W
Transcript of W
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung adalah tanaman semusim yang tinggi, tegap, biasanya
dengan batang tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa
cabang pangkal (anakan) pada beberapa genotipa dan lingkungan.
Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang keluar
dalam kedudukan berselang), dengan pelepah-pelepah daun yang
saling bertindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang
(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).
Potensi peningkatan produktivitas jagung masih berpeluang
besar bila menanam jagung varietas unggul dan jagung hibrida.
Jagung varietas unggul mempunyai potensi hasil antara 4,5-5,7
ton/hektar, bahkan varietas jagung hibrida dapat mencapai lebih
dari 6,0 ton/hektar. Meskipun demikian, rata-rata hasil jagung
yang dicapai sekarang ± 2,17 ton/hektar masih jauh lebih rendah
daripada potensi daya hasil varietas-varietas unggul.
Produktivitas jagung di luar negeri cukup tinggi, misalnya, di
RRC 3,85 ton/hektar dan Korea Selatan 6,14 ton/hektar
(Rukmana, 1997).
1
2
Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami
peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya
industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan
permintaan jagung sebagai campuran bahan ternak. Selain bahan
pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung
dalam bentuk tepung jagung di kalangan masyarakat. Produk
tersebut banyak dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk
pangan. Dengan gambaran potensi pasar jagung tersebut, tentu
membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau
meningkatkan produksi jagungnya (Wahyudi, 2009).
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau
organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur) dan
irreversibel. Bila kita menanam biji tanaman, dapat diamati bahwa
dari hari ke hari terjadi perubahan tinggi. Secara kuantitatif,
terlihat bentuk awal (biji) yang sedemikian sederhana menjadi
bentuk tanaman lengkap. Pada tanaman yang sedang tumbuh,
terlihat adanya pembentukan organ-organ baru. Misalnya saun
semakin banyak, akar semakin panjang dan bertambah banyak
(Kusnadi, 2005).
3
Fotoperiodisme adalah reaksi tumbuhan terhadap variasi
panjangnya hari. Fotoperiodisme merupakan kemampuan tanaman untuk
merespon periode percahayaan. perkembangan bunga pada tanaman
yang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh panjang hari atau
fotoperiode yang berbeda . berdasarkan panjang harinya, tanaman
dapat dikategorikan manjadi tiga yaitu tanaman hari panjang,
tanaman hari pendek dan tanaman hari netral. Tanaman hari pendek
dan tanaman hari netral akan berbunga pada saat panjang hari
lebih pendek dari masa kritis. Masa kritis adalah batas maksimum
tanaman untuk bisa berbunga. Sebaliknya tanaman hari panjang
adalah tanaman yang akan berbunga bila mendapat penyinaran
melebihi masa kritisnya (Indrianingsih, 2004).
Fotoperiodisme berpengaruh kecil terhadap laju perkembangan
pada tahap-tahap fenologi berikutnya, tetapi dapat menyebabkan
penyimpangan-penyimpangan dalam perbungaan jantan, megurangi
kesuburan tepung sari, dan suatu kecenderungan pembalikan kelamin
dalam malai bunga jantan. Untuk jagung tropik pengaruh-pengaruh
kuantitatif panjang hari adalah nyata pada fotoperiodisme lebih
lama daripada 14,5 jam/hari yaitu panjang hari maksimum yang
didapatkan di garis-garis lintang 300 atau kurang dari garis
4
khatulistiwa. Jadi untuk kebanyakan jagung tropik yang ditanam di
dalam daerah tropik, tidak ada pengaruh dari fotoperiode (Tohari
dan Soedharoedjian, 1992).
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh
fotoperiodisme pada pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).
Kegunaan Penulisan
Kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat mengikuti praktikat test di laboratorium
agroklimatologi program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Selain itu, kegunaan dari penulisan
ini adalah sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi pembaca
maupun pendengar tentang pengaruh fotoperiodisme pada pertumbuhan
tanaman jagung (Zea mays L.).
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Kedudukan tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika
tumbuhan yaitu, Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Sub Divisi
Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Poales, Famili Poaceae
(Graminae), Genus Zea, Spesies Zea mays L. (Rukmana, 1997).
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai
kedalaman 8 meter meskipun sebagian besar berada pada
kisaran 2 meter. Pada tanaman yang sudah dewasa, muncul akar
adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu
menyangga tegaknya tanaman (Sudrajat, 2010).
Batang tanaman yang kaku ini tingginya berkisar antara
1,5 m dan 2,5 m. dan terbungkus oleh pelepah daun yang
berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Buku batang
mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku, dan
membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Sering
melengkapi hingga buku berikutnya. Pada lidah daun. Setiap
pelepah daun kemudian membengkok menjauhi batang sebagai
daun yang panjang. Luas dan melengkung. Percabangan (batang
5
6
liar) umumnya terbentuk pada pangkal batang. Batang liar
adalah batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun
terbawah dekat permukaan tanah. Tongkol yang terbentuk pada
batang sekunder ini berkembang lebih lambat, dan jarang
produktif. (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1995).
Daun jagung memanjang dan keluar dari buku‐buku batang.
Jumlah daun terdiri dari 8‐48 helain. Tergantung
varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelompok
daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelompok daun umumnya
membungkus batang. Antara kelompok dan helaian terdapat
lidah daun yang disebut liguna. Liguna ini berbulu dan
berlemak. Fungsi liguna adalah mencegah air masuk kedalam
kelompok daun dan batang (Wahyudi, 2009).
Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena
struktur bunganya tidak memiliki petal dan sepal. Letak bunga
jantan terpisah dengan bunga betina namun masih dalam satu
tanaman sehingga tanaman jagung termasuk tanaman berumah
satu (monoecious). Bunga jantan terdapat di ujung batang dan
bunga betina terdapat pada ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari
7
bunga jantan. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga
jantan muncul 1-2 hari sebelum munculnya rambut jagung (style)
pada bunga betina. Oleh sebab itu, penyerbukan jagung
bersifat penyerbukan silang (Pandia, 2011).
Tanaman jagung ini memiliki buah matang berbiji tunggal
yang disebut karyopsis. Buah ini gepeng dengan permukaan atas
cembung atau cekung, dan dasar runcing. Buah ini terdiri
dari endosperma yang mengelilingi embrio, lapisan aleuron,
dan jaringan perikarp (kulit) yang merupakan lapisan
pembungkus. Lapisan perikarp yang merupakan jaringan indung,
pada jagung manis memang tipis, kira-kira setebal 5 lapis
sel, ketimbang papda jagung berondong (popcorn) yang lebih
dari 28 lapis sel. Jaringan endosperma mencakup sekitar 85%
bobot biji, dan merupakan sumber makanan bagi embrio selama
perkecambahan. Warna biji biasanya putih atau kuning,
kultivar tertentu memiliki campuran biji warna putih dan
kuning pada tongkol yang sama namun, warna biji pada tipe
jagung yang lain, seperti pada tanaman yang di tanam sebagai
hiasan, dapat berkisar dari merah hingga biru-hitam gelap
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
8
Syarat Tumbuh
iklim
Indonesia termasuk daerah tropik basah, tetapi keadaan
iklim di wilayah nusantara amat bervariasi. Jumlah curah
hujan di Indonesia berkisar antara 500mm- 5000mm per tahun.
Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah
sampai datara tinggi ±1.300 m dpl, kisaran suhu udara antara
130C- 380C, dan mendapat sinar matahari penuh. Di Indonesia
tanaman jagung tumbuh dan berproduksi optimum di dataran
rendah sampai ketinggian 750 m dpl (Rukmana, 1997).
Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan
temperatur rata- rata antara 140C- 300C, pada daerah dengan
ketinggian sekitar 2.200 m dpl dengan curah hujan sekitar
600 mm- 1.200 mm per tahun yang terdistribusi rata selama
musim tanam. Keadaan yang terlalu basah tidak menguntungkan
tanaman karena cenderung dapat mengundang berbagai penyakit
tanaman (Kartasapoetra, 1988).
Pembukaan lahan yang biasa dalam pertanian tetapi tak
umum dalam alam dapat menaikkan suhu tanah permukaan sebesar
9
170C dengan akibat bahwa suhu tanah di atas optimum mungkin
biasa dalam pertanian tropik. Sistem- sistem akar tentu
kurang baik teradaptasi terhadap suhu tanah tinggi daripada
taruk terhadap suhu udara tinggi (Tohari, 1992).
Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 210C
dan 270C dan berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah
pada suhu tanah lebih rendah dari 100C. Setelah berkecambah,
pertumbuhan bibit tanaman dapat berlangsung pada kisaran suhu
100C hingga 400C tetapi terbaik pada suhu antara 210C dan 300C.
Suhu rendah kurang berpengaruh terhadap fase bibit (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1995).
Tanah
Upaya mendapatkan benih bermutu harus dimulai sejak
persiapan yaitu pemilihan lahan penanaman yang ideal. Lahan yang
akan ditanami, baik lahan kering maupun lahan sawah, sebaiknya
mudah mendapat tambahan air irigasi untuk mengurangi resiko
kegagalan, tanaman yang diusahakan sebelumnya sebaiknya bukan
jagung untuk menghindari terjadinya pencampuran sehingga
kemurnian varietas dapat dipertahankan
(Adisarwanto dan Widyastuti, 2000).
10
Tanah berdebu yang kaya akan hara dan humus amat cocok untuk
tanaman jagung. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap
berbagai jenis tanah, misalnya, tanah andosol dan latosol,
asalkan memiliki kemasaman tanah (pH) yang memadai untuk tanaman
tersebut. Tanah- tanah berpasir dapat ditanami jagung dengan
pengelolaan air yang baik dan penambahan pupuk organik. Tanaman
jagung toleran terhadap reaksi kemasaman tanah pada sekitaran pH
5,5-7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk jagung
adalah pada pH 6,8 (Rukmana, 1997).
Fotoperiodisme
Fotoperiodisme adalah reaksi tumbuhan terhadap variasi
panjangnya hari. Fotoperiodisme merupakan kemampuan tanaman
untuk merespon periode percahayaan . perkembangan bunga pada
tanaman yang satu dengan ya g lain dipengaruhi oleh panjang
hari atau fotoperiode yang berbeda . berdasarkan panjang
harinya, tanaman dapat dikategorikan manjadi tiga yaitu
tanaman hari panjang, tanaman hari pendek dan tanaman hari
netral. Tanaman hari pendek dan tanaman hari netral akan
berbunga pada saat panjang hari lebih pendek dari masa
11
kritis. Masa kritis adalah batas maksimum tanaman untuk bisa
berbunga. Sebaliknya tanaman hari panjang adalah tanaman
yang akan berbunga bila mendapat penyinaran melebihi masa
kritisnya (Indrianingsih, 2004).
Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis di dalam
metabolisme tanaman, cahaya merupakan satu dari faktor-
faktor lingkungan terpenting. Cahaya yang dapat dilihat
(kira-kira 400-700 nm) dari spektrum radiasi matahari penuh
dan tanaman juga peka terhadap panjang gelombang lainnya
arti penting radiasi cahaya merah jauh (“cahaya” merah jauh
merupakan suatu istilah yang gampang tapi salah) dari
panjang gelombang kira-kira 700-800 nm pada morfogenesis
telah diketahui dimana-mana. Radiasi mempengaruhi organisme
dengan jasa dari energi yang disimpannya dan hanya aktif
bila diabsorbsi. Jadi “cahaya” ultra violet diabsorbsi kuat
oleh protein dan dapat menyebabkan kerusakan, cahaya biru
diabsorbsi oleh pigmen karotenoid dan klorofil. Cahaya merah
oleh klorofil, dan merah serta merah jauh oleh fitokrom.
Keberadaan pigmen, karena itu, merupakan dasar pada setiap
respon dan sebagian besar tanaman nampak berwarna hijau
12
hanya karena sebagian besar pigmen tanaman tersebut
mengabsorbsi cahaya hijau (Fitter dan Hay, 1981).
Perkecambahan biji tertentu dipengaruhi oleh
fotoperiodisme yang diterapkan pada tanaman yang tertua.
Perkecambahan biji dewasa spesies tertentu juga dipengaruhi
oleh fotoperiodisme. Terdapat biji hari panjang dan biji
hari pendek dalam hal perkecambahan, dan hal ini merupakan
efek fotoperiode sejati dengan memperoleh respon hari
panjang melalui interupsi periode gelap yang panjang (yaitu
interupsi malam hari pada tumbuhan daur hari pendek). Biji
birkin, misalnya, berkecambah hanya pada hari panjang atau
bila periode gelap yang panjang diinterupsi dengan cahaya
putih (Salisbury dan Ross, 1992).
Ada dua pertimbangan untuk memahami peristiwa
fotoperiodisme. Pertama, ada transduser yang menerima sinyal
(dalam hal ini adalah cahaya) dan membawa respon. Transduser
ini merupakan fitokrom. Kedua yaitu, pertimbangan waktu
pertumbuhan tanaman. Ini adalah pertanyaan yang lebih
kompleks yang berhubungan dengan fenomena berirama terkait
dengan fitokrom yang terjadi pada tanaman. Pada tahun 1952
13
tampak jelas bahwa harus ada pigmen pada tanaman yang
sensitif terhadap cahaya dengan panjang gelombang 660 nm dan
730 nm. Penemuan sebenarnya pigmen dibuat dengan
spektrofotometer panjang gelombang ganda yang memiliki
kemampuan mengukur perbedaan serapan pada 660 nm dan 730 nm,
sementara penyinaran pada satu atau yang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa pigmen ini tidak diketahui, menurut
Borthwick dan Hendricks, fitokrom akan menyerap maksimal
pada 730 nm jika disinari dengan cahaya 660 nm. Jika
diiradiasi dengan 730 nm, penyerapan maksimum adalah pada
660 nm. Jadi cahaya merah (660 nm) akan mengkonversi
(phototransform) ke bentuk pigmen menyerap, sedangkan
cahaya merah (730 nm), dan konversi sepenuhnya secara
reversibel (Ting, 1982).
Kebutuhan akan panjang hari lebih dari sekedar
keperluan untuk berfotosentesis, walaupun fotosintesis jelas
diperlukan untuk menghasilkan pembungaan pada tanaman.
Pembungaan tanaman hari pendek Kalanchoe dapat diinduksi
dengan hanya satu detik cahaya merah setiap hari. Dapat
14
dikatakan respon fotoperiodisme tampaknya membutuhkan
sejumlah minimum pfr (Indrianingsih, 2004).
PENGARUH FOTOPERIODISME TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L.)
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau
organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur) dan
irreversibel. Bila kita menanam biji tanaman, dapat diamati bahwa
dari hari ke hari terjadi perubahan tinggi. Secara kuantitatif,
terlihat bentuk awal (biji) yang sedemikian sederhana menjadi
bentuk tanaman lengkap. Pada tanaman yang sedang tumbuh,
terlihat adanya pembentukan organ-organ baru. Misalnya saun
semakin banyak, akar semakin panjang dan bertambah banyak
(Kusnadi, 2005).
Biji jagung akan segera berkecambah setelah masak, bahkan
sementara masih melekat pada tanaman. Menurut Sass (1951) pada
buku Tohari menyatakan kebanyakan varietas jagung mempunyai lima
daun dalam bentuk embrio di dalam biji, tidak termasuk daun
pertama yang berubah atau skutelum, yang bertindak sebagai suatu
organ untuk menyerap bahan dari endosperm. Laju perkecambahan
menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk jagung
15
16
berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26 samapi 300 C adalah optimum
untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal. Pada suhu-suhu
tersebut, semai muncul dalam waktu dua sampai tiga hari, tetapi
dapat tertunda selama 35 hari pada suhu terendah 100 C.
Genotipa-genotipa dari daerah dataran tinggi tropik lebih sesuai
untuk suhu lebih dingin, dan mungkin mempunyai nilai untuk
memperbaiki jagung bagi daerah iklim sedang dimana perkecambahan
yang lebih cepat pada suhu lebih rendah dapat memperpanjang
lamanya pertanaman. Pada suhu yang lebih tinggi dari pada
optimum, genotipa-genotipa dari daerah tropik dataran rendah
cenderung mempunyai toleransi yang lebih baik, walaupun
perkecambahannya sangat kurang pada suhu 400C dan di atasnya
(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).
Parameter Pertumbuhan Jagung
Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat
basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan
ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan.
Berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil
17
aktivitas metabolik tanaman, sedangkan berat kering merupakan
hasil dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 (Suriadi, 2009).
Fase Pertumbuhan Tanaman
Siklus hidup tanaman yang menghasilkan biji atau buah pada
dasarnya akan melewati 2 fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan
vegetatif dan pertumbuhan genertatif, baik tanaman tersebut pada
mulanya ditanam dari biji maupun dari organ vegetatif. Pada fase
vegetatif, proses pertumbuhan didominasi oleh pertumbuhan bagian-
bagian tanaman secara keseluruhan. Bila tanaman berasal dari
biji, tumbuhan pada fase muda (juvelune phase) berjalan sampai
mencapai umur dan/atau ukuran tertentu, kemudian beralih ke fase
dewasa (generatif), tanaman tersebut akan mampu berbunga pada
waktu-waktu tertentu (Mangoendidjojo, 2003).
Di dalam tubuh tanaman terdapat hormon tumbuh yaitu senyawa
organik yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun
menghambat berbagai prosess fisiologi tanaman. Di dalam tubuh
tanaman senyawa organik ini jumlahnya hanya sedikit, maka
diperlukan penambahan hormon dari luar. Hormon sintetis yang
ditambahkan dari luar tubuh tanaman disebut zat pengatur tumbuh.
18
Zat ini fungsinya untuk merangsang pertumbuhan, misalnya
pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya (Hendaryono
dan Wijayani, 1994).
Biji jagung akan segera berkecambah setelah masak, bahkan
sementara masih melekat pada tanaman Menurut Sass (1951) dalam
buku Tohari menyatakan kebanyakan varietas jagung mempunyai lima
daun dalam bentuk embrio di dalam biji, tidak termasuk daun
pertama yang berubah atau skutelum, yang bertindak sebagai suatu
organ untuk menyerap bahan dari endosperm. Laju perkecambahan
menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk jagung
berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26 samapi 300 C adalah optimum
untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal. Pada suhu-suhu
tersebut, semai muncul dalam waktu dua sampai tiga hari, tetapi
dapat tertunda selama 35 hari pada suhu terendah 100 C.
Genotipa-genotipa dari daerah dataran tinggi tropik lebih sesuai
untuk suhu lebih dingin, dan mungkin mempunyai nilai untuk
memperbaiki jagung bagi daerah iklim sedang dimana perkecambahan
yang lebih cepat pada suhu lebih rendah dapat memperpanjang
lamanya pertanaman. Pada suhu yang lebih tinggi dari pada
optimum, genotipa-genotipa dari daerah tropik dataran rendah
19
cenderung mempunyai toleransi yang lebih baik, walaupun
perkecambahannya sangat kurang pada suhu 400C dan di atasnya
(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap
yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang
ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya
daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai
munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan
sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi
dengan jumlah daun yan terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu
fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis.
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul
dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air
benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%. Proses
perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui
proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan
aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal
sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang
tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-
asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio
20
yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang
menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah
radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul.
Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh
koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan
mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil
berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika
ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan
mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus
permukaan tanah.
Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila
kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari
setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan
kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang
lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam,
namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman
dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh
benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan
21
gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang
terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil
dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.
Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa
fase berikut:
Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18
hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai
berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh
di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik
tumbuh. Suhu rendah aka memperlambat keluar daun, meningkatkan
jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan.
Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35
hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan
tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat,
dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini
bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Lee
2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih
22
banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk
mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman.
Fase V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun
terakhir 15-18)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50
hari setelah
berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan
kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air
relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman.
Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan
kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol,
dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena
mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan. Kekeringan pada
fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
Fase Tasseling (berbunga jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai
oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan
bunga betina (silk/ rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari
sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini tinggi
23
tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk
sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari
bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot
kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing
60- 70%, 50%, dan 80-90%.
Fase R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam
tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah
tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang
dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut
tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), di mana
pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji.
Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut
tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang
hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu
struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji,
yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada
bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan
mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji
24
dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat struktur embrio
di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit.
Fase R2 (blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut
tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot,
dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna
putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air
biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.
Fase R3 (masak susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian
biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu.
Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah
mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan
bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan
pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk.
Kadar air biji dapat mencapai 80%.
Fase R4 (dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian
dalam biji seperti
25
pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji
sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%.
Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.
Fase R5 (pengerasan biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh
biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi
bahan kering biji akan
segera terhenti. Kadar air biji 55%.
Fase R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari
setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah
mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji
telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan
absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam
(black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada
bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada
varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-
green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna
hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap
ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan