BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. E
Usia : 21 hari :
JenisKelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Wates
Jenis status : BPJS
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2015
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada
tanggal 19 Oktober 2015, di Ruamh Flamboyan di RST Dr. Soedjono.
- KeluhanUtama : Kulit pasien berwarna kuning
- KeluhanTambahan : tidak ada
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Berdasarkan alloanamnesis dari ibu pasien, diketahui pasien mengalami
perubahan warna kulit menjadi kekuningan 5 hari setelah persalinan.
Kekuningan awalnya disekitar wajah kemudian meluas ke daerah badan hingga
kebawah lutut dan ujung jari tangan. ASI lancar diberikan, BAB normal warna
kuning, diare (-), BAK normal warna kuning, mual muntah (-), penurunan
berat badan (-), demam sempat dialami pasien 2 hari lalu, demam mereda
setelah diberikan sanmol
b. Riwayat Kehamilan
- Usia kehamilan ibu 39 minggu
- Pasien adalah anak ke -2
- Penyakit infeksi selama kehamilan : disangkal
- Penggunaan obat-obatan sewaktu hamil : disangkal
- Golongan darah : ibu pasien A, ayah pasien B
1
- Riwayat mondok : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Kelahiran
Lahir secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 8 jam sebelum persalinan dan
indikasi riwayat SC sebelumnya pada tanggal 28 September di RST Dr.
Soedjono Magelang dengan :
- Usia kehamilan : 39 minggu
- Panjang badan : 49 cm
- Berat badan : 2900 gram
- LK/LD : 35/32 cm
- Apgar Score : 7/8/9
- Air ketuban : jernih
- Neo K +
- Anus +
- Cacat -
d. Riwayat Pengobatan
Sempat dibawa ke RSI dan diberikan apyalis, proceles namun tetap
kuning, pasien juga sering di jemur namun tetap kuning, Riwayat transfusi
darah disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat penyakit keluarga yang diturunkan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Gerak tangis : Baik aktif
Tanda Vital
- N :138x/menit
- R : 47x/menit
- S : 36,5 oC
BB : 4 Kg
2
Kulit
- Penilaian ikterus : Kramer 4-5
Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
- Palpebra : Edema –/–
- Konjungtiva : Anemis –/–
- Sklera : Ikterik +/+
- Pupil : Bulat, isokor
- Refleks Cahaya : +/+
Telinga
- Bentuk : Normal/Normal
- Liang : Lapang
- Mukosa : Tidak hiperemis
Hidung
- Bentuk : Normal
- Deviasi Septum : –
- Sekret : –/–
Mulut
- Bibir : tidak kering, sianosis (-)
- Lidah : lidah kotor (-)
- Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis
Leher
- KGB : Tidak terdapat pembesaran
Thoraks
- Paru
o Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
o Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan
kiri
3
o Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rhonki –/–, wheezing
–/–
- Jantung
o Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
o Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi : Jantung dalam batas normal
o Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)
Abdomen
- Inspeksi : Datar, simetris
- Auskultasi : Bising usus(+) normal
- Palpasi : Supel
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas
- Akral : Hangat
- Sianosis : (-)
- Deformitas : (-)
- Edema : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Hemoglobin : 12.4 g/dL
- WBC : 8.9 K/uL
- PLT : 502 K/uL
- Bilirubin Total : 18.9
- Bilirubin Direk : 0.9
- Bilirubin Indirek : 18.0
- Golongan Darah : A
V. DIAGNOSIS KERJA
- Ikterus Neonatorum/Hiperbilirubinemia Patologis
4
VI. RENCANA TERAPI
- IVFD D5 ¼ NS 300 cc/24 jam
- Fototerapi
- Lumina 2x5 mg
- Sequest 2x8 tetes
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit,
konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin dalam serum. Secara klinis,
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum >5mg/dL.
Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2mg/dL. Ikterus
lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin
serum total.
II.2 Klasifikasi
Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi ikterus normal (fisiologis) dan patologis
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Timbul pada hari kedua-ketiga
2) Keadaan umum bayi toleransi minum baik
3) Berat badan naik
4) Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak) tidak melewati 12 mg/dL pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg/dL pada kurang bulan.
5) Kadar bilirubin direk (larut dalam air) kurang dari 1 mg/dL.
6) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dL per hari.
7) Gejala ikterus akan hilang pada sepuluh hari pertama kehidupan atau 1-2
minggu pasca kelahiran
8) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
b. Ikterus patologis
Ikterus patologis memiliki karakteristik seperti berikut:
1) Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
2) Ikterus dengan kadar bilirubin indirek melebihi 12mg/dL pada neonatus
cukup bulan dan 10mg/dL pada neonates lahir kurang bulan/premature.
3) Kadar bilirubin direk (larut dalam air) lebih dari 2 mg/dL.
6
4) Ikterus dengan peningkatan bilirubun lebih dari 5mg/dL per hari.
5) Disertai demam atau tanda sakit lain seperti muntah, letargi, kesulitan
minum, penurunan berat badan, asfiksia, apneu, takipneu, instabilitas
6) Ikterus pada bayi lahir rendah
7) Ikterus berat pada neonatus kurang bulan (telapak tangan dan kaki kuning)
8) Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.
II. 3 Etiologi
1) Ikterus Fisiologis
a. Peningkatan produksi bilirubin akibat masa hidup eritrosit yang lebih
singkat, peningkatan eritropoiesis yang tidak efektif
b. Peningkatan sirkulasi enterohepatik: gangguan ambilan bilirubin oleh
hepar, gangguan konjugasi karena aktifitas enzim transferase yang
rendah, penurunan ekskresi hepatik
2) Ikterus Patologis
a. Infeksi bekteri berat atau infeksi intrauterin: sifilis kongenital, TORCH
b. Penyakit hemolitik: inkompabilitas golongan darah (Rh, ABO),
defisiensi enzim G6PD
c. Penyakit hati: hepatitis, atresia bilier
d. Hipotiroidisme kongenital
e. Ibu DM
f. Riwayat persalinan dengan alat vakum dan forsep
g. Trauma lahir saat persalinan (sefal hematom)
3) Kuning karena ASI
a. Breastfeeding jaundice, ikterus akibat kekurangan ASI sehingga terjadi
peningkatan sirkulasi enterohepatik. Timbul 7 hari pertama saat
produksi ASI belum banyak
b. Breast-milk-jaundice, ikterus yang timbul akibat minum ASI dan akan
berkurang saat ASI dihentikan. Penampang kuning muncul diduga
karena pada ASI sebagian ibu terdapat hasil metabolisme progesteron
yang menghambat enzim UDGPA
7
II.4 Patofisiologi
Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi –
reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari
heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian
besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat
besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon
monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi
menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam
air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin
reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat
dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan
mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
8
Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial,
selanjutnya dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru
lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.
Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak
larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin
yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan
bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide.
Obat – obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk
bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin
dengan albumin. Obat- obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dari albumin
dengan cara menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid
dan seperti yg terlihat pada tabel berikut :
Tabel : Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin
Analgetik ,antipiretik
Antiseptik, desinfektan
Antibiotik dengan kandungan
sulfa
Cefalosporin
Penisilin
Lain-lain
Natrium Salisilat, Fenilbutazon
Metil, Isopropil, dll.
Sulfadiazin,
Sulfamethiazole,Sulfamoxazole
Ceftriakson, Cefoperazon
Propicilin, Cloxacillin
Novabiosin, Tripthopan, Asam
mendelik, kontras x-ray
9
Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma
hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di
transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ),
mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphospate glukuronosyl transferase (UDPG – T). Katalisa oleh enzim ini akan
merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan
dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan
kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi
akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.
Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui
feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi
kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Terjadinya ikterus dapat dibagi kepada
tiga fase yaitu:
1) Ikterus Prahepatik
Produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi akibat hemolisis sel darah
merah. Hal tersebut dapat disebabkana oleh:
a. Kelainan sel darah merah
b. Infeksi seperti malaria, sepsis.
10
c. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan
eritroblastosis fetalis.
2) Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam
hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati
yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam
aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic,
tumor atau bahan kimia
3) Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi
kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal
dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin.
Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran
pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak
mengandung sterkobilin.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Bilirubin indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia,
dan hipoglikemia.
11
II. 5 Gejala Klinis
Gejala Hiperbilirubinemia dikelompokan menjadi 2 fase yaitu fase akut dan
kronik:
1) Gejala akut
a. Lethargi (lemas)
b. Tidak ingin mengisap
c. Feses berwarna seperti dempul
d. Urin berwarna gelap
2) Gejala kronik
a. Tangisan yang melengking (high pitch cry)
b. Kejang
c. Perut membuncit dan pembesaran hati
d. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
e. Tampak matanya seperti berputar-putar
II .6 Diagnosis
1) Anamnesis
a. Riwayat keluarga ikterus
b. Kelainan metabolik
c. Kelaianan kongenital
d. Penyakit hati
e. Sakit selama kehamilan
f. Obat-obatan selama kehamilan
g. Trauma lahir akibat persalinan
h. Riwayat pemberian ASI eksklusif
2) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa serta warna
feses (dempul) dan urin (coklat tua). Ikterus terbaik dilihat dengan
cahaya matahari dengan meregangkan daerah kulit yang diperiksa, dan
perkirakan kadar bilirubin dilihat dengan rumus Kramer
12
Tabel 2.1 Hubungan Kadar Bilirubin (mg/dL) dengan Daerah Ikterus
Menurut Kramer
Daerah
IkterusPenjelasan
Kadar Bilirubin
(mg/dL)
Prematur Aterm
1 Kepala dan leher 4-8 4-8
2 Dada sampai pusat 5-12 5-12
3Pusat bagian bawah sampai
lutut7-15 8-16
4
Lutut sampai pergelangan kaki
dan bahu sampai pergelangan
tangan
9-18 11-18
5
Kaki dan tangan termasuk
telapak kaki dan Telapak
tangan
>10 >15
b. Periksa tanda-tanda dehidrasi, letargi (sepsis), pucat (anemia
hemolitik), trauma lahir, petekie, mikrosefali (kelainan kongenital),
hepatosplenomegali, hipotiroidisme, atau massa abdomen (duktus
koledokus)
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala
b. Pemeriksaan darah perifer lengkap dan apusan darah tepi
c. Golongan darah
d. Uji Coombs bila dicurigai inkompabilitas ABO
e. Kadar enzim G6PD
f. Uji fungsi hati
g. urinalisa
II.7 Penatalaksanaan
a. Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO):
1) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat
13
2) Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir <2,5
kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
3) Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan
hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
- Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi
sinar, hentikan terapi sinar.
- Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai
dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
- Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di
keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
b. Mengatasi hiperbilirubinemia
1) Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian
fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai “enzyme inducer” sehingga
konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu
efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan
bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada
ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi.
2) Memberikan substrat yang kurang toksik untuk transportasi atau
konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk mengikat
bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan
dosis 15-20 mg/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum transfusi
tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang
diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian
glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.
3) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Terapi sinar atau
fototerapi ini menggunakan pancaran sinar (460-490 nm) pada kulit
bayi untuk mengkonversi molekul bilirubin menjadi isomer larut air
yang dapat diekskresi tubuh melalui urin. Lama terapi sinar adalah
selama 24 jam terus-menerus, istirahat 12 jam, bila perlu dapat
diberikan dosis kedua selama 24 jam. Lampu diletakan 35-50 cm
14
diatas bayi. Gunakan kain putih untuk menutupi seluruh kotak
inkubator agar cahaya terpantulkan sebanyak mungkin pada bayi.
Tutup mata bayi. Indikasi terapi sinar adalah
- Ikterus pada hari pertama
- Ikterus berat pada telapak tangan dan kaki
- Bayi kurang bulan atau bayi berat lahir rendah dengan kadar
bilirubin >10mg/dL dan bayi cukup bulan dengan kadar bilirubin
>15 mg/dL.
- Ikterus yang disebabkan oleh hemolisis
4) Transfusi tukar adalah prosedur yang menggantikan sebagian volume
darah bayi dengan darah atau plasma dari donor. Transfusi tukar pada
umumnya dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
- Kadar bilirubin indirek >20mg/dL
- Peningkatan bilirubin >1mg/dL
5) Lanjutkan pemberian ASI setiap 2-3 jam
Tabel 2.2 Penatalaksanaan Ikterus Menurut Waktu Timbulnya
dan Kadar Bilirubin
Bilirubin
serum
(mg/dL)
<24 jam 24-48 jam 49-72 jam >72 jam
<2500 >2500 <2500 >2500<250
0>2500 <2500 >2500
<5 Tidak perlu terapi-observasi
5-9 Terapi sinar bila hemolisis
10-14Transfusi tukar
bila hemolisisTerapi sinar
15-19 Transfusi tukar Terapi sinar
>20 Transfusi tukar
c. Monitoring
Monitoring yang dilakukan antara lain:
1) Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna
kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar
15
bilirubin serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam
setelah dihentikan.
2) Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum
dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang
membutuhkan perawatan di RS.
II. 8 Komplikasi
Bahaya hiperbilirubinemia adalah kern icterus. Kern icterus atau
ensefalopati bilirubin adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh deposisi
bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak langsung atau bilirubin indirek) di
basal ganglia dan nuclei batang otak. Patogenesis kern icterus bersifat
multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin indirek, pengikatan
oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan melewati sawar
darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar darah otak,
asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi risiko
terjadinya kern.
Pada bayi sehat yang menyusu kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30
mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu
pertama kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu. Gambaran klinis
kern icterus antara lain:
a. Bentuk akut :
- Fase 1 (hari 1-2): menyusui tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang.
- Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertoni otot ekstensor,
opistotonus, retrocollis, demam.
- Fase 3 (setelah minggu I): hipertoni.
b. Bentuk kronis :
- Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory
tonic neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
- Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis,
ballismus, tremor), gangguan pendengaran.
16
II.9 Pencegahan
a. Pencegahan Primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12
kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b. Pencegahan Sekunder
- Wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan Rhesus
serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
- Memastikan bahwa semua bayi secara rutin di monitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian
ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi,
tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.
17