Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
Transcript of Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
142
PERENCANAAN BISNIS
JASA PELATIHAN PENDIDIKAN ENTREPRENEUR
“SMART ENTREPRENEUR’
Ratna Sari Wongwa 1
Abstract : Business planning services entrepreneurship education training is intended to
determine whether or not a service business entrepeneurship educational training is run. Data
collection techniques used in business planning services entrepreneurship education training
these by conducting surveys directly to the site by using a questionnaire that is, quantitative
research, qualitative be concluded in the form of a bar chart, questionnaire submitted to the
119 students of the school, results showed that 55 students felt not satisfied with the
educational training of entrepreneurs in the extracurricular activities of the school, 89
students expressed wish to open their own businesses, training 100 students stated
entrepreneur education was important, 91 students expressed need for training entrepreneur
education outside of school. This business planning services entrepreneurship education
training have a business concept canvas models and unbundling pattern 3 in 1 education,
explore, experience, equipped with the facilities and services. In capital investment of 1.5 M
with a total net profit of Rp. 772.814..000, - and financial returns in a period of 9 months and
3 days
Keywords : Business planning, services training education entrepreneur, business model
canvas, pattern unbundling.
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu bangsa
juga tersentak dengan segala kemajuan ini karena bagaimanapun dunia pendidikan tidak
dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara khusus dalam
menghadapi abad 21 negara-negara di Eropa, USA dan sekitarnya melihat dan
mempersiapkan generasi mereka dengan model pendidikan yang mampu menjawab
tantangan ke depan yang sulit diprediksi dan model pendidikan tersebut adalah Pendidikan
Entrepreneurship. Di Indonesia sendiri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah
mengimplementasikan Pendidikan Entrepreneurship sebagai salah satu wujud nyata untuk
menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, sportif, dan wirausaha dalam metodologi pendidikan
sebagai penjabaran dari pengembangan Ekonomi Kreatif Perpres Nomor 6 Tahun 2009.
Dalam artikel www.okezone, Jakarta yang berjudul Wirausaha Mahasiswa padukan teori dan
praktek, pendidikan entrepreneurship ini juga merupakan salah satu program yang
digalakkan pemerintah, program ini bahkan telah dimasukkan ke dalam kurikulum
pendidikan tinggi oleh Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Tujuan Pendidikan
Entrepreneurship tersebut antara lain memberi bekal kemampuan dalam wujud kompetensi
1Alumnus Program Studi Magister Manajemen Universitas Tarumanagara
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
143
dasar terkait dengan kemandirian lulusan agar mampu bekerja secara mandiri, di dalam
Perpres No. 5 tahun 2010 tentang rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional bahwa
substansi inti program aksi bidang pendidikan diantaranya adalah Penerapan Metodologi
yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian.
Sepanjang sepuluh tahun ini Ir. Ciputra juga memperkenalkan konsep Entrepreneur
biasa diartikan sebagai Pendidikan Entrepreneurship untuk diajarkan di sekolah. Tujuan
diperkenalkannya konsep Entrepreneur adalah untuk membuka wawasan peserta didik untuk
berusaha mencari dan menciptakan peluang usaha untuk dirinya sendiri serta menciptakan
lapangan kerja untuk orang lain di sekitarnya. Pendidikan Entrepreneurship itu sangat
penting. Menurut Global Entrepreunership Monitor, sepertiga pertumbuhan ekonomi
dihasilkan melalui kegiatan entrepreneur. Di Amerika Serikat (AS), setiap tahun
penduduknya menciptakan 600 sampai 800 ribu usaha baru dengan pegawai tetap dan kira-
kira 2 juta penduduk melalui usaha sendiri (self-employment ventures). Di sisi lain,
kurangnya Pendidikan Entrepreneurship di Indonesia masih kurang mendapat perhatian dari
pihak dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan
pertumbuhan sikap, karakter, dan perilaku wirausaha. Mereka hanya menyiapkan siswanya
untuk menjadi tenaga kerja.
Kenyataan yang ada di Indonesia banyak lulusan yang tidak mampu mengisi
lowongan pekerjaan karena tidak cocoknya kemampuan yang dimiliki dengan kemampuan
yang dibutuhkan oleh dunia kerja serta belum mampu untuk menghasilkan dan memenuhi
kebutuhan sumber daya manusia berkompeten yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan,
yang kebanyakan hanya menunggu “diberi pekerjaan” oleh industri. Hal ini di tandai dengan
adanya kesulitan mencari kerja dengan masa tunggu yang cukup lama, over supplied lulusan
secara kuantitas tetapi under supplied lulusan secara kualitas, perilaku jiwa entrepreneur
lulusan masih rendah, relevansi lulusan dengan kebutuhan pasar kerja masih kurang,
kecakapan hidup rendah ditandai dengan lemahnya komunikasi verbal dan memalui media
tulis, lemahnya penguasaan bahasa asing dan lemahnya peggunaan teknologi informasi,
kurang mampu bersaing dengan global, masih lemahnya jalinan kemitraan dengan dunia
industri. Ini memberi dampak jumlah pengangguran di Indonesia semakin banyak. Padahal
dengan Pendidikan Entrepreneurship dapat diperoleh mindset inovasi yang memberikan
peluang untuk sukses sehingga tercapailah kemajuan. McGrath dan MacMillan (2000)
mengatakan “Once entrepreneurial thinking becomes second nature, you will able to
continously identify uncertain yet high business opportunities, and exploir these opportunities
with speed and confidence”
Tilaar (2012) mengatakan bahwa salah satu kelebihan sistem pendidikan barat adalah
kemampuannya mendorong lahirnya kreativitas peserta didik, tidak hanya itu lembaga
pendidikan juga melahirkan peserta didik yang kritis dan kreatif, dua elemen inilah yang
paling penting didapatkan oleh setiap peserta didik begitu lepas dari lembaga pendidikan
formal, tak heran jika tanpa kurikulum entrepreneur pun, lembaga pendidikan secara aktif
menjadi pemasok pengusaha – pengusaha baru sesuai harapan. Sebaliknya strategi
pembelajaran di Indonesia tidak memungkinkan lahirnya entrepreneur baru sesuai harapan.
Penyebabnya, karena strategi pembelajaran kita masih condong pada strategi pedagogi.
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
144
Menurut www.infokampusonline.com pada sistem ini, hampir tidak mungkin dapat terlahir
peserta didik yang memiliki kreativitas tinggi, sebab mereka sepenuhnya bergantung kepada
guru. Itu sebabnya tak mengherankan jika spektrum pikir peserta didik sepenuhnya
merupakan pantulan dari pengajaran satu arah yang diterima sekolah. Namun, pola pikir
konsep entrepreneur tampaknya harus terus ditanamkan agar peserta didik terus memiliki
pandangan lebih luas untuk menentukan karier sebagai pekerja atau pengusaha, dan dimulai
dengan masuknya pelajaran entrepreneurship dalam Kurikulum 2013 yang diajarkan pada
siswa SMA. Dalam hal ini, untuk perencanaan bisnis pendidikan entrepreneurship di sekolah
dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek yaitu pendidikan entrepreneurship terintegrasi
dalam mata pelajaran dan pendidikan entrepreneurship dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Pendidikan entrepreneurship dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang telah ada masih
hanya dalam sistem pedagogi bahkan ada yang belum berjalan, maka dari itu berdasarkan
latar belakang permasalahan ini. maka penulis membuat judul makalah “Perencanaan Bisnis
Jasa Pelatihan Pendidikan Entrepreneur” dan diperlukan sekali kegiatan pengembangan
model pembelajaran yang mengarah pada upaya perbaikan, melalui pengembangan model
pembelajaran kewirausahaan, sehingga peserta didik langsung dapat mengaplikasikan
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), sikap-sikap dan perilaku bekerja
(employability). Cara berpikir yang sistematis dianggap sebagai pendekatan yang cukup
bagus dalam proses pembelajaran. Cara berpikir sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 1: Cara Berpikir Sistematis
(Sumber: Jurnal Kependidikan, Vol. 42, No. 1 Mei 2012, Hal. 48)
Tujuan penulisan ini untuk menyusun dan menganalisis studi kelayakan Perencanaan
Bisnis Jasa Pelatihan Pendidikan Entrepreneur. Penulisan makalah ini mempunyai
manfaat sebagai perencana dan pemilik bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneurship
untuk sekolah, menjadi sumber inspirasi bagi pihak sekolah untuk terus mengembangkan
program pendidikan entrepreneurship dengan metode pembelajaran yang modern,
mengembangkan mindset dan jiwa entrepreneur untuk peserta didik sekolah level SMA
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan pasar, mempunyai manfaat bagi pengusaha
bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur.
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
145
TELAAH KEPUSTAKAAN
Pemahaman terhadap entrepreneurship perlu memperhatikan sejarah perkembangan
konsep entrepreneurship. Kuratko dan Hodgetts (2007) menjelaskan bahwa entrepreneuship
sebenarnya telah berkembang sejak abad ke 11 sebelum Masehi di Phoenicia kuno. Pada saat
itu telah terjadi arus perdagangan dari Syria sampai Spanyol yang dilakukan oleh orang-orang
yang telah berani mengambil resiko, menghadapi ketidakpastian, dan mengeksplorasi sesuatu
yang belum diketahui sebelumnya. Menurut Zimmerer, Scarborough dan Wilson (2008),
istilah entrepreneuship baru mulai terkenal dalam kosakata bisnis pada tahun 1980-an,
walaupun sejak abad 17 istilah Entrepreneurship pertama kali diperkenalkan oleh Richard
Cantilon ahli ekonomi Perancis pada tahun 1755, berasal dari kata Entreprende dalam bahasa
perancis, berarti berusaha. Dalam hal bisnis, maksudnya adalah memulai sebuah bisnis.
Sedangkan di Indonesia istilah entrepreneurship baru dikenal pada akhir abad ke-20. Richard
Cantilon mengaitkan entrepreneur dengan aktivitas menanggung resiko dalam perekenomian.
Pada tahun 1803, Jean Baptise Say juga memperkenalkan istilah entrepreneuship dalam
diskusi entrepreneur sebagai orang yang memindahkan sumber daya ekonomi dari area yang
produktivitasnya rendah ke area yang produktivitasnya tinggi.
Menurut Hendro (2011) dari survei tentang sumber kekayaan orang-orang didunia,
dapat disimpulkan dari mana mereka bisa menjadi kaya. Berdasarkan hasil survei itu
disimpulkan kekayaan itu diperoleh karena mayoritas (80%) menjadi entrepreneur, sebagian
kecil menjadi top eksekutif dan hanya sedikit yang berasal dari warisan atau hibah dari orang
tua dan leluhurnya.
Penulisan makalah ini didukung dengan teori konsep model Bisnis Kanvas, teori
fungsi manajemen, analisis lingkungan eksternal menggunakan Porter’s Five Force, Matriks
TWOS, strategi dan rencana pengembangan bisnis.
konsep model Bisnis Kanvas menurut Osterwalder dan Pigneur (2010) adalah bahasa yang
sama untuk menggambarkan, menvisualisasikan, menilai, dan mengubah model bisnis.
Osterwalder dan Pigneur membuat sebuah pendekatan model kanvas yaitu setiap dari “Nine
Building Blocks” dapat menjadi langkah awal yang memudahkan bagi para pebisnis untuk
membangun dan mengembangkan bisnis mereka. Nine Building Blocks terdiri dari : Value
Proportitions, Customer Segments, Customer Relationship, Channels, Key Activitiy, Key
Partnership, Cost Structure, Revenue Stream. Model ini berhasil mengubah konsep model
bisnis yang rumit menjadi sederhana. Pendekatannya, model bisnis ditampilkan dalam satu
lembar kanvas, berisi peta sembilan elemen (kotak). Lantaran dirancang sederhana, metode
kanvas dapat mendorong sebanyak mungkin karyawan terlibat dalam pengembangan model
bisnis organisasinya.
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
146
Gambar 2. Template Model Bisnis Kanvas
(Sumber : Osterwalder dan Pigneur (2010). Business Model Generstion,)
Model yang dikembangkan Osterwalder dan Pigneur, secara terperinci dapat
digambarkan dalam suatu kerangka yang disebut dengan nama Business Model Canvas
(BMC) yang bertentuk kanvas dan terdiri dari sembilan blok ini berisikan elemen-elemen
penting yang menggambarkan bagaimana organisasi menciptakan manfaat bagi dan
mendapat manfaat dari para pelanggannya.
Gambar 3. Komponen Model Bisnis kanvas
(Sumber : Osterwalder dan Pigneur (2010). Business Model Generstion,)
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
147
Pattern menurut Osterwalder dan Pigneur (2010) adalah suatu gagasan untuk
menangkap ide-ide desain sebagai suatu pola dasar dan deskripsi yang dapat digunakan
secara berkesinambungan. Pattern atau pola membantu mendeskripsikan bisnis model yang
memiliki kesamaan karakteristik, kesamaan pengaturan building blocks, atau kesamaan
perilaku. Pola ini akan membantu dalam memperjelas dinamika dalam bisnis model dan akan
menjadi dasar inspirasi untuk berjalannya suatu bisnis model. Dengan mendefinisikan dan
menjelaskan pola bisnis model ini dapat ditetapkan format standar yang digunakan dalam
konsep bisnis yang terkenal saat ini agar berguna ketika mendesain suatu bisnis model.
Osterwalder dan Pigneur (2010) membuat sketsa lima pola bisnis model yaitu Unbundling
business models pelaku bisnis membagi bisnisnya secara terpisah sehingga masing-masing
fokus di pasarnya masing-masing. Ada tiga tipe bisnis dalam unbundling business model
yaitu (Customer relation business, Product Innovation business, Infrastructure business), The
long tail bisnis model mengenai fokus dalam menjual produk yang menjadi “hit” di pasaran,
yaitu fokus ke product line yang luas, tetapi masing-masing dijual dalam volume relatif kecil,
contohnya adalah Lego, Multi-side platform bisnis model yang terdiri dari dua atau lebih
group pelanggan yang saling tergantung, bisnis yang ada di fasilitasi oleh interaksi diantara
dua group yang berbeda tersebut, Free as a business model (freemium) menawarkan
penawaran yang gratis, pelanggan yang tidak membayar di subsidi oleh bagian lain bisnis
model atau oleh segmen pelanggan yang berbeda, Open business model menciptakan atau
menangkap values dengan kolaborasi yang sistematis dengan partner diluar bisnis. Penulis
memilih pola model bisnis Unbundling untuk digabungkan ke dalam konsep model bisnis
kanvas. Menurut Robbins dan Coulter (2007) fungsi manajemen terdiri dari merencanakan,
mengorganisasi, memimpin , mengendalikan.
Analisis lingkungan ini meliputi dari kegiatan memonitor, evaluasi, dan
mengumpulkan informasi dari lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Tujuannya yaitu
untuk mengidentifikasi faktor strategis, elemen eksternal dan internal akan memutuskan
strategi dimasa yang akan datang bagi perusahaan Wheelen dan Hunger (2010). Analisis
Eksternal merupakan langkah yang menentukan keberhasilan proses strategi, peluang yang
dapat digunakan organisasi, dan ancaman yang harus dihadapi. faktor-faktor strategis
eksternal perusahaan yang menjadi peluang dan ancaman yang harus dihadapi perusahaan,
lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan makro dikaji yaitu melalui Analisis PESTLE
(Political, Economic, Social, Technological, Legal dan Environment Analysis). dan mikro
meliputi analisis industri dengan menggunakan analisis Five Force Porter (Porter’s Forces
Model of Industri Competition), analisis Internal membawa penilaian yang jelas tentang
sumber daya organisasi (seperti modal keuangan, keahlian teknis, karyawan yang ahli,
manajer yang berpengalaman dan sebagainya) dan kemampuan dalam melakukan berbagai
kegiatan fungsional yang berbeda seperti: Pemasaran (Marketing) diawali analisis STP
menurut Kotler dan Keller (2012) dalam bukunya yang berjudul “Marketing Management”
STP (Segmenting,Targetting, Postioning) merupakan esensi dari pemasaran yang strategis
dengan menggunakan 7p Marketing Mix Kotler dan Keller (2012) : product (brand merek,
citra merek), price, place, promotion, people, process, physical evidence, Menurut Duncan
(2007), menganalisa lingkungan internal dan eksternal merupakan hal penting dalam proses
perencanaan strategi faktor-faktor lingkungan internal di dalam perusahaan biasanya dapat
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
148
digolongkan sebagai strengths (S) atau Weakness (W), dan lingkungan eksternal perusahaan
dapat diklasifikasikan sebagai Opportunities (O) atau Threat (T). Analisis SWOT menjadi
tidak berguna jika tidak diperluas menjadi matrix TOWS, Untuk dapat membangun strategi
yang mempertimbangkan hasil dari analisis SWOT, dibangunlah TOWS Matriks hanya
kebalikan atau kata lain dalam ungkapan SWOT mengilustrasikan bagaimana peluang dan
ancaman pada lingkungan eksternal dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan dari
perusahaan, sehingga hasil yang diperoleh dapat digambarkan melalui empat set alternatif
strategi Wheelen dan Hunger (2010).
Gambar 4. Analisis SWOT
(Sumber: Fred, R. David. (2009). Konsep Manajemen Strategis)
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
149
Gambar 5. TOWS Matrix
(Sumber : Lancaster, Geoff. Paul Reynolds (2013) Marketing Made Simple)
Merumuskan Strategi, mengevaluasi alternatif strategi, memilih strategi yang
menekankan pada kekuatan organisasi dan menggunakan peluang lingkungan atau yang
memperbaiki kelemahan organisasi dan penahan terhadap ancaman dengan Porter’s Five
Forces (2008) dibuat pada tahun 1979 oleh Michael Eugene Porter dari Harvard Business
School sebagai kerangka analisa untuk menjelaskan ketatnya kompetisi dan potensi pasar.
persaingan itu menurut Porter adalah sebagai berikut persaingan antar perusahaan pesaing,
Potensi masuknya pesaing baru, Potensi pengembangan produk pengganti, Daya tawar
pemasok, Daya tawar konsumen.
Gambar 6. Analisis Porter’s Five Forces
(Sumber: Hill, Charles. Gareth Jones (2009) Strategic Management Theory Book)
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
150
Setelah strategi dirumuskan, strategi harus diimplementasikan. Strategi hanya bagus
jika implementasinya bagus. Tanpa peduli betapa efektifnya perusahaan telah merencanakan
strateginya, perusahaan tersebut tidak dapat berhasil jika strategi itu tidak diimplementasikan
dengan semestinya Implementasi strategi adalah sebuah proses yang mana strategi dan
kebijakan diarahkan kedalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran, dan
prosedur. Menurut Porter dalam buku management strategic karangan David (2010) ada tiga
landasan strategi yang dapat membantu organisasi dalam memperoleh keunggulan kompetitif,
yaitu:, berdasarkan skema yang dikembangkan oleh Michael E. Porter adalah strategi
keunggulan biaya, strategi diferensiasi, strategi fokus. strategi bersaing Porter merupakan
hierarki business level strategy yang memfokuskan bagaimana perusahaan bersaing dalam
industrinya dan bila perusahaan ingin menjadi produsen biaya rendah maka perusahaan dapat
menggunakan kepemimpinan biaya menyeluruh (overall cost leadership). Bila perusahaan
ingin menjadi unik dan berbeda dari pesaing, dapat menggunakan diferensiasi
(differentiation). Jika perusahaan ingin menggarap segmen pasar tertentu saja, perusahaan
dapat menggunakan fokus (focus).
Gambar 7. Strategi Generik Model Porter
(Sumber : Kreitner, Robert. Charlene Cassidy. Management, 2012)
Proses ini memerlukan perubahan dalam budaya, struktur, dan sistem manajemen
pada seluruh organisasi atau perusahaan Wheelen dan Hunger (2010) yaitu Program,
financial, Prosedur (SOP) Pengertian SOP menurut Puspitasari, Rosmawati dan Melfrina
(2012), “Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar / pedoman tertulis
yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai
tujuan organisasi”. Menurut Griffin (2011), “Standard Operating Procedure is a standard plan
that outlines the steps to be followed in particular circumstances”. menurut Puspitasari,
Rosmawati dan Yusniar (2012), terdapat beberapa tujuan dibuatnya SOP antara lain
mempertahankan konsistensi kerja karyawan, mengetahui peran dan fungi kerja di setiap
bagian, memperjelas langkah-langkah tugas, wewenang dan tanggung jawab, menghindari
kesalahan administrasi, menghindari kesalahan/kegagalan, keraguan, duplikasi dan
inefisiensi. Manfaat Standar Operasional Prosedur (SOP) Menurut Puspitasari, Rosmawati
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
151
dan Yusniar (2012), beberapa manfaat penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) antara
lain menjadi pedoman dalam melaksanakan tugas, menyelesaikan pekerjaan secara konsisten,
sebagai alat komunikasi dan pengawasan, meningkatkan rasa percaya diri karyawan dalam
melakukan pekerjaan dan mengetahui jelas dengan pekerjaan yang harus dilakukan, dapat
digunakan sebagai salah satu alat pelatihan dan tolak ukur kinerja karyawan. Dari teori di
atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat Standar Operasinal Prosedur (SOP) adalah sebagai
landasan atau pedoman dalam melakukan tugas, alat ukur kinerja dan juga dapat memberikan
rasa percaya diri karyawan dalam melakukan setiap langkah kerja.
METODOLOGI PENELITIAN
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara, setting, dan sumber. Bila
dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, teknik pengumpulan data dapat
dilakukan dengan menggunakan interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi
(pengamatan), dan gabungan dari ketiganya. Sedangkan bila dilihat dari segi setting-nya, data
dapat dikumpulkan dalam setting alamiah (natural setting), dalam laboratorium dengan
metode percobaan atau eksperimen, dalam suatu kantor dengan berbagai responden, dalam
suatu seminar, diskusi , di restoran, dll. Apabila dilihat dari segi sumber datanya, maka
pengumpulan data dapat dibagi menjadi dua yaitu menggunakan sumber primer dan
menggunakan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang secara langsung
memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang
secara tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.
\
Macam-macam teknik pengumpulan data interview (Wawancara) Sugiyono (2004)
mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam menggunakan
metode interview dan juga kuisioner (angket) bahwa subyek (responden) adalah orang yang
paling tahu tentang dirinya sendiri, ahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peniliti
adala benar dan dapat dipercaya. bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Metode statistika adalah prosedur-prosedur atau langkah-langkah yang digunakan
dalam mengumpulkan, menyajikan, menganalisa dan menafsirkan data. Statistika deskriptif
adalah statistika yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskriptifkan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Menurut Walpole (2007), statistika
deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu
gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna.Statistika deskriptif dapat
digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskriptifkan data sampel, dan tidak ingin membuat
kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil, untuk menampilkan hasil
data yang telah diperoleh berikut dengan diagram batang.
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
152
Diagram 1. Contoh Diagram Batang
(Sumber: Siregar, Sofyan Buku Statistika Deskriptif. 2010)
ANALISIS DAN BAHASAN TEMUAN
PT. Smart Entrepreneur Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa
pelatihan pendidikan entrepreneurship dan pengembangan bisnis serta konsultasi bisnis. PT
Smart Entrepreneur Indonesia memulai usahanya pada tahun 2016 dengan mengembangkan
sebuah tempat untuk jasa pelatihan pendidikan entrepreneurship dan konsultasi bisnis yang
berpusat di Jakarta konsep Education, Explore, Experience dengan nama “Smart
Entrepreneur”. Smart Entrepreneur menggunakan model bisnis yang dikembangkan oleh
Osterwalder dan Pigneur, yang secara terperinci dapat digambarkan dalam suatu kerangka
yang disebut dengan nama Business Model Canvas (BMC) yang bertentuk kanvas dan terdiri
dari sembilan blok atau kotak yang saling berkaitan. Kotak-kotak ini berisikan elemen-
elemen penting yang menggambarkan bagaimana organisasi menciptakan manfaat bagi dan
mendapat manfaat dari para pelanggannya. Dengan menggunakan bisnis model kanvas
dengan pola model unbundling mempermudah, membantu melihat lebih akurat bagaimana
rupa bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur ini sebagai perusahaan yang baru
memetakan alur bisnisnya agar lebih efektif, lebih percaya diri dan matang dalam
menjalankan bisnis, serta dapat menciptakan strategi bisnis secara modern dan terarah,
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
153
Gambar 8. Bisnis Model Kanvas Pola bisnis Unbundling
(Sumber : Osterwalder dan Pigneur (2010), Business Model Generstion)
Analisis Lingkungan bisnis memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kesuksesan
sebuah bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneurship, faktor-faktor lingkungan eksternal
secara mendalam mengenai lingkungan bisnis yang diperkirakan akan mempengaruhinya,
seperti ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik, teknologi. Analisis lingkungan internal
bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur ini menggunakan analisis persaingan five
forces model yang menggambarkan bahwa perusahaan juga bersaing dengan pesaing
potensial perusahaan, ancaman masuk pendatang baru, kekuatan tawar menawar para
pemasok atau suplier,para pembeli atau konsumen, dan ancaman produsen produk-produk
pengganti.
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
154
Gambar 9. Analisis Porter untuk Bisnis Jasa Pelatihan Pendidikan Entrepreneur
(Sumber: Hill, Charles. Gareth Jones (2009) Strategic Management Theory Book)
Bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur dari hasil berbagai sumber yang dilakukan
penulis, maka ditemukan beberapa faktor eksternal berupa Peluang dan Ancaman yang
mempengaruhi perusahaan berupa analisis SWOT.
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
155
Gambar 10. Analisis SWOT
(Sumber: Fred, R. David. (2009). Konsep Manajemen Strategis
Dari tabel keadaan peserta didik SMAK 6 Penabur Jakarta tahun 2015-2016
menunjukkan bahwa SMAK 6 Penabur sangat menjaga kualitas mutu pendidikan sekolah, hal
ini dapat dibuktikan total jumlah siswa yang bertahan belajar di SMAK 6 Penabur, pada awal
bulan total jumlah peserta didik kelas X adalah 223 siswa, ada mutasi sebanyak 1 siswa dan
pada akhir bulan total jumlah peserta didik kelas X menjadi 222 siswa, jumlah peserta didik
kelas XI pada awal dan akhir bulan 119 siswa, jumlah peserta didik kelas XII pada awal dan
akhir bulan 128 siswa, rekapitulasi keadaan peserta didik menampilkan total jumlah seluruh
peserta didik 469 siswa. Penulis telah meneliti terhadap siswa kelas 11 dengan total jumlah
119 siswa untuk survey mengenai kepuasan siswa SMAK 6 Penabur Muara Karang yang
telah mengikuti pelatihan pendidikan entrepreneur yang diadakan di sekolah baik pendidikan
entrepreneur terintegrasi dalam mata pelajaran sekolah maupun pendidikan entrepreneur
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Hasil survei menyatakan bahwa ada 54 siswa menyatakan puas dan 55 siswa SMAK 6
Penabur Muara Karang menyatakan perasaan ketidakpuasan terhadap pelatihan pendidikan
entrepreneur yang telah diadakan oleh sekolah dengan alasan ketidakpuasan siswa merasa
pelajaran yang diberikan tidak spesifik, bosan tidak menarik dan tidak menantang, terlalu
banyak teori bagi siswa, jam yang diberikan untuk berlatih mengenai pendidikan entrepreneur
kurang, pelatihan pendidikan entrepreneur belum cukup memotivasi siswa untuk menjadi
seorang entrepreneur, siswa juga merasa tidak dibimbing dengan baik dan masih ada siswa
yang tidak mengerti mengenai entrepreneur, serta guru pelatih kurang berpengalaman dan
tidak. Survei selanjutnya adalah mengenai keinginan siswa kelas 11 SMAK 6 Penabur Muara
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
156
Karang yang ingin membuka bisnis sendiri, dengan total jumlah siswa 119 siswa, Ada 10
siswa tidak menjawab kuisioner, 89 siswa menyatakan ingin membuka bisnisnya sendiri, dan
bisnis yang ingin dijalankan oleh siswa SMAK 6 ini ternyata lebih banyak yang memilih
untuk membuka bisnis kuliner seperti cafe dan restoran, 20 siswa menyatakan tidak ingin
membuka bisnisnya sendiri dengan memberikan alasan merasa tidak berpengalaman, belum
memiliki ilmu, ingin bekerja, belum mempunyai rencana, dan masih bingung. Untuk survei
selanjutnya adalah survei pernyataan pentingnya pelatihan pendidikan entrerpreneur bagi
siswa kelas 11 SMAK 6 Penabur Muara Karang dengan total jumlah murid 119 siswa ada 5
siswa yang menjawab pelatihan pendidikan entrepreneur tidak penting, ada 14 siswa tidak
menjawab kuisioner yang diajukan, dan ada 100 siswa menyatakan bahwa pelatihan
pendidikan entrepreneur itu penting, sebanyak 10 siswa tidak menjawab kuisioner, 18 Siswa
menyatakan tidak perlu mengikuti dengan alasan belum tertarik, kegiatan sekolah sangat
padat, tidak mempunyai cita-cita sebagai seorang entrepreneur, siswa merasa pelajaran yang
diberikan sama dengan yang diajarkan sekolah, 91 siswa menyatakan perlu untuk mengikuti
pelatihan pendidikan entrepreneur di luar sekolah dengan alasan ingin menambah,
mengembangkan pengetahuan sebagai seorang entrepreneur demi mengatasi masalah-
masalah yang akan dihadapi saat membuka bisnis di masa depan dan siswa ingin membuka
bisnis sendiri. Maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pelatihan pendidikan entrepreneur
yang diadakan di sekolah ternyata belum cukup memuaskan karena waktu yang terbatas dan
siswa merasa perlu mengikuti pelatihan pendidikan entrepreneur yang diadakan di luar
sekolah. Ini merupakan peluang bisnis yang sangat baik untuk bisnis jasa pelatihan
pendidikan entrepreneur direalisasikan.
Pada tahap awal menjalankan bisnis ini semua dana berasal dari pemilik sebesar Rp.
1.500.000.000,-, dengan asumsi penjualan Rp. 220.000.000, laba per tahun Rp. 236.814.000,
untuk BEP 9 bulan 3 hari. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, jadi investasi ini
sangat layak pp hitung < maximum pp.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari pemaparan di atas mengenai perencanaan bisnis jasa pelatihan pendidikan
entrepreneur ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan yang
telah dilakukan adalah sebagai berikut:
Usaha bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur ini merupakan usaha yang
menjanjikan dengan bermodalkan jalinan kerjasama dengan institusi pendidikan,
kecepatan, kecanggihan teknologi, konsisten dalam menjaga mutu fasiltas pelayanan
dan fasilitas tempat untuk pelanggan, sehingga rencana bisnis jasa pelatihan
pendidikan entrepreneur ini tidak mempunyai hambatan masuk sebagai pendatang
baru, dengan menjalankan rencana bisnis ini maka di masa yang akan datang tingkat
persaingan dalam bisnis ini akan sangat tinggi. Hal ini dikarenakan permintaan dari
pasar dimana peneliti melakukan survei baik dari aspek lingkungan (lingkungan
makro & lingkungan industri), aspek produksi, aspek pemasaran, aspek SDM, aspek
keuangan maupun survei langsung bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur
dengan menggunakan metode kuisioner di sekolah BPK 6 Penabur Muara Karang.
Wongwa : Perencanaan Bisnis Jasa Pelatihan ...
157
Usaha bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur ini merupakan bisnis yang
mempunyai peluang tinggi karena pesaing masih banyak yang belum memiliki
diferensiasi dalam produk serta fasilitas yang ditawarkan oleh pesaing masih biasa
saja
Saran yang penulis sampaikan dibawah ini berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat
pada bagian sebelumnya. Saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi kepentingan usaha
bisnis jasa pelatihan pendidikan entrepreneur ini dimasa yang akan datang adalah sebagai
berikut :
Di masa mendatang bisnis ini akan semakin berkembang oleh karena itu bisnis
ini tidak bisa hanya mengandalkan modal sendiri untuk kemajuan usaha ini,
dibutuhkan penambahan modal baik dari investor maupun lembaga keuangan
seperti Bank.
Selain penambahan modal bisnis ini juga membutuhkan penembahan tenaga
kerja agar proses berjalannya bisnis ini lebih lancar. Dibutuhkan tenaga kerja
yang memiliki motivasi dan skill yang tinggi, jujur, serta memiliki
kemampuan di bidangnya.
Selera pasar merupakan hal yang berubah dengan cepat oleh karena itu
pemilik diharapkan dapat mengamati pasar dengan cermat, memiliki inisiatif
dan solusi untuk setiap kondisi pasar yang berubah-ubah setiap saatnya.
Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi pemilik dapat
mengamati perubahan selera pasar secara cepat
DAFTAR PUSTAKA
Ciputra. (2008). Quantum Leap: Bagaimana Entrepreneurship Dapat Mengubah Masa Depan
Anda dan Masa Depan Bangsa. (first ed.). Jakarta : Penerbit PT Elex Media
Komputindo.
Fred, R. David., & Forest, R. David. (2010). Strategic Management: A Competitive
Advantage Approach, Concepts & Cases (15th ed.) : Prentice Hall.
Hisrich, Robert D., Michael P.Peter, & Dean A. Shepherd. (2008). Entrepreneurship. (7th
ed.). Boston : McGraw Hill.
Hisrich, Robert D., Michael P. Peters, & Dean A. Shepherd. (2010). Entrepreneurship. (8th
ed.). Boston : McGraw-Hill Companies, Inc.
Jurnal Kependidikan Mei. (2012), Vol 42, No. 1, 48
Kuratko, D.F. (2003). Entrepreneurship Education: Emerging Trends and Challenges for the
21ST Century, Coleman Foundation White Paper Series for the U.S. Association of
Small Business & Entrepreneurship.
Kotler, Philip., & Gary, Amstrong. (2012). Principles of Marketing. Global Edition :
Pearson Education.
Kotler, Philip., & Kevin Lane, Keller. (2012). Marketing Management (14th ed.). New Jersey
: Prentice Hall.
Lancaster, Geoff., & Paul, Reynolds. (2013). Marketing Made Simple. Oxford Amsterdam :
Routledge.
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 52/No.11/November -2016 : 142-158
158
McGrath, Rita Gunther., & Ian C, MacMillan. (2000). The entrepreneurial mindset:
Strategies for continuously creating opportunity in an age of uncertainty. Harvard
Business School Press. Vol. 284,p 1.
Mind Tool. (2012). MindTools: Essential Skills for an Excellent Career. 5 Oktober 2012.
Osterwalder, A., Pigneur, Y. (2010). Business Model Generation: A Handbook for
Visionaries, Game Changers, and Challengers. New York : Wiley.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 2009 Tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
No. 6 (2009).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 2010 Tentang rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional. No. 5 (2010).
Porter, Michael E. (2008). The Five Competitive Forces That Strategy. Harvard Business
Review.
Robbins, S., Coulter, M. (2007). Manajemen (8th ed.). Jakarta : PT Indeks.
Wheelen, T.L., & Hunger, J.D. (2010). Strategic Management and Business Policy:Achieving
Sustainability (12th ed.). New Jersey : Pearson International Edition.
Zimmerer, T, W., Scarborough, N, M., & Wilson, D. (2008). Kewirausahaan dan Manajemen
Usaha Kecil (5th ed.). Jakarta : Salemba Empat.