R S B H A Y A N G K A R A J I T R A K O T A B E N G K U L U
INTERNSIP
KOTA BENGKULU
DISUSUN OLEH :
dr. Danil Anugrah Jaya
HEPATITIS B
LAPORAN KASUS
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
STATUS PASIEN..............................................................................................................1
A. Identitas Pasien.......................................................................................................1
B. Anamnesis..............................................................................................................1
C. Pemeriksaan fisik...................................................................................................4
D. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................6
E. Resume...................................................................................................................7
F. Daftar masalah.......................................................................................................7
G. Assesment.................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................9
1. Hepatitis B..............................................................................................................9
1.1. Definisi...........................................................................................................9
1.2. Etiologi...........................................................................................................9
1.3. Epidemiologi dan Faktor Resiko..................................................................13
1.4. Patofisiologi.................................................................................................15
1.5. Gejala klinis..................................................................................................18
1.6. Pemeriksaan Penunjang................................................................................21
1.7. Penatalaksanaan............................................................................................26
1.8. Pencegahan...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................34
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B i
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B ii
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. I
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Alamat : Bengkulu
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk RS :12 Januari 2015, pukul 11.00 WIB
B. Anamnesis (Autoanemnesis pada 12 Januari 2015, 14.00 WIB)
Keluhan Utama :Panas badan sejak 1 mingguSMRS.
Keluhan Tambahan :badan dan mata kuning, nyeri perut bagian
kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang :Sejak 1 minggu SMRS pasien merasakan panas
badan yang dirasakan semakin hari semakin meningkat, siang sama dengan
malam.Keluhan disertai sakit kepala, mual, nafsu makan menurun, serta nyeri
perut di bagian perut kanan atas. Sakit kepala dirasakan terutama pada daerah
dahi yang sifat sakitnya seperti tertekan dengan intensitas ringan hingga
sedikit berat dan reda jika pasien minum obat paracetamol 1 tablet. Mual tidak
di ikuti dengan muntah. Badan dan mata kuning sejak 3 hari yang lalu, tampak
kuning awal nya dirasakan di daerah mata, lama kelamaan dirasakan di bagian
kulit. Nyeri perut seperti tertekan tidak menjalar di rasakan setiap saat tidak
terpengaruh dengan makanan yang pasien makan. Nyeri perut timbul lebih
berat saat berjalan/beraktifitas dan lebih ringan saat istirahat. BAK berwarna
seperti teh pekat, frekuensi normal, tidak nyeri. BAB 3 x sehari, konsistensi
encer tidak terdapat ledir ataupun darah, tidak berwarna seperti dempul.
Kejang disangkal, menggigil disangkal, telinga berdenging disangkal, batuk
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 1
pilek disangkal, nyeri dada disangkal, gatal-gatal disangkal, keluar bintik-
bintik merah disangkal, riwayat bengkak diperut atau dikedua kaki disangkal.
Riwayat di rawat di klinik lembaga permayarakatan, sempat diperiksa
darah dan diagnosis hepatitis oleh dokter klinik tersebut, pasien sempat di
berikan obat namun lupa jenis obat yang diberikan.
Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat penyakit ginjal disangkal, riwayat
batuk lama atau sakit paru disangkal, riwayat sakit kuning sebelumnya
disangkal, riwayat darah tinggi disangkal, asma disangkal, kencing manis
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 2
Ayah meninggal pada usia 78 tahun, Ibu pada usia 62 tahun, kaka pertama dan
kedua berturut – turut pada usia 40 dan 38 tahun. riwayat penyakit yang sama
dikeluarga disangkal, riwayat Asma disangkal, riwayat penyakit liver
disangkal, riwayat kencing manis disangkal, penyakit darah tinggi disangkal.
Riwayat Psikososial :Pasien seorang wiraswasta yang sedang
terpidana kasus pencurian, dengan pola makan tidak teratur, pernah di tattoo,
riwayat transfuse disangkal, penggunaan obat obatan melalui suntikan
disangkal, merokok disangkal, mengkonsumsi alkohol disangkal.
Riwayat Alergi : alergi obat disangkal, alergi makanan
disangkal.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 3
78 62
40 3835 30
21 16 10
Menunjukan pasien
Laki-laki yang sudah meninggal
Perempuan yang sudah meninggal
Laki-laki yang masih hidup
Perempuan yang masih hidup
Riwayat Pengobatan : Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat secara
rutin
C. Pemeriksaan fisik(Ruang mawar pada tanggal 12 Januari 2015, 14. 15 WIB)
• Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang
• Kesadaran : Composmentis (GCS : E4M6V5 = 15)
• Tanda vital
– Tekanan darah: 120/70 mmHg
– Nadi : 98 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
– Suhu : 36,8°C
– Pernapasan :18kali/menitsimetris kanan dan kiri, tipe
abdominothorakal
• Status Gizi : BB : 60 kg, TB : 165 cm
IMT (Normal)
Status Generalisata
• Kepala : Normocephal, rambut lurus, hitam, tidak mudah rontok
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil bulat
isokor RC +/+
• Hidung: Normonasi, deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-)
• Mulut : Bibir sianosis (-), lidah ditengah, coated tongue (-), tonsil
T1/T1, faring hiperemis (-)
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 4
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-), Pembesaran KGB (-). Trakea
ditengah, JVP 5+2 cmH2O
• Thorax : Normochest, jaringan parut (-)
Pulmo :Inspeksi simetris statis maupun dinamis,
penggunaanotot bantu napas (-), bagian dada
yangtertinggal (-)
Palpasi vocal fremitus sama kedua lapang paru
Perkusi sonor pada kedua lapang paru, batas paru
hepar setinggi ICS V dextra peranjakan 2 jari
Auskultasi vesicular +/+, crackles (-/-), mengi-/-.
Cor :Inspeksi ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi ictus cordis teraba di ICS Vlinea
midclavicularis sinistra.
Perkusibatas jantung kanan pada ICS IVlinea
midsternalbatas jantung kiri atas pada ICS III
linea parasternalis sinistra. batas kiri bawah
pada ICS V linea midclavicularis sinistra.
Auskultasi S1 S2 reguler gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi Datar , jaringan parut (-), distensi (-)
Palpasi supel, nyeri tekan hipokondrium kanan (+)
o Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, 1 jari di bawah
PX, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri
tekan (+)
o Lien tidak teraba
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 5
Perkusi timpani diseluruh region abdomen, asites (-)
Auskultasi bising usus (+) normal
Ekstremitas : kanan kiri
Akral hangat + +
+ +
Udem - -
- -
RCT <2 dtk + +
+ +
D. Pemeriksaan Penunjang- Laboratorium
Pemeriksaan Hasil
WBC 13.1 ribu/dL (3.60 – 11.00)Hb 14.9 gr/dL (11.7 – 15.5)Ht 48 mg% (37-47)Trombosit 206.000 /ulSGOT 682 ulSGPT 568 ulHbsAg (+)Bilirubin total 44.5 mg%Bilirubin direct 11.8 mg%Bilirubin indirect 32.7 mg%
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 6
E. Resume
Pasien ♂ 35 tahun datang dengan febris sejak 1 minggu SMRS yang semakin lama
semakin meningkat, keluhan disertai cephalgia terutama pada daerah dahi yang sifat
sakitnya seperti tertekan dengan intensitas ringan hingga sedikit berat dan reda jika
pasien minum obat PCT 1 tablet, nausea, anoreksia, ikterik, nyeri regio hipokondrium
kanan seperti tertekan tidak menjalar di rasakan setiap saat tidak terpengaruh dengan
makanan yang pasien makan. Nyeri perut timbul lebih berat saat berjalan/beraktifitas
dan lebih ringan saat istirahat.BAK seperti teh pekat, diare. Pemeriksaan fisik
didapatkan Kes : CM, TD : 120/70 mmHg, N : 98 x/menit isi dan tegangan cukup, S:
36.8 ˚C, RR : 18 x/menit, sclera ikterik (+/+), Hepatomegali(+)teraba 2 jari di bawah
arcus costae, 1 jari di bawah PX, tepi tumpul, permukaan rata, konsistensi lunak,
nyeri tekan (+).
Pemeriksaan Penunjang didapatkan, SGOT dan SGPT meningkat, HbsAg (+),
Bilirubin total direk indirek meningkat.
F. Daftar masalah
1. Hepatitis B akut
2. Susp. Ikterik obstruktif
G. Assesment
Masalah 1. Hepatitis B
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh febris sejak 1 minggu SMRS yang
semakin lama semakin meningkat, ikterik, nyeri perut kanan atas, cephalgia,
nausea, anoreksia, dan diare. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan SGOT
SGPT meningkat HbsAg (+) bilirubin total indirek meningkat
WD/ Hepatitis B akut
DD/ febris e.c. tumor
Planing :
Pemeriksaan : USG abdomen
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 7
Penatalaksanaan :
o IVFD RL 20 gtt/menit
o Ranitidine 2 x 1 amp
IV
o Paracetamol 3 x 500
mg PO
o HP pro 2 x 1 tab PO
o Curcuma 3x 1 tab PO
o Domperidone 3 x 1 tab
PO
Masalah 2. Susp. Ikterik obstruktif
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh febris sejak 1 minggu SMRS yang
semakin lama semakin meningkat, ikterik, nyeri perut kanan atas, cephalgia, nausea,
anoreksia, dan diare. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan bilirubin direk
meningkat
WD/ susp. Ikterik obstruktif
Planing : USG Abdomen
Follow up :
13/1/2015
S : muntah (+) demam (-) BAB cair (+)
O : KU : tampak sakit sedang TD 120/80 N : 80x/menit S : 36,8 ºC RR : 18 x/menit
A : hepatitis B
P : lanjutkan terapi, cek USG abdomen
14/1/2015
S : muntah (-) demam (-) BAB cair (-)
O : KU : tampak sakit sedang TD 120/80 N : 80x/menit S : 36,8 ºC RR : 18 x/menit
A : hepatitis B
P : lanjutkan terapi
15/1/2015
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 8
Pasien pulang atas permintaan sendiri
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hepatitis B
1.1. Definisi
Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang disebabkan
oleh Virus Hepatitis B.1 Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :1
- Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah
menjadi hepatitis fulminan.
- Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan
1.2. Etiologi
Gambar 1. Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam
family Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena
virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk
dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika
Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 9
pada bebek Peking, dan bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak
bersifat sitopatik.1,2,5
Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat
yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan
penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran 42
nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda
dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian dalam. Nukleokapsid ini
berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda
(partially double stranded) dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2
macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang
disebut juga partikel Dane dan selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul
virus kosong berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament. 1
Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B
Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui
adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 10
Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C (core),
X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6)
telah dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1
Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan
pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri dari
87 nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C mengkode
212 asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian pre-S2, pre-S2,
dan S, mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam amino. 1,2,3,4
Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen ini
juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang
bekerja sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi virus.
Gen ini merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan protein X
VHB (HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga berperan pada
pathogenesis karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3
Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai
aktivitas replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi atau
dengan metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction (PRC).
DNA-VHB kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons penyakit
terhadap terapi.1.8,9
Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati
Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu dari
beberapa non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai sebuah
bagian dari proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel dengan cara
membuat suatu sel peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan masuk ke sel
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 11
tersebut dengan endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus kemudian
membuat secara penuh lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently
menutup DNA melingkar (cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template)
untuk penyalinan empat mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang
dari genom virus), digunakan untuk membuat copy baru dari genom dan untuk
membuat inti capsid protein serta DNA virus polymerase. Empat catatan virus Ini
mengalami pemrosesan tambahan dan meneruskan untuk membentuk keturunan
virions yang bebas dari sel atau kembali ke nukleus serta re-cycled untuk
menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama kemudian mengangkut kembali ke
cytoplasm dimana virion P protein mensintesa DNA melalui nya kebalikan aktivitas
transcriptase. 2
CARA TRANSMISI
Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral)
yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal
terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat
antar keluarga / individu. Transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B
(VHB) ke bayi adalah salah stu cara transmisi yang paling serius karena bayi lahir
akan memiliki risiko tertinggi untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut
menjadi sirosis atau karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi
intrauterine (pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi
intrauterine sangat jarang, hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi
perinatal. Besarnya risiko transmisi vertical ini sangat ditentukan oleh status serologi
ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi vertical sangat tinggi yaitu
sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi vertical
tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila anti HBe ibu positif, berpotensi untuk
menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi, walaupun jarang terjadi. 1,2,4,
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 12
1.3. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi
carier virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Di area
dengan prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah
populasi pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan
mereka, dan lebih dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus ini. Keadaan
ini merupakan akibat infeksi VHB yang terjadi pada usia dini.1,2,4,5
Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak
memberikan gejala klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak diketahui. Dengan
demikian dapat dimengerti bila angka laporan mengenai jumlah pengidap jauh di
bawah angka yang sebenarnya.1,2,3,4,5
Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena risiko
untuk terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat
terjadinya infeksi. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum
usia 1 tahun mempunyai resiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB
terjadi pada usia antara 2- 5 tahun risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila
terjadi infeksi pada anak berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk
terjadinya kronisitas.1,2,5,
Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%,
dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini
lebih tinggi. Di Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%.
Angka-angka ini sangat tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya.
Pengobatan untuk menghilangkan virus hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan
dan hanya dapat dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif
serta menelan biaya yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan imunisasi hepatitis B secara universal. Berdasarkan data di atas, menurut
klasifikasi WHO, Indonesia tergolong dalam Negara dengan prevalens infeksi VHB
sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang dianjurkan adalah dengan pemberian
vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 13
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya
infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga
mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya
mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini.
Tingginya angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka pengidap
VHB pada ibu hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu
dilakukan usaha untuk memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara
vaksinasi bahkan bila memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4,
Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut
Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten
Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati.
HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain
Cara transmisi :
- Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan, pekerja yang terpapar darah
- Transmisi seksual
- Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang alat
medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur, tato, akupuntur,
penggunaan sikat gigi bersama
- Transmisi maternal neonatal
- Tak ada bukti penyebaran fecal-oral
1.4. Patofisiologi
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatis
yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun.
Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV,
menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari
antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 14
produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas
(MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik.
Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas
I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa
mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit.
Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung
virus harus bertahan hidup.1,4,5
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan
ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang
sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang
mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia,
dan sindrom Guillan Barre yang terkait.1,2
Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan strain
mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan
kegagalan mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan
hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 1,2
Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme system imun diaktivasi untuk
mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan
serum transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap protein HBV, yang
terpenting adalah anti-HBs.1
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons
imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera
setelah infeksi virus terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan,
antara lain interferon. Interferon ini men ingkatkan ekspresi HLA kelas I pada
permukaan sel hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T
sitotoksis mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya
antigen presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan
memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan
antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 15
terjadi ikatan dan membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan
mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan
berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin
yang mempengaruhinya. 1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN
γ, sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang
terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada
hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan
ke arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi
virus intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan
mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara
non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan
proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas
belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi resolusi infeksi
virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1
1. Stadium I
Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-
4 minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun
serum ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak
menimbulkan gejala klinis.
2. Stadium II
Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan
stimulasi sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi
proses inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-VHB
menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut,
stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung selama 3-4
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 16
minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat berlangsung selama 10
tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya.
3. Stadium III
Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan
mampu mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi
menurun jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat
lagi HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah
DNA virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-VHB pasien tetap positif.
4. Stadium IV HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 1
Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
HbsAg + + + _
Anti-HBs _ _ _ +
DNA-VHB + kuat + _ _
Anti HBc + + + +
HbeAg + + _ _
Anti Hbe _ _ + +
AST & ALT N meningkat N N
Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1
1. Predisposisi genetic (Ras Asia)
2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C)
3. Pengobatan menggunakan imunosupresif
4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan)
5. Timbul HBV mutan
Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai predisposisi
untuk mengalami infeksi HBV kronis, karena :1
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 17
1. Pada neonatus system imunnya belum sempurna
2. Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini menyebabkan sel T
helper tidak responsive terhadap HBcAg
3. HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif
4. Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi akan
menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga akan mengganggu
pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T sitotoksik.
1.5. Gejala klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminans yang
dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut
terbagi dalam 4 tahap:
Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda – beda lamanya untuk tiap virus hepatitis.
Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
Fase Prodormal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan – keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan
malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas
dan anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan
perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi.
Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut pada awal infeksi.
Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigatrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolesistisis.
Fase Ikterus
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 18
Ikterus muncul setelah 5 – 10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan denganmunculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Fase konvalesen
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dna abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul persaaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan.keadaan akt biasanya akan
membaik dalam 2 – 3 mingggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu dalam
hepatitis B. Pada 5 – 10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit
ditangani, hanya < 1 % yang menjadi fulminan.
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis
B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang
sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.
a). Hepatitis B akut yang khas
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 19
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia,
mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap.
Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT
dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua
setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati
abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.
b). Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan
kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi
pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati
menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang
hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.
c). Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B
kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang
mantap.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 20
1.6. Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia : infestasi cacing,
leukositosis : infeksi bakteri.
Urin : bilirubin urin
Biokimia :
Serum bilirubin direk dan indirek
ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
Albumin, globulin
Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin
Petanda serologis :
Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus hepatitis B
(serologi) yang mencerminkan beragam komponen-komponen virus hepatitis B.
HBsAg dan anti-HBs
Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi hepatitis B
surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi
virus hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infekis virus
hepatitis B aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-individu yang
sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg
terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus
hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam bulan.
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-
HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus
hepatitis B yang berikutnya. Sama juga, individu-individu yang telah berhasil
divaksinasi terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam
darah.
Anti-HBc
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 21
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat
terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B
core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang
berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core
antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun,
terdeteksi dalam darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi anti-
HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi
hepatitis B akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan
berlangsung sampai enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc
berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap seumur
hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau mengembangkan infeksi kronis.
Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari anti-HBc dapat digunakan secara spesifik
untuk mendiagnosis suatu infeksi virus hepatitis B akut. Selain itu, menentukan
hanya total anti-HBc (tanpa memisahkan kedua komponennya) adalah sangat tidak
bermanfaat.
HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti HBe, adalah
penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan
penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis.
Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif
satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang
sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya, sedangkan
kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan
risiko penularan yang lebih kecil.
Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis B,
material genetik untuk virus telah menjalankan suatu perubahan struktur yang
tertentu, disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi ini berakibat pada suatu
ketidakmampuan virus hepatitis B untuk menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 22
reproduksi/replikasi secara aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg yang
terdeteksi dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis B masih tetap
aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada yang lain-lainnya.
Hepatitis B virus DNA
Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus hepatitis B adalah
pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. Anda ingat bahwa DNA adalah
material genetik dari virus hepatitis B. Tingkat-tingkat yang tinggi dari hepatitis B
virus DNA mengindikasikan suatu reproduksi/replikasi virus dan aktivitas virus yang
sedang berlangsung. Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang rendah atau tidak
terdeteksi dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus hepatitis B yang tidak aktif.
Beberapa tes-tes laboratorium yang berbeda (assays) tersedia untuk mengukur
hepatitis B virus DNA.
PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang paling sensitif
untuk menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah
metode yang terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda
virus hepatitis B. Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang
diukur sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya,
dapat mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B
per mililiter darah. Tes ini, bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk
penggunaan diagnosis yang praktis.
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan
apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini dapat
dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang
tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi, pasien-
pasien denga penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-
partikel virus per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif
mempunyai beberapa milyar partikel-partikel per mililiter. Oleh karenanya, siapa saja
yang HBsAg positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 23
mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat terdeteksi dengan
metode PCR karena ia begitu sensitif.
Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat diukur
menggunakan suatu metode yang disebut metode hybridization, yang adalah suatu
tes yang lebih kuang sensitif daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode
hybridization mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini
dapat mendeteksi hepatitis B virus DNA hany ketika banyak partikel-partikel virus
hadir dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut
pandang yang praktis, jika hepatitis B virus DNA terdeteksi dengan suatu metode
hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.
Beberapa tes serologi untuk HBV seperti di atas dapat diinterpretasikan
seperti pada tabel 1 dan perjalanan penyakit HBV seiring pembentukkan antibodinya.
(Gambar 5 dan 6).
Tabel 1: Interpretasi tes-tes darah (serologi) virus hepatitis B
Sumber: (www.totalkesehatananda.com, 2008)
HBsAg Anti-HBs
Anti-Hbc
(total)
Anti-HBc IgM
HBeAg Anti-HBe
HBV DNA
Interpretasi
+ - + + + + + Tahap awal infeksi akut
+ - + + - + - Tahap Kemudian infeksi akut
- - + + - + - Tahap kemudian infeksi akut
- + + - - - - Kesembuhan dengan kekebalan
- + - - - - - Vaksinasi yang sukses
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 24
+ - + - + - + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif
+ - + - - + - Infeksi kronis dalam tahap tidak aktif
+ - + - - + + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif
- - + - - + atau
- -
Kesembuhan, Hasil positif palsu, atau infeksi kronis
Gambar 5. Gambaran Serologi dari Hepatitis B AkutSumber: (Kasper H, et al, 2006)
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 25
Gambar 6. Gambaran Serologi dari Hepatitis B kronikSumber: (Kasper H, et al, 2006)
USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus koledokus, batu saluran
empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar limpa
1.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan
prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode
simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif.
Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat
eksaserbasi akut HVB.
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan
menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan
terjadinya serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV-DNA
lagi. Bila respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti
HBs, sehingga sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat dicegah.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 26
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of the Liver),
anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral bila nilai ALT
lebih dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan, terdapat replikasi aktif
(HBeAg dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum
memulai pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan
lamivudin telah disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya
memakai interferon (dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan
selama 4-6 bulan, sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri diberikan
paling sedikit selama 1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi
HBeAg menjadi anti HBe.
1.8. PencegahanDasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan.
1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
o Mengandung HbsAg sebagai imunogen
o Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg pada > 95% pasien
dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis
o Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV
o Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal
o Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah
10mU/mL
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk
dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis
dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
o Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
o Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun, bila belum divaksinasi
o Grup resiko tinggi :
Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 27
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan( vaksin hepatitis B dan imunoglobulin
hepatitis B (HBIG).)
Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan
Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid
sisi lain
Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian.
Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif :
o 0,5 ml HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian
anterolateral otot paha atas
o Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi
lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.1,2
Vaksin Kombinasi
Digunakan kepada orang yang mempunyai kemungkinan akan terpapar kedua
infeksi virus hepatitis A dan B.1
Twinrix untuk hepatitis A dan B
usia 2-15 tahun hanya membutuhkan 2 kali vaksinasi dengan interval bulan ke
0 dan ke 6.
orang dewasa diatas usia 15 tahun membutuhkan 3 dosis penyuntikan vaksin
ini dengan interval waktu penyuntikan 0 bulan, 1 bulan dan 6 bulan kemudian
Imunisasi Pada Bayi
Imunisasi bayi universal dengan vaksin hepatitis B sekarang dianjurkan oleh
American Academy of Pediatrics (AAP) dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat AS
karena strategi selektif telah gagal untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
infeksi VHB. Masa neonatus telah dijadikan sasaran karena lebih dari 90% bayi yang
mendapat infeksi perinatal akan menjadi pengidap kronis. Risiko mendapat status
pengidap kronis berkurang menurut umur; 50% anak yang lebih tua dan 10% orang
dewasa yang menjadi pengidap kronis. Dua vaksinDNA rekombinan tersedia di
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 28
Amerika Serikat; keduanya telah terbukti sangat imunogenik pada anak. Vaksin yang
berasal dari plasma asli sama imunogeniknya tetapi tidak dibuat lagi di AS.4
Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin
pada saat lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai dengan
pemberian 0,5 ml immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah
lahir karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya waktu
sesudah lahir. AAP merekomendasikan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang
HBsAg negative mendapat dosis vaksin pertama pada saat lahir, kedua pada umur 1-2
bulan, dan ketiga
Pada tahun 1991, EPI (Expanded Program on Immunization) menetapkan
target untuk memasukkan vaksin HB ke dalam program imunisasi nasional. Pada
tahun 1992, World Health AssemblyI menyetujui masuknya vaksi HB ini dalam
program nasional di semua Negara dengan prevalensi pengidap HBsAg ≥8%. Sejak
tahun 1997 disetujui untuk dilaksanakan di semua Negara. Saat ini kira-kira 100
negara telah memasukkan vaksin HB ke dalam program imunisasi nasional mereka.
Kelompok sasaran dan strategi imunisasi mungkin saja berbeda tergantung dari
situasi epidemiologi setempat. Sasaran WHO adalah penurunan 80% insidens
pengidap baru anak-anak pada tahun 2001.3
Vaksin HB bila diberikan sebelum infeksi dapat mencegah penyakit dan
mencegah munculnya pengidap hampir semua penerima vaksin. Vaksin HB telah
dipakai oleh lebih dari 500 juta orang dan terbukti merupakan salah satu vaksin
teraman, imunogenik dan efektif. Walaupun vaksin ini dapat dipakai untuk semua
umur, namun vaksin ini paling efektif apabila digunakan sebagai bagian dari skema
imunisasi bayi.3
Pada waktu vaksin tersedia than 1982, para ahli menganjurkan imunisasi bayi
pada area dengan tingkat endemisitas sedang sampai tinggi, dan imunisasi kelompok
risiko tinggi pada daerah endemisitas rendah. Walaupun vaksinasi HB bermanfaat
bagi kelompok risiko tinggi, saat ini telah dicapai kesepakatan baik dari sudut
pandang epidemiologi maupun praktisi bahwa strategi “kelompok risiko tinggi” ini
tidak akan menurunkan insiden infeksi HBV secara bermakna baik dalam skala
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 29
nasional maupun internasional. Sebagian besar ahli percaya bahwa imunisasi bayi
secara universal dan imunisasi anak besar merupakan strategi yang tepat untuk
mengendalikan ingeksi HB dalam jangka panjang.4
Indonesia adalah Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 5-20%
termasuk Negara dengan endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan transmisi
verikal 48%. Oleh jarena itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia adalah
vaksinasi bayi secepat mungkin setelah dilahirkan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan kekebalan
seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara, maka kekebalan
aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan berinteraksi dengan
system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang sama dengan yang
dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak menjadi sakit atau
terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic memory yang serupa
dengan yang didapat dari infeksi alami.4
Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi, antara
lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan adanya
adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur, status nutrisi,
genetik, dan penyakit yang sedang diderita.3,4
Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari bagian
dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB tidak
menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia juga tidak
dapat bermutasi kea rah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg murni yang
terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang membentuk selubung
(envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari proses pemurnian plasma
pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi dalam yeast atau sel mamalia
menggunakan teknologi rekombinan (recombinant vaccine).3,4
Plasma derived vaccine 5
Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg
secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus. Kelebihan
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 30
HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan tubular
berukuran 22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg yang
berasal dari plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin tidak ada
lagi virus maupun mikro-organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal plasma telah
diberikan pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan efektivitas yang luar
biasa.
Program imunisasi nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang
diproduksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross Corporation)
sejak 1991 sampai dengan 1998.
Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan bila digunakan
dalam program universal :
1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat
2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi
3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah.
Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal
untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin dengan
teknologi rekombinan.
Rekombinan vaksin HB 5
Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi plasmid
yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka plasmid turut
ber-replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak. Bentuk HBsAg sferis
yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami, baik dalam hal komposisi
kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat diproduksi dalam jumlah
tidak terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi kekhawatiran akan habisnya
bahan asal antigen sebagaimana halnya dengan pemakaian vaksin asal plasma.
Sejak tahun 1998 program nasional telah menggunakan vaksin rekombinan
produksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC. Yeast yang digunakan bukan
Saccharomyces cerevisiae tetapi Hansenula polymorpha yang memiliki banyak
keunggulan antara lain plasmid yang stabil dan produktivitas yang tinggi.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 31
Efikasi vaksin HB rekombinan 5
Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari 95
% bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun yang
cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari factor umur
(setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih memperlihatkan
respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati umur 60 tahun hanya 70 %
yang menunjukkan respons imun.Dosis vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda tergantung dari umur penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin5
Kelompok Vaksin
Recombivax
HB
Dosis (ml)
Engerix-B
Dosis (ml)
Bio Farma/KGCC
Dosis (ml)
Bayi + anak < 11
tahun
5 µg (0,5) 10 µg (0,5) 10 µg (0,5)
Anak 11-19 tahun 5 µg (0,5) 10 µg (0,5) 20 µg (1,0)
Dewasa > 20 tahun 10 µg (1,0) 20 µg (1,0) 20 µg (1,0)
Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus deltoideus
untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya pada bagian
anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong akan mengurangi
imunogenisitas vaksin.
Antibody yang ditimbulkan karena vaksinasi akan menurun dengan waktu,
tetapi immune memory akan menetap sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi,
sehingga baik anak maupun dewasa denagn antibody yang menurun ini masih
terlindung terhadap infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi
HB). Paparan dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang
akan mencegah timbulnya gejala klinis infeksi.
Vaksin HB dalam kemasan uniject 4
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 32
Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled
dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum yang
terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah penggunaan ulang alat
suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada risiko tertular penyakit lain
melalui suntik bekas yang terkontaminasi.
Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil terhadap
perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah penyimpanan pada
37ºc selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB adalah calon vaksin yang
dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai dingin.hal ini bertujuan agar dapat
memperluas cakupan imunisasi universal pada bayi.
Upaya pencegahan umum terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula
adalah :5
1. Uji tapis donor darah terhadap HBV
2. Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi
3. Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis
4. Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat masuknya
virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut pribadi
5. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang berisiko
terinfeksi HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa terhadap HBV. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pada awal dan trisemester ketiga kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In
Harrison’s : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, 2005.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 33
2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright
MD, Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition.
Saunders Elsevier. Canada. 2006
3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta,
2000
4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif
Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Anak dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM. Jakarta. 2007
6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology
of hepatitis A". Am. J. Med. 118 Suppl 10A: 46S–49S.
doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016. PMID 16271541.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.
Diakses tanggal 11 Januari 2010
7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm . Diakses
tanggal 11 Januari 2010
8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus
infection: Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal
and Liver Diseases : JGLD 15 (3): 249–56. PMID 17013450.
http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 17 Januari 2010.
dr. Danil Anugrah Jaya Hepatitis B 34