'URF - Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40
‘URF DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA (Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Harta Bersama) Nurbaiti Bahrudin, M.A

Transcript of 'URF - Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

‘URF DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA (Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Harta Bersama)

Nurbaiti Bahrudin, M.A

‘URF DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA : Analisis Pertimbangan Hakim dalam Putusan Harta Bersama Penulis : Nurbaiti Bahrudin, M.A

Editor : Imam Zaki Fuad Desain Sampul : Numay Layout : Zahrul Athriah

ISBN: 978-602-6902-82-5

Penerbit Cinta Buku Media

Redaksi: Alamat : Jl. Musyawarah, Komplek Pratama A1 No.8 Kp. Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan Hotline CBMedia 0858 1413 1928 e_mail: [email protected] Cetakan: Ke-1 Maret 2017 All rights reserverd Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

iii

Kata Pengantar

Bismilla>hirrah}ma>nirrah}i>m

yukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT. yang telah membekali manusia dengan akal.

Salawat dan salam tidak henti-hentinya tercurahkan kepada Nabi

Muhammad saw. keluarga, dan sahabat-sahabatnya. Berkat ‘ina>yah

Allah SWT dan wasi<lah Nabi Muhammad saw, penulisan tesis ini

dapat selesai dengan baik.

Penulisan tesis ini merupakan hasil penelitian penulis untuk

menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

mengambil konsentrasi Syariah. Adapun judul tesis ini adalah, “‘Urf

dalam Putusan Pengadilan Agama (Analisis Pertimbangan Hakim

dalam Putusan Harta Bersama)”. Maksud dari penulisan tesis ini

yaitu agar mengetahui bagaimana penerapan‘urf dalam putusan

Pengadilan Agama. Selain itu, dalam upaya mewujudkan mas}lah}ah,

hakim dapat melakukan kontekstualitas dalam interpretasi teks

hukum.

Proses penulisan tesis ini bukan tanpa hambatan. Baik

hambatan dari dalam, maupun dari luar. Tak ada penawar, selain

tekad yang kuat dan keseriusan untuk terus menyelesaikannya.

Tentu dengan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Maka

sudah sepatutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang

telah terlibat memberikan dukungan, baik dukungan secara materil

maupun moril dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

S

iv

Pertama, kepada bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku

rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri

Abdillah, MA., selaku Direktur SPs Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta jajaran pimpinan, Prof. Dr. Didin Saepudin, MA., dan Dr.

JM. Muslimin, MA., juga kepada seluruh civitas akademika dan

Perpustakaan SPs UIN Jakarta.

Kedua, Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah S.H. selaku dosen

pembimbing, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas

bimbingannya di tengah kesibukan sebagai Hakim Agung di

Mahkamah Agung R.I. Penulis ucapkan terimakasih juga kepada Dr.

JM. Muslimin, MA., yang telah berkenan mengarahkan penulis

dengan penuh kesabarannya. Tidak lupa pula, penulis ucapkan

terima kasih kepada seluruh guru dan orang yang pernah berjasa

memberikan pemahaman ilmunya dan turut membentuk karakter

penulis. Selain itu, kepada para penguji dan dosen yang telah

memverifikasi tesis ini mulai dari ujian proposal sampai dengan

ujian akhir/promosi, serta tim teaching selama perkuliahan

berlangsung di antaranya yaitu Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD.,

Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA., Prof. Dr. Said Agil Husin Al-

Munawar, MA., Prof. Dr. Didin Saepudin, MA., Dr. JM. Muslimin,

MA., MA., Prof. Dr. Suwito, MA., Prof. Dr. Suwito, MA., Prof. Dr.

Ahmad Thib Raya, MA., Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA., Dr. Arif

Subhan, MA., Dr. Usep Abdul Matin, Prof. Dr. Iik Arifin

Mansurnoor, MA., Dr. Gazi Salom, M.Psi., dan Prof. Dr.

Hasanuddin AF, MA., Semoga ilmu, saran dan kritik mereka semua

bermanfaat bagi penulis dan senantiasa Allah limpahkan kebaikan

dan keberkahan kepada mereka di dunia dan akhirat.

Ketiga, terima kasih juga kepada lembaga yang telah

memberikan data putusan mengenai tesis ini, yaitu Mahkamah

Agung R.I, Dirjen BADILAG. Selain itu, terimakasih juga kepada

Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA., yang telah berkenan

meminjamkan beberapa literatur dari koleksi perpustakaan

v

pribadinya kepada penulis. Semoga Allah membalas dengan

kebaikan yang berlipat ganda.

Keempat, terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga

kepada ayahanda tercinta alm. H. Bahrudin, melalui cita-cita dan

harapannyalah yang inshaAllah akan menghantarkan penulis untuk

senantiasa mencintai ilmu, ibunda terhebat Hj. Dalilah dan nenek

tersayang Hj. Armaya yang tiada henti mendoakan penulis dengan

sepenuh hati, pikiran dan jiwanya. Semoga perjalanan ilmu dan

manfaat tesis ini menjadi amal ja>riy>ah dan pahala kebaikan bagi

mereka. Selain itu, terima kasih juga kepada semua abang, kakak,

adik dan keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan

dukungan dan doanya untuk penulis. Semoga Allah perkenankan

kami semua menjadi keturunan yang membanggakan para orang tua

kami di dunia dan akhirat.

Kelima, terima kasih kepada Mrs. Ratna Chania, S.S. selaku

principal of dormitory yang telah berkenan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk tetap bisa menuntut ilmu di sela-sela waktu

penulis berdedikasi di lembaga tercinta International Islamic

Education Council (IIEC). Terimakasih juga atas support dan doa

dari semua teman serta anak didik di IIEC. Semoga IIEC senantiasa

menjadi lembaga pendidikan Islam yang semakin maju dan

berkualitas, sebagaimana harapan founding father IIEC, Bapak Dr.

H. Emil Abbas, MBA.

Keenam, terima kasih kepada teman-teman di SPs

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama, Puji

Pratiwi, S.Sy, Rahmah Ningsih, M.Hk dan Harun Mulawarman,

M.Hk yang telah berkenan menjadi teman diskusi yang baik dan

berkenan disinggahi demi penulisan tesis ini. Semoga s}ilatu al-‘lmi

dan s}ilatu al-fikri kami akan terus berlanjut.

Semoga perjalanan penulisan tesis ini menjadi ibadah serta

mendapat keberkahan dari Allah SWT. Selain itu, semoga tesis ini

vi

bermanfaat bagi penulis dan kita semua serta mendapatkan nilai

pahala di sisi-Nya. A<mi<n ya> Rabba al ‘A<lami<n.

Jakarta, 19 November 2016

Nurbaiti Bahrudin, M.A

vii

Abstrak

Kesimpulan tesis ini adalah putusan hukum yang didasarkan

pada kontekstualitas lebih berorientasi pada mas}lah}ah.

Kontekstualitas hakim dilakukan melalui interpretasi teks hukum

dengan memperhatikan nilai-nilai yang ada di masyarakat (‘urf). Selain itu juga, karena nilai-nilai mas}lah}ah terdapat dalam ‘urf. Sehingga, ‘urf dapat disebut juga sebagai mas}lah}ah.

Penelitian ini sependapat dengan Edi Riadi (2011) yang

menyatakan bahwa penafsiran kontekstual terhadap hukum lebih

memenuhi rasa keadilan dari pada penafsiran tekstual, ‘A<rif

‘Izzuddi<n Hassounah (2009) dan Susi Susanti (2013) menyatakan

juga bahwa pintu ijtihad itu selalu terbuka dan tidak tertutup

sepanjang masa. Termasuk ijtihad yang dilakukan oleh para hakim.

Penelitian ini tidak sependapat dengan Charles B. Davidson

(2006) yang menyatakan bahwa penggunaan nalar tidak dapat

dilakukan dalam membuat putusan pengadilan, karena sulitnya

mewujudkan keadilan melalui cara tersebut. Proses prosedural akan

lebih tepat dalam mewujudkan keadilan dan menghindari pengaruh

bias hukum, sehingga akan menghasilkan kepastian hukum bagi

pihak yang berperkara. Arry Mth. Soekowathy R. (2013)

berpendapat bahwa konsep hukum murni Hans Kelsen lebih relevan

jika diterapkan di Indonesia. Melalui konsep ini, cita-cita hukum

dapat ditegakkan dan peraturan perundangan yang berlaku dapat

berjalan tanpa ada pertentangan dengan moral hukum.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang akan

menggunakanan pendekatan mas}lah}ah. Sumber data primer adalah

berupa putusan Peradilan Agama tentang harta bersama. Sedangkan

data sekunder adalah berupa bahan pustaka yang terdiri dari buku-

buku atau kitab, undang-undang, jurnal dan artikel yang relevan

dengan tema kajian ini.

Kata kunci: ‘Urf, Putusan Peradilan Agama, Harta bersama.

viii

ix

Pedoman Transliterasi

edoman transliterasi Arab - Latin yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ALA–LC ROMANIZATION

TABLES yaitu sebagai berikut :

A. Konsonan

Initial Romanization Initial Romanization Initial Romanization

f ف z ز B ب

q ق s س T ت

k ك sh ش Th ث

l ل {s ص J ج

m م }d ض }h ح

n ن {t ط Kh خ

h ة ,ه }z ظ D د

w و ‘ ع Dh ذ

y ى gh غ R ر

B. Vokal

1. Vokal Tunggal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fath}ah A a

Kasrah I i

P

x

D{ammah U u

2. Vokal Rangkap

Tanda Nama Gabungan Huruf Nama

...ى Fath}ah dan Ya ai a dan i

…و Fath}ah dan Wau au a dan w

Contoh : حسني : H{usain ح ول : H{aul

3. Vokal Panjang (Maddah)

Tanda Nama Gabungan

Huruf Nama

Fath}ah dan alif a> a dan garis di آى

atas

Kasrah dan ya i> i dan garis di ى ى

atas

D{ammah dan ى و

wau

u> u dan garis

diatas

C. Ta>’ Marbu>t}ah (ة) Transliterasi ta’ marbut}ah (ة) di akhir kata bila dimatikan

ditulis dengan huruf ‘h’.

Contoh : مرأة : mar’ah مدرسة : madrasah

Ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang

sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan

sebagainya kecuali dikehendaki lafadz aslinya.

xi

D. Shaddah

Shaddah/tasydi>d ditransliterasi ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bershaddah tersebut.

Contoh : ربنا : rabbana شوال : shawwa>l

E. Kata Sandang Alif + La>m

Apabila diikuti oleh huruf qamariyah, maka ditulis dengan

“al”.

Contoh : لمالق : al-Qalam

Apabila diikuti oleh huruf shamsiyah ditulis dengan

menggandeng huruf shamsiyah yang mengikutinya serta

menghilangkan huruf L-nya.

Contoh : الشمس : ash-Shams الناس : an-Na>s

F. Pengecualian Transliterasi

Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan dalam

bahasa Indonesia, seperti هللا, asma>’ al-husna> dan ibn, kecuali

menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan pertimbangan

konsistensi dalam penulisan.

xii

xiii

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................. iii

Abstrak ......................................................................................... vii

Pedoman Transliterasi .................................................................. ix

Daftar Isi ...................................................................................... xiii

Daftar Singkatan .......................................................................... xv

BAB I Pendahuluan ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Permasalahan ..................................................................... 16

C. Tujuan dan Manf Penelitian ............................................... 17

D. Penelitian Terdahulu .......................................................... 17

E. Metodologi Penelitian ........................................................ 21

F. Sistematika Penulisan ........................................................ 23

BAB II ‘Urf dalam Hukum Islam ................................................. 25

A. Konsepsi ‘Urf dalam Hukum Islam .................................. 25

B. Tinjauan Historis Penerapan‘Urf dalam Hukum Islam .... 40

C. Perkembangan ‘Urf di Indonesia ....................................... 51

D. ‘Urf dan mas}lah}ah dalam Istinba>t} Hukum ......................... 58

BAB III Putusan Peradilan Agama Tentang Harta Bersama ...... 75

A. Harta Bersama Menurut Urf .............................................. 76

B. Paradigma Ulama Indonesia tentang Harta Bersama ....... 87

C. Putusan Hakim dalam Menetapkan Harta Bersama .......... 93

BAB IV ‘Urf Dalam Putusan Peradilan Agama .......................... 145

A. ‘Urf Sebagai Dasar Ratio Decidendi dalam Putusan Peradilan Agama ....................................... 145

B. Urgensi ‘Urf dalam Penemuan dan Penerapan Hukum .... 159

C. Analisa Penggunaan ‘Urf dalam putusan Peradilan Agama ........................................ 178

xiv

BAB V Penutup ............................................................................ 189

A. Simpulan ............................................................................ 189

B. Saran-Saran ........................................................................ 191

Daftar Pustaka .............................................................................. 193

Glosarium ..................................................................................... 209

Indeks . ......................................................................................... 215

Biodata Penulis ............................................................................ 217

xv

Daftar Singkatan

BW : Burgelijk Wetboek

ILO : International Labour Organisation

IS : Indische Staatsregeling

HAM : Hak Aasasi Manusia

HIR : Herzien Inlandsch Reglement

Jigang : Ngaji Dagang

KHI : Kompilasi Hukum Islam

Perda : Peraturan Daerah

PERMA : Peraturan Mahkamah Agung

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

PKW : Pusat Kegiatan Wilayah

SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung

TKW : Tenaga Kerja Wanita

UU : Undang-Undang

UUD : Undang-Undang Dasar

UUSC : Undang-Undang Simbur Cahaya

xvi

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial

merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia

di dalam masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus terjadi

selama adanya hubungan atau interaksi sesama manusia. Faktanya,

interaksi manusia tersebut tidak hanya sebagai upaya membangun

kehidupan antar sesama manusia, tetapi juga menimbulkan berbagai

persoalan baru akibat tindakan manusia tersebut.

Setiap tindakan dan perbuatan manusia yang memilki akibat

hukum, akan direspon oleh norma fikih dan selanjutnya ditetapkan

ketentuan hukumnya. Akibat hukum dari perbuatan manusia tidak

seluruhnya, bahkan sebagian besar tidak disinggung secara eksplisit,

atau disinggung tetapi tidak dengan keterangan yang jelas dan pasti

(z}anni<) yang mana permasalahan tersebut belum terjadi pada masa

nabi dan tidak tertulis secara eksplisit di dalam nas al-Qur’an dan

hadis.

Al-Qur’an dan hadis tidak bertambah lagi setelah Nabi

Muhammad saw wafat. Oleh sebab itu, ayat al-Qur’an dan hadis

jumlahnya sangat terbatas. Sementara itu, keduanya menjadi sumber

hukum Islam yang sangat dinamis. Penunjukkan kandungan makna

dalam al-Qur’an dan hadis atau biasa disebut dengan dala>lah, ada

yang bersifat qat}‘i< dan ada pula yang bersifat z}anni<, bahkan

mayoritas ayat al-Qur’an dan hadis bersifat z}anni<. Dala>lah yang

bersifat qat}’i < adalah nas yang umum dan tidak memungkinkan

timbulnya kemungkinan makna lain atau tidak ada kesamaran dalam

2 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

dala>lah tersebut.1 Adapun dala>lah yang bersifat z}anni< adalah nas

yang umum dan memungkinkan timbulnya kemungkinan makna lain

atau terdapat kesamaran dalam dala>lah tersebut.2 Syekh Abdul

Wahhab mendefinisikan nas qat}‘i< yaitu dalil yang menunjukkan

makna tertentu dan dapat dipahami dengan jelas, tidak mengandung

ta’wil dan tidak ada kemungkinan untuk memahamkan artinya

selain dari itu, sedangkan nas z}anni< yaitu apa yang menunjukkan

makna tapi memungkinkan untuk dita’wilkan dan memalingkan ke

makna lainnya yang dimaksud.3

Banyak ayat al-Qur’an dan hadis yang mengatur kehidupan

sosial kemasyarakatan yang hanya menyebut prinsip dasar dan

kaidah umum saja. Adapun perinciannya diserahkan kepada

pemikiran ulama agar dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

setiap zaman. Dengan demikian, ajaran Islam dapat mengikuti

dinamika kehidupan manusia yang selalu berkembang.

Upaya memahami dan menggali hukum yang terkandung di

dalam al-Qur’an dan hadis, baik melalui aspek lafal maupun melalui

aspek maknanya diperlukan usaha serius dari para ulama dengan

mencurahkan segenap kemampuan rasionalnya, sehingga dapat

menjawab berbagai masalah yang muncul. Usaha ini sebagai solusi

dalam hukum Islam yang disebut dengan ijtihad.4 Ijtihad mujtahid

harus berada dalam ruang lingkup ijtihadi<, artinya dilakukan ketika

sumber utama hukum Islam tidak lagi menjawab problematika sosial

1 Nu>ruddi<n al-H{alabi<, al-Ittija>ha>tu al-‘A<mmatu li al-Ijtiha>di (Damaskus:

Da>r al-Maktabi, 2000), 14. 2 Nu>ruddi<n al-H{alabi<, al-Ittija>ha>tu al-‘A<mmatu li al-Ijtiha>di (Damaskus:

Da>r al-Maktabi, 2000), 15. 3 Abdul Wahha>b al-Khalla>f, ‘Ilmu Us}u>l al-Fiqh (Maktabah al-Da‘wah), 35. 4 Mujtahid adalah seorang fakih yang mengerahkan segenap usaha dalam

menemukan hukum syariat melalui metode istinbat hukum yang bersumber dari

dalil-dalil syar’i. Abdullah ibn Yusuf, Taisi<r Ilmi Us}u>l al-Fiqh (Beirut: Mu’assisah

al-Rayya>n, 1997), 375.

Pendahuluan 3

masyarakat. Ijtihad terbatas pada nas yang bersifat z}anni< dan tidak

ada ijtihad pada nas yang bersifat qat}‘i<.

Dalam literatur klasik ijtihad terbatas pada nas yang bersifat

z}anni<, tidak ada ijtihad pada nas yang bersifat qat}‘i< lagi s}ari<h}.5

Pandangan ini tidak hanya membatasi ijtihad, tetapi juga membuat

kontradiktif dengan maksud Allah menurunkan wahyunya. Karena

itu, perlu dibangun hubungan keduanya secara interaktif

komplementatif (ta‘alluq al-talazzum wa al-mus}a>h}abah) sehingga

suatu teks bermakna aplikatif. Atas dasar pemikiran ini, di satu sisi

kreatifitas ijtihad intelektual harus diberi peluang untuk

menyentuhnya dan di sisi lain ijtihad juga memerlukan teks sebagai

obyek sasarannya.

Kebutuhan ijtihad di era modern ini bukan hanya berlaku bagi

teks-teks z}anni< al-dala>lah, tetapi berlaku juga bagi teks-teks qat}‘i< al-

dala>lah agar penggalian hukum-hukum yang ditemukannya berlaku

applicable. Hal ini tentunya telah menjadi tuntutan dan kebutuhan

yang tak terelakkan. Kandungan hukum suatu teks dan kondisi

masyarakat, dalam aplikasinya, apakah makna suatu teks itu masih

relevan, ataukah sudah mengalami perkembangan dan pergeseran,

tentulah harus ditimbang dan dipecahkan melalui ijtihad. Sekalipun

teks itu qat}‘i< al-dala>lah, tetapi kandungan hukumnya terkait dengan

kondisi fakta yang menerima perubahan, maka tidak ada salahnya

hukum yang ditentukan teks tersebut dikesampingkan sepanjang

hikmah dan maslahatnya menghendaki lain. Penggalian hukum ini

hanya tergantung pada situasi dan kondisi.6

5 Abdul Wahha>b al-Khalla>f, ‘Ilmu Us}u>l al-Fiqh (Maktabah al-Da‘wah),

216. 6 Maimun, “Teori qath’i dan zhanni dalam Perspektif Hukum Keluarga

Islam,” http://download.portalgaruda.org/article.php?article=149602&val=5885

&title=TEORI%20QATH%C3%A2%E2%82%AC%E2%84%A2I%20DAN%20Z

HANNI%20DALAM%20PERSPEKTIF%20%20HUKUM%20KELUARGA%20IS

LAM (diakses pada 17 Januari 2015): 5. Lihat juga: Muhammad ibn Isma>‘i<<l,

Irsha>du al-Nuqa>d Ila> Taisi<r al-Ijtiha>di (Kuwait: al-Da>r al-Salafiy>ah, 1405 H), 8.

4 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

Mujtahid berhak memberikan suatu penafsiran sehingga

penguasa dapat memilih salah satu dari berbagai penafsiran untuk

dilaksanakan. Adanya nas-nas yang z}anni< ini merangsang para

mujtahid mengembangkan ilmu-ilmu fikih sebagai wujud keluasan

hukum Islam dan memunculkan inovasi baru di antara metode

fuqaha>’ dalam menyikapi kasus-kasus yang berkembang di tengah

umatnya. Landasan hukum mujtahid terdapat dalam surat al-Nisa>

ayat 59.

افإنامنكم اااألم رااوأو لااالرسولااوأطيعوا االلاااوا اأطيعااآمنوا ااالذينااأي هااياء اافاات نازع تم ا ااآلخرااوال ي و ماابللاات ؤ منونااكنتم ااإناوالرسولااللاااإلااف ردوهااشي

سنااخي ر ااذلكا [59:االنساء(ا]ت ويلاااوأح

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4:59)

Sedangkan hadis yang menjadi landasan ijtihad adalah hadis

tentang pengutusan Muaz bin Jabal ke Yaman sebagai seorang

penguasa sekaligus sebagai hakim di wilayah tersebut.7

ارثااعنا ر و،اب نااال امن اامعاذ ااأص حابااعن ااشع بة،اب نااةاال مغيااأخيابنااعم لا ،اأه اقالااال يمنااإلااب عثهاالمااوسلمااعلي هااللاااصلىاالنبااأناامعاذ ااعن ااح ص

ا،اللااكتاباافاابااأق ضي:اقالااقضاء ؟اعلي كااعرضااإذاات ق ضياكي فا:ا"الهااقالا ؟اكتاباافاايكن اال اافإن ا: اقالااالل اعلي هااللاااصلىااللاارسولاابسنةا:

7 Ali Nu>ruddi<n al-Qa>ri, Mirqa>h al-Mafa>tih}i Sharh}u Mishka>ti al-Mas}a>bih}

(Beirut: Da>r al-Fikr, 2002), Juz 6, 2428.

Pendahuluan 5

اقالااوسلم، ؟ارسولااسنةاافاايكن اال اافإن ا: اقالااالل تهدا: اآلو،الاارأ يياأج اقالا رهااوسلمااي هاعلااللاااصلىااللاارسولاافضربا: اصد ا»وقالا" دا: م اللااال

ا8«اللاارسولااي ر ضيالماااللاارسولاارسولااوفقااالذي Dari Ha>rith bin ‘Amr anak saudara Mughi<rah bin Shu’bah meriwayatkan dari seorang sahabat Mu’a>z dari kalangan penduduk kota Himsh, Bahwa Rasulullah saw ketika akan mengutus Mu’a>z ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau bertanya kepada Mu’a>z: “Apa yang akan kau lakukan jika kepadamu diajukan perkara yang harus diputuskan?” Mu’a>z menjawab “Aku akan

memutuskanya berdasarkan ketentuan yang termaktub di dalam kitab Allah (al-Qur’an)” Nabi bertanya lagi: ”Bagaimana jika di dalam kitab Allah tidak terdapat ketentuan tersebut?” Mu’a>z menjawab: “Dengan berdasarkan sunnah Rasulullah saw.” Nabi bertanya lagi: “Bagaimana jika ketentuan tersebut tidak terdapat pula dalam sunnah Rasulullah?” Mu’a>z menjawab: “Aku akan berijtihad dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan satu perkara pun tanpa putusan” lalu Mu’a>z mengatakan, ”Rasulullah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusanku untuk hal yang melegakanku’.”

Hadis tersebut memberikan kesimpulan bahwa, jika di dalam

sumber asli hukum Islam yaitu al-Qur’an dan hadis tidak terdapat

ketentuan hukum sesuatu hal, maka diusahakan menemukan

hukumnya melalui ijtihad. Hadis tersebut juga mengisyaratkan

bahwa ijtihad perlu dilakukan guna menyelesaikan beberapa kasus

yang tidak ada ketetapan hukumnya di dalam nas atau ijma’, dalam

hal ini adalah hakim agama di Pengadilan Agama dalam menangani

kasus yang tidak ada ketentuannya dalam undang-undang.

Munculnya persoalan-persoalan baru atau kontemporer, baik

yang sudah terjawab maupun sedang diselesaikan bahkan prediksi

munculnya persoalan baru mendorong kaum muslimin belajar

8 Abu Muhammad ‘Abd al-Hami<d, al-Muntakhab min Musnad ‘Abd bin

Hami<d (Kairo: Maktabah al-Sunnah, 1988), 72.

6 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

dengan giat mentelaah berbagai dalil syara’ sebagai metode

penyelesaian masalah mulai dari metode ulama klasik sampai ulama

kontemporer. Metode-metode ulama dalam meyelesaikan suatu

persoalan dikelompokkan ke dalam dua bagian. Pertama, dalil

syara’ yang disepakati oleh para ulama, yaitu al-Qur’an, hadis,

ijma>‘, dan qiy>as. Kedua, dalil syara’ yang diperselisihkan oleh para

ulama, yaitu istis}la>h, istis}h}a>b, mas}lah}ah mursalah, sadd al-dhari<‘ah,

istih}sa>n,‘urf, dan shar‘u man qablana>.9

Susi Susanti telah membuktikan hal tersebut melalui

penelitiannya, bahwa hakim Pengadilan Agama dalam menghasilkan

putusan-putusan yang bernilai filosofis, sosiologis, dan yuridis tidak

mesti memaksakan pengambilan hukumnya melalui sumber utama

hukum Islam dan undang-undang serta kompilasi hukum Islam

(KHI), tetapi juga dapat berijtihad. Ijtihad yang telah dilakukan

dalam memutuskan perkara-perkara baru atau kontemporer10

tersebut berupa ijma>’, qiy>as, istih}sa>n, istis}la>h, mas}lah}ah mursalah,

sadd al-dhari>’ah, istis}ha>b, dan lainnya.11

Berbeda dengan Susi Susanti, Charles B. Davidson

mengatakan bahwa ijtihad atau penggunaan nalar tidak dapat

dilakukan dalam membuat putusan pengadilan, karena sulitnya

mewujudkan keadilan melalui cara tersebut. Proses prosedural akan

lebih tepat dalam mewujudkan keadilan dan menghindari pengaruh

bias hukum, sehingga akan menghasilkan kepastian hukum bagi

9 Abdul Wahha>b al-Khalla>f, ‘Ilmu Us}u>l al-Fiqh (Maktabah al-Da’wah), 22. 10 Pembagian harta bersama; isteri mendapat bagian yang lebih besar,

pernikahan beda majelis; via telepon, waris antar agama; wasiat wajibah bagi non

muslim, hak asuh anak; transfer dari ibu ke bapak anak di luar nikah 11 Susi Susanti, Ijtihad Hakim dalam Pengembangan Hukum Islam (Studi

Putusan-Putusan Hakim Agama) (Tesis, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013),

183.

Pendahuluan 7

pihak yang berperkara.12

Proses prosedural ini juga tidak hanya

berkaitan dengan hukum materil, tetapi juga berkaitan dengan

hukum formil. Dalam hukum perdata, tugas hakim adalah

mempertahankan tata hukum perdata dan menetapkan apa yang

telah ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara perdata.13

Edi Riadi membantah melalui disertasinya, bahwa putusan

Mahkamah Agung menggunakan ijtihad dalam upaya merespon isu

keadilan, terutama hak asasi manusia, hak asasi anak, gender, dan

pluralisme. Meskipun masih banyak yang menggunakan sumber

hukum tertulis, tetapi upaya ijtihad intiqa>’i14 juga sudah digunakan

dalam memutuskan perkara. Hal ini ditandai oleh hasil penelitian

Edi Riadi dalam putusan bidang perkawinan dan kewarisan Islam

sejak tahun 1991 sampai dengan 2007 yang terus mengalami

dinamika putusan, baik dari aspek sumber hukum maupun aspek

substansi hukum.15 Tentunya, dinamika putusan ini akan terus

terlihat jika hakim Agung lebih mempertimbangkan aspek teks dan

konteks secara dialektis dalam putusan-putusan selanjutnya.

Sementara itu, Arry Mth. Soekowathy R. menyanggah hal

tersebut, karena menurutnya praktik hukum seperti di atas tidak

relevan untuk penerapan hukum di Indonesia. Banyak praktik

hukum yang telah dicampuri politik dengan unsur-unsur psikologi,

sosiologi, etika dan teori-teori yang dikaitkan. Hal tersebut dapat

memudarkan kemurnian hukum. Menurutnya konsep hukum murni

12 Charles B. Davidson, “Procedural Justice Preserves Fundamental

Fairness”, Law Now, Article, Legal Studies Program, Faculty of Extention University of Alberta (2006): 1.

13 Elisabeth Nurhaini Butarbutar, “Konsep Keadilan dalam Sistem

Peradilan Perdata,” MIMBAR HUKUM, Vol 21 (2009): 356. 14 Ijtihad intiqa>’i adalah memilih suatu pendapat dari beberapa pendapat

yang terkuat. 15 Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

dalam Bidang Perdata Islam (Disertasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011),

295.

8 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

Hans Kelsen lebih relevan jika diterapkan di Indonesia. Melalui

konsep ini, cita-cita hukum dapat ditegakkan dan peraturan

perundangan yang berlaku dapat berjalan tanpa ada pertentangan

dengan moral hukum.16

Sebagaimana dikutip oleh Jimly Ashshiddiqie dan Ali Safa’at,

bahwa Friedman menjelaskan dasar-dasar esensial dari pemikiran

Hans Kelsen dengan beberapa uraian.17

Pertama, tujuan teori

hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan adalah untuk mengurangi

kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan. Kedua, teori hukum

adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan

mengenai hukum yang seharusnya. Ketiga, hukum adalah ilmu

pengetahuan normatif, bukan ilmu alam. Keempat, teori hukum

sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya dengan

daya kerja norma-norma hukum. Kelima, teori hukum adalah formal,

suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang

khusus. Hubungan antara teori hukum dan sistem yang khas dari

hukum positif ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum

yang nyata.

Teori hukum murni atau the pure theory of law merupakan

dasar dari dua prinsip. Pertama, negara bukanlah sumber tatanan

hukum, tetapi identik dengan itu. Hal ini merupakan pengamanan

prinsip konstitusionalisme, karena melihat negara sebagai sumber

tatanan hukum, maka akan memiliki kekuatan untuk membebaskan

16 Arry Mth. Soekowathy R. , Konsep Keadilan Menurut Hukum Murni

Hans Kelsen dalam Relevansinya dengan Penegakan Hukum di Indonesia (The Concept of Justice under the Pure Law of Hans Kelsen in Relevance to Law Enforcement in Indonesia) (Disertasi, Universitas Gajah Mada, 2013),

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianD

etail&act=view&typ=html&buku_id=58896&obyek_id=4 atau

lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/3158_RD-201301026-

arry%20mth%20soekowaty.pdf

(diakses pada tanggal 11 Juni, 2015): 20. 17 Jimly Ashshiddiqie dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum

(Jakarta: Konstitusi Press, 2006), 8.

Pendahuluan 9

diri dari ketaatan terhadap hukum positif setiap kali ada pengaruh

dari unsur asing. Kedua, hukum adalah sesuatu yang “murni” atau

menjalankan ilmu otonom di bawah pernyataan-pernyataan yang

tidak tergantung validitasnya pada setiap wacana lain seperti

sosiologi atau etika.18

The pure theory of law mencoba

menggambarkan hukum sebagaimana adanya, tanpa

melegitimasinya karena adil atau membatalkannya karena tidak adil.

Teori ini menyelidiki hukum yang sebenarnya dan tepat, bukan

menyelidiki hukum yang “benar”. Menurut pengertian ini, the pure

theory of law adalah teori hukum yang sangat realistis.

The pure theory of law adalah sebuah teori hukum positif. Hal

tersebut menyebabkan hukum positif merupakan obyek dari teori

hukum murni tersebut.19

The pure theory of law tidak mau

mengevaluasi hukum positif, tetapi memahami esensi hukum positif

dan memahami hukum positif dengan menganalisa strukturnya.

Memahami sendiri adalah tugas yang diterapkan the pure theory of

law untuk dirinya sebagai ilmu kognitif. The pure theory of law

tidak mau melayani kepentingan politik siapapun dengan

memberikan alat-alat ideologis baik untuk melegitimasi maupun

membatalkan kelompok sosial yang ada. Tujuan dari teori hukum

yang bersifat umum ini adalah agar para pakar hukum, advokat atau

pengacara, hakim, pembuat undang-undang atau pengajar hukum

yang berurusan dengan tata hukum tertentu dapat memahami dan

mendeskripsikan setepat-tepatnya hukum positifnya sendiri,

sehingga teori tersebut harus mendapatkan konsepnya hanya dari isi

norma-norma hukum positif. Teori umum ini diarahkan kepada

18 Alexander S. Rosenthal, “Hans Kelsen’s Pure Theory of Law: Legality

and Legitimacy by Lars Vinx,” The Review of Metaphysics, Vol. 63, No. 2 (2009):

496, http://www.jstor.org/page/info/about/politics/terms.jsp (diakses pada 12

Januari, 2015). 19 Hans Kelsen alih bahasa oleh Nurulita Yusron, What is Justice?: Justice,

Politic and Law in the Mirror of Science (Dasar-Dasar Hukum Normatif) (Bandung: Penerbit Nusa Media , 2009), cet ke 2, 317.

10 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

analisis struktur hukum positif, bukan kepada penjelasan psikologi

dan ekonomi menyangkut kondisi-kondisinya atau penilaian moral

atau politik menyangkut tujuan-tujuannya.20

The pure theory of law

berupaya membatasi pengertian hukum pada bidang-bidang

tersebut, bukan lantaran ia mengabaikan atau memungkiri

kaitannya, melainkan karena ia hendak menghindari tercampurnya

berbagai disiplin ilmu yang berlainan metodologi yang mengaburkan

esensi ilmu hukum dan meniadakan batas-batas yang diterapkan

padanya oleh sifat pokok bahasannya.21

Hal tersebut yang

menyebabkan salah satu ciri yang menonjol pada teori Kelsen

adalah paksaan.22

Jika konsep ini diterapkan tentu akan menutup kembali

pintu ijtihad yang sebelumnya pernah mengalami kebekuan.

Padahal, seruan untuk terus berijtihad bagi para ulama dan hakim

telah lama diserukan kembali.23

Proses berijtihad juga perlu dengan

memetakan terlebih dahulu maqa>>s}id shari>’ah dalam kasus yang akan

diputus sebelum menentukan kaidah usul fikih yang lebih tepat

diaplikasikan terhadap suatu perkara yang akan diputus.24

Islam sebagai agama pada hakikatnya terlihat pada aspek

nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya, yaitu

20 Hans Kelsen alih bahasa oleh Somardi, General Theory of Law and State

(Jakarta: Bee Media Indonesia, , 2007), Cet, 3 iv. 21 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif

(Bandung: Nusa Media, 2010), 1-2. 22 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991),

274. 23 ‘A<rif ‘Izzuddi<n H{assounah, “Tayassara al-Ijtiha>du fi< ha>dha> al-‘As}ri wa

Da <‘wa> Sadda Ba>bihi,” Dira>sa>t: ‘Ulu>mu al-Shari>’ah wa al-Qo>nu>n, Vol. 36 (2009):

326. 24 Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

dalam Bidang Perdata Islam (Disertasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011),

295.

Pendahuluan 11

mengacu pada kelima hak dasar dalam maqa>s{id shari<‘ah.25

Hal

tersebut bisa dipahami bahwa sesungguhnya syariat Islam dibangun

untuk kepentingan manusia. Sehingga tidak bisa dipungkiri harus

adanya tujuan kemanusiaan yang universal, seperti kemaslahatan,

keadilan, kerahmatan dan kebijaksanaan.

Faktanya, kondisi hukum umumnya menunjukkan adanya

ketidakpercayaan masyarakat pada kekuasaan kehakiman, karena

faktor utamanya yaitu putusan hakim belum mencerminkan nilai

kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan yang didambakan para

pencari keadilan.26

Pengadilan Agama sebagai institusi penegak

hukum Islam berperan mewujudkan kemaslahatan atau tujuan

hukum tersebut.

Shat}ibi menyatakan bahwa pada dasarnya, syariat ditetapkan

untuk mewujudkan kemaslahatan hamba. Baik kemaslahatan di

dunia, maupun kemaslahatan di akhirat.27

Raysuni menyimpulkan

bahwa para ulama mazhab sepakat sesungguhnya kesejahteraan

manusia menjadi pokok tujuan hukum.28

Dengan demikian,

kesempurnaan Islam tidak hanya terletak pada keistimewaan dan

kelengkapan ajarannya, akan tetapi lebih dari itu yakni sejauh mana

Islam mampu merelevansikan dirinya dengan tantangan

kemodernan. Maka ijtihad menjadi jembatan untuk menghubungkan

Islam di masa lalu dengan Islam di masa kini,

25 Hifz}u al-di<n (memelihara agama), hifz}u al-nafs (memelihara jiwa), hifz}u

al-aql (menjaga akal), hifz}u al-nasl (menjaga keturunan), dan hifz}u al-ma>l (menjaga

harta). 26 Fence M. Wantu, “Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan

Kemanfaatan dalam Putusan Hakim di Peradilan Perdata,” Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12, No. 3 (2012): 2.

27 Al-Sha>t{ibi, Muwa>faqa>t (Da>r Ibn ‘Affa>n, 1997), Cet 2, 9. 28 Mohammad Hashim Kamali, “In Focus Maqa<s{id al-Shari<’ah and Ijtiha<d

as Instruments of Civilisational Renewal: a Methodological Perspective,” Pluto Journals: 263.

12 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

Hukum Islam sejak kedatangannya di bumi nusantara hingga

hari ini tergolong merupakan hukum yang hidup (living law) di

dalam masyarakat. Bukan saja karena sebagian besar masyarakat

Indonesia memeluk agama Islam, tapi bahkan di sebagian daerah

hukum Islam telah menjadi adat istiadat masyarakat. Kondisi

demikian, memang tak terelakkan, sebab secara sosiologis, hukum

Islam lahir dari budaya masyarakat.29

Oleh karena itu, Islam

mengenal sumber hukum yang berasal dari nilai-nilai yang

berkembang di masyarakat atau ‘urf.

‘Urf termasuk di antara dalil-dalil yang diperselisihkan ulama

dalam menetapkan hukum Islam. Hukum yang terbentuk

berdasarkan ‘urf itu akan berubah apabila terjadi perubahan waktu

dan tempat.‘Urf bukanlah dalil yang berdiri sendiri, namun banyak

ulama yang menerima‘urf sebagai dalil dalam mengistinbat}kan

hukum, selama ia merupakan ‘urf s}ahi<h dan tidak bertentangan

dengan hukum Islam. Kalangan Hanafiyah dan Malikiyah

merupakan ulama yang menjadikan ‘urf sebagai dalil dalam

mengistinba>t}kan hukum Islam.

Al-Bu>rnu> menyatakan bahwa pada dasarnya semua ulama

menyepakati kedudukan‘urf s}ahih sebagai salah satu dalil syara’.30

Begitu pula Sha>t}ibi (W. 790 H) yang menilai bahwa semua mazhab

fikih menerima dan menjadikan ‘urf sebagai dalil syara’ dalam

menetapkan hukum, ketika tidak ada nas yang menjelaskan hukum

terhadap suatu kasus yang muncul di masyarakat, meskipun

sebagian ulama tidak menempatkan‘urf dalam sistematika istinbat}

29 Nurcholis Majid, Universalisme Islam Kosmopolitanisme Kebudayaan

Islam: dalam Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), Cet. Ke-1

425. 30 Para ulama biasa menggunakan ‘urf dalam berbagai permasalahan, di

antaranya dalam menentukan masa haid, baligh dan nifas, masa penjagaan harta

yang dicuri, dan lainnya. Muhammad Sidqy bin Ahmad al-Bu>rnu> al-Waji<z fi< ‘Iddah Qawa>‘id al-Fiqh al-Kulliy>ah (Lebanon; Mu’assisah al-Risa>lah, 1996), 282.

Pendahuluan 13

hukum mereka31

atau terdapat perbedaan pendapat dari segi

intensitas penggunaannya sebagai dalil.

‘Urf s}ahih, baik lafz}i< maupun‘amali< dan baik ‘amm maupun

khas, harus dijaga baik di dalam syariat maupun dalam masalah

peradilan. Karena sesuatu yang telah dikenal dan dilakukan banyak

orang akan menjadi kebutuhan banyak orang dan menjadi

kesepakatan dan kemaslahatan mereka. Teori‘urf ini merupakan

perwujudan adanya realitas sosial kemasyarakatan bahwa semua

cara hidup dan kehidupan itu dibentuk oleh nilai-nilai yang diyakini

sebagai norma kehidupan, sedang setiap individu dalam

bermasyarakat dalam melakukan sesuatu itu karena sesuatu tersebut

dianggap bernilai, sehingga dalam komunitas mereka memiliki pola

hidup dan kehidupan mereka sendiri secara khusus berdasarkan

nilai-nilai yang sudah dihayati bersama.32

‘Urf adalah kebiasaan yang telah mengakar dalam suatu

masyarakat adalah hal yang sulit sekali untuk ditinggalkan karena

terkait dengan berbagai kepentingan hidup manusia.

Meninggalkan‘urf atau adat berarti menolak maslahat atau maqa>s{id

shari<’ah, meskipun tidak ada nas yang secara langsung

mendukungnya. Menjadikan‘urf sebagai dalil dalam menetapkan

hukum atau ‘urf itu sendiri yang ditetapkan sebagai hukum syara’

bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemudahan

terhadap kehidupan manusia. Sebagaimana pernyataan Imam

Sha>tibi bahwa setiap pensyariatan hukum Allah mengandung

maqa>s{id (tujuan-tujuan) yakni kemaslahatan bagi umat manusia.33

31 Al-Sha>t{ibi, Muwa>faqa>t (Da>r Ibn ‘Affa>n, 1997), Cet 2, 488. 32 Agung Setiyawan, “Budaya Lokal dalam Perspektif Agama; Legitimasi

Hukum Adat (Urf) dalam Islam,” Esensia, Vol. XIII, No. 2 (2012):11. 33 Al-Sha>t{ibi, Muwa>faqa>t (Da>r Ibn ‘Affa>n, 1997), Cet 2, 9.

14 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

Kemaslahatan yang dikenal sebagai asas manfaat atau dalam kajian

sosiologi hukum dikenal dengan utilitarianisme.34

Hukum Islam di Indonesia sebagian merupakan hukum yang

tidak tertulis dalam kitab perundang-undangan, di samping masih

lekat dengan fikih timur tengahnya.35

Perkembangan hukum Islam

di Indonesia dapat dilihat sebagai suatu fenomena adanya tarik

menarik atau bahkan ketegangan antar wahyu dan akal atas

tradisi/‘urf dan modernitas.36

Salah satu yang membuat hukum

Islam tetap dijadikan pedoman masyarakat Indonesia adalah karena

hukum Islam dan‘urf telah lama terjalin hubungan baik dalam arti

yang luas sebelum Islam dalam‘urf arab pra Islam maupun‘urf dan

konteks Indonesia.37

Uraian yang dikemukakan di atas dapat

dipahami bahwa‘urf pada suatu masyarakat kemudian menjadi

bagian integral dari hukum Islam, kemudian sistem hukum Islam di

Indonesia berlaku bagi keputusan-keputusan hukum umat Islam.

Dapat disimpulkan bahwa sistem hukum yang digunakan oleh para

hakim di Indonesia dapat juga bersumber dari‘urf.

Hakim dalam menyelesaikan perkara melalui proses

pengadilan tidak hanya berfungsi dan berperan memimpin jalannya

persidangan, akan tetapi hakim juga berfungsi bahkan berkewajiban

mencari dan menemukan hukum objektif atau materil yang akan

34 Kamus besar bahasa Indonesia offline 1.5.1, http://ebsoft.web.id 35 Muh Mukri, “Dinamika Pemikiran Fikih Mazhab Indonesia (Perspektif

Sejarah Sosial),” Analisis, Vol. XI, No. 2 (2011): 189. 36 Sagaf S. Pettalongi, “Local Wisdom dan Penetapan Hukum Islam di

Indonesia,” Jurnal Tsaqafah, Vol. 8, No. 2 (2012): 233. 37 Hubungan baik itu tercermin dalam berbagai pepatah dan ungkapan di

beberapa daerah misalnya dalam bahasa Aceh “Hukum ngon adat hantom cre, lagee zat ngon sipeut” artinya hukum Islam dengan hukum adat tidak dapat dipisahkan

karena erat sekali hubungannya seperti hubungan zat dengan sifat sesuatu barang

atau benda. Ungkapan yang hampir sama juga ada di Sulawesi. Misalnya, “Adat hula-hulaa to syaraa, syaraa hula-hulaa to adati”. Artinya adat bersendi syara’ dan

syara’ bersendi adat. Sagaf S. Pettalongi, “Local Wisdom dan Penetapan Hukum

Islam di Indonesia,” Jurnal Tsaqafah, Vol. 8, No. 2 (2012): 236.

Pendahuluan 15

diterapkan dalam memutus perkara yang disengketakan para pihak.

Hakim sebagai penegak hukum mempunyai posisi sentral dalam

penerapan hukum. Hakim tidak hanya dituntut agar dapat berlaku

adil, tetapi ia juga harus mampu menafsirkan undang-undang atau

menaklukkan interpretasi hukum dengan cara mengeluarkan putusan

pengadilan secara aktual sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat

pencari keadilan, tetapi mempertimbangkan aspek keadilan,

kepastian hukum dan nilai kemanfaatannya.

Asas manfaat atau maslahat ini mengutamakan manfaat

kepada masyarakat. Para hakim itu selalu bergumul dan berdialog

dengan nilai-nilai pada waktu menangani suatu perkara. Hakim

dalam menghubungkan antara teks undang-undang dengan suatu

peristiwa konkrit yang diadilinya, wajib menggunakan pikiran dan

nalarnya untuk memilih metode penemuan mana yang paling cocok

dan relevan untuk diterapkan dalam suatu perkara. Apabila seorang

hakim dapat mempergunakan metode hukum yang relevan dan

sesuai dengan yang diharapkan dalam kasus yang sedang

diperiksanya, maka putusan yang dilahirkan akan mempunyai nilai

keadilan dan kemanfaatan bagi pencari keadilan.

Asas maslahat ini juga menjadi argumen hebat bagi upaya

pemberian muatan hukum syariat kepada persoalan hukum

kontemporer yang memang belum tersentuh sama sekali oleh dalil-

dalil yang s}arih. Pertimbangan hakim dalam putusannya harus

mampu mengakomodir segala ketentuan yang ada di masyarakat.

Ketentuan itu berupa kebiasaan-kebiasaan dan ketentuan hukum

yang tidak tertulis. Tuntutan hukum seperti inilah yang kerap

memaksa hakim untuk cakap dalam berargumen melalui

putusannya. Dengan demikian, hakim merupakan subjek hukum

yang tentunya memiliki peran penting dalam mewujudkan cita-cita

hukum.

16 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

Putusan pengadilan telah berperan dalam pembaruan hukum

Islam baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional.

Salah satu sebab putusan pengadilan berperan dalam pembaruan

hukum Islam adalah karena materi hukum dalam fikih tidak sesuai

lagi apabila diterapkan dalam suatu kasus yang dimintakan

penyelesaiannnya kepada pengadilan, sedangkan peraturan

perundang-undangan sudah mengatur, tetapi belum lengkap atau

sama sekali belum mengatur padahal kebutuhan sangat mendesak.38

Kajian filsafat memandang tepat kiranya untuk meninjau nilai-nilai

hukum Islam dan eksistensinya dalam praktik Pengadilan Agama.

Putusan atau penetapan adalah hasil dari proses peradilan. Kekuatan

putusan sangat mempengaruhi materi hukum yang dijadikan dasar

putusan tersebut. Sebaliknya, putusan yang tidak mempunyai daya

ikat mengakibatkan tidak dihargainya putusan tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

mengumpulkan pokok pembahasan yang akan dikaji dalam isi

penelitian ini. Fokus penelitian ini yaitu berusaha membahas dan

meneliti bagaimana penerapan ‘urf dalam ijtihad hakim sebagai

sumber hukum putusan-putusan Pengadilan Agama, sehingga‘urf

dapat diperhitungkan eksistensinya dalam upaya mendorong

lahirnya putusan-putusan yang bermutu dengan muatan

pembaharuan hukum Islam.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan

beberapa masalah sebagai berikut:

a. Posisi‘urf dalam hukum Islam.

b. Penerapan‘urf oleh hakim dalam memutuskan perkara.

c. Kontekstualitas‘urf dalam putusan Pengadilan Agama.

38 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia

(Jakarta: Kencana, 2006). 199.

Pendahuluan 17

2. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada studi ijtihad hakim Pengadilan

Agama dalam putusan perkara yang terdapat‘urf sebagai sumber

hukum putusannya. Dalam penelitian ini hanya akan diteliti 4

(empat) putusan tentang harta bersama. Pertama, putusan

Pengadilan Agama Nomor: 0962/P.dt.G/2011/PA.Kds. kedua,

putusan Pengadilan Agama Nomor: 1933/P.dt.G/2007/PA.Jr.

Ketiga, putusan Pengadilan Agama Nomor:

0034/P.dt.G/20011/PA.Wsp. Keempat, putusan Pengadilan Agama

Nomor: 204/P.dt.G/20014/PA.Bji.

3. Perumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini yaitu bagaimana

penerapan‘urf dalam putusan Pengadilan Agama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan‘urf

dalam putusan Pengadilan Agama. Signifikasi penelitian ini adalah

sebagai sumbangan bagi penyelesaian tentang pengembangan

hukum Islam melalui putusan pengadilan, sebagai sumbangan bagi

khazanah keilmuan di Indonesia, sebagai referensi historis analisis

terhadap hukum di Indonesia, dan memberikan pemahaman tentang

penggunaan‘urf dalam upaya pengembangan hukum Islam.

D. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian atau karya yang terkait dengan

tulisan ini, di antaranya adalah:

Karya pertama oleh Charles B. Davidson dalam “Procedural

Justice Preserves Fundamental Fairness” yang ditulis pada tahun

2006. Charles B. Davidson mengatakan bahwa ijtihad atau

penggunaan nalar tidak dapat dilakukan dalam membuat putusan

pengadilan, karena sulitnya mewujudkan keadilan melalui cara

18 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

tersebut. Proses prosedural akan lebih tepat dalam mewujudkan

keadilan dan menghindari pengaruh bias hukum, sehingga akan

menghasilkan kepastian hukum bagi pihak yang berperkara.39

Karya kedua, oleh Firdaus yang berjudul ‘Urf dan Pembaruan

Hukum Islam (Kajian Ulang Terhadap Fikih Berdasarkan‘Urf) yang

ditulis pada tahun 2006. Firdaus mengatakan bahwa

kecenderungan‘urf yang senantiasa berubah akan mempengaruhi

hukum yang berlandaskan ‘urf. Penerapan hukum tersebut hanya

pada bidang muamalah dan munakahat.40

Karya ketiga, oleh ‘A<rif ‘Izzuddi<n H{assounah, yang berjudul

“Tayassara al-Ijtiha>du fi< ha>dha> al-‘As}ri wa Da‘wa> Sadda Ba>bihi”

pada tahun 2009. Arif Izzuddin Hassounah mengatakan bahwa

<ijtihad tidak terbatas hanya oleh ulama, tetapi juga oleh hakim.

Pintu ijtihad itu akan selalu terbuka dan akan terus dilaksanakan

sampai kapan pun. Semakin modern, maka akan semakin mudah

ijtihad untuk dilakukan, karena banyak hal pendukungnya.41

Karya keempat, Meng Tang dan Xiuping Dong yang berjudul,

“Ability and Inability of a Judge: Boundary for Balancing of

Interests” pada tahun 2011. Meng Tang dan Xiuping Dong

mengatakan bahwa seorang hakim dapat membuat kebijakan dalam

kasus tertentu. Tulisan ini mendiskusikan metode keseimbangan

maslahat yang digunakan oleh hakim di pengadilan. Yaitu, apakah

hakim dalam membuat putusan harus memilih standar hukum yang

ada atau berijtihad sendiri di luar hukum yang tertulis? Bagaimana

39 Charles B. Davidson, “Procedural Justice Preserves Fundamental

Fairness”, law now, article, legal studies program, faculty of extention university of Alberta (2006): 1.

40 Firdaus, Urf dan Pembaruan Hukum Islam (Kajian Ulang Terhadap Fikih Berdasarkan Urf) (Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri

Jakarta 2006), 310. 41 ‘A<rif ‘Izzuddi<n H{assounah, “Tayassara al-Ijtiha>du fi< ha>dha> al-‘As}ri wa

Da <‘wa> Sadda Ba>bihi,” Dira>sa>t: ‘Ulu>mu al-Shari>’ah wa al-Qo>nu>n, Vol. 36 (2009):

326.

Pendahuluan 19

sebenarnya standar pengambilan putusan hukum? Bagaimana

standar nilai putusan yang dibuat oleh hakim? Apakah ada

kemungkinan hakim dalam putusannya mengandung nilai putusan

yag tidak memiliki unsur moral? tulisan ini tidak memberi

kesimpulan, tetapi hanya memberikan gambaran mengenai isu yang

berkaitan. Yaitu, seberapa banyak hakim yang dibatasi oleh undang-

undang? Apakah dalam memutuskan sebuah kasus itu ditentukan

oleh hubungan politik antara kekuatan legislatif dan kekuatan

yudisial dalam sebuah Negara? Kemudian seberapa banyak undang-

undang membatasi seorang hakim adalah hal yang layak dalam

sebuah Negara bahwa secara berangsur-angsur mengalami

pendekatan sebuah masyarakat demokrasi yang modern? Hukum

adalah sebuah jenis kontrol sosial. Jenis kontrol ini dinyatakan

dalam dua aspek. Satu aspek, kontrol diperankan oleh seorang

hakim bagi masyarakat dalam menangani sebuah perselisihan sosial.

Satu aspek lagi, kontrol bagi hakim itu sendiri. Kemudian, siapa

pengontrol bagi kehakiman aktif? Metode dan tujuan maslahat

adalah untuk mengukur yang mana dari dua pihak yang berselisih

harus diarahkan. Kehakiman aktif mengharuskan bahwa

keseimbangan maslahat mencapai efek kepuasan bagi kedua belah

pihak. Kemudian di mana ketegangan di antara keduanya itu?42

Karya kelima, oleh Edi Riadi yang berjudul “Dinamika

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Bidang

Perdata Islam” pada tahun 2011. Edi Riadi mengatakan bahwa

putusan Mahkamah Agung menggunakan ijtihad dalam upaya

merespon isu keadilan, terutama hak asasi manusia, hak asasi anak,

gender, dan pluralism. Meskipun masih banyak yang menggunakan

sumber hukum tertulis, tetapi upaya ijtihad intiqa>’i juga sudah

digunakan dalam memutuskan perkara. Hal ini ditandai oleh hasil

42 Meng Tang dan Xiuping Dong, “Ability and Inability of a Judge:

Boundary for Balancing of Interests”, Asian Social Science, Vol. 7, No. 12 (2011):

36.

20 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

penelitian Edi Riadi dalam putusan bidang perkawinan dan

kewarisan Islam sejak tahun 1991 sampai dengan 2007 yang terus

mengalami dinamika putusan, baik dari aspek sumber hukum

maupun aspek substansi hukum.43 Tentunya, dinamika putusan ini

akan terus terlihat jika hakim agung lebih mempertimbangkan aspek

teks dan konteks secara dialektis dalam putusan-putusan

selanjutnya.

Karya keenam, oleh Susi Susanti yang berjudul “Ijtihad

Hakim dalam Pengembangan Hukum Islam (Studi Putusan-Putusan

Hakim Agama)” pada tahun 2013. Susi Susanti mengatakan bahwa

hakim Pengadilan Agama dalam menghasilkan putusan-putusan

yang bernilai filosofis, sosiologis, dan yuridis tidak mesti

memaksakan melalui sumber utama hukum Islam dan undang-

undang serta kompilasi hukum Islam (KHI), tetapi juga dapat

berijtihad. Ijtihad yang telah dilakukan dalam memutuskan perkara-

perkara baru atau kontemporer44

tersebut berupa ijma >‘, qiy>as,

istis}la>h, istis}h}a>b, mas}lah}ah mursalah, sadd al-dhari<‘ah, istih }sa>n, dan

lainnya.45

Karya ketujuh, oleh Arry Mth. Soekowathy R. dalam

disertasinya yang berjudul “Konsep Keadilan Menurut Hukum

Murni Hans Kelsen dalam Relevansinya dengan Penegakan Hukum

di Indonesia (The Concept of Justice under the Pure Law of Hans

Kelsen in Relevance to Law Enforcement in Indonesia)” pada tahun

2013. Arry Mth. Soekowathy R. mengatakan bahwa menurutnya

43 Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

dalam Bidang Perdata Islam (Disertasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011),

295. 44 Pembagian harta bersama; isteri mendapat bagian yang lebih besar,

pernikahan beda majelis; via telepon, waris antar agama; wasiat wajibah bagi non

muslim, hak asuh anak; transfer dari ibu ke bapak anak di luar nikah 45 Susi Susanti, Ijtihad Hakim dalam Pengembangan Hukum Islam (Studi

Putusan-Putusan Hakim Agama) (Tesis, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013),

183.

Pendahuluan 21

praktik hukum melalui proses ijtihad tidak relevan untuk penerapan

hukum di Indonesia. Banyak praktik hukum yang telah dicampuri

politik dengan unsur-unsur psikologi, sosiologi, etika dan teori-teori

yang dikaitkan. Hal tersebut dapat memudarkan kemurnian hukum.

Menurutnya konsep hukum murni Hans Kelsen lebih relevan jika

diterapkan di Indonesia. Melalui konsep ini, cita-cita hukum dapat

ditegakkan dan peraturan perundangan yang berlaku dapat berjalan

tanpa ada pertentangan dengan moral hukum.46

Adapun perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian

terdahulu adalah penelitian ini ingin menunjukkan bahwa ijtihad

yang menggunakan pertimbangan‘urf dapat menghasilkan hukum

yang berkualitas dan lebih mencapai mas}lah}ah. Ijtihad dengan‘urf

tersebut kemudian dikaitkan dengan beberapa putusan hakim

Pengadilan Agama mengenai harta bersama.

E. Metodologi Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang akan

menggunakanan pendekatan mas}lah}ah. Pendekatan mas}lah}ah

merupakan teori yang memusatkan perhatiannya kepada manfaat

hukum. Teori mas}lah}ah merupakan teori yang diformalisasikan oleh

Sha>t}ibi (W. 790 H) melalui karyanya yang terkenal al-Muwa>faqa>t.

Ulama lain yang mempelopori mas}lah}ah di antaranya adalah Abu

Hamid al-Ghaza>li (W. 1111). Setelah al-Sha<t{ibi, secara umum dapat

dikatakan tidak ada lagi yang mengembangkan konsep tersebut,

46 Arry Mth. Soekowathy R., Konsep Keadilan Menurut Hukum Murni

Hans Kelsen dalam Relevansinya dengan Penegakan Hukum di Indonesia (The Concept of Justice under the Pure Law of Hans Kelsen in Relevance to Law Enforcement in Indonesia) (Disertasi, Universitas Gajah Mada, 2013),

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianD

etail&act=view&typ=html&buku_id=58896&obyek_id=4 atau

lib.ugm.ac.id/digitasi/upload/3158_RD-201301026-

arry%20mth%20soekowaty.pdf

(diakses pada tanggal 11 Juni, 2015): 20.

22 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

yang ada hanya bersifat pengulangan konsep yang sudah ada,

sampai akhirnya konsep tersebut menjadi mapan dan baku.47

Teori

ini menyatakan bahwa pada dasarnya, syariat ditetapkan untuk

mewujudkan kemaslahatan hamba. Baik kemaslahatan di dunia,

maupun kemaslahatan di akhirat.48

Dengan demikian, kesejahteraan

manusia menjadi pokok tujuan hukum. Tujuan penting hukum

dalam menyikapi kondisi multikulturalisme adalah untuk

memudahkan sebuah hubungan.49

Data yang dikumpulkan dalam penelitian diambil dari sumber

primer dan sumber sekunder. Data primer adalah berupa putusan

pengadilan. Dalam penelitian ini hanya akan diteliti 4 (empat)

putusan tentang harta bersama. Pertama, putusan Pengadilan Agama

Nomor: 0962/P.dt.G/2011/PA.Kds. Kedua, putusan Pengadilan

Agama Nomor: 1933/P.dt.G/2007/PA.Jr. Ketiga, putusan

Pengadilan Agama Nomor: 0034/P.dt.G/20011/PA.Wsp. Keempat,

putusan Pengadilan Agama Nomor : 204/P.dt.G/20014/PA.Bji.

Putusan tersebut diperoleh dari direktori putusan Mahkamah

Agung RI. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh

melalui bahan kepustakaan.50

Berupa bahan pustaka yang terdiri dari

buku-buku atau kitab, tesis, disertasi, undang-undang, jurnal dan

artikel yang relevan dengan tema kajian.

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan

data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik

47 Mohammad Hashim Kamali, “In Focus Maqa>s{id al-Shari<’ah and Ijtiha>d

as Instruments of Civilisational Renewal: a Methodological Perspective,” Pluto Journals: 248.

48 Al-Sha>t{ibi, Muwa>faqa>t (Da>r Ibn ‘Affa>n, 1997), Cet 2, 9. 49 Roger Cotterell, “The Struggle for Law: Some Dilemmas Of Cultural

Legality,” International Journal of Law in Context, Cambridge University Press

(2009): 382. 50 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta:

Ghalia Indonsia, 1985), 24.

Pendahuluan 23

pengumpulan data tersebut adalah studi pustaka,51

serta studi

dokumen putusan Pengadilan Agama. Meneliti dokumen putusan

yang dihasilkan oleh hakim Pengadilan Agama. Putusan ini

dipelajari secara cermat dan mendalam sehingga terlihat proses

istinbat} hukum yang dilakukan oleh hakim. Sehingga dapat

dipahami dalil-dalil yang digunakan, mulai dari dalil yang berupa

sumber hukum positif, maupun berupa nas}, ijma>‘, qiya>s sampai dalil

yang berupa‘urf. Peneliti juga menguraikan dan mendeskripsikan

putusan. Penulis menggunakan buku-buku atau bahan-bahan untuk

memperoleh teori-teori atau informasi yang berkaitan dan ada

hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Penulis

mendayagunakan informasi yang terdapat dalam buku-buku yang

membahas seputar kewenangan dan proses istinba>}t hakim

Pengadilan Agama dan tentang‘urf.

Penelitian ini menggunakan metode content–analysis, yaitu

menganalisis data menurut isinya atau dokumen hasil putusan

Pengadilan Agama. Penulis menganalisis materi kasus yang diputus

dan penggunaan dalil ‘urf yang digunakan oleh majelis hakim

sebagai bahan pertimbangan hukum dalam putusan perkara tersebut.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan rincian sebagai

berikut:

Bab kesatu adalah pendahuluan, berisi tentang latar belakang

masalah, permasalahan (identifikasi masalah, pembatasan masalah,

dan perumusan masalah), tujuan dan signifikansi, metodologi

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah pembahasan tentang konsepsi atau teori,

yaitu pembahasan tentang ‘urf dalam hukum Islam. Pertama,

konsepsi ‘urf dalam hukum Islam. Kedua, tinjauan historis

51 Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang menelaah sumber-sumber

pustaka yang berkaitan dengan penelitian.

24 ‘Urf dalam Putusan Pengadilan Agama

penerapan ‘urf dalam hukum Islam. Ketiga, perkembangan ‘urf di

Indonesia. Keempat, ‘urf dan mas}lah}ah dalam Istinba>t} Hukum.

Bab ketiga membahas putusan Pengadilan Agama tentang

harta bersama. Pertama, harta bersama menurut ‘urf . Kedua,

paradigma ulama Indonesia tentang harta bersama. Ketiga, putusan

hakim dalam menetapkan harta bersama.

Bab keempat membahas tentang ‘urf dalam putusan

Pengadilan Agama. Pertama, ‘urf sebagai dasar ratio decidendi

dalam putusan Pengadilan Agama. Kedua, urgensi ‘urf dalam

penemuan dan penerapan hukum. Ketiga, analisa penggunaan ‘urf

dalam putusan Pengadilan Agama.

Bab kelima merupakan bab terakhir dari penelitian ini di

dalamnya berisi kesimpulan dari permasalahan yang diajukan.

Kemudian mengemukakan saran-saran dalam pengembangan

putusan pengadilan yang berdasarkan‘urf dan memberikan manfaat

bagi masyarakat khususnya bagi para pihak yang sedang berperkara.