Denture bearing area meningkat dengan ukuran lengkungan dan meningkatkan
retensi.
Kesenjangan antara ukuran lengkung mandibula dan maksila dapat menyebabkan
kesulitan dalam pengaturan gigi geligi tiruan dan mengurangi stabilitas rest gigi
tiruan di kedua lengkung rahang yang lebih kecil.
Ukuran lengkung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Klas I: Besar (retensi dan stabilitas ideal) (Gambar 2.17.).
Klas II : Sedang (Retensi fan stabiltas yang baik) (Gambar 2.18)
Klas III : Kecil (Sulit untuk memerima retensi dan stabilitas yang baik) (Gambar 2.19)
Gambar 2.17 Ukuran lengkung rahang besar
Gambar 2.18 Ukuran lengkung rahang sedang
Bentuk lengkung rahang
Ini berperan dalam mendukung gigi tiruan dan dalam pemilihan gigi. Berbagai bentuk
lengkung yaitu persegi dengan sedikit membulat dan meruncing. Perbedaan antara bentuk
lengkung rahang atas dan rahang bawah dapat membuat masalah selama pengaturan gigi.
House menklasifikasi bentuk lengkung sebagai:
Klas I: Kotak (Gambar 2.20)
Klas II: Tapering atau meruncing (Fig. 2.21)
Gambar 2.19 Ukuran lengkung rahang kecil
Gambar 2.20 Bentuk lengkung kotak
Klas III: Oval (Fig. 2.22).
Kontur ridge
Ridges harus diinspeksi dan dipalpasi. Ridge harus teraba untuk spikula tulang yang
menghasilkan nyeri saat dipalpasi. Ridges dapat diklasifikasikan berdasarkan kontur
sebagai berikut:
Ridge tinggi dengan puncak datar dan sisi paralel (paling ideal) (Gambar. 2.23)
Ridge datar (Gambar. 2.24).
Gambar 2.21 Bentuk lengkung tapering
Gambar 2.22 Bentuk lengkung oval
Gambar 2.23 Ridge yang tinggi
Ridge Knife-edged (Fig. 2.25).
Terdapat klasifikasi lain untuk kontur ridge. Menurut klasifikasi itu, ridge pada maksila
dan mandibula diklasifikasikan secara terpisah.
Klasifikasi kontur ridge rahang atas:
Klas I : Kotak hingga sedikit membulat
Klas II: Runcing atau membentuk V
Klas III:Datar
Klasifikasi bentuk kontur mandibula:
Klas I : Seperti bentuk U terbalik (Dinding parallel, lingir sedang hingga tinggi
dengan broad ridge crest) (Gambar 2.26)
Gambar 2.24 Ridge yang rata
Gambar 2.25 Ridge yang bertepi tajam
Klas II : Seperti bentuk U terbalik (pendek dengan puncak datar) (Gambar. 2.27).
Klas III: Tidak menguntungkan
o Inverted ‘W’ (Gambar. 2.28).
o Inverted ‘V’ pendek (Gambar. 2.29).
o Inverted ‘V’ tinggi dan tipis (Gambar. 2.30).
Gambar 2.26 Kontur ridge yang persegi membulat
Gambar 2.27 Kontur ridge berbentuk inverted U
Gambar 2.28 Kontur ridge berbentuk inverted W
Gambar 2.29 Kontur ridge berbentuk inverted V yang pendek
o Undercut (hasil dari adanya labioversi atau lingoversi pada gigi) (Gambar
2.31).
Relasi ridge
Relasi ridge didefinisikan sebagai, "Hubungan posisional dari ridge mandibula ke ridge
maksila" - GPT.
Selama memeriksa hubungan ridge, pola resorpsi lengkung maksila dan mandibula harus
diingat (maksila resorpsi ke atas dan ke dalam saat mandibula resorpsi ke bawah dan ke
luar). Relasi ridge mengacu pada hubungan posterior anterior antara ridge.
Angle menklasifikasikan hubungan ridge seperti ini:
Kelas I: Normal (. Gambar 2.32).
Gambar 2.30 Kontur ridge berbentuk inverted
Gambar 2.31 Kontur ridge undercut
Klas II: Retrognati (Gambar. 2.33).
Klas III: Prognati (Gambar 2.34).
Gambar 2.32 Relasi ridge normal
Gambar 2.33 Relasi ridge retrognati
Kesejajaran / keparalelan ridge
Kesejajaran ridge mengacu pada paralelisme relatif antara bidang dari ridge. Ridge dapat
paralel atau non-paralel. Pengaturan gigi mudah dalam ridge yang sejajar
Ridge paralelisme dapat diklasifikasikan sebagai:
Klas I: Kedua ridge yang sejajar dengan bidang oklusal (Gambar 2.35.).
Klas II: Ridge mandibula ridge membelok dari bidang oklusal anterior (Gbr.
2.36).
Gambar 2.34 Relasi ridge prognati
Gambar 2.35 Ridge parallel yang normal
Klas III: Ridge maksila membelok dari bidang oklusal secara abterior atau kedua
ridge membelok dari bidang oklusal secra anterior. (Gambar 2.37)
Spasi antar lengkung
Jumlah spasi antar lengkung harus diukur dan dicatat. Peningkatan spasi antar lengkung
akan terjadi karena sisa ridge resorpsi berlebihan. Pasien-pasien ini akan mengalami
penurunan retensi dan stabilitas gigi tiruan mereka.
Penurunan dalam spasi antar lengkung akan membuat pengaturan gigi akan sulit.
Namun, stabilitas gigi tiruan meningkat pada pasien ini karena penurunan gaya tuas yang
bekerja pada gigi tiruan. Spasi antar lengkung dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 2.36 Deviasi anterior pada mandibula
Gambar 2.37 Deviasi anterior pada maksila
Kelas I: Spasi antar lengkung yang deal untuk mengakomodasi gigi tiruan
(Gambar 2.38.)
Klas II: Spasi antar lengkung yang berlebihan (Gambar. 2.39).
Klas III: Spasi antar lengkung yang tidak memadai untuk mengakomodasi gigi
geligi tiruan (Gambar. 2.40).
Gambar 2.38 Klas I spasi antar lengkung (inter-arch)
Gambar 2.39 Klas II spasi antar lengkung (inter-arch)
Defek ridge
Defek ridge dilengkapi exostosis dan pivots yang dapat menimbulkan masalah saat
fabrikasi gigi tiruan lengkap.
Jaringan berlebih
Merupakan hal umummenemukan flabby tissue menutupi puncak residual ridge.
Jaringan-jaringan bergerak cenderung menyebabkan pergerakan gigi tiruan ketika
diberikan gaya. Hal ini menyebabkan hilangnya retensi.
Jaringan hyperplastic
Lesi hiperplastik paling umum adalah fissuratum epulis, hiperplasia papiler mukosa dan
lipatan hiperplastik. Pengobatan untuk lesi ini meliputi istirahat, penyejuk jaringan dan
Gambar 2.40 Klas III spasi antar lengkung (inter-arch)
penyesuaian gigi tiruan. Pembedahan dipertimbangkan jika pengobatan yang disebutkan
di atas gagal.
Palatum durum
Bentuk palatum durum mulut harus diperiksa. Palatum durum dapat diklasifikasikan
menjadi:
U-shaped: Ideal untuk retensi and stabilitas (Gambar. 2.41).
V-shaped: Retensi sedikit, sebagai peripheral seal mudah untuk hancur (Gambar.
2.42).
Flat: Mengurangi resistensi gaya lateral dan rotasi (Gambar. 2.43).
Gambar 2.41 Palatum berbentuk U
Gambar 2.42 Palatum berbentuk V
Gambar 2.43 Palatum yang rata
Palatum mole dan bentuk palatal throat
Selama memeriksa palatum lunak penting untuk mengamati hubungan palatum mole ke
palatu durum. Hubungan antara palatum mole dan palatum durum disebut bentuk palatal
throat . Atas dasar ini, palatum mole dapat diklasifikasikan sebagai:
Klasifikasi palatum mole
Klas I: Horizontal dan menunjukkan gerakan otot kecil. Dalam hal ini cakupan
jaringan yang lebih mungkin untuk posterior palatal seal (Gambar. 2.44).
Klas II: Palatum mole membuat sudut 45° ke palatum durum. Jaringan tertutup
untuk posterior palatal seal. (Gambar 2.45)
Gambar 2.44 Klas I palatum mole (10º)
Klas III: Palatm mole membuat sudut 70° ke palatum durum. Jaringan tertutup
untuk posterior palatal seal minimum. (Gambar. 2.46).
Perlu diperhatikan di sini bahwa palatum mole kelas III umumnya terkait dengan bentuk
kubah palatal V dan kelas I atau kelas II-palatum mole berhubungan dengan bentuk
kubah palatal datar.
Klasifikasi bentuk palatal throat
Gambar 2.45 Klas II palatum mole (45º)
Gambar 2.46 Klas III palatum mole (70º)
Klasifikasi House pada hubungan antara palatum mole dan palatum durum disebut
klasifikasi bentuk palatal throat. House menklasifikasikan bentuk palatal throat sebagai
berikut:
Klas I: Bentuk besar dan normal, relatif dengan band bergerak pada jaringan 5
sampai 12 mm dari garis distal yang ditarik di tepi distal tuberositas (Gambar
2.47.).
Klas II: Ukuran sedang dan bentuk normal, dengan band bergerak pada jaringan 3
sampai 5 mm dari garis distal hingga ke haris yang digambarkan disebrang distal
edge tuberositas (Gambar. 2.48).
Gambar 2.47 Klas I bentuk palatal tenggorokan
Gambar 2.48 Klas II bentuk palatal tenggorokan
Klas III: Biasanya menyertai maksila kecil. Tirai jaringan lunak ternyata turun
tiba-tiba 3 sampai 5 mm dianterior untuk garis yang ditarik di seluruh palatum di
tepi distal tuberositas (Gbr. 2.49).
Bentuk tenggorokan lateal
Neil menklasifikasikan bentuk daerah tenggorokan lateral (retromylohyoid fossa) sebagai
Klas-I (Gambar. 2.50), Klas-II (Gambar. 2.51) dan Klas III-(Gbr. 2.52).
Gambar 2.49 Klas III bentuk palatal tenggorokan
Gambar 2.50 Klas I bentuk tenggorokan lateral dalam
Gag Reflex dan sensitivitas palatal
Beberapa pasien mungkin memiliki refleks muntah berlebihan, penyebabnya dapat
disebabkan oleh gangguan sistemik, psikologis, ekstraoral, intraoral atau faktor
iatrogenik. Pengelolaan pasien tersebut adalah melalui klinis, psikologis dan
farmakologis berarti. Jika pasien tidak memiliki kemajuan maka harus dirujuk ke
konsultan khusus.
Gambar 2.51 Klas II bentuk tenggorokan lateral sedang
Gambar 2.52 Klas III bentuk tenggorokan lateral dangkal