dapat ditemukan pula hipotensi, vasodilatasi
pembuluh darah di kulit, palpitasi.
Pada pengkajian fisik dapat ditemukan nyeri ketok pada CVA, teraba massa pada
abdomen jika telah terjadi hidronefrosis.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
Urinalisa : urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat sel
darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam (untuk jenis
batu cystine atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium, amonium fosfat atau
kalsium fosfat).
Urine 24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat, atau
cystin.
Urine kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
Biokimia darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan
elektrolit.
Ureum, creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada ginjal
karena batu.
Natrium klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan bikarbonat
diduga akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
Leukosit : Meningkat, menandakan adanya infeksi
Sel darah merah : Biasanya normal
Hb/Ht : Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau anemia
(perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
Hormon Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
BNO : Memperlihatkan adanya batu atau perubahan anatomi pada ginjal dan ureter.
IVP : Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan
bayangan batu.
Cystoscopy dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan obstrksi
pada bladder, ureter dan ginjal.
CT Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan distensi
bladder.
Ultrasound Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.
Rencana Asuhan Keperawatan Urolithiasis
Pre Operasi
Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan : Penurunan fungsi
filtrasi ginjal Retensi natrium dan
cairan
Ditandai dengan : Ureum : Creatinin : CCT : Na : Cl : ………………..
Volume cairan tubuh seimbang
Kriteria hasil : Urine out put > 30
ml/ jam Balans cairan / 24
jam 500 cc Edema (-) Hasil lab ureum,
creatinin, CCT, Na, Cl dalam batas normal (…………………..)
Kaji status cairan klien: Timbang berat ba-
dan secara periodik
Hitung balans cairan intake-output
Kaji turgor kulit dan adanya edema
Adanya distensi vena jugularis
Peningkatan TD, Nadi
Peningkatan fre-kuensi nafas dan suara nafas tambahan
Batasi intake cairan sesuai dengan balans cairan
Identifikasi sumber yang dapat menyebabkan pemasukan cairan berlebih Medikasi Makanan
Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dan frustasi
yang dirasakan Berikan oral hygiene
yang adekuat untuk meminimalkan kekeringan membran mukosa mulut
Konsultasi dengan gizi untuk membatasi pemasukan protein dan lemak. Pastikan masukan kalori yang adekuat
.................................. ..................................
Tgl No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Nyeri b.d :
Peningkatan kontraksi ureter
Trauma jaringan, formasi edema, iskemik sel
......................................................
DS :
Keluhan nyeri pada .........................
....................................................
DO :
Nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria Evaluasi :
Pasien melaporkan bahwa spasme otot berkurang
Pasien terlihat relaks, dapat istirahat/tidur cukup.
....................................................
Mandiri :
Catat lokasi, durasi dan intensitas (skala0-10 ), radiasi nyeri. Monitor tanda nonverbal : peningkatan TD, Nadi, lemah.
Jelaskan tentang penyebab nyeri dan anjurkan klien untuk melapor ke pada perawat bila terjadi perubahan karakteristik nyeri
Berikan suasana yang nyaman dan tenang, masase punggung
TD :.......Nadi: ..... RR:.......
Wajah meringis Psn gelisah, tidak
dapat beristirah/tidur cukup
Otot tegang Fokus pada diri
sendiri BNO-IVP : batu
terdapat di............ ...........................
...........................
Bantu klien untuk melakukan tehnik nafas dalam, imaginasi dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri.
Bantu pasien dan sarankan untuk ambulasi dan minum 3000-4000 cc/hari jika tidak ada kontra indikasi
Catat adanya peningkatan atau nyeri abdomen yang tetap
Kolaborasi
Berikan obat-obatan sesuai indikasi : Jenis narkosa; me-peridine, morphine. Antispasmodik : flaavoxate (urispas), Ditropan
Berikan kompres hangat pada bagian punggung
Pertahankan kepatenan kateter jika ada.
Tgl No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Perubahan eliminasi urin b.d
Stimulasi bladder oleh batu
Iritasi renal atau ureter oleh batu
Obstruksi mekanis, inflamasi
......................................................
Eliminasi normal
Kriteria Evaluasi :
Pasien melaporkan bahwa b.a.k spontan tanpa keluhan.
Pola berkemih normal
Tidak ada tanda
Mandiri :
Monitor intake dan out put dan karakteristik urin
Kaji pola normal bak klien serta variasinya
Tingkatkan intake cairan oral
Kumpulkan urine dan saring untuk
DS :
Urgensi Frekunsi .......................... ......................... ..........................
..........................
DO :
Retensi urin Oliguria Hematuria USG : BNO-IVP: Urinalisa:............
...........................
...........................
..........................
......................................................
obstruksi ..........................
..........................
meng-kumpulkan batu sehingga dpt dianalisa di lab
Kaji adanya distensi bladder dengan pal-pasi suprapubis. Catat adanya penurunan output urin dan ada-nya edema periorbital.
Observasi adanya pe-rubahan status men-tal, tingkah laku atau tingkat kesadaran
Kolaborasi
Monitor hasil lab : Elektrolit, ureum dan kreatinin
Lakukan pemeriksaan kutur urin dan resistensi kuman
Berikan obat-obatan sesuai indikasi.............................................
.............................
.............................
Pertahankan kepa-tenan kateter uretra, ureter, nefros-tomi jika dipergunakan
Lakukan irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi...........................................
............................
Siapkan pasien untuk dilakukan prosedur endoskopi ...........................
...........................
ESWL :...............
Atau prosedur pembedahan......
.............................
.............................
Post Operasi
Tgl No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko kurang volume cairan tubuh b.d
Nausea, muntah Diuresis post
obstruksi ...........................
...........................
DS :
.......................... ......................... ..........................
..........................
DO :
Muntah (+) Produksi urine :
...........................
Intake cairan :...........................
Balance cairan :..........................
.....................................................
Volume cairan tbuh cukup
Kriteria Evaluasi :
Balance cairan seimbang
TTV dan berat badan normal
Membran mukosa lembab
Nadi perifer teraba Turgor kulit baik .......................... ..........................
..........................
Mandiri :
Monitor intake dan out put
Catat karakteristik muntah, diarea dan faktor presipitasi.
Tingkatkan cairan 3 – 4 ltr/hari jika tidak ada kontra indikasi
Monitor TTV, evaluasi Capilary refill, turgor kulit, membran mukosa.
Timbang berat badan setiap hari
Kolaborasi
Monitor hasil lab : Elektrolit dan Hb,Ht
Berikan cairan intravena
Berikan makanan lunak agar mudah dicerna
Berikan obat-obatan antiemetik sesuai indikasi.............................................
.............................
...........................
..........................
......................................................
.............................
.............................
Tgl No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d
Insisi pembedahan Posisi dan
ketegangan otot-otot saat operasi
DS :
Pasien mengeluh nyeri pada .................................
................................. .................................
DO :
wajah pesien meringis saat bergerak
tidak dapat istirahat/tidur dengan nyaman
mendapat terapi analgetik....................................................
Terdapat luka pada
Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan nyeri berkurang
Secara bertahap meningkatkan aktivitas
Pasien tenang, cukup istirahat /tidur
Berpartisipasi dalam melakukan tehnik relaksasi
Mandiri :
Kaji tingkat nyeri pasien dengan skala nyeri
Berikan kompres hangat dan pijatan pada otot yang tegang
Tekan daerah insisi dengan telapak tangan atau bantal saat pasien batuk atau nafas dalam
Bantu dan anjurkan pasien untuk ambulasi dini
Ajarkan dan anjurkan melakukan tehnik relaksasi dan nafas dalam
Kolaborasi :
Berikan analgetik sesuai program
.................................
Posisi saat operasi...............................
Tgl No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan Insisi operasi Tidak adekuatnya
daya tahan primer karena prosedur infasif
Pemasangan kateter, NGT, drain, Nefrostomi
Ditandai dengan :DS : Pasien mengatakan
adanya luka operasi di daerah abdomen bagian …….
.......................................................
DO : KU…….TD….
Nadi ….x/menit RR…..x/menit. Suhu …... C
Tampak luka insisi abdomen bagian.....................
Infeksi tidak terjadi selama tujuh hari
Kriteria evaluasi : Luka insisi utuh,
tidak ada bengkak, kemerahan, nyeri, pus
Luka sembuh dengan adekuat
Suhu tubuh normal (36-37 C)
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pemasangan alat
Hasil lab leukosit normal (5000-10.000 ul)
Observasi balutan dan insisi luka terhadap adanya pengeluaran dan pendarahan setiap 4 jam sekali
Ganti balutan dan observasi proses penyembuhan
observasi tanda-tanda infeksi luka, kemerahan, drainase, nyeri, bau
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Gunakan tehnik aseptik dan antiseptik pada saat mengganti balutan dan tindakan yang berhubungan dengan alat-alat yang terpasang
Observasi suhu tiap 4 jam hari pertama, selanjutnya 6-8 jam atau setiap shift jika tidak ada kenaikan suhu
Jaga kebersihan
................................
..................... Leukosit …… Program dokter
….......................
perorangan dan lingkungan pasien
Berikan antibiotika sesuai dengan program dokter atau indikasi
Beri makan TKTP dan pantau makan habis atau tidak
Kolaborasi : Pemeriksaan leukosit Pemberian terapi
antibiotik.......................
Tgl
No
Dx
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan tindakan yang dibutuhkan b.d
Misinterpretasi informasi
Kurang terpaparnya informasi
......................................................
DS :
Menanyakan tentang .........................
..........................
Pengetahuan pasien adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Scr verbal pasien mengerti tentang proses penyakit
Berinisiatif untuk merubah gaya hidup
Berpartisipasi dalam tindakan
.......................... ..........................
..........................
Mandiri :
Ulangi tentang proses penyakit dan tujuan yang diharapkan
Tekankan tentang perlunya intake cairan yang cukup 3 – 4 ltr/hari, ajari klien untuk memper-hatikan bila adanya mulut yang kering, diuresis yang berle-bihan, dipphoresis maka klien harus meningkatkan intake cairan
Ajarkan tentang makanan yang harus dihindari/ dibatasi:Purin; alkohol, jeroan,
..........................
DO :
.....................................................
...........................
..........................
......................................................
kacang-kacangan
Kalsium; susu, keju, yoghurt, Oksalat; coklat, kopi, bayam.
Diskusikan bila ada obat yang harus di-minum untuk meng-hindari terjadinya kambuh kembali
Anjurkan klien untuk tetap aktif
Dengarkan secara aktif ttg keinginan klien untuk meng-ubah gaya hidup dan mentaati pro-gram terapi regimen
Ajarkan klien untuk mengevaluasi penyakitnya; rasa nyeri, hematuria, oliguria
Ajarkan tentang perawatan luka pembedahan
......................... ........................
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta