URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN

11
MATA KULIAH HUKUM TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN OLEH IVONE MELISSA PEREZ 110 110 130 310 DOSEN HERNADI AFFANDI, S.H.,LL.M FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN 2015

Transcript of URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN

MATA KULIAH

HUKUM TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG

LEMBAGA KEPRESIDENAN

OLEH

IVONE MELISSA PEREZ

110 110 130 310

DOSEN

HERNADI AFFANDI, S.H.,LL.M

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1954 telah diamandemen sebanyak empat kali yaitu sejak

tahun 1999, 2000, 2001, hingga 2002. Perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar tentu

berdampak pada perubahan kelembagaan negara. Hal ini tidak saja karena adanya

perubahan terhadap butir-butir ketentuan yang mengatur tentang kelembagaan negara,

tetapi juga karena perubahan paradigma hukum dan ketatanegaraan. Beberapa prinsip-

prinsip mendasar yang menentukan hubungan antar lembaga negara diantaranya adalah

Supremasi Konstitusi, Sistem Presidentil, serta Pemisahan Kekuasaan dan Check and

Balances.

Dalam konsep hukum tata negara positif (positieve staatsrecht), lembaga negara

merupakan organ negara atau alat-alat perlengkapan negara yang biasanya diatur atau

menjadi materi muatan dalam konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara.1 Dalam

kepustakaan hukum ketatanegaraan Indonesia, jenis dan jumlah lembaga negara menurut

UUD 1945 setelah perubahan ada bermacam-macam. Menurut Hernadi Affandi tidak semua

badan yang dicantumkan di dalam UUD 1945 merupakan lembaga negara, karena terdapat

dua syarat yang harus dimiliki oleh suatu badan untuk dapat menjadi lembaga negara yaitu

bandan tersebut harus bersifat vital dan fundamental. Vital disini maksudnya badan

kenegaraan tersebut benar-benar sangat diperlukan, bila tidak ada maka akan terjadi

ketimpangan dalam proses penyelengaraan kenegaraan. Fundamental maksudnya organ

tersebut bersifat mendasar dan betul betul menjadi tumpuan dalam penyelengaraan proses

pemerintahan. Bila mengacu pada penjelasan diatas terdapat tujuh lembaga negara setelah

amandemen keempat UUD 1945, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuanagn, Mahkamah

Agung, dan Mahkamah Konstitusi.

Meskipun lembaga negara telah diatur dalam UUD 1945, perlu adanya aturan yang

lebih konkret mengenai lembaga negara ini karena pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat

1 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber Hukum Tata Negara Formal di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2001,

hal. 19-20.

di dalam UUD 1945 dirumuskan dalam tingkat abstraksi sesuai dengan hakikatnya sebagai

hukum dasar, dengan maksud pengaturan yang bersifat rinci akan ditentukan lebih lanjut

dalam undang-undang. MPR, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK telah memiliki payung hukum

yang jelas dan tegas dalam perundang-undangan. Presiden dan lembaga kepresidenan

belum memiliki pengaturan kedudukannya secara jelas dalam undang-undang. Rancangan

Undang-Undang Lembaga Kepresidenan sebenarnya telah ada sejak tahun 1999 pada masa

pemerintahan Presiden BJ Habibie. Namun hingga saat ini RUU Lembaga Kepresidenan tak

kunjung disahkan dan hanya menjadi RUU semata. Hal ini yang membuat penulis tertarik

untuk membahas mengenai Urgensi Disahkannya RUU Lembaga Kepresidenan Republik

Indonesia.

B. Identifikasi Masalah

1. Badan apa saja yang tergabung dalam lembaga kepresidenan?

2. Perlukah adanya suatu undang-undang tentang lembaga kepresidenan sendiri?

3. Apa perbedaan pengaturan lembaga kepresidenan yang diatur dalam UUD 1945

dengan RUU Lembaga Kepresidenan?

4. Mengapa hingga saat ini belum ada pengesahan mengenai RUU lembaga

kepresidenan?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memberi gambaran mengenai lembaga kepresidenan serta badan-badan apa

saja yang tergabung di dalam kekuasaan lembaga kepresidenan.

2. Untuk memberi gambaran perlu atau tidak lembaga kepresidenan disusun dalam

satu undang-undang tersendiri.

3. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan lembaga kepresidenan yang diatur dalam

UUD 1945 dengan yang diatur dalam RUU Lembaga Kepresidenan.

4. Untuk mengetahui alasan RUU Lembaga Kepresidenan belum disahkan hingga saat

ini

BAB II

PEMBAHASAN

A. LEMBAGA KEPRESIDENAN

Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensiil yang memisahkan

kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara tegas, dimana kekuasaan eksekutif ada

pada presiden dan pimpinan-pimpinan departemen adalah menteri-menteri yang

bertanggung jawab kepada presiden. Meskipun sistem pemerintahan di Indonesia tidak

menganut sistem presidensiil murni.2 Di Indonesia lembaga eksekutif dibantu oleh organ-

oragan yang tergabung di dalam lembaga kepresidenan. Menurut RUU Lembaga

Kepresidenan yang dimaksud dengan lembaga kepresidenan adalah lembaga negara yang

mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil

Presiden dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan

pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Dasar 1945. Yang termasuk di dalam lembaga kepresidenan adalah Presiden, Wakil

Presiden, Menteri-Menteri, dan Sekretariat Lembaga Kepresidenan.

B. Perlukah Lembaga Kepresidenan Disusun Dalam Satu Undang-Undang Tersendiri?

Saat ini terdapat tujuh lembaga negara yang utama yaitu MPR, Presiden, DPR, DPD,

BPK, MA, dan MK. MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) telah memiliki payung hukum yang

konkret yaitu UU No 17 Tahun 2014, Mahkamah Agung dengan payung hukum UU No 13

Tahun 1985 sebagaimana terakhir diganti dengan UU No 3 Tahun 2009, Badan Pemeriksa

Keuangan dengan UU No 5 Tahun 1973 sebagaimana telah diganti dengan UU No 15 Tahun

2006, dan Mahkamah Konstitusi yang diatur dengan UU No 24 Tahun 2003 sebagaimana

diubah terakhir dengan UU No 4 Tahun 2014.

Tidak hanya lembaga di atas yang kelembagaannya telah ajeg, bahkan lembaga di

bawah kekuasaan presiden pun memiliki kelembagaan yang ajeg sebagaimana Kementerian

Negara dengan UU No 39 Tahun 2008, Kepolisian RI dengan UU No 2 Tahun 2002, Kejaksaan

RI dengan UU No 16 Tahun 2004, dan Tentara Nasional RI dengan UU No 34 Tahun 2004.

2 Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI dan

CV Sinat Bakti,1983, hal.179

Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan

termuat di dalam beberapa pasal-pasalnya. Beberapa UU yang terbentuk terkait

pelaksanaan lembaga kepresidenan meliputi UU No 19 Tahun 2006 dengan Dewan

Pertimbangan Presiden, UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No 42

Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wapres.

Lalu, bagaimana pengaturan kedudukan lembaga kepresidenan; tugas dan

kewenangan, baik tugas dan kewenangan presiden maupun tugas dan kewenangan wakil

presiden; hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi negara dan

lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan; sekretariat lembaga kepresidenan;

kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan polisional bagi presiden dan wapres, saat ini

belum diatur jelas dalam suatu UU. Hal ini berbeda dengan lembaga lain, khususnya cabang-

cabang kekuasaan sebagaimana diatur UUD 1945.

Dalam konteks sederhana, misalnya, mengenai lembaga kepresidenan dalam aspek

kelembagaan, maka dampak ketiadaan pengaturan terlihat terjadinya tumpang-tindih

kewenangan organ-organ yang berada langsung di lembaga kepresidenan di lingkungan

istana. Presiden memiliki kesekretariatan, baik presiden sebagai kepala pemerintahan

maupun kepala pemerintahan. Saat ini, telah ada dua lembaga yang menjalankan fungsi itu,

yaitu Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Namun, anehnya pada dua unit itu

terdapat perbedaan kedudukan, yaitu Sekretariat sebagai suatu Kementerian Negara

sebagaimana diatur dalam UU Kementerian Negara, sedangkan Sekretariat Kabinet tidak

menjadi kementerian sesuai UU Kementerian Negara dan hanya lembaga setingkat menteri.

Selain itu untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan seperti pada masa lalu,

mengenai supporting staff presiden, kewenangan mengatur dan pengambilan keputusan,

kondisi darurat jika presiden sakit, serta terjadinya hal-hal yang tidak diatur dalam

amandemen UUD 1945, RUU Lembaga Kepresidenan dirasa perlu untuk dibahas dan

diselesaikan oleh DPR.

C. Perbedaan Pengaturan Lembaga Kepresidenan yang Dimuat Dalam UUD 1945 Dengan

RUU Lembaga Kepresidenan.

Tanpa perlu kita kaji secara mendalam jelas bahwa lembaga kepresidenan yang

diatur dalam UUD 1945 hanya berisi pokok-pokok yang terkesan abstrak. Sedangkan dalam

RUU Lembaga Kepresidenan akan kita peroleh penjelasan lebih konkret mengenai lembaga

kepresidenan itu sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah lebih jelasnya

tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan presiden maupun tugas dan

kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi

negara dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan; sekretariat lembaga

kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan polisional bagi presiden dan

wapres. Pengaturan mengenai lembaga kepresidenan dapat kita lihat dibawah ini:

1) UUD 1945

Mengenai lembaga kepresidenan dalam UUD 1945 terdapat setidaknya 19 pasal, yang

diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,

Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 UUD 1945 yang

mengatur mengenai:

1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan dibantu oleh seorang Wakil

Presiden.

2. Presiden memiliki hak untuk mengajukan RUU kepad DPR serta menetapkan Peraturan

Pemerintah.

3. Syarat utama dari calon presiden dan wakil presiden, masa jabatan presiden dan wakil

presiden, pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden,

4. Wakil preside dapat menggantikan presiden dalam keadaan tertentu.

5. Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

Angkatan Udara.

6. Hak presiden untuk menyatakan perang, mengadakan perjanjian internasional,

menyatakan keadaan bahaya, mengangkat duta, memberi grasi, amnesti dan abolisi,

serta pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

7. Juga mengatur mengenai kementrian yang berada di bawah kekuasaan Presiden.

2) RUU Lembaga Kepresidenan

Dalam RUU Lembaga Kepresidenan terdapat sembilan bab dan 49 pasal yang mengatur

mengenai:

1. Penjelasan Umum mengenai lembaga kepresidenan

Lembaga Kepresidenan adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja

kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Kedudukan lembaga kepresidenan.

Dalam pasal ini dijelaskan kedudukan presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala

Pemerintahan yang dibantu oleh wakil presiden, dan sebagai kepala pemerintahan

dibantu oleh menteri-menteri negara.

3. Tugas dan wewenang Lembaga Kepresidenan

Tugas Kepresidenan beserta tugas dan wewenang Wakil Presiden, Wewenang Presiden

sebagai kepala negara, dan wewenang presiden sebagai kepala pemerintahan. Jadi

jelas apa tugas dan wewenang dari wakil presiden, serta tindakan presiden mana yang

disebut tindakan presiden sebagai kepala negara dan tindakan presiden sebagai kepala

pemerintahan.

4. Hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi negara (DPR), dan

lembaga negara lainnya (MA, DPA, BPK, Lembaga negara lain)

5. Hak, kewajiban, dan larangan

Hak keuangan dan hak protokoler, hak mendiami istana negara (presiden) dan istana

wakil presiden, dan hak memperoleh perlindungan keamanan

Kewajiban lembaga ketatanegaraan yaitu menjalankan sistem kenegaraan dan

pemerintahan berdasarkan aturan yang berlaku secara demokraitis, serta

menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang.

Terdapat 6 poin larangan bagi lembaga kepresidenan.

6. Sekretariat lembaga kepresidenan

Presiden memiliki sekretariat yang sekurang-kurangnya terdiri dalam bidang

pemerintahan dan bidang kenegaran. Wakil Presiden juga memiliki kesekretariatan

yang dipimpin olehsekretaris dan seorang wakilnya.

7. Kekebalan Presiden dan wakil presiden

Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dituntut/digugat secara perdata, pidana

dan/atau administrasi negara, karena pernyataan dan/atau pendapat yang

dikemukakan dalam rapat-rapat resmi maupun tidak resmi.

8. Tindakan Kepolisian presiden dan wakil presiden

Dalam hal Presiden dan atau Wakil Presiden patut disangka telah melakukan perbuatan

pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan, harus mendapat

persetujuan tertulis dari Pimpinan MPR.

D. Alasan RUU Lembaga Kepresidenan belum disahkan hingga saat ini

RUU Lembaga Kepresidenan dibuat dengan maksud untuk memperjelas pemahaman

mengenai lembaga kepresidenan serta membatasi kekuasaan presiden terutama dalam hal

keuangan. Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum

adalah social engineering atau alat rekayasa sosial. Dimana aturan-aturan dibuat untuk

kepentingan penguasa dan digunakan sebagai alat legitimasi dari tindakan-tindakan

penguasa penguasa. Ada indikasi bahwa presiden tidak mau mengesahkan RUU ini karena

ada kepentingan-kepentingan yang akan terhambat. Perjalanan pembahasan RUU Lembaga

Kepresidenan ini sangatlah panjang. Penuh dengan tarik menarik kepentingan. Pihak yang

tidak memegang tampuk kekuasaan, menggebu-gebu mengusulkan agar rancangan ini

segera dibahas. Sebaliknya, yang sedang berkuasa justru terus berupaya mengulur waktu.

Sebenarnya RUU Lembaga Kepresidenan sudah disiapkan lewat Program Legislasi

Nasional DPR, sejak 1999. Saat itu, pemerintahan Presiden BJ Habibie menyebutnya RUU

Kepresidenan. Tarik menarik kepentingan pemerintah dengan DPR sudah terlihat waktu itu.

Sebab, bersamaan dengan RUU Kepresidenan inisiatif DPR, pemerintah juga membuat RUU

Kepresidenan tandingan. Dalam bahan (draf) RUU Kepresidenan usulan Prolegnas

dicantumkan syarat calon presiden berpendidikan SLTA, harus aktif mengurus partai politik,

serta berpengalaman dalam urusan kenegaraan. Sementara dalam RUU Kepresidenan milik

pemerintah, syarat menjadi presiden dinaikkan menjadi berpendidikan miminal sarjana

strata satu (S1) dan tak mensyaratkan perlunya pengalaman kenegaraan. Pembahasan RUU

itu akhirnya tertunda karena masa kerja DPR hampir berakhir. Terlebih, berdasarkan hasil

Pemilu 7 Juni 1999, ada perubahan signifikan komposisi perolehan kursi.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, sekitar bulan Februari

tahun 2000, sejumlah fraksi di DPR kembali berniat memajukan lagi RUU Lembaga

Kepresidenan sebagai usul inisiatif. Akan tetapi, perjalanannya kembali tidak mulus. Salah

satu pasal yang sempat menimbulkan perdebatan saat itu adalah yang mengatur pergantian

presiden dan wapres apabila berhalangan tetap. Diusulkan, jika presiden dan wakil presiden

berhalangan tetap, maka Ketua MPR, Ketua DPR, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) berhak

menjalankan jabatan kepresidenan. Padahal sebelumnya, jika presiden dan wakil presiden

berhalangan tetap, maka penggantinya adalah triumvirat Menteri Dalam Negeri, Menteri

Luar Negeri, dan Panglima TNI secara bersama-sama, seperti diatur Ketetapan MPR No

VII/MPR/1973. Saat itu pemerintah dan DPR sepakat menggarap Undang-Undang

Kepresidenan setelah MPR selesai melakukan amandemen UUD 1945. Kesepakatan itu

muncul dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet,

dan Sekretaris Militer di Senayan, 28 Juni 2000.

Pada awal pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, muncul optimisme RUU

Lembaga Kepresidenan ini dapat dibahas kembali. Rapat Paripurna DPR, 3 September 2001,

menetapkan 50 anggota Pansus RUU Lembaga Kepresidenan. Meski Pansus sudah

terbentuk, pembahasan RUU Lembaga Kepresidenan tidak bisa berjalan karena Presiden

tidak juga menugaskan menteri untuk melakukan pembahasan di DPR. DPR berkali-kali

mengirimsurat ke Presiden, tapi Amanat Presiden (Ampres) Megawati tentang Rancangan

Undang-Undang Lembaga Kepresidenan tidak juga kunjung muncul. Berdasarkan catatan

Sekretariat Jenderal DPR, ada tiga surat yang dikirim DPR ke Presiden, yaitu 6 Desember

2001, 8 Januari 2002, dan terakhir 3 April 2002.

Hingga dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono RUU Lembaga

kepresidenan masih saja menjadi suatu ranncangan yang tak kunjung disahkan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut RUU Lembaga Kepresidenan yang dimaksud dengan lembaga kepresidenan

adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang

dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Yang termasuk di dalam lembaga

kepresidenan adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri-Menteri, dan Sekretariat Lembaga

Kepresidenan.

Untuk mencegak tumpang tindih kewenagan organ lembaga kepresidenan,

mencegah penyalahgunaan kekuasaan seperti pada masa lalu, mengenai supporting staff

presiden, kewenangan mengatur dan pengambilan keputusan, kondisi darurat jika presiden

sakit, serta terjadinya hal-hal yang tidak diatur dalam amandemen UUD 1945, RUU Lembaga

Kepresidenan dirasa perlu untuk dibahas dan diselesaikan oleh DPR.

Perbedaan-perbedaan pengaturan lembaga kepresidenan di dalam UUD 2945

dengan RUU Lembaga kepresidenan terlihat dari lebih konkret pengaturan dalam RUU

diantaranya adalah lebih jelasnya tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan

presiden maupun tugas dan kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga

kepresidenan dengan lembaga tinggi negara dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban,

dan larangan; sekretariat lembaga kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta

tindakan polisional bagi presiden dan wapres.

Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum

adalah social engineering atau alat rekayasa sosial. Dimana aturan-aturan dibuat untuk

kepentingan penguasa dan digunakan sebagai alat legitimasi dari tindakan-tindakan

penguasa penguasa. Ada indikasi bahwa presiden tidak mau mengesahkan RUU ini karena

ada kepentingan-kepentingan yang akan terhambat. Perjalanan pembahasan RUU Lembaga

Kepresidenan ini sangatlah panjang. Penuh dengan tarik menarik kepentingan. Pihak yang

tidak memegang tampuk kekuasaan, menggebu-gebu mengusulkan agar rancangan ini

segera dibahas. Sebaliknya, yang sedang berkuasa justru terus berupaya mengulur waktu.

B. Saran

Lembaga kepresidenan harus ajeg mengingat lembaga kepresidenan sebagai dapur

sekaligus pintu terakhir kebijakan negara, bahkan sebagai jantung negara sehingga

kedudukannya sangat vital. Tidak hanya dari aspek itu, hal lain terkait pengaturan mengenai

kedudukan lembaga kepresidenan; tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan

presiden maupun tugas dan kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga

kepresidenan dengan dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan;

sekretariat lembaga kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan

polisional bagi presiden dan wapres, pun saat ini berbeda dengan lembaga lain yang telah

ajeg dengan UU yang dimiliki sehingga keberlanjutan, stabilitas, dan kekuatan

kelembagaannya kosinsten. Akhirnya, menurut penulis, UU khusus mengenai lembaga

kepresidenan merupakan hal yang sudah tidak dapat lagi ditunda, meskipun RUU yang lama

dibuat sebelum amandemen terakhir UUD 1945 dimana masih perlu penyempurnaan sesuai

dengan amandemen terakhir UUD1945.

DAFTAR PUSTAKA

Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber Hukum Tata Negara Formal di

Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2001.

Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata

Negara FH UI dan CV Sinat Bakti,1983.

Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia,

Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994.

Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum dan Setelah Amandemen.

Rancangan Undang-Undang Tentang Lembaga Kepresidenan.