Urgensi Etika dalam Manajemen dan Profesi Akuntan

34
Urgensi Etika dalam Bisnis dan Profesi Akuntan Tinjauan Kritis atas Kasus Enron dan Arthur Andersen Oleh Kasdin Sihotang Dosen Etika Profesi Akuntan di FE dan Staf PPE Unika Atma Jaya, Jakarta Abstrak: Bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup manusia. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, bisnis harus dijalankan secara etis. Ini berarti, bisnis membutuhkan etika. Jika seorang pelaku bisnis mengabaikan etika dalam kegiatannya, dia melakukan tindakan bunuh diri. Pengabaian ini akan menyebabkan kebangkrutan. Fakta inilah yang terlihat dalam kebangkrutan Enron dan Arthur Andersen. Kehancuran kedua perusahaan ini telah membangkitkan kesadaran dan ekspektasi publik baik bagi para pelaku bisnis untuk menerapkan tata kelola yang sehat berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, fairness dan tanggung jawab maupun bagi akuntan untuk menerapkan etika profesi yang meliputi integritas, independensi, objektivitas dan kejujuran serta kepentingan publik. Kehancuran itu juga mendorong agar etika profesi akuntan menjadi bagian integral dari pendidikan untuk membangkitkan kesadaran calon akuntan akan apa yang baik dan apa yang buruk dalam menjalankan pekerjaannya kelak. Kata-kata kunci: tata kelola, akuntabilitas, transparansi, fairness, tanggung jawab, keadilan, otonomi, independensi, integritas, etika, etika profesi, profesi akuntan, kepentingan publik dan profesi, serta pendidikan. Abstract: Business is related to human life. As part of human life, it must be done ethically. It means, business needs ethics. If businessman ignores ethics from his activities, he will suicide. His immoral action will cause a bankcruptcy. The bankruptcy of Enron and Arthur Andersen are the examples of corporate badness. It raised people’s awareness and expectation up both to businessman to apply the principles of the good corporate governance, that File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 1

Transcript of Urgensi Etika dalam Manajemen dan Profesi Akuntan

Urgensi Etika dalam Bisnis dan Profesi AkuntanTinjauan Kritis atas Kasus Enron dan Arthur Andersen

Oleh Kasdin SihotangDosen Etika Profesi Akuntan di FE dan Staf PPE Unika Atma

Jaya, Jakarta

Abstrak:

Bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidupmanusia. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, bisnisharus dijalankan secara etis. Ini berarti, bisnismembutuhkan etika. Jika seorang pelaku bisnis mengabaikanetika dalam kegiatannya, dia melakukan tindakan bunuhdiri. Pengabaian ini akan menyebabkan kebangkrutan. Faktainilah yang terlihat dalam kebangkrutan Enron dan ArthurAndersen. Kehancuran kedua perusahaan ini telahmembangkitkan kesadaran dan ekspektasi publik baik bagipara pelaku bisnis untuk menerapkan tata kelola yang sehatberdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, fairnessdan tanggung jawab maupun bagi akuntan untuk menerapkanetika profesi yang meliputi integritas, independensi,objektivitas dan kejujuran serta kepentingan publik.Kehancuran itu juga mendorong agar etika profesi akuntanmenjadi bagian integral dari pendidikan untukmembangkitkan kesadaran calon akuntan akan apa yang baikdan apa yang buruk dalam menjalankan pekerjaannya kelak.

Kata-kata kunci: tata kelola, akuntabilitas, transparansi,fairness, tanggung jawab, keadilan, otonomi, independensi,integritas, etika, etika profesi, profesi akuntan,kepentingan publik dan profesi, serta pendidikan.

Abstract:Business is related to human life. As part of human life, it must be doneethically. It means, business needs ethics. If businessman ignores ethics fromhis activities, he will suicide. His immoral action will cause a bankcruptcy.The bankruptcy of Enron and Arthur Andersen are the examples of corporatebadness. It raised people’s awareness and expectation up both tobusinessman to apply the principles of the good corporate governance, that

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 1

are accountability, transparency, fairness and responsibility and toaccountants to practice accounting ethics, including integrity, independence,objectivity, honesty and public interest as well. It was suggested that study onthe ethics of accounting profession is an integrated part of education to riseaccounting student’s awareness of rightness and badness in doing job.

Key Words: Governance, accountability, transparency, fairness, responsibility,justice, otonomy, independency, integrity, ethics, professional ethics, the ethicsof accounting profession, public interest, profession and education.

Pengantar

Kehancuran sebuah bisnis tidak saja disebabkan oleh

kebangkrutan ekonomi, melainkan juga oleh kebangkrutan

moralitas dalam mengelolanya. Bahkan kebangkuran moral ini

merupakan sumber yang paling membahayakan bagi

kelangsungan bisnis. Penegasan ini bukan ilusi, melainkan

fakta. Banyak perusahaan yang bisa dijadikan sebagai

contoh. Kebangkuran Enron dan Arthur Andersen yang terjadi

di Amerika Serikat1, yang menjadi fokus sorotan dalam

tulisan ini, adalah contoh yang jelas untuk itu.

Peristiwa tiga belas tahun lalu tersebut merupakan

sesuatu yang sangat mengejutkan bagi dunia bisnis,

mengingat Enron masuk dalam bilangan perusahaan terbesar

ke-7 di Amerika Serikat dengan tenaga kerja 25000 orang

maupun Arthur Andersen sebagai lembaga akuntan ternama2,

1 Bdk. Leonard J Brooks & Paulin Dunn (2011), Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur,Eksekutif, dan Akuntan Buku 1, terjemahan Kanti Pertiwi, Jakarta: Penerbit SalembaEmpat, hal. 91. 2Dalam perjalannnya sepanjang akhir periode 1990-an, pergerakan sahamperusahaan Enron sangat menggembirakan. Saham perusahaan ini naik secara

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 2

namun memberi pelajaran berharga tentang dampak negatif

dari pengelolaan perusahaan yang tidak sehat dan

pengabaian etika dalam menjalankan profesi, khususnya

profesi akuntan.

Berkaitan dengan kasus di atas, sejumlah pertanyaan

mendasar berikut relevan diajukan: Apa yang menjadi sebab

dari kebangkrutan Enron dan Arthur Andersen? Dari segi

etika, khususnya etika profesi akuntan, apa yang bisa

digali dari peristiwa tersebut? Dan pelajaran apa yang

bisa diambil dari kasus tersebut untuk mengantisipasi agar

kejadian serupa tidak terulang di kemudian? Tiga

pertanyaan inilah yang menjadi titik berangkat pembahasan

dalam artikel ini.

Artikel ini dibagi dalam empat butir. Butir pertama akan

menganalisa akar dari kebangkrutan perusahaan Enron, yang

berfokus pada dua hal, yakni bagaimana penerapan prinsip-

prinsip tata kelola seperti akuntabilitas, transparansi,

fairness serta tanggung jawab dalam mengurus perusahaan dan

bagaimana nilai-nilai etis profesi, khususnya etika

perlahan-lahan, namun meyakinkan dengan rentang perdagangan $20- $40. Dalambeberapa bulan awal milenium baru, harga saham Enron melonjak menjadi $ 70.Selama tahun 2000 saham Enron diperdagangkan di kisaran $ 60 sampai $90 danmencapai puncaknya pada bulan Agustus 2001 dengan harga $ 90.56. Peningkatandrastis harga saham ini menunjukkan tingkat kepercayaan pasar sangat besarpada Enron. Namun sesuatu yang mengejutkan terjadi bagi Enron pada tahun2001. Pada tahun itu perkembangan perusahaan mengalami antiklimaks.Perdagangan saham menurun drastis hingga sampai pada satu titik di mana sahamEnron berada pada titik nol. Pada 2 Desember 2001 manajemen perusahaan Enronmeminta perlindungan dari kreditur di bawah pengawasan US Securities Act. Padatanggal 2 April 2002 sahamnya hanya bernilai 24 sen pada pasar over the counter,yang artinya tidak terdaftar pada pasar bursa saham utama. Ini berartiperusahaan Enron mengalami gejala kebangkurtan (Bdk. Leonard J Brooks, op.cit.,hal.89.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 3

profesi akuntan diterapkan di dalamnya. Butir kedua akan

berisikan pembahasan tentang berbagai ekspektasi etis

publik sebagai implikasi peristiwa tersebut dalam

pengelolaan perusahaan dan kualitas profesi akuntan.

Butir ketiga berbicara tentang upaya preventif intensif

melalui perhatian pada pendidikan etika profesi sejak

dini. Butir keempat merupakan kesimpulan.

1. Dua Akar Kehancuran

Kehancuran perusahaan Enron merupakan pukulan berat dalam

bisnis. Dan peristiwa buruk tersebut tidak pernah diduga

oleh banyak orang, khususnya pelaku bisnis dan pengamat

ekonomi, mengingat perkembangan perusahaan Enron begitu

pesat dalam kurun waktu tahun 90-an, bahkan sempat

tercatat sebagai perusahaan yang memiliki reputasi sangat

baik di tingkat dunia3.

Secara umum, ada dua akar hancurnya Enron dan Arthur

Anderson. Kedua akar itu adalah tidak berjalannya tata

kelola dan minimnya kepedulian pada etika dalam

menjalankan profesi akuntan. Faktor pertama sangat terkait

dengan Enron, dan faktor kedua sangat berhubungan dengan

Arthur Andersen.4

3 Ibid., hal. 89.4 Faktor kedua bersifat korelasional dengan faktor yang pertama. Artinya,kehancuran Enron juga karena tidak diterapkannya etika dalam menjalankanproesi akuntan. Namun di paper ini kedua faktor dipisah dalam uraian dengantujuan memberi tekanan pada pentingnya dua aspek dalam kegiatan bisnis, yaknipengelolaan dan etika dalam kerja.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 4

1.1 Pengelolaan yang salah

Sumber pertama kehancuran Enron adalah pengelolaan

perusahaan yang tidak sehat5. Dalam bisnis modern

kelanggengan sebuah perusahaan sangat tergantung pada

kualitas pengelolaan yang diterapkan. Pengelolaan sehat

merupakan syarat bagi kelanggengan itu. Demikian

sebaliknya6, kalau pengelolaan yang diterapkan tidak

sehat, maka masa depan perusahaan akan terancam.

Aktivitasnya pun hanya bertahan dalam waktu yang singkat.

Itu berarti, prinsip-prinsip manajemen yang sehat menjadi

sebuah keharusan bagi bisnis modern7. Dengan alasan ini,

maka good corporate governance (GCG) yang berasaskan pada

prinsip akuntabilitas, transparansi, fairness, dan tanggung

jawab menjadi penentu bagi kelangsungan perusahaan.8

Akan tetapi dalam pengelolaan Enron prinsip-prinsip GCG

itu tidak mendapat perhatian. Deviasi terhadap keempat

prinsip itu sangat menonjol dalam cara pengelolaan tidak

wajar yang dilakukan oleh Enron seperti pelaporan yang5 Bdk. Leonard J Brooks., op.cit., hal. 84-121.6 Bdk. Richard T de George, ( 2003). The Ethics of Information Techonolgy and Business,United Kingdom: Blackwell, hal. 37.7 Bdk. Leonard J Brooks & Paul Dunn ( 2012), Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur,Eksekutif dan Akuntan, cet.ke- 5, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat, hal. 2-40.8 Ada empat prinsip dasar tata kelola, yakni akuntabilitas, transparansi, dankeadilan serta tanggung jawab. Keadilan menjamin perlindungan hak parapemegang saham dan menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.Transparansi mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu,serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan,pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Akuntabilitas menjelaskanperan dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangankepentingan manejemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh DewanKomisaris. (Lihat Archie B. Carrol and Ann K Buchholtz (2009). Business &Society: Ethics and Stakeholder Management, South-Western: Cengage Learneng, hal. 122.Juga lihat Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta,2011, hal. 4.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 5

tidak tansparan, pengawasan yang tidak melekat, serta

penghilangan dokumen laporan keuangan9.

1.1.1 Nihilnya Akuntabilitas

Terkait dengan akuntabitilitas, menurut Leonard J Brook,

mengutip Summary of Findings Power Report10, ada lima

penyimpangan besar yang dilakukan oleh Enron. Pertama,

minimnya upaya preventif dewan direksi yang menyebabkan

berkembangnya tindakan kelompok karyawan untuk memperkaya

diri dengan berbagai cara.11 Kedua, adanya upaya

menyembunyikan aset dan kewajiban dengan pendirian dan

penggunaan kemitraan seperti Chewco, LJMI dan LJM2 yang

juga ditangani oleh karyawan Enron sendiri untuk melakukan

9 Dengan merujuk laporan Power Report, Leonard J Brooks menyatakan bahwa padatanggal 16 Oktober 2001 Enron mengumumkan bahwa perusahan mengambil $ 544juta setelah pajak yang dibebankan pada laba yang terkait dengan transaksiLJM2 Co-Investment LP, menjadikan Fastow sebagai mitra, padahal Fastow adalahbagian dari perusahaan. Enron juga mengumumkan pengurangan ekuitas pemegangsehamnya sebesar$ 1.2 miliar yang berkaitan dengan transaksi dengan entitasyang sama. Kurang dari satu bulan, Enron membuat laporan baru tentang kondisikeuangan yang keliru terkait dengan transaksinya dengan kemitraan Fastow yanglain dan tambahan entitas pihak terkait, yakni Chewco Investment, yangdikelola oleh karyawan Enron Global Finance. Ditemukan pula bahwa adapenyajian kembali seperti yang sebelumnya dibebankan pada laba danpengurangan ekuitas pemegang saham yang jumlahnya sangat besar untuk periode1997 hingga 2001, karena kesalahan akuntansi terkait transaksi dengankemitraan Fastow yang lain, LJM Cayman, LP dan tambahan entitas pihakterkait, Chewco Investment yang dikelola oleh Enron Global Enron. Dalamlaporan ini Enron ada pengurangan rugi laba sebesar $ 248 juta dari $ 979pada tahun 1999 dan $299 juta dari total $ 979 juta pada tahun 2000.Penyajian ulang menyebabkan pengurangan ekuitas pemegang saham yangdilaporkan pada tahun 1997 yang besarnya $258 juta dan pada tahun 1998 $ 391juta, pada tahun 1999 $ 710 juta dan pada tahun 2000 # 754 juta. (Bdk LeonardJ Brooks, Buku 1, op.cit., hal. 90-92).10 Bdk. Leonard J Brooks, op.cit., hal. 88-89.11 Dilaporkan bahwa Fastow perusahaan yang ditangani oleh karyawan Enronmemperoleh uang sebesar $ 30 juta, demikian juga Kopper mendapat $ 10 juta( Lihat Leonard J Brooks, op.cit., hal. 87).

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 6

transaksi yang tidak dapat diatur dengan entitas

independen dan dirancang untuk mencapai hasil laporan yang

positif dengan mengabaikan pencapaian ekonomi yang jujur,

serta aturan-aturan akuntansi di Amerika Serikat.

Ketiga, terjadinya transaksi yang tidak semestinya dengan

jumlah begitu besar yang implikasinya sangat signifikan

dalam pelaporan keuangan Enron. Hal ini dilakukan untuk

memberi kesan positif terhadap kondisi keuangan Enron.

Keempat, terjadinya perlakuan yang salah terhadap akuntan.

Enron membayar Arthur Andersen dengan begitu mahal untuk

mengaudit perusahaan Chewco dan LJMI, yang adalah anak

perusahaan Enron, namun fungsi advisorialnya tidak

berjalan, karena nasehat Athur Anderson tidak dijadikan

sebagai dasar pelaporan keungan, malahan membayar Arthur

Andersen dengan tarif yang begitu mahal agar tidak

membongkar berbagai kekeliruan Enron.

Kelima, eliminasi prinsip independensi pemilik perusahaan

untuk membuat sebuah investasi ekuitas substantif

sekurang-kurangnya 3 persen dari aset special purpose entities

(SPE) dan 3 persen sebagai berisiko di seluruh transaksi

serta independensi melakukan pengendalian terhadap SPE12.

1.1.2 Pengabaian Transparansi12 Kondisi ini harus dipenuhi menurut aturan akuntan AS agar Enron bisamencatat keuntungan dan kerugian transaksi dengan SPE serta aset dankewajiban SPE tidak dimasukkan dalam neraca Enron walaupun Enron dan SPEberkaitan erat (Bdk. Mark Cheffer & Michael Pakaluk, (2007), UnderstandingAccounting Ethics, Massuchette: Allen Davis Press, hal. 91-94.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 7

Informasi materi perusahaan yang akurat dan tepat waktu

antara lain meliputi situasi keuangan, kinerja perusahaan,

manejemen perusahaan serta faktor risiko yang mungkin

timbul merupakan kerangka kerja corporate governance. Dengan

kata lain, penyebaran informasi secara terbuka, dan

objektif termasuk dalam laporan keuangan merupakan bagian

dari pengelolaan perusahaan. Inilah hakikat dari

transparansi.

Enron secara jelas mengabaikan hakikat transparansi

tersebut, khusunya berkaitan dengan laporan keuangan13.

Enron berusaha menutupi kondisi keuangan yang buruk dengan

menghilangkan dokumen transaksi keuangan secara luas.

Penghilangan dokumen itu dilakukan untuk menghindari

pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Yang paling

buruk, Dewan Direksi dengan sengaja mengijinkan Enron

untuk melakukan kecurangan itu agar para investor dan

pemegang saham tidak menarik uangnya dari perusahaan.

Untuk menjaga agar tindakan buruk itu tidak diketahui

publik, kebebasan auditor internal perusahaan dibungkam

dalam menjalankan fungsi yang sebenarnya. Auditor harus

mengikuti kemauan auditee, yang justru sikap ini sangat

bertentangan dengan tugas, dan wewenang, serta fungsi

seorang auditor.14

13 Dalam tata kelola perusahaan, laporan keuangan yang transparan mempunyaikorelasi dengan tingkat kepercayaan para investor dan pemegang saham. Dinegara-negara maju, para investor bersedia memberi premium yang cukup tinggikepada perusahaan yang menerapkan prinsip transparansi dengan konsisten. Halini ditemukan oleh Mc Kinsey (Lihat, Adrian Sutedi, op.cit., hal. 57). 14 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, (2006), Accounting Ethics, USA:Blacwell Publishing, hal. 107.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 8

1.1.3 Minimnya Tanggung Jawab

Kesalahan pengelolaan itu diperparah dengan minusnya

tanggung jawab yang diperlihatkan oleh top management

perusahaan. Pada hakikatnya, prinsip tanggung jawab memuat

dua hal, yakni di satu sisi mengusahakan pengelolaan yang

baik dengan mempertimbangkan dampak baik dan dampak buruk

seluruh perbuatan yang dilakukan secara matang, di lain

sisi berani menanggung reriko dari sebuah tindakan atau

keputusan yang dilakukan15.

Dalam konteks perusahaan, tanggung jawab top management

adalah mengembangkan perusahaan secara berkelanjutan

dengan menghindari segala hal yang merugikan perusahaan.

Dengan kata lain, cost benefit analysis dijadikan oleh top

management sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil

keputusan tentang perusahaan.

Dewan Direksi adalah bagian dari top management. Sesuai

dengan tugas utamanya, Dewan Direksi mempunyai kewajiban

fidusia, yakni meninjau strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan,

memilih dan memberikan kompensasi eksekutif senior perusahaan,

mengevaluasi eksternal perusahaan dan mengevaluasi laporan keuangan

perusahaan serta memantau kinerja perusahaan secara keseluruhan16.

Dewan Direksi juga bertanggungjawab untuk mengawasi lini

15 Bdk. Kasdin Sihotang, (2014), Kerja Bermartabat: Kunci Meraih Sukses, Jakarta:Penerbit Universitas Atma Jaya, hal. 157. Lihat juga Ronald F Duska, op.cit.,hal. 156.16 Bdk. Joseph W Weis, (2000). Business Ethics: A Stakeholder and Issues ManagementApproach, South Western: Thomson, hal. 140.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 9

bisnis dan strateginya, termasuk memastikan kualitas

pertanggungjawaban laporan keuangan untuk menjamin

kepercayaan investor dan pemegang saham. Karena itu

penyajian laporan keuangan yang sebenarnya menjadi tugas

dan tanggung jawab besar bagi manajemen perusahaan17.

Namun dalam pengelolaan, hakikat prinsip tanggung jawab

tersebut tidak diindahkan oleh Enron, khususnya Dewan

Direksi. Pengawasan Dewan Direksi terhadap manajemen

perusahaan sangat lemah. Bahkan, tiga tugas besar status

fidusia direktur, yakni ketaatan, loyalitas dan ketekunan18 sama

sekali tidak dipejalankan. Dewan Direksi justru

mengembangkan sejumlah strategi bisnis utilitarianistik

yang merugikan masa depan perusahaan untuk mencapai

tujuan-tujuan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,

namun merugikan stakeholders . Tindakan ini menurut Doughlas

M Branson merupakan perbuatan yang bertentangan dengan

prinsip Fiduciary Duty.19

1.1.4 Ketidakadilan

Prinsip tata kelola lain yang dilanggar oleh Enron adalah

fairness. Fairness berkaitan dengan keadilan. Keadilan

mempunyai pengertian yang sangat luas. Namun, arti

sederhana bisa diambil dari ungkapan Romawi bertuliskan

17 Bdk. Adrian Sutedi, op.cit., hal. 89.18 Bdk. Leonard J Brook, op.cit., hal. 100.19 Bdk. Douglas M Branson (1993). Corporate Governance, Virginia: The Michie Company, hal. 32.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 10

tribuere cuique, artinya memberikan apa yang menjadi hak

orang20. Keadilan berkaitan dengan pengaturan hak dan

kewajiban semua pemangku kepentingan secara fair. Dengan

kata lain, hak legal, hak ekonomis dan hak moral serta

kewajiban-kewajiban seperti ketaatan, konfidensialitas dan

loyalitas menjadi objek material dari keadilan 21. Ini

juga menjadi hakikat pengelolaan yang sehat. Dalam tata

kelola, sebagaimana ditegaskan oleh Adrian Sutedi,

keadilan atau fairness terungkap dalam perlakuan yang sama

terhadap pemegang saham dengan keterbukaan inrormasi yang

penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan

perdagangan saham oleh orang dalam22.

Peluang-peluang yang memberi ruang ketidakseimbangan

terhadap hak dan kewajiban pada pihak-pihak tertentu

serta membuat kebijakan manipulatif merupakan praktik

ketidakadilan dalam bisnis. Dan manajemen Enron melakukan

hal ini. Seperti sudah disinggung dalam butir sebelumnya,

kalangan karyawan dan mitra memperkaya diri dengan mudah,

karena lemahnya pengawasan Dewan Direksi. Ini berarti,

di satu sisi ada pihak yang diuntungkan, di lain sisi ada

pihak yang sangat dirugikan. Yang diuntungkan adalah

20 Bdk. K Bertens, (2000), Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, hal. 86.21 Yang dimaksudkan dengan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkankesejahteraan secara ekonomis meliputi hak mendapatkan gaji atau upay yangadil, hak mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dan hakmendapatkan bagian bonus atau insentif karena prestasi. Hak hukum berarti hakuntuk diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan-aturan atau norma-normahukum yang berlaku dalam perusahaan. Sementara hak moral adalah hak ataskebebasan suara hati, hak atas rahasia pribadi dan hak atas perlakuan yangsama. Termasuk dalam hak moral adalah melaporkan kecurangan perusahaan,termasuk whistle blowing (Bdk. Kasdin Sihotang, op.cit., hal. 167-179). 22 Bdk. Adrian Sutedi, op.cit., hal. 130.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 11

mereka yang mempunyai andil dengan manejemen perusahaan

dan mendapat kesempatan untuk itu, seperti karyawan,

sedangkan yang dirugikan adalah yang sebaliknya, termasuk

di dalamnya pemegang saham dan investor.

Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

pengelolaan perusahaan Enron telah menerapkan tata kelola

yang salah, karena melanggar prinsip-prinsip dasar good

corporate governance yang berintikan pada empat nilai utama,

yakni akuntabilitas, transparansi, tanggung jawab serta

keadilan. Pengabaian terhadap prinsip-prinsip tata kelola

demikian menyumbang bagi kehancuran Enron.

1.2 Deviasi Etika Profesi Akuntan

Selain pengelolaan yang tidak sehat, penyimpangan nilai-

nilai etis profesi akuntan menjadi penyebab lain bagi

kehancuran Enron. Dengan kata lain, kebangkrutan Enron

juga terjadi karena prinsip-prinsip etika profesi, yang

dalam hal ini adalah etika profesi akuntan, diabaikan

dalam tugas-tugas sebagai akuntan. Pelanggaran ini sangat

jelas dilakukan oleh lembaga akuntan bernama Arthur

Andersen (AA)23.

Sebagai lembaga audit keuangan ternama, AA seharusnya

bertindak secara profesional, dalam arti melakukan audit

23 Dalam kasus ini WorldCom juga mempunyai andil bagi kehancuran Enron. Namunpenulis membatasi diri pada Enron dan Arthur Andersen saja, karena menurutpenulis AA sudah mereprentasikan pelanggaran etis dalam bidang akuntansi.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 12

berdasarkan prinsip-prinsip formal audit24. Namun AA tidak

melakukan hal ini. Sebagaimana dijelaskan di atas, Enron

telah melakukan berbagai kekeliruan, termasuk dalam

pelaporan keuangan berbentuk manipulasi data. Namun AA

tidak mempertanyakan kekeliruan itu. Sebaliknya, AA

berkompromi dengan perusahaan, bahkan menawarkan jasa

kepada Enron untuk turut memperbaiki kekeliruan yang

menurut hukum audit sudah jelas-jelas serharusnya menjadi

penemuan mayor25.

Ada empat nilai utama etika profesi akuntan yang

dilanggar oleh Arthur Andersen. Pertama, independensi.

Independensi berarti tidak tergantung pada kemauan atau

kepentingan tertentu. Menurut Michael Pakaluk setiap

profesi memiliki independensi dalam melakukan tugasnya.

Mengingat akuntan juga merupakan sebuah profesi, maka

independensi juga menjadi bagian prinsip bagi seorang

akuntan. Akuntan tidak boleh tunduk pada kepentingan

tertentu entah kepentingan diri sendiri ataupun kepetingan

auditee, selain tunduk pada prinsip-prinsip audit dan

kepentingan umum26. Bahkan menurut Ronald F Duska,

kepentingan publik harus mengatasi kepentingan-kepentingan

di luarnya.27 Dengan kata lain, seorang akuntan haruslah

berpendirian dalam tugasnya. Seorang auditor memang24 Bdk. Mark Cheffers & Michael Pakaluk, op.cit., hal. 233.25 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, op.cit., hal. 75-92.26 Bdk. Michael Pakaluk & Mark Cheffers, (2011), Accounting Ethics and the NearCollapse of The World’s Financial System, Massachusetts: Alen Daved Press, hal. 277. 27 Tentang hal ini Ronald F Duska mengatakan, “It discusses four concepts thatrelate to independence: (1) threats, (2) safeguards, (3) independence risk,(4) significance of threats/effectiveness of safeguards”. ( Bdk Ronald FDuska, opt.cit., hal. 128).

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 13

memberi pelayanan nasihat manejemen kepada perusahaan.

Namun pelayanan itu bertujuan untuk melihat sejumlah

alasan-alasan objektif terhadap data perusahaan yang

diaudit. Di sini kemandirian sangat penting. Tugas auditor

adalah membuat laporan objektif tentang segala hal dalam

pandangan mereka yang mungkin menjadi bahan pertimbangan

bagi investor untuk membuat keputusan investasi28.

Akan tetapi prinsip demikian tidak menjadi perhatian bagi

Arthur Andersen. AA justru menempatkan kepentingan di atas

prinsip etis tersebut. Arthur Andersen malah melakukan

sesuatu yang bertentangan dengan prinsip independensi,

yakni mendiskusikan dan mengakomodir kekeliruan yang

dilakukan oleh Enron.29 Selain bayaran yang tinggi,

banyaknya Akuntan Arthur Anderson yang menjadi auditor

internal Enron menunjukkan bahwa AA tidak berpegang teguh

pada independednsi, karena kondisi ini justru sarat dengan

kepentingan. Dengan kata lain, para auditor telah

terkooptasi oleh ketergantungan pada pihak lain sehingga

ia bukan lagi orang yang bebas dan otonom untuk membela

prinsip-prinsip profesinya30.

Kedua, adalah integritas. Integritas merupakan elemen

karakter dasar bagi pengakuan profesional. Integritas

berkaitan dengan kualitas yang dengannya kepercayaan28 Bdk. Michael Pakaluk & Mark Cheffers, op.cit., hal. 277. 29 Nanette Brynes menyatakan bahwa AA menerima dana sebesar $ 25 juta dariEnron dan jasa konsultas sebesar $ 27 juga yang implikasinya adalah AAmembantu memperbaiki laporan keuangan dengan bayaran tambahan lebih dari $ 1juta. (Bdk. Nanette Byrnes, et al, “Publik Accounting in Crisis”, Business Week,January 28, 2002, hal. 46.)30 Bdk Michael Pakaluk & Mark Cheffers, op.cit., hal. 276.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 14

publik muncul, sekaligus menjadi ujian bagi pengambilan

keputusan. Menurut Steven MR Covey, orang yang mempunyai

integritas adalah dia yang berpegang pada prinsip dan

menjadikan prinsip itu sebagai karakternya. Dia memiliki

keutuhan diri. Ia tahu apa yang harus dilakukan dan apa

yang harus tidak dilakukan. Dia juga tidak mudah

dipengaruhi oleh iming-iming. Dia berani mengatakan benar

kalau memang benar, salah kalau memang salah.31 Ketika ia

berhadapan dengan kekosongan standar, aturan, dan petunjuk

dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, seorang yang

berintegritas mampu mengambil keputusan berdasarkan suara

hatinya.

Pengertian Steven Covey di atas menurut Mickhael Pakaluk

juga berlaku bagi seorang akuntan.32 Ini berarti, seorang

akuntan harus berani mengatakan kebenaran, serta tunduk

pada prinsip-prinsip profesinya secara konsisten, dan

tidak mudah terpengaruh oleh godaan.33

Dalam praktiknya, hakikat integritas itu dilanggar oleh

AA. AA dengan begitu mudah tergoda oleh uang. Bahkan uang

menjadi pegangan dan mampu membeli dirinya dan profesinya.

Seperti disebutkan di atas Arthur Anderson tahu bahwa31 Steven MR Covey menunjukkan tiga muatan dalam integritas, yaknikonsistensi, humilitas, dan keberanian. Artinya, orang yang berintegritasmenjalankan apa yang dikatakan dan dipikirkan serta diketahui, namun iaberpihak pada nilai-nilai kebenaran serta memiliki keberanian untuk menolaksegala hal yang bertentangan dengan prinsip yang dipegangnya (Bdk. Steven M RCovey with Rebecca R Merril, 2008. The Speed of Trust: The One Thing That ChangesEverything, New York: Free Press, hal. 59-61). 32 Di Amerika Serikat, prinsip ini merupakan bagian dari kode etik bagiAkuntan Publik yang bersertifikat yang dituangkan pada Section 54-Artikel III( Bdk. Robert F Duska, op.cit., hal. 202). 33 Bdk. Michael Pakaluk, op.cit., hal. 279.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 15

Enron telah melakukan penghilangan data penting berupa

dokumentasi laporan keuangan. Berhadapan dengan situasi

seperti ini seharusnya auditor mempertanyakan dan menggali

alasan Enron mengapa melakukan penghilangan itu.

Namun AA tidak melakukan tugas itu. AA justru melakukan

kompromi dengan Enron dalam kesalahan, yang mana sikap ini

menurut Ronald Duska merupakan pelanggaran besar dalam

etika profesi akuntan dan penyimpangan terhadap prinsip-

prinsip audit34. Dengan kompromi, AA telah mengabaikan

tugas seorang akuntan untuk berpijak pada akuntansi, dan

peranannya untuk mengamankan kepercayaan, kepentingan

fungsi yang baik dari pasar dengan memberikan kenyataan

keuangan secara objektif, akuntabel dan dapat

diverifikasi35.

Ketiga adalah objektivitas. Objektivitas adalah ungkapan

independen. Prinsip ini memuat sikap imparsial, jujur

secara intelektual, bebas dari konflik kepentingan.

Objektivitas berkaitan dengan kebenaran faktual, bukan

pada penafsiran. Ini juga merupakan bagian prinsip yang

harus dipegang oleh seorang akuntan. Objektivitas seorang

akuntan terlihat pada bagaimana ia menempatkan data dalam

mengevaluasi dan menyimpulkan hasil auditnya. Jelas bahwa

bagi seorang akuntan data menjadi sumber dan dasar untuk

34 Tentang ini Ronald F Duska menulis dengan jelas, “An Accountant shouldmaintain objektivity and be free of conflict of interest in dischargingproffesional responsibilities. He/She should be independen in fact andapperance when prividing auditing and other attestation services ( Bdk.Ronald F Duska, op.cit., hal. 85).35 Bdk Mikhael Pakaluk, op.cit., hal. 288.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 16

memberikan penilaian terhadap situasi keuangan yang

diaudit. Inilah menurut Mark Cheffer sikap objektif.36

Dalam perilaku AA sikap-sikap di atas juga tidak

diindahkan. Data justru diabaikan, digantikan dengan

kepentingan. Sudah jelas-jelas AA menemukan masalah dalam

laporan keuangan Enron bahwa Enron telah menghancurkan

data-data keuangan yang mempengaruhi, bahkan menentukan

arah situasi buruk keuangan perusahaan, namun AA tidak

melaporkan penemuan itu, melainkan berkompromi dengan

kesalahan perusahaan dengan menawarkan diri menjadi

konsultan37.

Dalam kaitan dengan itulah menurut Mikhael, ada tiga

konsiderans yang dilanggar oleh AA. Pertama, fungsi untuk

menyatakan kebenaran dengan memperlihatkan diri sebagai

seorang peneliti berpendidikan. Kedua, fungsi untuk

melakukan verifikasi atas penemuan-penemuannya, dan ketiga,

melayani kepentingan yang lain yang membutuhkan hasil

pekerjaannya. Dalam hal ini eksistensi seorang akuntan

adalah melayani, bukan mencari kepentingan diri atau

melindungi diri.38

Prinip keempat yang dilanggar oleh AA adalah tanggung

jawab kepada publik. Ronald F Duska menyatakan bahwa

36 Bdk. Mark Cheffer and Michael Pakaluk , op.cit., hal. 102. 37 Tentang hal ini Mark Cheffer menulis, “Andersens’ lack of objectivity in expression is apparent internal memo: The memo states that, “a significance discussion was hel regarding the related party transactions with LJM including the materially of such amount to Enrons income statement and the emount retain off ballance sheet” ( Bdk. Mark Cheffer and Michael Pakaluk, op.cit., hal. 102).38 Bdk. Michael Pakaluk, op.cit., hal. 89.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 17

peranan dan konsistensi menjalankan kewajiban untuk

mempertahankan integritas, dan otonomi, serta kejujuran

dalam memberikan pernyataan finansial merupakan wujud dari

tanggung jawab seorang akuntan kepada publik39. Kendati

seorang akuntan mempunyai hubungan dengan kliennya, namun

hubungan itu tetap dalam kerangka profesi. Dengan kata

lain, hubungan auditor dengan klien bukanlah hubungan

privat, melainkan hubungan profesional.

Pernyataan di atas memuat makna bahwa konflik antara

kepentingan klien dengan kepentingan publik harus diatasi

oleh seorang auditor dengan loyal pada prinsip-prinsip

audit. Seorang auditor tidak bertanggung jawab pada klien.

Ia bertanggungjawab pada publik sebagai konsekuensi dari

tuntutan profesinya. Melihat hal ini, Ronald F Duska

setuju dengan ungkapan Justice Burger yang menyatakan

bahwa akuntan adalah “a public watchdog function”40.

Singkatnya, tanggung jawab seorang akuntan publik adalah

mengutamakan kepentingan pihak ketiga, bukan kepentingan

pribadi klien maupun kepentingan pribadi.

Hakikat tanggung jawab di atas sangat diabaikan oleh

Arthur Andersen dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan

eksternal Enron. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, AA

tidak bisa membedakan mana kepentingan pribadi, dan klien,

serta mana kepentingan publik. Kepentingan pribadi dan

klien justru mengalahkan kepentingan publik. AA juga

39 Ibid., hal. 11340 Ibid., hal. 115.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 18

mengabaikan prinsip-prinsip audit sebagai dasar

menjalankan tugasnya.41 Semua ini merupakan bukti nyata

minimnya tanggung jawab profesi.

Deviasi moral yang dilakukan oleh AA telah memiliki

implikasi yang sangat mendasar bagi reputasinya sebagai

lembaga akuntan yang ternama dan eksistensinya di depan

publik. Dengan penyimpangan itu, kepercayaan publik

terhadap lembaga terhenti dan hilangnya kepercayaan ini

telah mengancam eksistensi dan masa depan perusahaan.

Penyimpangan terhadap semua prinsip etis di atas

menunjukkan bahwa AA tidak profesional. AA tidak bisa

memilah-milah kepentingan pribadi dari kepentingan publik,

tidak mengindakan independensi, serta integritas,

objektivitas, yang keempat nilai-nilai ini merupakan inti

etika profesionalisme seorang akuntan42.

2. Ekpektasi Etis terhadap Tata kelola dan Profesi

Akuntan

Kebangkuran Enron membawa pelajaran yang berharga tidak

hanya bagi Enron dan Athur Andersen sendiri, melainkan

juga bagi masyarakat dunia. Dengan kata lain, peristiwa

buruk itu mempunyai dampak yang luas, sekaligus

membangkitkan ekspektasi etis dalam berbagai bidang

kehidupan seperti bidang ekonomi, profesi, maupun bidang

41 Bdk. Mikhael Pakaluk, op.cit., hal. 299.42 Bdk. Ken McPhail and Diane Walters, (2009). Accounting & Business Ethics, Londonand New York: Rougledge Taylor & Francis Group, hal. 111.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 19

politik. Ekspektasi etis itu adalah harapan dan kesadaran

baru di masyarakat luas akan pentingnya penerapan etika

dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Peristiwa buruk

demikian juga menjadi antitesis bagi pandangan kelompok

yang memisahkan etika dan moral dari kegiatan bisnis, yang

diistilahkan Joseph W Weis dengan kelompok penganut mitos

bisnis amoral43. Artinya, memandang moral sebagai sesuatu

yang terpisah dari etika merupakan sesuatu yang keliru.

Karena fakta kehancuran Enron telah membuktikan hal itu.

Pertanyaannya, apa substansi ekspektasi etis dari

peristiwa tersebut? Dengan pertanyaan lain, pelajaran

moral apa yang bisa ditarik dari kehancuran Enron dan

Arthur Andersen? Ada dua hal sebagai jawaban pertanyaan

ini, yakni tuntutan penerapan tata kelola secara

konsisten dan peningkatan kesadaran para akuntan untuk

mempraktikkan etika profesi.

2.1 Tuntutan Aplikasi Good Corporate Governance

43 Menurut Joseph W Weis, mitos bisnis amoral merupakan pandangan yangmenyatakan bahwa penempatan etika dalam bisnis merupakan sebuah mitos. Adalima yang dijadikan sebagai dasar argument untuk menyatakan hal ini. Pertama,etika bersifat personal dan urusan pribadi, bukan urusan publik sehinggatidak relevan ditempatakan dalam bisnis yang berkaitan dengan lembaga. Kedua,etika dan bisnis tidak bisa dikaitkan karena keduanya mempunyai aturan danbidang yang berbeda. Ketiga, etika bersifat relative dalam arti tidak adaprinsip-prinsip yang bisa dijadikan sebagai standar yang sama. Situasi dankondisi yang berbeda membuat tuntutan dan aturan berbeda. Keempat, etika sudahtermuat dalam upaya menjalankan bisnis yang baik, karena itu bisinis yangbaik etika yang baik sama dengan bisnis yang baik. Kelima informasi dancomputer adalah amoral, karena tidak bisa dimintai pertanggungjawabandarinya, dan bisnis berkecimpung dalam dua sarana ini.( Bdk. Joseph W Weis,op.cit., hal. 14-28.)

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 20

Terkait dengan tata kelola, peristiwa Enron telah

memunculkan harapan baru, yakni ekspektasi etis di

masyarakat berkaitan dengan kualitas pengelolaan

perusahaan di belahan dunia,. Dan ekspektasi etis ini

telah mendapat tanggapan dari berbagai perusahaan baik

perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Leonard J Brooks

menunjukkan bahwa di sejumlah negara, seperti Amerika

Serikat, Kanada, Australia dan Inggris, kesadaran untuk

memperbaiki kerangka kerja tata kelola organisasi ke arah

yang lebih baik demi mengembalikan kepercayaan dalam

sistem pasar modal perusahaan mengalami peningkatan44.

Terkait dengan itu Brooks mencatat sekurang-kurangnya

tujuh kesepakatan dalam upaya memenuhi harapan publik.45

Pertama, pentingnya klarifikasi peran, tanggung jawab dan

akuntabilitas dari Dewan Direksi, subkomitenya, dan para

direktur pribadi, serta auditor. Kedua, penurunan konflik

kepentingan yang mempengaruhi para direktur, eksekutif dan

44 Bdk. Leonard J Brooks, op.cit., hal. 11.45 Perhatian pada tata kelola sesungguhnya sudah ada sebelum kasus Enron,namun menurut Leonard J Brooks lebih signifikan dan lebih serius sesudahtragedi Enron. Terkait dengan ini Brook mencoba mengurutkan perubahan itusecara kronologis sebagai berikut. Pada tahun 1994, ada peninjauan tatakelola perusahaan dan membuat rekomentasi untuk praktik perusahaan terbaikyang merupakan hasil dari pembicaraan Toronto Stock Exchange. Pada tahun 1999hal yang sama terjadi sebagai kelanjutan sebelumnya dengan mengadakan surveidan analisis prosedur tata kelola perusahaan-perusahaan. Satu tahun kemudiandihasilkan Kode Etik tentang prinsip-prinsip tata kelola yang baik danprinsip teladan pengelolaan. Pada bulan November terjadi pengkajian kondisitata kelola perusahaan di Kanada dan membuat rekomendasi perubahan yang akanmemastikannya sebagai contoh pengelolaan di Kanada. Pada tahun 2002, diadakankembali diskusi Toronto Stock Exchange dengan membuat petunjuk-petunjuk baru.Hasil mengejutkan adalah kesepakatan bahwa CEO dan DVO mengesahkan 8-K, yangberisikan pentingnya meningkatkan akuntabilitas, integritas dan transparansidari perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange ( Bdk. Leonard JBrooks, op.cit., hal. 11).

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 21

auditor sehingga pihak-pihak ini melatih kesetiaan,

penilaian independen dan objektivitas demi kepentingan

terbaik para pemegang saham atau perusahaan, atau dalam

kasus auditor untuk kepentingan publik. Ketiga, memastikan

bahwa para top management memiliki informasi yang cukup

mengenai rencana dan kegiatan perusahaan, cakupan

kebijakan dan pengendalian internal untuk memastikan

kepatuhan, termasuk keprihatinan pada whislte blower.

Keempat, memastikan bahwa para direktur memiliki

kompetensi keuangan yang memadai dalam keahlian yang

diperlukan.

Kelima, memastikan bahwa laporan keuangan dibuat dengan

akurat, lengkap, dapat dipahami dan bersifat transparan.

Keenam, memastikan standar akuntansi memadai untuk

melindungi kepentingan para investor. Ketujuh, memastikan

bahwa pengaturan dan pengawasan auditor perusahaan publik,

seperti janji dan porsi parameter, apakah telah mencukupi

atau tidak.

2.2 Kepedulian akan Etika Profesi Akuntan

Ekspektasi etis publik tidak hanya pada tata kelola,

tetapi juga kualitas profesi akuntan. Peristiwa Enron dan

Arthur Andersen telah membangkitkan kesadaran baru untuk

menempatkan etika profesi secara konsisten sebagai

pegangan dalam profesi akuntan. Dengan kata lain, kedua

kasus tersebut memberikan kesadaran yang jauh lebih besar

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 22

terhadap masalah dan tren etika yang sedang berjalan,

termasuk konflik kepentingan pribadi, kontrol kepentingan

pribadi, tugas fidusia direksi kepada pemegang saham dan

auditor terhadap kepentingan umum, serta makna sebuah

bisnis yang baik dalam mengembangkan budaya etis dalam

profesi akuntan. Budaya etis itu harus didasarkan pada

kejujuran, keadilan, integritas, objektivitas, tanggung

jawab, dan kepercayaan, serta penghargaan kepada

kepentingan pemangku kepentingan.

Itu berarti, kegagalan kedua perusahaan meningkatkan

perhatian pada etika dan reputasi secara serius. Apa yang

dikatakan oleh Richard T De George bahwa etika adalah bagian

yang tidak terpisahkan dari bisnis dan menjadi lem yang merekatkan semua

pihak yang terkait dalam bisnis46 semakin diakui oleh pelaku

bisnis. Ini mengubah paradigm lama yang hanya melihat

risiko ekonomi sebagai dasar pertimbangan dengan paradigm

baru yang menempatkan risiko etis sebagai dasar

pertimbangan dalam menjalankan bisnis.

Besarnya perhatian pada etika profesi akuntan itu

diperkuat dengan kehadiran dokumen bernama Sarbanes-Oxley Act

(SOX). Selain landasan legal formal, bagi profesi akuntan,

SOX juga memberikan kejelasan tentang peran, tanggung

jawab dan keanggotaan subkomite audit atas dewan, karena

dokumen ini memuat penegasan tentang kedudukan subkomite

audit yang secara langsung bertanggungjawab atas janji,

46 Tentang ini Richard De George mengatakan, “morality is the oil as well asthe glue of society and therefore of business” seperti dikutip K. Bertens,op.cit., hal. 379.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 23

kompensasi dan pengawasan, serta tugas-tugas subkomite

audit seperti membuat prosedur untuk menerima dan

menanggapi keluhan terkait dengan akutansi, audit,

pengendalian internal, termasuk menetapkan prosedur yang

memungkinkan karyawan mengajukan keluhan secara anonim,

serta menyetujui setiap layanan nonaudit yang akan

diberikan oleh auditor47.

Dari uraian panjang di atas jelaslah bahwa tuntutan untuk

menjalankan profesi berdasarkan standar moral semakin

gencar. Nilai-nilai etis bahkan dilihat sebagai ukuran

yang menentukan profesionalitas seorang akuntan. Menurut

Mark Cheffers, internalisasi dan penerapan etika secara

maksimal akan menghindari kehancuran profesi48. Inilah

pelajaran berharga dari kasus Arthur Andersen.

3. Pentingnya Etika Profesi Akuntansi dalam Pendidikan

Terkait dengan pernyataan akhir butir di atas, pertanyaan

yang relevan dimunculkan, upaya apa yang diperlukan agar

etika profesi sungguh mendarah daging bagi para akuntan?

Jawabnya adalah internalisasi nilai-nilai etis sejak dini.

Dan wadah yang sangat strategis untuk itu adalah dunia

pendidikan. Sebagaimana ditegaskan oleh Filsuf klasik

Yunani, Plato, dunia pendidikan merupakan wadah yang

sangat tepat dalam pembentukan kualitas pribadi

47Bdk. Michael Pakaluk., op.cit, hal. 120.48Bdk. Mark Cheffers & Michael Pakaluk, op.cit., hal. 20

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 24

seseorang49. Masa pendidikan merupakan kesempatan untuk

mempersiapkan para calon akuntan sebelum dia terjun ke

masyarakat. Di dalamnya mutu kepribadian seorang akuntan

dibentuk. Jadi, dalam masa pendidikan akuntan mengalami

humanisasi dan hominisasi, sebagaimana ditegaskanoleh N

Driyarkara50.

Karena masa sekolah merupakan humanisasi dan hominisasi,

maka mutu pendidikan perlu menjadi perhatian. Dan

pendidikan yang bermutu adalah pendidikan mengembangkan

kepribadian peserta didik secara komprehensif. Artinya,

bukan hanya kemampuan kognitif berupa pengetahuan yang

memadai perlu dikembangkan, tetapi juga kemampuan afektif

dan psikomotorik51. Dalam mengembangkan dua aspek

terakhir, etika harus dijadikan sebagai bagian integral

pendidikan. Berkaitan dengan profesi akuntan, etika

profesi akuntan menjadi sangat relevan. Ini merupakan

upaya untuk membekali para calon akuntan tentang prinsip-

prinsip etis sebelum terjun ke masyarakat. Internalisasi

etika profesi tidak terjadi dalam waktu yang singkat dan

tidak pula terjadi dengan sendirinya. Proses dan waktu

yang panjang diperlukan untuk itu. Dan awal dari proses

dan waktu yang panjang itu adalah dunia pendidikan.

49 Bdk. Plato (2006), Rebublic, translated by Jhon Lleweyln Davies and DavidJames Vaughan, Great Britain: Wordsworth Classics of World Literature, hal.206, 50 Bdk. A Sudiardja, SJ, (2006), Karya Lengkap Driyarkara, Jakarta & Yogyakarta:Gramedia & Kanisius, hal. 366. 51 Bdk. Benjamin S. Bloom, (1956), Taxonomy of Educational Objectives: The Classification ofEducational Goals , New York: David McKay.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 25

Memang harus diakui bahwa pengajaran mata kuliah etika

profesi tidak secara otomatis membuat kaum professional,

termasuk akuntan berperilaku etis, namun minimal kesadaran

mereka tentang nilai-nilai moral dibuka. Dengan kesadaran

itulah mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana

yang buruk, mampu mengambil keputusan secara tepat, serta

mencari solusi atas masalah yang dihadapi di lapangan di

kemudian hari. Seperti dikatakan oleh Socrates,

pengetahuan tentang apa yang baik dan yang buruk merupakan

dasar untuk menilai apa yang baik dan apa yang buruk52.

Ini berarti pengetahuan merupakan langkah awal dalam

membentuk perilaku dan dasar penilaian etis. Kasus Arthur

Andersen telah menjadi sebuah pelajaran berharga bahwa

minimnya kesadaran etis merupakan akar kehancuran pada

masa depan profesi.

Dalam mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi, etika

profesi memiliki andil besar. Karena itu etika profesi

sangat relevan bahkan mendesak dijadikan sebagai bagian

integral pendidikan akuntansi maupun Pendidikan Profesi

Akuntan. Kedudukan akuntan sebagai jantung atau hati dari

korporasi53 mengisyaratkan bahwa seorang akuntan harus

mempunyai kesadaran yang memadai tentang etika profesi

demi menjamin mutu pekerjaan dan eksistensi perusahaan.

52 Bdk. Hugh Trendennick & Harold Tarrant ( 2006). Plato, Hari-hari Terakhir Socrates,terj. Eleonora Brigita, Jakarta: Elexmedia Komputindo, hal. 1. 53 Bdk. Josep L Signour , (20102), Etika Bisnis, Jakarta: Penerbit Obor, hal. 49.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 26

Ada empat alasan mengapa etika profesi perlu menjadi

bagian pendidikan akuntan54. Pertama, sebagaimana sudah

terlihat dalam kasus Arthur Andersen, seorang akuntan

berhadapan dengan masalah yang kompleks, yang jawabannya

kadang-kadang tidak bisa disandarkan pada keyakinan yang

dimilikinya maupun yang ada di masyarakat. Berhadapan

dengan situasi itu, pertanyaan yang muncul, ke mana ia

harus mencari jawaban? Jawabanya adalah pada suara

hatinya55. Namun suara hati harus terus dibina, dan

pembinaan itu terjadi salah satunya melalui pendidikan.56

Kedua, di lapangan seorang akuntan harus mengambil

keputusan berhadapan dengan berbagai nilai yang

dihadapinya, bahkan bisa saja terjadi dilemma, seperti

yang dialami Arthur Andersen. Dalam berhadapan dengan

situasi dilematis ini, etika memberikan insight bagi sang

akuntan. Etika akan mendorongnya untuk aktif mencari

alasan-alasan yang memadai mengapa ia menolak sesuatu,

tetapi menolak yang lain. Dengan kata lain, etika membuat

seorang akuntan bertindak secara rasional dan objektif

dalam menjalankan tugasnya kelak.

Ketiga, terkait dengan alasan kedua, etika mengantar seorang

akuntan untuk mengkritisi apa yang dihadapi dan

dikerjakan agar layak dijalani. Sebagaimana dikatakan oleh

54 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, op.cit., hal. 28-29.55 Bdk. Franz Magnis Suseno (1985), Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius, hal. 76.56 Bdk. J Sudarminta (2013), Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif, Yogyakarta: Kanisius, hal. 72.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 27

Socrates, hidup yang tidak teruji tidak layak dihidupi57.

Bagi seorang akuntan ini penting agar semakin memberi

makna bagi profesinya, dan terhindar dari konflik

kepentingan.

Keempat, pendidikan etika profesi membekali calon akuntan

dengan kemampuan yang memadai dalam mengidentifikasi

berbagai persoalan di lapangan dan menerapkan prinsip-

prinsip dasar di tengah persoalan itu secara konsisten

dalam mengemban profesinya. Dengan kejernihan pikiran ini

kelak calon akuntan bisa bertindak secara benar. Dengan

dasar inilah calon akuntan yang berintegritas, otonom,

bertanggungjawab, bertindak objektif, memiliki kepedulian

pada kepentingan umum, yang semuanya menjadi prinsip-

prinsip utama bagi seorang akuntan dan menjadi ciri-ciri

karakter akuntan profesional58 akan terbentuk. Semua

prinsip ini merupakan muatan dari etika profesi akuntan.

4. Penutup

Peristiwa selalu mempunyai makna dan makna itu harus

digali secara mendalam agar bisa menjadi pelajaran

berharga di kemudian hari. Suatu peristiwa merupakan

kesaksian sejarah. Namun kesaksian sejarah itu bukan tanpa

makna, sebaliknya sarat dengan maknya. Dengan demikian

peristiwa sejarah juga bisa memuat fungsi penyebaran

57 Bdk. Hugh Tredennick & Harold Tarrant, op.cit., hal. 149.58 Bdk. Ronald F Duska, op.cit., hal. 77 – 90.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 28

nilai.59 Jika pernyataan ini dikaitkan dengan Enron dan

Arthur Andersen, maka jelaslah kebangkrutan keduanya pada

tahun 2001 merupakan kesaksian sejarah yang sarat dengan

pelajaran moral yang berharga.

Ada dua pelajaran moral berharga yang bisa diambil dari

peristiwa tersebut. Pertama, pentingnya pengelolaan yang

sehat dalam menangani bisnis. Inti pengelolaan yang sehat

itu adalah pemberlakuan prinsip akuntabilitas,

transparansi, fairness serta tanggung jawab dalam menangani

bisnis atau perusahaan. Kesadaran dan tekad untuk

konsisten untuk menerapkan semua prinsip ini akan

menghindari kehancuran bisnis.

Kedua, dalam menjalankan profesi, seorang profesional

harus berpijak pada nilai-nilai etis. Akuntan sebagai

profesi tidak luput dari tuntutan ini. Karena itu pula

seorang akuntan harus menjaga profesionalisme dalam

menjalankan tugasnya dengan komitmen pada prinsip-prinsip

formal akuntansi dan etika profesi akuntan yang berintikan

pada integritas, otonom, tanggung jawab, dan independen,

objektif, serta berpihak pada kepentingan umum.

Tuntutan semakin besar untuk memperhatikan nilai-nilai

etis dalam profesi akuntan mengisyaratkan pentingnya

menempatkan etika profesi sebagai bagian integral dalam

pendidikan akuntansi dan profesi akuntan. Dengan kata

lain, etika profesi akuntan menjadi bagian yang tidak

59 Bdk. Kasdin Sihotang (2009), Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme,Jakarta: Kanisius, hal. 189.

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 29

terpisahkan dari pendidikan calon-calon akuntan60.

Tujuannya adalah untuk memberikan mereka modal hidup dalam

mengemban profesi berbentuk kemampuan untuk membedakan

yang baik dari yang buruk, yang benar dengan yang salah,

kesadaran yang besar tentang prinsp-prinsip etis. Kelak

dengan berbekalkan semua ini mereka dapat mengambil

keputusan yang tepat dalam pekerjaannya. Dan modal yang

mendasar itu didapatkan melalui pendidikan etika profesi.

Karena itulah tuntutan untuk menempatkan etika profesi

sangat tepat dijadikan sebagai bagian integral dari

pendidikan calon-calon akuntan maupun pendidikan profesi

akuntan. 60 Hal ini juga sangat tegas ditekankan dalam pertemuan IFAC ComitteEducational Meeting yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2005.Dalam pertemuan itu dihasilkan suatu rumusan yang menegaskan pentingnyapendidikan etika profesi akuntan dengan fokus pada empat hal. Rumusan itumenyangkut empat tahapan pendidian etika. Rumusan , yakni Secara jelas hasilpertemuan itu merumuskan bahwa empat tahapan, yakni tahap pengetahuan etika,emosi, penilaian dan perilaku. Lengkapnya adalah sebagai berikut, Stage 1 EthicsKnowledge. Ethics education at this foundation stage instils in accountantsfundamental knowledge on matters concerning professional values, ethics andattitudes. Ethics education at this stage focuses on the intellectualbackground which is necessary to ensure an accountant or accounting learnerunderstand the basic environment which influences decisions, and thefundamental theories and principles of ethics, virtues, and individual moraldevelopment which govern one’s actions. Ethics knowledge provides the social,ethical and emotional intelligence for the learner. Stage 2 Ethical Sensitivity. Stage2 applies the basic ethical principles introduced in Stage 1 to the relevantfunctional areas (e.g. auditing and taxation) of accounting practice. Thepurpose of Stage 2 is to sensitise accountants and learners to the ethicaldimensions of accounting practice to ensure they are capable of recognizingethical threats as they arise. Stage 3 Ethical Judgement. Stage 3 is an applicationstage where individuals learn how to integrate and apply ethics knowledgeand sensitivity to derive at a reasoned and well informed decision. Stage 3is designed to assist learners and accountants in deciding on ethicalpriorities and apply a well founded process in making ethical decisions.Stage 4 Ethical behavior. Ethical behaviour means acting on principles, not merelybelieving in them. Therefore, professional accountants have a responsibilitynot only to abstain from action that may harm others, but in activelypursuing the right course of action. Stage 4 is concerned with how to behaveethically in situational or contextual environments such as the workplace( Lihat Draft Professional ethics for accountants: Approaches to the development and maintenanceof professional values, ethics and attitudes in accounting education programs, 2005).

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 30

***

Daftar Pustaka

Bertens, K ( 2000). Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius.Bloom, Benjamin S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification

of Educational Goals, New York: David McKay.Branson, Douglas M, (1993). Corporate Governance, Virginia: The Michie

Company.Brooks, Leonard J & Paulin Dunn, (2011). Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur,

Eksekutif, dan Akuntan Buku 1 dan 2, terjemahan Kanti Pertiwi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Byrnes, Nanette Byrnes, et al, “Publik Accounting in Crisis”, Business Week,

January 28, 2002.Carrol, Archie B and Ann K Buchholt, (2009). Business & Society: Ethics and

Stakeholder Management, South-Western: Cengage Learning.Cheffers, Mark & Michael Pakaluk, (2007), Understanding Accounting Ethics, 2nd

edition, Massusetha: Allan Davis Press.Covey, Steven M R with Rebecca R Merril, ( 2008). The Speed of Trust: The One

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 31

Thing That Changes Everything, New York: Free Press.De George, Richard T, ( 2003). The Ethics of Information Techonolgy and Business,

United Kingdom: Blackwell.Duska, Ronald F Duska and Brenda Shay Duska. (2006). Accounting Ethics, USA:

Blacwell Publishing.McPhail, Ken and Diane Walters, (2009). Accounting & Business Ethics, London

and New York: Rougledge Taylor & Francis Group.Pakaluk, Michael & Mark Cheffers, (2011). Accounting Ethics and the

Near Collapse of The World’s Financial System, Massachusetts: Alen Daved Press.

Plato, (1997). Rebublic, translated by Jhon Lleweyln Davies and David James

Vaughan, Great Britain: Wordsworth Classics of World Literature. Signour, L Josep, (2010). Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku

Bisnis Kontemporer, Jakarta: Penerbit Obor.Sihotang, Kasdin, (2009). Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme,

Jakarta: Kanisius.Sihotang, Kasdin, (2014). Kerja Bermartabat: Kunci Meraih Sukses, Jakarta:

Penerbit Universitas Atma Jaya.Sudarminta, J., (2013), Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan

Teori Etika Normatif, Yogyakarta: KanisiusSularto, St, ed, (2006). Karya Lengkap Driyarkara, Jakarta & Yogyakarta:

Gramedia & Kanisius. Suseno, Franz Magnis, (1985), Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat

Moral, Yogyakarta: Kanisius.Sutedi, Adrian, (2011). Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.Tredennick, Hugh & Harold Tarrant, (2003). Plato: Hari-hari Terakhir Socrates

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 32

Euthyphro, Apology, Crito, Phaedo, terj. Eleonora Brighita, Jakarta: Elexmedia Komputindo.

Weis, Joseph W, (2000). Business Ethics: A Stakeholder and Issues Management

Approach, South Western: Thomson.

BIODATA PENULIS

Kasdin Sihotang, lahir di Huta Godung, KecamatanParlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, 9Juni 1966. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri, HutaGodung (1981), pendidikan menengah di SMP Santa Maria, Pakkat(1983), dan SMA Seminari Menengah, Pematang Siantar (1987).Meraih gelar S1 (1993) dan S2 (2004) dari Sekolah TinggiFilsafat Driyarkara, Jakarta. Sejak 1996 menjadi staf intiPusat Pengembangan Etika (PPE), dan tahun 2000 menjadi dosentetap di Fakultas Ekonomi untuk Filsafat dan Etika Bisnis,serta Etika Profesi Akuntan. Karya-karyanya berbentuk opinipernah dimuat di sejumlah media cetak nasional seperti Kompas,Suara Karya, dan Seputar Indonesia, The Jakarta Post dan Suara Pembaruan.Karya berbentuk buku antara lain Filsafat Manusia:Upaya MembangkitkanHumanisme ( Kanisius, 2013, cet. ke-6); Kerja Bermartabat: KunciMeraih Sukses (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014). Menyumbangartikel dalam beberapa buku seperti Handbook of Modern Secretary(PPM, 2010); Moralitas Lentera Peradaban ( Kanisius, 2011), CivicEducation ( Fidei, 2011), Critical Thinking (Sinar Harapan, 2012),Pendidikan Pancasila (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2013), danWacana Tubuh dan Kedokteran ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2014). Selain itu menjadi editor sejumlah buku sepertiRestrukturisasi Menuju Kemandirian (Unika Atma Jaya, Jakarta, 2000);Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama (Penerbit Obor, 2008); TeropongPendidikan Kita: Antologi Artikel2007-2008 (Departemen Pendidikan danKebudayaan, 2008); Opini Pendidikan (Departemen Pendidikan danKebudayaan, 2008), Ilmu Politik ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2013), Hak Asasi Manusia (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014),Literasi Informasi (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014) danDeterminasi Kesesehatan Masyarakat ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2014). Pada 2008, mendapat penghargaan dari KementerianPendidikan Nasional atas artikel berjudul “Peran SosialPerguruan Tinggi” yang diterbitkan harian Suara Pembaruan, 7Juli 2007. Kini menjadi Koordinator Unit Pelaksana Teknis

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 33

Matakuliah Pengembangan Kepribadian (UPT MPK) Unika Atma Jaya,Jakarta dan penulis tetap rubrik etika di Harian SuaraPembaruan.***

File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 34