W

26
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung adalah tanaman semusim yang tinggi, tegap, biasanya dengan batang tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa cabang pangkal (anakan) pada beberapa genotipa dan lingkungan. Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berselang), dengan pelepah-pelepah daun yang saling bertindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang (Tohari dan Soedharoedjian, 1992). Potensi peningkatan produktivitas jagung masih berpeluang besar bila menanam jagung varietas unggul dan jagung hibrida. Jagung varietas unggul mempunyai potensi hasil antara 4,5-5,7 ton/hektar, bahkan varietas jagung hibrida dapat mencapai lebih dari 6,0 ton/hektar. Meskipun demikian, rata-rata hasil jagung yang dicapai sekarang ± 2,17 ton/hektar masih jauh lebih rendah daripada potensi daya hasil varietas-varietas unggul. Produktivitas jagung di luar negeri cukup tinggi, misalnya, di RRC 3,85 ton/hektar dan Korea Selatan 6,14 ton/hektar (Rukmana, 1997). 1

Transcript of W

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung adalah tanaman semusim yang tinggi, tegap, biasanya

dengan batang tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa

cabang pangkal (anakan) pada beberapa genotipa dan lingkungan.

Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang keluar

dalam kedudukan berselang), dengan pelepah-pelepah daun yang

saling bertindih dan daun-daunnya lebar yang relatif panjang

(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).

Potensi peningkatan produktivitas jagung masih berpeluang

besar bila menanam jagung varietas unggul dan jagung hibrida.

Jagung varietas unggul mempunyai potensi hasil antara 4,5-5,7

ton/hektar, bahkan varietas jagung hibrida dapat mencapai lebih

dari 6,0 ton/hektar. Meskipun demikian, rata-rata hasil jagung

yang dicapai sekarang ± 2,17 ton/hektar masih jauh lebih rendah

daripada potensi daya hasil varietas-varietas unggul.

Produktivitas jagung di luar negeri cukup tinggi, misalnya, di

RRC 3,85 ton/hektar dan Korea Selatan 6,14 ton/hektar

(Rukmana, 1997).

1

2

Dari sisi pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami

peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya

industri peternakan yang pada akhirnya akan meningkatkan

permintaan jagung sebagai campuran bahan ternak. Selain bahan

pakan ternak, saat ini juga berkembang produk pangan dari jagung

dalam bentuk tepung jagung di kalangan masyarakat. Produk

tersebut banyak dijadikan bahan baku untuk pembuatan produk

pangan. Dengan gambaran potensi pasar jagung tersebut, tentu

membuka peluang bagi petani untuk menanam jagung atau

meningkatkan produksi jagungnya (Wahyudi, 2009).

Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau

organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur) dan

irreversibel. Bila kita menanam biji tanaman, dapat diamati bahwa

dari hari ke hari terjadi perubahan tinggi. Secara kuantitatif,

terlihat bentuk awal (biji) yang sedemikian sederhana menjadi

bentuk tanaman lengkap. Pada tanaman yang sedang tumbuh,

terlihat adanya pembentukan organ-organ baru. Misalnya saun

semakin banyak, akar semakin panjang dan bertambah banyak

(Kusnadi, 2005).

3

Fotoperiodisme adalah reaksi tumbuhan terhadap variasi

panjangnya hari. Fotoperiodisme merupakan kemampuan tanaman untuk

merespon periode percahayaan. perkembangan bunga pada tanaman

yang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh panjang hari atau

fotoperiode yang berbeda . berdasarkan panjang harinya, tanaman

dapat dikategorikan manjadi tiga yaitu tanaman hari panjang,

tanaman hari pendek dan tanaman hari netral. Tanaman hari pendek

dan tanaman hari netral akan berbunga pada saat panjang hari

lebih pendek dari masa kritis. Masa kritis adalah batas maksimum

tanaman untuk bisa berbunga. Sebaliknya tanaman hari panjang

adalah tanaman yang akan berbunga bila mendapat penyinaran

melebihi masa kritisnya (Indrianingsih, 2004).

Fotoperiodisme berpengaruh kecil terhadap laju perkembangan

pada tahap-tahap fenologi berikutnya, tetapi dapat menyebabkan

penyimpangan-penyimpangan dalam perbungaan jantan, megurangi

kesuburan tepung sari, dan suatu kecenderungan pembalikan kelamin

dalam malai bunga jantan. Untuk jagung tropik pengaruh-pengaruh

kuantitatif panjang hari adalah nyata pada fotoperiodisme lebih

lama daripada 14,5 jam/hari yaitu panjang hari maksimum yang

didapatkan di garis-garis lintang 300 atau kurang dari garis

4

khatulistiwa. Jadi untuk kebanyakan jagung tropik yang ditanam di

dalam daerah tropik, tidak ada pengaruh dari fotoperiode (Tohari

dan Soedharoedjian, 1992).

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

fotoperiodisme pada pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).

Kegunaan Penulisan

Kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk dapat mengikuti praktikat test di laboratorium

agroklimatologi program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Selain itu, kegunaan dari penulisan

ini adalah sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi pembaca

maupun pendengar tentang pengaruh fotoperiodisme pada pertumbuhan

tanaman jagung (Zea mays L.).

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Kedudukan tanaman jagung dalam tata nama atau sistematika

tumbuhan yaitu, Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Sub Divisi

Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Poales, Famili Poaceae

(Graminae), Genus Zea, Spesies Zea mays L. (Rukmana, 1997).

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai

kedalaman 8 meter meskipun sebagian besar berada pada

kisaran 2 meter. Pada tanaman yang sudah dewasa, muncul akar

adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu

menyangga tegaknya tanaman (Sudrajat, 2010).

Batang tanaman yang kaku ini tingginya berkisar antara

1,5 m dan 2,5 m. dan terbungkus oleh pelepah daun yang

berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Buku batang

mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku, dan

membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Sering

melengkapi hingga buku berikutnya. Pada lidah daun. Setiap

pelepah daun kemudian membengkok menjauhi batang sebagai

daun yang panjang. Luas dan melengkung. Percabangan (batang

5

6

liar) umumnya terbentuk pada pangkal batang. Batang liar

adalah batang sekunder yang berkembang pada ketiak daun

terbawah dekat permukaan tanah. Tongkol yang terbentuk pada

batang sekunder ini berkembang lebih lambat, dan jarang

produktif. (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1995).

Daun jagung memanjang dan keluar dari buku‐buku batang.

Jumlah daun terdiri dari 8‐48 helain. Tergantung

varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu kelompok

daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelompok daun umumnya

membungkus batang. Antara kelompok dan helaian terdapat

lidah daun yang disebut liguna. Liguna ini berbulu dan

berlemak. Fungsi liguna adalah mencegah air masuk kedalam

kelompok daun dan batang (Wahyudi, 2009).

Bunga jagung tergolong bunga tidak lengkap karena

struktur bunganya tidak memiliki petal dan sepal. Letak bunga

jantan terpisah dengan bunga betina namun masih dalam satu

tanaman sehingga tanaman jagung termasuk tanaman berumah

satu (monoecious). Bunga jantan terdapat di ujung batang dan

bunga betina terdapat pada ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari

7

bunga jantan. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga

jantan muncul 1-2 hari sebelum munculnya rambut jagung (style)

pada bunga betina. Oleh sebab itu, penyerbukan jagung

bersifat penyerbukan silang (Pandia, 2011).

Tanaman jagung ini memiliki buah matang berbiji tunggal

yang disebut karyopsis. Buah ini gepeng dengan permukaan atas

cembung atau cekung, dan dasar runcing. Buah ini terdiri

dari endosperma yang mengelilingi embrio, lapisan aleuron,

dan jaringan perikarp (kulit) yang merupakan lapisan

pembungkus. Lapisan perikarp yang merupakan jaringan indung,

pada jagung manis memang tipis, kira-kira setebal 5 lapis

sel, ketimbang papda jagung berondong (popcorn) yang lebih

dari 28 lapis sel. Jaringan endosperma mencakup sekitar 85%

bobot biji, dan merupakan sumber makanan bagi embrio selama

perkecambahan. Warna biji biasanya putih atau kuning,

kultivar tertentu memiliki campuran biji warna putih dan

kuning pada tongkol yang sama namun, warna biji pada tipe

jagung yang lain, seperti pada tanaman yang di tanam sebagai

hiasan, dapat berkisar dari merah hingga biru-hitam gelap

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

8

Syarat Tumbuh

iklim

Indonesia termasuk daerah tropik basah, tetapi keadaan

iklim di wilayah nusantara amat bervariasi. Jumlah curah

hujan di Indonesia berkisar antara 500mm- 5000mm per tahun.

Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah

sampai datara tinggi ±1.300 m dpl, kisaran suhu udara antara

130C- 380C, dan mendapat sinar matahari penuh. Di Indonesia

tanaman jagung tumbuh dan berproduksi optimum di dataran

rendah sampai ketinggian 750 m dpl (Rukmana, 1997).

Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan

temperatur rata- rata antara 140C- 300C, pada daerah dengan

ketinggian sekitar 2.200 m dpl dengan curah hujan sekitar

600 mm- 1.200 mm per tahun yang terdistribusi rata selama

musim tanam. Keadaan yang terlalu basah tidak menguntungkan

tanaman karena cenderung dapat mengundang berbagai penyakit

tanaman (Kartasapoetra, 1988).

Pembukaan lahan yang biasa dalam pertanian tetapi tak

umum dalam alam dapat menaikkan suhu tanah permukaan sebesar

9

170C dengan akibat bahwa suhu tanah di atas optimum mungkin

biasa dalam pertanian tropik. Sistem- sistem akar tentu

kurang baik teradaptasi terhadap suhu tanah tinggi daripada

taruk terhadap suhu udara tinggi (Tohari, 1992).

Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 210C

dan 270C dan berlangsung sangat lambat atau gagal berkecambah

pada suhu tanah lebih rendah dari 100C. Setelah berkecambah,

pertumbuhan bibit tanaman dapat berlangsung pada kisaran suhu

100C hingga 400C tetapi terbaik pada suhu antara 210C dan 300C.

Suhu rendah kurang berpengaruh terhadap fase bibit (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1995).

Tanah

Upaya mendapatkan benih bermutu harus dimulai sejak

persiapan yaitu pemilihan lahan penanaman yang ideal. Lahan yang

akan ditanami, baik lahan kering maupun lahan sawah, sebaiknya

mudah mendapat tambahan air irigasi untuk mengurangi resiko

kegagalan, tanaman yang diusahakan sebelumnya sebaiknya bukan

jagung untuk menghindari terjadinya pencampuran sehingga

kemurnian varietas dapat dipertahankan

(Adisarwanto dan Widyastuti, 2000).

10

Tanah berdebu yang kaya akan hara dan humus amat cocok untuk

tanaman jagung. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap

berbagai jenis tanah, misalnya, tanah andosol dan latosol,

asalkan memiliki kemasaman tanah (pH) yang memadai untuk tanaman

tersebut. Tanah- tanah berpasir dapat ditanami jagung dengan

pengelolaan air yang baik dan penambahan pupuk organik. Tanaman

jagung toleran terhadap reaksi kemasaman tanah pada sekitaran pH

5,5-7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk jagung

adalah pada pH 6,8 (Rukmana, 1997).

Fotoperiodisme

Fotoperiodisme adalah reaksi tumbuhan terhadap variasi

panjangnya hari. Fotoperiodisme merupakan kemampuan tanaman

untuk merespon periode percahayaan . perkembangan bunga pada

tanaman yang satu dengan ya g lain dipengaruhi oleh panjang

hari atau fotoperiode yang berbeda . berdasarkan panjang

harinya, tanaman dapat dikategorikan manjadi tiga yaitu

tanaman hari panjang, tanaman hari pendek dan tanaman hari

netral. Tanaman hari pendek dan tanaman hari netral akan

berbunga pada saat panjang hari lebih pendek dari masa

11

kritis. Masa kritis adalah batas maksimum tanaman untuk bisa

berbunga. Sebaliknya tanaman hari panjang adalah tanaman

yang akan berbunga bila mendapat penyinaran melebihi masa

kritisnya (Indrianingsih, 2004).

Karena peranan yang mendasar dari fotosintesis di dalam

metabolisme tanaman, cahaya merupakan satu dari faktor-

faktor lingkungan terpenting. Cahaya yang dapat dilihat

(kira-kira 400-700 nm) dari spektrum radiasi matahari penuh

dan tanaman juga peka terhadap panjang gelombang lainnya

arti penting radiasi cahaya merah jauh (“cahaya” merah jauh

merupakan suatu istilah yang gampang tapi salah) dari

panjang gelombang kira-kira 700-800 nm pada morfogenesis

telah diketahui dimana-mana. Radiasi mempengaruhi organisme

dengan jasa dari energi yang disimpannya dan hanya aktif

bila diabsorbsi. Jadi “cahaya” ultra violet diabsorbsi kuat

oleh protein dan dapat menyebabkan kerusakan, cahaya biru

diabsorbsi oleh pigmen karotenoid dan klorofil. Cahaya merah

oleh klorofil, dan merah serta merah jauh oleh fitokrom.

Keberadaan pigmen, karena itu, merupakan dasar pada setiap

respon dan sebagian besar tanaman nampak berwarna hijau

12

hanya karena sebagian besar pigmen tanaman tersebut

mengabsorbsi cahaya hijau (Fitter dan Hay, 1981).

Perkecambahan biji tertentu dipengaruhi oleh

fotoperiodisme yang diterapkan pada tanaman yang tertua.

Perkecambahan biji dewasa spesies tertentu juga dipengaruhi

oleh fotoperiodisme. Terdapat biji hari panjang dan biji

hari pendek dalam hal perkecambahan, dan hal ini merupakan

efek fotoperiode sejati dengan memperoleh respon hari

panjang melalui interupsi periode gelap yang panjang (yaitu

interupsi malam hari pada tumbuhan daur hari pendek). Biji

birkin, misalnya, berkecambah hanya pada hari panjang atau

bila periode gelap yang panjang diinterupsi dengan cahaya

putih (Salisbury dan Ross, 1992).

Ada dua pertimbangan untuk memahami peristiwa

fotoperiodisme. Pertama, ada transduser yang menerima sinyal

(dalam hal ini adalah cahaya) dan membawa respon. Transduser

ini merupakan fitokrom. Kedua yaitu, pertimbangan waktu

pertumbuhan tanaman. Ini adalah pertanyaan yang lebih

kompleks yang berhubungan dengan fenomena berirama terkait

dengan fitokrom yang terjadi pada tanaman. Pada tahun 1952

13

tampak jelas bahwa harus ada pigmen pada tanaman yang

sensitif terhadap cahaya dengan panjang gelombang 660 nm dan

730 nm. Penemuan sebenarnya pigmen dibuat dengan

spektrofotometer panjang gelombang ganda yang memiliki

kemampuan mengukur perbedaan serapan pada 660 nm dan 730 nm,

sementara penyinaran pada satu atau yang lain. Hal ini

menunjukkan bahwa pigmen ini tidak diketahui, menurut

Borthwick dan Hendricks, fitokrom akan menyerap maksimal

pada 730 nm jika disinari dengan cahaya 660 nm. Jika

diiradiasi dengan 730 nm, penyerapan maksimum adalah pada

660 nm. Jadi cahaya merah (660 nm) akan mengkonversi

(phototransform) ke bentuk pigmen menyerap, sedangkan

cahaya merah (730 nm), dan konversi sepenuhnya secara

reversibel (Ting, 1982).

Kebutuhan akan panjang hari lebih dari sekedar

keperluan untuk berfotosentesis, walaupun fotosintesis jelas

diperlukan untuk menghasilkan pembungaan pada tanaman.

Pembungaan tanaman hari pendek Kalanchoe dapat diinduksi

dengan hanya satu detik cahaya merah setiap hari. Dapat

14

dikatakan respon fotoperiodisme tampaknya membutuhkan

sejumlah minimum pfr (Indrianingsih, 2004).

PENGARUH FOTOPERIODISME TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Pertumbuhan Tanaman Jagung ( Zea mays L.)

Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran sel atau

organisme. Pertumbuhan ini bersifat kuantitatif (terukur) dan

irreversibel. Bila kita menanam biji tanaman, dapat diamati bahwa

dari hari ke hari terjadi perubahan tinggi. Secara kuantitatif,

terlihat bentuk awal (biji) yang sedemikian sederhana menjadi

bentuk tanaman lengkap. Pada tanaman yang sedang tumbuh,

terlihat adanya pembentukan organ-organ baru. Misalnya saun

semakin banyak, akar semakin panjang dan bertambah banyak

(Kusnadi, 2005).

Biji jagung akan segera berkecambah setelah masak, bahkan

sementara masih melekat pada tanaman. Menurut Sass (1951) pada

buku Tohari menyatakan kebanyakan varietas jagung mempunyai lima

daun dalam bentuk embrio di dalam biji, tidak termasuk daun

pertama yang berubah atau skutelum, yang bertindak sebagai suatu

organ untuk menyerap bahan dari endosperm. Laju perkecambahan

menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk jagung

15

16

berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26 samapi 300 C adalah optimum

untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal. Pada suhu-suhu

tersebut, semai muncul dalam waktu dua sampai tiga hari, tetapi

dapat tertunda selama 35 hari pada suhu terendah 100 C.

Genotipa-genotipa dari daerah dataran tinggi tropik lebih sesuai

untuk suhu lebih dingin, dan mungkin mempunyai nilai untuk

memperbaiki jagung bagi daerah iklim sedang dimana perkecambahan

yang lebih cepat pada suhu lebih rendah dapat memperpanjang

lamanya pertanaman. Pada suhu yang lebih tinggi dari pada

optimum, genotipa-genotipa dari daerah tropik dataran rendah

cenderung mempunyai toleransi yang lebih baik, walaupun

perkecambahannya sangat kurang pada suhu 400C dan di atasnya

(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).

Parameter Pertumbuhan Jagung

Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat

basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan

ukuran tanaman yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan.

Berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil

17

aktivitas metabolik tanaman, sedangkan berat kering merupakan

hasil dari penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 (Suriadi, 2009).

Fase Pertumbuhan Tanaman

Siklus hidup tanaman yang menghasilkan biji atau buah pada

dasarnya akan melewati 2 fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan

vegetatif dan pertumbuhan genertatif, baik tanaman tersebut pada

mulanya ditanam dari biji maupun dari organ vegetatif. Pada fase

vegetatif, proses pertumbuhan didominasi oleh pertumbuhan bagian-

bagian tanaman secara keseluruhan. Bila tanaman berasal dari

biji, tumbuhan pada fase muda (juvelune phase) berjalan sampai

mencapai umur dan/atau ukuran tertentu, kemudian beralih ke fase

dewasa (generatif), tanaman tersebut akan mampu berbunga pada

waktu-waktu tertentu (Mangoendidjojo, 2003).

Di dalam tubuh tanaman terdapat hormon tumbuh yaitu senyawa

organik yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun

menghambat berbagai prosess fisiologi tanaman. Di dalam tubuh

tanaman senyawa organik ini jumlahnya hanya sedikit, maka

diperlukan penambahan hormon dari luar. Hormon sintetis yang

ditambahkan dari luar tubuh tanaman disebut zat pengatur tumbuh.

18

Zat ini fungsinya untuk merangsang pertumbuhan, misalnya

pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya (Hendaryono

dan Wijayani, 1994).

Biji jagung akan segera berkecambah setelah masak, bahkan

sementara masih melekat pada tanaman Menurut Sass (1951) dalam

buku Tohari menyatakan kebanyakan varietas jagung mempunyai lima

daun dalam bentuk embrio di dalam biji, tidak termasuk daun

pertama yang berubah atau skutelum, yang bertindak sebagai suatu

organ untuk menyerap bahan dari endosperm. Laju perkecambahan

menurun dengan menurunnya potensial lengas tanah dan untuk jagung

berhenti pada 1,25 Mpa. Suhu tanah 26 samapi 300 C adalah optimum

untuk perkecambahan dan pertumbuhan semai awal. Pada suhu-suhu

tersebut, semai muncul dalam waktu dua sampai tiga hari, tetapi

dapat tertunda selama 35 hari pada suhu terendah 100 C.

Genotipa-genotipa dari daerah dataran tinggi tropik lebih sesuai

untuk suhu lebih dingin, dan mungkin mempunyai nilai untuk

memperbaiki jagung bagi daerah iklim sedang dimana perkecambahan

yang lebih cepat pada suhu lebih rendah dapat memperpanjang

lamanya pertanaman. Pada suhu yang lebih tinggi dari pada

optimum, genotipa-genotipa dari daerah tropik dataran rendah

19

cenderung mempunyai toleransi yang lebih baik, walaupun

perkecambahannya sangat kurang pada suhu 400C dan di atasnya

(Tohari dan Soedharoedjian, 1992).

Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap

yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang

ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya

daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai

munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan

sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi

dengan jumlah daun yan terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu

fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis.

Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul

dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air

benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%. Proses

perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui

proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan

aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal

sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang

tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-

asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio

20

yang tumbuh aktif. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang

menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah

radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul.

Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh

koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan

mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil

berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika

ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan

mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus

permukaan tanah.

Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila

kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari

setelah tanam. Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan

kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang

lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam,

namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman

dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.

Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan

hasil yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh

benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan

21

gulma lebih bersaing dengan tanaman, akibatnya tanaman yang

terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil

dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.

Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa

fase berikut:

Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18

hari setelah berkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai

berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh

di bawah permukaan tanah. Suhu tanah sangat mempengaruhi titik

tumbuh. Suhu rendah aka memperlambat keluar daun, meningkatkan

jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan.

Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35

hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan

tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat,

dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini

bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Lee

2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih

22

banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk

mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman.

Fase V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun

terakhir 15-18)

Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50

hari setelah

berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan

kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air

relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman.

Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan

kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol,

dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena

mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan. Kekeringan pada

fase ini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).

Fase Tasseling (berbunga jantan)

Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai

oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan

bunga betina (silk/ rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari

sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini tinggi

23

tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk

sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari

bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot

kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing

60- 70%, 50%, dan 80-90%.

Fase R1 (silking)

Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam

tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah

tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang

dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut

tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu

sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), di mana

pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji.

Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut

tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang

hingga diserbuki. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu

struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji,

yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada

bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan

mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji

24

dibelah dengan menggunakan silet, belum terlihat struktur embrio

di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit.

Fase R2 (blister)

Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut

tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot,

dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna

putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air

biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen.

Fase R3 (masak susu)

Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian

biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu.

Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah

mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan

bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan

pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk.

Kadar air biji dapat mencapai 80%.

Fase R4 (dough)

Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian

dalam biji seperti

25

pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji

sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%.

Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji.

Fase R5 (pengerasan biji)

Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh

biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi

bahan kering biji akan

segera terhenti. Kadar air biji 55%.

Fase R6 (masak fisiologis)

Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari

setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah

mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji

telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan

absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam

(black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada

bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada

varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-

green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna

hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap

ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan

26

penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100% (Subekti,

dkk., 2009).

Gambar 1. Fase Pertumbuhan Tanaman Jagung