BAB I - Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB I - Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Disertasi ini mengkaji tentang Radio Rodja, yang murupakan Radio
Komunitas yang berkembang di antara sekian banyaknya radio dakwah yang
tersebar. Bukan hanya menjangkau kalangan masyarakat perkotaan akan tetapi juga
sampai kepada pedesaan. Kehadiranya menarik untuk dikaji dengan berbagai
pertimbangan. Radio ini sebagai media dakwah yang digunakan oleh komunitas
muslim yang di dalamnya berlatar belakang tradisi NU dan Salafi dalam konteks
keindonesiaan, di samping itu juga Radio Komunitas ini masih tergolong baru.1
Dewasa ini masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam informasi yang
bersumber dari media massa elektronik seperti radio, televisi, internet, juga
termasuk di dalamnya media sosial adalah media yang banyak diminati, karena
mudahnya layanan tersebut diakses oleh masyarakat luas melalui gadget, tablet,
bahkan sudah tidak menjadi asing lagi bahwa kendaraan pun sudah dilengkapi
dengan perangkat elektroniknya.2
Kemajuan zaman yang seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin
canggih, sehingga memberikan kemudahan-kemudahan dalam berbagai sendi
kehidupan manusia. Dengan perkembangan media dakwah yang akhir-akhir ini
begitu cepat mengikuti zaman. Pengaruh media berkembang dari Barat sudah tidak
dapat dihindari, baik dalam masyarakat akademisi maupun masyarakat luas.3
Seiring dengan kemajuan tersebut hadir juga beberapa radio komunitas
yang murni untuk dakwah Islam. Di antara Radio dakwah tersebut adalah Radio
1 Menurut Andi Faisal Bakti bahwa sejarah benih salafi sudah muncul di Indonesia
semenjak terjadinya gerakan reformasi di Minangkabau, yang dipelopori oleh Haji Rasul,
Syekh Tahir Jalaluddin, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan Haji Abdullah Ahmad.
Mereka ini secara ideologis sama dengan yang muncul baru-baru ini di tanah air. Beberapa
yang menjadi pokok pikiran mereka adalah: (1) Pintu ijitihad tidak pernah tertutup (2)
Muslim dituntut untuk mengembalikan masa kejayaan umat Islam. (3) Muslim harus
menjadi basis dalam perubahan sosial. Lihat Andi Faisal Bakti, “Unity in Diversity Among Muslim in The Malay World: Literary Works as Seen From Theperspektive of Communication,” Rainbows of Malay Literature and Beyond (2011), 45-80. Lihat juga
dalam tesis masternya, “Islam and Nation State Formation in Indonesia,” M.A. Thesis, Mc
Gill University, Monteral (1993), h. 115-118. 2 Media dakwah yang akan penulis teliti ini adalah merupakan Radio Komunitas,
yang didalamnya tidak terdapat unsur komersilisasi. Radio ini adalah Radio dakwah Islam
yang masing-masing menyiarkan sesuai ideologi yang mereka amalkan. Disamping itu juga
terdapat beberapa Radio Komunitas yang lain seperti Radio Fajri, Radio Wadi dan yang
lainnya. Media penyiaran keagamaan disebutkan dalam bahasa inggris adalah religious
broadcasting. Istilah ini diambil dari kumpulan penelitian tentang media televisi keagamaan
di Timur Tengah. Khaled Hroub, Religious Broad Casting in The Middle East (London: C.
Hurts, 2012). 3 Lihat Anwar Mujani Muttaqin, “Pengaruh Asia Barat terhadap Mahasiswa Baru,
The Influence of Western Asia to the New Millennium Students”
Journal Islamiyyat Vol. 35, Iss. No. 1, 2013.
2
Rodja. Siarannya hadir 24 jam penuh, dengan program dakwah Islam dari berbagai
disiplin ilmu serta lantunan tilawah al-Qur’anul kari>m, ada yang memuat musik
islami dan adajuga yang tidak menggunakan hiburan musik.4 Adapun pokok-pokok
program siaran sebagai berikut: 1) Muhadharah Ulama Ahlus Sunnah dari Timur
Tengah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 2) Kajian Bedah Kitab para
Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam berbagai bidang Ilmu seperti; Akidah,
Ushul Tafsir, Tafsir, Hadits, Musthalah Hadits, kaidah Fiqh, Fiqh, Sirah, Raq’iq
dan lain-lain. 3) Kajian bimbingan Bahasa Arab. 4) Kajian bimbingan Ilmu Tajwid
dan Ulumul Quran. 5) Kajian konsultasi dan Fiqh seputar Rumah Tangga. 6) Dialog
interaktif kesehatan konvensional dan tradisional serta Thibbun Nabawi. 7) Dialog
interaktif dunia Pendidikan Islam. 8) Kisah teladan untuk anak-anak (dengan
metode interaktif khusus anak-anak).5
Dalam setiap program kajian program kajian, radio ini membuka sesi
interaktif 6 untuk para pendengar melalui telepon. Radio Rodja dapat disimak
melalui saluran AM, gelombang 756 kHz. untuk wilayah JABODETABEK dan
sekitarnya.
Setelah mengamati pertumbuhan dan perkembangan media massa yang
begitu cepat. Radio ini juga merupakan sebuah industri jasa yang melayani
informasi publik secara profesional dan terlembagakan. Kalau dikelompokkan,
radio ini terbagi menjadi dua macam meliputi: radio komunitas dan radio komersil.
Adapun perbedaan yang menyolok diantara kedua jenis radio ini terletak pada
oriantasinya. Radio komunitas berorientasi kepada dakwah, murni untuk
memperjuangkan dakwah Islam sebagai corong-corong menyampaikan misi-misi
dakwah ilalllah. Sedangkan Radio yang bersifat komersil merupakan media massa
dengan berorientasi kepada pasar yang juga mengejar keuntungan finansial.7
Sementara, media massa barat sebagai pemilik modal selalu melakukan
serangan pemikiran yang dikenal dengan istilah Ghazwul Fikri yaitu
menyosialisasikan nilai-nilai, pemikiran, dan budaya barat ke dunia Islam, agar pola
pikir dan gaya hidup umat Islam cenderung meniru budaya barat dari pada taat
pada aturan Islam.8 Menurut Muhammad al-Ghazali Ghazzwul Fikri adalah suatu
4 Sebagaimana halnya Radio dakwah Rodja yang merupakan akronim dari Radio
Dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Kehadiran media elektronik ini merupakan setitik
upaya untuk menyebarkan dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ke tengah masyarakat Islam
Indonesia baik yang berada di dalam Negeri maupun di luar Negeri, dengan memberikan
pencerahan dalam memahami ajaran Islam sesuai dengan pemahaman para salafush shalih
dari para sahabat, tabi’in, dan taabiut taabi’in radhiyallahu ajma’in atau yang dikenal
dengan Radio dakwah umat umat Islam. 5 Dokumentasi profil Radio Rodja, Brosur Tahun 2013.
6 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa interaktif terdiri dari dua
kata yaitu inter dan aktif yang mengandung arti adanya hubungan timbal balik antara dua
orang atau lebih yang saling berkomunikasi secara langsung dengan tatap muka maupun
dengan menggunakan alat komunikasi seperti telpon dan alat komunikasi lainnya. 7 Iswandi Syahputra, Komunikasi Profetik Konsep dan Pendekatan (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 90. 8 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah bil Qolam
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h. 15.
3
usaha “kolonialisme gaya baru” yang berupaya mengubah dan menghilangkan
identitas umat Islam dan mendangkalkan pemahaman keislaman sehingga arah
fikiran dan orientasi umat Islam menjadi sekuler atau ungkapan yang agak ekstrim
yaitu menjadi atheis dan materialis.9 Sedangkan terpaan media tidak dapat
dibendung oleh siapapun, sebab dia memiliki kekuatan penetrasi yang kuat, bahkan
masuk ke dalam ruang individu yang sangat privasi sekalipun.10
Dengan demikian
berkat kekuatan promosi dan setting media informasi mereka, pengaruh
kapitalisme,11 materialisme12 dan sekularisme13 tumbuh pesat seiring dengan
berkembangnya masyarakat industri dan arus globalisasi.14 Asas kapitalisme ini adalah pengembangan hak milik pribadi dan
pemeliharaannya serta perluasan paham kebebasan, dengan landasan terpisah dari
nilai-nilai agama.15
Faham ini dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama
Islam karena kapitalisme melahirkan sikap liberal yang menimbulkan kebebasan
moral dan sosial. Nilai-nilai moralitas tidak dipedulikan lagi, norma-norma
kemanusiaan dilanggar, yang muncul adalah penindasan, penjajahan dan
eksploitasi tenaga manusia secara tidak manusiawi. Muhammad Quthb
9 Ibdalsyah, Gagasan Muhammad al-Ghazali Tentang Dakwah, Desertasi Pasca
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004, 143. Sekuler ialah memisahkan agama dengan
negara sedangkan Ateis adalah orang yang tidak memiliki agama. 10
Stewart M Hoover (ed), Rethinking Media, Religion, and Culture, (London:
Sage Publications, 1997). 11
Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang menekankan pada pengembangan
modal usaha, sebagai contoh adalah harta kekayaan apa saja, termasuk benda-benda yang
bernilai ekonomis dalam memproduksi barang. Lihat William L. Reese, Dictionary of Philosopyy And Religion: Eastern Thought (New York: Humanity Press, 1996), h. 105.
12 Materialisme adalah doktrin yang penekanannya kepada pengunggulan materi
atas nilai-nilai spiritualitas dalam metafisik, teori tentang nilai, rohani, epistimology dan
nilai-nilai sejarah. William L. Reese, Dictionary of Philosophy, 457. Robertson memandang
materialisme melakukan penolakan terhadap pengalaman rohani nilai-nilai keagamaan.
David Robertson, Dictionary of Politics, Harmondsworth Middlsex England: Penguins
Books, Ltd, 1986. 13
Sekularisme berasal dari bahasa Latin “saecularis” yang berarti the times, the age, the world. Yang maknanya bertentangan secara kontras sekali dengan sesuatu yang
dianggap suci, keramat, serta terpisah dari agama dan berlandaskan sesuatu yang bersifat
temporer dan keduniaan. William L. Reese, Dictionary of Philosophy, h. 693. 14
Globalisasi sering diberi arti yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Akbar S. Ahmed dan Hastengs Donnans memberi batasan bahwa globalisasi pada
prinsipnya mengacu kepada perkembangan-perkembangan yang cepat di dalam tegnologi
komunikasi, transportasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh
menjadi hal-hal yang bisa dijangkau dengan mudah. Lihat Akbar S. Ahmed dan Hastings
Donnans, Islam Globalizational Posmodernity, (London: Reutledge, 1994). Pembahasan
lebih lanjut mengenai sikap umat Islam terhadap identitas dan kemoderenan di Era
Globalisasi, bisa dibaca dalam Johan Meuleman (Ed), Islam in The Era of globalization Muslim Attitudes Toward Modernity and Identity, Jakarta: INIS, 2001.
15 WAMI, Al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa al-Madzahib wa al-Ahdzab
al-Mu’ashirah, (Riyadh: Dar al-Nadwah al-‘Alamiyah, 1418), h. 920.
4
berpandangan bahwa kapitalisme tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa riba
dan monopoli.16
Muhammad al-Ghazali berpandangan bahwa faham kapitalisme ini sangat
bertentangan dengan nilai-nilai Islam, menurut dia prinsip kapitalisme ini
mendorong seorang pengusaha untuk melakukan tindakan monopoli hak-hak
masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya upaya eksploitasi dari pemodal
besar terhadap pemodal kecil.17
Sedangkan Umer Chapra berpendapat bahwa, kapitalisme telah membentuk
masyarakat komersial yang tak terkendali dan menimbulkan konflik sosial antara
majikan dan karyawan, tuan tanah dan penyewa, antara penguasa dengan rakyat
akibat tidak tegaknya keadilan, sehingga keadaan tidak nyaman dan tidak
berprikemanusiaan.18
Muhammad Quthub mengatakan bahwa materialisme landasan berfikirnya
adalah materi, baik menyangkut permasalahan ketuhanan, alam, kehidupan
maupun manusia.19
Jadi segala sesuatu yang terdapat di dalam alam semesta ini
diukur dengan standar materi. Materialisme atau faham kebendaan ini bersumber
dari Marxisme di mana tidak adanya keyakinan akan Tuhan bahkan tentang
akhiratpun tidak dipercayai. Adapun sekularisme diterjemahkan dengan negara
tanpa agama, yaitu sebuah gerakan yang melandasi kehidupan atas landasan ilmu
dan akal, membangun kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama.20
Dari ketiga faham ini dapat disimpulkan bahwa agama tidak diyakini
sebagai landasan pedoman kehidupan. Mereka sebagai penguasa media yang
mayoritas besar pengguna media ini adalah umat Islam, maka visi dan misi
mereka sangat memengaruhi pola fikir umat Islam. Akibatnya, umat Islam akan
terus terseret semakin jauh dari pemahaman ajaran Islam yang benar, sehingga
umat Islam mudah melakukan kemaksiatan dan kebodohan. Bahkan kesyirikan,
khurafat serta bid’ah juga terus berkembang di tengah masyarakat Islam
Indonesia.
Sekarang ini disebut sebagai zaman industri dan media merajai kehidupan
manusia, sedangkan dakwah berada di tengah pusaran aktivitas industri media
tersebut. Oleh karena itu, strategi dakwah pada saat ini harus disesuaikan dengan
perkembangan, kemajuan dan konteks-konteks yang melingkupinya.21
Masalah
teknologi komunikasi menjadi penting untuk diupayakan agar para da’i
16
Muhammad Quthb, Salah Faham Terhadap Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka,
1982), h. 920. 17
Muhammad al-Ghazali, al-Dakwah al-Islamiyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis ‘Aṣr, al-Qahirah Maktabah Wahbah, 1990), h. 130.
18 Fenomena dari situasi seperti ini yang mengakibatkan adanya hubungan yang
tidak harmonis disebabkan oleh ketimpangan sosial dalam sisi ekonomi maupun keadilan.
Untuk lebih jelasnya lihat dalam buku M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 20.
19 Muhammad Quthub, Madhahib Fikriyah Mu’as}irah (Al-Qahirah: Dar al Syuru>q,
1993), h. 268. 20
WAMI, Al-Mawsu’ah al-Muyassar ..., 269. 21
Muhammad Qutb, Tafsir Islam atas realitas (terj.) Yayasan Siddik.
5
menguasainya, karena pada hakikatnya, dakwah adalah proses komunikasi baik
melalui media visual, audio, dan yang lebih penting lagi media audio visual,
termasuk Televisi. Andi Faisal Bakti memahamkan istilah komunikasi dari sudut
pandang Islam menjelaskan istilah Islamic Communication, untuk
membedakannya dengan konsep sekuler tentang komunikasi (secular communication).
22
Jika dakwah hanya dilakukan dengan apa adanya tanpa strategi yang tepat,
maka pesan dakwah yang disampaikan tidak akan maksimal. Untuk mengatasi hal
ini, maka pengembangan dakwah harus dilakukan secara bertahap dengan metode
yang tepat ke semua lini dan terus menerus.23
Radio adalah media penyiaran serumpun dengan Televisi dalam undang-
undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dalam undang-undang itu
dirumuskan, ”penyiaran Radio adalah media komunikasi massa dengar, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara terbuka berupa
program yang teratur dan berkesinambungan”.24
Gerbner merupakan pakar komunikasi dan peneliti Televisi Amerika,
menyebutkan bahwa Televisi adalah agama masyarakat industri. Televisi
menggeser agama-agama konvensional, khutbahnya didengar dan disaksikan oleh
jamaah yang lebih besar dari jamaah agama manapun, ritus-ritusnya diikuti
dengan penuh kehidmatan dan lebih banyak menggetarkan hati dan memengaruhi
bawah sadar manusia daripada ibadah-ibadah keagamaan.25
Iklan adalah “khutbahnya agama” Televisi, iklan bukan hanya memasarkan
produk, iklan juga memasarkan nilai, sikap perasaan, dan gaya hidup. Dengan kata
lain Televisi adalah media yang sangat berpengaruh dalam penyebaran informasi
22
Andi Faisal Bakti menyebutkan istilah Islamic commucation yang mencakup:
tablig>h, tagy>ir, Amr ma’ru>f nahy munkar (Takwin al-Ummah) dan akhlah (al-Ummah al-
Khairiyah). Sedangkan seculer communication mencakup: information, Change
Development. Ethics/Wisdom. Lihat juga Andi Faisal Bakti, “The Roleof Higher
Educations in Fostering Islamic Understanding, Peace, and Development: Communication
Perspektive” Comparative Education Terrorism and Human Security (Newyork: Palgrave
Macmillan, 2003), 109-125. Lihat juga Andi Faisal Bakti, Prophetic Communication
strategies: Risale-I Nur’s Perspective, paper Presented at The 10 Internasional Badiuzzaman Syimposium on “The Role and Place of Prophethood in Humanity’s Journey to The Truth: The Perspective of Risale-I Nur, Wow Hotel, Istambul (September 22-24, 2013).
23 Dakwah Islam harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan
menggunakan media sebagai wasilahnya. Karena dengan adanya kemajuan teknologi ini
dapat digunakan untuk mempermudah pesan-pesan dakwah sampai kepada mad’u. Lebih
jelasnya dapat dilihat dalam jurnal Fatmawati, Paradigma Baru Mengemas Dakwah melalui Media Televisi, dalam Jurnal Dakwah Komunikasi Vol. 4 No. 2, (Purwakarta: STAIN
Purwakarta, Juli-Desember 2010), Akses bulan Oktober 2017. 24
Lihat Andi Faisal Bakti, Mengkaji Islam sebagai objek Ilmu Pengetahuan,
PERTA, Jurnal Inovasi Perguruan Tinggi Agama Islam Vl. VII No. 2, 2001, 27. Lihat juga
bagai mana menurut Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 108.
25 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta, Amzah, 2009), h. 115.
6
dan komunikasi pada masyarakat modern.26
Begitu pentingnya peran Televisi
terhadap terbentuknya perilaku masyarakat dalam skala besar dan luas sesuai
dengan rekayasa para profesional media, maka para da’i masa kini dituntut harus
bisa meningkatkan strategi dakwah dengan menguasai berbagai media komunikasi
modern. Sebab hanya dengan penguasaan jaringan komunikasi yang luas dan ke
semua lini, pesan-pesan dakwah akan bisa tersebar dengan cepat, serempak dan
terus menerus.27
Radio telah melakukan strategi dakwah melalui media elektronik berupaya
memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam merespon dan mengantisipasi
serangan ghazwul fikri yang dilancarkan oleh golongan anti Islam. Melalui
ideologi-ideologi dunia dengan pola fikir barat sekuler pada saat sekarang begitu
intens membangun jaringan-jaringan untuk melakukan usaha pengaburan dan
pendangkalan terhadap pemahaman ajaran Islam. Kaum muslimin menjadi umat
yang tidak memiliki izzah (kewibawaan), dan tidak mempunyai muru’ah (harga
diri),28
dengan mengajak umat Islam kembali kepada akidah yang benar dan
pemahaman Islam salafush shalih.
Kecanggihan teknologi radio juga turut serta memengaruhi seluruh aspek
kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kegiatan dakwah. Dengan mengetahui
kelebihan radio, maka alat tersebut dapat digunakan sebagai media dakwah. Hal ini
sangat diharapkan bahwa dakwah yang dilakukan siaran-siaran di radio dapat
berjalan dengan efektif dan efisien sebagai salah satu pola penyampaian informasi
dan upaya transfer ilmu pengetahuan.29
Ada beberapa faktor efektivitas yang menjadi kelebihan radio yaitu: daya
langsung, daya tembus, dan daya tarik.30
Daya langsung: Pesan dakwah dapat
disampaikan secara langsung kepada khalayak. Proses penyampaiannya tidak
begitu kompleks. Dari ruangan siaran di studio melalui siaran modulasi diteruskan
ke pemancar lalu sampai ke pesawat penerima radio. Pesan dakwah langsung
diterima di mana saja, di kamar, kantor, sawah, dalam mobil, dan lain-lain. Dapat
pula menyiarkan suatu peristiwa langsung dari tempat kejadian (on the spot reporting).
31 Dewasa ini teknik penyiaran radio semakin maju. Komunikasi
langsung antara khalayak dengan da’i yang berdakwah di radio dapat dilakukan
26
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung Remaja Rosda karya,
1991), h. 53-54. 27
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta, amzah, 2009), h. 115. 28
Lihat dalam bukunya Ibdalsyah, Gagasan Syaikh Muhammad Al-Ghazali tentang Dakwah, (Desertasi Pasca UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 7.
29 Lihat Andi Faisal Bakti, Islam Negara dan Civil Society; Gerakan Pemikiran
Islam Kontemporer, Paramadina 348. Lihat juga Andi Faisal Bakti, Menngkaji Islam
sebagai objek Ilmu Pengetahuan, PERTA, Jurnal Inovasi Perguruan Tinggi Agama Islam Vl.
VII No. 2 2001, 27. Lihat juga bukunya M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1997), h. 33. 30
Dapat dilihat dalam bukunya Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam,
(Bandung: Dehilman Produktion, 2004), h. 201. 31
Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam, (Bandung: Dehilman Produktion,
2004), h. 202.
7
melalui sistem phone in program. Pendengar menelpon langsung da’i yang sedang
mengudara menanggapi atau menanyakan sesuatu kepada da’i dan didengar oleh
seluruh pendengar “dialog di udara.”32
Sedangkan yang dimaksud daya tembus ialah siaran radio menjangkau
wilayah yang luas. Semakin kuat pemancarnya, maka akan semakin jauh jaraknya.
Pemancar yang bergelombang pendek (short wave) dengan kekuatan 500-1000 KW
dengan arah antena tertentu dapat menjangkau seluruh dunia. Jika informasi
dakwah disampaikan melalui radio maka pesan-pesan dakwah dapat memiliki daya
tembus yang lebih luas jangkauannya. Daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau
dakwah dengan media lain dapat diatasi dengan media ini.33
Daya tarik media radio siaran ialah terpadunya suara manusia, musik, dan
bunyi tiruan (sound effect) sehingga mampu mengembangkan daya reka
pendengarnya.34
Dengan ketiga unsur tersebut program siaran dakwah dapat
dikemas menjadi menarik, karena tidak monoton berceramah semata, melainkan
diselingi jeda-jeda yang menghibur pendengar (khalayak).35
Sebagai media komunikasi, radio dapat digunakan juga sebagai media
dakwah dalam arti menyalurkan pesan-pesan dakwah dalam arti yang luas.
Penggunaan radio sebagai media dakwah sudah banyak dilakukan di Indonesia yang
dikenal sebagai radio dakwah, yang pada umumnya didirikan di masjid atau
pesantren, sebagai lembaga penyiaran komunitas.36
Radio termasuk salah satu media massa, juga merupakan sebuah institusi
yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai pelopor perubahan.37
Untuk
melakukan perubahan Radio berperan sebagai institusi pencerahan (pendidikan),
media informasi, dan media hiburan.38
Misi keummatan melalui Radio sebagai
32
Lihat juga bukunya Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009),
h. 271. 33
Onong Uchyana Efendy, Dasar-dasar Public Relations (Bandung: Alumni, 1986),
h. 173. 34
Lihat juga dalam bukunya Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana,
2009), h. 412. Lihat juga Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h.
271. 35
Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam (Bandung: Dehilman Produktion,
2004), h. 52. 36
Dapat dilihat dalam bukunya Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 109.
37 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), cet. II, h. 85. 38
Sebagai institusi pencerahan masyarakat, Radio sebgai media edukasi. Radio
merupakan media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka, dan
menjadi masyarakat yang maju. Sebagai media informasi, Radio menyampaikan informasi
kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka, jujur, dan benar, maka masyarakat
akan menjadi kaya dan terbuka dengan informasi dan menjadi masyarakat informatif.
Dengan informasi yang banyak dimiliki, masyarakat menjadi bagian dari masyarakat dunia
yang dapat berpartisipasi secara luas. Sebagai media hiburan radio menjadi institusi budaya
(kaitannya dengan Radio Silaturahim adalah budaya syar’i) yaitu murattal al-Quranul
8
media massa tersebut sejalan dengan dakwah, yakni mengajak manusia untuk
melakukan perubahan kearah yang lebih baik (amar ma’ru >f nahi mungkar).39
Banyaknya Radio di Indonesia yang mengudara dengan menyajikan
bermacam-macam hiburan kependengar, mendorong Radio Rodja untuk ikut ambil
bagian dengan memberikan hiburan yang berbeda denagn radio pada umumnya.
Menurut Rodja bahwa hiburan itu bukan berarti musik dan segala sesuatu yang
mengundang gelak tawa saja. Namun hakikat hiburan adalah segala sesuatu yang
dapat menyenangkan serta menenteramkan orang-orang yang sedang
menikmatinya. Komuterisasi serta fungsi40
Radio Rodja adalah seperti yang telah
dijelaskan di atas sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai media dakwah,
terutama pada peran pendidikan dan informasi juga hiburan yang dibolehkan oleh
syar’i. Terlebih lagi bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil khususnya serta
seluruh umat Islam yang seakidah pada umumnya, yang sangat membutuhkan
pendidikan Islam dengan pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman
salafush shalih.41
Dengan latar belakang di atas, maka perlu adanya penelitian yang dapat
menjelaskan bagaimana komunitarianisasi dakwah melalui Radio salafi; studi kasus
Radio Rodja. Untuk lebih lanjut akan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.
B. Permasalahan
Dalam menguraikan tentang permasalahan ini perlu dijelaskan hal-hal
sebagai berikut:
1. Identifikasi Masalah
Penelitian ini berjudul “komunitarianisasi dakwah melalui radio salafi;
studi kasus Radio Rodja. Berawal dari keterpanggilan untuk memperoleh jawaban
yang bersifat analisis mengenai dakwah keummatan melalui Radio Salafi dengan
mengambil kasusnya Radio Rodja. Permasalahan yang terdapat dalam judul
tersebut dapat diteliti dari berbagai aspek yang dapat diidentifikasi terkait judul
meliputi:
a. Banyaknya media publik seperti radio komersil yang muncul dengan beraneka
ragam dengan membawa misi-misi menjauhkan umat Islam dari agamanya
yang dapat membahayakan bagi kaum muslim.
b. Semakin banyaknya radio komunitas ditengah-tengah masyarakat yang
menyajikan materi-materi keislaman dari ideologi serta faham yang berbeda-
beda yang membuat masyarakat menjadi bingung
karim, Jauh dari budaya syirik, khurafat dan bid’ah. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, h. 85-86.
39 Baharuddin Ali, Penyiaran Islam di RRI Makasar (Jakarta: Misbah Press, 2012),
h. 44. 40
Bandingkan dengan disertasi yang ditulis oleh Andi Faisal Bakti, Commucation
and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Developmen Program, Jakatta: INIS 20014, h. 125.
41 Wawancara dengan Agus Hsan (selaku pembina juga pendiri Radio Rodja)
tanggal 5 Oktober 2012.
9
c. Adanya serangan upaya pendangkalan akidah dari berbagai media-media
sekuler, seperti terdapat dalam media cetak, online dan elektronik.
d. Masih banyak dikalangan umat Islam yang kurang pemahaman dan
pengamalannya dalam agamanya.
e. Kurangnya perhatian serta kesadaran masyarakat dalam memilih siaran Radio
yang bisa menambah keshalehan untuk mencapai derajat ketakwaan yang lebih
tinggi.
f. Kurangnya kepedulian umat Islam untuk menguasai media Islam diantaranya
dakwah melalui Radio.
2. Perumusan Masalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, bahwa penyiaran
dakwah yang dilakukan oleh Radio Rodja bertujuan untuk membangun akidah
umat di atas pondasi pemahaman agama Islam dengan benar, yang merujuk kepada
pemahaman para sahabat Nabi Muhammad SAW. Adapun yang akan dirumuskan
dalam masalah ini terdiri atas pertanyaan mayor dan minor meliputi:
a. Bagaimanakah komunitarianisasi dakwah melalui Radio Rodja dalam upaya
yang dilakukan melalui gerakan dakwahnya ?
b. Seperti apa yang menjadi indikasi sehingga radio tersebut mendapatkan
sebutan dengan julukan radio salafi ?
c. Bagaimanakah kiprah Radio Rodja sebagai media dakwah salafi ?
3. Pembatasan Masalah
Bertolak dari rumusan masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
penelitian ini dibatasi hanya pada komunitarianisasi dakwah melalui radio salafi,
studi kasus Radio Rodja.
C. Tujuan Penelitian
Secara lebih khusus penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk:
1. Mengkaji bagaimana yang dikatakan dengan dakwah salafi serta yang terjaring
dengan media salafi tersebut.
2. Mengkaji secara mendalam kiprah Radio Rodja sebagai media dakwah salafi
bagi masyarakat umum, khususnya bagi umat Islam.
3. Menganalisis secara mendalam sejauhmana komunitarianisasi dakwah melalui
Radio salafi, dalam hal ini Radio Rodja bagi para pendengar.
Penelitian ini bertujuan untuk manganalisis komuterisasi dakwah melalui
radio salafi dengan mengambil kasus Radio Rodja. Kiprah media dalam
mensyiarkan nilai-nilai Islam dalam model menyebarkan dakwahnya melalui media
Radio. Adapun maksutnya supaya mencapai tujuan menjadi Radio dakwah yang
dapat memberdayakan potensi umat menyongsong kebangkitan dan kejayaan umat
Islam pada masa sekarang ini hingga di masa mendatang.
D. Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat menambah hazanah kajian ilmiah tentang komunikasi dakwah
dalam model menyebarkan dakwahnya melalui media elektronik Radio.
10
2. Diharapkan supaya penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi, dan
peneliti lain khususnya yang bergerak dalam bidang dakwah dan komunikasi.
3. Diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat supaya dapat memberikan
dukungan yang positif terhadap keberadaan dan perkembangan Radio sebagai
media dakwah.
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dalam kajian ini, penulis malakukan telaah terhadap berbagai sumber
kepustakaan yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian. Adapun dari hasil
penelusuran yang penulis temukan berkaiatan tema yang penulis angkat dalam
lingkup dakwah melalui radio broadcast42 yang dalam hal ini Radio Rodja yang
merupakan komunitas dakwah yang bersifat keummatan (komunitarisasi) yang
diupayakan untuk dapat diaplikasikan dalam penerapan nilai-nilai Islam melalui
corong radio tersebut.
Namun penulis menemukan adanya beberapa studi yang pernah dilakukan
berkaitan tentang media, dalam hal ini adalah radio, namun dengan fokus kajian
yang berbeda-beda. Di antaranya meliputi:
Penelitian yang dilakukan Andi Faisal Bakti yang berjudul Media and
Religion: Rodja TV’s Involvement in the Civil Society Discourse for Community
Development. “Kesimpulannya adalah bahwa radio maupun stasiun televisi, Rodja
adalah organisasi masyarakat sipil yang telah mengikuti model komunikasi Islam
untuk wacana masyarakat sipil”.
Dalam hal ini Bakti menitik beratkan pada beberapa aspek di bawah ini,
yakni “ruang peribadi; Rodja TV mulai menyiarkan program (pada tingkat
informasi atau tabligh) yang terkait dengan ruang privat melalui realisasi diri atas
identitasnya. Pertama para pendirinya mempromosikan pentingnya bahwa setiap
individu harus menjadi Muslim yang baik dan bertanggung jawab (muhsin), tidak
hanya di dunia ini tetapi juga di akhirat. Organisasi akhirnya menekankan
perubahan sosial (taghyir) dan mengambil pendekatan kedua untuk komunikasi
Islam untuk wacana masyarakat sipil dengan mendirikan radio (Radio Rodja) dan
stasiun televisi (Rodja TV). Setiap pendiri mereka (semua laki-laki) memiliki
tanggung jawab sendiri. Pengusaha, yang juga tokoh masyarakat informal,
mendukung pendirian awal dengan menyumbangkan tanah untuk masjid dan
setelah itu untuk yayasan dan stasiun radio dan televisi. Para pemimpin lain adalah
pengkhotbah yang mengundang para sarjana dari Timur Tengah sementara anggota
generasi muda bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeliharaan teknis
stasiun”.
42
Dalam kamus bahas inggris diartikan sebagai siaran, atau dapat dipahami
sebagai metode mengirim data, yang mana data tersebu dikirim kebanayk titik sekaligus
tanpa melakukan pemeriksaan maupun pengecekan apakah titi.k tersebiu sap atau tidaknya
tanpa memperhatikan apakah data tersebut sampai atau tidak.
11
Aktivis awal ini secara proaktif bertanggung jawab untuk pengembangan
asosiasi dan program radio dan televisi untuk pengembangan masyarakat (takwin
al-umma) dalam wacana untuk masyarakat sipil. Kemudian, untuk memperluas
komunitas yang dicontohkan (salaf al-salih atau khariyyat al-umma), Rodja telah
menggunakan pendekatan berwawasan ke luar (ukhrijat li al-nas) untuk
menjangkau pemirsanya melalui siaran TV Rodja”.
Kemudian dalam sisi “ruang pasar; yakni individu dan keluarga mereka
diberi informasi tentang pentingnya amar ma‘ru>f (barang bagus) dan amal shalih
(amal baik), sumbangan, amal, sumbangan, dan pemberian, termasuk membeli
peralatan untuk mengakses program siaran Islam. Dalam bidang pasar masyarakat
sipil, elemen-elemen ini telah menjadi sumber pendapatan utama Rodja. Rodja TV
juga secara langsung mendekati pelaku bisnis karena tidak menyiarkan program
komersial dan iklan, yang merupakan tantangan bagi pasar masyarakat sipil. Alih-
alih, stasiun mengandalkan kontribusi Muslim dengan mengoptimalkan outletnya
di mana peralatan dan layanan televisi khusus dijual. Tanpa iklan, memang, Rodja
TV telah berhasil memecahkan masalah keuangan yang biasanya dihadapi media
keagamaan di Indonesia”.
Kemudian ruang publik. “Di ruang publik masyarakat sipil, Rodja TV
mempromosikan ide-ide Sunnah dan Salafi dengan mengadopsi pendekatan yang
sama dengan organisasi Muslim utama, Muhammadiyah dan NU, yang juga
merupakan audiensi aktif program Radio Rodja dan TV Rodja. Meskipun anggota
NU awalnya tidak nyaman dengan program tersebut, mereka akhirnya dibujuk
untuk mematuhi ide-ide Rodja. Di sisi lain, Rodja TV juga mengubah strateginya
dari menentang kepercayaan pada orang-orang kudus, tawassul (mediasi untuk
menyembah Tuhan), dan tabarruk (berdoa untuk berkat Tuhan melalui mediasi ini)
untuk menerimanya dan mengatakan bahwa mereka juga merupakan elemen
penting dalam komunitas pengembangan”.
Terahir menjalin keharmonisan dengan pemerintah, yang juga telah
dibentuk untuk tujuan hukum dan keamanan. Selain perlunya memiliki izin operasi
yang dikeluarkan pemerintah, beberapa anggota TV Rodja adalah petugas polisi,
karena Rodja TV terletak di belakang kantor polisi dan beberapa program televisi
telah ditayangkan langsung dari kantor polisi. Ini juga berkontribusi pada
keamanan, stabilitas, dan keberlanjutan program Rodja TV. Sebuah perubahan
sedang diamati dari mengkritik pemerintah karena tidak.
Dengan demikian menurut penulis langkah tersebut merupakan sebuah
perapan nilai-nilai Islam dalam praktik untuk mengakomodasi pemerintah. Ini
mencerminkan pelunakan wacana merek Salafisme ini dan pendekatan barunya
12
terhadap dakwah. Adaptasi strategis timbal balik ini dapat membuka jalan bagi
terwujudnya masyarakat sipil sejati di tingkat nasional.43
Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin Ali dalam
disertasinya yang berjudul Penyiaran Islam di RRI Makassar: Studi Pengembagan
Metode dan Materi Dakwah pada Titian Ilahi Tahun 2005-2009. Pada Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Disertasi ini
menyimpulkan bahwa penggunaan metode dan penyajian materi dakwah harus
dapat memanfaatkan perkembangan teknologi secara maksimal, sehingga mampu
menyentuh berbagai lapisan masyarakat secara luas sesuai dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi.44
Penelitian yang dilakukan oleh Atie Rahmawatie, yang berjudul Radio Komunitas, Eskalogi Demokratisasi Komunikasi. Buku ini berasal dari disertasi
penulis lulus tahun 2005 di UNPAD. Kesimpulan disertasi ini adalah: “radio
komunitas sebagai wujud resistensi kaum grass root terhadap dominasi informasi
melalui media penyiaran, menumbuhkan pemahaman hak akan komunikasi
informasi yang bermanfaat bagi peningkatan hidupnya. Demokrasi komunikasi
dapat tercapai jika tersedia berbagai ruang publik yang terbuka secara tatap muka
atau bermedia, pemahaman dan kesadaran warga tentang hak-hak komunikasi,
kepemilikan media yang tersebar, serta tersedianya dukungan regulasi dan
infrastruktur komunikasi”.45
Begitujuga penelitian dalam disertasi Eni Maryani yang berjudul: Media dan Perubahan Sosial, lulus tahun 2009 di Universitas Indonesia. Beberapa hal yang
disimpulkan dari keberadaan angkringan sebagai media yang ditujukan untuk
menjadi ruang publik bagi komunitas Timbulharjo. Pertama, ruang publik yang
terbentuk di komunitas Timbulharjo berproses melalui berbagai negosiasi baik
secara pribadi, sosial, budaya, pengetahuan dan teknologi. Kedua, ruang publik
adalah proses dinamis dari kehidupan komunitas Timbulharjo yang berinteraksi
atau bahkan kadangkala bertarung antara kekuatan sistem dan kepentingan dalam
dunia kehidupan sehari-hari (lifeworld). Ketiga, angkringan sebagai ruang publik di
Timbulharjo mampu mendorong bahkan menghasilkan perubahan. Ruang publik
tersebut juga masih terus berproses sekaligus juga menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu tantangannya adalah sistem prosedural yang kemudian selain dapat
menghambat perkembangannya juga dapat menjinakkan perlawanan melalui
angkringan. Keempat, angkringan sebagai ruang publik di Timbulharjo ibarat
sebuah kendaraan yang harus dikemudikan. Keberadaan ruang publik di
Timbulharjo terkait dengan keberdaan para aktor kritis (intellectual organic) dan
dukungan komunitasnya. Kelima, Dengan harapan dapat terus bertahan dan
43
Media and Religion: Rodja TV’s Involvement in the Civil Society Discourse for
Community Development, Jurnal Komunikasi Malaysian Journal of Communication Jilid
34(3) 2018: 226-244. 44
Lihat dalam disertasi Baharuddin Ali, Penyiaran Islam di RRI Makasar, Studi Pengembangan Metode dan Materi Dakwah pada Titian Ilahi Tahun 2005-2009 (Jakarta:
Mishbah Press, 2012). 45
Atie Rachmawati, Radio Komunitas, Eksalarasi Demokratisasi Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007).
13
berkembang sebagai ruang publik angkringan atau komunitas Timbulharjo harus
terkoneksi dengan ruang publik lainnya. Jaringan media yang dibangun pengelola
angkringan baik secara sosial maupun terorganisasi seperti JRKI (Jaringan Radio
Komunitas Indonesia dan SIAR (Saluran Informasi Akar Rumput), menjadikan
resistensi di tingkat komunitas mendapat aksesnya ke tingkat yang lebih tinggi
dengan kekuatan yang berpotensi untuk terus dikembangkan.46
Dalam sebuah penelitian disertasi oleh Acep Aripudin yang sudah
berbentuk buku yang berjudul: Pengembangan Metode Dakwa; Respons Da’i terhadap Dinamika Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini adalah Masyarakat di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan
sangat plural dalam agama, antara lain terdapat penganut agama Islam, Katolik,
Protestan dan aliran kebatinan Madrais. Penganut Katolik dan Protestan tersebut
sebelumnya adalah muslim, namun mereka mendalami kepercayaan Madrais. Salah
satu alasan mereka pindah dari Islam ke Katolik dan Protestan ialah tekanan dari
umat Islam menganggap para da’i yang khususnya dianggap sesat. Tekanan, atau
lebih tepatnya, dakwah yang dilakukan para da’i terhadap penganut penghayat
harus dibayar dengan pindahnya penganut penghayat tersebut dari Islam ke
Katolik.
Kehadiran penganut Katolik dan trauma sejarah penerapan metode dakwah
sebelumnya memengaruhi pula terhadap orientasi metode dakwah yang berbeda
dilakukan da’i kemudian. Metode dakwah bi-al-maw’izah al-hasanah dalam situasi
tertentu masih dilakukan, namun dakwah dengan metode dialogis (bi-al-mujadalah)
dan metode bi-al-hal semakin intensif dilakukan para da’i terhadap masyarakat
Cigugur. Apalagi para da’i banyak belajar dari cara-cara bagaimana umat Katolik
dan penghayat menyebarkan agama dan memikat masyarakat. Bahkan metode
dakwah bi-al-mujadalah dan metode dakwah bi-al-hal dalam konteks masyarakat
heterogen seperti di Cigugur dapat mengurangi konflik yang sering terjadi seperti
pada masa sebelumnya.47
Dalam sebuah penelitian yang lain dilakukan oleh Rafardhan Irfan Alaric
yang juga meneliti tentang media penyiaran. Adapun penelitiannya berjudul
strategi radio Silaturahim 720 AM Cibubur Bekasi dalam mempertahankan
eksistensinya sebagai media dakwah. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah
secara umum strategi yang digunakan Radio Silaturahim dalam mempertahankan
eksistensinya adalah strategi komunikasi dan strategi penyiaran radio, secara
khusus dengan melakukan strategi komunikasi secara internal dan eksternal. Secara
eksternal yaitu melakukan rapat evaluasi setiap bulan dan secara eksternal yaitu
dengan melakukan ekspansi jaringan radio, menjadikan Radio Silaturahim sebagai
radio berjaringan (Rasil network). Radio Silaturahim awalnya hanya mengudara
dari Jalan Masjid Silatuirahim Nomor 36 Kalimanggis Cibubur Bekasi dengan
Frekuensi AM 720. Supaya radio Silaturahim selalu eksis, kemudian dibuatlah
cabangnya di berbagai daerah, dengan cara membuat jaringan di Semarang (Radio
46
Lihat dalam disertasi Eni Maryani, Media dan Perubahan Sosial (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2011). 47
Dapat dilihat juga dalam bukunya Acep Aripudun, Pengembangan Metode Dakwah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).
14
Lusiana Namber Wan AM 720), di Sukabumi (Radio Latanza 96.9 FM), di Batam
(Radio Seila 104.3 FM), di Pontianak (Radio Madina 90.0 FM), dan di Banyuwangi
(Radio Habibullah 94.8 FM).48
Sebagaimana juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adeni
dalam bukunya yang berjudul Institusi Televisi Keislaman, Studi atas Rodja TV sebagai media Islam Salafi. Kesimpulan penelitiannya bahwa Rodja TV merupakan
salahsatu media Islam yang berideologi salafi di tengah media yang banyak beredar
media modern saat ini. Terdapat perbedaan yang jelas dibandingkan dengan media-
media radio lainnya. Radio ini bukan untuk yang sifatnya komersil, akantetapi
fokus dalam bidang dakwah dan kajian-kajian keislaman. Bahwasanya Rodja TV dengan perjuangan ideologinya dapat menghasilkan produk siaran dan mengontrol
pembiayaan semakin berhasil dalam menunjukkan status dan identitas
kesalafiaannya.49
Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zaini dengan judul Dakwah Melalui Radio; Analisis terhadap format siaran Dakwah di Radio PAS FM Pati,
menyimpulkan bahwa yang pertama, pada umumnya target acara melalui dialog
interaktif maupun rekaman adalah bertujuan memberikan siraman rohani tentang
ajaran Islam supaya masyarakat lebih paham. Selain itu juga memberikan
kesempatan kepada pendengar untuk bertanya langsung secara on air. Selain itu
juga di PAS FM Pati ini mempunya target khusus untuk mengupas persoalan fikih
wanita dan keluarga sakinah. Kedua, kelebihan dalam format diskusi maupun
dialog interaktif yaitu tema yang disampaikan selalu aktual. Ketiga, pendengar
dapat memperdalam ilmu agamanya secara langsung dengan bertanya kepada
narasumber tentang persolan yang dihadapinya. Adapun yang menjadi
kekurangannya ialah banyaknya narasumber yang memiliki latar belakanya berbeda
sehingga jawabannyapun berbeda, demikian ini malah membuat pendengar menjadi
bingung.50
Sebagaimana juga dalam penelitian Siti Mu’awanah tentang media yang
berjudul dakwah Ali Mustafa Yakub di TV One dalam tinjauan teori pemaknaan,
48
Rafardhan Irfan Alaric, yang juga meneliti seputar media penyiaran. Adapun
penelitiannya berjudul Strategi Radio “Silaturahim” am 720 Cibubur Bekasi dalam Mempertahankan Eksistensinya sebagai Media Dakwah, (Semarang: 2015), h. 77.
49 Adeni, Institusi Televisi Keislaman, Studi atas Rodja TV sebagai media Islam
Salafi, Jakarta: 2016, h. 157. 50
Berikutnya dijelaskan dengan itu juga ditemukan narasumber yang kuarang
menguasai materi, hingga ada pertanyaan masuk yang tidak bisa dijawab dengan baik dan
sempurna. Adapun kelebihannya dalam bentuk format rekaman, narasumber bisa
menyampaikan materi secara lebih luas dan mendalam. Kekurangannya pendenar tidak bisa
langsung bertanya kepada nara sumber atas materi yang disampaikan pada waktu itu.
Kemudian dalam format ulasan, yang bentuknya monolog dengan durasi yang cukup
singkat. Hal ini ditujukan kepada masyarakat yang berminat kepada objek tertentu serta
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendengarkannya. Adapun kekurangan format
ini bahwa pesannya kurang mendalam, karena waktunya untuk menyampaikan yang begitu
pendek. Zaini Ahmad, “Dakwah Melalui Radio: Analisis terhadap format siaran Dakwah di
Radio PAS FM Pati” Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam At-Tabsyir Vol. 4 No. 1 Juni
2016, h. 93.
15
menjelaskan bahwa teori pemaknaan Gill Branston dan Roy Stafford yang meliputi
simiotik, strukturalisme, denotasi dan konotasi ditemukan padanannya dalam
keilmuan Islam. Adapun padanan tersebut diterapkan dalam ilmu balaghah, ilmu
uslub (stilistika) serta manthuq dan mafhum. Sedangkan demuan dalam pemaknaan
simiotik bahwa Ali Mustofa Yakub adalah menunjukkan sosok yang nasionalis,
tegas dalam penyampaian maupun bersikab. Mempunyai struktur berfikir yang
relatif sama dari masa kemasa. Apa yang disampaikan adalah perwujudan kapasitas
dirinya sebagai sosok Ulama. Dalam hal ini khusus dalam bidang ilmu hadis.
Istilah-istilah yag digunakan dalam dakwahnya di TV One menunjukkan sikap
nasionalisme ketegasan ketangkasan dan kepantasan.51
Dalam hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Walaupun desertasi
ini sama-sama mengkaji dakwah melalui media penyiran (radio). Namun dalam hal
ini lebih fokus kepada pengkajian keummatan dan kiprah dakwah melalui media
yang dalam hal ini Radio Komunitas Rodja dalam menyampaikan nilai-nilai Islam
dalam siaran dakwahnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.52
Beberapa cara yang
ditempuh guna mendapatkan data, di antaranya melalui wawancara mendalam
(indepth interview)53
dengan sumber-sumber informan yang sudah ditentukan yaitu
yang diasumsikan memiliki keterkaitan langsung dengan segala aktivitas studio
Radio Rodja melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu: a) mengetahui atau
menguasai dengan baik masalah yang diteliti, b) terlibat langsung dengan objek
penelitian, dan c) tidak sulit ditemui dalam arti berada dalam jangkauan peneliti.
Antara lain adalah (pimpinan, pembina, penyiar Radio Rodja, Rodja TV, Pimpinan
Pondok Pesanten ahlussunah wal jama>’ah, masyarakat yang mendukung,
masyarakat yang menolak sebagai subjek penelitian.
51
Lihat tesis Siti Muawanah tentang media yang berjudul: Dakwah Ali Mustafa
Yakub di TV One dalam Tinjauan Teori Pemaknaan, Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 52
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalm-
dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan
populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan
bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di
sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya
(kuantitas) data. Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana,
2009), h. 57. 53
Dalam proses wawancara mendalam, pertanyaan yang diajukan tidak berstruktur,
dan dalam suasana bebas. Dalam hal ini peneliti mencoba menghilangkan kesan formal,
dengan menyesuaikan keadaan dengan masyarakat maupun da’i. Sedangkan
pendokumentasian hasil wawancara akan dilakukan melalui alat perekam audio dan
terutama catatan-catatan. Atau jika mengikuti saran Moustakas bahwa “The Phenomenological interview involves an informal, interactive process and utilities open-ended comment and questions”. Dradjat Wibawa, Etika profesionalisme Wartawan
(Bandung: Disertasi UNPAD, 2005).
16
Cara wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak tersetruktur. Informan-
informan ini dipilih secara purposif atau “gethok tular” atau “snowball”.54
Teknik
ini dipilih berdasarkan pertimbangan rasional peneliti bahwa informanlah yang
memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi atau data seperti
yang diharapkan peneliti, sehingga mengarah pada penggunaan metode “grounded research”.
55
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis sumber data yaitu:
sumber data primer dan sumber data sekunder. Menurut Lotland,56
sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berdasarkan hal itu dan dikarenakan
penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sumber utama penelitian ini adalah
catatan hasil wawancara di lapangan yang dalam hal ini seputar, “Radio Rodja yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis.
Sedangkan sumber sekunder penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal
ilmiah dan majalah-majalah, internet yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Untuk pengumpulan sumber sekunder ini penulis menggunakan metode
dokumentasi57
yang berproses dari menghimpun dokumen58
dan memilih-milih
dokumen sesuai dengan permasalahan penelitian.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian disertasi ini yakni Radio Rodja digelombang 756 khz
dalam saluran AM, yang beralamat di Jl. Pahlawan (belakang Polsek Cileungsi) Kp.
Tengah RT03 / RW03 Kecamatan Cileungsi Bogor, Bekasi Jawa Barat. Sedangkan
54
Menurut Moleong, teknik penarikan secara purposif semacam ini sangat
bermanfaat mengingat penelitian kualitatif lebih mengarah kepada penelitian proses dari
pada hasilnya. Cara purposif menjadi salah satu metode pengambilan informan tidak
dilakukan secara acak akan tetapi dipilih dengan pertimbangan tertentu. Lexi J. Moleong,
Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 44. 55
Inti dari metode grounded research adalah bahwa semua analisis harus
berdasarkan data yang ada dan bukan berdasarkan pada ide yang ditetapkan sebelumnya. M.
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), 50. Lihat juga Stuart Schlegel, Grounded Research di Dalam Ilmu-ilmu Sosial, yang dikutip Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,
1994), h. 46.
56
John Lotlond & Lynn H. Lotlond, Analyzing, Social Setting: AGUide to Qualitative Observation and Analysis (Belmont. Cal: Wadzworth Publishing Company,
1985) sebagaimana dikutip oleh Lexy. J. Maleong dalam Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 157.
57
Lihat Wardi Bachtiar dalam Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos,
1997), h. 77.
58
Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu
peristiwa atau aktifitas tertentu. Ia bias merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti
arsip data base suatu surat, rekaman gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan
dengan suatu peristiwa. Lihat Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial Agama
(Bandung: Rosda Karya, 2003), h. 164.
17
waktu penelitian ini dimulai oleh penulis sejak awal bulan November 2012-Maret
2018.
4. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan komunikasi,
sosiologi, psikologis. Pendekatan komunikasi berguna untuk melihat misi
keummatan Radio Rodja dalam membagun jalinan komunikasi yang luas dan
efektif dalam menyampaikan dakwahnya. Pendekatan ini sangat penting mengingat
fokus penelitian disertasi ini adalah mengenai komunitarianisasi dakwah melalui
radio salafi dengan mengambil kasus Radio Rodja dalam menyampaikan pesan-
pesan dakwahnya. Pendekatan sosiologis dan psikologis untuk melihat kiprah
Radio Rodja dalam menjalin hubungan komunikasi dan kerja sama dengan aparat
keamanan, stasiun Radio dakwah yang seakidah di seluruh wilayah Indonesia, guna
meyebarkan dakwahnya secara serempak bersama-sama.
5. Instrument dan Teknik Penelitian
Pada hakikatnya dalam melakukan penelitian atas nilai-nilai penelitian
yaitu alat ukur atau instrument. Instrumen adalah alat yang dipakai untuk
mengerjakan sesuatu, sarana penelitian untuk memperoleh data sebagai bahan
pengolahan.
Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh instrument penelitian,
terutama menyangkut tingkat validitasnya. Sebab daya yang diperlukan untuk
mengisi pernyataan penelitian atau permasalahan dan menguji hipotesis diperoleh
melalui instrument penelitian.
Prosedur penelitian ini menggunakan berbagai instrument sebagai berikut:
a. Teknik Pengumpulan data
1) Observasi
Observasi dalam awal telah dilakukan oleh penulis yang merupakan tahap
awal untuk dapat memperoleh data tentang sejarah, strategi, metode dakwah Radio Rodja yang berada di Cibubur Bekasi dan Cileungsi Bogor Jawa Barat. Kemudian
akan dilanjutkan hingga tahap berikutnya untuk mendapatkan data secara
mendalam sesuai dengan yang diinginkan.
2) Wawancara
Wawancara mendalam digunakan sebagai salah satu teknik pengumpulan
data. Lewat wawancara peneliti dapat mengetahui tentang bagaimana strategi
dakwah yang dilakukan Radio Rodja dalam membuat jaringan komunikasi dengan
berbagai media dan bagaimana penerapan metode dakwah dalam penyiaran
program-programnya. Wawancara dilakukan dengan sistem tak terstruktur, karena
dianggap dapat memudahkan memperoleh data dari informan. Namun demikian,
peneliti pun menyediakan daftar pertanyaan sebagaimana terlampir guna
menghindari hal-hal yang tidak diharapkan ketika wawancara.
3) Dokumentasi
Teknik pengumpulan data melalui telaah dokumentasi ini merupakan jenis
penelitian yang sering digunakan dalam studi kepustakaan atau library research.59
59 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), h. 15.
18
Yaitu berupa buku-buku, brosur, laporan kegiatan, kaset rekaman, majalah
As-Sunnah, internet, email, dan lain-lainya. Sebagai bahan untuk menjawab
permasalahan penelitian.
b. Teknik Analisis data
Dalam menganalisis data penelitin ini, dilakukan beberapa tahapan teknis.
Langkah teknis dimaksud menurut Miles dan Huberman adalah sebagai berikut:60
Pertama, mereduksi (pengurangan) data
Reduksi data dilakukan melalui proses pemilihan, penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data mentah yang diperoleh dari lapangan
kemudian meringkasnya, proses reduksi ini dilakukan terus menerus hingga
penulisan hasil penelitian. Tujuannya agar penelitian lebih terfokus, terpusat, cepat
dan akurat.
Kedua, proses penyajian data
Secara cek lis, penyajian ini meliputi penyajian secara grafik, matrik, tabel,
dan sketsa sambil terus menerus melakukan analisis.
Ketiga, menarik kesimpulan
Dalam menarik kesimpulan biasanya proses verifikasi juga berlangsung
yang merupakan hubungan berkelindan pada saat, selama dan sesudah pengumpulan
data. Jadi masih bersifat analisis sampai tergambar jelas maksud tujuan penalitian.
c. Interpretasi Data
Dalam proses interpretasi, temuan-temuan data yang diperoleh,
diartikulasikan dan dikomunikasikan melalui bahasa ilmiah. Peneliti dituntut
mampu menafsirkan, menghubungkan konsep-konsep, serta membangun
pemahaman-pemahaman baru dari temuan data tersebut. Dalam proses interpretasi
inilah terjadi analisis sintesis dan kritis, sehingga menjadi kerangka acuan dan hasil
penelitian. Poespoprojo mengistilahkan proses ini sebagai; mengatakan,
menerangkan, dan menerjemahkan.61
Data-data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan metode analisis
isi atau semantik kuantitatif yaitu dengan melakukan kajian dan eksplorasi secara
intensif dan mendalam terhadap temuan-temuan yang diperoleh sehingga akhirnya
menghasilkan konsep komprehensif.62
Teknik-teknik penelitian tersebut diatas, apabila disederhanakan diruntut
dalam prosedur berikut:63
Pertama, menentukan lokasi penelitian dengan
mempertimbangkan interes peneliti sesuai dengan persoalan yang akan diteliti.
Lokasi penelitian Radio Rodja beralamat di Cileungsi Bogor Jawa Barat. Kedua,
mendapatkan akses dan membuat jalinan hubungan terutama akses terhadap
60
Mathew Miles & Humerman, Qualitative Data Analysis (Sage Publication Inc,
1990), h. 43. 61
Poespoprojo, Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1986), h. 192. 62
Analisis Isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi
informasi terekam. Michael H. Walizer dan Paul L. Wienir, Metode dan Analisis Penelitian terj. Arief Sadiman (Jakarta: Penerbit Erlangga, Vol. II, 1991), h. 48.
63 Lihat John W. Cresswell, Qualitatif Inqury and Research Design Choosing
Among Five Traditions (Thousand Oaks; Sage Publication, 1988), h. 109-135.
19
informan-informan kunci guna memperoleh data. Ketiga, proses penentuan
informan, mencakup para pelaku dakwah RadioRodja , meskipun dalam penelitian
kualitatif penentuan informan ini relatif fleksibel. Keempat, proses pengumpulan
data dan membuat kategori serta memilah data. Tahapan ini dilakukan agar data-
data primer dari kata-kata sekunder bahkan data yang berlebihan tersusun secara
sistematis. Kelima, mencatat dan merekam berbagai informasi berkaitan dengan
obyek yang diteliti. Keenam, mengolah dan menganalisis data kemudian
menyimpan data. Ketujuh, memeriksa kembali sebagai evaluasi terhadap seluruh
data yang diperoleh.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sesuai tema dan
topik penelitian, mengingat bahwa penelitian ini adalah penelitian dakwah, yaitu
komunitarianisasi dakwah melalui Radio Salafi, yakni Komunitas Rodja. Adapun
pendekatan-pendekatan penelitian, selain konsep strategi dan metode dakwah
digunakan pendekatan teori komunikasi karena ilmu ini mengkaji tentang proses
penyampaian pesan dan efek atau umpan balik dari khalayak. Sebagaimana
dikatakan Litllejohn bahwa komunikasi adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang
memiliki ciri-ciri; berkenaan dengan pemahaman bagaimana orang berperilaku
dalam menciptakan, menukarkan dan menginterpretasi pesan-pesan.64
Sementara
pendekatan sosiologi dan psikologi dilkukan guna menjelaskan struktur sosial dan
respon masyarakat terhadap materi maupun nilai-nilai keislaman yang dimuat
dalam penyiaran dakwah melalui Radio Rodja.
G. Sistematika Pembahasan
Penulisan dari penelitian ini terdiri atas 6 (enam) bab, adapun secara
sistematik dapat dituliskan sebagai berikut:
Pendahuluan, yang mengemukakan tentang latar belakang masalah,
permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan yang ditulis dalam Bab
I.
Kemudian setelah itu diperlukan konsep kerangka berfikir yang berisi
tentang dakwah Islam dan media, yang menjelaskan tentang defenisi dakwah,
tujuan dakwah, problematika dakwah. Dalam sub berikutnya ditulis media dakwah
dan radio sebagai media dakwah. bab ini ditulis untuk dijadikan sebagai pisau
analisis, untuk menbaca bab berikutnya yang di tempatkan dalam Bab II.
Supaya penelitian ini lebih lengkap perlu juga menguraikan data-data yang
diperoleh dari lapangan sebagai bahan yang akan dianalisis yang berisi tentang
salaf, salafi dan dakwah salafi. Kemudian sekilas mengemukakan tentang profil
Radio Rodja , pilar-pilar radio dakwah salafi dan konsep ajaran Ahlussunnah Wal Jama >’ah landasan dakwah radio salafi, yang akan ditulis dalam Bab III.
Untuk meneyempurnakan yang ditulis dalam bab sebelumnya maka perlu
pembahasannya dipeluas dengan mengemukakan data-data dari lapangan tentang
kiprah dakwah melalui Radio Rodja dalam mencerdaskan umat. Membangun
64
Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss, Theories of Human Communication
(Belmots: Thomson Wadsworth, 2005), h. 4.
20
jaringan radio dakwah yang meliputi tentang ruang lingkup jaringan radio salafi
dalam kasus Radio Rodja, jalinan komunikasi Radio Rodja dengan sesama radio
dakwah yang satu akidah, dan jalinan komunikasi Radio Rodja dengan lembaga
lainnya. Bab ini ditulis untuk menjawab pertanyaan penelitian sekaligus sebagai
bukti-bukti hasil penelitian yang ditulis dalam Bab IV.
Sedangkan untuk melihat bagaimana komunitarianisasi dakwah melalui Radio Rodja dalam meningkatkan gerakan dakwah melalui radio komunitas tersebut yang
di tempatkan dalam Bab V yang meliputi: Dakwah melalui radio dapat
meningkatkan pemahaman keagamaan secara lebih mendalam. Dakwah melalui
melalui Radio Rodja dapat menumbuhkan gerakan pemberdayaan umat. Bab ini
ditulis guna untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai bukti hasil
penelitian.
Setelah penelitian ini selesai dilakukan maka perlu Bab VI yang dijadikan
sebagai penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-
saran beserta kritikan yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan karya
penelitian ini.