BAB I - Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disertasi ini mengkaji tentang Radio Rodja, yang murupakan Radio Komunitas yang berkembang di antara sekian banyaknya radio dakwah yang tersebar. Bukan hanya menjangkau kalangan masyarakat perkotaan akan tetapi juga sampai kepada pedesaan. Kehadiranya menarik untuk dikaji dengan berbagai pertimbangan. Radio ini sebagai media dakwah yang digunakan oleh komunitas muslim yang di dalamnya berlatar belakang tradisi NU dan Salafi dalam konteks keindonesiaan, di samping itu juga Radio Komunitas ini masih tergolong baru. 1 Dewasa ini masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam informasi yang bersumber dari media massa elektronik seperti radio, televisi, internet, juga termasuk di dalamnya media sosial adalah media yang banyak diminati, karena mudahnya layanan tersebut diakses oleh masyarakat luas melalui gadget, tablet, bahkan sudah tidak menjadi asing lagi bahwa kendaraan pun sudah dilengkapi dengan perangkat elektroniknya. 2 Kemajuan zaman yang seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, sehingga memberikan kemudahan-kemudahan dalam berbagai sendi kehidupan manusia. Dengan perkembangan media dakwah yang akhir-akhir ini begitu cepat mengikuti zaman. Pengaruh media berkembang dari Barat sudah tidak dapat dihindari, baik dalam masyarakat akademisi maupun masyarakat luas. 3 Seiring dengan kemajuan tersebut hadir juga beberapa radio komunitas yang murni untuk dakwah Islam. Di antara Radio dakwah tersebut adalah Radio 1 Menurut Andi Faisal Bakti bahwa sejarah benih salafi sudah muncul di Indonesia semenjak terjadinya gerakan reformasi di Minangkabau, yang dipelopori oleh Haji Rasul, Syekh Tahir Jalaluddin, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan Haji Abdullah Ahmad. Mereka ini secara ideologis sama dengan yang muncul baru-baru ini di tanah air. Beberapa yang menjadi pokok pikiran mereka adalah: (1) Pintu ijitihad tidak pernah tertutup (2) Muslim dituntut untuk mengembalikan masa kejayaan umat Islam. (3) Muslim harus menjadi basis dalam perubahan sosial. Lihat Andi Faisal Bakti, “Unity in Diversity Among Muslim in The Malay World: Literary Works as Seen From Theperspektive of Communication,” Rainbows of Malay Literature and Beyond (2011), 45-80. Lihat juga dalam tesis masternya, “Islam and Nation State Formation in Indonesia,” M.A. Thesis, Mc Gill University, Monteral (1993), h. 115-118. 2 Media dakwah yang akan penulis teliti ini adalah merupakan Radio Komunitas, yang didalamnya tidak terdapat unsur komersilisasi. Radio ini adalah Radio dakwah Islam yang masing-masing menyiarkan sesuai ideologi yang mereka amalkan. Disamping itu juga terdapat beberapa Radio Komunitas yang lain seperti Radio Fajri, Radio Wadi dan yang lainnya. Media penyiaran keagamaan disebutkan dalam bahasa inggris adalah religious broadcasting. Istilah ini diambil dari kumpulan penelitian tentang media televisi keagamaan di Timur Tengah. Khaled Hroub, Religious Broad Casting in The Middle East (London: C. Hurts, 2012). 3 Lihat Anwar Mujani Muttaqin, “Pengaruh Asia Barat terhadap Mahasiswa Baru, The Influence of Western Asia to the New Millennium Students” Journal Islamiyyat Vol. 35, Iss. No. 1, 2013.

Transcript of BAB I - Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Disertasi ini mengkaji tentang Radio Rodja, yang murupakan Radio

Komunitas yang berkembang di antara sekian banyaknya radio dakwah yang

tersebar. Bukan hanya menjangkau kalangan masyarakat perkotaan akan tetapi juga

sampai kepada pedesaan. Kehadiranya menarik untuk dikaji dengan berbagai

pertimbangan. Radio ini sebagai media dakwah yang digunakan oleh komunitas

muslim yang di dalamnya berlatar belakang tradisi NU dan Salafi dalam konteks

keindonesiaan, di samping itu juga Radio Komunitas ini masih tergolong baru.1

Dewasa ini masyarakat disuguhkan dengan berbagai macam informasi yang

bersumber dari media massa elektronik seperti radio, televisi, internet, juga

termasuk di dalamnya media sosial adalah media yang banyak diminati, karena

mudahnya layanan tersebut diakses oleh masyarakat luas melalui gadget, tablet,

bahkan sudah tidak menjadi asing lagi bahwa kendaraan pun sudah dilengkapi

dengan perangkat elektroniknya.2

Kemajuan zaman yang seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin

canggih, sehingga memberikan kemudahan-kemudahan dalam berbagai sendi

kehidupan manusia. Dengan perkembangan media dakwah yang akhir-akhir ini

begitu cepat mengikuti zaman. Pengaruh media berkembang dari Barat sudah tidak

dapat dihindari, baik dalam masyarakat akademisi maupun masyarakat luas.3

Seiring dengan kemajuan tersebut hadir juga beberapa radio komunitas

yang murni untuk dakwah Islam. Di antara Radio dakwah tersebut adalah Radio

1 Menurut Andi Faisal Bakti bahwa sejarah benih salafi sudah muncul di Indonesia

semenjak terjadinya gerakan reformasi di Minangkabau, yang dipelopori oleh Haji Rasul,

Syekh Tahir Jalaluddin, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan Haji Abdullah Ahmad.

Mereka ini secara ideologis sama dengan yang muncul baru-baru ini di tanah air. Beberapa

yang menjadi pokok pikiran mereka adalah: (1) Pintu ijitihad tidak pernah tertutup (2)

Muslim dituntut untuk mengembalikan masa kejayaan umat Islam. (3) Muslim harus

menjadi basis dalam perubahan sosial. Lihat Andi Faisal Bakti, “Unity in Diversity Among Muslim in The Malay World: Literary Works as Seen From Theperspektive of Communication,” Rainbows of Malay Literature and Beyond (2011), 45-80. Lihat juga

dalam tesis masternya, “Islam and Nation State Formation in Indonesia,” M.A. Thesis, Mc

Gill University, Monteral (1993), h. 115-118. 2 Media dakwah yang akan penulis teliti ini adalah merupakan Radio Komunitas,

yang didalamnya tidak terdapat unsur komersilisasi. Radio ini adalah Radio dakwah Islam

yang masing-masing menyiarkan sesuai ideologi yang mereka amalkan. Disamping itu juga

terdapat beberapa Radio Komunitas yang lain seperti Radio Fajri, Radio Wadi dan yang

lainnya. Media penyiaran keagamaan disebutkan dalam bahasa inggris adalah religious

broadcasting. Istilah ini diambil dari kumpulan penelitian tentang media televisi keagamaan

di Timur Tengah. Khaled Hroub, Religious Broad Casting in The Middle East (London: C.

Hurts, 2012). 3 Lihat Anwar Mujani Muttaqin, “Pengaruh Asia Barat terhadap Mahasiswa Baru,

The Influence of Western Asia to the New Millennium Students”

Journal Islamiyyat Vol. 35, Iss. No. 1, 2013.

2

Rodja. Siarannya hadir 24 jam penuh, dengan program dakwah Islam dari berbagai

disiplin ilmu serta lantunan tilawah al-Qur’anul kari>m, ada yang memuat musik

islami dan adajuga yang tidak menggunakan hiburan musik.4 Adapun pokok-pokok

program siaran sebagai berikut: 1) Muhadharah Ulama Ahlus Sunnah dari Timur

Tengah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 2) Kajian Bedah Kitab para

Ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dalam berbagai bidang Ilmu seperti; Akidah,

Ushul Tafsir, Tafsir, Hadits, Musthalah Hadits, kaidah Fiqh, Fiqh, Sirah, Raq’iq

dan lain-lain. 3) Kajian bimbingan Bahasa Arab. 4) Kajian bimbingan Ilmu Tajwid

dan Ulumul Quran. 5) Kajian konsultasi dan Fiqh seputar Rumah Tangga. 6) Dialog

interaktif kesehatan konvensional dan tradisional serta Thibbun Nabawi. 7) Dialog

interaktif dunia Pendidikan Islam. 8) Kisah teladan untuk anak-anak (dengan

metode interaktif khusus anak-anak).5

Dalam setiap program kajian program kajian, radio ini membuka sesi

interaktif 6 untuk para pendengar melalui telepon. Radio Rodja dapat disimak

melalui saluran AM, gelombang 756 kHz. untuk wilayah JABODETABEK dan

sekitarnya.

Setelah mengamati pertumbuhan dan perkembangan media massa yang

begitu cepat. Radio ini juga merupakan sebuah industri jasa yang melayani

informasi publik secara profesional dan terlembagakan. Kalau dikelompokkan,

radio ini terbagi menjadi dua macam meliputi: radio komunitas dan radio komersil.

Adapun perbedaan yang menyolok diantara kedua jenis radio ini terletak pada

oriantasinya. Radio komunitas berorientasi kepada dakwah, murni untuk

memperjuangkan dakwah Islam sebagai corong-corong menyampaikan misi-misi

dakwah ilalllah. Sedangkan Radio yang bersifat komersil merupakan media massa

dengan berorientasi kepada pasar yang juga mengejar keuntungan finansial.7

Sementara, media massa barat sebagai pemilik modal selalu melakukan

serangan pemikiran yang dikenal dengan istilah Ghazwul Fikri yaitu

menyosialisasikan nilai-nilai, pemikiran, dan budaya barat ke dunia Islam, agar pola

pikir dan gaya hidup umat Islam cenderung meniru budaya barat dari pada taat

pada aturan Islam.8 Menurut Muhammad al-Ghazali Ghazzwul Fikri adalah suatu

4 Sebagaimana halnya Radio dakwah Rodja yang merupakan akronim dari Radio

Dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Kehadiran media elektronik ini merupakan setitik

upaya untuk menyebarkan dakwah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ke tengah masyarakat Islam

Indonesia baik yang berada di dalam Negeri maupun di luar Negeri, dengan memberikan

pencerahan dalam memahami ajaran Islam sesuai dengan pemahaman para salafush shalih

dari para sahabat, tabi’in, dan taabiut taabi’in radhiyallahu ajma’in atau yang dikenal

dengan Radio dakwah umat umat Islam. 5 Dokumentasi profil Radio Rodja, Brosur Tahun 2013.

6 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa interaktif terdiri dari dua

kata yaitu inter dan aktif yang mengandung arti adanya hubungan timbal balik antara dua

orang atau lebih yang saling berkomunikasi secara langsung dengan tatap muka maupun

dengan menggunakan alat komunikasi seperti telpon dan alat komunikasi lainnya. 7 Iswandi Syahputra, Komunikasi Profetik Konsep dan Pendekatan (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 90. 8 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah bil Qolam

(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h. 15.

3

usaha “kolonialisme gaya baru” yang berupaya mengubah dan menghilangkan

identitas umat Islam dan mendangkalkan pemahaman keislaman sehingga arah

fikiran dan orientasi umat Islam menjadi sekuler atau ungkapan yang agak ekstrim

yaitu menjadi atheis dan materialis.9 Sedangkan terpaan media tidak dapat

dibendung oleh siapapun, sebab dia memiliki kekuatan penetrasi yang kuat, bahkan

masuk ke dalam ruang individu yang sangat privasi sekalipun.10

Dengan demikian

berkat kekuatan promosi dan setting media informasi mereka, pengaruh

kapitalisme,11 materialisme12 dan sekularisme13 tumbuh pesat seiring dengan

berkembangnya masyarakat industri dan arus globalisasi.14 Asas kapitalisme ini adalah pengembangan hak milik pribadi dan

pemeliharaannya serta perluasan paham kebebasan, dengan landasan terpisah dari

nilai-nilai agama.15

Faham ini dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama

Islam karena kapitalisme melahirkan sikap liberal yang menimbulkan kebebasan

moral dan sosial. Nilai-nilai moralitas tidak dipedulikan lagi, norma-norma

kemanusiaan dilanggar, yang muncul adalah penindasan, penjajahan dan

eksploitasi tenaga manusia secara tidak manusiawi. Muhammad Quthb

9 Ibdalsyah, Gagasan Muhammad al-Ghazali Tentang Dakwah, Desertasi Pasca

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004, 143. Sekuler ialah memisahkan agama dengan

negara sedangkan Ateis adalah orang yang tidak memiliki agama. 10

Stewart M Hoover (ed), Rethinking Media, Religion, and Culture, (London:

Sage Publications, 1997). 11

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang menekankan pada pengembangan

modal usaha, sebagai contoh adalah harta kekayaan apa saja, termasuk benda-benda yang

bernilai ekonomis dalam memproduksi barang. Lihat William L. Reese, Dictionary of Philosopyy And Religion: Eastern Thought (New York: Humanity Press, 1996), h. 105.

12 Materialisme adalah doktrin yang penekanannya kepada pengunggulan materi

atas nilai-nilai spiritualitas dalam metafisik, teori tentang nilai, rohani, epistimology dan

nilai-nilai sejarah. William L. Reese, Dictionary of Philosophy, 457. Robertson memandang

materialisme melakukan penolakan terhadap pengalaman rohani nilai-nilai keagamaan.

David Robertson, Dictionary of Politics, Harmondsworth Middlsex England: Penguins

Books, Ltd, 1986. 13

Sekularisme berasal dari bahasa Latin “saecularis” yang berarti the times, the age, the world. Yang maknanya bertentangan secara kontras sekali dengan sesuatu yang

dianggap suci, keramat, serta terpisah dari agama dan berlandaskan sesuatu yang bersifat

temporer dan keduniaan. William L. Reese, Dictionary of Philosophy, h. 693. 14

Globalisasi sering diberi arti yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Akbar S. Ahmed dan Hastengs Donnans memberi batasan bahwa globalisasi pada

prinsipnya mengacu kepada perkembangan-perkembangan yang cepat di dalam tegnologi

komunikasi, transportasi, informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh

menjadi hal-hal yang bisa dijangkau dengan mudah. Lihat Akbar S. Ahmed dan Hastings

Donnans, Islam Globalizational Posmodernity, (London: Reutledge, 1994). Pembahasan

lebih lanjut mengenai sikap umat Islam terhadap identitas dan kemoderenan di Era

Globalisasi, bisa dibaca dalam Johan Meuleman (Ed), Islam in The Era of globalization Muslim Attitudes Toward Modernity and Identity, Jakarta: INIS, 2001.

15 WAMI, Al-Mawsu’ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa al-Madzahib wa al-Ahdzab

al-Mu’ashirah, (Riyadh: Dar al-Nadwah al-‘Alamiyah, 1418), h. 920.

4

berpandangan bahwa kapitalisme tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa riba

dan monopoli.16

Muhammad al-Ghazali berpandangan bahwa faham kapitalisme ini sangat

bertentangan dengan nilai-nilai Islam, menurut dia prinsip kapitalisme ini

mendorong seorang pengusaha untuk melakukan tindakan monopoli hak-hak

masyarakat sehingga mengakibatkan timbulnya upaya eksploitasi dari pemodal

besar terhadap pemodal kecil.17

Sedangkan Umer Chapra berpendapat bahwa, kapitalisme telah membentuk

masyarakat komersial yang tak terkendali dan menimbulkan konflik sosial antara

majikan dan karyawan, tuan tanah dan penyewa, antara penguasa dengan rakyat

akibat tidak tegaknya keadilan, sehingga keadaan tidak nyaman dan tidak

berprikemanusiaan.18

Muhammad Quthub mengatakan bahwa materialisme landasan berfikirnya

adalah materi, baik menyangkut permasalahan ketuhanan, alam, kehidupan

maupun manusia.19

Jadi segala sesuatu yang terdapat di dalam alam semesta ini

diukur dengan standar materi. Materialisme atau faham kebendaan ini bersumber

dari Marxisme di mana tidak adanya keyakinan akan Tuhan bahkan tentang

akhiratpun tidak dipercayai. Adapun sekularisme diterjemahkan dengan negara

tanpa agama, yaitu sebuah gerakan yang melandasi kehidupan atas landasan ilmu

dan akal, membangun kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama.20

Dari ketiga faham ini dapat disimpulkan bahwa agama tidak diyakini

sebagai landasan pedoman kehidupan. Mereka sebagai penguasa media yang

mayoritas besar pengguna media ini adalah umat Islam, maka visi dan misi

mereka sangat memengaruhi pola fikir umat Islam. Akibatnya, umat Islam akan

terus terseret semakin jauh dari pemahaman ajaran Islam yang benar, sehingga

umat Islam mudah melakukan kemaksiatan dan kebodohan. Bahkan kesyirikan,

khurafat serta bid’ah juga terus berkembang di tengah masyarakat Islam

Indonesia.

Sekarang ini disebut sebagai zaman industri dan media merajai kehidupan

manusia, sedangkan dakwah berada di tengah pusaran aktivitas industri media

tersebut. Oleh karena itu, strategi dakwah pada saat ini harus disesuaikan dengan

perkembangan, kemajuan dan konteks-konteks yang melingkupinya.21

Masalah

teknologi komunikasi menjadi penting untuk diupayakan agar para da’i

16

Muhammad Quthb, Salah Faham Terhadap Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka,

1982), h. 920. 17

Muhammad al-Ghazali, al-Dakwah al-Islamiyah Tastaqbil Qarnaha al-Khamis ‘Aṣr, al-Qahirah Maktabah Wahbah, 1990), h. 130.

18 Fenomena dari situasi seperti ini yang mengakibatkan adanya hubungan yang

tidak harmonis disebabkan oleh ketimpangan sosial dalam sisi ekonomi maupun keadilan.

Untuk lebih jelasnya lihat dalam buku M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 20.

19 Muhammad Quthub, Madhahib Fikriyah Mu’as}irah (Al-Qahirah: Dar al Syuru>q,

1993), h. 268. 20

WAMI, Al-Mawsu’ah al-Muyassar ..., 269. 21

Muhammad Qutb, Tafsir Islam atas realitas (terj.) Yayasan Siddik.

5

menguasainya, karena pada hakikatnya, dakwah adalah proses komunikasi baik

melalui media visual, audio, dan yang lebih penting lagi media audio visual,

termasuk Televisi. Andi Faisal Bakti memahamkan istilah komunikasi dari sudut

pandang Islam menjelaskan istilah Islamic Communication, untuk

membedakannya dengan konsep sekuler tentang komunikasi (secular communication).

22

Jika dakwah hanya dilakukan dengan apa adanya tanpa strategi yang tepat,

maka pesan dakwah yang disampaikan tidak akan maksimal. Untuk mengatasi hal

ini, maka pengembangan dakwah harus dilakukan secara bertahap dengan metode

yang tepat ke semua lini dan terus menerus.23

Radio adalah media penyiaran serumpun dengan Televisi dalam undang-

undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Dalam undang-undang itu

dirumuskan, ”penyiaran Radio adalah media komunikasi massa dengar, yang

menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara terbuka berupa

program yang teratur dan berkesinambungan”.24

Gerbner merupakan pakar komunikasi dan peneliti Televisi Amerika,

menyebutkan bahwa Televisi adalah agama masyarakat industri. Televisi

menggeser agama-agama konvensional, khutbahnya didengar dan disaksikan oleh

jamaah yang lebih besar dari jamaah agama manapun, ritus-ritusnya diikuti

dengan penuh kehidmatan dan lebih banyak menggetarkan hati dan memengaruhi

bawah sadar manusia daripada ibadah-ibadah keagamaan.25

Iklan adalah “khutbahnya agama” Televisi, iklan bukan hanya memasarkan

produk, iklan juga memasarkan nilai, sikap perasaan, dan gaya hidup. Dengan kata

lain Televisi adalah media yang sangat berpengaruh dalam penyebaran informasi

22

Andi Faisal Bakti menyebutkan istilah Islamic commucation yang mencakup:

tablig>h, tagy>ir, Amr ma’ru>f nahy munkar (Takwin al-Ummah) dan akhlah (al-Ummah al-

Khairiyah). Sedangkan seculer communication mencakup: information, Change

Development. Ethics/Wisdom. Lihat juga Andi Faisal Bakti, “The Roleof Higher

Educations in Fostering Islamic Understanding, Peace, and Development: Communication

Perspektive” Comparative Education Terrorism and Human Security (Newyork: Palgrave

Macmillan, 2003), 109-125. Lihat juga Andi Faisal Bakti, Prophetic Communication

strategies: Risale-I Nur’s Perspective, paper Presented at The 10 Internasional Badiuzzaman Syimposium on “The Role and Place of Prophethood in Humanity’s Journey to The Truth: The Perspective of Risale-I Nur, Wow Hotel, Istambul (September 22-24, 2013).

23 Dakwah Islam harus dilaksanakan secara berkesinambungan dengan

menggunakan media sebagai wasilahnya. Karena dengan adanya kemajuan teknologi ini

dapat digunakan untuk mempermudah pesan-pesan dakwah sampai kepada mad’u. Lebih

jelasnya dapat dilihat dalam jurnal Fatmawati, Paradigma Baru Mengemas Dakwah melalui Media Televisi, dalam Jurnal Dakwah Komunikasi Vol. 4 No. 2, (Purwakarta: STAIN

Purwakarta, Juli-Desember 2010), Akses bulan Oktober 2017. 24

Lihat Andi Faisal Bakti, Mengkaji Islam sebagai objek Ilmu Pengetahuan,

PERTA, Jurnal Inovasi Perguruan Tinggi Agama Islam Vl. VII No. 2, 2001, 27. Lihat juga

bagai mana menurut Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 108.

25 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta, Amzah, 2009), h. 115.

6

dan komunikasi pada masyarakat modern.26

Begitu pentingnya peran Televisi

terhadap terbentuknya perilaku masyarakat dalam skala besar dan luas sesuai

dengan rekayasa para profesional media, maka para da’i masa kini dituntut harus

bisa meningkatkan strategi dakwah dengan menguasai berbagai media komunikasi

modern. Sebab hanya dengan penguasaan jaringan komunikasi yang luas dan ke

semua lini, pesan-pesan dakwah akan bisa tersebar dengan cepat, serempak dan

terus menerus.27

Radio telah melakukan strategi dakwah melalui media elektronik berupaya

memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam merespon dan mengantisipasi

serangan ghazwul fikri yang dilancarkan oleh golongan anti Islam. Melalui

ideologi-ideologi dunia dengan pola fikir barat sekuler pada saat sekarang begitu

intens membangun jaringan-jaringan untuk melakukan usaha pengaburan dan

pendangkalan terhadap pemahaman ajaran Islam. Kaum muslimin menjadi umat

yang tidak memiliki izzah (kewibawaan), dan tidak mempunyai muru’ah (harga

diri),28

dengan mengajak umat Islam kembali kepada akidah yang benar dan

pemahaman Islam salafush shalih.

Kecanggihan teknologi radio juga turut serta memengaruhi seluruh aspek

kehidupan manusia, termasuk di dalamnya kegiatan dakwah. Dengan mengetahui

kelebihan radio, maka alat tersebut dapat digunakan sebagai media dakwah. Hal ini

sangat diharapkan bahwa dakwah yang dilakukan siaran-siaran di radio dapat

berjalan dengan efektif dan efisien sebagai salah satu pola penyampaian informasi

dan upaya transfer ilmu pengetahuan.29

Ada beberapa faktor efektivitas yang menjadi kelebihan radio yaitu: daya

langsung, daya tembus, dan daya tarik.30

Daya langsung: Pesan dakwah dapat

disampaikan secara langsung kepada khalayak. Proses penyampaiannya tidak

begitu kompleks. Dari ruangan siaran di studio melalui siaran modulasi diteruskan

ke pemancar lalu sampai ke pesawat penerima radio. Pesan dakwah langsung

diterima di mana saja, di kamar, kantor, sawah, dalam mobil, dan lain-lain. Dapat

pula menyiarkan suatu peristiwa langsung dari tempat kejadian (on the spot reporting).

31 Dewasa ini teknik penyiaran radio semakin maju. Komunikasi

langsung antara khalayak dengan da’i yang berdakwah di radio dapat dilakukan

26

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung Remaja Rosda karya,

1991), h. 53-54. 27

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta, amzah, 2009), h. 115. 28

Lihat dalam bukunya Ibdalsyah, Gagasan Syaikh Muhammad Al-Ghazali tentang Dakwah, (Desertasi Pasca UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 7.

29 Lihat Andi Faisal Bakti, Islam Negara dan Civil Society; Gerakan Pemikiran

Islam Kontemporer, Paramadina 348. Lihat juga Andi Faisal Bakti, Menngkaji Islam

sebagai objek Ilmu Pengetahuan, PERTA, Jurnal Inovasi Perguruan Tinggi Agama Islam Vl.

VII No. 2 2001, 27. Lihat juga bukunya M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1997), h. 33. 30

Dapat dilihat dalam bukunya Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam,

(Bandung: Dehilman Produktion, 2004), h. 201. 31

Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam, (Bandung: Dehilman Produktion,

2004), h. 202.

7

melalui sistem phone in program. Pendengar menelpon langsung da’i yang sedang

mengudara menanggapi atau menanyakan sesuatu kepada da’i dan didengar oleh

seluruh pendengar “dialog di udara.”32

Sedangkan yang dimaksud daya tembus ialah siaran radio menjangkau

wilayah yang luas. Semakin kuat pemancarnya, maka akan semakin jauh jaraknya.

Pemancar yang bergelombang pendek (short wave) dengan kekuatan 500-1000 KW

dengan arah antena tertentu dapat menjangkau seluruh dunia. Jika informasi

dakwah disampaikan melalui radio maka pesan-pesan dakwah dapat memiliki daya

tembus yang lebih luas jangkauannya. Daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau

dakwah dengan media lain dapat diatasi dengan media ini.33

Daya tarik media radio siaran ialah terpadunya suara manusia, musik, dan

bunyi tiruan (sound effect) sehingga mampu mengembangkan daya reka

pendengarnya.34

Dengan ketiga unsur tersebut program siaran dakwah dapat

dikemas menjadi menarik, karena tidak monoton berceramah semata, melainkan

diselingi jeda-jeda yang menghibur pendengar (khalayak).35

Sebagai media komunikasi, radio dapat digunakan juga sebagai media

dakwah dalam arti menyalurkan pesan-pesan dakwah dalam arti yang luas.

Penggunaan radio sebagai media dakwah sudah banyak dilakukan di Indonesia yang

dikenal sebagai radio dakwah, yang pada umumnya didirikan di masjid atau

pesantren, sebagai lembaga penyiaran komunitas.36

Radio termasuk salah satu media massa, juga merupakan sebuah institusi

yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai pelopor perubahan.37

Untuk

melakukan perubahan Radio berperan sebagai institusi pencerahan (pendidikan),

media informasi, dan media hiburan.38

Misi keummatan melalui Radio sebagai

32

Lihat juga bukunya Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009),

h. 271. 33

Onong Uchyana Efendy, Dasar-dasar Public Relations (Bandung: Alumni, 1986),

h. 173. 34

Lihat juga dalam bukunya Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana,

2009), h. 412. Lihat juga Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), h.

271. 35

Aep Kusnawan, Komunikasi Penyiaran Islam (Bandung: Dehilman Produktion,

2004), h. 52. 36

Dapat dilihat dalam bukunya Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer sebuah Studi Komunikasi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 109.

37 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2007), cet. II, h. 85. 38

Sebagai institusi pencerahan masyarakat, Radio sebgai media edukasi. Radio

merupakan media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka, dan

menjadi masyarakat yang maju. Sebagai media informasi, Radio menyampaikan informasi

kepada masyarakat. Dengan informasi yang terbuka, jujur, dan benar, maka masyarakat

akan menjadi kaya dan terbuka dengan informasi dan menjadi masyarakat informatif.

Dengan informasi yang banyak dimiliki, masyarakat menjadi bagian dari masyarakat dunia

yang dapat berpartisipasi secara luas. Sebagai media hiburan radio menjadi institusi budaya

(kaitannya dengan Radio Silaturahim adalah budaya syar’i) yaitu murattal al-Quranul

8

media massa tersebut sejalan dengan dakwah, yakni mengajak manusia untuk

melakukan perubahan kearah yang lebih baik (amar ma’ru >f nahi mungkar).39

Banyaknya Radio di Indonesia yang mengudara dengan menyajikan

bermacam-macam hiburan kependengar, mendorong Radio Rodja untuk ikut ambil

bagian dengan memberikan hiburan yang berbeda denagn radio pada umumnya.

Menurut Rodja bahwa hiburan itu bukan berarti musik dan segala sesuatu yang

mengundang gelak tawa saja. Namun hakikat hiburan adalah segala sesuatu yang

dapat menyenangkan serta menenteramkan orang-orang yang sedang

menikmatinya. Komuterisasi serta fungsi40

Radio Rodja adalah seperti yang telah

dijelaskan di atas sangat strategis untuk dimanfaatkan sebagai media dakwah,

terutama pada peran pendidikan dan informasi juga hiburan yang dibolehkan oleh

syar’i. Terlebih lagi bagi masyarakat di daerah-daerah terpencil khususnya serta

seluruh umat Islam yang seakidah pada umumnya, yang sangat membutuhkan

pendidikan Islam dengan pemahaman yang benar sesuai dengan pemahaman

salafush shalih.41

Dengan latar belakang di atas, maka perlu adanya penelitian yang dapat

menjelaskan bagaimana komunitarianisasi dakwah melalui Radio salafi; studi kasus

Radio Rodja. Untuk lebih lanjut akan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.

B. Permasalahan

Dalam menguraikan tentang permasalahan ini perlu dijelaskan hal-hal

sebagai berikut:

1. Identifikasi Masalah

Penelitian ini berjudul “komunitarianisasi dakwah melalui radio salafi;

studi kasus Radio Rodja. Berawal dari keterpanggilan untuk memperoleh jawaban

yang bersifat analisis mengenai dakwah keummatan melalui Radio Salafi dengan

mengambil kasusnya Radio Rodja. Permasalahan yang terdapat dalam judul

tersebut dapat diteliti dari berbagai aspek yang dapat diidentifikasi terkait judul

meliputi:

a. Banyaknya media publik seperti radio komersil yang muncul dengan beraneka

ragam dengan membawa misi-misi menjauhkan umat Islam dari agamanya

yang dapat membahayakan bagi kaum muslim.

b. Semakin banyaknya radio komunitas ditengah-tengah masyarakat yang

menyajikan materi-materi keislaman dari ideologi serta faham yang berbeda-

beda yang membuat masyarakat menjadi bingung

karim, Jauh dari budaya syirik, khurafat dan bid’ah. Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, h. 85-86.

39 Baharuddin Ali, Penyiaran Islam di RRI Makasar (Jakarta: Misbah Press, 2012),

h. 44. 40

Bandingkan dengan disertasi yang ditulis oleh Andi Faisal Bakti, Commucation

and Family Planning in Islam in Indonesia: South Sulawesi Muslim Perception of a Global Developmen Program, Jakatta: INIS 20014, h. 125.

41 Wawancara dengan Agus Hsan (selaku pembina juga pendiri Radio Rodja)

tanggal 5 Oktober 2012.

9

c. Adanya serangan upaya pendangkalan akidah dari berbagai media-media

sekuler, seperti terdapat dalam media cetak, online dan elektronik.

d. Masih banyak dikalangan umat Islam yang kurang pemahaman dan

pengamalannya dalam agamanya.

e. Kurangnya perhatian serta kesadaran masyarakat dalam memilih siaran Radio

yang bisa menambah keshalehan untuk mencapai derajat ketakwaan yang lebih

tinggi.

f. Kurangnya kepedulian umat Islam untuk menguasai media Islam diantaranya

dakwah melalui Radio.

2. Perumusan Masalah

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, bahwa penyiaran

dakwah yang dilakukan oleh Radio Rodja bertujuan untuk membangun akidah

umat di atas pondasi pemahaman agama Islam dengan benar, yang merujuk kepada

pemahaman para sahabat Nabi Muhammad SAW. Adapun yang akan dirumuskan

dalam masalah ini terdiri atas pertanyaan mayor dan minor meliputi:

a. Bagaimanakah komunitarianisasi dakwah melalui Radio Rodja dalam upaya

yang dilakukan melalui gerakan dakwahnya ?

b. Seperti apa yang menjadi indikasi sehingga radio tersebut mendapatkan

sebutan dengan julukan radio salafi ?

c. Bagaimanakah kiprah Radio Rodja sebagai media dakwah salafi ?

3. Pembatasan Masalah

Bertolak dari rumusan masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

penelitian ini dibatasi hanya pada komunitarianisasi dakwah melalui radio salafi,

studi kasus Radio Rodja.

C. Tujuan Penelitian

Secara lebih khusus penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk:

1. Mengkaji bagaimana yang dikatakan dengan dakwah salafi serta yang terjaring

dengan media salafi tersebut.

2. Mengkaji secara mendalam kiprah Radio Rodja sebagai media dakwah salafi

bagi masyarakat umum, khususnya bagi umat Islam.

3. Menganalisis secara mendalam sejauhmana komunitarianisasi dakwah melalui

Radio salafi, dalam hal ini Radio Rodja bagi para pendengar.

Penelitian ini bertujuan untuk manganalisis komuterisasi dakwah melalui

radio salafi dengan mengambil kasus Radio Rodja. Kiprah media dalam

mensyiarkan nilai-nilai Islam dalam model menyebarkan dakwahnya melalui media

Radio. Adapun maksutnya supaya mencapai tujuan menjadi Radio dakwah yang

dapat memberdayakan potensi umat menyongsong kebangkitan dan kejayaan umat

Islam pada masa sekarang ini hingga di masa mendatang.

D. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menambah hazanah kajian ilmiah tentang komunikasi dakwah

dalam model menyebarkan dakwahnya melalui media elektronik Radio.

10

2. Diharapkan supaya penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi, akademisi, dan

peneliti lain khususnya yang bergerak dalam bidang dakwah dan komunikasi.

3. Diharapkan kepada pemerintah dan masyarakat supaya dapat memberikan

dukungan yang positif terhadap keberadaan dan perkembangan Radio sebagai

media dakwah.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam kajian ini, penulis malakukan telaah terhadap berbagai sumber

kepustakaan yang terkait dengan pembahasan dalam penelitian. Adapun dari hasil

penelusuran yang penulis temukan berkaiatan tema yang penulis angkat dalam

lingkup dakwah melalui radio broadcast42 yang dalam hal ini Radio Rodja yang

merupakan komunitas dakwah yang bersifat keummatan (komunitarisasi) yang

diupayakan untuk dapat diaplikasikan dalam penerapan nilai-nilai Islam melalui

corong radio tersebut.

Namun penulis menemukan adanya beberapa studi yang pernah dilakukan

berkaitan tentang media, dalam hal ini adalah radio, namun dengan fokus kajian

yang berbeda-beda. Di antaranya meliputi:

Penelitian yang dilakukan Andi Faisal Bakti yang berjudul Media and

Religion: Rodja TV’s Involvement in the Civil Society Discourse for Community

Development. “Kesimpulannya adalah bahwa radio maupun stasiun televisi, Rodja

adalah organisasi masyarakat sipil yang telah mengikuti model komunikasi Islam

untuk wacana masyarakat sipil”.

Dalam hal ini Bakti menitik beratkan pada beberapa aspek di bawah ini,

yakni “ruang peribadi; Rodja TV mulai menyiarkan program (pada tingkat

informasi atau tabligh) yang terkait dengan ruang privat melalui realisasi diri atas

identitasnya. Pertama para pendirinya mempromosikan pentingnya bahwa setiap

individu harus menjadi Muslim yang baik dan bertanggung jawab (muhsin), tidak

hanya di dunia ini tetapi juga di akhirat. Organisasi akhirnya menekankan

perubahan sosial (taghyir) dan mengambil pendekatan kedua untuk komunikasi

Islam untuk wacana masyarakat sipil dengan mendirikan radio (Radio Rodja) dan

stasiun televisi (Rodja TV). Setiap pendiri mereka (semua laki-laki) memiliki

tanggung jawab sendiri. Pengusaha, yang juga tokoh masyarakat informal,

mendukung pendirian awal dengan menyumbangkan tanah untuk masjid dan

setelah itu untuk yayasan dan stasiun radio dan televisi. Para pemimpin lain adalah

pengkhotbah yang mengundang para sarjana dari Timur Tengah sementara anggota

generasi muda bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeliharaan teknis

stasiun”.

42

Dalam kamus bahas inggris diartikan sebagai siaran, atau dapat dipahami

sebagai metode mengirim data, yang mana data tersebu dikirim kebanayk titik sekaligus

tanpa melakukan pemeriksaan maupun pengecekan apakah titi.k tersebiu sap atau tidaknya

tanpa memperhatikan apakah data tersebut sampai atau tidak.

11

Aktivis awal ini secara proaktif bertanggung jawab untuk pengembangan

asosiasi dan program radio dan televisi untuk pengembangan masyarakat (takwin

al-umma) dalam wacana untuk masyarakat sipil. Kemudian, untuk memperluas

komunitas yang dicontohkan (salaf al-salih atau khariyyat al-umma), Rodja telah

menggunakan pendekatan berwawasan ke luar (ukhrijat li al-nas) untuk

menjangkau pemirsanya melalui siaran TV Rodja”.

Kemudian dalam sisi “ruang pasar; yakni individu dan keluarga mereka

diberi informasi tentang pentingnya amar ma‘ru>f (barang bagus) dan amal shalih

(amal baik), sumbangan, amal, sumbangan, dan pemberian, termasuk membeli

peralatan untuk mengakses program siaran Islam. Dalam bidang pasar masyarakat

sipil, elemen-elemen ini telah menjadi sumber pendapatan utama Rodja. Rodja TV

juga secara langsung mendekati pelaku bisnis karena tidak menyiarkan program

komersial dan iklan, yang merupakan tantangan bagi pasar masyarakat sipil. Alih-

alih, stasiun mengandalkan kontribusi Muslim dengan mengoptimalkan outletnya

di mana peralatan dan layanan televisi khusus dijual. Tanpa iklan, memang, Rodja

TV telah berhasil memecahkan masalah keuangan yang biasanya dihadapi media

keagamaan di Indonesia”.

Kemudian ruang publik. “Di ruang publik masyarakat sipil, Rodja TV

mempromosikan ide-ide Sunnah dan Salafi dengan mengadopsi pendekatan yang

sama dengan organisasi Muslim utama, Muhammadiyah dan NU, yang juga

merupakan audiensi aktif program Radio Rodja dan TV Rodja. Meskipun anggota

NU awalnya tidak nyaman dengan program tersebut, mereka akhirnya dibujuk

untuk mematuhi ide-ide Rodja. Di sisi lain, Rodja TV juga mengubah strateginya

dari menentang kepercayaan pada orang-orang kudus, tawassul (mediasi untuk

menyembah Tuhan), dan tabarruk (berdoa untuk berkat Tuhan melalui mediasi ini)

untuk menerimanya dan mengatakan bahwa mereka juga merupakan elemen

penting dalam komunitas pengembangan”.

Terahir menjalin keharmonisan dengan pemerintah, yang juga telah

dibentuk untuk tujuan hukum dan keamanan. Selain perlunya memiliki izin operasi

yang dikeluarkan pemerintah, beberapa anggota TV Rodja adalah petugas polisi,

karena Rodja TV terletak di belakang kantor polisi dan beberapa program televisi

telah ditayangkan langsung dari kantor polisi. Ini juga berkontribusi pada

keamanan, stabilitas, dan keberlanjutan program Rodja TV. Sebuah perubahan

sedang diamati dari mengkritik pemerintah karena tidak.

Dengan demikian menurut penulis langkah tersebut merupakan sebuah

perapan nilai-nilai Islam dalam praktik untuk mengakomodasi pemerintah. Ini

mencerminkan pelunakan wacana merek Salafisme ini dan pendekatan barunya

12

terhadap dakwah. Adaptasi strategis timbal balik ini dapat membuka jalan bagi

terwujudnya masyarakat sipil sejati di tingkat nasional.43

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin Ali dalam

disertasinya yang berjudul Penyiaran Islam di RRI Makassar: Studi Pengembagan

Metode dan Materi Dakwah pada Titian Ilahi Tahun 2005-2009. Pada Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Disertasi ini

menyimpulkan bahwa penggunaan metode dan penyajian materi dakwah harus

dapat memanfaatkan perkembangan teknologi secara maksimal, sehingga mampu

menyentuh berbagai lapisan masyarakat secara luas sesuai dengan situasi dan

kondisi yang dihadapi.44

Penelitian yang dilakukan oleh Atie Rahmawatie, yang berjudul Radio Komunitas, Eskalogi Demokratisasi Komunikasi. Buku ini berasal dari disertasi

penulis lulus tahun 2005 di UNPAD. Kesimpulan disertasi ini adalah: “radio

komunitas sebagai wujud resistensi kaum grass root terhadap dominasi informasi

melalui media penyiaran, menumbuhkan pemahaman hak akan komunikasi

informasi yang bermanfaat bagi peningkatan hidupnya. Demokrasi komunikasi

dapat tercapai jika tersedia berbagai ruang publik yang terbuka secara tatap muka

atau bermedia, pemahaman dan kesadaran warga tentang hak-hak komunikasi,

kepemilikan media yang tersebar, serta tersedianya dukungan regulasi dan

infrastruktur komunikasi”.45

Begitujuga penelitian dalam disertasi Eni Maryani yang berjudul: Media dan Perubahan Sosial, lulus tahun 2009 di Universitas Indonesia. Beberapa hal yang

disimpulkan dari keberadaan angkringan sebagai media yang ditujukan untuk

menjadi ruang publik bagi komunitas Timbulharjo. Pertama, ruang publik yang

terbentuk di komunitas Timbulharjo berproses melalui berbagai negosiasi baik

secara pribadi, sosial, budaya, pengetahuan dan teknologi. Kedua, ruang publik

adalah proses dinamis dari kehidupan komunitas Timbulharjo yang berinteraksi

atau bahkan kadangkala bertarung antara kekuatan sistem dan kepentingan dalam

dunia kehidupan sehari-hari (lifeworld). Ketiga, angkringan sebagai ruang publik di

Timbulharjo mampu mendorong bahkan menghasilkan perubahan. Ruang publik

tersebut juga masih terus berproses sekaligus juga menghadapi berbagai tantangan.

Salah satu tantangannya adalah sistem prosedural yang kemudian selain dapat

menghambat perkembangannya juga dapat menjinakkan perlawanan melalui

angkringan. Keempat, angkringan sebagai ruang publik di Timbulharjo ibarat

sebuah kendaraan yang harus dikemudikan. Keberadaan ruang publik di

Timbulharjo terkait dengan keberdaan para aktor kritis (intellectual organic) dan

dukungan komunitasnya. Kelima, Dengan harapan dapat terus bertahan dan

43

Media and Religion: Rodja TV’s Involvement in the Civil Society Discourse for

Community Development, Jurnal Komunikasi Malaysian Journal of Communication Jilid

34(3) 2018: 226-244. 44

Lihat dalam disertasi Baharuddin Ali, Penyiaran Islam di RRI Makasar, Studi Pengembangan Metode dan Materi Dakwah pada Titian Ilahi Tahun 2005-2009 (Jakarta:

Mishbah Press, 2012). 45

Atie Rachmawati, Radio Komunitas, Eksalarasi Demokratisasi Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007).

13

berkembang sebagai ruang publik angkringan atau komunitas Timbulharjo harus

terkoneksi dengan ruang publik lainnya. Jaringan media yang dibangun pengelola

angkringan baik secara sosial maupun terorganisasi seperti JRKI (Jaringan Radio

Komunitas Indonesia dan SIAR (Saluran Informasi Akar Rumput), menjadikan

resistensi di tingkat komunitas mendapat aksesnya ke tingkat yang lebih tinggi

dengan kekuatan yang berpotensi untuk terus dikembangkan.46

Dalam sebuah penelitian disertasi oleh Acep Aripudin yang sudah

berbentuk buku yang berjudul: Pengembangan Metode Dakwa; Respons Da’i terhadap Dinamika Kehidupan Beragama di Kaki Ciremai. Kesimpulan dari hasil

penelitian ini adalah Masyarakat di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan

sangat plural dalam agama, antara lain terdapat penganut agama Islam, Katolik,

Protestan dan aliran kebatinan Madrais. Penganut Katolik dan Protestan tersebut

sebelumnya adalah muslim, namun mereka mendalami kepercayaan Madrais. Salah

satu alasan mereka pindah dari Islam ke Katolik dan Protestan ialah tekanan dari

umat Islam menganggap para da’i yang khususnya dianggap sesat. Tekanan, atau

lebih tepatnya, dakwah yang dilakukan para da’i terhadap penganut penghayat

harus dibayar dengan pindahnya penganut penghayat tersebut dari Islam ke

Katolik.

Kehadiran penganut Katolik dan trauma sejarah penerapan metode dakwah

sebelumnya memengaruhi pula terhadap orientasi metode dakwah yang berbeda

dilakukan da’i kemudian. Metode dakwah bi-al-maw’izah al-hasanah dalam situasi

tertentu masih dilakukan, namun dakwah dengan metode dialogis (bi-al-mujadalah)

dan metode bi-al-hal semakin intensif dilakukan para da’i terhadap masyarakat

Cigugur. Apalagi para da’i banyak belajar dari cara-cara bagaimana umat Katolik

dan penghayat menyebarkan agama dan memikat masyarakat. Bahkan metode

dakwah bi-al-mujadalah dan metode dakwah bi-al-hal dalam konteks masyarakat

heterogen seperti di Cigugur dapat mengurangi konflik yang sering terjadi seperti

pada masa sebelumnya.47

Dalam sebuah penelitian yang lain dilakukan oleh Rafardhan Irfan Alaric

yang juga meneliti tentang media penyiaran. Adapun penelitiannya berjudul

strategi radio Silaturahim 720 AM Cibubur Bekasi dalam mempertahankan

eksistensinya sebagai media dakwah. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah

secara umum strategi yang digunakan Radio Silaturahim dalam mempertahankan

eksistensinya adalah strategi komunikasi dan strategi penyiaran radio, secara

khusus dengan melakukan strategi komunikasi secara internal dan eksternal. Secara

eksternal yaitu melakukan rapat evaluasi setiap bulan dan secara eksternal yaitu

dengan melakukan ekspansi jaringan radio, menjadikan Radio Silaturahim sebagai

radio berjaringan (Rasil network). Radio Silaturahim awalnya hanya mengudara

dari Jalan Masjid Silatuirahim Nomor 36 Kalimanggis Cibubur Bekasi dengan

Frekuensi AM 720. Supaya radio Silaturahim selalu eksis, kemudian dibuatlah

cabangnya di berbagai daerah, dengan cara membuat jaringan di Semarang (Radio

46

Lihat dalam disertasi Eni Maryani, Media dan Perubahan Sosial (Bandung:

Remaja Rosda Karya, 2011). 47

Dapat dilihat juga dalam bukunya Acep Aripudun, Pengembangan Metode Dakwah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

14

Lusiana Namber Wan AM 720), di Sukabumi (Radio Latanza 96.9 FM), di Batam

(Radio Seila 104.3 FM), di Pontianak (Radio Madina 90.0 FM), dan di Banyuwangi

(Radio Habibullah 94.8 FM).48

Sebagaimana juga dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Adeni

dalam bukunya yang berjudul Institusi Televisi Keislaman, Studi atas Rodja TV sebagai media Islam Salafi. Kesimpulan penelitiannya bahwa Rodja TV merupakan

salahsatu media Islam yang berideologi salafi di tengah media yang banyak beredar

media modern saat ini. Terdapat perbedaan yang jelas dibandingkan dengan media-

media radio lainnya. Radio ini bukan untuk yang sifatnya komersil, akantetapi

fokus dalam bidang dakwah dan kajian-kajian keislaman. Bahwasanya Rodja TV dengan perjuangan ideologinya dapat menghasilkan produk siaran dan mengontrol

pembiayaan semakin berhasil dalam menunjukkan status dan identitas

kesalafiaannya.49

Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zaini dengan judul Dakwah Melalui Radio; Analisis terhadap format siaran Dakwah di Radio PAS FM Pati,

menyimpulkan bahwa yang pertama, pada umumnya target acara melalui dialog

interaktif maupun rekaman adalah bertujuan memberikan siraman rohani tentang

ajaran Islam supaya masyarakat lebih paham. Selain itu juga memberikan

kesempatan kepada pendengar untuk bertanya langsung secara on air. Selain itu

juga di PAS FM Pati ini mempunya target khusus untuk mengupas persoalan fikih

wanita dan keluarga sakinah. Kedua, kelebihan dalam format diskusi maupun

dialog interaktif yaitu tema yang disampaikan selalu aktual. Ketiga, pendengar

dapat memperdalam ilmu agamanya secara langsung dengan bertanya kepada

narasumber tentang persolan yang dihadapinya. Adapun yang menjadi

kekurangannya ialah banyaknya narasumber yang memiliki latar belakanya berbeda

sehingga jawabannyapun berbeda, demikian ini malah membuat pendengar menjadi

bingung.50

Sebagaimana juga dalam penelitian Siti Mu’awanah tentang media yang

berjudul dakwah Ali Mustafa Yakub di TV One dalam tinjauan teori pemaknaan,

48

Rafardhan Irfan Alaric, yang juga meneliti seputar media penyiaran. Adapun

penelitiannya berjudul Strategi Radio “Silaturahim” am 720 Cibubur Bekasi dalam Mempertahankan Eksistensinya sebagai Media Dakwah, (Semarang: 2015), h. 77.

49 Adeni, Institusi Televisi Keislaman, Studi atas Rodja TV sebagai media Islam

Salafi, Jakarta: 2016, h. 157. 50

Berikutnya dijelaskan dengan itu juga ditemukan narasumber yang kuarang

menguasai materi, hingga ada pertanyaan masuk yang tidak bisa dijawab dengan baik dan

sempurna. Adapun kelebihannya dalam bentuk format rekaman, narasumber bisa

menyampaikan materi secara lebih luas dan mendalam. Kekurangannya pendenar tidak bisa

langsung bertanya kepada nara sumber atas materi yang disampaikan pada waktu itu.

Kemudian dalam format ulasan, yang bentuknya monolog dengan durasi yang cukup

singkat. Hal ini ditujukan kepada masyarakat yang berminat kepada objek tertentu serta

tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendengarkannya. Adapun kekurangan format

ini bahwa pesannya kurang mendalam, karena waktunya untuk menyampaikan yang begitu

pendek. Zaini Ahmad, “Dakwah Melalui Radio: Analisis terhadap format siaran Dakwah di

Radio PAS FM Pati” Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam At-Tabsyir Vol. 4 No. 1 Juni

2016, h. 93.

15

menjelaskan bahwa teori pemaknaan Gill Branston dan Roy Stafford yang meliputi

simiotik, strukturalisme, denotasi dan konotasi ditemukan padanannya dalam

keilmuan Islam. Adapun padanan tersebut diterapkan dalam ilmu balaghah, ilmu

uslub (stilistika) serta manthuq dan mafhum. Sedangkan demuan dalam pemaknaan

simiotik bahwa Ali Mustofa Yakub adalah menunjukkan sosok yang nasionalis,

tegas dalam penyampaian maupun bersikab. Mempunyai struktur berfikir yang

relatif sama dari masa kemasa. Apa yang disampaikan adalah perwujudan kapasitas

dirinya sebagai sosok Ulama. Dalam hal ini khusus dalam bidang ilmu hadis.

Istilah-istilah yag digunakan dalam dakwahnya di TV One menunjukkan sikap

nasionalisme ketegasan ketangkasan dan kepantasan.51

Dalam hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Walaupun desertasi

ini sama-sama mengkaji dakwah melalui media penyiran (radio). Namun dalam hal

ini lebih fokus kepada pengkajian keummatan dan kiprah dakwah melalui media

yang dalam hal ini Radio Komunitas Rodja dalam menyampaikan nilai-nilai Islam

dalam siaran dakwahnya.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.52

Beberapa cara yang

ditempuh guna mendapatkan data, di antaranya melalui wawancara mendalam

(indepth interview)53

dengan sumber-sumber informan yang sudah ditentukan yaitu

yang diasumsikan memiliki keterkaitan langsung dengan segala aktivitas studio

Radio Rodja melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu: a) mengetahui atau

menguasai dengan baik masalah yang diteliti, b) terlibat langsung dengan objek

penelitian, dan c) tidak sulit ditemui dalam arti berada dalam jangkauan peneliti.

Antara lain adalah (pimpinan, pembina, penyiar Radio Rodja, Rodja TV, Pimpinan

Pondok Pesanten ahlussunah wal jama>’ah, masyarakat yang mendukung,

masyarakat yang menolak sebagai subjek penelitian.

51

Lihat tesis Siti Muawanah tentang media yang berjudul: Dakwah Ali Mustafa

Yakub di TV One dalam Tinjauan Teori Pemaknaan, Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 52

Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalm-

dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahkan

populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan

bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di

sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya

(kuantitas) data. Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana,

2009), h. 57. 53

Dalam proses wawancara mendalam, pertanyaan yang diajukan tidak berstruktur,

dan dalam suasana bebas. Dalam hal ini peneliti mencoba menghilangkan kesan formal,

dengan menyesuaikan keadaan dengan masyarakat maupun da’i. Sedangkan

pendokumentasian hasil wawancara akan dilakukan melalui alat perekam audio dan

terutama catatan-catatan. Atau jika mengikuti saran Moustakas bahwa “The Phenomenological interview involves an informal, interactive process and utilities open-ended comment and questions”. Dradjat Wibawa, Etika profesionalisme Wartawan

(Bandung: Disertasi UNPAD, 2005).

16

Cara wawancara dilakukan secara terbuka dan tidak tersetruktur. Informan-

informan ini dipilih secara purposif atau “gethok tular” atau “snowball”.54

Teknik

ini dipilih berdasarkan pertimbangan rasional peneliti bahwa informanlah yang

memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi atau data seperti

yang diharapkan peneliti, sehingga mengarah pada penggunaan metode “grounded research”.

55

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis sumber data yaitu:

sumber data primer dan sumber data sekunder. Menurut Lotland,56

sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berdasarkan hal itu dan dikarenakan

penelitian ini adalah penelitian kualitatif, sumber utama penelitian ini adalah

catatan hasil wawancara di lapangan yang dalam hal ini seputar, “Radio Rodja yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis.

Sedangkan sumber sekunder penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal

ilmiah dan majalah-majalah, internet yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Untuk pengumpulan sumber sekunder ini penulis menggunakan metode

dokumentasi57

yang berproses dari menghimpun dokumen58

dan memilih-milih

dokumen sesuai dengan permasalahan penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian disertasi ini yakni Radio Rodja digelombang 756 khz

dalam saluran AM, yang beralamat di Jl. Pahlawan (belakang Polsek Cileungsi) Kp.

Tengah RT03 / RW03 Kecamatan Cileungsi Bogor, Bekasi Jawa Barat. Sedangkan

54

Menurut Moleong, teknik penarikan secara purposif semacam ini sangat

bermanfaat mengingat penelitian kualitatif lebih mengarah kepada penelitian proses dari

pada hasilnya. Cara purposif menjadi salah satu metode pengambilan informan tidak

dilakukan secara acak akan tetapi dipilih dengan pertimbangan tertentu. Lexi J. Moleong,

Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rosdakarya, 2004), h. 44. 55

Inti dari metode grounded research adalah bahwa semua analisis harus

berdasarkan data yang ada dan bukan berdasarkan pada ide yang ditetapkan sebelumnya. M.

Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998), 50. Lihat juga Stuart Schlegel, Grounded Research di Dalam Ilmu-ilmu Sosial, yang dikutip Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS,

1994), h. 46.

56

John Lotlond & Lynn H. Lotlond, Analyzing, Social Setting: AGUide to Qualitative Observation and Analysis (Belmont. Cal: Wadzworth Publishing Company,

1985) sebagaimana dikutip oleh Lexy. J. Maleong dalam Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 157.

57

Lihat Wardi Bachtiar dalam Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta: Logos,

1997), h. 77.

58

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu

peristiwa atau aktifitas tertentu. Ia bias merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti

arsip data base suatu surat, rekaman gambar, benda-benda peninggalan yang berkaitan

dengan suatu peristiwa. Lihat Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial Agama

(Bandung: Rosda Karya, 2003), h. 164.

17

waktu penelitian ini dimulai oleh penulis sejak awal bulan November 2012-Maret

2018.

4. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan komunikasi,

sosiologi, psikologis. Pendekatan komunikasi berguna untuk melihat misi

keummatan Radio Rodja dalam membagun jalinan komunikasi yang luas dan

efektif dalam menyampaikan dakwahnya. Pendekatan ini sangat penting mengingat

fokus penelitian disertasi ini adalah mengenai komunitarianisasi dakwah melalui

radio salafi dengan mengambil kasus Radio Rodja dalam menyampaikan pesan-

pesan dakwahnya. Pendekatan sosiologis dan psikologis untuk melihat kiprah

Radio Rodja dalam menjalin hubungan komunikasi dan kerja sama dengan aparat

keamanan, stasiun Radio dakwah yang seakidah di seluruh wilayah Indonesia, guna

meyebarkan dakwahnya secara serempak bersama-sama.

5. Instrument dan Teknik Penelitian

Pada hakikatnya dalam melakukan penelitian atas nilai-nilai penelitian

yaitu alat ukur atau instrument. Instrumen adalah alat yang dipakai untuk

mengerjakan sesuatu, sarana penelitian untuk memperoleh data sebagai bahan

pengolahan.

Keberhasilan suatu penelitian sangat ditentukan oleh instrument penelitian,

terutama menyangkut tingkat validitasnya. Sebab daya yang diperlukan untuk

mengisi pernyataan penelitian atau permasalahan dan menguji hipotesis diperoleh

melalui instrument penelitian.

Prosedur penelitian ini menggunakan berbagai instrument sebagai berikut:

a. Teknik Pengumpulan data

1) Observasi

Observasi dalam awal telah dilakukan oleh penulis yang merupakan tahap

awal untuk dapat memperoleh data tentang sejarah, strategi, metode dakwah Radio Rodja yang berada di Cibubur Bekasi dan Cileungsi Bogor Jawa Barat. Kemudian

akan dilanjutkan hingga tahap berikutnya untuk mendapatkan data secara

mendalam sesuai dengan yang diinginkan.

2) Wawancara

Wawancara mendalam digunakan sebagai salah satu teknik pengumpulan

data. Lewat wawancara peneliti dapat mengetahui tentang bagaimana strategi

dakwah yang dilakukan Radio Rodja dalam membuat jaringan komunikasi dengan

berbagai media dan bagaimana penerapan metode dakwah dalam penyiaran

program-programnya. Wawancara dilakukan dengan sistem tak terstruktur, karena

dianggap dapat memudahkan memperoleh data dari informan. Namun demikian,

peneliti pun menyediakan daftar pertanyaan sebagaimana terlampir guna

menghindari hal-hal yang tidak diharapkan ketika wawancara.

3) Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui telaah dokumentasi ini merupakan jenis

penelitian yang sering digunakan dalam studi kepustakaan atau library research.59

59 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), h. 15.

18

Yaitu berupa buku-buku, brosur, laporan kegiatan, kaset rekaman, majalah

As-Sunnah, internet, email, dan lain-lainya. Sebagai bahan untuk menjawab

permasalahan penelitian.

b. Teknik Analisis data

Dalam menganalisis data penelitin ini, dilakukan beberapa tahapan teknis.

Langkah teknis dimaksud menurut Miles dan Huberman adalah sebagai berikut:60

Pertama, mereduksi (pengurangan) data

Reduksi data dilakukan melalui proses pemilihan, penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data mentah yang diperoleh dari lapangan

kemudian meringkasnya, proses reduksi ini dilakukan terus menerus hingga

penulisan hasil penelitian. Tujuannya agar penelitian lebih terfokus, terpusat, cepat

dan akurat.

Kedua, proses penyajian data

Secara cek lis, penyajian ini meliputi penyajian secara grafik, matrik, tabel,

dan sketsa sambil terus menerus melakukan analisis.

Ketiga, menarik kesimpulan

Dalam menarik kesimpulan biasanya proses verifikasi juga berlangsung

yang merupakan hubungan berkelindan pada saat, selama dan sesudah pengumpulan

data. Jadi masih bersifat analisis sampai tergambar jelas maksud tujuan penalitian.

c. Interpretasi Data

Dalam proses interpretasi, temuan-temuan data yang diperoleh,

diartikulasikan dan dikomunikasikan melalui bahasa ilmiah. Peneliti dituntut

mampu menafsirkan, menghubungkan konsep-konsep, serta membangun

pemahaman-pemahaman baru dari temuan data tersebut. Dalam proses interpretasi

inilah terjadi analisis sintesis dan kritis, sehingga menjadi kerangka acuan dan hasil

penelitian. Poespoprojo mengistilahkan proses ini sebagai; mengatakan,

menerangkan, dan menerjemahkan.61

Data-data tersebut selanjutnya diolah dengan menggunakan metode analisis

isi atau semantik kuantitatif yaitu dengan melakukan kajian dan eksplorasi secara

intensif dan mendalam terhadap temuan-temuan yang diperoleh sehingga akhirnya

menghasilkan konsep komprehensif.62

Teknik-teknik penelitian tersebut diatas, apabila disederhanakan diruntut

dalam prosedur berikut:63

Pertama, menentukan lokasi penelitian dengan

mempertimbangkan interes peneliti sesuai dengan persoalan yang akan diteliti.

Lokasi penelitian Radio Rodja beralamat di Cileungsi Bogor Jawa Barat. Kedua,

mendapatkan akses dan membuat jalinan hubungan terutama akses terhadap

60

Mathew Miles & Humerman, Qualitative Data Analysis (Sage Publication Inc,

1990), h. 43. 61

Poespoprojo, Filsafat Moral Kesusilaan dalam Teori dan Praktek (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 1986), h. 192. 62

Analisis Isi adalah setiap prosedur sistematis yang dirancang untuk mengkaji isi

informasi terekam. Michael H. Walizer dan Paul L. Wienir, Metode dan Analisis Penelitian terj. Arief Sadiman (Jakarta: Penerbit Erlangga, Vol. II, 1991), h. 48.

63 Lihat John W. Cresswell, Qualitatif Inqury and Research Design Choosing

Among Five Traditions (Thousand Oaks; Sage Publication, 1988), h. 109-135.

19

informan-informan kunci guna memperoleh data. Ketiga, proses penentuan

informan, mencakup para pelaku dakwah RadioRodja , meskipun dalam penelitian

kualitatif penentuan informan ini relatif fleksibel. Keempat, proses pengumpulan

data dan membuat kategori serta memilah data. Tahapan ini dilakukan agar data-

data primer dari kata-kata sekunder bahkan data yang berlebihan tersusun secara

sistematis. Kelima, mencatat dan merekam berbagai informasi berkaitan dengan

obyek yang diteliti. Keenam, mengolah dan menganalisis data kemudian

menyimpan data. Ketujuh, memeriksa kembali sebagai evaluasi terhadap seluruh

data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan sesuai tema dan

topik penelitian, mengingat bahwa penelitian ini adalah penelitian dakwah, yaitu

komunitarianisasi dakwah melalui Radio Salafi, yakni Komunitas Rodja. Adapun

pendekatan-pendekatan penelitian, selain konsep strategi dan metode dakwah

digunakan pendekatan teori komunikasi karena ilmu ini mengkaji tentang proses

penyampaian pesan dan efek atau umpan balik dari khalayak. Sebagaimana

dikatakan Litllejohn bahwa komunikasi adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang

memiliki ciri-ciri; berkenaan dengan pemahaman bagaimana orang berperilaku

dalam menciptakan, menukarkan dan menginterpretasi pesan-pesan.64

Sementara

pendekatan sosiologi dan psikologi dilkukan guna menjelaskan struktur sosial dan

respon masyarakat terhadap materi maupun nilai-nilai keislaman yang dimuat

dalam penyiaran dakwah melalui Radio Rodja.

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan dari penelitian ini terdiri atas 6 (enam) bab, adapun secara

sistematik dapat dituliskan sebagai berikut:

Pendahuluan, yang mengemukakan tentang latar belakang masalah,

permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan yang ditulis dalam Bab

I.

Kemudian setelah itu diperlukan konsep kerangka berfikir yang berisi

tentang dakwah Islam dan media, yang menjelaskan tentang defenisi dakwah,

tujuan dakwah, problematika dakwah. Dalam sub berikutnya ditulis media dakwah

dan radio sebagai media dakwah. bab ini ditulis untuk dijadikan sebagai pisau

analisis, untuk menbaca bab berikutnya yang di tempatkan dalam Bab II.

Supaya penelitian ini lebih lengkap perlu juga menguraikan data-data yang

diperoleh dari lapangan sebagai bahan yang akan dianalisis yang berisi tentang

salaf, salafi dan dakwah salafi. Kemudian sekilas mengemukakan tentang profil

Radio Rodja , pilar-pilar radio dakwah salafi dan konsep ajaran Ahlussunnah Wal Jama >’ah landasan dakwah radio salafi, yang akan ditulis dalam Bab III.

Untuk meneyempurnakan yang ditulis dalam bab sebelumnya maka perlu

pembahasannya dipeluas dengan mengemukakan data-data dari lapangan tentang

kiprah dakwah melalui Radio Rodja dalam mencerdaskan umat. Membangun

64

Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss, Theories of Human Communication

(Belmots: Thomson Wadsworth, 2005), h. 4.

20

jaringan radio dakwah yang meliputi tentang ruang lingkup jaringan radio salafi

dalam kasus Radio Rodja, jalinan komunikasi Radio Rodja dengan sesama radio

dakwah yang satu akidah, dan jalinan komunikasi Radio Rodja dengan lembaga

lainnya. Bab ini ditulis untuk menjawab pertanyaan penelitian sekaligus sebagai

bukti-bukti hasil penelitian yang ditulis dalam Bab IV.

Sedangkan untuk melihat bagaimana komunitarianisasi dakwah melalui Radio Rodja dalam meningkatkan gerakan dakwah melalui radio komunitas tersebut yang

di tempatkan dalam Bab V yang meliputi: Dakwah melalui radio dapat

meningkatkan pemahaman keagamaan secara lebih mendalam. Dakwah melalui

melalui Radio Rodja dapat menumbuhkan gerakan pemberdayaan umat. Bab ini

ditulis guna untuk menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai bukti hasil

penelitian.

Setelah penelitian ini selesai dilakukan maka perlu Bab VI yang dijadikan

sebagai penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-

saran beserta kritikan yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan karya

penelitian ini.