URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG LEMBAGA KEPRESIDENAN
MATA KULIAH
HUKUM TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
URGENSI DISAHKANNYA RUU TENTANG
LEMBAGA KEPRESIDENAN
OLEH
IVONE MELISSA PEREZ
110 110 130 310
DOSEN
HERNADI AFFANDI, S.H.,LL.M
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar 1954 telah diamandemen sebanyak empat kali yaitu sejak
tahun 1999, 2000, 2001, hingga 2002. Perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar tentu
berdampak pada perubahan kelembagaan negara. Hal ini tidak saja karena adanya
perubahan terhadap butir-butir ketentuan yang mengatur tentang kelembagaan negara,
tetapi juga karena perubahan paradigma hukum dan ketatanegaraan. Beberapa prinsip-
prinsip mendasar yang menentukan hubungan antar lembaga negara diantaranya adalah
Supremasi Konstitusi, Sistem Presidentil, serta Pemisahan Kekuasaan dan Check and
Balances.
Dalam konsep hukum tata negara positif (positieve staatsrecht), lembaga negara
merupakan organ negara atau alat-alat perlengkapan negara yang biasanya diatur atau
menjadi materi muatan dalam konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara.1 Dalam
kepustakaan hukum ketatanegaraan Indonesia, jenis dan jumlah lembaga negara menurut
UUD 1945 setelah perubahan ada bermacam-macam. Menurut Hernadi Affandi tidak semua
badan yang dicantumkan di dalam UUD 1945 merupakan lembaga negara, karena terdapat
dua syarat yang harus dimiliki oleh suatu badan untuk dapat menjadi lembaga negara yaitu
bandan tersebut harus bersifat vital dan fundamental. Vital disini maksudnya badan
kenegaraan tersebut benar-benar sangat diperlukan, bila tidak ada maka akan terjadi
ketimpangan dalam proses penyelengaraan kenegaraan. Fundamental maksudnya organ
tersebut bersifat mendasar dan betul betul menjadi tumpuan dalam penyelengaraan proses
pemerintahan. Bila mengacu pada penjelasan diatas terdapat tujuh lembaga negara setelah
amandemen keempat UUD 1945, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuanagn, Mahkamah
Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
Meskipun lembaga negara telah diatur dalam UUD 1945, perlu adanya aturan yang
lebih konkret mengenai lembaga negara ini karena pasal-pasal dan ayat-ayat yang terdapat
1 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber Hukum Tata Negara Formal di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2001,
hal. 19-20.
di dalam UUD 1945 dirumuskan dalam tingkat abstraksi sesuai dengan hakikatnya sebagai
hukum dasar, dengan maksud pengaturan yang bersifat rinci akan ditentukan lebih lanjut
dalam undang-undang. MPR, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK telah memiliki payung hukum
yang jelas dan tegas dalam perundang-undangan. Presiden dan lembaga kepresidenan
belum memiliki pengaturan kedudukannya secara jelas dalam undang-undang. Rancangan
Undang-Undang Lembaga Kepresidenan sebenarnya telah ada sejak tahun 1999 pada masa
pemerintahan Presiden BJ Habibie. Namun hingga saat ini RUU Lembaga Kepresidenan tak
kunjung disahkan dan hanya menjadi RUU semata. Hal ini yang membuat penulis tertarik
untuk membahas mengenai Urgensi Disahkannya RUU Lembaga Kepresidenan Republik
Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
1. Badan apa saja yang tergabung dalam lembaga kepresidenan?
2. Perlukah adanya suatu undang-undang tentang lembaga kepresidenan sendiri?
3. Apa perbedaan pengaturan lembaga kepresidenan yang diatur dalam UUD 1945
dengan RUU Lembaga Kepresidenan?
4. Mengapa hingga saat ini belum ada pengesahan mengenai RUU lembaga
kepresidenan?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memberi gambaran mengenai lembaga kepresidenan serta badan-badan apa
saja yang tergabung di dalam kekuasaan lembaga kepresidenan.
2. Untuk memberi gambaran perlu atau tidak lembaga kepresidenan disusun dalam
satu undang-undang tersendiri.
3. Untuk mengetahui perbedaan-perbedaan lembaga kepresidenan yang diatur dalam
UUD 1945 dengan yang diatur dalam RUU Lembaga Kepresidenan.
4. Untuk mengetahui alasan RUU Lembaga Kepresidenan belum disahkan hingga saat
ini
BAB II
PEMBAHASAN
A. LEMBAGA KEPRESIDENAN
Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensiil yang memisahkan
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif secara tegas, dimana kekuasaan eksekutif ada
pada presiden dan pimpinan-pimpinan departemen adalah menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada presiden. Meskipun sistem pemerintahan di Indonesia tidak
menganut sistem presidensiil murni.2 Di Indonesia lembaga eksekutif dibantu oleh organ-
oragan yang tergabung di dalam lembaga kepresidenan. Menurut RUU Lembaga
Kepresidenan yang dimaksud dengan lembaga kepresidenan adalah lembaga negara yang
mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil
Presiden dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan
pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945. Yang termasuk di dalam lembaga kepresidenan adalah Presiden, Wakil
Presiden, Menteri-Menteri, dan Sekretariat Lembaga Kepresidenan.
B. Perlukah Lembaga Kepresidenan Disusun Dalam Satu Undang-Undang Tersendiri?
Saat ini terdapat tujuh lembaga negara yang utama yaitu MPR, Presiden, DPR, DPD,
BPK, MA, dan MK. MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) telah memiliki payung hukum yang
konkret yaitu UU No 17 Tahun 2014, Mahkamah Agung dengan payung hukum UU No 13
Tahun 1985 sebagaimana terakhir diganti dengan UU No 3 Tahun 2009, Badan Pemeriksa
Keuangan dengan UU No 5 Tahun 1973 sebagaimana telah diganti dengan UU No 15 Tahun
2006, dan Mahkamah Konstitusi yang diatur dengan UU No 24 Tahun 2003 sebagaimana
diubah terakhir dengan UU No 4 Tahun 2014.
Tidak hanya lembaga di atas yang kelembagaannya telah ajeg, bahkan lembaga di
bawah kekuasaan presiden pun memiliki kelembagaan yang ajeg sebagaimana Kementerian
Negara dengan UU No 39 Tahun 2008, Kepolisian RI dengan UU No 2 Tahun 2002, Kejaksaan
RI dengan UU No 16 Tahun 2004, dan Tentara Nasional RI dengan UU No 34 Tahun 2004.
2 Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI dan
CV Sinat Bakti,1983, hal.179
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan
termuat di dalam beberapa pasal-pasalnya. Beberapa UU yang terbentuk terkait
pelaksanaan lembaga kepresidenan meliputi UU No 19 Tahun 2006 dengan Dewan
Pertimbangan Presiden, UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan UU No 42
Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wapres.
Lalu, bagaimana pengaturan kedudukan lembaga kepresidenan; tugas dan
kewenangan, baik tugas dan kewenangan presiden maupun tugas dan kewenangan wakil
presiden; hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi negara dan
lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan; sekretariat lembaga kepresidenan;
kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan polisional bagi presiden dan wapres, saat ini
belum diatur jelas dalam suatu UU. Hal ini berbeda dengan lembaga lain, khususnya cabang-
cabang kekuasaan sebagaimana diatur UUD 1945.
Dalam konteks sederhana, misalnya, mengenai lembaga kepresidenan dalam aspek
kelembagaan, maka dampak ketiadaan pengaturan terlihat terjadinya tumpang-tindih
kewenangan organ-organ yang berada langsung di lembaga kepresidenan di lingkungan
istana. Presiden memiliki kesekretariatan, baik presiden sebagai kepala pemerintahan
maupun kepala pemerintahan. Saat ini, telah ada dua lembaga yang menjalankan fungsi itu,
yaitu Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet. Namun, anehnya pada dua unit itu
terdapat perbedaan kedudukan, yaitu Sekretariat sebagai suatu Kementerian Negara
sebagaimana diatur dalam UU Kementerian Negara, sedangkan Sekretariat Kabinet tidak
menjadi kementerian sesuai UU Kementerian Negara dan hanya lembaga setingkat menteri.
Selain itu untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan seperti pada masa lalu,
mengenai supporting staff presiden, kewenangan mengatur dan pengambilan keputusan,
kondisi darurat jika presiden sakit, serta terjadinya hal-hal yang tidak diatur dalam
amandemen UUD 1945, RUU Lembaga Kepresidenan dirasa perlu untuk dibahas dan
diselesaikan oleh DPR.
C. Perbedaan Pengaturan Lembaga Kepresidenan yang Dimuat Dalam UUD 1945 Dengan
RUU Lembaga Kepresidenan.
Tanpa perlu kita kaji secara mendalam jelas bahwa lembaga kepresidenan yang
diatur dalam UUD 1945 hanya berisi pokok-pokok yang terkesan abstrak. Sedangkan dalam
RUU Lembaga Kepresidenan akan kita peroleh penjelasan lebih konkret mengenai lembaga
kepresidenan itu sendiri. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah lebih jelasnya
tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan presiden maupun tugas dan
kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi
negara dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan; sekretariat lembaga
kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan polisional bagi presiden dan
wapres. Pengaturan mengenai lembaga kepresidenan dapat kita lihat dibawah ini:
1) UUD 1945
Mengenai lembaga kepresidenan dalam UUD 1945 terdapat setidaknya 19 pasal, yang
diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13,
Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 UUD 1945 yang
mengatur mengenai:
1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dan dibantu oleh seorang Wakil
Presiden.
2. Presiden memiliki hak untuk mengajukan RUU kepad DPR serta menetapkan Peraturan
Pemerintah.
3. Syarat utama dari calon presiden dan wakil presiden, masa jabatan presiden dan wakil
presiden, pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden,
4. Wakil preside dapat menggantikan presiden dalam keadaan tertentu.
5. Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara.
6. Hak presiden untuk menyatakan perang, mengadakan perjanjian internasional,
menyatakan keadaan bahaya, mengangkat duta, memberi grasi, amnesti dan abolisi,
serta pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
7. Juga mengatur mengenai kementrian yang berada di bawah kekuasaan Presiden.
2) RUU Lembaga Kepresidenan
Dalam RUU Lembaga Kepresidenan terdapat sembilan bab dan 49 pasal yang mengatur
mengenai:
1. Penjelasan Umum mengenai lembaga kepresidenan
Lembaga Kepresidenan adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja
kepresidenan yang dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Kedudukan lembaga kepresidenan.
Dalam pasal ini dijelaskan kedudukan presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan yang dibantu oleh wakil presiden, dan sebagai kepala pemerintahan
dibantu oleh menteri-menteri negara.
3. Tugas dan wewenang Lembaga Kepresidenan
Tugas Kepresidenan beserta tugas dan wewenang Wakil Presiden, Wewenang Presiden
sebagai kepala negara, dan wewenang presiden sebagai kepala pemerintahan. Jadi
jelas apa tugas dan wewenang dari wakil presiden, serta tindakan presiden mana yang
disebut tindakan presiden sebagai kepala negara dan tindakan presiden sebagai kepala
pemerintahan.
4. Hubungan kerja lembaga kepresidenan dengan lembaga tinggi negara (DPR), dan
lembaga negara lainnya (MA, DPA, BPK, Lembaga negara lain)
5. Hak, kewajiban, dan larangan
Hak keuangan dan hak protokoler, hak mendiami istana negara (presiden) dan istana
wakil presiden, dan hak memperoleh perlindungan keamanan
Kewajiban lembaga ketatanegaraan yaitu menjalankan sistem kenegaraan dan
pemerintahan berdasarkan aturan yang berlaku secara demokraitis, serta
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur pelaksanaan undang-undang.
Terdapat 6 poin larangan bagi lembaga kepresidenan.
6. Sekretariat lembaga kepresidenan
Presiden memiliki sekretariat yang sekurang-kurangnya terdiri dalam bidang
pemerintahan dan bidang kenegaran. Wakil Presiden juga memiliki kesekretariatan
yang dipimpin olehsekretaris dan seorang wakilnya.
7. Kekebalan Presiden dan wakil presiden
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dituntut/digugat secara perdata, pidana
dan/atau administrasi negara, karena pernyataan dan/atau pendapat yang
dikemukakan dalam rapat-rapat resmi maupun tidak resmi.
8. Tindakan Kepolisian presiden dan wakil presiden
Dalam hal Presiden dan atau Wakil Presiden patut disangka telah melakukan perbuatan
pidana, maka pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan, harus mendapat
persetujuan tertulis dari Pimpinan MPR.
D. Alasan RUU Lembaga Kepresidenan belum disahkan hingga saat ini
RUU Lembaga Kepresidenan dibuat dengan maksud untuk memperjelas pemahaman
mengenai lembaga kepresidenan serta membatasi kekuasaan presiden terutama dalam hal
keuangan. Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum
adalah social engineering atau alat rekayasa sosial. Dimana aturan-aturan dibuat untuk
kepentingan penguasa dan digunakan sebagai alat legitimasi dari tindakan-tindakan
penguasa penguasa. Ada indikasi bahwa presiden tidak mau mengesahkan RUU ini karena
ada kepentingan-kepentingan yang akan terhambat. Perjalanan pembahasan RUU Lembaga
Kepresidenan ini sangatlah panjang. Penuh dengan tarik menarik kepentingan. Pihak yang
tidak memegang tampuk kekuasaan, menggebu-gebu mengusulkan agar rancangan ini
segera dibahas. Sebaliknya, yang sedang berkuasa justru terus berupaya mengulur waktu.
Sebenarnya RUU Lembaga Kepresidenan sudah disiapkan lewat Program Legislasi
Nasional DPR, sejak 1999. Saat itu, pemerintahan Presiden BJ Habibie menyebutnya RUU
Kepresidenan. Tarik menarik kepentingan pemerintah dengan DPR sudah terlihat waktu itu.
Sebab, bersamaan dengan RUU Kepresidenan inisiatif DPR, pemerintah juga membuat RUU
Kepresidenan tandingan. Dalam bahan (draf) RUU Kepresidenan usulan Prolegnas
dicantumkan syarat calon presiden berpendidikan SLTA, harus aktif mengurus partai politik,
serta berpengalaman dalam urusan kenegaraan. Sementara dalam RUU Kepresidenan milik
pemerintah, syarat menjadi presiden dinaikkan menjadi berpendidikan miminal sarjana
strata satu (S1) dan tak mensyaratkan perlunya pengalaman kenegaraan. Pembahasan RUU
itu akhirnya tertunda karena masa kerja DPR hampir berakhir. Terlebih, berdasarkan hasil
Pemilu 7 Juni 1999, ada perubahan signifikan komposisi perolehan kursi.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, sekitar bulan Februari
tahun 2000, sejumlah fraksi di DPR kembali berniat memajukan lagi RUU Lembaga
Kepresidenan sebagai usul inisiatif. Akan tetapi, perjalanannya kembali tidak mulus. Salah
satu pasal yang sempat menimbulkan perdebatan saat itu adalah yang mengatur pergantian
presiden dan wapres apabila berhalangan tetap. Diusulkan, jika presiden dan wakil presiden
berhalangan tetap, maka Ketua MPR, Ketua DPR, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) berhak
menjalankan jabatan kepresidenan. Padahal sebelumnya, jika presiden dan wakil presiden
berhalangan tetap, maka penggantinya adalah triumvirat Menteri Dalam Negeri, Menteri
Luar Negeri, dan Panglima TNI secara bersama-sama, seperti diatur Ketetapan MPR No
VII/MPR/1973. Saat itu pemerintah dan DPR sepakat menggarap Undang-Undang
Kepresidenan setelah MPR selesai melakukan amandemen UUD 1945. Kesepakatan itu
muncul dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dengan Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet,
dan Sekretaris Militer di Senayan, 28 Juni 2000.
Pada awal pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, muncul optimisme RUU
Lembaga Kepresidenan ini dapat dibahas kembali. Rapat Paripurna DPR, 3 September 2001,
menetapkan 50 anggota Pansus RUU Lembaga Kepresidenan. Meski Pansus sudah
terbentuk, pembahasan RUU Lembaga Kepresidenan tidak bisa berjalan karena Presiden
tidak juga menugaskan menteri untuk melakukan pembahasan di DPR. DPR berkali-kali
mengirimsurat ke Presiden, tapi Amanat Presiden (Ampres) Megawati tentang Rancangan
Undang-Undang Lembaga Kepresidenan tidak juga kunjung muncul. Berdasarkan catatan
Sekretariat Jenderal DPR, ada tiga surat yang dikirim DPR ke Presiden, yaitu 6 Desember
2001, 8 Januari 2002, dan terakhir 3 April 2002.
Hingga dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono RUU Lembaga
kepresidenan masih saja menjadi suatu ranncangan yang tak kunjung disahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut RUU Lembaga Kepresidenan yang dimaksud dengan lembaga kepresidenan
adalah lembaga negara yang mengatur organisasi dan tata kerja kepresidenan yang
dijalankan oleh Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya di bidang kenegaraan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Yang termasuk di dalam lembaga
kepresidenan adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri-Menteri, dan Sekretariat Lembaga
Kepresidenan.
Untuk mencegak tumpang tindih kewenagan organ lembaga kepresidenan,
mencegah penyalahgunaan kekuasaan seperti pada masa lalu, mengenai supporting staff
presiden, kewenangan mengatur dan pengambilan keputusan, kondisi darurat jika presiden
sakit, serta terjadinya hal-hal yang tidak diatur dalam amandemen UUD 1945, RUU Lembaga
Kepresidenan dirasa perlu untuk dibahas dan diselesaikan oleh DPR.
Perbedaan-perbedaan pengaturan lembaga kepresidenan di dalam UUD 2945
dengan RUU Lembaga kepresidenan terlihat dari lebih konkret pengaturan dalam RUU
diantaranya adalah lebih jelasnya tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan
presiden maupun tugas dan kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga
kepresidenan dengan lembaga tinggi negara dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban,
dan larangan; sekretariat lembaga kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta
tindakan polisional bagi presiden dan wapres.
Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi hukum
adalah social engineering atau alat rekayasa sosial. Dimana aturan-aturan dibuat untuk
kepentingan penguasa dan digunakan sebagai alat legitimasi dari tindakan-tindakan
penguasa penguasa. Ada indikasi bahwa presiden tidak mau mengesahkan RUU ini karena
ada kepentingan-kepentingan yang akan terhambat. Perjalanan pembahasan RUU Lembaga
Kepresidenan ini sangatlah panjang. Penuh dengan tarik menarik kepentingan. Pihak yang
tidak memegang tampuk kekuasaan, menggebu-gebu mengusulkan agar rancangan ini
segera dibahas. Sebaliknya, yang sedang berkuasa justru terus berupaya mengulur waktu.
B. Saran
Lembaga kepresidenan harus ajeg mengingat lembaga kepresidenan sebagai dapur
sekaligus pintu terakhir kebijakan negara, bahkan sebagai jantung negara sehingga
kedudukannya sangat vital. Tidak hanya dari aspek itu, hal lain terkait pengaturan mengenai
kedudukan lembaga kepresidenan; tugas dan kewenangan, baik tugas dan kewenangan
presiden maupun tugas dan kewenangan wakil presiden; hubungan kerja lembaga
kepresidenan dengan dan lembaga negara lainnya; hak, kewajiban, dan larangan;
sekretariat lembaga kepresidenan; kekebalan presiden dan wapres; serta tindakan
polisional bagi presiden dan wapres, pun saat ini berbeda dengan lembaga lain yang telah
ajeg dengan UU yang dimiliki sehingga keberlanjutan, stabilitas, dan kekuatan
kelembagaannya kosinsten. Akhirnya, menurut penulis, UU khusus mengenai lembaga
kepresidenan merupakan hal yang sudah tidak dapat lagi ditunda, meskipun RUU yang lama
dibuat sebelum amandemen terakhir UUD 1945 dimana masih perlu penyempurnaan sesuai
dengan amandemen terakhir UUD1945.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber Hukum Tata Negara Formal di
Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2001.
Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara FH UI dan CV Sinat Bakti,1983.
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia,
Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve, 1994.
Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum dan Setelah Amandemen.
Rancangan Undang-Undang Tentang Lembaga Kepresidenan.