Anisa Apriliyani-FKIK.pdf - Institutional Repository UIN Syarif ...

101
GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU TERHADAP STATUS HIDRASI PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKOLAH DASAR WILAYAH KELURAHAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Meperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Disusun Oleh: ANISA APRILIYANI 1112101000055 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of Anisa Apriliyani-FKIK.pdf - Institutional Repository UIN Syarif ...

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU TERHADAP

STATUS HIDRASI PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKOLAH DASAR

WILAYAH KELURAHAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Meperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM)

Disusun Oleh:

ANISA APRILIYANI

1112101000055

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

i

PERNYATAAN PERS

ii

PANITIA SIDANG SKRIPSI

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, November 2017

Anisa Apriliyani

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Desember 2017

Anisa Apriliyani, NIM : 1112101000055

Gambaran Faktor Lingkungan dan Individu terhadap Status Hidrasi pada

Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Tahun

2017

(xiv + 85 halaman, 2 bagan, 4 gambar, 3 grafik, 7 tabel, 7 lampiran)

ABSTRAK

Kondisi penurunan cairan tubuh dalam waktu lama dapat menyebabkan penurunan

produktivitas serta meningkatkan risiko cedera dan kecelakaan. Maka diperlukan

pemantauan status hidrasi dengan kategori (terhidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi

sedang, dan dehidrasi berat). Kondisi status hidrasi dapat dipengaruhi oleh iklim kerja,

konsumsi cairan, dan indeks massa tubuh. Pedagang kaki lima yang berjualan di area

outdoor berisiko mengalami pengeluran cairan. Hasil studi pendahuluan menunjukkan

rata-rata suhu dan kelembaban lokasi berdagang yaitu 38,5oC dan 51,4%, dan 8 dari

10 pedagang mengalami dehidrasi sedang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

gambaran antara faktor lingkungan dan individu terhadap status hidrasi pada

pedagang kaki lima di Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan desain cross

sectional dan analisis yang dilakukan adalah analisis univariat. Sampel penelitian ini

sebanyak 50 pedagang kaki lima yang berjualan di area outdoor dengan menggunakan

tekhnik pengumpulan sampel systematic random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan status hidrasi pada pedagang kaki lima yang

mengalami pengurangan cairan saat bekerja dengan tingkatan dehidrasi, dehidrasi

sedang, dan dehidrasi ringan sebesar 60%. ISBB outdoor lokasi berjualan pedagang

kaki lima memiliki rata-rata sebesar 30,524oC oC. Sebanyak 26 atau 52% pedagang

berjualan di lokasi yang terdapat keberadaan pohon. Kemudian konsumsi cairan pada

pedagang kaki lima 2 x 24 jam memiliki rata-rata berkisar antara 2,07 liter dan 2,4

liter. Pedagang dengan status hidrasi dehidrasi sebagian besar mengkonsumsi cairan

dibawah rata-rata dan sebanyak 80% pedagang berjualan di lokasi dengan ISBB diatas

rata-rata. Oleh karena itu agar pedagang tetap terhidrasi maka pedagang perlu

mencukupi asupan cairan baik melalui minuman dan makanan. Selain itu pedagang

juga perlu memperhatikan lokasi berjualan yang memiliki pelindung dari paparan

panas sinar matahari, dan pemerintah wilayah DKI Jakarta diharapkan dapat

meningkatkan ruang terbuka hijau di wilayah Duren Sawit Jakarta Timur.

Kata kunci : status hidrasi, pedagang kaki lima, pengurangan cairan

Daftar bacaan : 77 (1979 – 2017)

v

Faculty of Medicine and Health Sciences

Public Health Study Program

Departement of Environmental Health

Undergraduated Tesis, December 2017

Anisa Apriliyani, NIM : 1112101000055

The Association Between Environmental Factors and Individual Factors with

Hydration Status among Street vendors in Elementary School Around Kelurahan

Duren Sawit East Jakarta 2017

ABSTRACT

Long periods of fluid loss can decrease to productivity and increased risk of

injury and accidents. It is necessary to monitor hydration status by categories

(hydrated, mildly dehydrated, moderately dehydrated, and severely dehydrated).

Hydration status conditions can be affected by work climate, fluid consumption, and

body mass index. Street vendors who sell in outdoor areas risk experiencing more

liquid swallowing. The preliminary study results showed that the average temperature

and humidity of the trading locations are 38,5oC and 51,4%, and 8 of the 10 vedors are

moderately dehydrated.

This study aims to determine the association between environmental factors

and individual factors with hydration status among Street vendors in elementary

school. The sample of this research are 50 street vendors selling in outdoor area by

using systematic random sampling sampling technique.

The results showed hydration status in street vendors who experienced fluid

reduction while working with dehydration, moderate dehydration, and mild

dehydration rates of 60%. ISBB outdoor street vendors selling locations have an

average of 30.524 oC. As many as 26 or 52% of street vendors in locations where there

are trees. Then the fluid consumption on the 2 x 24 hour peddler has an average of

between 2.07 liters and 2.4 liters. Street vendors with dehydrated hydration status

mostly consume below average liquid and as much as 80% of street vendors trade in

locations with ISBB above average.

Therefore, in order to keep street vendors hydrated then street vendors need to

suffice fluid intake both through drinks and food. In addition street vendors also need

to pay attention to the location of the selling that has a protector of exposure to sunlight,

and the government of DKI Jakarta is expected to increase green open space in the

Duren Sawit area of East Jakarta.Therefore, in order to keep street vendors hydrated

then street vendors need to suffice fluid intake both through drinks and food. In

addition street vendors also need to pay attention to the location of selling that has a

protector of exposure to the heat of the sun.

Keywords: hydration status, Street vendors, fluid reduction

Referens : 77 (1979-2017)

vi

RIWAYAT PENELITI

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Anisa Apriliyani

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 April 1994

Alamat : Jl. Swadaya Raya, Rt. 06, Rw. 07. Jakarta Timur.

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Golongan Darah : O

No. Handphone : 089633378172

E-mail : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

2012-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009-2012 : SMAN 54 Jakarta

2006-2009 : SMPN 51 Jakarta

2000-2006 : SDN 013 Jakarta

1999 : TK Purnama

PENGALAMAN KERJA

2015 :

2016 : Magang di Instalasi Sanitasi dan Pertamanan RSUP

Fatmawati

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul

“Gambaran Faktor Lingkungan Dan Individu Terhadap Status Hidrasi Pada

Pedagang Kaki Lima Di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta

Timur Tahun 2017” ini. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarga, sahabat, semoga kita selalu dalam barisan pengikutnya dan mendapatkan

syafaatnya kelak. Aamiin.

Penyelesaian pembuatan proposal skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat,

motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada

ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang

tak terhingga sengan ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumatri, SKM, M. Kes selaku Dekan FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Arianti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan

Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku Pembimbing Pertama dan

Ibu Catur Rosidati, SKM, M.K.M yang telah menyediakan waktunya

untuk membimbing penulis dan memberi arahan dalam penulisan

proposal skripsi ini.

4. Kedua orang tua dan keluarga besar yang sudah memberikan motivasi

dan doanya kepada penulis.

viii

5. Sahabat-sahabat penulis (Nurmarani, Yufa, Nia, Pude, Sri, Sekar, Nuni,

Putri, Isna, dan Tyas) serta teman-teman seperjuangan Kesehatan

Masyarakat 2012 khusunya teman-teman Kesehatan Lingkungan yang

selalu memberi motivasi dan semangat untuk penulis menyelesaikan

proposal skripsi ini.

6. Kakak-kakak kelas Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan

motivasi, semangat, dukungan, dan arahan dalam menyelesaikan

proposal skripsi ini.

Semoga bimbingan, bantuan dan dorongan semangat serta amal kebaikan

yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Dengan segala

rasa kerendahan hati, penulis menyadari bahwa kesempurnaan tidak akan mutlak

didapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga dengan proposal skripsi ini

yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu, mohon maaf apabila terdapat kesalahan

dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Kritik dan saran selalu terbuka untuk

menyempurnakan proposal skripisi ini.

Terimakasih.

Wassalam.

Jakarta, Desember 2017

Penulis

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i

PANITIA SIDANG SKRIPSI ...................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii

ABSTRAK .................................................................................................................. iv

ABSTRACT ................................................................................................................. v

RIWAYAT PENELITI ............................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5

1.3. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 6

1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 6

14.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 7

1.5. Ruang Lingkup .................................................................................................. 7

1.6. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 9

2.1. Keseimbangan Cairan .................................................................................... 9

2.2. Status Hidrasi ................................................................................................ 9

x

2.3. Dehidrasi ..................................................................................................... 11

2.3.1. Definisi Dehidrasi ..................................................................................... 11

2.3.2. Tanda dan Gejala Dehidrasi ...................................................................... 12

2.4. Pemeriksaan Status Cairan .......................................................................... 13

2.5. Penilaian Berat Jenis Urin ........................................................................... 15

2.6. Lingkungan Kerja ........................................................................................ 18

2.6. Konsumsi Cairan ......................................................................................... 21

2.7. Indeks Masa Tubuh (IMT) .......................................................................... 22

2.8. Keberadaan Pohon (Vegetasi) ..................................................................... 24

2.8. Fungsi Keberadaan Pohon ....................................................................... 25

2.9. Kerangka Teori ............................................................................................ 26

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 27

3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 27

3.2. Definisi Operasional .................................................................................... 29

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 31

4.1 Desain Studi ................................................................................................ 31

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 31

4.3 Populasi ....................................................................................................... 31

4.4 Sampel ......................................................................................................... 31

4.5 Metode Pengambilan Sampel ...................................................................... 34

4.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ............................................................ 41

4.6.1 Pengolahan Data................................................................................... 41

4.6.2 Analisis Data ........................................................................................ 42

BAB V HASIL ........................................................................................................... 43

5.1 Analisis Univariat ........................................................................................ 43

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 43

xi

5.1.2. Gambaran Status Hidrasi...................................................................... 44

5.1.3. Gambaran Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Lingkungan .................... 45

5.1.4. Gambaran Keberadaan Pohon .............................................................. 45

5.1.5. Gambaran Konsumsi Cairan ................................................................ 46

5.1.6. Gambaran Status Hidrasi berdasarkan ISBB ....................................... 46

5.1.7. Gambaran ISBB berdasarkan Keberadaan Pohon................................ 47

5.1.8. Gambaran Status Hidrasi berdasarkan Konsumsi Cairan .................... 49

BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 50

6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 50

6.2 Status Hidrasi .............................................................................................. 50

6.3 Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Lingkungan Kerja ....................................... 52

6.4. Keberadaan Pohon ........................................................................................... 55

6.4 Konsumsi Cairan ............................................................................................. 58

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 61

7.1 Simpulan ........................................................................................................... 61

7.2. Saran ............................................................................................................ 62

7.2.1. Bagi Pedagang Kaki Lima ................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 64

LAMPIRAN I ............................................................................................................ 71

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ......................................................................................... 26

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 28

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Urinometer ............................................................................................. 16

Gambar 2.2. Urin Strip Reagen .................................................................................. 17

Gambar 2.3 Refractometer ......................................................................................... 17

Gambar 4.1 Alat Pengukur ISBB ............................................................................... 36

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1. Gambaran Status Hidrasi berdasarkan ISBB pada Pedagang Kaki Lima di

Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur ................................ 47

Grafik 5.2 Gambaran Status Hidrasi berdasarkan Konsumsi Cairan pada Pedagang

Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun

2017 ............................................................................................................................ 49

Grafik 5.3 Gambaran ISBB berdasarkan Keberadaan Pohon di Lokasi Berjualan

Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur

Tahun 2017 ................................................................................................................ 48

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Lingkungan Kerja Industri........... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 2.2. Batas ambang IMT untuk Indonesia ......................................................... 23

Tabel 3.1 Definisi Operasional .................................................................................. 29

Tabel 4.1 Proporsi Sampel Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar .......................... 33

Tabel 5.1 Gambar Status Hidrasi Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah

Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2017 .................................................. 44

Tabel 5.2 Gambaran ISBB lingkungan berjualan pedagang kaki lima di Sekolah Dasar

Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2017 .................................... 45

Tabel 5.3 Gambaran Keberadaan Pohon di Lingkungan Berjualan Pedagang Kaki

Lima wilayah Sekolah Dasar Kelurahan Duren Sawit Tahun 2017 .......................... 46

1

1. BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Panas adalah bahaya alami dan memiliki efek suhu tinggi pada tubuh manusia.

Populasi manusia akan mengaklimitasi panas ke iklim lokal mereka, secara

fisiologis, perilaku, dan budaya. Namun, kapasitas setiap manusia untuk

beradaptasi dengan iklim dan lingkungannya bervariasi (Kovats & Hajat, 2008).

Panas yang ekstrim dikaitkan sebagai penyebab 7.415 kematian di Amerika Serikat

dari tahun 1999 - 2010. Tahun 2012, terjadi 32 kematian akibat dari suhu panas

dan hampir 3,8 juta orang mengalami kehilangan tenaga, dimana suhu mencapai

100oF selama dua minggu (30 Juni - 13 Juli 2012). 12 kematian dilaporkan di

Maryland, 12 di Virginia, tujuh di Ohio dan satu di Virginia Barat. Kematian dan

kehilangan tenaga akibat suhu ekstrim dikarenakan tubuh tidak terhidrasi dengan

baik (CDC, 2016). Analisis ilmuan NASA’s Goddard Institute for Space Studies

(GISS), rata-rata temperatur Bumi secara global mengalami peningkatan sekitar

0,8 oC sejak tahun 1880 (NASA, 2010). Menurut Badan Meteorologi Klimatologi

dan Geofisika (BMKG), suhu udara pada siang hari di DKI Jakarta mengalami

peningkatan tahun 2015 yaitu 36,4oC, dibandingkan tahun 2014 sebesar 34,6oC

(Badan Pusat Statistik, 2015). Peningkatan temperatur udara ini menyebabkan

lingkungan menjadi lebih panas dari biasanya dan mengganggu kenyamanan

masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan tersebut serta didukung oleh

berkurangnya area pendinginan dan penyerapan air di kawasan perkotaan

(Khairunnisa, et al., 2012).

Ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta, menurut perhitungan tingkat

kehijauan vegetasi dengan citra satelit, luas tutupan vegetasi RTH di Jakarta tahun

2

2014 sekitar 9,8 persen dari luas total daratan di DKI Jakarta. (Berita Jakarta,

2016). Vegetasi pada ruang terbuka hijau sangat berpengaruh dalam menciptakan

iklim mikro. Suhu yang berada di bawah pohon teduh dapat lebih rendah 20C - 40C

dibanding suhu disekitarnya (Khairunnisa, et al., 2012).

Temperatur udara dan humiditas yang tinggi, pancaran sumber panas, kontak

fisik langsung dengan objek yang panas ataupun aktivitas kerja fisik yang berat

memiliki potensi besar menimbulkan heat stress pada pekerja (OSHA, 2014).

Populasi yang lebih rentan terpapar panas ekstrim adalah pekerja luar ruangan,

atlet, tunawisma, anak-anak, wanita hamil, lansia, dan orang dengan kondisi medis

tertentu yang kurang mampu mengatur suhu tubuh (EPA, 2014). Pedagang kaki

lima merupakan salah satu populasi yang rentan terkena paparan panas. Pedagang

kaki lima adalah pedagang yang berjualan di serambi muka (emper) toko atau di

lantai tepi jalan (KBBI, 2016).

Setiap harinya cairan dalam tubuh akan berkurang sekitar 5% - 10% meskipun

tanpa berkegiatan (Sawka, et al., 2005). Paparan panas terhadap seseorang memicu

terjadinya pengeluaran cairan lebih cepat dalam tubuh melalui urin, tinja, produksi

keringat, pengeluaran yang tidak dirasa (insensible water loss ) seperti uap air

pernafasan (Leksana, 2015). Sehingga keseimbangan cairan dalam tubuh perlu

dipantau melalui status hidrasi (Mears & Shirreffs, 2015). Australian Pathology

Assosiation membagi status hidrasi berdasarkan berat jenis urin dalam beberapa

kategori yaitu terhidrasi, hipohidrasi (dehidrasi ringan), hipohidrasi berat

(dehidrasi sedang), dan dehidrasi (Miller & Bates, 2007) (Andayani, 2013).

Hipohidrasi terjadi ketika pengeluaran keringat tidak diiringi dengan asupan

cairan, terutama selama aktivitas fisik yang tinggi. Produksi keringat bergantung

3

pada suhu lingkungan dan kelembaban, tingkat aktivitas, dan jenis pakaian yang

dikenakan. Pengeluran air melalui kulit dapat berkisar 0,3 liter/jam dalam kondisi

stabil dan 2,0 liter/jam dalam aktivitas tinggi di kondisi panas. Penurunan cairan

tubuh mengakibatkan hilangnya elektrolit dalam tubuh, pengurangan volume

plasma, dan peningkatan osmolalitas plasma (Popkin, et al., 2010). Kondisi

penurunan cairan tubuh jika terjadi pada pekerja dalam waktu yang cukup lama

maka akan mengurangi produktivitas serta meningkatkan risiko cedera dan

kecelakaan (Miller & Bates, 2007). Selain itu penurunan cairan pada kondisi

lingkungan temperatur tinggi dapat pula menyebabkan disfungsi ginjal (Hansen,

et al., 2008)

Penurunan cairan tubuh yang tidak diiringi dengan perbaikan asupan cairan

maka akan berlanjut pada dehidrasi (Sawka, et al., 2005). Dehidrasi menyebabkan

produksi urin menurun dan peningkatan kepekatan urin sehingga mendorong

terjadinya gangguan ginjal bila berulang-ulang (Bates & Schneider, 2008).

Pedoman Gizi Seimbang, menyebutkan bahwa pemenuhan kebutuhan air tubuh

melalui konsumsi makanan dan minuman. Air yang dibutuhkan tubuh sebagian

besar diperoleh melalui minuman yaitu 2 liter atau 8 gelas (ukuran 250 ml) sehari

(Kementerian Kesehatan, 2014). Pada orang yang berada di lingkungan panas yang

tinggi dan aktivitas tinggi dapat mencapai 6 liter per hari (Popkin, et al., 2010).

Penelitian yang dilakukan oleh (Andayani, 2013) menyebutkan bahwa semakin

tinggi konsumsi cairan, maka nilai berat jenis urin akan semakin rendah yang

menunjukkan status hidrasi baik. Namun kebutuhan tubuh terhadap cairan dapat

pula dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti metabolisme, makanan, cuaca dan

pakaian (Sawka, et al., 2005).

4

Permenkes No. 70 tahun 2016, NAB iklim lingkungan kerja (oC ISBB)

berdasarkan kategori laju metabolik dan alokasi waktu kerja dan istirahat dalam

satu siklus. Canadian Centre for Occupational Health and Safety (CCOHS)

menyatakan bahwa kebanyakan manusia merasa nyaman bekerja pada temperatur

udara sekitar 20oC - 27oC dengan tingkat kelembaban berkisar 35% - 60%. Apabila

temperatur dan kelembaban lebih tinggi, maka menyebabkan ketidak nyamanan.

Situasi ini tidak menyebabkan kerugian bila tubuh dapat beradaptasi dengan panas

yang terjadi. Namun dengan panasnya temperatur maka mekanisme penyesuaian

tubuh dapat terganggu serta berlanjut pada kondisi serius (CCOHS, 2001).

Penelitian yang dilakukan (Andayani, 2013), menyebutkan bahwa pekerja yang

bekerja di tempat dengan suhu lingkungan kerja mencapai 34,9oC dan 47,5oC

sebagian besar ditemukan mengalami dehidrasi. Penelitian (Sari, 2014) juga

menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara iklim kerja terhadap

dehidrasi. Status hidrasi dapat pula dipengaruhi oleh indeks massa tubuh (IMT),

pada obesitas air tubuh total lebih rendah dibandingkan dengan non-obesitas

karena kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air di

dalam sel otot. Sehingga orang obesitas lebih mudah mengalami pengurangan

cairan tubuh dibandingkan dengan orang non-obesitas (Buanasita, et al., 2015).

Kecamatan Duren Sawit merupakan bagian dari wilayah Jakarta Timur dengan

suhu udara pada siang hari rata – rata sebesar 35,4oC dan kelembaban udara 76%

(Badan Pusat Statistik, 2016). Pedagang kaki lima sebagian besar berjualan di area

lingkungan luar Sekolah Dasar, khususnya di wilayah Kelurahan Duren Sawit.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan rata-rata suhu dan kelembaban dari lima

lokasi berjualan pedagang yaitu 38,5oC dan 51,4%. Kemudian konsumsi cairan

5

dari sepuluh pedagang, enam pedagang mengonsumsi air kurang dari dua liter

perhari, dan empat pedagang lainnya mengonsumsi air lebih dari dua liter perhari.

Hasil pemeriksaan berat jenis urin (BJU) pada 10 pedagang diperoleh delapan

pedagang mengalami dehidrasi sedang (BJU 1.025) dan dua pedagang mengalami

dehidrasi ringan (BJU 1.020). Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti

ingin melakukan penelitian, yang bertujuan untuk melihat gambaran faktor

lingkungan dan individu terhadap status hidrasi pada pedagang kaki lima di

Sekolah Dasar wilayah Duren Sawit tahun 2017.

1.2. Rumusan Masalah

Status hidrasi dapat dihubungkan oleh beberapa faktor diantaranya konsumsi

cairan, lingkungan kerja (ISBB dan keberadaan pohon). Hasil studi pendahuluan

pada sepuluh pedagang kaki lima, diperoleh delapan pedagang mengalami

dehidrasi sedang. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban lingkungan kerja lokasi

pedagang kaki lima di lima titik, diperoleh rata-rata suhu dan kelembaban yaitu

38,5oC dan 51,4%. Canadian Centre for Occupational Health and Safety

(CCOHS), menyebutkan kondisi optimum temperatur udara sekitar 20oC hingga

27oC dengan tingkat kelembaban berkisar 35% hingga 60%. Sebagian pedang kaki

lima yaitu enam dari sepuluh pedagang kaki lima mengkonsumsi cairan kurang

dari dua liter per hari. Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian terkait

gambaran faktor lingkungan dan individu terhadap status hidrasi pada pedagang

kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

6

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran status hidrasi pada pedagang kaki lima di Sekolah

Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017?

2. Bagaimana gambaran lingkungan (Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) dan

keberadaan pohon) tempat berdagang pedagang kaki lima di Sekolah Dasar

wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017?

3. Bagaimana gambaran tingkat konsumsi cairan pedagang kaki lima di

Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017?

4. Bagaimana gambaran status hidrasi berdasarkan indeks suhu bola basah

(ISBB) pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan

Duren Sawit tahun 2017?

5. Bagaimana gambaran status hidrasi berdasarkan konsumsi cairan pada

pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit

tahun 2017?

6. Bagaimana gambaran indeks suhu bola basah (ISBB) berdasarkan

keberadaan pohon pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit tahun 2017?

1.4.Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor

lingkungan dan individu terhadap status hidrasi pada pedagang kaki lima di

Sekolah Dasar wilayah kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

7

14.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran status hidrasi pada pedagang kaki lima di Sekolah

Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

2. Mengetahui gambaran gambaran lingkungan (ISBB dan keberadaan

pohon) tempat berdagang pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

3. Mengetahui gambaran tingkat konsumsi cairan pada pedagang kaki lima di

Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

4. Mengetahui gambaran status hidrasi berdasarkan indeks suhu bola basah

(ISBB) pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan

Duren Sawit tahun 2017.

5. Mengetahui gambaran status hidrasi berdasarkan konsumsi cairan pada

pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit

tahun 2017.

6. Mengetahui gambaran indeks suhu bola basah (ISBB) berdasarkan

keberadaan pohon pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit tahun 2017.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit

Jakarta Timur yang akan dilaksanakan dilaksanakan pada bulan Maret – Desember

2017. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan dan

individu terhadap status hidrasi pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit tahun 2017. Penelitian ini bersifat deskriptif – kuantitatif

dengan pendekatan cross sectional.

8

Jumlah sampel penelitian ini adalah sebanyak 50 sampel, dengan tekhnik

pengambilan sampel adalah systematic random sampling. Instrumen penelitian

yang digunakan meliputi lembar kuesioner mengenai data diri responden, lembar

observasi pengukuran ISBB, lembar observasi keberadaan pohon, lembar food

recall 2x24 jam untuk mengetahui konsumsi cairan pada responden, serta lembar

observasi pengukuran berat jenis urin untuk melihat status hidrasi responden.

Analisis data yang dilakukan yaitu univariat.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Fakutas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menjadi referensi tambahan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan mengenai gambaran lingkungan kerja panas terhadap

status hidrasi pedagang kaki lima di wilayah Duren Sawit Jakarta Timur tahun

2017.

2. Pedagang Kaki Lima dan Masyarakat

Sebagai informasi untuk menjaga status hidrasi baik meskipun terpapar

panas sinar matahari pada pedagang kaki lima dan masyarakat umum lainnya

yang berkerja di luar ruangan.

3. Peneliti Selanjutnya

Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk dapat

mengembangkan penelitian ke dampak yang ditimbulkan dari tingkat status

hidrasi.

9

2. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan tubuh adalah seimbangnya jumlah cairan yang

masuk dan keluar tubuh. Melalui mekanisme keseimbangan ini tubuh

berusaha mempertahankan jumlah cairan agar selalu tetap (Almatsier, 2004).

Tubuh manusia setiap hari akan mengalami kehilangan air sekitar 4% dari

massa tubuh pada orang dewasa. Pengurangan air dalam tubuh harus

diseimbangkan dengan konsumsi air agar pengurangan air dalam tubuh tidak

terus meningkat. Air tidak sama seperti nutrisi lainnya yang memiliki tempat

penyimpanan dalam tubuh. Sehingga ketika tubuh mengalami penurunan air

maka akan menyebabkan dehidrasi, bahkan sedikitnya air dalam tubuh akan

mengakibatkan fungsi fisiologis. Kehilangan air dari tubuh manusia terjadi

melalui keringat, ekskresi urin dan feses, dan uap air yang keluar ketika

menghembukan nafas oleh paru-paru. Umumnya sekitar 900 sampai 1.200

mililiter per hari, air akan dieksresikan sebagai urin. Kuantitas air yang

dieksresikan berkaitan dengan konsumsi air per hari (Medeiros & Wildman,

2015). Kehilangan air dari tubuh terutama melalui ginjal (urin) dan saluran

pencernaan (feses) disebut dengan sensible atau measurable water loss.

Kehilangan air melalui paru-paru dan kulit disebut dengan insensible water

loss (Whitmire, 2004).

2.2. Status Hidrasi

Hidrasi merupakan istilah global yang digunakan untuk merujuk pada total

kadar cairan tubuh. Hidrasi adalah keseimbangan cairan dalam tubuh dan

10

syarat penting untuk menjamin fungsi metabolisme sel tubuh (Putri, et al.,

2016). Keseimbangan cairan adalah dinamis dan berfluktuasi terus-menerus,

terutama selama latihan aktivitas fisik yang merangsang banyak faktor untuk

pergantian cairan (penambahan melalui minum dan pengurangan melalui

keringat, pernafasan dan urin) (Meyer, et al., 2016). Sedangkan status hidrasi

merupakan suatu kondisi yang menggambarkan jumlah cairan dalam tubuh.

Status hidrasi berdasarkan (Shirreffs, 2003), diklasifikasikan dalam beberapa

kelompok, yaitu:

- Euhidrasi

Euhidrasi adalah status cairan dalam tubuh pada kondisi seimbang atau normal.

- Hiperhidrasi

Hiperhidrasi adalah status cairan dalam tubuh dalam kondisi berlebih atau

keseimbangan cairan dalam tubuh positif (a water excess).

- Hipohidrasi

Hipohidrasi adalah status cairan dalam tubuh berkurang atau keseimbangan

cairan dalam tubuh negatif (a water deficit).

- Dehidrasi

Dehidrasi adalah proses dari hilangnya air dalam tubuh sehingga mengalami

pengurangan cairan tubuh.

- Rehidrasi

Rehidrasi adalah proses dari penambahan cairan tubuh,sehingga tubuh

terhidrasi kembali.

11

2.3. Dehidrasi

2.3.1. Definisi Dehidrasi

Dehidrasi adalah keadaan tubuh kekurangan cairan. Dehidrasi dapat

disebabkan karena kehilangan cairan dan pendarahan. Dehidrasi juga dapat

terjadi karena peningkatan kebutuhan cairan tubuh, seperti demam, suhu

lingkungan yang tinggi, dan aktivitas ekstrim (Leksana, 2015). Secara

fisiologis, dehidrasi adalah suatu proses kemajuan dari status euhidrasi

(terhidrasi) ke status hipohidrasi (air kurang dari normal). Dalam

pelaksanaannya, dehidrasi berarti hilangnya cairan tubuh lebih cepat dari pada

penggantian cairan tubuh. Kondisi tersebut sering disebut sebagai status

dehidrasi dan hipovolemia (volume darah rendah) (Subudhi, et al., 2005).

Dehidrasi merupakan alasan yang paling umum pada dewasa tua untuk

perawatan di rumah sakit. Perubahan fisiologis terjadi selama proses penuaan

yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh yang merupakan

peningkatan risiko dehidrasi. Sebagai orang yang berumur, penurunan total

cairan tubuh menghasilkan penurunan cadangan cairan tubuh. Penurunan

kemampuan dari ginjal untuk mengkonsentrasi urin, penurunan sensasi haus,

perubahan tingakt hormon dapat disebabkan oleh ginjal dan status hidrasi

(Miller & Bates, 2007). Dehidrasi dapat terbagi menjadi dehidrasi ringan,

dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat (Martin & Zieve, 2015). Berikut definisi

dari dehidrasi ringan, sedang, dan berat (Behrman & Arvin , 2000):

a. Dehidrasi Ringan

Dehidrasi ringan adalah pengurangan cairan tanpa gejala klinis

dehidrasi dianggap menderita dehidrasi ringan, menggambarkan

12

kehilangan cairan 3-5% dari berat badan atau 30 – 50 mL/kg berat

badan.

b. Dehidrasi Sedang

Dehidrasi sedang merupakan kehilangan cairan sebesar 7 – 9 %

atau 60 -90 mL/kg berat badan. Pada dehidrasi sedang terjadi

peningkatan laju pernafasan, jaringan turgor mengalami penurunan

ringan dan membran mukosa dalam keadaan kering.

c. Dehidrasi Berat

Dehidrasi berat adalah pengurangan cairan dengan gejala yang

tampak jelas menderita dehidrasi mengalami pengurangan 10 – 15

% berat badan atau 100 – 150 mL/kg. Laju pernafasan dalam dan

cepat, serta membran mukosa sangat kering.

2.3.2. Tanda dan Gejala Dehidrasi

Tanda dan gejala dehidrasi berdasarkan (Fraser, 2009), diantaranya adalah :

- Penurunan jumlah urin

- Urin berwana gelap dan beraroma kuat

- Sering mengalami infeksi saluran kemih

- Bibir atau mulut kering

- Konstipasi

- Pusing ketika duduk atau berdiri

- Kurang fokus atau perubahan pada status mental

- Penurunan berat bada 1,5 kg dalam waktu kurang dari tujuh hari

- Demam

13

- Penurunan elastisitas kulit (sepeti ketika lengan dicubit tidak segera

kembali semula melainkan tetap pada posisi ketika dicubit)

- Mata cekung

- Kematian, terjadi bila orang kehilangan air lebih kurang 15% ata 22%

cairan tubuh total (Pringgoutomo, et al., 2002).

2.4. Pemeriksaan Status Cairan

Pemeriksaan laboratorium adalah vital pada identifikasi dini dan

pemantauan cairan kontinu terhadap ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan

asam basa. Pemeriksaan untuk mengevaluasi status cairan, diantaranya:

(Horne & Swearingen, 2001)

- Berat Jenis Urin

Berat jenis mengukur berat larutan dalam gambaran dengan air (air =

1.000). Berat jenis urin megevaluasi kemampuan ginjal untuk menyimpan

atau mengeksresikan air. Berat jenis urin kurang dapat dipercaya sebagai

indikator konsentrasi ketimbang osmolalitas urin, karena berat jenis

dipengaruhi baik oleh berat dan jumlah zat terlarut. Terdapatnya sejumlah zat

terlarut dalam urin seperti glukosa atau protein dapat menyebabkan seolah-

olah berat jenis tinggi. Berat jenis urin berkisar antara 1. 015 – 1. 030

tergantung pada konsentrasi bahan solit yang larut dalam urin. Bila produksi

urin sedikit urin maka urin dan berat jenisnya naik, urin akan lebih pekat dan

berwarna lebih gelap (Djojodibroto, 2001). Status hidrasi dapat dibedakan

berdasakan berat jenis urin, meliputi (Miller & Bates, 2007) (Andayani,

2013):

14

1. Berat jenis urin ≤ 1. 015 : Terhidrasi

2. Berat jenis urin 1. 016 – 1.020 : Dehidrasi Ringan

3. Berat jenis urin 1. 021 – 1. 025 : Dehidrasi Sedang

4. Berat jenis urin 1. 026 – 1.030 : Dehidrasi

- Natrium Urin

Spesimen acak normal natrium urin berkisar dari 50 – 130 mEq/L.

Kadar natrium urin bervariaasi dengan masukan natrium dan status

volume. Kadar dapat diukur dari spesimen 24 jam atau dari spesimen acak.

- Osmolalitas Serum

Nilai normal osmolalitas serum adalah 280-300 mOsm/kg. Osmolalitas

serum mengukur konsentrasi zat terlarut dari darah. Ini dapat diukur secara

langsung atau diperkirakan dengan menggandakan natrium serum sebagai

natrium dan anion yang menyertai adalah determinan utama dari

osmolalitas serum.

- Hematokrit

Nilai normal hematokrit pada pria 40-45% dan pada wanita 37 – 47%.

Hematokrit mengukur volume (presentase) dari darah lengkap yang terdiri

dari atas sel darah merah, karena hematokrit mengukur presentasi sel-sel

dalam hubungannya dengan plasma, maka hematokrit akan dipengaruhi

oleh perubahan pada volume plasma. Hematokrit akan meningkat pada

dehidrasi dan menurun pada kelebihan hidrasi.

- Nitrogen Urea

Nilai normal nitrogen urea darah (BUN) : normal 6 – 20 mg/dl. Urea

dihasilkan oleh tubuh sebagai produk metabolisme protein hepatik. Cara

15

utama pembuangannya dari tubuh adalah eksresi oleh ginjal. produksi urea

terjadi pada kecepatan yang cukup mantap sehingga peningkatan BUN

biasanya menunjukkan reduksi pada fungsi ginjal. Sintesis urea dan

eksresi dapat dipengaruhi, namun dengan faktor-faktor tambahan seperti

hidrasi, masukan protein, dan katabolisme jaringan, sehingga membatasi

kegunaan BUN sebagai indikator fungsi ginjal.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Dieny & Putriana, 2015) status

hidrasi diukur dengan menggunakan berat jenis urin (BJU), dengan

membagi status hidrasi dalam empat kategori yaitu well-hydrated,

minimal dehydrated, significant dehydration, dan seriously dehydration.

Penelitian yang dilakukan oleh (Montazer , et al., 2013) berat jenis urin

juga digunakan untuk mengukur status hidrasi namun status hidrasi dibagi

dalam lima kategori yaitu euhydrated, marginally adequate hydration,

hypohydrated, severely hypohydrated, dan clinical dehydrated. Begitu

pula dengan penelitian yang dilakukan oleh (Brake & Bates, 2003), status

hidrasi diukur dengan menggunakan berat jenis urin.

2.5. Penilaian Berat Jenis Urin

Berat jenis urin adalah alat ukur perbandingan antara kepadatan urin

dengan kepadatan air. Biasanya berat jenis urin dinilai dengan menggunakan

refractometry, urinometer, dan urin strip reagen (Stuempfle & Drury, 2003).

- Urinometer

Urinometer merupakan alat untuk mengukur berat jenis pada sampel

urin. Berat jenis urin yang norman bervariasi dengan jumlah padatan

dalam urin, dan juga dipengaruhi oleh asupan cairan dan kehilangan cairan

16

melalui, kulit, pernafasan, dan pencernaan. Urinometer dapat menentukan

berat jenis urin dengan cepat, hasilnya dapat dipercaya, dan mudah

digunakan. Urinometer pada dasarnya adalah pelampung pemberat dengan

tangkai lurus berdiameter kecil yang ditenggelamkan dalam cairan untuk

kedalaman sebanding dengan berat jenis cairan (Grafco, 2007).

Gambar 2.1 Urinometer

Sumber: (Museum, 2017)

- Urin Strip Reagen

Urin strip reagen merupakan pengukur berat jenis urin, dengan

mengevalusi secara biokimia semikuantitatif (Hayes, 2008). Metodologi

strip reagen menggunakan indikator konsentrasi ion dan dengan demikian

berat jenis urin dapat ditentukan secara colorimetry. Metode strip reagen

memakai satu tetes tes urin. Pengukuran berat jenis urin dapat ditentukan

pada range mulai dari 1,000-1,030 (Sink & Feldman, 2004).

17

Gambar 2.2. Urin Strip Reagen

Sumber : (Melson Medical, 2017)

- Refractometer

Refractometer merupakan alat pengukur berat jenis urin yang dapat

dipercaya, akurat, dan mudah digunakan dan hanya membutuhkan setetes

urin. Pengukuran dilakukan dengan mengukur jumlah zat terlarut dalam

cairan, melalui pembandingkan kecepatan cahaya di udara dengan

kecepatan cahaya dalam urin (McClatchey, 2002).

Gambar 2.3 Refractometer

Sumber : (Bio-Equip, 2017)

18

2.6. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja panas adalah suatu keadaan dimana pada lingkungan

tempat kerja terdapat tekanan panas (heat stress) yang mengenai orang yang

bekerja pada lingkungan tersebut, diukur berdasarkan heat stress. Iklim kerja

adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan

panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja

sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah

iklim kerja panas (Permenakertans No.13, 2011). Besarnya risiko pekerja

yang bekerja di iklim kerja panas dapat dinilai dengan menggunakan berbagai

metode dan parameter, yaitu :

a) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) atau Wet Bulb Globe Temperature

(WBGT)

Pengukuran tekanan panas pada lingkungan tempat kerja diukur

berdasarkan Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) atau WBGT dengan

menggunakan beberapa alat ukur yaitu termometer globe, digunakan untuk

mengukur suhu globe ( suhu radiasi), termometer udara kering untuk

mengukur sushu kering udara, dan termometer basah alami, digunakan

untuk mengukur suhu basah alami (Soemarko, 2002). Dalam penerapannya

di lapangan, pengukuran indeks suhu basah dan bola dilaksanakan

bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang di dibandingkan pada

pengaturan waktu kerja (SNI 16-7061, 2004), sebagaimana diatur dalam

Permenkes RI No. 70 tahun 2016.

19

Ada 2 (dua) jenis rumus perhitungan Indeks Suhu Basah dan Bola

(ISBB) menurut Permenkes No. 70 Tahun 2016, yaitu:

1) Rumus untuk pengukuran dengan memperhitungkan radiasi sinar matahari,

yaitu tempat kerja diluar ruangan yang terkena radiasi sinar matahari secara

langsung:

ISSB = 0.7 Suhu Basah Alami + 0.2 Suhu Bola + 0.1 Suhu Kering

2) Rumus untuk pengukuran tempat kerja di dalam atau diluar ruangan tanpa

pengaruh radiasi sinar matahari:

ISBB = 0.7 Suhu Basah Alami + 0.3 Suhu Bola

Alat yang digunakan untuk pengukuran ini adalah Quest Thermal

Environmental Monitor yaitu, alat untuk mengukur temperatur lingkungan

seperti suhu bola basah, bola kering, termometer globe yang digunakan

untuk menilai tekanan panas pada tubuh manusia. Alat ini menggunakan

metode yang mudah diterima untuk pengukuran efek suhu,

kelembaban,dan aliran udara pada subjek manusia.

b) Indeks Panas (Heat Index)

Indeks Panas (Heat Index) yang merupakan nilai yang didapatkan dari

kombinasi suhu udara dengan kelembaban relatif yang mengindikasikan

seberapa panasnya iklim di suatu tempat (OSHA, 2011). Indeks panas dapat

digunakan untuk membantu menentukan risiko penyakit yang berhubungan

dengan panas untuk pekerja luar ruangan, apa yang dibutuhkan tindakan untuk

melindungi pekerja, dan ketika tindakan tersebut dipicu. Tergantung pada nilai

indeks panas, risiko untuk penyakit yang berhubungan dengan panas dapat

berkisar dari rendah ke yang sangat tinggi yang ekstrim. Sebagai nilai indeks

20

panas naik, tindakan yang lebih preventif yang diperlukan untuk melindungi

pekerja. Indeks panas dapat dilihat dengan menggunakan tabel sebagai berikut:

Heat Index Tingkat Risiko Tingkat Kenyamanan

<= 29oC Tidak Berisiko Nyaman

30oC – 34oC Risiko Rendah Sedikit rasa tidak nyaman

35oC – 39oC Risiko Sedang Sangat tidak nyaman

40oC – 45oC Risiko tinggi Rasa sakit kuat

46oC – 53oC Risiko sangat tinggi Bahaya serius

>54oC Risiko ekstrim Bahaya kematian, imminent heatstroke

Penelitian yang dilakukan oleh (Brake & Bates, 2003), iklim kerja

diukur dengan menggunakan WBGT, dengan hasil penelitian yaitu pekerja

yang bekerja pada kondisi WBGT lebih dari 32oC mengalami dehidrasi selama

bekerja. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sari, 2014), bahwa

21

terdapat pengaruh antara lingkungan kerja panas dengan dehidrasi, dengan

rata-rata nilai WBGT sebesar 32oC.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Andayani, 2013),

iklim kerja diukur menggunakan alat termometer-higrometer ruangan digital

dengan ketelitian 0,10C, dengan parameter yang diukur yaitu suhu dan

kelembaban lingkungan kerja, namun hasil penelitian sesuai dengan penelitian

lainnya dimana dehidrasi terjadi pada pekerja yang bekerja di suhu panas yang

mencapai 34,90C dan 47,50C.

2.6. Konsumsi Cairan

Air sangat penting untuk memenuhi cairan dalam tubuh. Tubuh

manusia terdiri dari dari 80% air. Apabila kebutuhan minimum cairan dalam

tubuh tidak terpengaruhi akan berdapak buruk bagi kesehatan (Kurniawan,

2014). Air dibutuhkan untuk pertubuhan dan perkembangan yang optimal

sehingga keseimbangan air perlu dipertahankan dengan mengatur jumlah

masukan air dan keluaran air yang seimbang. Pemenuhan kebutuhan air tubuh

dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman. Sebagian besar (dua-

pertiga) air yang dibutuhkan, dilakukan melalui minum yaitu sekitar dua liter

atau delapan gelas sehari (Kementerian Kesehatan, 2014).

Total asupan air diperoleh dari air yang terkandung dalam makanan

berkisar antara 33-38%, dari minuman 49-55% dan hasil oksidasi sebesar 12-

13%. Muchtadi et al (1993) menyatakan bahwa asupan air seseorang dipenuhi

dalam beberapa cara, kebanyakan air diperoleh dari minuman, yaitu 1650 ml

per hari dalam bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu dan sebagainya. Air dalam

makanan padat menyumbangkan 750 ml.

22

Ketika pengeluaran keringat yang banyak untuk menghilangkan panas

tubuh saat bekerja di temperatur panas, maka diperlukan pergantian cairan

yang terbuang sebagai keringat. Jika cairan dan garam yang hilang sebagai

keringat tidak diganti akan menimbulkan dehidrasi berat. Konsumsi secangkir

air setiap 1 sampai 20 menit adalah cara baik untuk menjaga keseimbangan

cairan dalam kondisi tekanan panas. Konsumsi air minum secara teratur lebih

baik dibandingkan hanya saat terasa haus ((NCDOL), 2009).

Hasil penelitian (Trabanino, et al., 2015) menunjukan rata-rata asupan

cairan kedalam tubuh yaitu 0,8 gelas per jam, meskipun terlihat cukup untuk

menjaga berat badan dan serum osmolalitas. Namun dirasa kurang memadai,

sebab pada saat berkeringat tubuh akan kehilangan 0,5 – 2 liter per jam, sesuai

dengan kecepatan dan kondisi cuaca. Kebanyakan pekerja minum pada waktu

jam kerja berakhir, idealnya minum harus dilakukan selama bekerja ataupun

istirahat. Dengan demikian ada kemungkinan berkurangnya berat badan

selama bekerja pada banyak pekerja. Akan tetapi, satu dari tiga pekerja yang

kehilangan lebih dari 0,5 kg dari berat badan juga menunjukkan tanda dari

dehidrasi.

Penelitian yang dilakukan oleh (Andayani, 2013), bahwa konsumsi

cairan berhubungan negatif dengan status hidrasi pada pekerja,dimana

semakin tinggi konsumsi cairan, maka nilai berat jenis urin akan semakin

rendah yang menunjukkan status hidrasi baik.

2.7. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Indeks massa tubuh adalah indeks mengenani berat dan tinggi badan

sederhana yang digunakan untuk mengklasifikasikan berat badan kurang,

23

berat badan lebih, dan obesitas pada orang dewasa. Hal tersebut didefinisikan

sebagai berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter

(kg/m2) (WHO, 2016). Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk

ketentuan FAO/WHO. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang

dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa

negara berkembang (Permenkes No. 41 Tahun 2014).

Tabel 2.1. Batas ambang IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Sangat Kurus Kekurangan berat

badan tingkat berat

< 17,0

Kurus Kekurangan berat

badan tingkat ringan

17 - < 18,5

Normal 18,5-25,0

Gemuk (Overweight) Kelebihan berat badan

tingkat ringan

> 25,0-27,0

Obese Kelebihan berat badan

tingkat berat

> 27,0

Sumber : Permenkes No. 41 Tahun 2014

Produksi panas di inti tubuh berkaitan dengan berat ataupun massa

tubuh. Penghilangan panas dari kulit adalah fungsi daerah kulit yang tersedia

untuk mengeliminasi panas. Oleh karena itu pekerja yang kekar ataupun

obesitas, berkemungkinan memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan

dari tekanan panas. Penelitian yang dilakukan oleh (Buanasita, et al., 2015)

bahwa terdapat perbedaan status hidrasi pada kelompok obesitas dan non

obesitas di Akademi Gizi Surabaya, dimana setatus hidrasi baik sebagian

besar terdapat pada kelompok non obesitas dan status hidrasi dehidrasi 77,8%

terjadi pada kelompok obesitas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Maffeis, et al., 2015) bahwa anak dengan status obesitas mengalami

kurang hidrasi dibandingkan dengan anak yang memliki berat badan normal.

24

Penelitian (Polkinghorne, et al., 2013), juga menunjukkan bahwa pada orang

yang memiliki hidrasi buruk cenderung mengalami obesitas dan juga memiliki

ukuran pinggang pada kisaran beresiko tinggi, serta pembuangan panas akan

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya IMT.

2.8. Keberadaan Pohon (Vegetasi)

Vegetasi pembentuk hutan merupakan komponen alam yang mampu

mengendalikan iklim melalui pengendalian fluktuasi atau perubahan unsur-

unsur iklim yang ada di sekitarnya misalnya suhu, kelembapan, angin dan

curah hujan, serta menentukan kondisi iklim setempat dan iklim mikro

(Indriyanto, 2006). Vegetasi berfungsi sebagai pengendali iklim untuk

kenyamanan manusia. Faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan

manusia adalah suhu, radiasi sinar matahari, angin, kelembapan, suara dan

aroma. Sebagai pengontrol radiasi sinar matahari dan suhu, vegetasi menyerap

panas dari pancaran sinar matahari sehingga menurunkan suhu dan iklim

mikro (Hakim & Utomo , 2003).

Proses metabolisme atau fisiologis tumbuhan memiliki efek terhadap

suhu udara lingkungan sekitarnya. Menurut Fandeli (2004), proses

ekofisiologi yang menyebabkan terbentuknya iklim mikro adalah proses

transpirasi dan evaporasi. Zoer’aini (2005) menyatakan bahwa evaporasi

merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel).

Udara sekitar akan kehilangan panas karena terjadinya evaporasi yang

menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk.

25

2.8. Fungsi Keberadaan Pohon

Andjelicus (2008) menyatakan bahwa terdapat dua fungsi vegetasi

pada ruang terbuka hijau kota yang berkaitan dengan pengaturan iklim dan

hidrologi Kota), yaitu:

a. Fungsi Hidrologis

Fungsi hidrologis vegetasi pada ruang terbuka hijau berkaitan dengan

perlindungan terhadap kelestarian tanah dan air. Fungsi ini dapat

diwujudkan dengan tidak membiarkan lahan terbuka tanpa tanaman

penutup sehingga dapat meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah

melalui mekanisme perakaran dan daya serap dari pohon (Andjelicus,

2008). Hal tersebut dapat mereduksi potensi banjir dan longsor yang

kemungkinan terjadi di kawasan perkotaan.

b. Fungsi Klimatologis

Vegetasi pada ruang terbuka hijau sangat berpengaruh dalam

menciptakan iklim mikro sebagai efek dari proses fotosistesis dan

respirasi tanaman (Andjelicus, 2008). Suhu yang berada di bawah

pohon teduh dapat lebih rendah 20C - 40C dibanding suhu disekitarnya

(Purnomohadi, 1995). Menurut Wonorahardjo (2007), pepohonan

memiliki mekanisme dalam pengendalian lingkungan termal yang

dapat diinterprtasikan sebagai berikut:

- Pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan

mekanisme pembayangan ( canopy effect), dimana pohon

memayungi daerah di bawahnya dari sinar matahari langsung

sehingga tidak menjadi panas dan berpengaruh pada udara.

26

- Pohon berpengaruh positif terhadap proses pendinginan

(penurunan temperatur udara sore hari) berdasarkan mekanisme

evapotranspiration , di mana pelepasan air dari permukaan daun

pada sore hari mendinginkan permukaan daun dan mempengaruhi

temperatur udara di sekitarnya.

2.9. Kerangka Teori

Status hidrasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. (Trabanino, et

al., 2015) dan (Andayani, 2013) menyatakan bahwa status hidrasi dapat

dipengaruhi oleh konsumsi cairan. Kemudian menurut (Buanasita, et al., 2015)

dan (Maffeis, et al., 2015) status hidrasi dipengaruhi oleh indeks massa tubuh.

Menurut (Brake & Bates, 2003) dan (Sari, 2014) iklim kerja dapat

mempengaruhi status hidrasi. (Hakim & Utomo , 2003) menyatakan iklim

untuk kenyamanana manusia dapat didukung oleh vegetasi. Mengacu pada

teori diatas maka dapat dibuat kerangka teori sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

ISBB

Konsumsi

Cairan

Indeks

Massa

Tubuh

Status

Hidrasi

Keberadaan

Pohon

27

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Lingkungan kerja panas merupakan lingkungan yang mempengaruhi status

hidrasi pada pekerja. Berikut merupakan variabel yang diteliti dalam penelitian

ini, meliputi :

1. ISBB

Lingkungan kerja merupakan aspek penting yang perlu diteliti sebab

lingkungan kerja menunjukkan kondisi lingkungan pekerja di luar ruangan.

Iklim kerja diukur dengan menggunakan metode Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB) untuk mendapatkan nilai suhu kering, suhu basah, kelembaban dan

panas radiasi.

2. Keberadaan vegetasi

Keberadaan vegetasi menjadi pendukung lingkungan kerja, karena

keberadaan vegetasi dapat menyerap panas dari pancaran sinar matahari

sehingga dapat menurunkan iklim mikro.

3. Konsumsi Cairan

Konsumsi cairan diteliti karena bekerja dilingkungan panas, dapat

terjadi pengeluaran keringat lebih banyak dibandingkan pekerja yang bekerja

di dalam ruangan. Sehingga dibutuhkan konsumsi cairan untuk menggantikan

cairan yang hilang ketika berkerja.

28

4. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Variabel indeks masa tubuh tidak diteliti karena data IMT responden

bersifat homegen, dimana sebagian besar responden memiliki IMT non

obesitas.

Berdasarkan alasan yang telah dikemukakan, maka kerangka konsep

dari tiga variabel yang akan diteliti yaitu variabel independen yang meliputi

Lingkungan kerja (ISBB dan keberadaan pohon) dan konsumsi cairan. Serta

variabel dependen yaitu status hidrasi pada pedagang kaki lima adalah sebagai

berikut:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

ISBB

Konsumsi

Cairan

Status

Hidrasi

Keberadaan

Pohon

29

4.2. Definisi Operasional

Tabel 0.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Status Hidrasi Jumlah cairan dalam

tubuh pekerja kaki lima

berdasarkan berat jenis

urin

Pemeriksaan

urin rapid

test

Dipstic urin 1) Berat jenis urin 1. 026 – 1.030 :

dehidrasi

2) Berat jenis urin 1. 021 – 1. 025 :

dehidrasi sedang

3) Berat jenis urin 1. 016 – 1.020 :

dehidrasi ringan

4) Berat jenis urin ≤ 1. 015 : terhidrasi

(Andayani, 2013) (Bates, et al., 2010)

Ordinal

2 ISBB Lingkungan outdoor

tempat bekerja pedagang

kaki lima dengan

perpaduan antara suhu,

kelembaban, dan panas

Pengukuran

dan

Observasi

- Wet Bulb

Globe

Temperature

(WBGT) atau

Quest Thermal

........................................... oC

Rasio

30

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

radiasi yang ditunjukkan

oleh nilai ISBB

Environmen

tal Monitor

- Stopwatch

3 Konsumsi

Cairan

Asupan cairan yang

dikonsumsi pekerja

dalam satu hari meliputi

air minum maupun

makanan diukur 2 x 24

jam tidak berturut-turut

Wawancara Lembar Food

Recall

............................................ liter/hari Rasio

4 Keberadaan

Pohon

Keberadaan pohon di

sekitar tempat berjualan

dan memiliki tinggi

melebihi tinggi pedagang.

Observasi Alat Tulis .......... pohon Ordinal

31

1. BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Studi

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, dimana

variabel independen yaitu ISBB, keberadaan pohon, dan konsumsi cairan,

variabel dependen yaitu status hidrasi diamati secara bersamaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur

pada waktu menjelang siang hingga menjelang sore hari. Sedangkan untuk tempat

pengukuran status hidrasi dilakukan di lokasi penelitian pada tempat yang nyaman

untuk melakukan pengukuran status hidrasi menggunakan urinalysis, seperti pada

area dengan kondisi cahaya yang terang. Penelitian dilakukan pada bulan Maret –

Desember 2017.

4.3 Populasi

Populasi adalah sekelompok individu atau obyek yang memiliki karakteristik

sama. Populasi adalah seluruh objek yang mungkin terpilih atau keseluruhan ciri

yang dipelajari (Chandra, 1995). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pedagang kaki lima di sekolah dasar wilayah Keluran Duren Sawit Jakarta Timur.

4.4 Sampel

Sampel adalah sebagaian kecil dari populasi atau obyek yang memiliki

karakteristik sama (Chandra, 1995). Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah systematic random sampling. Sampel pada penelitian

32

ini dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan uji beda dua proporsi

berdasarkan (Lemeshow, et al., 1990), sebagai berikut :

𝑛 = {𝑍1−∝

2⁄ √[2𝑃2(1 − 𝑃2)] + 𝑍1−𝛽 √[𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)]}2

(𝑃1 − 𝑃2)2

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

Z1-𝛼/2 = Derajat kepercayaan 95% (1,96)

Z1-𝛽/2 = Kekuatan uji 80% (0,84)

P̅ = Rata-rata proporsi (P1+P2

2)

P1 = Subyek obsitas mengalami dehidrasi sebesar 42,9%

P2 = Subyek indek massa tubuh normal mengalami dehidrasi

sebesar 8,2%

Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan variabel yang akan diteliti

yang telah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti

penggunakan proporsi subjek penelitian yang dilakukan oleh (Polkinghorne, et al.,

2013). Berdasarkan perhitungan sampel diatas, peneliti memilih menggunakan

proporsi subjek penelitian yang dilakukan oleh (Polkinghorne, et al., 2013),

dimana didapatkan jumlah sampel sebanyak 24 sampel. Selanjutnya sampel

dikalikan dua untuk mendapatkan besar sampel minimum, diperoleh sampel

menjadi 48 sampel. Mencegah terjadinya drop out atau missing data maka peneliti

membulatkan jumlah sampel menjadi 50 sampel. Oleh karena itu terdapat enam

(empat sekolah dasar yang terpisah dan dua sekolah dasar dalam satu gedung)

33

yang terdapat pedagang kaki lima dengan dengan lima lokasi penelitian, maka

cara pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling. Setiap

lokasi sekolah dasar akan diambil sampelnya dengan jumlah tertentu sesuai

dengan perhitungan proporsi terhadap minimal sampel pada penelitian dan

diuraikan sebagai berikut.

Tabel 1.1 Proporsi Sampel Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar

No Nama Sekolah Jumlah

pedagang

Proporsi terhadap

populasi

Jumlah

sampel

1 SDN 02 12 0,2069% 10

2 SDN 05 & SDN 18 10 0,17241% 9

3 SDN 13 dan SDN 16 13 0,22414% 11

4 SDK Strada 12 0,2069% 10

5 Al Watoniyah 11 0,18966% 10

Jumlah 58 100% 50

Selanjutnya peneliti membuat frame sampling, dengan membuat daftar nama

pedagang kaki lima yang berada pada setiap lokasi penelitian. Pengambilan sampel

dilakukan dengan menggunakan teknik systematic random sampling. Penentuan awal

sampel dipilih secara acak dengan memutar mata pulpen pada frame sampling, arahan

mata pulpen menjadi sampel pertama dan sampel berikutnya ditentukan secara

sistematik, yaitu penarikan sampel dengan menentukan bilangan atau angka ke-n, n

disebut juga interval sampling yang diperoleh perhitungan, sebagai berikut (Morissan,

2014) :

Interval sampling = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑛𝑔𝑔𝑜𝑡𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

34

Interval sampling = 58

50= 1,16, maka interval sampling pada penelitian adalah satu.

Sehingga, jika nilai awal dari pemilihan acak diperoleh sampel nomor 3 maka sampel

selanjutnya ditambah satu yaitu 4,5,6, dan seterusnya hingga jumlah sampel dalam

setiap titik sampel terpenuhi.

Kriteria inklusi dan ekslusi merupakan dasar dalam penelitian ini untuk

menentukan subjek penelitian. Kriteria-kriteria inklusi dan ekslusi tersebut, yaitu:

Inklusi

o Sekolah Dasar yang berada di wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta

Timur

o Sekolah Dasar yang terdapat pedagang kaki lima berjualan di luar area

sekolah

o Pedagang kaki lima terpapar sinar matahari saat berjualan

o Pedagang tidak dalam kondisi puasa

o Bersedia menjadi responden penelitian

Ekslusi

o Pedagang kaki lima yang tidak menetap berjualan di sekolah dasar

tempat penelitian

4.5 Metode Pengambilan Sampel

1. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh adalah data primer berat jenis urin dan

determinan status hidrasi melalui observasi. Penelitian ini menggunakan

kunjungan langsung pada pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit untuk memperoleh data primer melalui observasi

35

iklim kerja, konsumsi cairan, dan indeks massa tubuh, serta uji rapid test

urin. Uji rapid test urin dilakukan untuk mendapatkan data berat jenis urin

pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan dilakukan penelitian ini adalah lembar food recall

1x 24 jam untuk mengetahui jumlah air yang dikonsumsi, lembar observasi

beban kerja, lembar pengukuran Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) dan

lembar observasi keberadaan pohon. Uji rapid test urin untuk mengukur

berat jenis urin. Berikut penjelasan mengenai pengambilan sampel setiap

variabel beserta intrumen penelitian yang digunakan:

a. Variabel Lingkungan Kerja

a) Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Pengukuran Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) dengan

mempertimbangkan beban kerja dan perhitungan waktu kerja.

Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

Indeks Suhu Bola Basah diukur dengan menggunakan Thermal

Environmental Monitor QuestTempto36 yaitu alat untuk

mengukur temperatur lingkungan seperti suhu bola basah, bola

kering, termometer globe yang digunakan untuk menilai

tekanan panas pada tubuh manusia. Hasil pengukuran dicatat

dalam lembar observasi pengukuran ISBB. Selanjutnya

dilakukan perhitungan Indeks Suhu Bola Basah outdoor, yaitu

ISBB= 0.7 suhu basah alami + 0.2 suhu bola + 0.1 suhu kering.

36

Gambar 1.1 Alat Pengukur ISBB

Alat pengukuran ISBB yang digunakan adalah Thermal

Environmental Monitor QuestTempto36 yang memiliki sistem

pencatatan otomatis selama satu jam pengukuran, maka

peneliti tidak melakukan perhitungan secara manual. Berikut

cara menggunakan alat Thermal Environmental Monitor

QuestTempto36 :

1. Siapkan alat Thermal Environmental Monitor

QuestTempto36

2. Pastikan bahwa sumbu kasa berada dalam keadaan

bersih. Isi reservoir dengan menggunakan air aquadest

secukupnya.

3. Tekan tombol “ON” untuk menghidupkan alat dan

memeriksa ketersediaan daya baterai. Daya baterai

tidak boleh kurang dari atau sama dengan dari 6,4 volt.

Jika daya baterai kurang maka baterai segera digantikan

dengan baterai baru.

37

4. Lakukan kalibrasi alat menggunakan kalibrator yang

tersedia dari alat Thermal Environmental Monitor

QuestTempto36 dengan memasang kalibrator,

kemudian pastikan nilai kalibrasi yang tertera pada

layar sesuai dengan yang tertera pada kalibrator.

5. Lakukan pengaturan waktu dan tanggal dilakukannya

pengukuran, bahasa, serta standar pengukuran yang

diinginkan.

6. Sesuaikan peletakan tripod pada titik pengukuran yang

memiliki paparan sama. Misalnya pada area dengan

kondisi pedagang berada terbayangi oleh pepohonan

menjadi titik pengukuran yang berbeda dengan lokasi

pedangan tanpa terbayangi oleh pepohonan.

7. Tempatkan dan posisikan alat Thermal Environmental

Monitor QuestTempto36 pada area kerja yang aman dari

pekerja atau gangguan lainnya kira-kira 3,5 kaki dari

atas permukaan tanah.

8. Biarkan alat melakukan penyesuaian terlebih dahulu

selama 10 menit

9. Kemudian tekan tombol run untuk melakukan

pengukuran selama satu jam.

10. Catat pengukuran setiap menitnya untuk menjadi data

cadangan, hal ini bertujuan sebagai backup data jika

38

terjadi masalah pada alat atau data yang tersimpan pada

alat hilang.

11. Tekan tombol run/stop untuk menghentikan

pengukuran.

12. Setelah selesai pengukuran matikan alat, lalu buang air

yang terdapat pada reservoir. Kemudian keringkan

dengan mnenggunakan tisu. Dan simpan alat dengan

baik pada tempat penyimpanan alat.

b) Keberadaan Pohon

Keberadaan pohon diukur dengan menghitung jumlah

pohon yang berada di sekeliling tempat berdagang. Pohon yang

dihitung ialah pohon dengan kondisi lebih tinggi dari pada

pedagang yang cukup untuk membayangi pedagang.

2. Variabel Konsumsi Cairan

Konsumsi cairan diukur dengan menggunakan lembar food

recall 2 x 24 jam melalui teknik wawancara pada responden dalam

waktu yang tidak berurut. Selanjutnya dilakukan analisis

menggunakan survey nutrition untuk melihat konsumsi cairan yang

bersumber dari minuman dan makanan yang dikonsumsi responden

dalam waktu 2 x 24 jam.

3. Variabel Status Hidrasi

Status hidrasi diukur dengan melihat berat jenis urin. Berat jenis

urin diperoleh dari pemeriksaan urin secara rapid test dengan

menggunakan strip urin atau metode carik celup dengan merek

39

Verify Urinalysis Kemenkes RI AKL 20101410890. Berdasarkan

Pedoman Penggunaan Strip Urin Verify Urinalysis Reagen Strip

Ref u031-102, strip urin Verify merupakan strip urin berbahan

plastik yang dalam satu strip tersebut terdapat beberapa reagen yang

terpisah-pisah, berguna untuk mendeteksi secara kualitatif dan semi

kualitatif dari satu atau lebih tes analisis urin, salah satunya adalah

berat jenis urin. Karakteristik kinerja strip urin telah ditentukan

dalam tes laboratorium dan klinis. Interpretasi dari hasil penelitian

ditentukan oleh beberapa faktor, presepsi warna, ada tidaknya

faktor pengganggu, dan kondisi pencahayaan ketika strip dibaca.

Berikut merupakan metode pemeriksaan urin menggunakan

dipstik urin.

o Bahan:

Urin

o Alat

Label nama

Wadah spesimen urin (tabung urin dan kantong plastik)

Pulpen

Strip urinalisis

Tisu

o Cara Pemeriksaan

1. Siapkan tabung urin, label nama, wadah spesimen urin, dan pulpen.

2. Tuliskan nama responden pada label nama dan tempelkan pada

wadah urin yang kering dan bersih. Kemudian berikan kepada

40

responden, dan tunggu hingga responden berkemih, serta wadah

urin telah terisi urin.

3. Selanjutnya spesimen urin disimpan dalam wadah yang rapat untuk

mencegah spesimen urin tumpah, wadah spesimen urin dari

masing-masing responden dikumpulkan dan di simpan dalam satu

wadah cukup besar untuk menampung kurang lebih 15 wadah urin.

4. Kemudian dilakukan pemeriksaan berat jenis urin dengan strip urin

sebelum satu jam dari waktu spesimen diletakan dalam wadah.

Pemeriksaan dilakukan pada area yang aman dan cukup nyaman

untuk melakukan pemeriksaan dengan ketersediaan pencahayaan

yang cukup untuk melihat kesesuaian warna pada blok reagen strip

urin dengan grafik blok warna yang menunjukan berat jenis urin

ditabung strip.

5. Siapkan urin yang sudah sedia pada tabung urin dan strip urin, lalu

buka penutup tabung urin.

6. Keluarkan strip urin dari tabung penyimpanan dan gunakan segera

mungkin. Tutup tabung penyimpanan dengan rapat setelah

mengambil strip urin.

7. Celupkan strip urin pada spesimen urin yang sudah disediakan dan

kemudian angkat dan keluarkan strip urin dalam spesimen urin

tersebut dengan segera.

8. Ketika strip urin dikeluarkan, tepuk strip pada pinggir wadah

spesimen untuk mengurangi urin yang terbawa pada strip urin.

41

9. Posisikan strip urin dalam keadaan horizontal dan letakan pada tisu

dengan sedikit dimiringkan guna menghindari tercampurnya bahan

kimia dari setiap reagen yang tertera pada strip urin selama 45 detik,

kemudian cocokan pada warna blok reagen berat jenis urin yang

tertera pada belakang tabung.

10. Cocokan warna strip urin dari bagian atau blok reagen berat jenis

urin yang sudah dicelupkan kedalam sampel urin dengan label

grafik warna yang tersedia pada tabung strip urin dalam penerangan

yang cukup, baik penerangan alami (cahaya matahari) maupun

penerangan buatan (lampu).

11. Lihat warna yang sesuai atau sama antara warna blok reagen berat

jenis urin pada strip urin dengan label grafik warna pada bagian

berat jenis urin, lalu catat angka berat jenis urin yang tertera pada

warna blok reagen yang sesuai.

Pada penelitian ini validasi data dilakukan dengan mengukur

percent CV internal variation dengan menghitung rata-rata 12 sampel

berat jenis urin, kemudian dibagi dengan total 12 sampel dan dikalikan

100%. Perhitungan tersebut menghasilkan percent CV sebesar 8,3%.

4.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

4.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan sebelum data dianalisis, dalam pengolahan

data terdapat beberapa langka, yaitu :

a) Pemeriksaan Data (Editing)

42

Pemeriksaan data dilakukan pada saat data terkumpul untuk melihat

kelengkapan data. Pada kuesioner pemeriksaan diperlukan untuk

melihat kelengkapan dan kejelasan jawaban dari responden.

Kemudian pada hasil laboratorium, pemeriksaan data juga

diperlukan untuk memastikan kelengkapan data dan kesesuaian

data.

b) Pemberian Kode (Coding)

Pemberian kode dilakukan untuk merubah data kategori

menjadi data numerik. Hal ini berguna dalam mempermudah

pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

c) Pemasukan Data (Entry)

Memasukan data yang telah melalui proses editing dan

pengkodean dari kategori menjadi numerik pada software statistik.

d) Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data dilakukan pada saat data telah dimasukan

kedalam software untuk melihat kesalahan ketika memasukan data.

4.6.2 Analisis Data

Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

pada setiap variabel yang telah diteliti. Selanjutnya data

disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi pada setiap variabel

yaitu indeks suhu bola basah (ISBB), keberadaan pohon, dan

konsumsi cairan .

43

5. BAB V HASIL

5.1 Analisis Univariat

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Duren Sawit, Kelurahan

Duren Sawit kota Jakarta Timur yang berada di bagian timur Provinsi

DKI Jakarta, tepatnya pada koordinat 6o10’37” Lintang Selatan dan

106o49’35” Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut:

- Utara : Kecamatan Cakung dan Kecamatan Pulo Gadung

- Selatan : Kelurahan Jatibening Kota Bekasi

- Barat : Kali Sunter Kecamatan Jatinegara

- Timur : Kelurahan Bintara Kota Bekasi

Kecamatan Duren Sawit memiliki jumlah penduduk 396. 091

jiwa, dengan jumlah kelurahan sebanyak tujuh kelurahan. Wilayah

Kecamatan Duren Sawit terdapat 149 Sekolah Dasar (99 Sekolah

Dasar Negeri dan 43 Sekolah Dasar Swasta). Kelurahan Duren Sawit

merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Duren Sawit

berpenduduk 70. 275 jiwa serta terdapat 24 Sekolah Dasar (Badan

Pusat Statistik, 2016).

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan

Duren Sawit yang terdapat pedagang kaki lima menetap di area luar

sekolah dengan lokasi berjualan di area terbuka dan terpapar sinar

matahari.

44

5.1.2. Gambaran Status Hidrasi

Gambaran status hidrasi pedagang kaki lima di Sekolah Dasar

wilayah Kelurahan Duren Sawit dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Gambar Status Hidrasi Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar

Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2017

Katagori

(Status Hidrasi)

Jumlah Persentase

(%)

Dehidrasi

(1.026 – 1.030) 5 10

Dehidrasi Sedang

(1.021 – 1.025) 7 14

Dehidrasi Ringan

(1.016 – 1.020) 18 36

Terhidrasi

(≤ 1.015) 20 40

Total 50 100

Data dalam tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 50 sampel pedagang

kaki lima di Kelurahan Duren Sawit diketahui bahwa sebagian besar

pedagang kaki lima yaitu 30 pedagang mengalami pengurangan cairan

dengan tingkatan yang berbeda (dehidrasi, dehidrasi sedang, dan

dehidrasi ringan) dan 20 pedagang memiliki status hidrasi terhidrasi

dengan persentase 40%.

45

5.1.3. Gambaran Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Lingkungan

Gambaran Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) di lingkungan berjualan

pedagang kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit

dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Gambaran ISBB lingkungan berjualan pedagang kaki lima di Sekolah

Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur Tahun 2017

Mean

Lower - Upper

SD Minimum Maximum

ISBB 30,17 oC – 30,87 oC 1,244 oC 27,83 oC 32,01 oC

Data dalam Tabel 5.2 menunjukkan gambaran ISBB dari lima lokasi

berjualan pedagang kaki lima wilayah Kelurahan Duren Sawit. Rata-rata

ISBB outdoor pada CI 95% memiliki rata-rata berkisar antara 30,17oC

dan 30,87 oC. ISBB tertinggi yaitu 32,01 oC dengan standar deviasi

1,244oC. Pengukuran ISBB dilakukan di lima lokasi sekolah dasar

dengan delapan titik pengukuran, titik pengukuran ditentukan dengan

mempertimbangkan oleh keberadaan pohon.

5.1.4. Gambaran Keberadaan Pohon

Gambaran keberadaan pohon di lingkungan berjualan pedagang

kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit dapat dilihat

pada Tabel 5.3.

46

Tabel 5.3 Gambaran Keberadaan Pohon di Lingkungan Berjualan

Pedagang Kaki Lima wilayah Sekolah Dasar Kelurahan Duren Sawit

Tahun 2017

Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 50 pedagang kaki lima,

sebagian besar pedagang yaitu 26 atau 52% pedagang berjualan di lokasi yang

terdapat keberadaan pohon dan 24 pedagang lainnya berjualan pada area tidak

terdapat pohon dengan presentase 48%.

5.1.5. Gambaran Konsumsi Cairan

Gambaran konsumsi cairan rata-rata 2 x 24 jam dari 50 pedagang

kaki lima di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017,

jumlah konsumsi cairan pada CI 95% memiliki rata-rata berkisar antara

2,07 liter dan 2,4 liter. Rata-rata konsumsi cairan terendah yaitu 1,25 liter

dan tertinggi sebesar 3,66 liter, dengan standar deviasi 0,54373 liter.

5.1.6. Gambaran ISBB berdasarkan Status Hidrasi

Gambaran status hidrasi berdasarkan ISBB pada pedagang kaki lima di

Sekolah Dasar wilayah kelurahan Duren Sawit dapat dilihat dalam grafik 5.1

sebagai berikut :

Keberadaan

Pohon

Jumlah Persentase (%)

Tidak Ada Pohon 24 48%

Ada Pohon 26 52%

Total 50 100%

47

Grafik 5.1. Gambaran ISBB berdasarkan Status Hidrasi pada Pedagang Kaki

Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur

Tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.1. mengenai gambaran ISBB berdasarkan status

hidrasi, diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang

berjualan di lokasi dengan ISBB diatas rata-rata dan mengalami dehidrasi

sebesar 21%. Kemudian pada pedagang yang mengalami berjualan di lokasi

dengan ISBB dibawah rata-rata dan dehidrasi sebesar 3,2% .

5.1.7. Gambaran Keberadaan berdasarkan Pohon ISBB

Gambaran ISBB berdasarkan keberadaan pohon pada pedagang kaki

lima di Sekolah Dasar wilayah kelurahan Duren Sawit dapat dilihat dalam

grafik 5.2 sebagai berikut :

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

45,0%

50,0%

ISBB ≥ Rata-rata ISBB < Rata-rata

42,1%38,7%

15,8%

48,4%

21,1%

9,7%

21,1%

3,2%

ISBB

Chart Title

Terhidrasi

Dehidrasi Ringan

Dehidrasi Sedang

Dehidrasi

48

Grafik 5.2 Gambaran Keberadaan Pohon berdasarkan ISBB di Lokasi

Berjualan Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren

Sawit Jakarta Timur Tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.2 gambaran ISBB berdasarkan keberadaan

pohon, diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan

di lokasi yang tidak terdapat pohon dan ISBB dibawah rata-rata sebanyak

20,8% . Kemudian pedagang yang berjualan di lokasi yang terdapat pohon

dan ISBB dibawah rata-rata sebesar 100%.

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

Tidak Ada Pohon Ada Pohon

79,2%

0%

20,8%

100%

Keberadaan Pohon

ISBB ≥ rata-rata

ISBB < rata-rata

49

5.1.7.1.Gambaran Konsumsi Cairan berdasarkan Status Hidrasi

Gambaran konsumsi cairan berdasarkan status hidrasi pada pedagang

kaki lima di Sekolah Dasar wilayah kelurahan Duren Sawit dapat dilihat dalam

grafik 5.3 sebagai berikut :

Grafik 5.3 Gambaran Konsumsi Cairan berdasarkan Status Hidrasi pada

Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit

Jakarta Timur Tahun 2017

Berdasarkan grafik 5.3 mengenai gambaran konsumsi cairan

berdasarkan status hidrasi, diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima,

pedagang yang mengonsumsi cairan diatas rata-rata dan terhidrasi sebanyak

93,8%. Kemudian pedagang yang mengonsumsi cairan dibawah rata-rata dan

terhidrasi sebanyak 14,7%.

0,0%

10,0%

20,0%

30,0%

40,0%

50,0%

60,0%

70,0%

80,0%

90,0%

100,0%

Konsumsi cairan ≥ rata-rata Konsumsi cairan < rata-rata

93,8%

14,7%

0,0%

52,9%

6,3%

17,6%

0,0%

14,7%

Konsumsi Cairan

Terhidrasi

Dehidrasi Ringan

Dehidrasi Sedang

Dehidrasi

50

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Informasi jumlah konsumsi cairan setiap responden, peneliti peroleh melalui

food recall, yang dilakukan dengan menanyakan jumlah cairan yang

dikonsumsi oleh responden selama 2 x 24 jam terakhir. Informasi tersebut

hanya mengandalkan ingatan responden terhadap jumlah konsumsi cairan

dalam 24 jam.

2. Keberadaan pohon yang diukur hanya jumlah pohon yang berada di sekitar

pedagang. Peneliti tidak mengobservasi lebih rinci seperti jenis pohon dan

panjang tajuk pohon.

6.2 Status Hidrasi

Hidrasi merupakan istilah global yang digunakan untuk merujuk pada total

kadar cairan tubuh. Keseimbangan cairan adalah dinamis dan berfluktuasi terus-

menerus, terutama selama aktivitas fisik yang merangsang banyak faktor untuk

pergantian cairan (penambahan melalui minum dan pengurangan melalui

keringat, pernafasan dan urin) (Meyer, et al., 2016).

Tingkatan status cairan dalam tubuh diantaranya euhidrasi (terhidrasi),

hiperhidrasi dan hipohidrasi. Euhidrasi (terhdirasi) adalah keadaan atau situasi

air dalam tubuh berada dalam keseimbangan. Hiperhidrasi adalah keadaan

berada dalam keseimbangan air positif (kelebihan air) dan hipohidrasi keadaan

berada dalam keseimbangan air negatif (defisit air). Dehidrasi adalah proses

kehilangan air dari tubuh dan rehidrasi proses mendapatkan air tubuh. Euhidrasi

51

bukanlah keadaan mapan, namun merupakan keadaan dinamis karena kita terus-

menerus kehilangan air dari tubuh dan kemungkinan terjadinya penundaan

waktu kehilangan cairan dengan menggantinya atau mengambil sedikit

kelebihan air dalam tubuh (Shirreffs, 2003). Mengetahui status hidrasi dapat

diperoleh dengan mengukur tingkat hidrasi melalui pengukuran berat jenis urin

dengan tes urinalisis cepat (rapid test urinalysis).

Berdasarkan hasil pengukuran berat jenis urin pada 50 pedagang kaki lima

yang berjualan di Sekolah Dasar wilayah Kelurahan Duren Sawit pada lima titik

lokasi penelitian, peneliti menemukan bahwa sebanyak 30 pedagang atau 60%

dalam kondisi dehidrasi yang terbagi dalam tiga tingkatan dehidrasi yaitu 5

pedagang atau 10% mengalami dehidrasi, 7 pedagang atau 14% mengalami

dehidrasi sedang, dan 18 pedagang atau 36% mengalami dehidrasi ringan.

Kemudian 20 pedagang lainnya atau 40% dalam kondisi terhidrasi. Hal ini

menunjukkan status hidrasi pada pedagang kaki lima yang berjualan di area

outdoor Sekolah Dasar di wilayah Kelurahan Duren Sawit sebagaian besar

mengalami pengurangan cairan tubuh yang lebih banyak dibandingkan dengan

penambahan cairan kedalam tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan

dalam tubuh.

Pada dasarnya tubuh manusia setiap hari akan mengalami kehilangan air

sekitar 4% dari massa tubuh pada orang dewasa. Kehilangan air dari tubuh

manusia terjadi melalui keringat, ekskresi urin dan feses, dan uap air yang keluar

ketika menghembukan nafas oleh paru-paru. Umumnya sekitar 900 sampai

1.200 mililiter per hari, air akan dieksresikan sebagai urin. Kuantitas air yang

dieksresikan berkaitan dengan konsumsi air per hari (Medeiros & Wildman,

52

2015). Selain konsumsi air, pengurangan cairan juga dapat disebabkan oleh

lingkungan kerja pedaganga kaki lima yang berada langsung terpapar panas sinar

matahari, sebab pedagang kaki lima berjualan di area terbuka tanpa adanya atap

yang melindungi pedagang dari sengatan panas sinar matahari. Panasnya sinar

matahari yang diterima oleh pedangang dapat membuat produksi keringat

meningkat. Lingkungan yang panas juga didukung oleh ada tidaknya keberadaan

pohon, sebab pohon berpengaruh positif terhadap temperatur udara berdasarkan

mekanisme pembayangan ( canopy effect), dimana pohon memayungi daerah di

bawahnya dari sinar matahari langsung sehingga tidak menjadi panas dan

berpengaruh pada udara (Wonorahardjo, 2007).

Secara khusus, perbedaan gaya hidup dan dampak lingkungan dikenal terlibat

dan merupakan faktor risiko dari dehidrasi. Dehidrasi dapat menyebabkan

beberapa morbiditas (Popkin, et al., 2010). Penurunan cairan tubuh yang tidak

diiringi dengan perbaikan asupan cairan maka akan berlanjut pada dehidrasi.

Ketika dehidrasi, produksi urin akan menurun dan kepekatan urin akan

meningkat sehingga mendorong terjadinya gangguan ginjal apabila hal ini

terjadi berulang-ulang (Bates & Schneider, 2008).

6.3 Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja panas adalah suatu keadaan dimana pada lingkungan

tempat kerja terdapat tekanan panas (heat stress) yang mengenai orang yang

bekerja pada lingkungan tersebut, diukur berdasarkan heat stress. Pengukuran

tekanan panas pada lingkungan tempat kerja diukur berdasarkan Indeks Suhu

Basah dan Bola (ISBB) atau WBGT dengan menggunakan beberapa alat ukur

53

yaitu termometer globe, digunakan untuk mengukur suhu globe ( suhu radiasi),

termometer udara kering untuk mengukur sushu kering udara, dan termometer

basah alami, digunakan untuk mengukur suhu basah alami (Soemarko, 2002).

Pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar Sekolah Dasar wilayah

Kelurahan Duren Sawit, bekerja menjajakan dagangannya di area outdoor

dengan kondisi paparan langsung panas sinar matahari, maka dilakukan

pengukuran ISBB outdoor dengan menggunakan Thermal Environmental

Monitor QuestTempto36. Hasil analisis univariat ISBB di lokasi pedagang kaki

lima berjualan, menunjukkan bahwa rata-rata ISBB outdoor pada CI 95%

memiliki rata-rata berkisar antara 30,17oC dan 30,87 oC. ISBB tertinggi yaitu

32,01 oC dengan standar deviasi 1,244oC. Pengukuran ISBB dilakukan di lima

lokasi sekolah dasar dengan delapan titik pengukuran, titik pengukuran

ditentukan dengan mempertimbangkan oleh keberadaan pohon.ISBB tertinggi

yaitu 32,01 oC dengan standar deviasi 1,244oC. Menurut Canadian Centre for

Occupational Health and Safety (CCOHS) menyatakan bahwa kebanyakan

manusia merasa nyaman bekerja pada temperatur udara sekitar 20oC - 27oC

dengan tingkat kelembaban berkisar 35% - 60%. Apabila temperatur dan

kelembaban lebih tinggi, maka menyebabkan ketidak nyamanan. Situasi ini

tidak menyebabkan kerugian bila tubuh dapat beradaptasi dengan panas yang

terjadi. Namun dengan panasnya temperatur maka mekanisme penyesuaian

tubuh dapat terganggu serta berlanjut pada kondisi serius (CCOHS, 2001).

54

6.4. Gambaran ISBB berdasarkan Status Hidrasi

Analisis statistik mengenai gambaran status hidrasi berdasarkan ISBB,

diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang mengalami

dehidrasi dan berjualan di lokasi dengan ISBB diatas rata-rata sebanyak 4 (80%)

pedagang dari lima pedagang. Kemudian pedagang yang terhidrasi dan berjualan

di lokasi dengan ISBB diatas rata-rata sebanyak 8 (40%) dari 20 pedagang.

Penelitian yang dilakukan oleh (Brake & Bates, 2003) menyebutkan bahwa

pekerja yang bekerja dengan paparan panas selama bekerja (ISBB > 32 ° C)

mengalami dehidrasi selama bekerja dibandingkan saat pekerja sebelum

memulai kerja. Dehidrasi adalah masalah utama bagi penambang permukaan

yang bekerja dalam panas. Penelitian (Montazer , et al., 2013) menunjukkan

bahwa berat jenis rata-rata urin pada orang-orang di dalam kelompok yang

terpapar tekanan panas melebihi nilai 1,026, yang ditafsirkan sebagai dehidrasi

berat, pada peningkatan risiko heat illness dan penurunan kinerja.

Panas merupakan bahaya alami yang diketahui dapat menyebabkan tubuh

mengalami kenaikan temperatur. Tubuh manusia dapat melakukan adaptasi

terhadap panas lingkungan yang diterimanya, namun kapasitas manusia untuk

beradaptasi terhadap iklim dan lingkungan berbeda-beda. Orang dewasa sehat

memiliki mekanisme pengaturan panas yang efisien, yang mengatasi kenaikan

suhu sampai ambang tertentu. Tubuh dapat meningkatkan penghilang panas,

konvektif, dan panas yang menguap dengan vasodilatasi dan keringat (Kovats &

Hajat, 2008).

Kehilangan air tubuh melalui keringat merupakan mekanisme pendinginan

penting di daerah beriklim panas dan dalam aktivitas fisik. Produksi keringat

55

bergantung pada suhu lingkungan dan kelembaban, tingkat aktivitas, dan jenis

pakaian yang dikenakan. Pengeluaran air dalam tubuh melalui kulit atau keringat

dapat berkisar dari 0,3 L / jam dalam kondisi tidak menetap hingga 2,0 L / jam.

Penguapan keringat dari tubuh mengakibatkan pendinginan pada kulit. Namun,

jika kehilangan keringat tidak diberi kompensasi dengan asupan cairan, terutama

selama aktivitas fisik yang kuat, keadaan pengurangan cairan dapat terjadi seiring

dengan peningkatan suhu tubuh inti (Popkin, et al., 2010). Keadaan cuaca atau

iklim sangat mempengaruhi aktivitas manusia. Lebih spesifik lagi bahwa aktivitas

metabolisme tubuh dipengaruhi oleh suhu udara. Bahkan pengaruh suhu bagi

kehidupan manusia dapat secara langsung maupun tidak langsung. Secara

langsung berkenaan dengan kenyamanan udara, sedangkan secara tidak langsung

misalnya berkenaan dengan kerentanan tubuh terhadap gangguan kesehatan, dan

sebagainya (Tauhid, 2008).

Berdasarkan hal tersebut maka sebaiknya pedagang dapat memperhatikan

kondisi lingkungan saat berjualan, pedagang dapat memodifikasi fasilitas

berdagang dengan memberikan terpal atau payung sebagai pelindung dari panas

sinar matahari ataupun topi sebagai bentuk adaptasi terhadap panas di lingkungan

tempat pedagang berjualan.

6.5. Keberadaan Pohon

Vegetasi berfungsi sebagai pengendali iklim untuk kenyamanan manusia.

Faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia adalah suhu, radiasi sinar

matahari, angin, kelembapan, suara dan aroma. Sebagai pengontrol radiasi sinar

matahari dan suhu, vegetasi menyerap panas dari pancaran sinar matahari

sehingga menurunkan suhu dan iklim mikro (Hakim & Utomo, 2003). Vegetasi

56

berpotensi dalam menentukan mikroklimatik yaitu peran vegetasi sebagai kontrol

radiasi sinar matahari, angin, kelembapan (precipitation and humidity) dan

temperatur. Vegetasi juga mampu menyerap radiasi yang mengenainya lebih dari

90% dan mereduksi suhu udara pada siang hari sekitar 15oF ( (McClenon, 1979).

Hasil univariat diperoleh bahwa dari 50 pedagang kaki lima, sebagian besar

pedagang yaitu 26 atau 52% pedagang berjualan di lokasi yang terdapat

keberadaan pohon dan 24 pedagang lainnya berjualan pada area tidak terdapat

pohon dengan presentase 48%.

6.6. Gambaran ISBB berdasarkan Keberadaan Pohon

Hasil analisis statistik mengenai gambaran ISBB berdasarkan keberadaan

pohon, diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan di

lokasi dengan ISBB diatas rata-rata dan tidak terdapat pohon dilokasi tersebut

sebanyak 19 (100%) pedagang. Kemudian pedagang yang berjualan di lokasi

dengan ISBB dibawah rata-rata dan tidak terdapat pohon di lokasi tersebut

sebanyak 5 (16,1%) pedagang.

Vegetasi berfungsi sebagai pengendali iklim untuk kenyamanan manusia.

Vegetasi berpengaruh terhadap iklim kerja sebab pepohonan pada ruang terbuka

hijau sangat berkontribusi kepada ekosistem, meliputi konservasi biodiversitas,

menghilangkan polutan atmosfer, menyediakan oksigen, mengurangi kebisingan,

mitigasi terhadap urban heat island, pengendali iklim mikro, menjaga kestabilan

tanah, dan fungsi ekologis lainnya. Vegetasi suhu yang berada di bawah pohon

teduh dapat lebih rendah 2 OC – 4 OC dibanding suhu disekitarnya, sebagai efek

dari proses fotosistesis dan respirasi tanaman (Khairunnisa, et al., 2012).

57

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Boukhabla & Alkana, 2012)

menyebutkan bahwa ruas jalan kota Biskara, Algeria dalam kondisi tidak terdapat

vegetasi (kosong) memiliki iklim mikro lebih buruk dibandingkan dengan ruas

jalan yang tertutupi vegetasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Adityo,

2016), menyebutkan bahwa area pada titik-titik vegetasi berada suhu lebih rendah,

sedangkan panas terkonsentrasi pada titik-titik dengan area tanpa vegetasi.

Vegetasi pohon lebih efektif dalam menurunkan suhu kawasan daripada vegetasi

groundcover. Pohon yang meniliki tajuk dapat menutupi area di bawahnya dan

memiliki tingkat evapotranpirasi yang tinggi. Tajuk padat (lebih dari 70%

penutupan bayangan) lebih efektif menurunkan suhu diripada pohon dengan tajuk

sedang (40 % - 70%) dan tajuk ringan ( kurang dari 40%).

Berdasarkan hal tersebut, maka diharapkan agar Pemerintah Daerah DKI

Jakarta agar meningkatkan keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) di area tebuka

khusunya pada area yang dekat dengan fasilitas umum. Sebagaimana yang tertera

pada Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-

Undang tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan

bahwa luasan Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen dari luas seluruh wilayah

kota. Selain itu untuk pedagang kaki lima dapat mempertimbangkan tempat

pedagang manjajakan dagangannya pada lokasi yang terdapat pohon rindang

sehingga dapat meningkatkan kenyaman saat berjualan.

58

6.4 Konsumsi Cairan

Air sangat penting untuk memenuhi cairan dalam tubuh. Tubuh manusia

terdiri dari 80% air. Apabila kebutuhan minimum cairan dalam tubuh tidak

terpengaruhi akan berdapak buruk bagi kesehatan. Walaupun setiap orang

memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda, tetapi orang dewasa disarankan untuk

minum air putih 6 hingga 8 gelas per hari, atau setara dengan 1,5 – 2 liter per hari

(Kurniawan, 2014). Hasil analisis univariat konsumsi cairan pada pedagang kaki

lima diperoleh rata-rata 2 x 24 jam dari 50 pedagang kaki lima di Sekolah Dasar

wilayah Kelurahan Duren Sawit tahun 2017, jumlah konsumsi cairan pada CI 95%

memiliki rata-rata berkisar antara 2,07 liter dan 2,4 liter. Rata-rata konsumsi

cairan terendah yaitu 1,25 liter dan tertinggi sebesar 3,66 liter, dengan standar

deviasi 0,54373 liter. Analisis statistik mengenai gambaran status hidrasi

berdasarkan konsumsi cairan, diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima,

pedagang yang mengalami dehidrasi dan dan konsumsi cairan dibawah rata-rata

sebanyak 5 (100%) pedagang dari lima pedagang. Kemudian pedagang yang

terhidrasi dan mengkonsumsi cairan dibawah rata-rata sebanyak 5 (25%) dari 20

pedagang.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Andayani (2013) menunjukan

bahwa meskipun konsumsi cairan termasuk tinggi untuk orang dalam kondisi

normal dengan kebutuhan cairan 2 liter per hari, namun ternyata jumlah tersebut

masih kurang dari pemenuhan kebutuhan cairan yang seharusnya dikonsumsi

pekerja dalam lingkungan panas. Berdasarkan jumlah kebutuhan cairan tersebut,

sebanyak 2,7% subjek mengonsumsi cairan 6 - 7,9 liter per hari, 53,4%

mengonsumsi cairan 4 - 5,9 liter per hari, dan sisanya mengonsumsi cairan 2 - 3,9

59

liter per hari. Total konsumsi cairan pada pekerja masih kurang dari kebutuhan

yang seharusnya (rerata total konsumsi cairan 4, 2 liter ± 0,79 liter) (Andayani,

2013).

Ketika berkerja di suhu yang panas maka akan terjadi pengeluaran keringat

yang banyak untuk menghilangkan panas tubuh saat bekerja, berkeringat

menyebabkan hilangnya elektrolit, serta pengurangan volume cairan tubuh, dan

dapat menyebabkan peningkatan osmolalitas plasma. Selama keadaan ini volume

plasma berkurang dan peningkatan osmolalitas plasma, keringat menjadi tidak

cukup untuk mengimbangi kenaikan suhu inti. Bila cairan diberikan untuk

menjaga tubuh terhidarasi, keringat tetap merupakan kompensasi efektif untuk

meningkatkan suhu inti. Paparan berulang terhadap lingkungan yang panas

menyebabkan tubuh melakukan penyesuaian diri dengan tekanan panas, sehingga

risiko penyakit terkait heat stress berkurang. Peningkatan asupan air selama

proses aklimatisasi panas ini tidak akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan

untuk beradaptasi dengan panas, namun dehidrasi ringan selama masa ini dapat

terjadi dan dikaitkan dengan peningkatan kortisol, peningkatan keringat, dan

ketidakseimbangan elektrolit (Popkin, et al., 2010).

Oleh karena itu, diperlukan pergantian cairan yang terbuang sebagai

keringat. Jika cairan dan garam yang hilang sebagai keringat tidak diganti akan

menimbulkan dehidrasi berat. Konsumsi secangkir air setiap 1 sampai 20 menit

adalah cara baik untuk menjaga keseimbangan cairan dalam kondisi tekanan

panas. Konsumsi air minum secara teratur lebih baik dibandingkan hanya saat

terasa haus ((NCDOL), 2009).

60

Air dibutuhkan untuk pertubuhan dan perkembangan yang optimal

sehingga keseimbangan air perlu dipertahankan dengan mengatur jumlah

masukan air dan keluaran air yang seimbang. Pemenuhan kebutuhan air tubuh

dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman. Sebagian besar (dua-pertiga)

air yang dibutuhkan, dilakukan melalui minum yaitu sekitar dua liter atau delapan

gelas sehari (Kementerian Kesehatan, 2014). Total asupan air diperoleh dari air

yang terkandung dalam makanan berkisar antara 33-38%, dari minuman 49-55%

dan hasil oksidasi sebesar 12-13% menyatakan bahwa asupan air seseorang

dipenuhi dalam beberapa cara, kebanyakan air diperoleh dari minuman, yaitu

1650 ml per hari dalam bentuk air, teh, kopi, soft drink, susu dan sebagainya. Air

dalam makanan padat menyumbangkan 750 ml (Muchtadi et al, 1993).

Dengan demikian untuk pedagang yang bedagang di area outdoor dengan

paparan panas saat berkerja diharapkan dapat memperhatikan asupan air minum

dan juga makanan yang dikonsumsi, sehingga cairan tubuh yang hilang akibat

penyesuaian tubuh terhadap aktivitas dan panas lingkungan kerja dapat

tergantikan, sehingga tubuh tetap terhidrasi.

61

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 pedagang kaki lima

di Sekolah Dasar Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur, dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Distribusi status hidrasi pada pedagang kaki lima yang mengalami

pengurangan cairan saat bekerja dengan tingkatan dehidrasi, dehidrasi

sedang, dan dehidrasi ringan sebesar 60%.

2. Distribusi ISBB outdoor lokasi berjualan pedagang kaki lima memiliki rata-

rata sebesar 30,524oC oC, dengan ISBB tertinggi yaitu 32,01 oC dengan

standar deviasi 1,244oC. Dan gambaran status hidrasi berdasarkan ISBB,

diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang mengalami

dehidrasi dan berjualan di lokasi dengan ISBB diatas rata-rata sebanyak 4

(80%) pedagang dari lima pedagang.

3. Distribusi keberadaan pohon pada lokasi berjualan 50 pedagang kaki lima,

sebagian besar pedagang yaitu 26 atau 52% pedagang berjualan di lokasi yang

terdapat keberadaan pohon. Dan gambaran ISBB berdasarkan keberadaan

pohon diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang berjualan

di lokasi dengan ISBB diatas rata-rata dan tidak terdapat pohon dilokasi

tersebut sebanyak 19 (100%) pedagang.

4. Distribusi konsumsi cairan pada pedagang kaki lima 2 x 24 jam memiliki rata-

rata berkisar antara 2,07 liter dan 2,4 liter, dengan rata-rata konsumsi cairan

62

terendah yaitu 1,25 liter. Dan gambaran status hidrasi berdasarkan konsumsi

cairan diketahui bahwa dari 50 pedagang kaki lima, pedagang yang

mengalami dehidrasi dan dan konsumsi cairan dibawah rata-rata sebanyak 5

(100%) pedagang dari lima pedagang.

7.2. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, peneliti memberikan beberapa saran sebagai

bahan pertimbangan untuk ke depannya, antara lain:

7.2.1. Bagi Pedagang Kaki Lima

- Pedagang kaki lima yang berjualan di lokasi dengan hendaknya

menentukan lokasi berdagang berdekatan dengan pohon rindang yang

dapat menyerap sinar matahari dan memberika efek sejuk kepada

pedagang.

- Pedagang dapat memodifikasi fasilitas berdagang dengan memberikan

terpal atau payung sebagai pelindung dari panas sinar matahari ataupun

topi saat berdagang.

- Pedagang kaki lima dengan kondisi terpapar panas dari radiasi sinar

matahari diharapkan dapat menjaga keseimbangan cairan tubuh.

Pengeluran cairan yang lebih banyak akibar peningkatan keringat harus

diikuti dengan peningkatan jumlah konsumsi cairan tidak hanya melalui

air minum, namun pedagang juga dapat mengkonsumsi makanan yang

mengandung air lebih banyak.

63

7.2.2. Bagi Peneliti Selanjutnya

- Melakukan metode pengambilan data mengenai jumlah konsumsi cairan,

jenis dan sumber cairan yang dikonsumsi yang lebih rinci dengan

memperhatikan efektif dan efisiensi metode yang diterapkan.

- Melalukan pemeriksaan status hidrasi dengan metode lain yang dapat

menggambarkan status hidrasi dengan ke akuratan lebih tinggi, namun

perlu disesuaikan dengan kemampuan pneliti.

- Melakukan observasi lebih rinci terkait vegetasi sekitar lokasi penelitian

seperti jenis pohon, jarak pohon, dan tajuk pohon.

7.2.3. Pemerintah Daerah DKI Jakarta

- Meningkatkan ruang terbuka hijau (RTH) khususnya pada area yang

terdapat fasilitas umum.

- Menyediakan area khusus untuk tempat berjualan pedagang kaki lima,

dengan fasilitas berjualan yang aman dan terlindungi dari paparan panas

sinar matahari langsung.

64

2. DAFTAR PUSTAKA

(NCDOL), N. D. o. L., 2009. A Guide to Preventing Heat. s.l.:Division of

Occupational Safety and Health.

Adityo, 2016. Peningkatan Kenyamanan Termal Koridor Jalan Melalui Desain Tata

Vegetasi Berbasis Simulasi. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume Vol. 11, No. 3,

pp. 159-168.

Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Andayani, K., 2013. Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Hidrasi pada Pekerja

Industri Laki - Laki.

Badan Pusat Statistik, D. J., 2015. Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: s.n.

Badan Pusat Statistik, K. A. J. T., 2016. Statistik Daerah Kecamatan Duren Sawit

2015. Jakarta Timur: Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Timur.

Bates, G. P., Miller, V. S. & Joubert, D. M., 2010. Hydration Status of Expatriate

Manual Workers During Summer in the Middle East. Ann. Occup. Hyg., Vol. 54, No.

2, pp. 137 - 143.

Bates, G. P. & Schneider, J., 2008. Hydration Status and Physiological Workload of

UAE Construction Workers: A prospective Longitudinal Observational Study. Journal

of Occupational Medicine and Toxicology, 3 : 21.

Behrman, K. & Arvin , N., 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 ed. Jakarta:

EGC.

Berita Jakarta, 2016. Wawancara Khusus. [Online]

Available at:

http://www.beritajakarta.com/wawancara_khusus/read/276/ratna_dyah_kurniati#.W

A3DbuCLTIU

Bio-Equip, 2017. Refractometer. [Online]

Available at: http://www.bio-

equip.cn/enotherproduct.asp?username=interkus&hdivision=9999

[Accessed 04 April 2017].

65

Boukhabla, M. & Alkana, D., 2012. Impact of Vegetation on Thermal Conditions

Outside, Thermal Modeling of Urban Microclimate, Case Study : The Street of the

Republic Briska. Energy Procedia , Volume 18, pp. 73 - 84.

Brake, D. J. & Bates, G. P., 2003. Fluid Losses and Hydration Status of Industrial

Workers Under Thermal Stress Working Extended Shifts. Occupational and

Environmental Medicine, Volume 60, pp. 90-96.

Buanasita, A., Andriyanto & Sulistyowati, I., 2015. Perbedaan Tingkat Konsumsi

Energi, Lemak, Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas.

Indonesian Journal of Human Nutrition, Vol.2 No.1 , pp. 11- 22 .

CCOHS, 2001. Hot Environments - Health Effect. [Online]

Available at: http://www.ccohs.ca-oshanswers/phys_agent/heat_health.htm

CDC, 2016. [Online]

Available at: http://www.cdc.gov/climateandhealth/effects/

CDC, 2016. Keep Your Cool in Hot Weather. [Online]

Available at: https://www.cdc.gov/features/extremeheat/

CDC & American Public Health Association, 2014. Extreme Heat Can Impact Our

Health in Many Ways.

Chandra, B., 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta: EGC.

Derbyshire, E., 2011. Independent Nutrition Consultant. [Online]

Available at: https://www.ydswg.co.uk/sites/ydswg.co.uk/files/Hydration-at-

Work.pdf

[Accessed 01 08 2017].

Dieny, F. F. & Putriana, D., 2015. Status Hidrasi Sebelum dan Sesudah Latihan Atlet

Sepak Bola Remaja. Jurnal Gizi Indonesia, Volume 3, pp. 86-93.

Djojodibroto, D., 2001. Seluk-Beluk Pemeriksaaan Kesehatan (General Medical

Check Up). Jakarta: Pustaka Populer Obor.

EPA, 2016. Heat Island Effect. [Online]

Available at: http://www.epa.gov/heat-island

66

EPA, 2016. Heat Island Impacts. [Online]

Available at: https://www.epa.gov/heat-island-impacts

Fraser, C., 2009. The Importance of Monitoring Hydration Status in Our Clients.

Wound Care Canada, Volume 7, Number 1, pp. 18-20.

Ganet, 2011. Ruang Terbuka Hijau di Tangsel Minim. [Online]

Available at: m.antarabanten.com/berita/15981/ruang-terbuka-hijau-di-tangsel-minim

Geographic, N., 2016. Urban Heat Island. [Online]

Available at: http://nationalgeographic.org/encyclopedia/urban-heat-island/

Grafco, 2007. 3527, Urinometer and 3530, Junior Urinometer: Instructions for Use.

Atlanta: Graham Field Health Product Inc..

Gustam, 2012. Faktor Risiko Dehidrasi pada Remaja dan Dewasa. Skripsi.

Hakim, R. & Utomo , H., 2003. Komponen Perancangan Pembangunan Cet. II.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hakim, R. & Utomo, H., 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip,

Unsur dan Aplikasi Desain. Cetakan I ed. Jakarta: Bumi Aksara.

Hansen, A. L. et al., 2008. The Effect of Heat Waves on Hospital Admissions for Renal

Disease in a Temperate City of Australia. International Journal of Epidemiology,

Volume 37, pp. 1359-1365.

Hayes, A. W., 2008. Principles and Methods of Toxicology. Fifth ed. United States of

America: Informa Healthcare.

Horne, M. M. & Swearingen, P. L., 2001. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam

Basa. Jakarta: EGC.

Indra, Naiem, M. F. & Wahyuni, A., 2014. Determinan Keluhan Akibat Tekanan Panas

pada Pekerja Bagian Dapur Rumah Sakit di Kota Makasar.

Jakarta, B. P. S. P. D., 2015. Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta: Badan

Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.

67

KBBI, 2016. Arti Kata "Dagang" Menurut KBBI. [Online]

Available at: http://kbbi.co.id/arti-kata/dagang

Kementerian Kesehatan, R., 2014. Pedoman Gizi Seimbang. s.l.:s.n.

Khairunnisa, E. S., Indradjati & Natalivan, P., 2012. Evaluasi Fungsi Ekologis Ruang

Terbuka Hijau di Kota Bandung Dalam Upaya Pengendalian Iklim Mikro Berupa

Pemanasan Lokal dan Penyerapan Air (Studi Kasus: Taman-Taman di WP

Cibeunying). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK .

Kovats, R. S. & Hajat, S., 2008. Heat Stress and Public Health. Annual Review Public

Health, pp. 41-55.

Kurniawan, R. F., 2014. Rahasia Terbaru Kedahsyatan Terapi Enzim: Prakris Hemat

Tanpa Resiko. s.l.:Lembar Langit Indonesia.

Leksana, E., 2015. Dehidrasi dan Syok. CDK-228/ vol. 42 no. 5.

Lemeshow, S., W, D. & Klar, J., 1990. Adequacy of Sample Size in Health Studies.

U.S.A: John Wiley & Sons.

Maffeis, C. et al., 2015. Fluid Intake and Hydration Status in Obese vs Normal Weight

Children. European Journal of Clinical Nutrition, pp. 1-6.

Martin, L. J. & Zieve, D., 2015. Dehydration. [Online]

Available at: https://medlineplus.gov/ency/article/000982.htm

[Accessed 25 Maret 2017].

McClatchey, K. D., 2002. Clinical Laboratory Medicine. 2nd ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

McClenon, C., 1979. Landscape Planning for Energy Conservation. Report prepared

for the Solar Energy Programme, Office of Housing and Building Technology.. United

State: Environmental Design Press.

Mears, S. A. & Shirreffs, S. M., 2015. Assessing Hydration Status and Reported

Beverage Intake in the Workplace. American Journal of Lifestyle Medicine, Volume

Vo. 9, No. 2, pp. 157-168.

68

Medeiros, D. M. & Wildman, R. E. C., 2015. Advanced Human Nutrition. Third

Edition ed. United States of America: Jones and Bartlett Learning .

Melson Medical, 2017. Urine Dispstick/ Ketone Tes Strips. [Online]

Available at: http://melsonmedical.en.made-in-

china.com/product/jSMnrkmyZlcI/China-Urine-Dipstick-Urine-Dipstick-Test-

Ketone-Test-Strips.html

[Accessed 04 April 2017].

Meyer, F., Szygula, Z. & Wilk, B., 2016. Fluid Balance, Hydration, and Athletic

Performance. United State: CRC Press.

Miller, V. & Bates, G., 2007. Hydration of Outdoor Workers in North-West Australia.

J Occup Health Safety — Aust NZ, 23(1), pp. 79-87.

Montazer , S. et al., 2013. Assessment of Construction Workers Hydration Status

Using Urine Specific Gravity. International Journal of Occupational Medicine and

Environmental Health, Volume 26 (5), pp. 762 - 769.

Morissan, 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta: Kencana.

Museum, o. H. C., 2017. Research Collection Catalogue. [Online]

Available at: http://mhc.andornot.com/en/permalink/artifact12605

[Accessed 04 Maret 2017].

NASA, E. O., 2010. Global Temperatures. [Online]

Available at:

http://earthobservatory.nasa.gov/Features/WorldOfChange/decadaltemp.php

OSHA, 2011. NIOSH Infosheet: Protecting Workers from Heat Illness. [Online]

Available at: www.cdc.gov/niosh/docs/2011-174/

OSHA, 2014. Protecting Worker from Heat Stress.

Peraturan, M. K., No. 70 Tahun 2016. Standar dan Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Kerja Industri. s.l., s.n.

Permenkes, R. N. 7., 2016. Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Industri. s.l.:s.n.

69

Piliang , W. G. & Soewondo, D., 1996. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Jakarta:

Universitas Indonesia (UI-Press).

Polkinghorne, B. G. et al., 2013. Hydration Status of Underground Miners in a

Temperate Australian Region. BioMed Central.

Popkin, B. M., D'Anci, K. E. & Rosenberg, I. H., 2010. Water, Hidration, and Health.

Nutrition Review 68 (8), pp. 439-458.

Pringgoutomo, S., Himawan, S. & Tjarta, A., 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). 1

ed. Jakarta: Sagung Seto.

Putri, R. T., Jus'at, I. & Angkasa, D., 2016. Pengetahuan tentang Cairan, Konsumsi

Cairan, IMT dan Status Hidrasi pada Atlet Marching Band di PELATDA PON Banten.

Sari, N. P., 2014. Pengaruh Iklim Kerja Panas terhadap Dehidrasi dan Kelelahan pada

Tenaga Kerja Bagian Boiler di PT Albasia Sejahtera Mandiri Kabupaten Semarang.

Sawka, M. N., Cheuvront, S. N. & Carter, R., 2005. Human Water Needs. Nutrients

Review, Vol. 63 No. 6, pp. 30-39.

Shirreffs, S., 2003. Marker of Hydration Status. European Journal of Clinical

Nutrition.

Sink, C. A. & Feldman, B. F., 2004. Laboratory Urinalysis and Hematology for the

Small Animal Practitioner. United States of America: Teton New Media.

SNI 16-7061, 2004. Pengukuran Iklim Kerja (Panas) dengan Parameter Indeks Suhu

Bola Basah. s.l.:s.n.

SNI, 7., 2009. Penilaian Beban Kerja berdasarkan Tingkat Kebutuhan Kalori menurut

Pengeluaran Energi. s.l.:s.n.

Soemarko, D. S., 2002. Pengaruh Lingkungan Kerja Panasterhadap Kristalisasi Asam

Urat Urin Pada Pekerja di Bagian Binatu, Dapur Utama dan Dapur Restoran di Hotel

"I" Jakarta. Tesis.

Soemarko, D. S., 2015. Bagaimana Mencegah Gangguan Fungsi Ginjal Akibat

Pajanan Panas di Lingkungan Kerja?. Komite Independen KK-PAK BPJS

Ketenagakerjaan.

70

Stuempfle, K. J. & Drury, D. G., 2003. Comparison of 3 Methods to Assess Urine

Specific Gravity in Collegiate Wrestlers. Journal of Athletic Training, Volume 38, pp.

315-319.

Subudhi, A. W., Askew, E. W. & Luetkemeier, M. J., 2005. Dehydration. In: B.

Caballero, L. Allen & A. Prentice, eds. Encyclopedia of Human Nutrition. Oxford:

Elsevier Ltd., pp. 518-526.

Tauhid, 2008. Kajian Jarak Jangkauan Efek Vegetasi Pohon terhadap Suhu Udara pada

SIANG Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang).

Tesis.

Trabanino, R. G. et al., 2015. Heat Stress, Dehydration, and Kidney Function in

Sugarcane Cutters in El Salvador - A Cross Shift Study of Workers at Risk of

Mesoamerican Nephropathy. Environmental Research , pp. 746 - 755.

WHO, 2012. Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ). [Online]

Available at: www.who.int/chp/steps/resources/GPAQ_Analysis_Guide.pdf

WHO, 2016. BMI Classification. [Online]

Available at: www.apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage%3Dintro_3.html

[Accessed 10 Desember 2017].

Zainudin, M., 2011. Metodologi Penelitian Kefarmasian dan Keseharan. Surabaya:

Airlangga University Press.

71

3. LAMPIRAN I

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN INDIVIDU TERHADAP STATUS

HIDRASI PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKOLAH DASAR WILAYAH

KELURAHAN DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR TAHUN 2017

Assalamu’alaikum wr wb.

Kami, mahasiswa peminatan kesehatan lingkungan program studi kesehatan

masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang

melakukan penelitian terkait Gambaran Faktor Lingkungan dan Individu Terhadap Status

Hidrasi Pada Pedagang Kaki Lima Di Sekolah Dasar Wilayah Kelurahan Duren Sawit

Jakarta Timur Tahun 2017.

Pada penelitian ini Bapak terpilih sebagai responden/partisipan. Bapak diharapkan

dapat memberikan informasi dan bersedia untuk diambil urin terkait pemeriksaan kristalisasi

urin. Informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga kerahasiaanya. Jika Bapak bersedia

dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Atas perhatian

Bapak, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Jakarta, 2017

Enumerator Responden

(............................................) (.........................................)

72

LAMPIRAN I

I. Identitas Responden

I1 Tanggal Pengisian

I2 Nama Responden

I3 Usia Responden

I4 Alamat

I5 No. Hp/Tlp

I6 Lokasi Kerja

I7 Berat Badan

I8 Tinggi Badan

Nomor Responden:

73

LAMPIRAN II

Lembar Observasi Pemeriksaan Urin

Tanggal Nama Responden Tempat

Kerja

Berat

Jenis

Urin

Keterangan

74

LAMPIRAN III

Lembar Food Recall 24 jam

Nama Responden :

Lokasi Kerja :

Tanggal Interview :

Waktu Makan Makanan

Berat

Minuman

Berat

URT Liter URT Liter

75

LAMPIRAN IV

Formulir Hasil Pengukuran Parameter ISBB

Nomer Responden :

Lokasi :

Tanggal Pengukuran :

No. Waktu

Pengukuran

Suhu Basah Alami Suhu Bola Suhu Kering ISBB Suhu Kelembaban Keberadaan Pohon/

Jumlah Pohon

76

LAMPIRAN VIII

Hasil Pengukuran ISBB di Lima Lokasi Sekolah Dasar

Lokasi Keberadaan Pohon (Jumlah

Pohon) Rata-rata WBGT Outdoor

SD STRADA Ada 29,77◦C

SD 02 Titik 1 Tidak Ada Pohon 31,4◦C

SD 02 Titik 2 Ada 30,56◦C

SD 16 Tidak Ada Pohon 32◦C

Al Watoniyah Titik 1 Tidak Ada Pohon 31,9◦C

Al Watoniyah Titik 2 Ada 28,66◦C

SD 18 Ada 29,96◦C

SD 18 Banyak Pohon Ada 27,83◦C

77

LAMPIRAN VIII

Analisis Univariat ISBB

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ISBB 50 100,0% 0 0,0% 50 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

ISBB Mean 30,5244 ,17594

95% Confidence

Interval for Mean

Lower

Bound 30,1708

Upper Bound 30,8780

5% Trimmed Mean 30,5824

Median 30,5000

Variance 1,548

Std. Deviation 1,24405

Minimum 27,83

Maximum 32,01

Range 4,18

Interquartile Range 2,15

Skewness -,282 ,337

Kurtosis -,832 ,662

78

Analisis Univariat Konsumsi Cairan

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konsumsi_Doupl

a 50 100,0% 0 0,0% 50 100,0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Konsumsi_Dou

pla

Mean 2,2252 ,07689

95% Confidence Interval for

Mean

Lower

Bound 2,0707

Upper

Bound 2,3797

5% Trimmed Mean 2,2043

Median 2,1700

Variance ,296

Std. Deviation ,54373

Minimum 1,25

Maximum 3,66

Range 2,41

Interquartile Range ,84

Skewness ,552 ,337

Kurtosis ,150 ,662

79

Analisis Univariat Keberadaan Pohon

Kat_Keberadaan_Pohon

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Ada Pohon 24 48,0 48,0 48,0

Ada Pohon 26 52,0 52,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

Analisis Gambaran ISBB berdasarkan Status Hidrasi

ISBB diatas rata-rata

Status_Hidrasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dehidrasi 4 21,1 21,1 21,1

Dehidrasi Sedang 4 21,1 21,1 42,1

Dehidrasi Ringan 3 15,8 15,8 57,9

Terhidrasi 8 42,1 42,1 100,0

Total 19 100,0 100,0

ISBB dibawah rata-rata

Status_Hidrasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dehidrasi 1 3,2 3,2 3,2

Dehidrasi Sedang 3 9,7 9,7 12,9

Dehidrasi Ringan 15 48,4 48,4 61,3

Terhidrasi 12 38,7 38,7 100,0

Total 31 100,0 100,0

80

Analisis Gambaran Keberadaan Pohon berdasarkan ISSB

Tidak ada pohon

Ratarata_ISBB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Diatas Rata-Rata 19 79,2 79,2 79,2

Dibawah Rata-Rata 5 20,8 20,8 100,0

Total 24 100,0 100,0

Ada pohon

Ratarata_ISBB

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dibawah Rata-Rata 26 100,0 100,0 100,0

Analisis Gambaran Konsumsi Cairan berdasarkan Status Hidrasi

Konsumsi cairan dibawah rata-rata

Status_Hidrasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dehidrasi 5 14,7 14,7 14,7

Dehidrasi Sedang 6 17,6 17,6 32,4

Dehidrasi Ringan 18 52,9 52,9 85,3

Terhidrasi 5 14,7 14,7 100,0

Total 34 100,0 100,0

81

Konsumsi cairan dibawah rata-rata

Status_Hidrasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Dehidrasi Sedang 1 6,3 6,3 6,3

Terhidrasi 15 93,8 93,8 100,0

Total 16 100,0 100,0

82

VIII Output ISBB

83

84

85