Urgensi Etika dalam Manajemen dan Profesi Akuntan
Transcript of Urgensi Etika dalam Manajemen dan Profesi Akuntan
Urgensi Etika dalam Bisnis dan Profesi AkuntanTinjauan Kritis atas Kasus Enron dan Arthur Andersen
Oleh Kasdin SihotangDosen Etika Profesi Akuntan di FE dan Staf PPE Unika Atma
Jaya, Jakarta
Abstrak:
Bisnis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidupmanusia. Sebagai bagian dari kehidupan manusia, bisnisharus dijalankan secara etis. Ini berarti, bisnismembutuhkan etika. Jika seorang pelaku bisnis mengabaikanetika dalam kegiatannya, dia melakukan tindakan bunuhdiri. Pengabaian ini akan menyebabkan kebangkrutan. Faktainilah yang terlihat dalam kebangkrutan Enron dan ArthurAndersen. Kehancuran kedua perusahaan ini telahmembangkitkan kesadaran dan ekspektasi publik baik bagipara pelaku bisnis untuk menerapkan tata kelola yang sehatberdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, fairnessdan tanggung jawab maupun bagi akuntan untuk menerapkanetika profesi yang meliputi integritas, independensi,objektivitas dan kejujuran serta kepentingan publik.Kehancuran itu juga mendorong agar etika profesi akuntanmenjadi bagian integral dari pendidikan untukmembangkitkan kesadaran calon akuntan akan apa yang baikdan apa yang buruk dalam menjalankan pekerjaannya kelak.
Kata-kata kunci: tata kelola, akuntabilitas, transparansi,fairness, tanggung jawab, keadilan, otonomi, independensi,integritas, etika, etika profesi, profesi akuntan,kepentingan publik dan profesi, serta pendidikan.
Abstract:Business is related to human life. As part of human life, it must be doneethically. It means, business needs ethics. If businessman ignores ethics fromhis activities, he will suicide. His immoral action will cause a bankcruptcy.The bankruptcy of Enron and Arthur Andersen are the examples of corporatebadness. It raised people’s awareness and expectation up both tobusinessman to apply the principles of the good corporate governance, that
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 1
are accountability, transparency, fairness and responsibility and toaccountants to practice accounting ethics, including integrity, independence,objectivity, honesty and public interest as well. It was suggested that study onthe ethics of accounting profession is an integrated part of education to riseaccounting student’s awareness of rightness and badness in doing job.
Key Words: Governance, accountability, transparency, fairness, responsibility,justice, otonomy, independency, integrity, ethics, professional ethics, the ethicsof accounting profession, public interest, profession and education.
Pengantar
Kehancuran sebuah bisnis tidak saja disebabkan oleh
kebangkrutan ekonomi, melainkan juga oleh kebangkrutan
moralitas dalam mengelolanya. Bahkan kebangkuran moral ini
merupakan sumber yang paling membahayakan bagi
kelangsungan bisnis. Penegasan ini bukan ilusi, melainkan
fakta. Banyak perusahaan yang bisa dijadikan sebagai
contoh. Kebangkuran Enron dan Arthur Andersen yang terjadi
di Amerika Serikat1, yang menjadi fokus sorotan dalam
tulisan ini, adalah contoh yang jelas untuk itu.
Peristiwa tiga belas tahun lalu tersebut merupakan
sesuatu yang sangat mengejutkan bagi dunia bisnis,
mengingat Enron masuk dalam bilangan perusahaan terbesar
ke-7 di Amerika Serikat dengan tenaga kerja 25000 orang
maupun Arthur Andersen sebagai lembaga akuntan ternama2,
1 Bdk. Leonard J Brooks & Paulin Dunn (2011), Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur,Eksekutif, dan Akuntan Buku 1, terjemahan Kanti Pertiwi, Jakarta: Penerbit SalembaEmpat, hal. 91. 2Dalam perjalannnya sepanjang akhir periode 1990-an, pergerakan sahamperusahaan Enron sangat menggembirakan. Saham perusahaan ini naik secara
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 2
namun memberi pelajaran berharga tentang dampak negatif
dari pengelolaan perusahaan yang tidak sehat dan
pengabaian etika dalam menjalankan profesi, khususnya
profesi akuntan.
Berkaitan dengan kasus di atas, sejumlah pertanyaan
mendasar berikut relevan diajukan: Apa yang menjadi sebab
dari kebangkrutan Enron dan Arthur Andersen? Dari segi
etika, khususnya etika profesi akuntan, apa yang bisa
digali dari peristiwa tersebut? Dan pelajaran apa yang
bisa diambil dari kasus tersebut untuk mengantisipasi agar
kejadian serupa tidak terulang di kemudian? Tiga
pertanyaan inilah yang menjadi titik berangkat pembahasan
dalam artikel ini.
Artikel ini dibagi dalam empat butir. Butir pertama akan
menganalisa akar dari kebangkrutan perusahaan Enron, yang
berfokus pada dua hal, yakni bagaimana penerapan prinsip-
prinsip tata kelola seperti akuntabilitas, transparansi,
fairness serta tanggung jawab dalam mengurus perusahaan dan
bagaimana nilai-nilai etis profesi, khususnya etika
perlahan-lahan, namun meyakinkan dengan rentang perdagangan $20- $40. Dalambeberapa bulan awal milenium baru, harga saham Enron melonjak menjadi $ 70.Selama tahun 2000 saham Enron diperdagangkan di kisaran $ 60 sampai $90 danmencapai puncaknya pada bulan Agustus 2001 dengan harga $ 90.56. Peningkatandrastis harga saham ini menunjukkan tingkat kepercayaan pasar sangat besarpada Enron. Namun sesuatu yang mengejutkan terjadi bagi Enron pada tahun2001. Pada tahun itu perkembangan perusahaan mengalami antiklimaks.Perdagangan saham menurun drastis hingga sampai pada satu titik di mana sahamEnron berada pada titik nol. Pada 2 Desember 2001 manajemen perusahaan Enronmeminta perlindungan dari kreditur di bawah pengawasan US Securities Act. Padatanggal 2 April 2002 sahamnya hanya bernilai 24 sen pada pasar over the counter,yang artinya tidak terdaftar pada pasar bursa saham utama. Ini berartiperusahaan Enron mengalami gejala kebangkurtan (Bdk. Leonard J Brooks, op.cit.,hal.89.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 3
profesi akuntan diterapkan di dalamnya. Butir kedua akan
berisikan pembahasan tentang berbagai ekspektasi etis
publik sebagai implikasi peristiwa tersebut dalam
pengelolaan perusahaan dan kualitas profesi akuntan.
Butir ketiga berbicara tentang upaya preventif intensif
melalui perhatian pada pendidikan etika profesi sejak
dini. Butir keempat merupakan kesimpulan.
1. Dua Akar Kehancuran
Kehancuran perusahaan Enron merupakan pukulan berat dalam
bisnis. Dan peristiwa buruk tersebut tidak pernah diduga
oleh banyak orang, khususnya pelaku bisnis dan pengamat
ekonomi, mengingat perkembangan perusahaan Enron begitu
pesat dalam kurun waktu tahun 90-an, bahkan sempat
tercatat sebagai perusahaan yang memiliki reputasi sangat
baik di tingkat dunia3.
Secara umum, ada dua akar hancurnya Enron dan Arthur
Anderson. Kedua akar itu adalah tidak berjalannya tata
kelola dan minimnya kepedulian pada etika dalam
menjalankan profesi akuntan. Faktor pertama sangat terkait
dengan Enron, dan faktor kedua sangat berhubungan dengan
Arthur Andersen.4
3 Ibid., hal. 89.4 Faktor kedua bersifat korelasional dengan faktor yang pertama. Artinya,kehancuran Enron juga karena tidak diterapkannya etika dalam menjalankanproesi akuntan. Namun di paper ini kedua faktor dipisah dalam uraian dengantujuan memberi tekanan pada pentingnya dua aspek dalam kegiatan bisnis, yaknipengelolaan dan etika dalam kerja.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 4
1.1 Pengelolaan yang salah
Sumber pertama kehancuran Enron adalah pengelolaan
perusahaan yang tidak sehat5. Dalam bisnis modern
kelanggengan sebuah perusahaan sangat tergantung pada
kualitas pengelolaan yang diterapkan. Pengelolaan sehat
merupakan syarat bagi kelanggengan itu. Demikian
sebaliknya6, kalau pengelolaan yang diterapkan tidak
sehat, maka masa depan perusahaan akan terancam.
Aktivitasnya pun hanya bertahan dalam waktu yang singkat.
Itu berarti, prinsip-prinsip manajemen yang sehat menjadi
sebuah keharusan bagi bisnis modern7. Dengan alasan ini,
maka good corporate governance (GCG) yang berasaskan pada
prinsip akuntabilitas, transparansi, fairness, dan tanggung
jawab menjadi penentu bagi kelangsungan perusahaan.8
Akan tetapi dalam pengelolaan Enron prinsip-prinsip GCG
itu tidak mendapat perhatian. Deviasi terhadap keempat
prinsip itu sangat menonjol dalam cara pengelolaan tidak
wajar yang dilakukan oleh Enron seperti pelaporan yang5 Bdk. Leonard J Brooks., op.cit., hal. 84-121.6 Bdk. Richard T de George, ( 2003). The Ethics of Information Techonolgy and Business,United Kingdom: Blackwell, hal. 37.7 Bdk. Leonard J Brooks & Paul Dunn ( 2012), Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur,Eksekutif dan Akuntan, cet.ke- 5, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat, hal. 2-40.8 Ada empat prinsip dasar tata kelola, yakni akuntabilitas, transparansi, dankeadilan serta tanggung jawab. Keadilan menjamin perlindungan hak parapemegang saham dan menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.Transparansi mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu,serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan,pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan. Akuntabilitas menjelaskanperan dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangankepentingan manejemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi oleh DewanKomisaris. (Lihat Archie B. Carrol and Ann K Buchholtz (2009). Business &Society: Ethics and Stakeholder Management, South-Western: Cengage Learneng, hal. 122.Juga lihat Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta,2011, hal. 4.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 5
tidak tansparan, pengawasan yang tidak melekat, serta
penghilangan dokumen laporan keuangan9.
1.1.1 Nihilnya Akuntabilitas
Terkait dengan akuntabitilitas, menurut Leonard J Brook,
mengutip Summary of Findings Power Report10, ada lima
penyimpangan besar yang dilakukan oleh Enron. Pertama,
minimnya upaya preventif dewan direksi yang menyebabkan
berkembangnya tindakan kelompok karyawan untuk memperkaya
diri dengan berbagai cara.11 Kedua, adanya upaya
menyembunyikan aset dan kewajiban dengan pendirian dan
penggunaan kemitraan seperti Chewco, LJMI dan LJM2 yang
juga ditangani oleh karyawan Enron sendiri untuk melakukan
9 Dengan merujuk laporan Power Report, Leonard J Brooks menyatakan bahwa padatanggal 16 Oktober 2001 Enron mengumumkan bahwa perusahan mengambil $ 544juta setelah pajak yang dibebankan pada laba yang terkait dengan transaksiLJM2 Co-Investment LP, menjadikan Fastow sebagai mitra, padahal Fastow adalahbagian dari perusahaan. Enron juga mengumumkan pengurangan ekuitas pemegangsehamnya sebesar$ 1.2 miliar yang berkaitan dengan transaksi dengan entitasyang sama. Kurang dari satu bulan, Enron membuat laporan baru tentang kondisikeuangan yang keliru terkait dengan transaksinya dengan kemitraan Fastow yanglain dan tambahan entitas pihak terkait, yakni Chewco Investment, yangdikelola oleh karyawan Enron Global Finance. Ditemukan pula bahwa adapenyajian kembali seperti yang sebelumnya dibebankan pada laba danpengurangan ekuitas pemegang saham yang jumlahnya sangat besar untuk periode1997 hingga 2001, karena kesalahan akuntansi terkait transaksi dengankemitraan Fastow yang lain, LJM Cayman, LP dan tambahan entitas pihakterkait, Chewco Investment yang dikelola oleh Enron Global Enron. Dalamlaporan ini Enron ada pengurangan rugi laba sebesar $ 248 juta dari $ 979pada tahun 1999 dan $299 juta dari total $ 979 juta pada tahun 2000.Penyajian ulang menyebabkan pengurangan ekuitas pemegang saham yangdilaporkan pada tahun 1997 yang besarnya $258 juta dan pada tahun 1998 $ 391juta, pada tahun 1999 $ 710 juta dan pada tahun 2000 # 754 juta. (Bdk LeonardJ Brooks, Buku 1, op.cit., hal. 90-92).10 Bdk. Leonard J Brooks, op.cit., hal. 88-89.11 Dilaporkan bahwa Fastow perusahaan yang ditangani oleh karyawan Enronmemperoleh uang sebesar $ 30 juta, demikian juga Kopper mendapat $ 10 juta( Lihat Leonard J Brooks, op.cit., hal. 87).
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 6
transaksi yang tidak dapat diatur dengan entitas
independen dan dirancang untuk mencapai hasil laporan yang
positif dengan mengabaikan pencapaian ekonomi yang jujur,
serta aturan-aturan akuntansi di Amerika Serikat.
Ketiga, terjadinya transaksi yang tidak semestinya dengan
jumlah begitu besar yang implikasinya sangat signifikan
dalam pelaporan keuangan Enron. Hal ini dilakukan untuk
memberi kesan positif terhadap kondisi keuangan Enron.
Keempat, terjadinya perlakuan yang salah terhadap akuntan.
Enron membayar Arthur Andersen dengan begitu mahal untuk
mengaudit perusahaan Chewco dan LJMI, yang adalah anak
perusahaan Enron, namun fungsi advisorialnya tidak
berjalan, karena nasehat Athur Anderson tidak dijadikan
sebagai dasar pelaporan keungan, malahan membayar Arthur
Andersen dengan tarif yang begitu mahal agar tidak
membongkar berbagai kekeliruan Enron.
Kelima, eliminasi prinsip independensi pemilik perusahaan
untuk membuat sebuah investasi ekuitas substantif
sekurang-kurangnya 3 persen dari aset special purpose entities
(SPE) dan 3 persen sebagai berisiko di seluruh transaksi
serta independensi melakukan pengendalian terhadap SPE12.
1.1.2 Pengabaian Transparansi12 Kondisi ini harus dipenuhi menurut aturan akuntan AS agar Enron bisamencatat keuntungan dan kerugian transaksi dengan SPE serta aset dankewajiban SPE tidak dimasukkan dalam neraca Enron walaupun Enron dan SPEberkaitan erat (Bdk. Mark Cheffer & Michael Pakaluk, (2007), UnderstandingAccounting Ethics, Massuchette: Allen Davis Press, hal. 91-94.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 7
Informasi materi perusahaan yang akurat dan tepat waktu
antara lain meliputi situasi keuangan, kinerja perusahaan,
manejemen perusahaan serta faktor risiko yang mungkin
timbul merupakan kerangka kerja corporate governance. Dengan
kata lain, penyebaran informasi secara terbuka, dan
objektif termasuk dalam laporan keuangan merupakan bagian
dari pengelolaan perusahaan. Inilah hakikat dari
transparansi.
Enron secara jelas mengabaikan hakikat transparansi
tersebut, khusunya berkaitan dengan laporan keuangan13.
Enron berusaha menutupi kondisi keuangan yang buruk dengan
menghilangkan dokumen transaksi keuangan secara luas.
Penghilangan dokumen itu dilakukan untuk menghindari
pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. Yang paling
buruk, Dewan Direksi dengan sengaja mengijinkan Enron
untuk melakukan kecurangan itu agar para investor dan
pemegang saham tidak menarik uangnya dari perusahaan.
Untuk menjaga agar tindakan buruk itu tidak diketahui
publik, kebebasan auditor internal perusahaan dibungkam
dalam menjalankan fungsi yang sebenarnya. Auditor harus
mengikuti kemauan auditee, yang justru sikap ini sangat
bertentangan dengan tugas, dan wewenang, serta fungsi
seorang auditor.14
13 Dalam tata kelola perusahaan, laporan keuangan yang transparan mempunyaikorelasi dengan tingkat kepercayaan para investor dan pemegang saham. Dinegara-negara maju, para investor bersedia memberi premium yang cukup tinggikepada perusahaan yang menerapkan prinsip transparansi dengan konsisten. Halini ditemukan oleh Mc Kinsey (Lihat, Adrian Sutedi, op.cit., hal. 57). 14 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, (2006), Accounting Ethics, USA:Blacwell Publishing, hal. 107.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 8
1.1.3 Minimnya Tanggung Jawab
Kesalahan pengelolaan itu diperparah dengan minusnya
tanggung jawab yang diperlihatkan oleh top management
perusahaan. Pada hakikatnya, prinsip tanggung jawab memuat
dua hal, yakni di satu sisi mengusahakan pengelolaan yang
baik dengan mempertimbangkan dampak baik dan dampak buruk
seluruh perbuatan yang dilakukan secara matang, di lain
sisi berani menanggung reriko dari sebuah tindakan atau
keputusan yang dilakukan15.
Dalam konteks perusahaan, tanggung jawab top management
adalah mengembangkan perusahaan secara berkelanjutan
dengan menghindari segala hal yang merugikan perusahaan.
Dengan kata lain, cost benefit analysis dijadikan oleh top
management sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil
keputusan tentang perusahaan.
Dewan Direksi adalah bagian dari top management. Sesuai
dengan tugas utamanya, Dewan Direksi mempunyai kewajiban
fidusia, yakni meninjau strategi bisnis perusahaan secara keseluruhan,
memilih dan memberikan kompensasi eksekutif senior perusahaan,
mengevaluasi eksternal perusahaan dan mengevaluasi laporan keuangan
perusahaan serta memantau kinerja perusahaan secara keseluruhan16.
Dewan Direksi juga bertanggungjawab untuk mengawasi lini
15 Bdk. Kasdin Sihotang, (2014), Kerja Bermartabat: Kunci Meraih Sukses, Jakarta:Penerbit Universitas Atma Jaya, hal. 157. Lihat juga Ronald F Duska, op.cit.,hal. 156.16 Bdk. Joseph W Weis, (2000). Business Ethics: A Stakeholder and Issues ManagementApproach, South Western: Thomson, hal. 140.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 9
bisnis dan strateginya, termasuk memastikan kualitas
pertanggungjawaban laporan keuangan untuk menjamin
kepercayaan investor dan pemegang saham. Karena itu
penyajian laporan keuangan yang sebenarnya menjadi tugas
dan tanggung jawab besar bagi manajemen perusahaan17.
Namun dalam pengelolaan, hakikat prinsip tanggung jawab
tersebut tidak diindahkan oleh Enron, khususnya Dewan
Direksi. Pengawasan Dewan Direksi terhadap manajemen
perusahaan sangat lemah. Bahkan, tiga tugas besar status
fidusia direktur, yakni ketaatan, loyalitas dan ketekunan18 sama
sekali tidak dipejalankan. Dewan Direksi justru
mengembangkan sejumlah strategi bisnis utilitarianistik
yang merugikan masa depan perusahaan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,
namun merugikan stakeholders . Tindakan ini menurut Doughlas
M Branson merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
prinsip Fiduciary Duty.19
1.1.4 Ketidakadilan
Prinsip tata kelola lain yang dilanggar oleh Enron adalah
fairness. Fairness berkaitan dengan keadilan. Keadilan
mempunyai pengertian yang sangat luas. Namun, arti
sederhana bisa diambil dari ungkapan Romawi bertuliskan
17 Bdk. Adrian Sutedi, op.cit., hal. 89.18 Bdk. Leonard J Brook, op.cit., hal. 100.19 Bdk. Douglas M Branson (1993). Corporate Governance, Virginia: The Michie Company, hal. 32.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 10
tribuere cuique, artinya memberikan apa yang menjadi hak
orang20. Keadilan berkaitan dengan pengaturan hak dan
kewajiban semua pemangku kepentingan secara fair. Dengan
kata lain, hak legal, hak ekonomis dan hak moral serta
kewajiban-kewajiban seperti ketaatan, konfidensialitas dan
loyalitas menjadi objek material dari keadilan 21. Ini
juga menjadi hakikat pengelolaan yang sehat. Dalam tata
kelola, sebagaimana ditegaskan oleh Adrian Sutedi,
keadilan atau fairness terungkap dalam perlakuan yang sama
terhadap pemegang saham dengan keterbukaan inrormasi yang
penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan
perdagangan saham oleh orang dalam22.
Peluang-peluang yang memberi ruang ketidakseimbangan
terhadap hak dan kewajiban pada pihak-pihak tertentu
serta membuat kebijakan manipulatif merupakan praktik
ketidakadilan dalam bisnis. Dan manajemen Enron melakukan
hal ini. Seperti sudah disinggung dalam butir sebelumnya,
kalangan karyawan dan mitra memperkaya diri dengan mudah,
karena lemahnya pengawasan Dewan Direksi. Ini berarti,
di satu sisi ada pihak yang diuntungkan, di lain sisi ada
pihak yang sangat dirugikan. Yang diuntungkan adalah
20 Bdk. K Bertens, (2000), Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, hal. 86.21 Yang dimaksudkan dengan hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkankesejahteraan secara ekonomis meliputi hak mendapatkan gaji atau upay yangadil, hak mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja dan hakmendapatkan bagian bonus atau insentif karena prestasi. Hak hukum berarti hakuntuk diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan-aturan atau norma-normahukum yang berlaku dalam perusahaan. Sementara hak moral adalah hak ataskebebasan suara hati, hak atas rahasia pribadi dan hak atas perlakuan yangsama. Termasuk dalam hak moral adalah melaporkan kecurangan perusahaan,termasuk whistle blowing (Bdk. Kasdin Sihotang, op.cit., hal. 167-179). 22 Bdk. Adrian Sutedi, op.cit., hal. 130.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 11
mereka yang mempunyai andil dengan manejemen perusahaan
dan mendapat kesempatan untuk itu, seperti karyawan,
sedangkan yang dirugikan adalah yang sebaliknya, termasuk
di dalamnya pemegang saham dan investor.
Dari semua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
pengelolaan perusahaan Enron telah menerapkan tata kelola
yang salah, karena melanggar prinsip-prinsip dasar good
corporate governance yang berintikan pada empat nilai utama,
yakni akuntabilitas, transparansi, tanggung jawab serta
keadilan. Pengabaian terhadap prinsip-prinsip tata kelola
demikian menyumbang bagi kehancuran Enron.
1.2 Deviasi Etika Profesi Akuntan
Selain pengelolaan yang tidak sehat, penyimpangan nilai-
nilai etis profesi akuntan menjadi penyebab lain bagi
kehancuran Enron. Dengan kata lain, kebangkrutan Enron
juga terjadi karena prinsip-prinsip etika profesi, yang
dalam hal ini adalah etika profesi akuntan, diabaikan
dalam tugas-tugas sebagai akuntan. Pelanggaran ini sangat
jelas dilakukan oleh lembaga akuntan bernama Arthur
Andersen (AA)23.
Sebagai lembaga audit keuangan ternama, AA seharusnya
bertindak secara profesional, dalam arti melakukan audit
23 Dalam kasus ini WorldCom juga mempunyai andil bagi kehancuran Enron. Namunpenulis membatasi diri pada Enron dan Arthur Andersen saja, karena menurutpenulis AA sudah mereprentasikan pelanggaran etis dalam bidang akuntansi.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 12
berdasarkan prinsip-prinsip formal audit24. Namun AA tidak
melakukan hal ini. Sebagaimana dijelaskan di atas, Enron
telah melakukan berbagai kekeliruan, termasuk dalam
pelaporan keuangan berbentuk manipulasi data. Namun AA
tidak mempertanyakan kekeliruan itu. Sebaliknya, AA
berkompromi dengan perusahaan, bahkan menawarkan jasa
kepada Enron untuk turut memperbaiki kekeliruan yang
menurut hukum audit sudah jelas-jelas serharusnya menjadi
penemuan mayor25.
Ada empat nilai utama etika profesi akuntan yang
dilanggar oleh Arthur Andersen. Pertama, independensi.
Independensi berarti tidak tergantung pada kemauan atau
kepentingan tertentu. Menurut Michael Pakaluk setiap
profesi memiliki independensi dalam melakukan tugasnya.
Mengingat akuntan juga merupakan sebuah profesi, maka
independensi juga menjadi bagian prinsip bagi seorang
akuntan. Akuntan tidak boleh tunduk pada kepentingan
tertentu entah kepentingan diri sendiri ataupun kepetingan
auditee, selain tunduk pada prinsip-prinsip audit dan
kepentingan umum26. Bahkan menurut Ronald F Duska,
kepentingan publik harus mengatasi kepentingan-kepentingan
di luarnya.27 Dengan kata lain, seorang akuntan haruslah
berpendirian dalam tugasnya. Seorang auditor memang24 Bdk. Mark Cheffers & Michael Pakaluk, op.cit., hal. 233.25 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, op.cit., hal. 75-92.26 Bdk. Michael Pakaluk & Mark Cheffers, (2011), Accounting Ethics and the NearCollapse of The World’s Financial System, Massachusetts: Alen Daved Press, hal. 277. 27 Tentang hal ini Ronald F Duska mengatakan, “It discusses four concepts thatrelate to independence: (1) threats, (2) safeguards, (3) independence risk,(4) significance of threats/effectiveness of safeguards”. ( Bdk Ronald FDuska, opt.cit., hal. 128).
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 13
memberi pelayanan nasihat manejemen kepada perusahaan.
Namun pelayanan itu bertujuan untuk melihat sejumlah
alasan-alasan objektif terhadap data perusahaan yang
diaudit. Di sini kemandirian sangat penting. Tugas auditor
adalah membuat laporan objektif tentang segala hal dalam
pandangan mereka yang mungkin menjadi bahan pertimbangan
bagi investor untuk membuat keputusan investasi28.
Akan tetapi prinsip demikian tidak menjadi perhatian bagi
Arthur Andersen. AA justru menempatkan kepentingan di atas
prinsip etis tersebut. Arthur Andersen malah melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan prinsip independensi,
yakni mendiskusikan dan mengakomodir kekeliruan yang
dilakukan oleh Enron.29 Selain bayaran yang tinggi,
banyaknya Akuntan Arthur Anderson yang menjadi auditor
internal Enron menunjukkan bahwa AA tidak berpegang teguh
pada independednsi, karena kondisi ini justru sarat dengan
kepentingan. Dengan kata lain, para auditor telah
terkooptasi oleh ketergantungan pada pihak lain sehingga
ia bukan lagi orang yang bebas dan otonom untuk membela
prinsip-prinsip profesinya30.
Kedua, adalah integritas. Integritas merupakan elemen
karakter dasar bagi pengakuan profesional. Integritas
berkaitan dengan kualitas yang dengannya kepercayaan28 Bdk. Michael Pakaluk & Mark Cheffers, op.cit., hal. 277. 29 Nanette Brynes menyatakan bahwa AA menerima dana sebesar $ 25 juta dariEnron dan jasa konsultas sebesar $ 27 juga yang implikasinya adalah AAmembantu memperbaiki laporan keuangan dengan bayaran tambahan lebih dari $ 1juta. (Bdk. Nanette Byrnes, et al, “Publik Accounting in Crisis”, Business Week,January 28, 2002, hal. 46.)30 Bdk Michael Pakaluk & Mark Cheffers, op.cit., hal. 276.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 14
publik muncul, sekaligus menjadi ujian bagi pengambilan
keputusan. Menurut Steven MR Covey, orang yang mempunyai
integritas adalah dia yang berpegang pada prinsip dan
menjadikan prinsip itu sebagai karakternya. Dia memiliki
keutuhan diri. Ia tahu apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus tidak dilakukan. Dia juga tidak mudah
dipengaruhi oleh iming-iming. Dia berani mengatakan benar
kalau memang benar, salah kalau memang salah.31 Ketika ia
berhadapan dengan kekosongan standar, aturan, dan petunjuk
dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, seorang yang
berintegritas mampu mengambil keputusan berdasarkan suara
hatinya.
Pengertian Steven Covey di atas menurut Mickhael Pakaluk
juga berlaku bagi seorang akuntan.32 Ini berarti, seorang
akuntan harus berani mengatakan kebenaran, serta tunduk
pada prinsip-prinsip profesinya secara konsisten, dan
tidak mudah terpengaruh oleh godaan.33
Dalam praktiknya, hakikat integritas itu dilanggar oleh
AA. AA dengan begitu mudah tergoda oleh uang. Bahkan uang
menjadi pegangan dan mampu membeli dirinya dan profesinya.
Seperti disebutkan di atas Arthur Anderson tahu bahwa31 Steven MR Covey menunjukkan tiga muatan dalam integritas, yaknikonsistensi, humilitas, dan keberanian. Artinya, orang yang berintegritasmenjalankan apa yang dikatakan dan dipikirkan serta diketahui, namun iaberpihak pada nilai-nilai kebenaran serta memiliki keberanian untuk menolaksegala hal yang bertentangan dengan prinsip yang dipegangnya (Bdk. Steven M RCovey with Rebecca R Merril, 2008. The Speed of Trust: The One Thing That ChangesEverything, New York: Free Press, hal. 59-61). 32 Di Amerika Serikat, prinsip ini merupakan bagian dari kode etik bagiAkuntan Publik yang bersertifikat yang dituangkan pada Section 54-Artikel III( Bdk. Robert F Duska, op.cit., hal. 202). 33 Bdk. Michael Pakaluk, op.cit., hal. 279.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 15
Enron telah melakukan penghilangan data penting berupa
dokumentasi laporan keuangan. Berhadapan dengan situasi
seperti ini seharusnya auditor mempertanyakan dan menggali
alasan Enron mengapa melakukan penghilangan itu.
Namun AA tidak melakukan tugas itu. AA justru melakukan
kompromi dengan Enron dalam kesalahan, yang mana sikap ini
menurut Ronald Duska merupakan pelanggaran besar dalam
etika profesi akuntan dan penyimpangan terhadap prinsip-
prinsip audit34. Dengan kompromi, AA telah mengabaikan
tugas seorang akuntan untuk berpijak pada akuntansi, dan
peranannya untuk mengamankan kepercayaan, kepentingan
fungsi yang baik dari pasar dengan memberikan kenyataan
keuangan secara objektif, akuntabel dan dapat
diverifikasi35.
Ketiga adalah objektivitas. Objektivitas adalah ungkapan
independen. Prinsip ini memuat sikap imparsial, jujur
secara intelektual, bebas dari konflik kepentingan.
Objektivitas berkaitan dengan kebenaran faktual, bukan
pada penafsiran. Ini juga merupakan bagian prinsip yang
harus dipegang oleh seorang akuntan. Objektivitas seorang
akuntan terlihat pada bagaimana ia menempatkan data dalam
mengevaluasi dan menyimpulkan hasil auditnya. Jelas bahwa
bagi seorang akuntan data menjadi sumber dan dasar untuk
34 Tentang ini Ronald F Duska menulis dengan jelas, “An Accountant shouldmaintain objektivity and be free of conflict of interest in dischargingproffesional responsibilities. He/She should be independen in fact andapperance when prividing auditing and other attestation services ( Bdk.Ronald F Duska, op.cit., hal. 85).35 Bdk Mikhael Pakaluk, op.cit., hal. 288.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 16
memberikan penilaian terhadap situasi keuangan yang
diaudit. Inilah menurut Mark Cheffer sikap objektif.36
Dalam perilaku AA sikap-sikap di atas juga tidak
diindahkan. Data justru diabaikan, digantikan dengan
kepentingan. Sudah jelas-jelas AA menemukan masalah dalam
laporan keuangan Enron bahwa Enron telah menghancurkan
data-data keuangan yang mempengaruhi, bahkan menentukan
arah situasi buruk keuangan perusahaan, namun AA tidak
melaporkan penemuan itu, melainkan berkompromi dengan
kesalahan perusahaan dengan menawarkan diri menjadi
konsultan37.
Dalam kaitan dengan itulah menurut Mikhael, ada tiga
konsiderans yang dilanggar oleh AA. Pertama, fungsi untuk
menyatakan kebenaran dengan memperlihatkan diri sebagai
seorang peneliti berpendidikan. Kedua, fungsi untuk
melakukan verifikasi atas penemuan-penemuannya, dan ketiga,
melayani kepentingan yang lain yang membutuhkan hasil
pekerjaannya. Dalam hal ini eksistensi seorang akuntan
adalah melayani, bukan mencari kepentingan diri atau
melindungi diri.38
Prinip keempat yang dilanggar oleh AA adalah tanggung
jawab kepada publik. Ronald F Duska menyatakan bahwa
36 Bdk. Mark Cheffer and Michael Pakaluk , op.cit., hal. 102. 37 Tentang hal ini Mark Cheffer menulis, “Andersens’ lack of objectivity in expression is apparent internal memo: The memo states that, “a significance discussion was hel regarding the related party transactions with LJM including the materially of such amount to Enrons income statement and the emount retain off ballance sheet” ( Bdk. Mark Cheffer and Michael Pakaluk, op.cit., hal. 102).38 Bdk. Michael Pakaluk, op.cit., hal. 89.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 17
peranan dan konsistensi menjalankan kewajiban untuk
mempertahankan integritas, dan otonomi, serta kejujuran
dalam memberikan pernyataan finansial merupakan wujud dari
tanggung jawab seorang akuntan kepada publik39. Kendati
seorang akuntan mempunyai hubungan dengan kliennya, namun
hubungan itu tetap dalam kerangka profesi. Dengan kata
lain, hubungan auditor dengan klien bukanlah hubungan
privat, melainkan hubungan profesional.
Pernyataan di atas memuat makna bahwa konflik antara
kepentingan klien dengan kepentingan publik harus diatasi
oleh seorang auditor dengan loyal pada prinsip-prinsip
audit. Seorang auditor tidak bertanggung jawab pada klien.
Ia bertanggungjawab pada publik sebagai konsekuensi dari
tuntutan profesinya. Melihat hal ini, Ronald F Duska
setuju dengan ungkapan Justice Burger yang menyatakan
bahwa akuntan adalah “a public watchdog function”40.
Singkatnya, tanggung jawab seorang akuntan publik adalah
mengutamakan kepentingan pihak ketiga, bukan kepentingan
pribadi klien maupun kepentingan pribadi.
Hakikat tanggung jawab di atas sangat diabaikan oleh
Arthur Andersen dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan
eksternal Enron. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas, AA
tidak bisa membedakan mana kepentingan pribadi, dan klien,
serta mana kepentingan publik. Kepentingan pribadi dan
klien justru mengalahkan kepentingan publik. AA juga
39 Ibid., hal. 11340 Ibid., hal. 115.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 18
mengabaikan prinsip-prinsip audit sebagai dasar
menjalankan tugasnya.41 Semua ini merupakan bukti nyata
minimnya tanggung jawab profesi.
Deviasi moral yang dilakukan oleh AA telah memiliki
implikasi yang sangat mendasar bagi reputasinya sebagai
lembaga akuntan yang ternama dan eksistensinya di depan
publik. Dengan penyimpangan itu, kepercayaan publik
terhadap lembaga terhenti dan hilangnya kepercayaan ini
telah mengancam eksistensi dan masa depan perusahaan.
Penyimpangan terhadap semua prinsip etis di atas
menunjukkan bahwa AA tidak profesional. AA tidak bisa
memilah-milah kepentingan pribadi dari kepentingan publik,
tidak mengindakan independensi, serta integritas,
objektivitas, yang keempat nilai-nilai ini merupakan inti
etika profesionalisme seorang akuntan42.
2. Ekpektasi Etis terhadap Tata kelola dan Profesi
Akuntan
Kebangkuran Enron membawa pelajaran yang berharga tidak
hanya bagi Enron dan Athur Andersen sendiri, melainkan
juga bagi masyarakat dunia. Dengan kata lain, peristiwa
buruk itu mempunyai dampak yang luas, sekaligus
membangkitkan ekspektasi etis dalam berbagai bidang
kehidupan seperti bidang ekonomi, profesi, maupun bidang
41 Bdk. Mikhael Pakaluk, op.cit., hal. 299.42 Bdk. Ken McPhail and Diane Walters, (2009). Accounting & Business Ethics, Londonand New York: Rougledge Taylor & Francis Group, hal. 111.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 19
politik. Ekspektasi etis itu adalah harapan dan kesadaran
baru di masyarakat luas akan pentingnya penerapan etika
dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Peristiwa buruk
demikian juga menjadi antitesis bagi pandangan kelompok
yang memisahkan etika dan moral dari kegiatan bisnis, yang
diistilahkan Joseph W Weis dengan kelompok penganut mitos
bisnis amoral43. Artinya, memandang moral sebagai sesuatu
yang terpisah dari etika merupakan sesuatu yang keliru.
Karena fakta kehancuran Enron telah membuktikan hal itu.
Pertanyaannya, apa substansi ekspektasi etis dari
peristiwa tersebut? Dengan pertanyaan lain, pelajaran
moral apa yang bisa ditarik dari kehancuran Enron dan
Arthur Andersen? Ada dua hal sebagai jawaban pertanyaan
ini, yakni tuntutan penerapan tata kelola secara
konsisten dan peningkatan kesadaran para akuntan untuk
mempraktikkan etika profesi.
2.1 Tuntutan Aplikasi Good Corporate Governance
43 Menurut Joseph W Weis, mitos bisnis amoral merupakan pandangan yangmenyatakan bahwa penempatan etika dalam bisnis merupakan sebuah mitos. Adalima yang dijadikan sebagai dasar argument untuk menyatakan hal ini. Pertama,etika bersifat personal dan urusan pribadi, bukan urusan publik sehinggatidak relevan ditempatakan dalam bisnis yang berkaitan dengan lembaga. Kedua,etika dan bisnis tidak bisa dikaitkan karena keduanya mempunyai aturan danbidang yang berbeda. Ketiga, etika bersifat relative dalam arti tidak adaprinsip-prinsip yang bisa dijadikan sebagai standar yang sama. Situasi dankondisi yang berbeda membuat tuntutan dan aturan berbeda. Keempat, etika sudahtermuat dalam upaya menjalankan bisnis yang baik, karena itu bisinis yangbaik etika yang baik sama dengan bisnis yang baik. Kelima informasi dancomputer adalah amoral, karena tidak bisa dimintai pertanggungjawabandarinya, dan bisnis berkecimpung dalam dua sarana ini.( Bdk. Joseph W Weis,op.cit., hal. 14-28.)
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 20
Terkait dengan tata kelola, peristiwa Enron telah
memunculkan harapan baru, yakni ekspektasi etis di
masyarakat berkaitan dengan kualitas pengelolaan
perusahaan di belahan dunia,. Dan ekspektasi etis ini
telah mendapat tanggapan dari berbagai perusahaan baik
perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Leonard J Brooks
menunjukkan bahwa di sejumlah negara, seperti Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan Inggris, kesadaran untuk
memperbaiki kerangka kerja tata kelola organisasi ke arah
yang lebih baik demi mengembalikan kepercayaan dalam
sistem pasar modal perusahaan mengalami peningkatan44.
Terkait dengan itu Brooks mencatat sekurang-kurangnya
tujuh kesepakatan dalam upaya memenuhi harapan publik.45
Pertama, pentingnya klarifikasi peran, tanggung jawab dan
akuntabilitas dari Dewan Direksi, subkomitenya, dan para
direktur pribadi, serta auditor. Kedua, penurunan konflik
kepentingan yang mempengaruhi para direktur, eksekutif dan
44 Bdk. Leonard J Brooks, op.cit., hal. 11.45 Perhatian pada tata kelola sesungguhnya sudah ada sebelum kasus Enron,namun menurut Leonard J Brooks lebih signifikan dan lebih serius sesudahtragedi Enron. Terkait dengan ini Brook mencoba mengurutkan perubahan itusecara kronologis sebagai berikut. Pada tahun 1994, ada peninjauan tatakelola perusahaan dan membuat rekomentasi untuk praktik perusahaan terbaikyang merupakan hasil dari pembicaraan Toronto Stock Exchange. Pada tahun 1999hal yang sama terjadi sebagai kelanjutan sebelumnya dengan mengadakan surveidan analisis prosedur tata kelola perusahaan-perusahaan. Satu tahun kemudiandihasilkan Kode Etik tentang prinsip-prinsip tata kelola yang baik danprinsip teladan pengelolaan. Pada bulan November terjadi pengkajian kondisitata kelola perusahaan di Kanada dan membuat rekomendasi perubahan yang akanmemastikannya sebagai contoh pengelolaan di Kanada. Pada tahun 2002, diadakankembali diskusi Toronto Stock Exchange dengan membuat petunjuk-petunjuk baru.Hasil mengejutkan adalah kesepakatan bahwa CEO dan DVO mengesahkan 8-K, yangberisikan pentingnya meningkatkan akuntabilitas, integritas dan transparansidari perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange ( Bdk. Leonard JBrooks, op.cit., hal. 11).
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 21
auditor sehingga pihak-pihak ini melatih kesetiaan,
penilaian independen dan objektivitas demi kepentingan
terbaik para pemegang saham atau perusahaan, atau dalam
kasus auditor untuk kepentingan publik. Ketiga, memastikan
bahwa para top management memiliki informasi yang cukup
mengenai rencana dan kegiatan perusahaan, cakupan
kebijakan dan pengendalian internal untuk memastikan
kepatuhan, termasuk keprihatinan pada whislte blower.
Keempat, memastikan bahwa para direktur memiliki
kompetensi keuangan yang memadai dalam keahlian yang
diperlukan.
Kelima, memastikan bahwa laporan keuangan dibuat dengan
akurat, lengkap, dapat dipahami dan bersifat transparan.
Keenam, memastikan standar akuntansi memadai untuk
melindungi kepentingan para investor. Ketujuh, memastikan
bahwa pengaturan dan pengawasan auditor perusahaan publik,
seperti janji dan porsi parameter, apakah telah mencukupi
atau tidak.
2.2 Kepedulian akan Etika Profesi Akuntan
Ekspektasi etis publik tidak hanya pada tata kelola,
tetapi juga kualitas profesi akuntan. Peristiwa Enron dan
Arthur Andersen telah membangkitkan kesadaran baru untuk
menempatkan etika profesi secara konsisten sebagai
pegangan dalam profesi akuntan. Dengan kata lain, kedua
kasus tersebut memberikan kesadaran yang jauh lebih besar
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 22
terhadap masalah dan tren etika yang sedang berjalan,
termasuk konflik kepentingan pribadi, kontrol kepentingan
pribadi, tugas fidusia direksi kepada pemegang saham dan
auditor terhadap kepentingan umum, serta makna sebuah
bisnis yang baik dalam mengembangkan budaya etis dalam
profesi akuntan. Budaya etis itu harus didasarkan pada
kejujuran, keadilan, integritas, objektivitas, tanggung
jawab, dan kepercayaan, serta penghargaan kepada
kepentingan pemangku kepentingan.
Itu berarti, kegagalan kedua perusahaan meningkatkan
perhatian pada etika dan reputasi secara serius. Apa yang
dikatakan oleh Richard T De George bahwa etika adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari bisnis dan menjadi lem yang merekatkan semua
pihak yang terkait dalam bisnis46 semakin diakui oleh pelaku
bisnis. Ini mengubah paradigm lama yang hanya melihat
risiko ekonomi sebagai dasar pertimbangan dengan paradigm
baru yang menempatkan risiko etis sebagai dasar
pertimbangan dalam menjalankan bisnis.
Besarnya perhatian pada etika profesi akuntan itu
diperkuat dengan kehadiran dokumen bernama Sarbanes-Oxley Act
(SOX). Selain landasan legal formal, bagi profesi akuntan,
SOX juga memberikan kejelasan tentang peran, tanggung
jawab dan keanggotaan subkomite audit atas dewan, karena
dokumen ini memuat penegasan tentang kedudukan subkomite
audit yang secara langsung bertanggungjawab atas janji,
46 Tentang ini Richard De George mengatakan, “morality is the oil as well asthe glue of society and therefore of business” seperti dikutip K. Bertens,op.cit., hal. 379.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 23
kompensasi dan pengawasan, serta tugas-tugas subkomite
audit seperti membuat prosedur untuk menerima dan
menanggapi keluhan terkait dengan akutansi, audit,
pengendalian internal, termasuk menetapkan prosedur yang
memungkinkan karyawan mengajukan keluhan secara anonim,
serta menyetujui setiap layanan nonaudit yang akan
diberikan oleh auditor47.
Dari uraian panjang di atas jelaslah bahwa tuntutan untuk
menjalankan profesi berdasarkan standar moral semakin
gencar. Nilai-nilai etis bahkan dilihat sebagai ukuran
yang menentukan profesionalitas seorang akuntan. Menurut
Mark Cheffers, internalisasi dan penerapan etika secara
maksimal akan menghindari kehancuran profesi48. Inilah
pelajaran berharga dari kasus Arthur Andersen.
3. Pentingnya Etika Profesi Akuntansi dalam Pendidikan
Terkait dengan pernyataan akhir butir di atas, pertanyaan
yang relevan dimunculkan, upaya apa yang diperlukan agar
etika profesi sungguh mendarah daging bagi para akuntan?
Jawabnya adalah internalisasi nilai-nilai etis sejak dini.
Dan wadah yang sangat strategis untuk itu adalah dunia
pendidikan. Sebagaimana ditegaskan oleh Filsuf klasik
Yunani, Plato, dunia pendidikan merupakan wadah yang
sangat tepat dalam pembentukan kualitas pribadi
47Bdk. Michael Pakaluk., op.cit, hal. 120.48Bdk. Mark Cheffers & Michael Pakaluk, op.cit., hal. 20
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 24
seseorang49. Masa pendidikan merupakan kesempatan untuk
mempersiapkan para calon akuntan sebelum dia terjun ke
masyarakat. Di dalamnya mutu kepribadian seorang akuntan
dibentuk. Jadi, dalam masa pendidikan akuntan mengalami
humanisasi dan hominisasi, sebagaimana ditegaskanoleh N
Driyarkara50.
Karena masa sekolah merupakan humanisasi dan hominisasi,
maka mutu pendidikan perlu menjadi perhatian. Dan
pendidikan yang bermutu adalah pendidikan mengembangkan
kepribadian peserta didik secara komprehensif. Artinya,
bukan hanya kemampuan kognitif berupa pengetahuan yang
memadai perlu dikembangkan, tetapi juga kemampuan afektif
dan psikomotorik51. Dalam mengembangkan dua aspek
terakhir, etika harus dijadikan sebagai bagian integral
pendidikan. Berkaitan dengan profesi akuntan, etika
profesi akuntan menjadi sangat relevan. Ini merupakan
upaya untuk membekali para calon akuntan tentang prinsip-
prinsip etis sebelum terjun ke masyarakat. Internalisasi
etika profesi tidak terjadi dalam waktu yang singkat dan
tidak pula terjadi dengan sendirinya. Proses dan waktu
yang panjang diperlukan untuk itu. Dan awal dari proses
dan waktu yang panjang itu adalah dunia pendidikan.
49 Bdk. Plato (2006), Rebublic, translated by Jhon Lleweyln Davies and DavidJames Vaughan, Great Britain: Wordsworth Classics of World Literature, hal.206, 50 Bdk. A Sudiardja, SJ, (2006), Karya Lengkap Driyarkara, Jakarta & Yogyakarta:Gramedia & Kanisius, hal. 366. 51 Bdk. Benjamin S. Bloom, (1956), Taxonomy of Educational Objectives: The Classification ofEducational Goals , New York: David McKay.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 25
Memang harus diakui bahwa pengajaran mata kuliah etika
profesi tidak secara otomatis membuat kaum professional,
termasuk akuntan berperilaku etis, namun minimal kesadaran
mereka tentang nilai-nilai moral dibuka. Dengan kesadaran
itulah mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk, mampu mengambil keputusan secara tepat, serta
mencari solusi atas masalah yang dihadapi di lapangan di
kemudian hari. Seperti dikatakan oleh Socrates,
pengetahuan tentang apa yang baik dan yang buruk merupakan
dasar untuk menilai apa yang baik dan apa yang buruk52.
Ini berarti pengetahuan merupakan langkah awal dalam
membentuk perilaku dan dasar penilaian etis. Kasus Arthur
Andersen telah menjadi sebuah pelajaran berharga bahwa
minimnya kesadaran etis merupakan akar kehancuran pada
masa depan profesi.
Dalam mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi, etika
profesi memiliki andil besar. Karena itu etika profesi
sangat relevan bahkan mendesak dijadikan sebagai bagian
integral pendidikan akuntansi maupun Pendidikan Profesi
Akuntan. Kedudukan akuntan sebagai jantung atau hati dari
korporasi53 mengisyaratkan bahwa seorang akuntan harus
mempunyai kesadaran yang memadai tentang etika profesi
demi menjamin mutu pekerjaan dan eksistensi perusahaan.
52 Bdk. Hugh Trendennick & Harold Tarrant ( 2006). Plato, Hari-hari Terakhir Socrates,terj. Eleonora Brigita, Jakarta: Elexmedia Komputindo, hal. 1. 53 Bdk. Josep L Signour , (20102), Etika Bisnis, Jakarta: Penerbit Obor, hal. 49.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 26
Ada empat alasan mengapa etika profesi perlu menjadi
bagian pendidikan akuntan54. Pertama, sebagaimana sudah
terlihat dalam kasus Arthur Andersen, seorang akuntan
berhadapan dengan masalah yang kompleks, yang jawabannya
kadang-kadang tidak bisa disandarkan pada keyakinan yang
dimilikinya maupun yang ada di masyarakat. Berhadapan
dengan situasi itu, pertanyaan yang muncul, ke mana ia
harus mencari jawaban? Jawabanya adalah pada suara
hatinya55. Namun suara hati harus terus dibina, dan
pembinaan itu terjadi salah satunya melalui pendidikan.56
Kedua, di lapangan seorang akuntan harus mengambil
keputusan berhadapan dengan berbagai nilai yang
dihadapinya, bahkan bisa saja terjadi dilemma, seperti
yang dialami Arthur Andersen. Dalam berhadapan dengan
situasi dilematis ini, etika memberikan insight bagi sang
akuntan. Etika akan mendorongnya untuk aktif mencari
alasan-alasan yang memadai mengapa ia menolak sesuatu,
tetapi menolak yang lain. Dengan kata lain, etika membuat
seorang akuntan bertindak secara rasional dan objektif
dalam menjalankan tugasnya kelak.
Ketiga, terkait dengan alasan kedua, etika mengantar seorang
akuntan untuk mengkritisi apa yang dihadapi dan
dikerjakan agar layak dijalani. Sebagaimana dikatakan oleh
54 Bdk. Ronald F Duska and Brenda Shay Duska, op.cit., hal. 28-29.55 Bdk. Franz Magnis Suseno (1985), Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius, hal. 76.56 Bdk. J Sudarminta (2013), Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan Teori Etika Normatif, Yogyakarta: Kanisius, hal. 72.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 27
Socrates, hidup yang tidak teruji tidak layak dihidupi57.
Bagi seorang akuntan ini penting agar semakin memberi
makna bagi profesinya, dan terhindar dari konflik
kepentingan.
Keempat, pendidikan etika profesi membekali calon akuntan
dengan kemampuan yang memadai dalam mengidentifikasi
berbagai persoalan di lapangan dan menerapkan prinsip-
prinsip dasar di tengah persoalan itu secara konsisten
dalam mengemban profesinya. Dengan kejernihan pikiran ini
kelak calon akuntan bisa bertindak secara benar. Dengan
dasar inilah calon akuntan yang berintegritas, otonom,
bertanggungjawab, bertindak objektif, memiliki kepedulian
pada kepentingan umum, yang semuanya menjadi prinsip-
prinsip utama bagi seorang akuntan dan menjadi ciri-ciri
karakter akuntan profesional58 akan terbentuk. Semua
prinsip ini merupakan muatan dari etika profesi akuntan.
4. Penutup
Peristiwa selalu mempunyai makna dan makna itu harus
digali secara mendalam agar bisa menjadi pelajaran
berharga di kemudian hari. Suatu peristiwa merupakan
kesaksian sejarah. Namun kesaksian sejarah itu bukan tanpa
makna, sebaliknya sarat dengan maknya. Dengan demikian
peristiwa sejarah juga bisa memuat fungsi penyebaran
57 Bdk. Hugh Tredennick & Harold Tarrant, op.cit., hal. 149.58 Bdk. Ronald F Duska, op.cit., hal. 77 – 90.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 28
nilai.59 Jika pernyataan ini dikaitkan dengan Enron dan
Arthur Andersen, maka jelaslah kebangkrutan keduanya pada
tahun 2001 merupakan kesaksian sejarah yang sarat dengan
pelajaran moral yang berharga.
Ada dua pelajaran moral berharga yang bisa diambil dari
peristiwa tersebut. Pertama, pentingnya pengelolaan yang
sehat dalam menangani bisnis. Inti pengelolaan yang sehat
itu adalah pemberlakuan prinsip akuntabilitas,
transparansi, fairness serta tanggung jawab dalam menangani
bisnis atau perusahaan. Kesadaran dan tekad untuk
konsisten untuk menerapkan semua prinsip ini akan
menghindari kehancuran bisnis.
Kedua, dalam menjalankan profesi, seorang profesional
harus berpijak pada nilai-nilai etis. Akuntan sebagai
profesi tidak luput dari tuntutan ini. Karena itu pula
seorang akuntan harus menjaga profesionalisme dalam
menjalankan tugasnya dengan komitmen pada prinsip-prinsip
formal akuntansi dan etika profesi akuntan yang berintikan
pada integritas, otonom, tanggung jawab, dan independen,
objektif, serta berpihak pada kepentingan umum.
Tuntutan semakin besar untuk memperhatikan nilai-nilai
etis dalam profesi akuntan mengisyaratkan pentingnya
menempatkan etika profesi sebagai bagian integral dalam
pendidikan akuntansi dan profesi akuntan. Dengan kata
lain, etika profesi akuntan menjadi bagian yang tidak
59 Bdk. Kasdin Sihotang (2009), Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme,Jakarta: Kanisius, hal. 189.
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 29
terpisahkan dari pendidikan calon-calon akuntan60.
Tujuannya adalah untuk memberikan mereka modal hidup dalam
mengemban profesi berbentuk kemampuan untuk membedakan
yang baik dari yang buruk, yang benar dengan yang salah,
kesadaran yang besar tentang prinsp-prinsip etis. Kelak
dengan berbekalkan semua ini mereka dapat mengambil
keputusan yang tepat dalam pekerjaannya. Dan modal yang
mendasar itu didapatkan melalui pendidikan etika profesi.
Karena itulah tuntutan untuk menempatkan etika profesi
sangat tepat dijadikan sebagai bagian integral dari
pendidikan calon-calon akuntan maupun pendidikan profesi
akuntan. 60 Hal ini juga sangat tegas ditekankan dalam pertemuan IFAC ComitteEducational Meeting yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2005.Dalam pertemuan itu dihasilkan suatu rumusan yang menegaskan pentingnyapendidikan etika profesi akuntan dengan fokus pada empat hal. Rumusan itumenyangkut empat tahapan pendidian etika. Rumusan , yakni Secara jelas hasilpertemuan itu merumuskan bahwa empat tahapan, yakni tahap pengetahuan etika,emosi, penilaian dan perilaku. Lengkapnya adalah sebagai berikut, Stage 1 EthicsKnowledge. Ethics education at this foundation stage instils in accountantsfundamental knowledge on matters concerning professional values, ethics andattitudes. Ethics education at this stage focuses on the intellectualbackground which is necessary to ensure an accountant or accounting learnerunderstand the basic environment which influences decisions, and thefundamental theories and principles of ethics, virtues, and individual moraldevelopment which govern one’s actions. Ethics knowledge provides the social,ethical and emotional intelligence for the learner. Stage 2 Ethical Sensitivity. Stage2 applies the basic ethical principles introduced in Stage 1 to the relevantfunctional areas (e.g. auditing and taxation) of accounting practice. Thepurpose of Stage 2 is to sensitise accountants and learners to the ethicaldimensions of accounting practice to ensure they are capable of recognizingethical threats as they arise. Stage 3 Ethical Judgement. Stage 3 is an applicationstage where individuals learn how to integrate and apply ethics knowledgeand sensitivity to derive at a reasoned and well informed decision. Stage 3is designed to assist learners and accountants in deciding on ethicalpriorities and apply a well founded process in making ethical decisions.Stage 4 Ethical behavior. Ethical behaviour means acting on principles, not merelybelieving in them. Therefore, professional accountants have a responsibilitynot only to abstain from action that may harm others, but in activelypursuing the right course of action. Stage 4 is concerned with how to behaveethically in situational or contextual environments such as the workplace( Lihat Draft Professional ethics for accountants: Approaches to the development and maintenanceof professional values, ethics and attitudes in accounting education programs, 2005).
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 30
***
Daftar Pustaka
Bertens, K ( 2000). Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius.Bloom, Benjamin S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification
of Educational Goals, New York: David McKay.Branson, Douglas M, (1993). Corporate Governance, Virginia: The Michie
Company.Brooks, Leonard J & Paulin Dunn, (2011). Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur,
Eksekutif, dan Akuntan Buku 1 dan 2, terjemahan Kanti Pertiwi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Byrnes, Nanette Byrnes, et al, “Publik Accounting in Crisis”, Business Week,
January 28, 2002.Carrol, Archie B and Ann K Buchholt, (2009). Business & Society: Ethics and
Stakeholder Management, South-Western: Cengage Learning.Cheffers, Mark & Michael Pakaluk, (2007), Understanding Accounting Ethics, 2nd
edition, Massusetha: Allan Davis Press.Covey, Steven M R with Rebecca R Merril, ( 2008). The Speed of Trust: The One
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 31
Thing That Changes Everything, New York: Free Press.De George, Richard T, ( 2003). The Ethics of Information Techonolgy and Business,
United Kingdom: Blackwell.Duska, Ronald F Duska and Brenda Shay Duska. (2006). Accounting Ethics, USA:
Blacwell Publishing.McPhail, Ken and Diane Walters, (2009). Accounting & Business Ethics, London
and New York: Rougledge Taylor & Francis Group.Pakaluk, Michael & Mark Cheffers, (2011). Accounting Ethics and the
Near Collapse of The World’s Financial System, Massachusetts: Alen Daved Press.
Plato, (1997). Rebublic, translated by Jhon Lleweyln Davies and David James
Vaughan, Great Britain: Wordsworth Classics of World Literature. Signour, L Josep, (2010). Etika Bisnis: Pendekatan Filsafat Moral terhadap Perilaku
Bisnis Kontemporer, Jakarta: Penerbit Obor.Sihotang, Kasdin, (2009). Filsafat Manusia: Upaya Membangkitkan Humanisme,
Jakarta: Kanisius.Sihotang, Kasdin, (2014). Kerja Bermartabat: Kunci Meraih Sukses, Jakarta:
Penerbit Universitas Atma Jaya.Sudarminta, J., (2013), Etika Umum: Kajian tentang Beberapa Masalah Pokok dan
Teori Etika Normatif, Yogyakarta: KanisiusSularto, St, ed, (2006). Karya Lengkap Driyarkara, Jakarta & Yogyakarta:
Gramedia & Kanisius. Suseno, Franz Magnis, (1985), Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat
Moral, Yogyakarta: Kanisius.Sutedi, Adrian, (2011). Good Corporate Governance, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.Tredennick, Hugh & Harold Tarrant, (2003). Plato: Hari-hari Terakhir Socrates
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 32
Euthyphro, Apology, Crito, Phaedo, terj. Eleonora Brighita, Jakarta: Elexmedia Komputindo.
Weis, Joseph W, (2000). Business Ethics: A Stakeholder and Issues Management
Approach, South Western: Thomson.
BIODATA PENULIS
Kasdin Sihotang, lahir di Huta Godung, KecamatanParlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, 9Juni 1966. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri, HutaGodung (1981), pendidikan menengah di SMP Santa Maria, Pakkat(1983), dan SMA Seminari Menengah, Pematang Siantar (1987).Meraih gelar S1 (1993) dan S2 (2004) dari Sekolah TinggiFilsafat Driyarkara, Jakarta. Sejak 1996 menjadi staf intiPusat Pengembangan Etika (PPE), dan tahun 2000 menjadi dosentetap di Fakultas Ekonomi untuk Filsafat dan Etika Bisnis,serta Etika Profesi Akuntan. Karya-karyanya berbentuk opinipernah dimuat di sejumlah media cetak nasional seperti Kompas,Suara Karya, dan Seputar Indonesia, The Jakarta Post dan Suara Pembaruan.Karya berbentuk buku antara lain Filsafat Manusia:Upaya MembangkitkanHumanisme ( Kanisius, 2013, cet. ke-6); Kerja Bermartabat: KunciMeraih Sukses (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014). Menyumbangartikel dalam beberapa buku seperti Handbook of Modern Secretary(PPM, 2010); Moralitas Lentera Peradaban ( Kanisius, 2011), CivicEducation ( Fidei, 2011), Critical Thinking (Sinar Harapan, 2012),Pendidikan Pancasila (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2013), danWacana Tubuh dan Kedokteran ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2014). Selain itu menjadi editor sejumlah buku sepertiRestrukturisasi Menuju Kemandirian (Unika Atma Jaya, Jakarta, 2000);Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama (Penerbit Obor, 2008); TeropongPendidikan Kita: Antologi Artikel2007-2008 (Departemen Pendidikan danKebudayaan, 2008); Opini Pendidikan (Departemen Pendidikan danKebudayaan, 2008), Ilmu Politik ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2013), Hak Asasi Manusia (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014),Literasi Informasi (Penerbit Universitas Atma Jaya, 2014) danDeterminasi Kesesehatan Masyarakat ( Penerbit Universitas Atma Jaya,2014). Pada 2008, mendapat penghargaan dari KementerianPendidikan Nasional atas artikel berjudul “Peran SosialPerguruan Tinggi” yang diterbitkan harian Suara Pembaruan, 7Juli 2007. Kini menjadi Koordinator Unit Pelaksana Teknis
File: Etika dan Peranannya Mengurangi Reduksi 33