STUDI, TEORI DAN MODEL ORGANISASI PELAYANAN
KESEHATAN KESEHATAN, BERDASARKAN KOMPLEKSITAS
ILMU PENGETAHUAN
Kompleksitas pemimpin terlibat satu sama lain dan bersama-sama menciptakan
lingkungan yang menjunjung tinggi paradoks serta menghormati atas semua
kontribusi yang ada.
■ TUJUAN
• Mendiskusikan teori dan model penelitian organisasi berdasarkan ilmu kompleksitas.
• Menerapkan teori dan model tertentu di dalam keperawatan dan dalam kepemimpinan di
lingkungan kesehatan.
• Menjelaskan peran paradoks dalam situasi kepemimpinan yang kompleks.
• Mendiskusikan hubungan antara kerjasama yang efektif dengan hasil perawatan pasien yang
positif.
PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang beberapa studi dan model yang dibuat oleh para profesional
kesehatan. Studi ini memberikan bukti bahwa saat ini ilmu dan teori kompleksitas telah
dimasukkan ke dalam praktek perawatan kesehatan profesional di seluruh negeri. Semua hal
ini dilakukan sebagai upaya dalam melakukan penelitian dan model yang aktif,
mengembangkan proyek yang memenuhi kebutuhan akan kepemimpinan kesehatan
kontemporer dan untuk mengintegrasikan ilmu kompleksitas dalam praktek kesehatan
sekarang ini. Joyce Clifford memperkenalkan konsep paradoks dalam administrasi
keperawatan di awal 1980-an. Beberapa generasi kemudian, Tregunno dan Zimmerman
menggambarkan hal ini dari perspektif kompleksitas. Patricia Ebright dan rekannya
kemudian mengubah cara kerja yang selama ini dilakukan oleh perawat, yakni dengan
menangani kompleksitas yang ada dan memulai mengembangkan metode untuk membantu
perawat dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan
pekerjaan yang kompleks di dalam profesi mereka. Ruth Anderson, yang bekerja pada
manajemen rumah jompo, dan terdapat kelompok Dartmouth, dengan model tandatangan
mikrosistemnya, yang dengan baik dapat menerapkan ilmu kompleksitas perawatan
kesehatan, dengan hasil perawatan pasien yang positif. Melalui persyaratan yang ada,
Program Penghargaan Rumah Sakit Magnet mencontohkan ekspektasi/ harapan atas
kompleksitas pemimpin.
Sebuah pekerjaan besar sedang berlangsung antar profesional kesehatan yakni
perawat, dokter, dan sarjana manajemen kesehatan yang berbasis pada ilmu kompleksitas.
Ketertarikan pada topik ini meningkat karena terdapat konsep kompleksitas ilmu pengetahuan
dan ditemukannya sistem adaptif kompleks yang memiliki aplikasi relevan dengan sistem
kesehatan. Sarjana perawat Martha Rogers, Margaret Newman, dan Jean Watson mereka
mengikuti kerja sebagai fisikawan kuantum sebelum ide-ide ini mulai mendapatkan perhatian
luas. Perawat holistik menemukan jawaban tentang ilmu tersebut yang sebelumnya hanya
merupakan penjelasan yang mistis/ kurang masuk akal, suatu hal yang berbau spiritual. Ilmu
ini pada akhirnya memberi penjelasan lebih lanjut, memberi bukti yang lebih kuat dalam
mempromosikan teori mereka.
Holland (Waldrop, 1992), berbicara tentang ekonomi di Institut Sante Fe; Capra
(1996, 2002), juga menelorkan ide-ide untuk pembaca umum yang tertarik; dan Wheatley
(1999), mengartikulasikan perspektif ilmu baru, memicu minat para sarjana kesehatan untuk
mencari jawaban yang baru. Mereka mulai menyelidiki nilai ilmu kompleksitas untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi hasil perawatan kesehatan dan juga
perawatan pasien. Adanya gagasan bahwa terdapat hubungan antara kualitas dalam tim
kesehatan yang akan mempengaruhi kualitas hasil layanan kesehatan mulai memegang
kendali sebagai suatu studi yang sah.
LINGKUNGAN YANG KOMPLEKS
Ebright dan rekan-rekannya (2003) berangkat untuk menyelidiki lingkungan kerja perawat
dalam menanggapi adanya kekurangan perawat. Mereka ingin mengidentifikasi isu-isu dan
mengembangkan strategi untuk membantu perawat dalam menjaga keselamatan, mendeteksi
adanya komplikasi pada pasien, dan melaksanakan perintah dokter di waktu yang tepat dan
bagaimana dapat bekerja sama dengan anggota tim yang lain. Dengan menggunakan
Kerangka Kinerja Manusia, di mana ujung yang tajam adalah sebagai titik layanan dan ujung
yang tumpul menunjukkan sebagai sumber daya yang memfasilitasi dengan baik atau yang
menghambat pekerjaan, pertanyaan penelitian biasanya adalah faktor lingkungan dan
manusia apa sajakah yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh para ahli perawatan
medis bedah akut.
Faktor kognitif dari ilmu pengetahuan, pola pikir, dan konflik tujuan yang
mempengaruhi perawat. Mereka juga dipengaruhi oleh kompleksitas di tempat kerja:
hambatan, bahaya, dan perilaku. Untuk mengelola kompleksitas, perawat harus mampu
beradaptasi, mengantisipasi, mengakomodasi, bereaksi, dan mengatasi. Melakukan observasi
dan wawancara semi-terstruktur juga digunakan untuk menemukan (1) isu-isu pada
lingkungan yang mempengaruhi perawat terdaftar (RNS) dalam lingkungan kerja, (2) faktor
kognitif tertentu yang mengendalikan kinerja dan pengambilan keputusan RN, dan (3)
strategi yang dilakukan RN berpengalaman dalam mengelola pekerjaan yang berhasil.
Kemudian ditemukan Tiga pola: kompleksitas pekerjaan, faktor kognitif yang mengendalikan
kinerja dan pengambilan keputusan, dan strategi yang digunakan untuk mengelola situasi
perawatan.
Tim mengidentifikasi adanya konsep kunci yang disebut penumpukan, yakni terdapat
beban kerja dalam menangani kompleksitas tugas. RN berpengalaman merupakan orang yang
paling terampil menghadapi perilaku ini. Seperti studi yang dilakukan secara terus menerus
oleh Ebright dan rekan-rekannya tentang masalah penumpukan ini, mereka telah
memasukkan konsep tentang rasa kesadaran dan keputusan. Definisi terbaru dari mereka,
yang disajikan di Maine Nursing Summit pada tanggal 8 April 2009 dan telah menggunakan
izin, yakni: "Penumpukan pada RN merupakan proses pengambilan keputusan secara dinamis
kognitif yang menghasilkan prioritas dalam memberikan perawatan, dan tergantung pada
kemampuan perawat untuk secara sadar dan menyatukan rasa yang akurat mengenai data
klinis dan alur kerja di tengah-tengah situasi yang tak terduga dan terus berubah.”
Tantangannya adalah menemukan cara untuk mengembangkan keterampilan para
lulusan baru ke titik dimana mereka mampu secara sadar/ sukarela dan akurat dalam
melakukan tugasnya. Kebutuhan akan perawat yang bekerja dengan pengetahuan, memiliki
sistem pemikir, dan manajer sistem adaptif kompleks telah diidentifikasi, dan dari hal
tersebut penulis menyimpulkan bahwa diperlukan desain ulang pada sistem fundamental
pendidikan keperawatan dan melakukan orientasi berdasarkan pemahaman tentang pekerjaan
yang sebenarnya diperlukan agar mendukung pekerjaan keperawatan pada sistem yang
kompleks.
STACEY MATRIX (BELOMAN)
Seorang ahli teori Organisasi yaitu Ralph Stacey (Lindberg, Zimmerman, dan Plsek, 2001)
menjelaskan tentang pendekatan kepemimpinan dan pengambilan keputusan. Stacey
menyarankan bahwa kondisi dan situasi yang terlibat dapat membantu untuk menentukan
tindakan kepemimpinan yang diperlukan (Gbr. 4-1).
Ada kalanya terdapat kesepakatan yang jelas antara orang-orang yang terlibat di
dalam sebuah tindakan. Peserta sangat yakin tentang hasil dari tindakan dan mereka memiliki
kesepakatan yang penuh. Mekanistik, pendekatan linier, seperti perencanaan, pengaturan,
pengendalian, dan metode langsung, yang dapat melayani dengan baik situasi seperti itu.
Kepastian akan hadir ketika ada penyebab-dan juga-efek hubungan yang kuat yang terjadi di
masa lalu dimana terdapat suatu pengalaman yang positif. Pada akhir spektrum, kekacauan
dapat mendominasi karena hilangnya semua kesepakatan dan kepastian. Hal ini juga bisa
memberikan waktu lebih bagi kepemimpinan direktif untuk menertibkan beberapa hal untuk
mengatasi situasi yang kacau.
Namun, setelah situasi mulai bergeser dari memiliki kepastian dan kesepakatan yang
tinggi menjadi kearah kurang memiliki kepastian dan kesepakatan, maka disinilah mulai
memasuki zona kompleksitas. Sebuah perspektif tentang kompleksitas akan membantu para
pemimpin untuk melihat bahwa hasilnya akan menjadi tidak pasti, tidak dapat dikontrol,
sehingga pendekatan mekanistik mungkin tidak akan berhasil. Dalam situasi tersebut
membutuhkan tindakan kepemimpinan yang dapat menciptakan sebuah lingkungan yang
memungkinkan banyak/ beragam agen di dalam sistem untuk saling terhubung dan mengatur
dirinya sendiri sehingga ide-ide baru dapat muncul.
Ada kecenderungan bagi para pemimpin untuk membalikkan intervensi ini dan
memegang kontrol disaat keragaman dan keterbukaan terjadi yang akan memberikan
pengaturan lebih baik untuk menciptakan hubungan dan solusi yang kreatif. Atau justru
mereka akan membiarkan terlalu banyak ketidakjelasan dan kurangnya arah ketika kebijakan
atau solusi yang jelas dan sederhana akan di lakukan karena situasi tertentu dan semua telah
menyetujuinya.
MODEL ORGANISASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Kinnaman dan Bleich (2004) membangun di atas matriks Stacey dengan Model Organisasi
Pengambilan Keputusan (Gambar. 4-2). Model ini membedakan perilaku interdisipliner di
dalam organisasi perawatan kesehatan dan terutama ditujukan pada tantangan kemitraan
layanan-akademik. Model ini mengasumsikan bahwa tidak semua keputusan organisasi
memiliki perhatian yang sama atau akan selalu membutuhkan sumber daya yang sama.
Empat konsep yang tertanam dalam diagram adalah toleransi, koordinasi, kerjasama, dan
kolaborasi. Masing-masing dipertimbangkan untuk digunakan dan menciptakan efektivitas
yang tepat berdasarkan kompleksitas pada kejadian awal, tingkat kesepakatan dan kepastian
dalam konteks di mana kondisi ini muncul.
• Toleransi terjadi dengan adanya perilaku rutin yang biasa dilakukan, ketika dalam keadaan
yang diharapkan orang akan melakukan peran mereka tanpa usaha, keterlibatan, atau
interaksi yang disengaja.
• Koordinasi adalah ketika dua orang atau lebih memberikan layanan dan bekerja secara
paralel, dengan memberikan informasi melalui dokumentasi, kebijakan, dan prosedur yang
ada.
• Kerjasama terjadi ketika orang bekerja untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu
hubungan dengan peran yang unik dan mempertimbangkan perspektif setiap orang
dipertimbangkan dalam konteks situasi tejadi.
• Kolaborasi, aksi perkembangan yang tertinggi, akan muncul, sebuah proses yang saling
berfokus pada keterampilan pengetahuan dan kemampuan masing-masing anggota yang
saling melengkapi, di luar disiplin ilmu tertentu yang mereka miliki. Dengan fokus pada
pencapaian hasil yang terbaik, terdapat pendistribusian kekuatan yang bahkan mungkin
melampaui batas-batas organisasi.
Model ini merupakan framework/ kerangka kerja untuk menentukan perilaku yang
tepat dan berharga dalam menggambarkan perilaku kelompok yang akan efektif dalam
menghadapi sistem adaptif yang kompleks. Dalam zona kompleksitas, kolaborasi dapat
menyebabkan hubungan di mana suatu kepemimpinan kompleksitas muncul. Misalnya,
kebutuhan sekolah keperawatan dan organisasi kesehatan untuk memberikan kesuksesan
dalam hal pengalaman di klinik pada siswa merupakan tantangan yang berkelanjutan. Jika
semua pihak dapat menangguhkan asumsi mereka sebelumnya tentang bagaimana sistem
belajar siswa yang terbaik, apa yang telah dilakukan di masa lalu, dan orang yang seharusnya
memiliki kewenangan, seharusnya mereka dapat mengembangkan pengalaman belajar siswa
yang lebih baru dan lebih kreatif yang akan bermanfaat bagi semua orang. Model-model baru
karena adanya rotasi klinis telah muncul dari jenis kolaborasi tersebut, seperti unit pengajaran
yang berdedikasi dan adanya penjadwalan pusat untuk rumah sakit dan sekolah-sekolah di
daerah.
KEPERAWATAN DI RUMAH SEBAGAI SISTEM ADAPTIF KOMPLEKS
Anderson, Issel, dan McDaniel (2003) menunjukkan bahwa panti jompo termasuk sistem
adaptif kompleks, lebih jauh lagi, bahwa hubungan tersebut merupakan faktor penentu yang
tinggi dalam kualitas, perawatan jangka panjang. Mereka memiliki fondasi model teoritis
seperti pada parameter sistem kontrol Stacey, yang dibahas dalam Bab 3. Dalam sistem yang
efektif, manajer memfasilitasi organisasi yang didorong oleh (1) laju arus informasi di
seluruh sistem, (2) sifat dari hubungan antar manusia, dan (3) keragaman skema kognitif
(mental model). Praktek manajemen yang digunakan dapat mengubah sistem parameter dan
dengan demikian akan berhubungan dengan hasil yang lebih baik pada pasien, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4-3.
Praktek manajemen yang diamati dan diukur adalah komunikasi yang terbuka,
partisipasi dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan,
dan formalisasi. Komunikasi yang terbuka adalah sebuah proses peningkatan dan akan
meningkatkan arus informasi di antara orang-orang dalam suatu organisasi. Hipotesis
pertama adalah bahwa dengan ditingkatkan komunikasi yang terbuka akan menghasilkan
prevalensi yang lebih rendah atas masalah perilaku penduduk, seperti penggunaan sabuk
pengaman, komplikasi imobilitas, dan patah tulang. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
akan meningkatkan jumlah koneksi/ hubungan pada organisasi.
Partisipasi yang tinggi akan meningkatkan tingkat arus informasi serta jumlah dan
intensitas hubungan dan komunikasi antara orang-orang. Dengan lebih banyak orang yang
memiliki beragam perspektif dan partisipasi, keputusan yang dibuat akan memberikan hasil
yang lebih baik; Oleh karena itu, hipotesis kedua ini mengusulkan bahwa partisipasi RN yang
lebih besar dalam pengambilan keputusan akan berhubungan dengan prevalensi yang lebih
rendah atas masalah perilaku penduduk, penggunaan sabuk pengaman, komplikasi imobilitas,
dan patah tulang. Kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan akan mendorong
interkoneksi dan akan meningkatkan arus informasi, yang akan mempengaruhi efektifitas
organisasi. Hipotesis ketiga ini menyatakan bahwa nilai kepemimpinan orientasi pada
hubungan yang lebih tinggi akan berhubungan dengan prevalensi yang lebih rendah pada
masalah perilaku penduduk, penggunaan sabuk pengaman, komplikasi imobilitas, dan patah
tulang. Formalisasi yaitu terdapat jumlah kontrol, aturan, dan peraturan yang biasa digunakan
di rumah-rumah jompo. Karena tingginya tingkat regulasi yang melekat dalam sistem,
formalisasi dapat memiliki efek menekan organisasi itu sendiri, karena kurangnya
keragaman, koneksi, dan arus informasi. Yang mengarah ke hipotesis keempat, bahwa
formalisasi yang rendah akan berhubungan dengan hasil perawatan pasien yang lebih baik.
Perilaku manajemen diamati dan hasil pasien diukur pada 164 panti jompo. Keseluruhan
praktek empat manajemen dan hasilnya pada penduduk diukur dan didukung dengan adanya
pengaruh praktek manajemen untuk setidaknya satu dari empat penduduk, yang menunjukkan
bahwa praktek manajemen yang mampu memfasilitasi diri organisasi akan menyebabkan
hasil pasien yang lebih baik.
Pentingnya model ini adalah kemampuan untuk melayani sebagai kerangka kerja
untuk membahas pengaruh positif dalam pengelolaan praktek yang terbaik pada hubungan
staf dan, pada gilirannya, pada baik bagi perawatan pasien. Budaya panti jompo pada
umumnya lebih otoriter dan dibatasi adanya aturan-aturan dan regulasi, dan Anderson
menunjukkan bahwa kita harus bergerak dari pendekatan otoriter menjadi kurang otoriter
mungkin akan mengurangi formalisasi, tetapi akan mendorong hasil yang lebih baik di panti
jompo.
Praktek Model Manajemen Keperawatan ini didasarkan pada konsep ilmu
kompleksitas yang memunculkan kualitas melalui interaksi lokal. Praktek manajemen
keperawatan yang memfasilitasi aliran informasi baru, koneksi, dan keragaman kognitif yang
paling efektif.
Pentingnya pekerjaan Anderson adalah bahwa hal itu dapat diterapkan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menggambarkan bagaimana pemahaman seorang
pemimpin tentang konsep sistem adaptif kompleks yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kepemimpinan dan juga lingkungan kerja melalui praktek pengelolaan terbaik.
Model ini berisi aspek yang lebih padat, juga terukur ke dalam abstrak ilmu pengetahuan, dan
berfungsi sebagai suatu alat yang berharga bagi para pemimpin keperawatan di semua tingkat
dan spesialisasi perawatan kesehatan.
SISTEM MIKRO
Berbasis di Dartmouth-Hitchcock Medical Center, Nelson dan rekan (2002) menggunakan
teori ilmu kompleksitas untuk mempelajari peningkatan kualitas dalam unit klinis dengan
kinerja tinggi. Dua puluh unit perawatan klinis dipelajari untuk menemukan ide-ide mengenai
praktek terbaik dan karakteristik di dalam unit-unit yang berkaitan dengan kinerja tinggi.
Kebutuhan untuk studi tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pengalaman pada setiap
pasien bervariasi. Anggota staf dapat bekerja sama atau tidak; unit mungkin dalam situasi
kusut atau sedang berjalan lancar; Informasi mungkin ada atau tidak tersedia dan mengalir
secara tepat waktu atau tidak tepat waktu; unit dapat membantu atau kurang membantu dalam
hal birokrasi; berbagai unit dapat dihubungkan bersama-sama atau terputus-putus; dan pasien
mungkin akan mendapatkan perawatan yang berkualitas tinggi, sensitif, dan efisien atau
malah perawatan yang berbahaya, mahal, boros, dan mungkin mematikan. Penelitian ini
dihasilkan sebagai bagian dari penulisan Institute of Medicine yang diterbitkan Crossing the
Quality Chasm (2001).
Tiga asumsi tentang sistem perawatan kesehatan adalah:
• Sistem yang lebih besar adalah makrosistem, yang terdiri dari sistem yang lebih kecil,
yaitu Mikrosistem.
• Sistem yang lebih kecil merupakan produsen garis depan dari kualitas, keamanan, dan
biaya.
• Makrosistem tidak lebih baik dari Mikrosistems. Setiap unit kecil tertanam dalam unit
yang lebih besar seperti pada konfigurasi fraktal, setiap unit komponen yang lebih kecil
merupakan bagian dari sistem yang lebih besar.
Sebuah Mikrosistem didefinisikan sebagai "Sekelompok kecil orang yang bekerja
bersama-sama secara teratur untuk memberikan perawatan kepada sub-populasi pasien.
Memiliki tujuan dan bisnis klinis, proses yang saling terkait dan lingkungan informasi
bersama, serta menghasilkan hasil kinerja. Mikrosistem berkembang dari waktu ke waktu dan
sering tertanam didalam organisasi yang lebih besar. Mereka adalah sistem adaptif yang
kompleks dan dengan demikian mereka memenuhi kebutuhan staf internal dan
mempertahankan diri mereka dari waktu ke waktu sebagai unit klinis" (IOM, 2001, hal. 474).
Mikrosistem kesehatan adalah lingkungan lokal di mana pasien, penyedia, staf
pendukung, dan proses informasi datang bersama-sama untuk memberikan perawatan.
Mikrosistem dapat terhubung dengan erat atau longgar, mulus atau bahkan terputus-putus.
Beberapa hambatan yang mempengaruhi kinerja dan koneksi dengan Makrosistem adalah
kompartementalisasi, departementalisasi, dan perbedaan disiplin profesional yang
menghambat alih-alih memfasilitasi pekerjaan sehari-hari. Mikrosistem dengan berbagai
kegiatan dan melekatnya dengan sistem lain dipengaruhi oleh peraturan baik itu dari segi
lingkungan budaya, sosial, dan politik. Ini adalah sebuah sistem adaptif kompleks yang
berkembang dari waktu ke waktu.
Penelitian untuk studi Nelson termasuk wawancara, observasi langsung, survei, dan
juga adanya review dari catatan. Ditemukan satu set umum yakni sembilan karakteristik
keberhasilan: kepemimpinan, budaya, dukungan makroorganisasi, fokus pasien, fokus staf,
saling ketergantungan dari tim asuhan, informasi dan teknologi informasi, perbaikan proses,
dan pola kinerja. Gambar 4-4 menunjukkan Model Mikrosistem, dan Tabel 4-1 mengulas
karakteristik keberhasilan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Lihat Kasus untuk
Kompleksitas pada halaman 62.
Nelson dan rekan menyarankan lima tindakan pemimpin yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas Mikrosistem untuk melakukan perbaikan:
• Mencapai hasil Mikrosistem yang unggul dengan fokus pada pencapaian hasil yang
terpenting, kemudian menghubungkan ke Mikrosistem lain untuk memenuhi kebutuhan pada
pasien, masyarakat, dan kebutuhan bisnis.
• Gunakan aturan sederhana dengan metrik terkait untuk mengevaluasi keberhasilan dan
memberikan umpan balik secara teratur untuk mengukur kinerja.
• Mengintegrasikan informasi dengan merancang lingkungan dengan adanya informasi yang
mendukung pekerjaan masing-masing Mikrosistem untuk menyimpan biaya yang efektif,
perawatan yang berkualitas tinggi dan membuat interoperabilitas dengan Mikrosistem.
• Berkomunikasi tentang misi secara jelas dan menarik tujuan serta struktur organisasi untuk
mempromosikan dan mengenali kinerja yang handal, keterkaitan antara masing-masing
Mikrosistem, serta memperkuat inovasi dan kinerja yang handal.
• Desentralisasi akuntabilitas antara Mikrosistem dan orang-orang yang memiliki kapasitas
pengambilan keputusan untuk melakukan proses perawatan pasien, juga memberikan
dukungan pusat untuk Mikrosistem di seluruh organisasi (Nelson, Batalden, Huber, et al.,
2002).
KASUS UNTUK KOMPLEKSITAS
Dalam periode 18 bulan, tiga tim interdisipliner Sistem Kesehatan Elliot di Manchester, New
Hampshire, berpartisipasi dalam sesi pelatihan bulanan untuk Mikrosistem klinis: pusat rasa
sakit, unit endoskopi, dan tim pencegahan luka ulkus. Tim termasuk orthopaedi, RNS, asisten
perawat, terapis fisik, staf sekretariat, dan analis data. Satu MD dan satu RN menjabat
sebagai pemimpin utama.
Sebuah Mikrosistem klinis yaitu "sekelompok kecil orang-orang yang bekerja
bersama-sama secara teratur untuk memberikan perawatan kepada sub-populasi pasien."
Pendekatan Mikrosistem klinis bekerja pada dua tingkatan. Pertama, untuk tingkat lapangan
yang berperan pada disiplin ilmu, yang menyediakan tim struktur untuk bagaimana bekerja
bersama-sama, seperti:
• Sebuah format khusus untuk pertemuan
• Proses perbaikan yang diawali dengan penilaian tujuan, pasien, profesional, proses, dan
pola dari Mikrosistem
• Template untuk menyatakan tujuan global yang terukur dan spesifik
Kedua, mengajarkan keterampilan perbaikan dalam tim untuk menilai dan mengubah
praktek klinis mereka, misalnya, pemetaan aliran nilai, diagram tulang ikan, diagram alur,
rencana aksi. Tim ini bukanlah komite yang terfokus pada masalah. Mereka adalah tim
praktek kolaboratif yang bertemu setiap minggu untuk mengevaluasi, merenungkan, dan
meningkatkan praktek mereka sebagai satu unit.
Studi kasus ini menyangkut pada pusat rasa sakit, yang mendesain ulang program
manajemen nyeri interdisipliner (IPMP) untuk keperluan akreditasi. Pusat tidak memiliki
hasil untuk efektivitas program karena tidak memasukkan definisikan. Ia tidak memiliki
standar untuk mengukur status pasien sebelum masuk. IPMP juga tidak memiliki struktur
yang jelas yang merubah status rawat pasien. Tujuan pertama adalah untuk mengidentifikasi
kriteria berbasis bukti untuk melihat bahwa pasien telah sesuai dengan program dan proses
standar yang masuk sejak waktu rujukan awal sehingga tim review mendapatkan kesesuaian
pasien baru/ cocok dengan program tersebut. Pusat nyeri dikembangkan sebagai berikut:
1. Meningkatkan 90% jumlah kontak baru yang akan dihubungi untuk menjadwalkan janji
dalam waktu 24-48 jam setelah menerima rujukan; harus diselesaikan pada tanggal 1 Juni
2009.
2. Meningkatkan 90% jumlah janji yang dijadwalkan dalam waktu 10 hari kerja dari kontak
dengan pasien awal; harus diselesaikan pada tanggal 1 Juni 2009.
3. Melakukan desain proses yang jelas, dengan kriteria yang jelas, untuk membuktikan 100%
pasien telah sesuai dengan IPMP; harus diselesaikan oleh 1 Juli 2009.
Mikrosistem pelatihan klinis telah berhasil. Tim telah berusaha untuk mendesain
ulang IPMP selama 2 tahun sebelum pelatihan; dengan pelatihan, tim mampu mencapainya
dalam 9 bulan. Tim mulai menggunakan proses dan kriteria yang baru dalam
mengaplikasikannya pada pasien. Hal ini melibatkan perubahan proses mulai dari front office
dan pada kunjungan awal serta mengembangkan struktur serta proses dari tim review klinis
yang baru. Anggota tim bertemu setiap minggu untuk meninjau setiap grafik, menghabiskan
3 menit per bagan untuk membuat keputusan yang masuk. Tim akan terus bertemu selama
IPMP terjadi. Tujuan baru adalah merancang proses untuk mengelola perkembangan pasien
melalui IPMP dan mengidentifikasi kriteria debit. Hal ini akan melibatkan pengembangan
sistem komunikasi antar dokter dari berbagai disiplin ilmu yang melihat pasien di lokasi yang
berbeda. Salah satu anggota tim mengatakan, "keterampilan dan kekuatan kami sebagai
sebuah tim telah berkembang pesat sepanjang perjalanan ini."
Kathleen M. Thies, PhD, RN; Gerard Hevern, MD; Jill St. Jean, RN
Dua pimpinan perawat dari generasi yang berbeda mengakui dan menulis tentang paradoks
yang ada di dalam kepemimpinan keperawatan, salah satu konsep sulit untuk dipahami atau
dilakukan di dalam kepemimpinan. Clifford dan Tregunno mengartikulasikan fenomena
tersebut dengan baik.
The Paradox dari Kontrol/ Pengendalian Manajerial dan Otonomi Profesi
Sementara wakil presiden keperawatan Rumah sakit Beth Israel di Boston, Joyce Clifford
(1981) memperkenalkan paradoks konflik dan akuntabilitas di dalam birokrasi profesi.
Clifford menjelaskan secara klise ketika memakai dua topi sebagai dilema nyata yang biasa
dihadapi oleh perawat sehari-hari, yaitu: akuntabilitas manajer dan akuntabilitas profesi. Ia
percaya bahwa para pimpinan perawat dapat menghargai baik itu mempertahankan identitas
sebagai perawat profesional, memonitoring dan melakukan evaluasi praktek terhadap
orientasi rekan-kelompok satu profesi, menanggapi kebutuhan pasien, dan memberikan
kesempatan bagi perawat untuk berlatih secara profesional (bukan hanya menahan mereka
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada).
Clifford melihat pelaksanaan keperawatan primer sebagai cara untuk
memprofesionalkan keperawatan, mendistribusikan kepemimpinan, dan masih memenuhi
tanggung jawab manajemen klasik. Dia membayangkan hasil positif akan menjadi tanggung
jawab bersama, adanya rasa menghargai, dan tercipta rasa kepercayaan di kalangan profesi.
Hal ini sangat penting untuk melihat bagaimana pemikiran dan pendekatan Clifford tentang
kepemimpinan akan menunjukkan citra diri dan pemahaman organisasi tentang bagaimana
organisasi dan departemen keperawatan yang sebenarnya begitu rumit, sistem adaptif.
Clifford menggunakan kepemimpinan kompleksitas untuk mengimplementasikan
keperawatan yang profesional.
Paradoks dalam Akuntabilitas Manajer Perawat
Paradox merupakan bagian dari sistem adaptif kompleks yang merupakan sifat dari sistem itu
sendiri. Jika hal-hal baru dan variasi tak ada habisnya muncul karena adanya turbulensi, maka
akan muncul paradoks dua kondisi di saat yang sama; misalnya, stabilitas dan instabilitas.
Dengan paradoks, dua kondisi ini suatu hal yang benar, bukan sebuah kontradiksi atau hal
yang berlawanan. Tregunno dan Zimmerman (2008) mengidentifikasi tiga paradoks
akuntabilitas yang dihadapi oleh manajer perawat. Mereka mengusulkan bahwa diperlukan
pendekatan baru untuk mengevaluasi akuntabilitas manajer perawat yang diperlukan dalam
ilmu kompleksitas. Manajer keperawatan menghadapi tiga bidang ketegangan (paradoks) di
dalam melakukan peran mereka, yaitu: (1) efisiensi dan efektivitas, (2) tugas dan hubungan,
(3) stabilitas dan perubahan.
Efisiensi dan Efektivitas
Manajer Perawat bekerja setiap hari yang banyak berhubungan dengan input dan output
sumber daya klinis. Terdapat tekanan untuk melakukan lebih banyak dengan keadaan yang
kurang mendukung. Perawat bertanggung jawab untuk memanipulasi tingkatan staf,
menggabungkan keterampilan, dan proses perawatan pasien untuk menciptakan efisiensi,
sementara di saat yang sama harus mampu memberikan asuhan keperawatan berbasis bukti
yang efektif dan sesuai dengan berbagai standar, peraturan profesi, dan juga ruang lingkup
praktek keperawatan.
Tugas dan Hubungan
Manajer Perawat hidup dalam ketegangan untuk melakukan dan menjadi seseorang yang
akuntabel dalam memenuhi kedua tugasnya (dalam hal pengetahuan dan kompetensi) serta
dalam aspek relasional asuhan keperawatan dan juga kepemimpinan. Sementara di bidang
kesehatan pengaturan tersebut dapat dilihat sebagai dua akuntabilitas yang terpisah, dimana
keduanya dibutuhkan sebagai keseimbangan agar peran manajemen tercapai.
Stabilitas dan Perubahan
Hal ini merupakan paradoks dimana manajer perawat harus mampu berinovasi dan
beradaptasi namun tetap menjaga semua hal tetap dalam jalurnya dan dapat diprediksi.
Perubahan dan kontinuitas saling melengkapi. Energi yang mendorong perubahan harus
terkandung dalam pedoman yang aman untuk dilakukan. Tantangan yang dihasilkan dengan
adanya paradoks akuntabilitas ini adalah bagaimana cara mengevaluasi bahwa akuntabilitas
ini telah terpenuhi. Tregunno dan Zimmerman mengusulkan bahwa diperlukan dua jenis
evaluasi yang disesuaikan dengan sisi spesifik dari setiap paradoks. Evaluasi sumatif rasional,
linear, dan mengatur-tujuan, dengan hubungan yang linear antara proses input dan output,
dan didasarkan pada protokol serta pengumpulan data yang hati-hati/ teliti. Evaluasi sumatif
merupakan hal yang efektif untuk melihat paradoks akuntabilitas manajer dari segi efisiensi,
tugas, dan stabilitas. Evaluasi sumatif membutuhkan kejelasan, yang tidak akan
memunculkan adanya deskripsi, kejutan, maupun kemampuan dalam merespon sesuatu yang
tidak terduga. Teknik kuantitatif tradisional menilai keberhasilan yang ada berdasarkan
tujuan konkrit sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dan disetujui.
Untuk sisi lain dari paradoks ini, yaitu (efektivitas, hubungan, dan perubahan),
evaluasi perkembangan kerangka kerja/ framework dapat menangkap akuntabilitas dengan
lebih baik. Evaluasi perkembangan sesuai dengan paradigma kompleksitas karena adanya
fokus dalam jangka pendek, hasil yang diinginkan serta peluang jangka panjang yang
mungkin muncul. Terdapat perhatian pada pola-pola yang muncul, dan adanya hasil yang tak
terduga. Koneksi dan hubungan penting agar orang dapat belajar untuk bersikap terbuka dan
menerima bahwa mereka tidak memiliki kontrol penuh terhadap hasil yang akan didapat.
Pendekatan evaluasi perkembangan memperhitungkan inovasi, peristiwa tak terduga,
keterbukaan terhadap kemungkinan muncul, dan belajar dari umpan balik yang ada sehingga
akan memengaruhi dan menginformasikan tindakan yang sesuai di masa depan. Tabel 4-2
secara kontras mengevaluasi perkembangan sumatif beserta dengan contoh-contohnya.
MODEL MAGNET
Meskipun awalnya tidak dikembangkan sebagai model kompleksitas, ANCC Model Program
Magnet Recognition (Gambar. 4-5) dapat digambarkan termasuk sebagai ilmu kompleksitas.
Ketika rumah sakit dan departemen keperawatan tiba di akhir perjalanan Magnet, jika
berhasil (atau bahkan jika tidak sepenuhnya berhasil), maka mereka akan melihat bahwa telah
mencapai tujuan dengan tindakan dan kegiatan yang berbasis kompleksitas atau tidak.
Dengan status Magnet, mereka telah menjadi organisasi yang sesuai dengan organisasi dan
matriks kepemimpinan (dijelaskan dalam Bab 3) untuk kuadran 4: kepemimpinan
kompleksitas yang kongruen di dalam organisasi kompleksitas.
Model Magnet memiliki hasil empiris di tengahnya. Keempat komponen-
transformasional lainnya yaitu kepemimpinan; pemberdayaan yang terstruktur; praktek
profesional yang teladan; dan pengetahuan baru, inovasi, dan semua perbaikan dapat dicapai
dengan kegiatan yang berdasarkan karakteristik ilmu kompleksitas.
The Magnet Chief Nursing Officer/ Kepala Perawatan Petugas Magnet (CNO) adalah
seorang pemimpin transformasional yang jelas terlihat dan dapat diakses oleh siapa saja serta
menggunakan hubungan yang ada untuk mengadvokasi perawat dalam organisasi pada semua
tingkatan dan pada semua disiplin ilmu. CNO ini mengembangkan struktur, proses, dan
harapan terhadap masukan dan keterlibatan dari para staf perawat. Perawat di semua tingkat
organisasi harus melihat dan menyadari bahwa suara mereka didengar, masukan juga
dihargai, dan prakteknya didukung. Terdapat kebebasan atas informasi dan hubungan yang
berbasis komunikasi merupakan bagian dari Magnet dan kualitas kepemimpinan
kompleksitas.
Komponen pemberdayaan terstruktur meneunjukkan model paradigma yang
kompleks. Hal ini merupakan panggilan untuk lingkungan Magnet yang umumnya datar,
fleksibel, dan ter desentralisasi. Perawat dihargai dalam pengambilan keputusan pada struktur
pemerintahan sendiri.
Komponen praktek profesi yang berteladan didorong dengan adanya kolaborasi
interdisipliner. Praktek profesi memastikan bahwa perawat memiliki otonomi dan kontrol
atas diri mereka sendiri di dalam melakukan praktek, staffing, dan penjadwalan.
Pengetahuan yang baru, inovasi, dan komponen peningkatan mengakui bahwa
organisasi tidak bisa hanya diam saja tetapi harus terus menerus mencharge praktek ke
tingkat yang lebih tinggi. "Menetapkan cara-cara baru untuk mencapai kualitas perawatan
yang tinggi, efektif juga efisien adalah hasil dari kepemimpinan transformasional,
pemberdayaan struktur serta adanya proses dan praktek profesi yang berteladan dalam
keperawatan" (ANCC, 2008, hal. 50).
Organisasi Magnet adalah suatu lingkungan yang diciptakan untuk organisasi itu
sendiri, dimana kepemimpinan didistribusikan, terdapat arus informasi yang bebas, dan
koneksi di semua tingkatan, serta tindakan otonom pada titik lokal di tingkat pelayanan.
Seorang CNO harusnya merenungkan untuk memulai perjalanan Magnet sehingga dapat
melayami dengan baik dengan berusaha untuk memenuhi peran sebagai pemimpin
kompleksitas.
RINGKASAN
Semua hal ini menyimpulkan tentang Unit Satu, yang memperkenalkan dan menjelaskan
tentang Model Kepemimpinan Kompleksitas sebagai framework untuk teks/ buku ini. Model
komponen pertama, yaitu pengetahuan tentang sistem adaptif kompleks, yang disajikan
sebagai landasan teoritis yang diperlukan untuk pembelajaran tentang organisasi dan untuk
mengembangkan perspektif kompleksitas. Bab 2 berisi beberapa latar belakang sejarah dan
konsep mengenai ilmu kompleksitas. Bab 3 untuk penerapannya dalam organisasi, dan Bab 4
menjelaskan aplikasi kontemporer dasar tentang kompleksitas.
Unit Dua fokus pada kepemimpinan, komponen kedua dari Model Kepemimpinan
Kompleksitas. Bab 5 berkaitan dengan sejarah dan teori tentang kepemimpinan. Bab 6
bergerak ke model kepemimpinan kontemporer yang memberikan perspektif mengenai
kompleksitas kepemimpinan. Bab 6 dan 7 didedikasikan untuk pengetahuan dan intervensi
yang mendukung pemimpin kompleksitas.
PERTANYAAN UNTUK REFLEKSI DIRI
1. Apakah Anda tahu bagaimana mengenali situasi dimana tidak memerlukan diskusi
kelompok yang luas?
2. Ketika merakit sebuah kelompok kerja atau gugus tugas, apakah Anda memilih orang-
orang yang berpikir dan bertindak seperti Anda, atau apakah Anda mencari suatu keragaman?
Manakah yang lebih nyaman?
3. Apakah Anda cenderung menjadi sangat direktif/ menuntut ketika terdapat jawaban atas
masalah yang tidak jelas atau ketika terjadi ketidaksepakatan?
4. Identifikasi satu paradoks di dalam pekerjaan Anda. Jelaskan paradoks ini dan bagaimana
Anda menerima dan bekerja dengan hal tersebut.
4-1 LATIHAN BERPIKIR KRITIS
Asumsi dalam pemikiran kepemimpinan kompleksitas adalah ketika kualitas hubungan
mempengaruhi kualitas hasil perawatan pada pasien. Hal ini sulit untuk mencari pembenaran
sampai keperawatan yang ada saat ini dan juga adanya profesi kesehatan yang melakukan
penelitian. Pilihlah model yang disajikan dalam bab ini, dan tulislah sebuah contoh yang
mengaplikasikan praktek model kepemimpinan ke dalam situasi kepemimpinan di organisasi
kesehatan, dan tunjukkan bagaimana meningkatkan perawatan pada pasien.
4-2 PEMIKIRAN KRITIS DALAM KASUS KOMPLEKSITAS
Di sebuah rumah sakit umum, seorang ahli bedah ortopedi meminta manset tekanan darah
sekali pakai untuk setiap jumlah sendi pada setiap saat pasien masuk, menghindari resiko
tertular infeksi nosokomial. Bukti infeksi yang disebabkan oleh transmisi dari peralatan yang
terkontaminasi sangat minim, meskipun literatur mengenai munculnya infeksi sangat banyak.
Key players (intisari/ kunci) diidentifikasi dan dilakukan pada sesi brainstorming. Peserta
terdiri dari perwakilan pengendalian infeksi, manajemen resiko, jasa lingkungan, manajemen
material, dan juga bagian keperawatan. Dokter bedah memilih untuk tidak hadir tapi tetap
diberitahu tentang hasil pertemuan kelompok tersebut.
Pada pertemuan awal, permintaan dokter bedah telah disampaikan kepada kelompok.
Meskipun semua orang setuju dengan konsep yang diajukan, tidak ada yang sepakat bahwa
menggunakan manset tekanan darah adalah solusi terbaik. Apa yang akan memenuhi
kebutuhan dari ahli bedah dan, yang paling penting, keselamatan pasien? Beberapa ide yang
disajikan termasuk dengan menangani semua peralatan medis bersama, menegakkan
kebijakan dan prosedur 68 tentang bagaimana membersihkan peralatan, menggunakan manset
yang dapat digunakan kembali, atau membeli manset sekali pakai. Setelah banyak
perdebatan, termasuk biaya dan dampak lingkungan dari pemakaian manset tekanan darah,
maka dilakukan konsensus dengan menguji populasi kecil pasien dengan manset yang dapat
digunakan kembali. Semua pasien bedah diberi manset yang dapat digunakan kembali dengan
ukuran yang tepat juga telah ditandai dengan inisial departemennya. Manset ini digunakan
oleh pasien selama perioperatif. Bila tidak digunakan, disimpan pada bedrail untuk
memudahkan akses pasien. Setelah pasien dipulangkan, manset ditempatkan dalam sebuah
wadah dan diambil oleh anggota staf dari departemen pusat steril. Manset dibersihkan dengan
larutan antiseptik dan kembali ke departemen yang tepat.
Hasilnya positif dan, setelah 6 bulan, unit keperawatan yang tersisa juga menerapkan
proses ini. Setiap departemen membeli manset sendiri dan menempatkan nama departemen
pada manset tersebut. Jika seorang pasien dipindahkan ke unit lain, manset akan tetap
mengikuti pasien. Setelah pasien dipulangkan, manset dibersihkan secara manual dan
kembali ke lokasi semula.
Pasien menyatakan kepuasan mereka dengan menerima sendiri manset tekanan darah
mereka. Ahli bedah juga merasa senang bahwa kebutuhan pasien terpenuhi. Staf juga puas.
Mereka senang bahwa setiap pasien memiliki ukuran manset yang tepat tersedia bila
diperlukan. Inisiatif perbaikan proses secara keseluruhan berhasil.
Denise Timberlake, RN, BSN, CNOR, perioperatif Perawat Manajer 4-3
4-3 PERTANYAAN BERPIKIR KRITIS
Lihat Matrix Stacey. Jelaskan bagaimana kasus di atas mencontohkan teori di balik matriks
serta konsep kompleksitas lainnya.