PRESENTASI LAPORAN KASUS
Penanganan Anastesi pada Pasien Fistula Preaurikula
dengan Menggunakan Teknik Anestesi Umum
Oleh
CONNY MANOPE
10310085
PEMBIMBING
dr. H. Nano Sukarno, Sp. An
dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes
dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI
BAGIAN SMF ANESTESIOLGI DAN REANIMASI RSUD DR.SOEKARDJO KOTA
TASIKMALAYA 2015
PRESENTASI KASUS
A.IDENTITAS PASIEN
Nama : An. N
Usia : 4 tahun
Jenis Kelamin : wanita
Alamat : KP.Cimulya kel/desa Kiara Jangkung
Tanggal Masuk RS : 23-6-2015
No. CM :13756611
Dokter Anestesi : dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
Dokter Bedah : dr. Rangga Sp.THT- KL
A. PERSIAPAN PRE-OPERASI
1. Anamnesa
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu;
c. P (Past Medical History)
Riwayat asma (-)riwayat sakit yang sama dan riwayat operasi (-), Riwayat kejang
(-),
d. L (Last Meal)
Pasien terakhir makan 6 jam pre-operasi;
e. E (Elicit History)
Pasien datang kepoli THT RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 23 Juni 2015 pukul
10.00 WIB dibawa keluarganya dengan keluhan os mengeluhkan adanya benjolan pada
bagian depan telinga kirinya sejak ± umur 3 tahun.
Pemeriksaan Fisik
Tanggal Periksa : 24 Juni 2015
Waktu pemeriksaan : 10.05WIB
Dirawat di : ruangan 5 THT
Vital sign
a. KU : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Nadi : 95x/ menit
d. Respirasi : 23 x/ menit
e. Suhu : 37,10 C
Status Genealisata
Berat badan :18 Kg
Kepala
Bentuk ,ukuran
o Mata
Palpebra : tidak bengkak dan cekung
Konjungtiva : anemis ( - ) / ( - )
Sklera : ikterik ( - ) / ( - )
Pupil : refleks cahaya ( + ) / ( + ), pupil
Isokor dextra = sinistra
o Hidung
Pernapasa cuping hidung : ( - )
Sekret ` : ( - )
Mukosa hiperemis : ( - )
o Telinga
Nyeri tekan tragus : ( - ) / ( + )
PRE Auricula : Tampak Benjolan
Meatus akustikus eksternus : ( + ) / ( + )
o Mulut
Bibir : mukosa bibir basah, sianosis ( - )
o Leher
KGB : pembesaran ( - ) / ( - )
o Thoraks
Infeksi : Bentuk gerak simetris dextra = sinistra,
rektraksi supraclavicula ( - ) / ( - ), retraksi
intercostalis ( - ) / ( - ), retraksi subcostalis
( - ) / ( - ) dan retraksi epigastrium ( + )
Palpasi : iktus kordis tidak teraba,
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesiculer breathing sound ( + ) / ( + ),
Weezhing( - ) / ( - ), Ronki ( - ) / ( - ), Bunyi
Jantung I, II regular, Gallop (-), Mur-Mur (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, sausage sign (+), dance sign (+)
Auskulasi : Bising usus ( + ) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), Difens muscular
( - )
Perkusi : Timpani
Hepar dan Lien
Palpasi : Tidak teraba
Ekstremitas
Edema : Ekstremitas atas dan bawah ( - )
Warna : Kemerahan pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
Jari-jari : Normal, akral sianosis ( - )
Capilari Refill Time : Kurang dari 2 detik
Akral hangat pada semua ektremitas
2. Pemeriksaan Penunjang
- Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 23Juni 2015
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode
Hematologi
C28 Waktu Perdarahan
(BT)
1.00 1-3 Menit Duke
C27 Waktu Pembekuan
(CT)
3.00 1-7 Menit Slide Test
G28 Golongan Darah A Slide Test
G29 Rhesus POSITIF Slide Test
H01 Hemoglobin 11,2 P: 12-16; L: 14-18 g/dl Auto Analyzer
H14 Hematokrit 35 P: 35-45; L: 40-50 % Auto Analyzer
H15 Jml Leukosit 8.800 5.000-10.000 /mm3 Auto Analyzer
H22 Jml Trombosit 293.000 150.000-350.000 /mm3 Auto Analyzer
KARBOHIDRAT
K01 Glukosa Sewaktu 98 76-110 mg/dl GOD – POD
FAAL GINJAL
K04 Ureum 21 15-45 mg/dl Urease Klinetik
UV
K05 Keratinin 1,01 P: 0.5-0.9; L: 0.7-
1.12
mg/dl Kinetic Jaffe
ELEKTROLIT
K27 Natrium 136 135-145 mmol/L ISE
K28 Klium 4,5 3.5-5.0 mmol/L ISE
K29 Kalsium 1,12 0.80-1.10 mmol/L ISE
3. Diagnosa Klinis
Fistula pre aurikula sinistra
4. Kesimpulan
Status ASA I
B. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)
- Diagnosis pra-bedah : Fistula PreAurikula
Jenis Pembedahan : Ekterpasi
Jenis Anestesi : Narkose Umum
Premedikasi :Dexamethason 0,25 mg
Medikasi Induksi : Propofol 50 mg, Fentanyl 25 mcg
Recuronium 4 mg
Maintenance : Gas Anestesi Sevofluran MAC 2,05 vol %
N2O 3 L/mnt 50%
O2 3 L/mnt 50%
Teknik Intubasi : Intubasi Endotrachealtube (ETT)
Respirasi : kontrol
Posisi : terlentang
Cairan Perioperatif
Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal 10x 4 = 40 cc
8x 2 = 16 cc +
56 cc/jam
Defisit Cairan Puasa = Puasa jam x maintenance cairan
= 6x 56 cc/jam
= 336 cc
Insensible Water Loss= Jenis Operasi x Berat Badan
= 2 x 18kg
= 36cc
Kebutuhan cairan 1 jam pertama
= (½ x puasa) + IWL + maintenance
= (½ x 336) + 36 + 56 cc
= 260 cc
Perdarahan = Suction + Kasa (kecil 5)
= 0 + (50)
= 50cc
EBV = BB x Konstanta anak
= 18 x 80
= 1.440 cc
- Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi
Pasien diposisikan pada posisi terlentang
Memasang sensor finger pada tangan kanan pasien untuk monitoring
SpO2 dan SPO2 Rate.
Pemberian obat:Dexamethason 0,25 mg (iv).dimasukkan untuk tujuan
premedikasi
Obat berikut diberikan secara intravena:
Propofol 50 mg, Fentanyl 25 µg
Recuronium 4 mg
Pemberian gas anestesi dengan O2 dan N2O perbandingan 50:50 (O2
3L/menit dan N2O 3L/menit) serta sevofluran 2,05Vol% selama 1-2
menit sesuai dengan onset dari Rocuronium.
Dipastikan airway pasien paten dan terkontrol
Dipastikan pasien sudah dalam kondisi tidak sadar dan stabil untuk
dilakukan intubasi ETT dengan nomor 4,5 cc dengan balon.
Pemasangan ETT dibantu denganlaryngoschope
Setelah intubasi ETT cek suara nafas pada apek paru kanan dan paru kiri,
basis paru kanan dan paru kiri serta lambung dengan stetoskop, pastikan
suara nafas dan dada mengembang simetris
Fiksasi ETT dan sambungkan ke conector Jackson-Rees
Maintenance dengan inhalasi O2 3 liter/menit, N2O 3 liter/menit,
sevofluran 2,05 vol%,
Monitor tanda – tanda vital pasien (nadi), saturasi oksigen, tanda–tanda
komplikasi (perdarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas, nyeri)
Cek Vital Sign Setiap 15 menit
TIME SATURASI HEART REAT
11.30 99 83
11.45 100 100
12.00 100 104
Pada saat operasi dipasang selimut penghangat dan blood warmer untuk
mengjaga suhu tubuh pasien agar tidak hipotermi. Setelah operasi selesai gas anestesi
yang di pakai hanya Oksigen sebanyak 6 liter/menit. Selanjutnya dilakukan ekstubasi
bangun (awake extubation), sebelumnya dilakukan suction untuk membersihkan jalan
napas. Setelah pasien bangun dan jalan napas benar-benar bersih maka dilakukan
ekstubasi. Oksigenisasi setelah ekstubasi dengan cara di cuff sampai pasien
memberikan respon gerak tangan sebagai tanda bahwa pasien telah bangun dan jalan
napas pasien telah aman. Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan
operasi) bila Bila total Steward Score ≥ 5 maka pasien sudah dapat dipindahkan dari
ruang operasi.
C. POST-OPERASI
Setelah pasien dinilai denganBila total Steward Score ≥ 5 maka pasien sudah
dapat dipindahkan dari ruang operasi, maka pasien diperbolehkan pindah ruangan.
Infuse : RL 20 gtt/menit
AnalgetikParacetamol infus 3x200 mg
Antibiotik : sesuai Sp. THT
Makan dan minum dapat dimulai terantung dr.THT.
D. FOLLOW UP PASCA OPERASI
1. Hari Pertama Beberapa Jam Post-Operasi (25juni 2015)
Pasien dirawat di ruang 5 THT
Pasien masih dipuasakan
Pasien diberikan cairan infus RL 20 gtt/menit
Analgetik paracetamol 3x 200 mg
Pasien diberikan antibiotik cefadroxil syp2x½cth
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
N = 110x/menit
S = 36o C
R = 18x/menit
F.PEMBAHASAN1. Pre-Operatif
a. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 18 kg
Nadi : 105 x/menit
Nafas : 23 x/menit
Suhu : 37.1o C
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen: Bentuk soepel, sausage sign (-), dance sign (-)\
Ekstremitas : Dalam batas normal
b. Pemeriksaan Penunjang
Data tanggal 24 juni2015
- BT, CT : Dalam batas normal
- HB : Dalam batas rendah
- HT, Trombosit, Leukosit : Dalam batas normal
- Gula darah sewaktu : Dalam batas normal
- Ureum, kreatinin : Dalam batas normal
- Na, K, Ca : Dalam batas normal
Kesimpulan :fistula pre aurikula sinistra
2. Anestesi : Ternilai ASA I
ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu klasifikasi untuk
menilai kebugaran fisik seseorang.
3. Rencana Anestesi : Narkose Umum
Premedikasi : dexametason 5 mg
Loading cairan dengan RL 500 cc untuk mengganti cairan puasa 6 jam pre-
operasi, agar komposisi cairan pasien yang berkurang saat puasa terpenuhi.
2. Durante Operatif
Teknik Anestesi : Intubasi Endotrachealtube
Obat Anestesi :
propofol 50 mg
Fentanyl8-24 µg
Rocuronium 4,8 - 8 mg
Maitenance : Gas Anestesi Sevofluran MAC 2,05 %
N2O 3 L/mnt 50%
O2 3 L/mnt 50%
Kebutuhan Cairan : 1 jam pertama : 260 cc
Perdarahan= 50 cc
EBV = 1440 cc
Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi umum
(general Anestesi), yang dikarenakan pasien masih berumur 4 tahun. Pada anestesi
umum trias anestesi dilakukan untuk menginduksi pasien dengan obat hipnotik
sedasi, analgetik dan pelemas otot. Disini pada obat hipnotik sedasi menggunakan
propofol sebnyak 50 mg, lalu berikan gas yaitu 02 ,N2O 3 Liter/menit,dan sevofluran
Propofol merupkan obat hipnotik sedatif yang yang digunakan dalam induksi
dan pemeliharan anestesi maupun sedasi. Injeksi secara intravena pada dosis
terapetik memberikan efek hipnotik dengan cepat, biasanya dalam waktu 40 detik
awal dari pemberian injeksi. Serupa dengan obat an dengan aksi cepat yang lain,
waktu paruh dalam darah otak ± 1-3 menit, dihitung untuk induksi cepat pada
anestesi.
Sevofluran merupakan sedative/hipnotika inhalasi yang digunakan dalam
menginduksi atau memelihara anestesi.dengan waktu induksi dan pulih yang cepat.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
untuk induksi anestesi inhalasi.Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia.Sevofluran menurunkan curah jantung, tekanan
darah.Sevofluran juga menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
meninggikan TIK dan aliran darah otak.Ini dapat dikurangi dengan teknik
hiperventilasi.Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh
tubuh.
Awitan aksi sevofluran untuk menghilangkan reflek kelopak mata,
memerlukan waktu 1,6 menit pada konsentrasi 1,8 MAC. Sevofluran mempunyai
tingkat kelarutan dalam jaringan yang rendah (Koifisien partisi lemak/darah 53,4)
sehingga menimbulkan eliminasi dan keadaan terjaga yang cepat. Sevofluran
menyebabkan defresi ventilasi yang mencerminkan efek depresi langsung terhadap
pusat ventilasi medulla dan kemungkinan efek perifer terhadap otot interkostal.
Relaksasi otot polos bronkus dapat timbul melalui efek langsung atau secara
tidak langsung melalui reduksi lalu lintas saraf afferent atau depresi medulla sentral
dari reflek bronkokontriksi. Sevofluran menimbulkan penurunan terkait dosis dari
tekanan darah arteri terutama melaluiu vasodilatasi perifer.Terdapat sedikit efek
terhadap nadi.
Sevofluran memperlemah respon reflek baroreseptor (takikardi) terhadap
hipotensi dan reflek vasomotor (peningkatan tahan perifer) terhadap
hipopolemia.Sevofluran juga menyebabkan vasodilatasi otak yang menyebabkan
peningkatan aliran darah dalam otak dan volume darah otak peningkatan tekanan
intracranial meliputi peningkatan darah otak, peningkatan dara h otak diperlemah
denanga berjalannya waktu dan mencerminkan kembalinya autoregulasi vascular
otak.
Untuk mengurangi rasa sakit pada saat induksi diberikan fentanyl yang
merupakan agonis opioid poten. Pentanyl, mempunyai awitan yang cepat dan aksi
yang lama sehingga mencerminkan klarutan lipid yang besar dalam tubuh defresi
dari ventilasi tergantung pada dosis dan dapat berlangsung lebih lama daripada
analgesia lainnya.
Stabilitas kardiovaskular dipertahankan walaupun dalam dosis besar saat
digunakan sebagai anastestik tunggal.Aliran darah otak, kecepatan metabolisme
otak dan tekanan intracranial menurun.
Untuk memudahka intubasi pada ssat induksi maka diberikan obat anestesi
jenis pelemas otot yaitu rocuronium. Rocuronium merupakan obat pelemas otot non
depolarisasi steroid yang bekerja berkompetensi dengan reseptor kolinergik pada
lempeng akhiran motorik, dengan dosis yang meningkat awitan waktu yang
berkurang dan lama waktu diperpanjang, tidak ada perubahan secara klinis yang
bermakna dalam parameter hemodinamik.
Rocuronium mempunyai awitan aksi 45-90 detik, efek puncak 1-3 menit dan
lama aksi 15-150 menit tergantung dosis. Blockade neuromuscular diperkuat oelh
aminoglosida antibiotic anestetik local, anestetik folatyl, obat-obatan penyekat
ganglion, hipotermi, hipokalemia, asidosis respiratori, dan pemberian suksinilkolin
sebelumnya.
Kebutuhan dosis berkurang (sekitar 30-45%).Dan lamanya blockade
neuromuscular diperpanjang hingga 25% oleh anestetik foletyl. Kelumpuhan
kambuhan dapat terjadi dengan kuinidin, peningkatan neuromuscular dapat terjadi
pada pasien dengan niestinia grafis.Efek dari rocula diantagonis oleh inhibitor
antikolinesterase seperti neostigmin edrofonium piridostigmin.
Selain menggunakan sevofluran digunakan juga Nitrogen Oksida (N2O) untuk
maintanence yang mempunyai sifat analgesik kuat dan anestetik lemah.
Perpindahan kedalam dan keluar tubuh sangat cepat sehingga dapat meningkatkan
volume (pneumotoraks) atau tekanan (sinus – sinus) dalam bagian tubuh yang
berdekatan.
Kecepatan perpindahannya juga dapat memperlambat pengaambilan oksigen
selama sadar kembali, jadi menyebabkan difusi hipoksia. N2O tidak menekan
pernapasan, tidak merelaksasi otot, efek terhadap kardiovaskular dan SSP (otak)
sedikit, efek hepatotoksik paling sedikit. Tapi pemberian N2O harus selalu diiringi
dengan pemberian O2 dengan perbandingan 50:50, dimana diberikan N2O sebanyak
3 L/menit juga dibarengi pemberian O2 3 L/menit.
Saat tindakan operasi selesai dan akan dilakukan ekstubasi dalam kondisi tanda
vital dalam keadaan normal, pemberian Sevofluran dan N2O dihentikan. Dan pasien
diberikan O2 100% 5-6L/menit selama ± 15 menit
Setelah ekstubasi dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan penilaian Steward
Score :
STEWARD SCORE (anak)
Pergerakan : gerak bertujuan 2
gerak tak bertujuan 1
tidak bergerak 0
Pernafasan : batuk, menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
perlu bantuan 0
Kesadaran : menangis 2
bereaksi terhadap rangsangan 1
tidak bereaksi 0
Bila total Steward Score ≥ 5 maka pasien sudah dapat dipindahkan dari ruang
operasi
Skala Nyeri pada Anak
Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan saah satu
alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala ini merupakan sebuah
garis yang terdiri dari beberapa kalimat pendeskripsi yang tersusun dalam jarak yang
sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini diranking dari tidak ada nyeri sampai
nyeri yang paling hebat.
Untuk mengukur skala intensitas nyeri pada anak-anak dikembangkan alat yang
dinamakan “Oucher”, yang terdiri dari dua skala yang terpisah dengan nilai 0-100
pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang berusia lebih besar dan skala fotografik
enam gambar pada sisi sebelah kanan yang digunakan pada anak-anak yang lebih
kecil.
3. Post-Operatif
Pasien dipuasakan sekitar 4 – 6 jam atau setelah bising usus positif. Tes minum
4 – 6 jam post-operasi atau setelah bising usus positif
Diberikan obat analgetik : Paracetamol 200 mg
Selalu monitoring tanda tanda vital (suhu, saturasi dan nadi) dan kesadaran pasien
atau sesuai advice dokter bedah.
Pembahasan teori
A. ANESTESI PEDIATRI
Kata pediatri diambil dari dua kata Yunani kuno, paidi (παιδί) yang berarti
"anak"dan iatro (ιατρός) yang berarti "dokter". Pediatri berbeda dengan kedokteran
dewasa. Perbedaan fisik tubuh yang jelas dan kematangan
pertumbuhannyamenjadikan kesehatan anak berdiri sebagai spesialisasis tersendiri.
Tubuh yang lebih kecil dari bayi memiliki aspek fisiologis yang berbeda dari orang
dewasa. Aspek kedokteran lainnya ikut terpengaruh seperti defek kongenital, onkologi,
danimmunologi. Sederhananya, menangani pasien anak bukan seperti menangani
pasiendewasa "versi kecil".
Pasien anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil. Terdapat
pembagiananak berdasarkan umur : neonatus bila umur kurang dari 30 hari, bayi bila
umur 1 bulan
– 1 tahun, balita bila umur 1
– 5 tahun, anak bila umur 6
– 12 tahun. Secarafisiologis, anatomis, farmakologis pada anak dan orang dewasa
berbeda. Olehkarenanya, resiko terjadinya morbiditas serta mortalitas juga semakin
tinggi dengan makin mudanya usia,
B. FISIOLOGI
Heart rate lebih cepat Tekanan darah lebih rendah RR lebih cepat Kompliance paru lebih rendah Compliance dinding dada lebih besar Rasio permukaan tubuh dan BB lebih besar Kandungan air lebih besar
C. ANATOMI Ventrikel kiri belum sempurna Sirkulasi residual fetaln Kanulasi arteri & vena sulit Kepala dan lidah besar Lubang hidung sempit Laring terletak anterior dan cephalad
Epiglottis panjang Trakea dan leher pendek Adenoid dan tonsil besar Otot diafragma dan intercostals lemah relative kurang tahan lelah Resisten terhadap aliran udara lebih tinggi
D. PENGARUH PD FARMAKOLOGI
Biotransformasi hepar & ginjal blm sempurna Penurunan ikatan protein Induksi & recovery cepat MAC lebih tinggi Volume distribusi lebih besar pd obat dgn pelarut air Neuro muskular junction blm sempurna
E. PERSIAPAN PREOPERATIF Wawancara preoperatif
- anak : takut sakit & berpisah dgn ortu
- Penjelasan diberikan sesuai usia
Infeksi saluran nafas atas (ISPA)
- Infeksi sblm anestesi → resiko komplikasi pulmo ↑ (hipersekresi,
wheezing 10x, laringospasme 5x, hipoksemia & atelektasis) harus
diobatidulu .
- Bila terpaksa operasi : pemberian antikolinergik, ventilasi
masker, kelembaban udara pernafasan, pengawasan yang lebih
lama di RR.
Laboratorium
Puasa pre operasi
- bayi = 4 jam
- anak = 5 jam
Premedikasi
- midazolam (0,07-0,2 mg/kgBB)
- ketamin 2-3 mg/kgBB
- atropin menurunkan insiden hipotensi pd anak < 3 bln, mengurangi
secret
Monitoring : suhu (malignant hipertermia & hipotermia)kadar
glukosa (hipoglikemia < 30 mg/dL(neonatus)n
Induksi anestesi :
Ø Inhalasi : agen inhalasi
Ø Intravena : ketamin, propofol, pentotal
Ø Intramuskuler : ketamin, midazolam,
Ø Perrektal : ketamin, pentotaL
Induksi intravena
- Thiopental (3mg/kg neonate, 5-6 mg/kg u/ infant & children)à efek
sedasi pasca operasi
- Ketamin 1-2 mg/kgBB
- Propofol 2-3 mg/kg hipnosis kuat, gejolak HD
- Midazolam 0,3-0,5 mg/kgBB
- Diazepam 1-2 mg/kgBB
Induksi inhalasi anestesi :
a.Alternatif, bila iv line blm terpasang
b.Sevoflurane & Halothan
Sevoflurane à induksi halus, iritasi minimal
Halothan à bronkodilatasi, aritmogenik
Desflurane & isofluran à batuk, iritasi jahan nafas, laringospasme ↑
Teknik induksi secara inhalasia.
a.Umur < 6 bln : langsung ditempel pada muka bayi
b.6 bln-5 tahun : Steal induksi
c.> 5 tahun : single breath induction
d. >7/8 tahun : slow inhalasi induction
F. INTUBASI TRAKEA Blade lurus → memudahkan intubasi e/c lidah relatif besar
Uncuffed ET pada anak < 8-10 tahun→ me↓resiko batuk, me↓ resiko
barotrauma/edema laring
Ukuran diameter ET4 + Umur/4 = tube diameter (mm)
Rumus lain: (umur + 2)/2
Ukuran panjang ET
12 + Umur/2 = panjang ET (cm)
G. MAINTENANCE
Anak < 10 kg → Mapleson D circuit low resistance & ringan
Anak < 10 kg → peak insp. Pressure15-18 cm H2O
Anak lebih besar → tidal volume 8 – 10 mL/kg
H. PASCA OPERASI
Posisi pasca operasi :
1. Head up : pada pasca operasi daerah abdomen
2. Head down : riwayat prdrhn banyak, hipovolemi
3. Lateral/semiprone : post TE, puasa kurang
Pengelolaan di RR gunakan Steward Score
I. MANAGEMEN CAIRAN PERIOPERATIF
1. Defisit cairan diganti harus tepat
a. Aturan 4 : 2 : 1 (4 ml/kg/jam utk 10 kg pertama, 2 ml/kg/jam utk 10
kg kedua dan 1 ml/kg/jam utk sisanya)
b. Larutan D5 ½ NS dgn 20 mEq/L NaCl → dextrose + elektrolit
seimbang
c. Larutan D5 ¼ NS → cocok utk neonatus, krn kemampuan mengatasi
Na terbatas.
2. Blood loss/Kehilangan darah
a. EBV = Neonatus prematur (100 mL/kg), neonatus full term (85-
90mL/kg), infants (80 mL/kg)-
b. Perdarahan > 10% EBV ---à berikan darah (Pilihan :PRC !)
c. Hematokrit neonatus (55%), bayi 3 bln (30%), bayi 6 bln (35%)
Maintenance durance operasi
jaga hemodinamik dan oksigenasi yang baik
agen inhalasi maintenance durance op:
a. Sevofluran : onset cepat, iritasi kurang
b. Halotan : bronkodilator, tidak iritasi jalan nafas
Pilihan teknik resopirasi
a. Neonates : harus control
b. Bayi : sebaiknya control
c. Anak pra sekolah : boleh dikontrol maupun di assist
d. Anak sekolah : boleh spontan/ di assist/ dikontrol
J. REGIONAL ANESTESI
Caudal anestesi modifikasi epidural anestesia.
Dgn needle no 22, menggunakan 1% lidocain dan 0,125-0,25 %
bupivacaine.Volume 1/2 cc/kgBB untuk mid thorak
Juga u/ manajemen nyeri post operasi
K. LARINGOSPASME
Merupakan spasme kuat, involunter karena stimulasi nervus
laringeus superior
Pencegahan : ekstubasi pasien awake atau deep
Terapi : jaw thrust- ventilasi tekanan positif, paralisis dgn suksinil
kolin (4-6mg/kgBB) atau rocuronium (0,4 mg/kg)
Pasien anak diposisikan lateral, shg sekresi oral keluar
L. BATUK POST INTUBASI
Disebabkan edema trakea atau glottis
Terjadi pada anak umur 1-4 thn, intubasi berulang, operasi lama,
operasi daerah kepala & leher dan pergerakan ET berlebihan
Dexamethason 0,25-0,5 mg/kg intravena utk pencegahan
M. MANAGEMEN NYERI POST OPERASI
FENTANYL 1-2 μg/kg dan meperidine o,5mg/kg Ketorolac 0,75 mg/kg Acetaminophen po, rectal Analgesic regional.
1.definisi
Fistula preaurikular adalah kelainan yang terjadi akibat
kegagalan penggabungan 2 dari 6 hillocks yang muncul dari arkus branchial 1 dan 2.
2. Gejala klinis
1. Sebagian orang dengan kelainan ini asimptomatik. Hanya sepertiga
orangmenyadari adanya kelainan ini. Dalam sebuah studi terhadap 31 pasien,
suatulesi menjadi jelas, sekitar 9,2 tahun (rata-rata) sebelum mereka
mencari pertolongan medis.
2. Beberapa pasien dating dengan drainase kronik yang intermitten berupa
material purulen dari tempatnya yang terbuka. Drainase fistula ini menjadi
mudahmengalami infeksi. Sekali infeksi, fistula-fistula ini jarang
mengalamiasimptomatik, sering berkembang menjadi eksaserbasi akut yang
rekurren.
3. Pasien mungkin datang dengan sellulitis fasial atau ulserasi yang berlokasi
pada bagian depan telinga. Ulserasi ini sering diobati tanpa mengetahui
sumber primernya dan fistula preaurikular menjadi tidak ketahuan.
4. Perkembangan dari adanya infeksi, pasien mungkin dapat berkembang
menjadiscarring.
5. Bayi dari ibu yang DM memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinyaoculo-
auriculo-vertebral, termasuk fistula.
3.Pemeriksaan fisik
Fistula preaurikular biasanya muncul sebagai sebuah celah kecil kearah
tepidepan dari helix bagian ascending. Kecuali fistula ini mengalami infeksi yang
aktif atausebelumnya telah mengalami infeksi dengan gejala sisa berupa scarring,
kelainan inihanya berupa lubang kecil di depan daun telinga. Jika dihubungkan
dengan kondisiyang ada, salah satunya mungkin terlihat anomali telinga luar,
seperti kegagalan pembentuka telinga.Pemeriksaan fisik dapat ditemukan fistula
branchiogenik dan/atau penurunan pendengaran.
Pada tahun 2006, Saltzmann dan Lissner melaporkan sebuah kasus yang
tidak biasanya dari familial punctal atresiayang berhubungan secara genetik
dengan fistula preaurikular bilateral yang mengalami pengurangan beberapa
gambaran syndrome yangkomorbid, dimana biasanya ini jarang terjadi.
Choiet al, pada tahun 2007, mencatat bahwa apa yang dikenal sebagai
fistula preaurikular dapat terjadi di area postaurikula. Fistula terjadi pada area
postaurikulamemperlihatkan angka kekambuhan yang rendah setelah operasi (0%)
daripada area preaurikular (2.2%).
Kondisi yang berhubungan :
Kondisi ini berhubungan dengan fistula preaurikular
termasuk subcondylar impaction dari molar ketiga, malformasi renal, penurunan
pendengaran, fistula branchiogenik, commissural lip pits (3.8% dari pasien
dengan fistula preaurikular), dan anomaly telinga luar, bagaimanapun, kondisi-
kondisi ini dapat jarang terjadi.
Celah palatum, spina bifida, anus imperforata, hypoplasia renal atau agenesis
renal, reduplikasi dari duodenum, undesensus testes, dan hernia umbilicalis
dialporkan berhubungan dengan kondisi ini.
Fistula preaurikular melibatkan beberapa sindrom:Treacher Collins
syndrome;branchio-oto-renal (BOR) syndrome;hemifacial microsomia
syndrome; sebuahsindrom yang terdiri darifacial steatocystoma multiplexyang
berhubungan dengan pilar cystsdan fistula preaurikular bilateral; dan sebuah
sindrom yang terdiri darifistula preaurikular, tuli konduktif,commissural lip pits,
dan abnormalitas telingaluar.
BOR syndrome terdiri dari tuli konduktif, sensorineural atau tuli
campur; preauricular pits; defek struktural dari telinga luar, tengah atau dalam;
anomalirenal; fistula cervical lateral, kista atau sinus; dan/atau stenosis duktus
nasolacrimalatau fistula. Hemifacial microsomia syndrometerdiri dari fistula
preaurikular, palsynervus facialis, tuli sensorineural, mikrotia atau anotia,
kelainan servikal yang mengandung kartilago dan defek lainnya.
2.Hubungannya anestesi dengan bedah telinga
Anestesi pada pembedahan telinga tengah dan dalam
Kondisi operasi yang aman dan nyaman didapatkan pada operasi telinga baik
melalui anastesi local maupun anestesi umum.
Masalah utamaa berupa :
1. Theatre seringkali relative gelap (anestetis disarankan untuk menolak
bekerja pada kondisi gelap total
2. Difusi n20 dapat meningkatkan tekanan pada obstruksi telinga tengah
3. Kemungkinan besar terjadinya muntah pasca operasi.
Anestesi Lokal
Prosedur pembedahan telinga seperti operasi premeatal,stapedektomi, dan
pembedahan telinga tengah yang tidak disertai komplikasi dmna lamanya
kurang dari 2 jam, dapat dipberikan pada pasien yang terseleksi penggunnaan
infiltrasi dari local anestesi dan titrasi sedasi yang hati-hati. Pasien harus
mengerti, komunikatif, kooperatif (harus selalu ingat, terutama seama bedah
mikroskopik telinga tengah ). Pada kunjugan preoperative, snestesiolog
sebaiknya memprsiapkan juga pemeriksaan yang sama seperti anestesi umum.
Tujuan sedasi pre operatif adalah membuat pasien tenang, kooperatif dan
nyaman tetapi tidak overmedicated atau kehilangan kontak dengan sekitar.
sedasi ringan dapart di berikan titrasi iv propofol (0,5-0,7 mg/kgbb) selama
penyuntikan lokas anestesi dan jika perludisertai midazolam (0,02-0,04
mg/kgbb iv) selama prosedur.
Anestesi umum.
Anestesi umum pada bedah telinga membutuhan perhatian utuk menjaga
n.fasialis dan efek N2O pada telinga tengah, posisi kepla yang ekstrim,
kemungkinan emboli udara , kehilangan darah, dan selama bedah mikro pada
telinga, control perdarahan dan pencegahan mual muntah.
Menjaga N.Fasialis
Indentifikasi pembedahan dan penjagaan terhadap n. fasialis merupakan
hal yang esnsial dalam banyak pembedahan pada telinga. Hal tersebut menjadi
lebih mudah diketahui dan informasikan jika pasien tidak lumpuh total. Jika
teknik pelumpuh otot narkotik harus dipakai, efek dari pelumpuh otot harus
dimonitor untuk memastikan masih tersisanya 10- 20 % respon otot. Prosedur
pembedahan telinga dihubungkan dengan 0,6 – 3,0% insiden paralisis n.
fasialis. Monitoring intraoperatif berupa bangkita aktivitas electromyographic
wajah dapat mejaga fungsi n. fasialis selama pembedahan pada mastoid/ area
tulang temporal.
Nirrous oksida dan tekanan telinga tengah
Telinga tengah dan sinu-sinus paranasal merupakan rongga
normalberudara dan tetap terbuka, ruangan tanpa ventilasi. Rungan telinga
tengah mendapatkan ventilasi intermiten saat tuba eustachia terbuka. Ekspansi
dari udara ruangan melalui pergantian nitrogen dengan N2O dimana terdapat
perbedaan 34 kali lipat antara koefisien darah/ gas dari 2 gas (0,013 untuk
nitrogen dan 0,46 untuk N2O) .terutama pada inhalasi dengan konsentrasi
tinggi, N2O memasuki ruang berudara lebih cepat dari kluarnya nitrogen. Pada
ruang yang tetap seperti telinga tengah akan menhasilkanpeningkatan tekanan.
Normalnya ventilasi pasif pada tuba eustachia menghasilkan tekanan sekitar
200- 300 mmH2O jika fungsi tuba eustachii menurun karna trauma bedah ,
penyakit atau inflamasi dan udem parakut, teknan telinga tengah dapat
mencapai 375mmH2O dalam 30 menit mulaidiberikannya N20.
Sebagai tambahan , setalah menhentikan N2O gas dengan cepet di absirbsi
dan menyokong, ditandai, terbentuknya tekanan negative telinga tengah. Saat
fungsi tuba eustachii abnormal, tekanan negative telinga – 285 mm H2O dapat
tercapai setelah 75 menit penghentian N2O. tekanan tertentu dapat mendukung
terjadinya serous otitis, dirastikulasi stapes. Penelitian ii dipercya bahwa naetesi
N2O dapat berisiko pendengaran pasien yang mendapatkan bedah rekontruksi
telinga tengah sebelumnya.
Memburuknya fingsi telinga tengah untuk sementra, peningkatan cepat
tekanan telinga tengah sesuai dengan konsentrasi inhaasi N2O, mual muntah
dan sobeknya membrane timpani semua berhuungan dengan meningkatnya
tekanan telinga engah dan fungsi abnormal tuba eustachii selama anestesi
N2O diberikan pada pasien yang rentan.pasien yang rentan termasuk
didalamnya adalah dengan riwayat bedah otologikotitis media akut atau
kronik, sinusitis, infeksi saluran nafas bagian atas membesarnya adenoid, dan
kondisi patologik pada nasopharing. Menurunnya kepekaan , meningkatnya
hambatan, dan tuli hntaran telah ditemukan pada pasien yang diberikan
anestesi N2O untuk adenotonsilektomi.
Bedah telinga
Bedah telinga yang seringkali dilakukan antara lain adalah stapedektomi
(biasanyadilakukan dengan anestesi lokal), timpanoplasti, dan mastoidektomi.
Miringotomi dengan insersi timpanostomi tube, adalah tindakan bedah yang
paling sering dijumpai pada bedah anak.
Manajemen Intraoperatif
A. N2O
Oleh karena N2O lebih mudah larut dibandingkan dengan Nitrogen di
dalamdarah, maka nitrit oksid lebih mudah berdifusi melalui rongga–rongga
udara dibandingkan nitrogen (komponen utama adalah udara) dan lebih
mudahdiabsorbsi di pembuluh darah . Secara normalnya perubahan tekanan udara
di dalam telinga tengah yang disebabkan oleh N2O dapat ditolerir dengan aliran
pasif ke tuba eustachius. Pasien dengan riwayat penyakit telinga kronis(misalnya
otits media, sinusitis), seringkali tuba eustachius tidak mengalamikerusakan dan
pengalaman yang sangat jarang hilangnya pendengaran atau pun ruptur membran
timpani akibat N2O.
Selama timpanoplasti, telinga tengah terbuka terhadap atmosfer dan tidak
adanya tekanan disekelilingnya. Suatu ketika ahli bedah akan menempatkan
graftpada membran timpani dan pada saat itu rongga telinga tengah akan
menjadiruang yang tertutup. Jika N2O diperbolehkan untuk berdifusi ke dalam
ronggatelinga tengah pada saat itu, maka tekanan di dalam telinga tengah
akanmeningkat dan graft mungkin dapat terlepas. Kebalikannya, diskontinu N2O
setelahpeletakkan graft akan menyebabkan tekanan rongga telinga
tengah menjadi tekanan negatif, yang akan menyebabkan graft tidak menempel.
Oleh karena itu,N2O haruslah dihindari pada operasi timpanoplasti atau
dimatikan sebelum peletakkan graft. Kenyataannya, lama waktu yang diperlukan
untuk mengeluarkansisa N2O tergantung oleh banyak faktor, termasuk ventilasi
alveolar dan fresh gasflow , tapi biasanya dibutuhkan waktu 15-30 menit.
B. Identifikasi Saraf Fasialis
Penyelamatan saraf fasialis adalah hal yang perlu diperhatikan selama
dilakukan bedah telinga (misalnya : saat reseksi tumor glomus atau
neuromaakustik), Selama operasi tersebut paralisis saraf intraoperatif dengan
obatpenghambat neuromuskular dapat membingungkan interpertasi stimulasi
saraffasilais dan pemakaian obat tersebut haruslah dihindari.
C. Pasca Operasi Mual dan Muntah
Oleh karena telinga tengah sangat erat berhubungan dengan
sensasikeseimbangan, maka pasca operasi bedah telinga telinga dapat
menimbulkantelinga berdengung (vértigo), mual, dan muntah. Induksi dan
pemeliharaandengan menggunakan propofol telah menunjukkan berkurangnya
insiden mualdan muntah pasca operasi selama pembedahan telinga tengah.
Profilaksis dengandecadron selama induksi , biasanya pemberian obat
penghambat 5HT perludipertimbangkan sebelum reaksi terjadi.
PrognosisBaik jika cepat ditangani dan di diobati.