TINDAK PIDANA KHALWAT/MESUM MENURUT QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003

76

Transcript of TINDAK PIDANA KHALWAT/MESUM MENURUT QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................

KATA PENGANTAR .................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

DAFTAR TABEL .......................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan..................................................

B. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................

C. Tujuan Penelitian .......................................................................

D. Metode Penelitian.......................................................................

E. Sistematika Pembahasan ...........................................................

BAB II. TINJAUAN YURIDIS TENTANG KHALWAT/MESUM

A. Pengertian Dan Pengaturan Tentang Khalwat/Mesum .........

B. Jenis-Jenis Jarimah Menurut Hukum Islam...........................

C. Tujuan Pidana Menurut Hukum Islam Dan Teori-Teori

Pemidanaan ...............................................................................

D. Penanggulangan Kejahatan Menurut Hukum Islam .............

BAB III. TINDAK PIDANA KHALWAT/MESUM DAN PENYELESAIAN

DI MAHKAMAH SYAR’IYAH KOTA BANDA ACEH

A. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Khalwat/Mesum

B. Penyebab Tindak Pidana Khalwat/Mesum Tidak Dilimpahkan Ke

Mahkamah Syari’iyah .............................................................

C. Upaya Yang Ditempuh Dalam Menanggulangai Tindak Pidama

Khalwat/Mesum ........................................................................

BAB IV . PENUTUP

A. KESIMPULAN.......................................................................................

B. SARAN ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan

Sepanjang sejarah masyarakat Aceh telah menjadikan agama Islam

sebagai pedoman dalam kehidupan, melalui penghayatan dan pengamalan ajaran

islam dalam rentang sejarah yang cukup panjang (sejak abad ke VII), telah

melahirkan suasana masyarakat dan budaya Aceh yang Islami, budaya dan Aceh

yang lahir dari renungan para ulama, kemudian dipraktekkan dan dikembangkan

serta dilestarikannya. Dalam ungkapan bijak disebut “Adat Bak Poe

Teumeureuhom Hukom Bak Syiah Kuala, Qanun Bak Putroe Phang Reusam Bak

Lakseumana” ungkapan tersebut merupakan pencerminan bahwa syariat islam

telah menyatu dan menjadi pedoman huidup bagi masyarakat Aceh melalui

peranan ulama sebagai ahli waris para Nabi.

Berdasarkan Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat/mesum, yang

merupakan dasar hukum tentang khalwat/mesum, perbuatan yang diterangkan

dalam pasal 4 dan 5 Qanun Nomor 14 tahun 2003 dipandang sebagai perbuatan

yang mungkar dan keji dan dilarang dalam syariat islam dan bertentangan dengan

adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Khalwat/mesum adalah

perbuatan bersunyi sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan

jenis yang bukan muhrimnya atau tampa ikatan perkawinan yang sah.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku ke-2 Bab

XIV tentang kejahatn terhadap kesopanan, Zina sebagaimana dimaksud Pasal 284

menyebutkan bahwa : Ayat (1) dihukum penjara selama lamanya sembilan bulan.

Sehubungan dengan Nanggroe Aceh Darussalam yang telah diberikan hak untuk

mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri serta menjalankan hukum

syariat islam yang berlandaskan hukum islam sebagaimana tertuang dalam Qanun

Nomor 14 tahun 2003 tentang khalwat/mesum. Siapa saja yang melakukan

khalwat/mesum sebagaimana dimaksud Pasal 4 dan 5 Qanun Nomor 14 tahun

2003 Dihukum dengan hukuman cambuk sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22

ayat (1) dan ayat (2) Qanun Nomor 14 tahun 2003 yang berbunyi :

(1) “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi 9kali dan paling rendah 7 kali, dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000(sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2500.000 (dua juta lima ratus riburupiah)”.

(2) “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalampasal 5 diancam dengan hukuman ‘uqubat ta’zir berupa kurungan palinglama 6 bulan dan paling singkat 2 bulan, dan/atau denda paling banyak Rp15.000.000 (lima belas juta rupiah), paling sedikit Rp 5000.000 (lima jutarupiah)”.

Berdasarkan hasil Penelitian yang telah peneliti lakukan, mulai dari tahun

2006 s/d 2007 telah terjadi tindak pidana Khalwat/Mesum di Kota Banda Aceh

yang telah dilakukan oleh sebagian besar pemuda dan pemudi, hanya terdapat

sebagian kecil saja kasus tindak pidana Khalwat/Mesum yang telah dilimpahkan

ke Mahkamah Syar’iyah, padahal perbuatan tentang kejahatan yng mengatur

tindak pidana Khalat/Mesum sudah diatur dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003,

dan barang siapa yang telah terbukti melakukan Khalwat/Mesum akan diancam

dengan hukuman ta’zir, akan tetapi meskipun perbuatan itu telah diancam dengan

hukuman cambuk, namun tindak pidana Khalwat/Mesum masih saja terjadi dan

mulai dari tahun 2006 s/d 2007 terdapat 590 (lima ratus sembilan puluh) kasus

tindak pidana Khalwat/mesum diwilayah Kota banda Aceh, dan hanya terdapat 5

(lima) kasus tindak pidana Khalwt/mesum yang telah dilimpahkan ke Mahkamah

Syar’iyah Kota Banda Aceh. Sedangkan sisanya yang telah dilimpahkan ke

Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh masih ada dalam proses penyidikan, dan

ada pula berkas perkaranya yang sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri

Kota Banda Aceh, untuk selanjutnya dilimpahkan ke Mahkmah Syar’iyah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dalam wilayah

hukum Kotab Banda Aceh, masih banyak terjadi tindak pidana Khalwat/Mesum,

meskipun perbuatan tersebut telah diancam dengan hukuman cambuk. Meskipun

demikian dalam penerapan hukuman cambuk yang dilakukan sekarang diterapkan

di Nanggroe Aceh Darussalam belum menunjukkan semaksimal mungkin

perbuatan Khalwat/Mesum dapat dicegah oleh petugas Wilayatul Hisbah, kalau

tanpa adanya rasa kesadaran hukum dari setiap diri individu untuk melaksanakan

Syariat Islam yang kaffah di bumi Serammbi Mekkah. Dalam hal ini perlu kerja

sama antara penegak hukum dengan masyarakat untuk memberantas kemaksiatan

dan menjunjung tinggi nilai-nilai, norma-norma, dan kaidah-kaidah hukum yang

berlaku dalam masyarakat Aceh, guna untuk mewujudkan dan menegakkan rasa

keadilan, kesopanan, tata krama dan menjunjung tinggi Sayriat Islam sebagai

dasar untuk mewujudkan manusia yang berkeprikemanuian sebagai maklhuk

Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang

Keistimewaan Daerah Naggroe Aceh Darussalam, dan Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus, antara lain dibidang pelaksanaan Syariat

Islam dalam kehidupan masyarakat guna terwujudnya tata kehidupan masyarakat

yang tertib, aman, tenteram, dan sejahtera, serta adil untuk mencapai ridha Allah

SWT. Maka pemerintah berdasarkan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang

Khalwat/Mesum hukumnya adalah haram dan dilarang oleh Syariat Islam. Untuk

efektif pelaksanaan qanun ini disamping adanya lembaga penyidikan dan

penuntutan, juga dilakukan pengawasan yang meliputi upaya pembinaan pelaku

jarimah oleh muhtasib dari lembaga Wilyatul Hisbah.

Meskipun demikian bahwa peraturan Khalwat/Mesum sudah diatur dalam

Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang larangannya, bahwa hukumnnya haram dan

diancam dengan hukuman cambuk bagi pelaku. Namun dikota Banda Aceh masih

terjadi pelanggaran Khalwat/Mesum meskipun sudah diancam dengan hukuman

yang sangat berat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang

menajdi pokok permasalahan dalam penulisan kripsi ini adalah :

1. Apakah faktor-faktor terjadinya tindak pidana Khalwat/Mesum?

2. Mengapa tindak pidana Khalwat/Mesum tidak semuanya dilimpahkan ke

Mahkamah Syar’iyah?

3. Apakah upaya yang ditempuh dalam menanggulangi tindak pidana

Khalwat/Mesum?

B. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi yang telah peneliti pilih mengenai

“Tindak Pidana Khalwat/Mesum Menurut Qanun Nomor 14 Tahun 2003

tentang Khalwat/Mesum” maka ruang lingkup dalam pembahasan ini

meliputi tentang larangan masalah Khalwat/Mesum dan upaya

penanggulangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dan peran serta

masyarakat dalam memberantas kemaksiatan yang sekarang diterapkan di

Nanggroe Acaeh Darussalam, yang berdasarkan Qanun Nomor 14 Tahun

2003 tentang Khalwat/Mesum, dan apa hambatan dan bagaimana cara

penanggulangannya terhadap tindak pidana Khalwat/Mesum dan kasus-kasus

yang terjadi di wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh mulai

tahun 2006 s/d 2007.

C. Tujuan Penelitian

Dalam pembahasan ini yang menjadi pokok pembahasan adalah tujuan

dari uraian ruang lingkup di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan faktor-faktor terjadinya tindak pidana

Khalwat/Mesum?

2. Untuk menjelaskan alasan tindak pidana Khalwat/Mesum tidak semuanya

dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah?

3. Untuk menjelaskan upaya yang ditempuh dalam menanggulangi tindak

pidana Khalwat/Mesum?

D. Metode Penelitian

1. Lokasi dan Populasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah dilakukan di wilayah hukum Mahkamah

Syar’iyah Kota Banda Aceh.

a. Defenisi operasional variable-variabel penelitian

1. Qanun adalah peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah

yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat

Aceh.

2. Khalwat/mesum adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara bersunyi-

sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang bukan muhrim atau tampa

ikatan perkawinan yang sah menurut Agama Islam.

b. Populasi penelitian

Populasi penelitian terdiri dari atas : anggota kepolisian/penyidik,

jaksa penuntut umum, hakim mahkamah syar’iyah kota Banda Aceh, dan

petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh.

2. Cara pengambilan sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

porpusif sampling yaitu dari keseluruhan populasi akan diambil beberapa

orang yang diperkirakan dapat mewakili dari keseluruhan populasi yang ada,

terdiri :

a. Responden

1. Penyidik polri yang pernah menangani kasus khalwat/mesum sebanyak

2 orang;

2. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh yang pernah melakukan

penyidikan tentang kasus khalwat/mesum sebanyak 2 orang;

3. Jaksa Penuntut umum Kota Banda Aceh yang pernah melakukan

penuntutan terhadap kasus khalwat/mesum sebanyak 2 orang;

4. Hakim Mahkamah Syar’iyah kota Banda Aceh yang pernah

memutuskan kasus khalwat/mesum sebanyak 2 orang;

5. Pelaku tindak pidana Khalwat/Mesum sebanyak 5 orang.

b. Informan

1. Kepala Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh.

2. Ketua Masyarakat Adat Kota Banda Aceh.

3. Cara pengambilan data dan pengumpulan data

Data yang diteliti dalam suatu penelitian ini dilakukan dengan dua

cara yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan yang dimaksudkan untuk memperoleh data

skunder yaitu dengan cara mempelajari literatur (buku-buku), tiori tiori

dan perundang-undangan yang berhubungan dengan kasus-kasus yang ada.

b. Penelitian lapangan

Penelitian lapangan yang dimaksudkan untuk memperoleh data Primer

dengan mewawancarai kepada responden dan informan yang telah peneliti

pilih. Alasan dilakukan wawancara karena cara ini dirasa paling tepat

untuk mengumpulkan data karena setiap permasalahan berkenaan

langsung dengan penelitian dapat langsung dituangkan dalam wawancara.

4. Cara analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan dan hasil penelitian

kepustakaan dianalisis dan diolah secara sistematis dengan menggunakan

pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif adalah apa yang dinyatakan oleh responden dan

informan baik secara lisan maupun tulisan yang dipelajari dan diteliti sebagai

suatu yang utuh sehingga terjawab permasalahan. Setelah data terkumpulkan,

lalu data dipilah-pilah berdasarkan kesesuaian dengan masalah yang diteliti

dan selanjutnya data ditulis dalam skripsi dengan menghubungkan dengan

data kepustakaan.

E. Sistematika Penelitian

Untuk memudahkan penyusuan skripsi ini serta sekaligus untuk

tercapainya tujuan pembahasan, maka disusunlah sistematikanya yang dibagi

dalam empat bab antara lain sebagai berikut :

Bab I yang merupakan bab pendahulan yang terdiri dari 4 (empat) sub

bab, yang memuat Latar Belakang Permasalahan, Ruang Lingkup, Tujuan

Pembahasan, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab II yang berisikan uraian yang bersifat yuridis teoritis, pada bab ini

akan dijelaskan mengenai Tinjauan Umum tentang Khalwat/Mesum, Jenis-

Jenis Jarimah, Tujuan Pidana Menurut Hukum Islam, dan Cara

Penanggulangan Jarimah Menurut Hukum Islam.

Bab III dalam ini dikemukan kenyataan yang terjadi dalam praktek

yang dihubungkan dengan Bab II sebagai Bab Yuridis Teoritis. Bab ini terdiri

dari 3 (tiga) sub bab yaitu : Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana

Khalwat/Mesum, Faktor-Faktor Penyebab Tindak Pidana Khalwat/Mesum

tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah, dan Upaya yang ditempuh dalam

Menanggulangi Tindak Pidana Khalwat/Mesum.

Bab IV merupakan bab penutup yang memuat tentang Kesimpulan

dan Saran dari keseluruhan bab.

BAB II

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KHALWAT/MESUM

A. Pengertian dan Pengaturan Tentang Khalwat/Mesum

Khalwat/Mesum atau dengan kata lain yaitu jarimah adalah

perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang bukan

muhrinya tampa ikatan perkawinan yang sah menurut hukum Islam. Jadi

pengertian jarimah Khalwat/Mesum Jarimah berasal dari kata “Jaram”

artinya berusaha dan bekerja, pengertian bekerja disini khusus untuk usaha

yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Dari pengertian

diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jarimah menurut arti bahasa adalah

melakukan perbuatan-perbutan atau hal-hal yang dipandang tidak baik,

dibenci oleh manusia karena bertentangan dengan keadilan, kebenaran, dan

jalan yang lurus (agama). Dalam memberikan definisi ini Imam-Al

Mawardi mengemukakan, jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang

dilarang oleh syara’.1

Para fuqaha menyatakan bahwa bahwa lafal jinayah sama artinya

dengan jarimah. Pengertian jinayah adalah setiap perbuatan yang dilarang

oleh syara’, baik perbuatan itu mengenai jiwa, harta benda atau lain

sebagainya.

1 Ahmad wardi muslich. Pengantar dan Azas hukum Pidana Islam. Sinar Grafika, 2004 :Hal 9

a. Pengaturan Tentang Zina Dalam Al-qur’an dan Dalam Hadist :

Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatuperbuatan tang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’ :320.

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka deralah tiap-tiapsesorang dari keduanya seratus aklli dera, dan janganlah belas kasihankepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jikakamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah(pelaksanaan) hukumannya disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yangberiman. (QS. An-Nur : 2).Jejaka dan gadis hukumannya jilid seratus kali dan pengasingan selamasatu tahun”(HR. Jama’ah kecuali Al-bukhari dan Annasa’i).

Sabda Nabi : Tidak boleh terjadi kerusakan terhadap manusia dan tidkboleh manusia melakukan pengrusakan terhadap orang lain.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Katanya : aku pernah mendengarRasulullah saw. Bersabda. : Apa bila seseorang hamba perempuan miliksalah seorang diantara kamu melakukan perbuatan zina dan telahterbukti, maka hukumlah dia dengan cambukan rotan dan janganlahmamakinya. Jika ia mengulanginya lagi perbuatan zina itu, cambukrotan;lah dia dan janganlah kamu memakinya. Dan jika dia mengulanginyalagi buat kali ketiganya dan terbukti, maka jauhlah dia walaupun denganharga sehelai rambut.

Sanksi hukum bagi pezina

Sanksi hukum bagi wanita dan/atau laki laki yang berstatus pemuda pemudi

dihukum dengan hukuman cambuk 100 kali.

Dalam pelaksanaan cambuk tidak ada belas kasihan kepada pelaku dan

eksekusinya di saksikan oleh sekelompok dari orang yang beriman.

Sanksi hukuman cambuk bagi wanita dan /atau laki laki yang berstatus janda

dan/duda adalah hukuman rajam (ditanam sampai leher kemudian kemudian

dilempari batu sampai meninggal) dalam pelaksanaan rajam tidak boleh ada

rasa kasihan kepada pelaku zina dan eksekusinya disaksikan oleh segolongan

oleh orang yang beriman.2

Imam Syafi’i dalam mazhabnya memberikan definisi tentang zina yaitu

memasukkan alat kelamin kedalam alat kelamin yang diharamkan menurut zatnya

terlepas dari segala kemungkinan, kesamaan dan secara alami perbuatan itu

disenangi. Larangan terhadap zina berirngan dengan larangan pembunuhan dan

termasuk dosa besar sebagaimana dosa pembunuhan itu sendiri, Islam sangat

serius menghadapi persoalan zina tersebut dan menempatkannya sebagai masalah

social yang kejahatannya merusak tatanan sosial, pelakunya dinnyatakan

melakukan kejahatan terhadap umum atau publik dan oleh karena dituntut oleh

Jaksa Penuntut umum yang mewakili masyarakat. Dalam KUHP yang berlaku

delik perzinaan termasuk delik aduan dan ancaman terhadap pelaku sangat ringan,

akibat yang terjadi adalah kerusakan masyarakat. Tapi Islam menetapkan

ancaman terhadap perzinaan denga ancaman hukuman yang sangat berat, paling

tinggi hukuman mati dan paling rendah hukuman dera seratus kali, dan

pelaklsanaan atau eksekusi pelaku zina baik dalam bentuk rajam maupun dera

dilakukan oleh hakim atau petugas yang ditentukan secara terbuka tampa diberi

rasa belas kasihan, agar orang lain menyaksikan dan merasa takut melaksanakan

kejahatan yang sama.3

Islam melarang dengan tegas tentang zina, sementara khalwat/mesum

merupakan wadilah atau peluang untuk terjadinya zina, maka khalwat juga

termasuk salah satu jarimah (perbuatan pidana) dan diancam dengan hukuman

2 Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam, Jakarta, SInar Grafika. 2007, hal 503 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Figh : Raja Grafindo Persada 2003, hal : 274

‘uqubat ta’zir, cambuk. Dalam hukum Islam terdapat dua macam sanksi yaitu

yang bersifat definitif dari Allah dan Rasulnya dan sanksi yang tetapkan manusia

melalui kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif dan kedua jenis sanksi

tersebut mendorong manusia atau masyarakat untuk patuh dan taat pada ketentuan

hukum.

b. Pengaturan Tentang Khalwat/Mesum atau Jarimah Dalam Qanun :

Pengaturan tentang Khalwa/Mesum dalam Qanun terdapat dalam Pasal 4

dan Pasal 5 Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum yaitu :

Pasal 4 : Khalwat/mesum hukumnya haram.

Pasal 5 : Setiap orang dilarang melakukan Khalwat/Mesum.4

Hukum Islam memiliki karekteristik sendiri yang berbeda dengan

karakteristik hukum yang lain yang berlaku didunia ini, berbeda karakteristik ini

disebabkan karena hukum Islam berasal dari Allah bukan buatan manusia yang

tidak luput dari kepentingan individu dan hawa nafsu. Intisari hukum Islam adalah

memelihara manusia dan memberikan perhatian yang penuh atas dasar kemulian

dan hukum Islam berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjalankan segala

hal yang menyebabkan terganggunya kemulian itu. Hasby ash-Shiddieqy,

menyebutkan beberapa karakteristik hukum Islam, yaitu sempurna (ta’amul),

harmonis (wasathiyah) dan dinamis (harakah). Sedangkan Menurut Faqouq

Nabhan, dalam pengertian para fuqaha Syariah adalah menetapkan norma-norma

hukum untuk menata kehidupan manusia, baik dalam hubungannya denga tuhan

4 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada,2006, hal : 94-95

maupun dengan umat manusia lainya, maka dalam hal ini syariah itu mencakup

aspek-aspek akidah, aklhak dan amaliah.

Dan setelah disahkan nya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11

tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sesuai dengan Pasal 125 ayat 1 dan ayat

2 meliputi :

Ayat 1 : Syariat Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah,syar’iyah dan aklhak.Ayat 2 : Syariat Islam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melipiutiibadah, ahwal al-syakhshiyah (hukum keluarga), mu’amalah (hukumperdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah(pendidikan), dakwah, syiar dan pembelaan Islam.

Berdasarkan dari ayat yang telah diuraikan sebelumnya diatas maka

pemerintah dan masyarakat Aceh yang ada di Aceh wajib menghargai,

menghormati pelaksanaak Syariat Islam di Aceh sebagaimana ketentuanya dalam

Pasal 126 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2006 yang berbunyi :

Ayat 1 : Setiap pemeluk agama Islam di Aceh wajib mentaati danmengamalkan Syariat Islam.Ayat 2 : Setiap orang yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajibpelaksanaan Sysriat Islam.

Berdasarkan ayat diatas maka bagi setiap orang pemeluk agaman Islam

yang bertempat tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati dan menghargai

pelaksanaan Syriat Islam yang berlaku di Aceh guna untuk mewujudkan

pelaksanaan Syariat Islam yang kaffah di Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan

ketentuan yang telah dituangkan dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang

Khalwat/Mesum, maka bagi pelaku Khalwat/Mesum diancam dengan ‘uqubat

ta’zir berupa dicambuk paling banyak 9 kali dan paling sedikit 7 kali dan atau

denda paling banyak Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan paling rendah-

Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Akan tetapi dalam hukum pidana

islam tentang sanksi hukum bagi pelaku zina.

c. Lingkungan Berlakunya Aturan-aturan Pidana Islam

Pada dasarnya Syariat Islam bukan syariat regional atau kedaerahan,

melainkan syariat yang bersifat universal dan internasional. Syariat Islam berlaku

untuk seluruh dunia dan semua umat Islam baik mereka muslim atau nonmuslim,

sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an Surat Al-Anbiya’ ayat 107 yang

berbunyi :

Dan kami tidak mengutuskan engkau (Ya Muhammad) melainkan untuk

menjadi rahmat bagi seluruh alam. (QS. Al-Anbiya :107)

Menurut Imam Abu Hanifah hukum Islam diterappkan atas jarimah-

jarimah yang terjadi di negeri Islam baik dilakukan oleh orang maupun zimmi

(orang yang bukan muslim tapi tunduk kepada agama Islam berdasarkan

perjanjian yang berlaku). Berbeda dengan Imam Abu Yusuf, beliau mengatakan

diterapkan atas jarimah-jarimah yang terjadi di negeri Islam baik dilakukan orang

muslim, zimmi maupun musta’man (nonmuslim yang tinggal sementara di negeri

Islam, mereka tunduk pada hukum Islam berdasarkan perjanjian keamanan yang

bersifat sementara).

Dalam hukum pidana Indonesia lingkungan berlakunya hukum pidana ini

diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP)5.

Pasal 2 : Ketentuan Pidana dalam perundang-undangan RepublikIndonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesiamelakukan suatu Tindak Pidana.

B. Jenis-Jenis Jarimah Menurut Hukum Islam

Jarimah itu sangat banyak macam dan ragamnya. Tetapi secara

garis besar jarimah itu dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu :

1. Ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman : Jarimah dapat dibagi

beberapa jenis antara lain :

1.1. Jarimah Hudud, yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman had.

Pengertian hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh

syara’ dan menjadi hak Allah (hak masyarakat). sebagaimana

dikemukakan oleh Mahmud Syaltut, Hak Allah adalah suatu hak yang

manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi

seseorang. jarimah hudud ini ada tujuh macam antara lain6 :

Jarimah zina

Jarimah qazdaf

Jarimah syurbul khamr

Jarimah pencurian

Jarimah hirabah

Jarimah riddah dan

5 Ahmad Wardi Muslih, Lot Cit hal 536 Ibid hal 17-18

Jarimah Al Bagyu (pemberontakan)

Dalam jarimah zina, syurbul khamr, hirabah, riddah dan Al-Bagyu

(pemberontakan), yang dilanggar adalah hak Allah. Sedaangkan dalam jarimah

pencurian dan qazdaf (penuduh zina) yang disinggung disamping hak Allah juga

terdapat hak manusia (individu).

1.2. Jarimah qishash dan diat, adalah jarimah yang diancam dengan

hukuman qishash atau diat, yang keduanya sudah ditentukan oleh

syara’ tapi hak manusia sebagaimana dikemukakan oleh Mahmud

Syahlut, hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali

kepada orang tertentu. Jarimah qishash dan diat ada dua macam antara

lain :

Peganiayaan

Pembunuhan

1.3. Jarimah ta’zir, adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir.

Pengertian ta’zir menurut bahasa adalah ta’dib atau membri pelajaran.

sedangkan menurut istilah adalah sebagaiman dikemukakan oleh Imam

Al Mawardi, Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak

pidana) yang belaum ditentukan hukumannya oleh syara’.

2. Sumber, hukum Indonesia dan ciri-ciri hukum aturan Pidana Islam

Jumhur ulama bahwa sumber hukum Islam ada empat yaitu Al-qur’an, As-

Sunnah, ijma’ dan qiyas. Berdasarkan ruang lingkup yang telah diuraikan,

maka ciri-ciri hukum Islam yaitu :7

7 Zainuddin Ali, Lot Cit hal 22

1). Hukum Islam bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.

2). Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dicerai

pisahkan dengan iman, kesusilaan dan akhlak Islam.

3). Hukum Islam mempunyai kata kunci : (a) syariah, dan (b) fiqih.

4). Hukum Islam mempunyai dua bidang utama yaitu : (1) hukum ibadah dan

(2) hukum mu’amalah.

5). Huku Islam mendahulukan kewajiban dari hak amal dari pahala.

6). Hukum Islam dapat dibagi : (1) hukum taklifi atau huum taklif,yaitu Al-

akmah Al-khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum,lima

pengolongan hukum yaitu jaiz,sunah,makruh,wajib dan haram.dan (2)

hukum Wadh”I, yaitu hukum Yang mengandung sebab,syarat halangan

terjadi atau terwujutnya hubungan hukum.8

Dan selain sumber dari hukum Syariat Islam juga terdapat bberapat

sumber hukum di Negara Indonesia yaitu :

1). Pancasila, yaitu suatu sumber pandangan hidup, Ideologi bangsa

Indonesia, serta sumber segala hukum , artinya bahwa pancasila sebagai

pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi suasana

kejiwaandan watak dari rakyat Negara yang bersangkutan tempat berpijak atau

bersandar bagi setiap persoalan hukum yang ada9. serta menjadi

2). Undang–Undang Dasar 1945, merupakan perwujudan dari tujuan

proklamasi kemerdekaan RI btanggal 17 agustus 1945 yang terdiri atas batang

tubuh UU 1945.

8 Ibid hal 229 Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004,

hal 6-7

Kekhasan Syariat Islam di bandingkan Undang-Undang lain adalah

sifatnya yang teitis (rabbaniyah) atau regitius (diniyah) Hukum Islam adalah-

hukum yang bersumber dari Al-qur’an dan As-Sunnah dan menjadi bagian agama

Islam sebagai sistem ia mempunyai beberapa istilah antara lain10 :

1. Hukum seperangkat norma yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat

baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat

dengan cara tertentu oleh penguasa.

2. Hukm atau ahka, perkataan hukum yang kita pergunakan dalam bahasa

Indonesia yang berasal dari kata hukm (tapa u antara huruf k dan m) dalam

bahasa Arab norma atau kaidah yakni ukuran, patokan, tolak ukur, dan

pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan

manusia dan benda

3. Syariat, selain perkataan hukum dipahami juga hukum dengan istilah

syariat atau syariah secara harfiah adalah jalan kesumber (mata) air yakni

jalan yang lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim .

4. Fiqih, dalam bahasa arab ditulis dengan fiqih atau kadang-kadang feqih

setelah di indonesiakan artinya faham atau pengertian.

Hukum Islam sebagi tatanan dalam hukum modern dan salah satu hukum

yang berlaku didunia ini, substasinya, mencakup aspek ibadah, aspek al

10 Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,Raja Grafindo Persada, 1997 hal 87

ahwal ash-syasyiyah, seperti talak, cerai, rujuk dan wari, serta aspek

muamalah hubungan manusia antarmanusia11

C. Tujuan Pidana Menurut Hukum Islam dan Teori-teoriPemidanaan

1. Pengertian Hukuman

Hukumaan dalam bahasa arab disebut ‘uqubat”. Artinya

mengiringnya dan datang dibelakangnya.12 Sesuatu disebut hukuman

karenan ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu

dilakukan. Dan dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa sesuatu

disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang

menyimpang yang telah dilakukannya. Sehubungan dengan kasu-kasus

topik diatas, dapat dikatakan bahwa apapunyang dilakukan hukum pidana,

salah atau benar, mempergunakan bentuk-bentuk hukuman tergantung

pada yang telah karakter moral dari si pelanggar hukum atau moralitas

dari pada pelanggaran hukum dilakukannya,13 oleh karena itu hukum dapat

menghapuskan kebiasaan buruk, akan tetapi dapat pula mempertahankan

apa yang dilarang Undang-Undang. Secara umum fungsi hukum dalam

masyarakat dapat dibagi14 :

Fungsi menfasilitasi, dalam hal initermasuk menfasilitasi sehingga tercapai

suatu ketertiban.

11 Abdul manan, Op Cit, hal 6112 Ahmad Wardi Muslich ,Lot Cit, hal 136-13713 Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Raja Wali, Jakarta, 1984,

hal 5714 Munir Faudy, Sosiologi Hukum Komtemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal-

78

Fungsi refresif, dalam hal ini penggunaan hukum sebagai alat bagi elite

berkuasauntuk mencapai tujuannya.

Fungsi Idiologi, hukum menjamin pencapaian legitimasi, dominasi,

kebebasan, kemerdekaan dan keadilan.

Fungsi reflektif, hukum mereflekti keinginan bersama dalam masyarakat

sehinngga mestinya hukum barsifat netral.

Menurut L.J.Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah untuk mempertahankan

ketertiban masyarakat, dalam mempertahankan ketertiban tersebut hukum harus

secara seimbang melindungi kepentingan-kepentingan yang ada dalam

masyarakat.15 Dalam KUHP, tentang kesopanan pasal 281, dan zina pasal 284,

kesopanan disini dalam arti kata kesusilaan, perasaan malu yang berhubungan

dengan nafsu kelamin misalnya, bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan,

atau pria menciumnya wanita, maka perbuatan tersebut diancam dengan hukuman

penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan, berbeda dengan zina pasal 288,

yang merupakan delik aduan yang absolute, artinya tidak dapat dituntut apa bila

tidak ada pengaduan dari pihak suami atau istri yang dirugikan (yang

dimalukan)16. Dan hukumannya juga sangat terlaalu ringan, sedangkan dalam

hukum Syariat Islam perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 281 dan Pasal 284,

itu diancam dengan hukuman yang sangat berat.

Syariat hukum Islam telah menetapkan tiga macam jenis hukuman bagi

pelaku zina antara lain sebagai berikut :

15 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2007, hal 5816 R. Soesilo, Politeia-Bogor

a. Hukuman jilid, adalah hukuman seratus kali atas perbuatan zina yang

dilakukan oleh orang yang tidak muhshan (belum kawin) yang

berdasarkan firman Allah :

Pembuat zina perempuan dan laki laki hendaklah kamu jilid masingmasingnya seratus kali, janganlah kamu disukai oleh rasa kasih sayangterhadap keduanya jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir danhendaknya menyaksikan penghukumannya segolongan orang mu’min.(An-nur :2)17.

b. Hukuman pengasingan, terhadap pembuat zina yang tidak muhshan

dikenakan hukuman pengasingan selama satu tahun disamping

hukuman jilid, sesuai dengan sabda Nabi :

Orang muda dengan orang muda jilid seratus kali dan pengasingnansatu tahun.

c. Hukuman rajam, adalah hukuman mati dengan jalan dilempari dengan

batu dan dikenakan bagi pembuat zina muhshan baik lakli laki atau

perempuan, sesuai dengan sabda Nabi :

Tidak halal darah (jiwa) seseorang muslim kecuali salah satu dari tigahal yaitu kufur sesudah iman, zina sesudah muhshan (kawin), danpembunuhan bukan karena pembunuhan orang (bukan pembunuhqishas).

2. Syarat-syarat Hukuman

Hukuman dianggap mempunyai dasar (Syaar’iyah) apa bila ia didasarkan

kepada sumber-sumber syara’ seperti Al-qur’an, As-Sunnah, ijma’ atau

Undang-Undang yang tetapkan oleh lembaga yang berwewenang (ulil

amri) seperti dalam hukum ta’zir.

17 Ahmad Wardi Muslich, Lot Cit, hal 141

Hukuman harus bersifat pribadi (perseorangan) ini, mengandung arti

bahwa hukuman harus dijatuhkan kepada orang melakukan tindak pidana

dan tidak mengenai orang lain yang tidak bersalah.

Hukuman harus bersifat umum, ini berarti hukuman harus berlaku bagi

setiap orang tanpa diskriminasi.

3. Pengulangan Jarimah

Dalam hal terjadi pengulangan jarimah dalam istilah hukum positif adalah

dikerjakannya suatu jarimah oleh seseorang , setelah ia melakukan jarimah lain

yang telah mendapatkan putasan terakhir. Pengulangan berbeda dengan gabungan

jarimah. Dalam gabungan jarimah, pelaku melakukan jarimah untuk kedua

kalinya atau ketiga kalinya, namun jarimah sebelumnya belum mendapat

keputusan terakhir.

Mengenai syarat-syarat kemungkinan adanya pengulangan jarimah, masih

diperselisihkan oleh para sarjana hukum positif. Tapi bila merujuk kepada hadis

Rasulullah saw yang brbunyi :

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Katanya : aku pernah mendengarRasulullah saw. Bersabda. : Apa bila seseorang hamba perempuan miliksalah seorang diantara kamu melakukan perbuatan zina dan telahterbukti, maka hukumlah dia dengan cambukan rotan dan janganlahmamakinya. Jika ia mengulanginya lagi perbuatan zina itu, cambukrotan;lah dia dan janganlah kamu memakinya. Dan jika dia mengulanginyalagi buat kali ketiganya dan terbukti, maka jauhlah dia walaupun denganharga sehelai rambut.

Dalam hukum Pidana Islam, pengulangan jarimah sudah dikenal sejak

zaman Rasulullah SAW, misalnya dalam jarimah pencurian, Rasulullah saw telah

menjelaskan hukuman untuk pengulangan pencurian ini secara rinci

sebanagimana hadisnya :

Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan), jika ia mencuri lagi

potonglah kakinya (kaki kiri), jika ia mencuri lagi potonglah tangannya

(tangan kiri), kemudian jika ia mencuri lagi maka potonglah kakinya

(yang kana).18

Namun bila diperhatikan hadis tersebut tidak ada pemberatan atau

penambahan hukuman, melainkan menjelaskan saja urutannya sejak pencurian

yang pertama sampai yang keempat. Berhubungan dengan pengulangan

pelanggaran atau pengulangan Khalwat/Mesum atau jarimah ini, maka ‘uqubatnya

dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dan ‘uqubat maksimal sebagaimana ketentuannya

dalam Pasal 24 Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum yang

berbunyi : Pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22, ‘uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dan ‘uqubat maksimal.

Ketentuan ‘uqubat ini dapat ditambah apa bila orang yang sama

melakukan pengulangan pelanggaran yang sama, maksud pengulangan

pelanggaran yaitu pelanggaran yang tersebut dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2)

sebagaimana bunyinya :

(1). Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi9(sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyaRp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp. 2.500.000 (duajuta lima ratus ribu rupiah).

(2). Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa kurungan palinglama 6 (enam) bulan, paling singkat 2 (dua) bulan dan/atau paling banyakRp. 15.000.000-(lima belas juta upiah), paling sedikit Rp. 5000.000-(limajuta rupiah).

18 Ahmad Wardi Muslih, Lot Cit hal 163

Dalm hukum Pidana Islam, ada dua teori tentang bergandanya hukuman

dan sudah dikenal oleh para fuqaha :

1. Teori saling melengkapi (At-tadakhula)

Menurut teori ini, ketika tejadinya gabungan perbuatan maka hukuman-

hukamannya saling melengkapi (memasuki), sehingga oleh karena itu perbuatan

itu hanya dijatuhi satu hukuman saja.

2. Teori penyerapan (Al-jabb)

Menurut teori ini, menurut Syariat Islam,cukup menjatuhkan satu

hukuman saja sehingga hukuman-hukuman yang lain tidak perlu dijatuhkan.

Hukuman dalam konteks ini tidak lain adalah hukuman mati, dan para fuqaha

belum disepakati tentang teori ini.

4. Macam-Macam Hukuman

Hukuman hudud adalah hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah

hudud, ini ada tujuh macam yaitu : (1) zina, (2) qadzaf/penuduhan zina, (3)

minum minuman keras (syurbul khamr), (4) pencurian, (5)

hirabah/perampokan, (6) riddah/murtad dan (7) pemberontakan.

Hukuman qishash dan diat yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-

jarimah qishash dan diat.

Hukuman kifarat yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagian jarimah

qishash dan diat beberapa jarimah ta’zir.

Hukuman ta’zir yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-jarimah

ta’zir19.

5. Tujuan Hukuman

Tujuan utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam Syariat Islam

sebagi berikut :

a. Pencegahan

Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar

ia tidak mengulanginya perbuatan jarimahnya.

b. Perbaikan dan pendidikan

Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku

jarimah agar ia menjadi orang yang baik zdan menyadari kesalahannya.20

Menurut filsafat tujuan hukuman itu rupa-rupa, tergantung dari sudut mana

soal itu ditinjaunya, misalnya :

a. Pujangga jerman E. Kant21 mengatakan, bahwa hukuman adalah suatu

pembalasan, berdasarkan atas pepatah kuno: siapa membunuh harus di

bunuh, pendapat ini biasa di sebut theorie pembalasan (vergeldings

theorie).

b. Pujangga ferbach antaranya berpendapat bahwa hukuman harus dapat

mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. Theorie ini biasa di

sebut “ theorie mempertakutkan” (afchrikkings theorie).

19 Ahmad Warndi Muslih, Lot Cit, 142 dan 14420 Ahmad Wardi Muslih Op Cit, hal 13721 R. Soesilo, hal 35

c. Dan pujangga lain berpendapat, bahwa hukuman itu bermaksut untuk

memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan, theorie ini biasa disebut

“ theorie memperbaiki” ( verberterings theorie).

Ketentuan-ketentuan hukum bagi umat manusia pada dsarnya disyariatkan

tuhan untuk mengatur tata kehidupn mereka didunia, baik dalam masalah

keagamaan maupun dalam masalah kemasyarakatan. Tujuan disyariatkannya

ketentuan hukum tentang perzinaan adalah dalam rangka-

memelihara garis keturunan, lebih jelas sayid Sabiq22 menyatakan , bahwa

perzinaan itu dapat mengakibatkan :

Hancurnya garis keturunan dan putusnya hak waris, karena terlihat nasab

secara hukum.

Perzinaan akan mengakibatkan kehamilan, dan anak yang lahir itu akan

tesia-siakan pemeliharaannya.

Perzinaan hanyalah hubungan temporer, tidak sesuai dengan watak

kemanusian.

Perzinaan akan menimbulkan penyakit berbahaya yang disebabkan oleh

berganti-gantinya pasangan.

Salah satu kepentingan hukum yang sangat fundamental adalah bahwa

hukum harus seragam dan tak memihak. Dalam pelaksanaan tak boleh adanya bau

prasangka atau pilih kasih atau tindakan sewenang-wenang atau tidak ketentuan.

Oleh karena itu dalam garis-garis basarnya dalam pelaksanaan hukum harus

22 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta, Raja Grafindo Persada1995, hal 13.

mengikuti “preseden”23. Dengan demikian pranata hukum merupakan norma-

norma dalam memenuhi ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan

masyarakat24.

6. Pelaksanaan Hukuman Bagi Pelaku Jarimah

Dari segi pelaksanaan hukumannya, jarimah dalam Syariat Islam terbagi

tiga bagian, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash dan diat, jarimah ta’zir, tapi

disini kita hanya membahas masalah pelaksanaan hukuman jarimah ta’zir saja.

Pelaksanaan hukuman pada hukuman ta’zir yang sudah diputuskan oleh

hakim,juga mejadi hak penguasa Negara atau petugas yang ditnjuk olehnya. Pada

dasarnya pelaksanaan hukuman untuk pelaku Khalwat/Mesum atau jarimah sama

dengan hukuman lainnya, yaitu merupakan hak penguasa Negara. Dalam Qanun

Nomor 14 tahun 2003 tentang pelaksanaan ‘uqubat, dilakukan berdasarkan

Undang-Undang yang berlaku sebagaimana ketentuannya dalam Pasal

26,27,28,29 yang berbunyi :

Pasal 26 :(1). ‘Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditujuk olehjaksa Penuntut Umum.(2). Dalam melaksakantugas sebangaimana dimaksud dalam ayat (1),Jaksa Penuntut Umum harus beroendoman pada ketentuan yang diaturdalam Qanun ini dan/ atau ketentuan yang akan diatur dalam Qanuntentang hukum formil.Pasal 27 :(1). Pelaksaan ‘qubat dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyaihukum tetap.(2). Penundaan pelaksaan ‘uqubat hamya dapat dlakukan berdasarkanpenetapan dari Kepala Kejaksaan apabial terdapat hal-hal yangmembahayakan terhukum setelah mendapat keterangan dokter yangberwenang.

23 Soetikno, Filsafat Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal 87.24 Cik Hasan Bisri, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Raja Grafindo Persada 2004,

hal 62

Pasal 28 :(1). Uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat yang disksikan oleh orangbanyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk.(2). Pecambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter 0,7 cm dan1,00 cm, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda/tidakdibelah.(3). Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka,leher, dada dan kemajuan.(4). Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.(5). Terhukum laki-laki dicambuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga,tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkanperempuan dalam posisi duduk daditutup kai diatasnya.(6). Pencamukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enampuluh) hari yang bersangkutan melahilkan.Pasal : 29(1). Apabila selama pencambukan timbul hal-hal membahayakanterhukum berdasarkan pendapat dokter yang ditunjukan, maka sisacambukan dituda sampai waktu memungkinkan.Berdasarkan ayat-ayat yang telah diuraikan diatas tentang pelaksanaan

‘uqubat terhadap pelaku jarimah, maka hal tersebut juga sangat jelas diterangkan

dalam Al-qr’an An-Anur 2 ;

2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorangdari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegahkamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hariakhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulanorang-orang yang beriman25.

Dan pelaksanaan tentang ‘uqubat kurungan dilakukan berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 30 Qanun Nomor 14 tahun 2003, tentang pelaksanaan

‘uqubat kurungan berbunyi : Pelaksanaan ‘uqubat kurungan sebagaimana

25 Ahmad Mawardi Muslich, Op Cit, hal 154

dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-

rundangan yang berlaku.

Tentang lamanya kurungan dalam Pasal 22 ayat (2) Qanun Nomor 14

tahun 2003, paling lama 6 (enam) bulan, dan paling singkat 2 (dua) bulan,

dan/atau denda paling banyak Rp. 15.000.000 (lima belas juta rupiah), dan paling

sedikit Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah). Dan ketentuan ini berbeda dengan-

ketentuan dalam Al-qur’an tentang lama kurungan bagi pelaku jarimah,

sebagaimana disebut dalam Surah An-Nisaa’ ayat 15 :

15. Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [275], hendaklah adaempat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila merekaTelah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumahsampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya26.

D. Penanggulangan Jarimah Menurut Hukum Islam

Menanggulangi kejahatan mencakup kegiatan mencegah sebelum

terjadi dan memperbaki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum

penjara atau lembaga pemasyarakatan27. Upaya membina dan mendidik

untuk memasyarakatkan kembali, pada hakekatnya bermasud untuk

pencegahan atau preventif, secara lebih umum upaya penanggulangan

kriminalitas dlakukan dengan apa yang dinamakan metode moralistick

dan metode abolisionistk.

26 Zainuddin Ali, Lop Cit, hal 3827 Soedjono Dirdjosiswono, Ruang Lingkup Kriminologi, Remadja Karya, Bandung,

1984, hal 19-20

1. Moralistik, yakni dilakukan dengan cara membina mental spiritual yang isa

dilakukan oleh para ulama, para pendidk dan lain-lain.

2. Abolisionistik, yakni penanggulangan bersifat konsepsional yang harus

direncanakan dengan dasar penelitian kriminologi, dan menggali dasar

sebab musababnya dari berbagai faktor yang berhbungan.

Cara yang umum konsepsional, dilakukan dengan memadukan berbagai

unsur yang berhubungan dengan mekanisme peradilan pidana serta partisipasi

masyarakat, yaitu metode yang diketengahkan oleh Reckles dalam The crime

problem, yang secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Peningkatan dan pemantapan aparatur penegak hukum, meliputi

pemantapan organisasi, personel dan sarana prasarana untuk penyelesaian

perkara pidana.

2. Perundang-rundangan yang dapat berfungsi mengkanalisir dan

membendung kejahatan dan mempunyai jangkauan kemasa depan.

3. Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan memenuhi syarat cepat,

tepat, murah dan sederhana.

4. Koordinasi antar aparatur penegak hukum dan aparatur pemerintahan

yang lainnya yang berhubungan untuk meningkatkan daya guna dalam

penanggulangan kriminalitas.

5. Partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran penanggulangan

kriminalitas.

Dalam membangun masyarakat, Allah telah meletakkan rambu-rambu

yang menjaga masyarakat dari ketercerai-beraian dan kelemahan sehingga

manusia akan merasa aman terhadap jiwa, kehormatan, dan hartanya didalam

masyarakat muslim itu sendiri28. Berhubungan dengan kehatan jarimah

sebagaimana tersebut pada butir ke tiga uraian diatas, tentang peradilan, maka

semua kejahatan yang berhubungan dengan tindak pidana khalwat/mesum atau

jarimah maka Mahkamah Syar’iyah yang ada di Aceh baik di tingkat kabupaten

atau kota maupun provinsi berkewajiban dan berwenang mengadili, memeriksa

serta memutuskan tentang hal pidana yang terjadi di Aceh, sebagaimana

ketentuannya dalam Pasal 128 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 11 tahun 2006, tetang Pemerintahan Aceh, yang berbunyi :

Pasal 128 ayat (3), Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa,mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidangahwal-ashsykshiyah (hukum keluarga), mu’amalah (hukum perdata) danjinayah (hukum pidana) yang berdasarkan atas Syariat Islam.

Dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum, di jelaskan

bahwa dalam menanggulangi tindak Pidana Khalwat/Mesum, maka peran serta

larangan masyarakat dan pemerintah berkewajiban melakukanpembinaan, sebagai

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2), dalam peran serta masyarakat, dan Pasal

13 ayat (1) dan (2) tentang pengawasan dan pembinaan berbunyi :

Pasal 8 :(1). Masyarakat berperan serta dalam membantu upaya pencegahan danpemberantasan perbuatan Khalwat/Mesum.(2). Masyarakat wajib melapor kepada pejabat yang berwenang baik lisanmaupun tulisan apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap laranganKhalwat/Mesum.Pasal 13 :(1). Gubernur, Bupati/Walikota, Imum mukim dan keuchik berkewajibanmelakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapan larangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.

28 Abdurrahman dan Abdussalam Hasan Washil, Gejolak sexk akibat dan Solusinya,Daarusy-Syuruuq-Bairut 1986, hal 78

(2). Untuk melakukan penngawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaanQanun ini, Gubernur, Bupati/Walikota membentuk Wilayatul Hisbah.

Untuk lebih lanjut dalam hal penanggulangan kejahatan pidana

khalwat/mesum atau jarimah adalah selain melakukan pembinaan, juga harus

dujatuhkan sanksi yang tegas bagi pelaku pidana, dan tujuan untuk menagulangi

kejahatan terserbut karena29 :

1. Mengembalikan kawum Muslimin kepada pimpinan Al-qur’an dan hadist.

2. Menghidupkan ruh jihad dan ijtihat dalam kalangan ummat Islam.

3. Membasmi bid’ah khurgat dan takhayal, tahlid dan syirik dalam kalangan

ummat Islam

4. Memperlus tersiarnya tablig dan dakwah kepada segenap lapisan

masyarakat.

5. Mendirikan madrasah/pesantren untuk mendidik putera/puteri muslim

dengan dasar Al-qur’an dan hadist.

Konsepsi yang rasional empiris, untuk menjawab, bagaimana kejahatan itu

dapat ditanggulangi secara efektif, juga merupakan suatu persoalan besar dan

rumit. Karena, apa bila rumusan “apa sebenarnya kejahatan”, masih subyektif dan

relatif. Para fuqaha30, membagi cara pemberantasan kemungkaran kepada tujuh

bagian yaitu :

1. Penjelasan, apabila seseorang melakukan sesuatu keburukan

(kemungkaran) sedang ia tidak mengetahui bahwa pebuatannya adalah

salah, cara yang baik untk mencegahnya yaitu dengan memberi penjelasan

29 Hasbullah, Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada 1999, hal 14030 Ahmad Wardi Muslich, Lop Cit, hal 99

kepadanya denga sikap yang halus dan lemah lembut, bahwa perbuatan itu

adalah perbuatan mungkar.

2. Memberi nasehat dan petunjuk, cara ini ditujukan kepada orang yang

memulai suatu perbuatan dan ia menyadari bahwa perbuatannya adalah

mungkar.

3. Menggunakan kekerasan, cara ini dilakukan apa bila jalan yang halus

dengan nasehat dan petunjuk tidak dapat teratasi, cara ini dilakukan pada

saat darurat, tapi harus dengan cara yang sopan, baik dan benar.

4. Mengadakan tindakan dengan tangan, ini tindakan yang langsung terhadap

barang dan jenis kemngkarannya, seperti merusak barang-barang yang

digunakan untuk melakukan maksiat.

5. Menggunakan ancaman pukulan dan pembunuhan, ini baru pada tahap

ancaman bukan tindakan, ancaman tersebut harus dapat diwujudkan bukan

ancaman tidak boleh diwujudkan, misalnya nant kamu saya dera atau saya

pukul tengkukmu.

6. Menggunakan pemukulan dan pembunuhan, ini digunakan pada saat

darurat dan digunakan secara bertahapsesuai dengan keperluan.

7. Meminta bantuan orang lain, ini apa bila dirinya sendiri tidak mampu

untuk memberantas kemungkaran dan ia memerlukan bantuan orang lain

dengan kekuatan dan senjatanya maka para fuqaha berbeda pendapat.

Sebagian para fuqaha meminta bantuan orang lain untuk memberantas

kemungkaran tidak dibolehkan31.

31 Ibid : hal 99-100

Disamping fenomena kejahatan sukar dirumuskan sehubungan dengan

sifat kriminalitas itu sendiri, maka dengan demikian sukar pula untuk menemukan

sebab-musabab kejahatan. Beberapa filsuf berkesimpulan bahwa nada moral dari

masyarakat telah menurun, dan belakangna ini perbuatan kriminalitas telah

dimulai sejak masa kanak-kanak dan pemuda-pemuda kita telah semakin

bertambah saja yang harus menghadap kepengadilan.

Dalam hal pelaksanaan ‘uqubat cambuk maka pelaksanaannya menjadi

tanggung jawab jaksa dan sebelum pelaksanaan hukuman cambuk dilakukan atas

terhakum perlu diperhatikan tentang kesehatannya terlebih dahulu, sebagaimana

peraturannya dalam peraturan Gubernur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Nomor 10 tahun 2005, tentang teknis pelaksanaan ‘uqubat cambuk Pasal 2 ayat

(1) dan ayat (2), dan Pasal 5 ayat (1) berbuyi :

Pasal 2 :Ayat (1), Pelaksanaan ‘uqubat cambuk adalah kewenangan dan tanggungjawab jaksa.Ayat (2), Dalam melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab tersebutpada ayat (1) jaksa menunjuk pencambuk.Pasal 5 :Ayat (1), Sebelum pelaksanaan pencambukan terhukum terlebih dahuludiperiksa kesehatannya oleh dokter.

Dengan ketentuan sebagaimana tersebut ayat diatas, setelah pelaksanaan

pencambukan maka jaksa wajib membuat dan menandatangani berita acara sesuai

dengan apa yang telah dituangkankan dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) tentang

Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 tahun 2005

sebagai berikut :

Ayat (1)a. Jaksa membuat dan menandatangani berita acara pelaksanaan

pencambukan.

b. Dokter ikut menandatangani berita acara pelaksanaanpencambukan sebagai saksi.

c. Jaksa membawa terhukum keruangan yang telah disediakan untukseterusnya dibebaskan dan/atau dikembalikan kepada keluarganya.

Ayat (3) Satu lembar salinan berita acara diserahkan kepada terhukumatau keluarganya sebagai bukti bahwa telah menjalani seluruh atausebagian hukuman.

Berdasarkan uraian diatas, tentang penanggulangan Khalwat/Mesum atau

jarimah pada intinya adalah untuk mewujudkan pelaksanaan Syariat Islam yang

kaffah dengan sendi-sendi ajaran Islam sebagaimana Intruksi Gubernur Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 05/INSTR/2002, tentang tata

Pergaulan/Khalwat antara pria dan wanita dalam Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam, guna untuk melaksanakan penbinaan kehidupan beragama secara

intensif guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan seta aklhak umat dalam

bentuk pelarangan terhadap setiap orang yang bukan mahramnya untuk berdua-

duaan (berkhalwat) pada tempat-tempat yang sunyi dan terhalang dari pandangan

umum. Dan mengintruksikan kepada pemilik tempat atau penanggung jawab

tempat-tempat rekreasi, panggung hiburan dan upacara-upacara bai keagamaan

ataupun lainnya yang dihadiri oleh massa pria dan wanita, harus menjaga tata

karma pergaulan sesuai dengan tuntutan Syariat Islam.

BAB III

TINDAK PIDANA KHALWAT/MESUM DAN PENYELESAIANNYA DIMAHKAMAH SYAR’IYAH KOTA BANDA ACEH

A. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Khalwat/Mesum

Berdasarkan hasil penelitian maka tindak Pidana Khalwat/Mesum

dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu, ringan, sedang dan berat.

Jenis tindak pidana yang sifatnya berat diancam dengan hukuman dan

ketentuannya telah ditentukan oleh syara’, oleh karena itu Khalwat/Mesum

juga bertentangan dengan ajaran agama Islam dan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarakat dan perbuatan itu bertentangan pula dengan adat istiadat

yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Dengan demikian khalwat adalah

suatu perbuatan yang keji dan dapat menjerumuskan seseorang kepada

perzinaan, berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dalam

wilayah hukum Kota Banda Aceh terdapat tiga jenis kasus khalwat yang

telah dilakukan oleh pelaku Khalwat/Mesum, sebagaimana keterangan dari

Marzuki32 selaku anggota wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, untuk lebih

jelas maka kita dapat melihat pada tabel dibawah ini, tindak pidana

khalwat/mesum yang telah terjadi di Kota Banda Aceh mulai dari tahun

2006 samapai dengan tahun 2007 antara lain sebagai berikut :

32 Wawancara dengan marzuki. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, sebagaipenyidik WH. Pada tanggal 21 April 2008

Tabel 1

Jumlah Kasus Tindak Pidana Khalwat/Mesum yang telah dilimpahkan keMahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh

No NoPerkara

Nama Terdakwa Jenis dan Jumlah Hukuman TglPutusan

Eksekusi

Laki-2 Perempuan Cambuk

Denda Kurungan tgl ket

101/JN/2

006/Masy-BNA

M.zainiBin

Hasbi

NurazizahBinti

Hanafiah5-3 x - -

26-01-06

27/01/06

-

201/JN/2

007/Masy-BNA

Syahrulrizal BinAbdullah

Lizawahyuni

BintiSulaiman

8-6 x - -11-01-

0712/01/07

-

302/JN/2

007/Masy-BNA

MarzukiBin M.Rayek

MarfiniBinti

Abdullah9-7 x - -

15-02-07 - Banding

404/JN/2

007/Masy-BNA

SyafrizalBin

Zainuddin

Syahzizal- - -

13-08-07 -

Tidakterbukti

505/JN/2

007/Masy-BNA

-Lina Binti

M. Ali - - -13-08-

07 -Tidak

terbukti

Sumber : Registrasi Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh

Dari tabel diatas jelaslah bahwa jumlah kasus Tindak PidanaKhalwat/Mesum yang di limpahkan ke Mahkamah Syar’iyah sanngat sedikit dibandingkan jumlah kasus Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota Banda Aceh,untuk lebih lanjut dapat dilihat pada tabel dua di bawah ini :

Tabel 2Jumlah Kasus Tindak Pidana Khalwat/Mesum yang tidak/belumdilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh

No Jenis Kasus Jumlah Kasus Tahun Keterangan1 Khalwat/mesum Tindak Pidana

Khalwat/Mesum2006 Masih dalam proses

penyidikan2 Khalwat/Mesum Tindak Pidana

Khalwat/Mesum2007 Masih dalam proses

penyidikan3 Jumlah Kasus Tindak

pidanaKhalwat/Mesum yang

tidak/belum dilimpahkan ke

Mahkamah Syar’ayah

585 Tindak PidanaKhalwat/Mesum

2006/2007 Masih dalam prosespenyidikan

Sumber : Register Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh

Dari tabel diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa pelanggaran dan

kejahatan terhadap pelaku Khalwat/Mesum yang sekarang terjadi di Kota Banda

Aceh mulai dari tahun 2006 samapi dengan tahun 2007 semakin bertambah, di

bandingkan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 tidak terdapat satu pun

kasus pelanggaran terhadap pelaku Khalwat/Mesum. Akan tetapi dari hasil

penelitian menunjukkan kasus pelanggaran Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota

Banda Aceh terdapat 590 (Lima ratus sebilan puluh) kasus Khalwat/Mesum yang

telah terdata di Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, dan hanya sebgian kecil

saja kasusnya yang telah dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah Kota Bada Aceh

dari tahun 2006 samapi dengan tahun 2007, pada tahun 2006 kasus pelanggaran

Khalwat/Mesum yang sudah dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah hanya satu

kasus tindak Pidana Khalwat/Mesum yang telah diputuskan dan telah mempunyai

hukum tetap, sedangkan pelanggaran Khalwat/Mesum pada tahun tahun 2007

yang telah dillimpahakan ke Mahkamah Syar’iyah terdapat 4 (empat) kasus

Khalwat/Mesum, yang telah diputuskan oleh hakim Mahkamah Syar’iayah dan

telah terbukti dan mempunyai hukum tetap.

Sedangkan kasus-kasus lainnya berdasarkan keterangan dari Marzuki33

penyebab tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah karena kasusnya sudah

diselesaikan secara hukum adat melalui perdamaian dan ada pula kasus-kasusnya

hanya diberi bimbingangan dan nasehat dari pihak Wilayatul Hisbah Kota Banda

Aceh setelah dibawa ke-kantor Dinas Syariat Islam. Keterangan dari Marzuki

33 Wawancara dengan Marzuki. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Pada tangal21 April 2008

diperkuat oleh keterangan Evendi34, bahwa banyak dari kasus tindak Pidana

Khalwat/Mesum tidak semuanya dilimpahkan ke-Mahkamah Syar’iyah karena

penyelesaainnya diselesai secara adat-istiadat dan di damaikan berdasarkan

permintaan atau tuntutan dari masyarakat untuk di selesaikan secara adat dan

hanya diberikan bimbingan dan dinasehati terhadap pelaku Khalwat/Mesum

karena banyak dari pelaku hanya tertangkap tangan pada saat berduan pada

tempat-tempat rekreasi dan tempat-tempat yang sepi tapi belum melakukan

hubungan intim sebagaimana selayaknya suami istri.

Adapun faktor terjadinya tindak pidana Khalwat/Mesum antara lain ada

beberapa faktor :

1. Faktor Hawa Nafsu

Keinginan untuk mencintai dan menyayangi seseorang adalah fitrah bagi

manusia. Untuk memenuhi fitrah tersebut, nikah merupakan satu-satunya

sarana yang dibolehkan dalam Syariat Islam, karena dengan menikah

segala bentuk hawa nafsu dapat disalurkan dengan baik tanpa melanggar

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat35. Bagi orang belum

menikah ada yang melampiaskan hawa nafsunya dengan cara berdua-duan

di tempat sunyi yang jauh dari pandangan orang lain.kasus khalwat/mesum

yang dilakukan oleh Syarul rizal bin Abdullah dengan Liza wahyuni binti

Mahmud. Pada tanggal 15 februari 2006 bertempat di gampong panteriek

kecamatan Lueng Bata Banda Aceh dalam Wilayah hukum Mahkamah

Syar’iyah Banda Aceh dengan maksud melampiaskan hawa nafsu

34 Wawancara dengan Evendi. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Padatanggal23 April 2008

35 Wawancara dengan Syahrul Rizal, pelaku Khalwat/Mesum, pada tanggal 14 Mei 2008

Syahrizal mengajak pacarnya Liza Wahyuni untuk jalan-jalan dan Liza

Wahyuni memenuhi permintaan Syahrizal tersebut, sehabis pulang jalan-

jalan Syahrizal mengantar Liza Wahyuni kerumahnya dan Syahrizal pada

saat itu belum pulang karena masih ingin menemani Liza Wahyuni yang

hanya tinggal sendirian di rumah tersebut. Pada pikul 23.30 Wib, Syahrul

rizal mengajak Liza Wahyuni melakukan perbuatan mesum. Terpengaruh

akan rayuan Liza Wahyuni memenuhi keinginan nafsunya itu, sekitar

pukul 24.40 Wib, masyarakat setempat menangkap para terdakwa yang

sejak semula telah curiga kepada mereka. Berdasarkan hasil wawancara

dengan Syahrul Rizal di peroleh keterangan bahwa ia melakukan

perbuatan Khalwat/Mesum tersebut untuk melampiaskan hawa nafsunya

yang terus berjolak.

2. Faktor Kurangnya Iman Dan Kurangnya Rasa Malu

Menurut Radja Radan36, penerapan Syariat Islam yang sekarang sedang di

galakkan di Banda Aceh tidak sepenuhnya dijalankan karena banyak dari

pemuda-pemudi yang sekarang tidak malu lagi dalam melakukan

perbuatan maksiat dan semakin bertambah pergaulan bebas antara laki-laki

dan perempuan tanpa batas yang bukan mahramnya dan kurangnya iman

yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia dapat terjerumus kedalam

kemaksiatan. Kasus Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh Marzuki37 bin

M. Rayeuk, berstatus sudah nikah, dengan Marsini binti Abdullah yang

berstatus janda pada hari kamis tanggal 15 Maret 2007 bertempat di

36 Wawancara dengan Radja Radan mewakili kepala Dinas Syariat IslamKota Banda Acehselaku Kasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 April 2008

37 Wawancara dengan Marzuki, palaku Khalwat/Mesum, pada tanggal 22 Mei 2008

gampong Ilie Kecamatan Ulee Kareng. Dengan maksud hendak

melakukan perbuatan Khalwat/Mesum, terdakwa Marzuki mendatangi

terdakwa Marsini di tempat tinggalnya gampong Ilie. Dan mengajak

Marsini ke kandang sapi untuk melakukan perbuatan mesum yang tak jauh

dari rumah Marsini, perbuatan mereka di curigai oleh seorang warga yang

sedang menuju ke kandang sapi, dan kejadian tersebut segera dilaporkan

kepada perangkat gampong, dan saat itu pula warga mendatangi ke

kandang sapi tersebut dan mendapati terdakwa dalam busana kurang

lengkap. Dan para warga meneyerahkan terdakwa kepada petugas

Wilayatul Hisbah. Menurut keterangan terdakwa di persidangan, perbuatan

tersebut dilakukan karena atas dasar suka sama suka ingin melampiaskan

hawa nafsunya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Marzuki bin M.

Rayeuk di peroleh keterangan bahwa ia melakukan perbuatan mesum

karena dirinya sering ribut-ribut dengan istrinya, sehingga ia mencari

wanita lain yang dapat di berinya kasih sayang. Sedang menurut Marsini

binti Abdullah dirinya melakukan perbuatan tersebut karena tidak

mendapat lagi kasih sayang semenjak bercerai dengan suaminya.

3. Faktor Kurangnya Perhatian Orang Tua Terhadap Anak

Dalam hal ini, kurangnya perhatian orang tua atau keluarga terhadap

pergaulan anak sangat besar pengaruhnya karena banyak dari pemuda-

pemudi pada zaman sekarang bebas melakukan pergaulan antara satu sama

lain baik laki-laki maupun perempuan, salah satu sebab banyak pemuda-

pemudi melakukan Khalwat/Mesum atau pulang sampai larut malam tidak

ada teguran dari orang tua/keluarga, sebagaimana Radja Radan38

menngatakan bahwa di Kota Banda Aceh banyak terjadi Khalwat/Mesum

karena ada peluang bagi pemuda-pemudi untuk berkumpul secara

bersama-sama, bahkan orang tua memberi peluang kepada anaknya untuk

melakukan Khalwat/Mesum. Kasus Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh

M. Zaini bin Hasbi dengan Nurazizah binti Hanafiah, yang bertempat di

Gampong Blang Cut Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh pada tanggal 21

Maret 2006, pada pukul 22.00 Wib, warga setempat mendapati kedua

terdakwa berada di dalam satu kamar sedang duduk berduan, setelah

mereka di nikahkan, warga menyerahkan terdakwa kepada petugas

Wilayatul Hisbah. Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Zaini bin

Hasbi mereka melakukan Khalwat/Mesum karena mereka sudah lama

pacaran39.

Pada intinya Marzuki40 dan Evendi41, mengatakan bahwa banyak dari

kasus yang tidak di proses secara hukum karena kendalanya petugas Wilayatul

Hisbah adalah kesempitan para saksi, akan tetapi sejauh penerapan hukum Syariat

Islam yang sekarang diterapkan di Aceh sudah hampir berjalan dengan efektif dan

berjalan dengan baik, akan tetapi selain kekurangan para saksi yang sangat

menjadi kendala dalam pelaksanaan Syariat Islam yang sekarang dilaksanakan

adalah para petugas Wilayatul Hisbah kekurangan dalam personilnya, yang pada

38 Wawancara dengan Radja Radan mewakili ketua Dinas Syariat Islam selaku KasubdinDinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 april 2008

39 Wawancara dengan M. Zaini, pelaku Khalwat/Mesum pada tanggal 16 Mei 200840 Wawancara dengan Marzuki, Petugas WH, Kotan Banda Aceh pada tanggal 21 April

200841 Wawancara dengan Evendi, Petugas WH, Kota Banda Aceh pada tanggal 23 April

2008

waktu melakukan ronda keliling setiap saat harus meminta bantuan dari aparat

kepolisian dan satpol Kota Banda Aceh.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penyebab tidak semuanya

tindak Pidana Khalwat/Mesum tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah karena

ada beberapa sebab, sebagaimana Marzuki mengatakan bahwa jenis tindak Pidana

Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota Banda Aceh ada beberapa jenis :

1. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya ringan.

2. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang.

3. Jenis tindak pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya berat.

Ad 1. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya ringan

Kalau terjadi dan tertangkap tangan pada Khalwat/Mesum yang sifatnya

ringan ini, maka proses hukumnya tidak dilimpahkan kepada Mahkamah

Syar’iyah akan tetapi cukup diberikan bimbingan, dinasehati dan diberikan

peringatan oleh petugas Wilayatul Hisbah ditempat kejadian atau dibawa ke-

kantor Dinas Syariat Islam untuk dinasehati dan diberikan bimbinmgan bahwa

perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama Islam dan dapat merusak moral

dan nilai-nilai ajaran Islam. Contoh yang sifatnya khalwat ringan adalah berdua-

duaan antara laki-laki dan perempuan di tempat-tempat yang sepi dan jauh dari

pandangan umum misalnya ditepi pantai yang jauh dari keramiaan orang42.

Ad 2. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang

Jenis tindak Pidana yang sifatnya sedang ini, adalah perbuatan antara dua

orang mukallaf yang bukan mahramnya atau suami istri yang sah menurut agama

42 Wawancara dengan Marzuki, Petugas Wilayatul Hisbah pada tanggal 21 April 2008

Islam, dan bila tertangkap tangan pada kasus tindak pidana yang sifatnya sedang

ini, kasusnya juga tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah akan tetapi kedua

pelaku ini ditangkap dan di proses oleh petugas Wilayatul Hisbah melalui

pembinaan dan diberi nasehat kalau perbuatan yang dilakukan itu bertentangan

dengan kaidah-kaidah hukum, nilai-nilai, norma-norma dan adat-istiadat yang

berlaku dalam masyarakat, dan dapat menjerumuskan orang kepada perbuatan

zina. Pada pelaku Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang ini setelah diproses maka

akan diserahkan kepada orang tuanya dengan cara memanggil keduanya, dan bagi

mereka yang pelaku Khalwat/Mesum juga diwajibkan untuk melapor kepada

Dinas Syariat Islam sebanyak 3 kali dalam sehari selama 1 minggu penuh. Dan

waktu melapornya kepada pelaku Khalwat/Mesum ini yaitu pagi siang dan sore.

Contoh Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang yaitu berdua-duan anatar laki-laki

dan perempuan yang bukam mahramnya dalam satu kamar atau satu rumah atau

sedang berciuman ditempat yang sepi yang jauh dari keraian orang, tapi belum

melakukan hubungan intim.

Ad. 3. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya berat.

Jenis Khalwat/Mesum yang sifatnya berat ini adalah suatu perbuatan yang

dilakukan oleh dua orang mukallaf baik yang muhshan ataupun yang bukan

muhshan yang diancam dengan hukuman yang telah ditentukan dalam syara’ jenis

perbuatan ini adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh dua orang mukallaf dan

perbuatan itu dapat menyebabkan hilangnya harga diri, hilangnya moral

kemanusian dan diancam dengan hukuman yang sangat berat baik hukuman yang

datang dari tuhan maupun hukuman yang telah di tetapkan oleh penguasa Negara.

Dan terhadap pelaku Khalwat/Mesum yang jenisnya berat maka akan ditangkap

dan diproses oleh petugas Wilayatul Hisbah sebelum diserahkan kepada penyidik

kepolisian dan selanjutnya diserahkan kepada jaksa untuk diserahkan kepada

Mahkamah Syar’iyah untuk diadili dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatan

yang telah dilakukannya.

Dilain sisi Abdurrahman43, juga mengatakan bahwa penegakan hukum

Syariat Islam yang sekarang di laksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam,

khususnya Kota Banda Aceh, menurutnya karena tidak di proses secara hukum

dan tidak sampai ke Mahkamah Syar’iyah semua kasus tindak pidana

Khalwat/Mesum karena proses hukum dipengaruhi oleh hukum adat yang berlaku

dalam masyarakat Aceh, menurutnya hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

Aceh adalah suatu hukum yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang

berlandaskan dari hukum agama Islam. Tapi pada intinya Abdurrahman44,

mengatakan bahwa hukum adat semata-mata untuk membina dan mengembalikan

masyarakat pada bentuk semula yang bermertabat, berwibawa, sopan dan

berkeprimanusiaan sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dengan demikian bahwa hukum Syariat Islam yang dilaksanakan di Aceh

yang menjadi kendalanya adalah minimnya para penegak hukum dan kurangnya

kesadaran dari pihak masyarakat sendiri untuk mentaati hukum baik hukum adat

maupun hukum yang ditetapkan oleh penguasa Negara oleh karena itu makin

banyak para pemuda-pemudi yang melanggar hukum itu sendiri, dan salah satu

faktor adalah kurangnya pembinaan dan pengawasan dalam keluarga (orang tua).

43 Wawancara dengan Abdurrahman, selaku Sekretaris Majlis Adat Aceh pada tanggal 22April 2008

Dalam hal hukuman terhadap pelaku kejahatan bukanlah semata-mata

untuk membuat orang jera tetapi tujuan utama dari penerapan hukuman dalam

Syariat Islam sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dalam Bab II adalah

taklain untuk membuat seseorang itu yang telah melakukan kejahatan tidak lagi

mengulangi perbuatannya. Menurut filsafat tujuan hukuman itu rupa-rupa,

tergantung dari sudut mana soal itu ditinjaunya, misalnya :

1. Pujangga jerman E. Kant45 mengatakan, bahwa hukuman adalah suatu

pembalasan, berdasarkan atas pepatah kuno: siapa membunuh harus di

bunuh, pendapat ini biasa di sebut theorie pembalasan (vergeldings theorie).

2. Pujangga ferbach antaranya berpendapat bahwa hukuman harus dapat

mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. Theorie ini biasa di

sebut “ theorie mempertakutkan” (afchrikkings theorie).

3. Dan pujangga lain berpendapat, bahwa hukuman itu bermaksud untuk

memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan, theorie ini biasa disebut “

theorie memperbaiki” ( verberterings theorie).

Oleh karena itu tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya

hukuman harus sesuai dan mampu mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh

kurang dan tidak boleh lebih dari batas-batas yang telah ditentukan, dengan

demikian terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman, terutama

hukuman ta’zir dapat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan pelakunya sebab

diantara pelaku ada yang cukup diberi peringatan, dan ada pula yang perlu dijilid

beberapa cambukan saja, karena tujuan dijatuhi hukuman adalah untuk membuat

45 R. Soesilo, hal-35

pelaku merasa sakit atau jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi serta

membuat orang yang lain takut melakukan kejahatan, dengan demikian hukum

Sayariat Islam tidak bertujuan untuk melindungi masyarakat dalam menjaga

kehormatan, jiwa, harta benda dan manjalankan hukum syariat Islam sesuai

dengan ajaran agama sebagai seorang muslim.

Pada hakikatnya tujuan hukum Syariat Islam adalah menyuruh manusia

untuk berbuat apa yang di anjurkan oleh agama dan menjauhi apa yang dilarang

oleh agama, guna membentuk masyarakat yang bermartabat dan berwibawa,

dalam membangun masyarakat yang berketuhanan Allah telah meletakkan

rambu-rambu yang menjaga masyarakat dari ketercerai-beraian dan kelemahan.

B. Penyebab Tindak Pidana Khalwat/Mesum Tidak Di limpahkan ke-Mahkamah Syar’iyah.

Penyebab tindak pidana khalwat/mesum tidak semuanya

dilimpahkan ke-Mahkamah Syar’iyah menurut Marzuki dan Evendi,

adalah ada beberapa sebab antara lain yait46u :

1. Karena proses hukumnya di selesaikan secara hukum adat berdasarkan

kekeluargaan, dengan cara menikahkan pelaku Khalwat/Mesum atau

membayar denda.

2. Karena adanya tuntutan dari masyarakat untuk diselesaikan secara damai

melalui hukum yang berlaku dalam masyarakat dengan cara mendidik dan

membimbing masyarakat yang telah berbuat Khalwat/Mesum.

46 Wawancara dengan Marzuki, selaku Perugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, padatanggal 21 April 2008.

3. Karena tindak Pidana Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh masyarakat

hanya bersifat ringan dan sedang, kecuali Khalwat/Mesum yang sifatnya

berat.

4. Karena tidak tegasnya aparat penegak hukum.

5. Kurangnya saksi terhadap pelaku Khalwat/Mesum.

Dengan demikian jelaslah bahwa hukum adat yang berlaku dalam

masyrakat salah satu hukum yang membentengi hukum-hukum yang lainnya,

seperti yang dikatakan oleh Abdurrahman, bahwa hukum adat adalah semata-mata

untuk membuat masyarakat yang telah melakukan kejahatan baik yang

bertentangan dengan hukum yang di buat oleh penguasa Negara maupun hukum

adat itu sendiri supaya masyarakat kembali kepada kepada jalan yang lurus yang

sebagaimana mestinya. Dengan demikian jelaslah bahwa hukum adat tidak

betentangan dengan hukum-hukum atau peraturan perundang-rundangan yang lain

yang dibuat oleh pemeintah karena tujuan hukum adat mendidik masyarakat

dengan jalan menasehati dan membimbing masyarakat untuk kembali kepada

jalan yang benar. Dengan kata lain tidaklah semua kasus Khalwat/Mesum itu

harus semuanya dilimpahkan ke-Mahkamah Syar’iyah, karena untuk

melimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah untuk diproses secara hukum itu harus

dilihat dari sudut mana kejahatn itu itu di lakukan, kalau khlalwat/mesum itu yang

sifatnya ringan maka cukup cukup dengan dinasehati oleh petugas Wilayatul

Hisbah di tempat kejadian atau dibawa ke Dinas Syariat Islam untuk dibimbing,

dan kalau kalau Khalwat/Mesum itu yang sifatnya sedang maka pelaku

Khalwat/Mesum cukup dengan di bimbing dan dinasehati oleh petugas Wilayatul

hisbah dan kepada pelaku yang sifatnya sedang ini dikenakan untuk wajib

melapor sebanya 3 kali dalam sehari selama 1 minggu, sedangkan bagi pelaku

khalwat/mesum yang sifatnya berat maka pelaku setelah di proses oleh petugas

Wilayatul Hisbah paling lama 2x24 jam maka tersangka akan di serahkan kepada

penyidik kepolisian untuk selanjutnya diserahkan kepada jaksa untuk di

limpahkan ke Mahkamah Syar’iyah.

Dalam proses penyidikan kepolisian, terhadap tindak Pidana

Khalwat/Mesum ini banyak yang menjadi kendalanya bagi penyidik karena

terhadap pelaku Khalwat/Mesum tidak dapat di tahan, dan setelah diperiksa 1x24

jam maka tersangka akan diserahkan kepada orang tuanya, akan tetapi dalam

proses penyidikan paling lama satu bulan untuk disiapkan berkas perkaranya

untuk diserahkan kepada jaksa banyak dari pelaku Khalwat/Mesum yang

melarikan diri. Meskipun demikian sebagaimana dikatakan oleh Abdul Halim47,

sejauh ini dalam proses penyidikan tetap berjalan dengan baik, bahkan

menurutnya pelaksanaan hukum Syariat Islam yang sekarang diterapkan di Aceh

sekarang sudah berjalan dengan sempurna meskipun banyak kendala-kendalanya

yang harus di tempuh oleh aparat penegak hukum. Lebih lanjut Rusli AR48,

Mengatakan bahwa penyebab tindak Pidana Khalwat/Mesum tidak bisa di

limpahkan ke Mahkamah Syar’iyah adalah dalam proses penyidikan banyak dari

pelaku Khalwat/Mesum tidak ada saksi meskipun kadang-kadang kasusnya sudah

terbukti. Dan menurut pendapat dari Abdul Halim, agar tersangka tidak melarikan

diri selama proses penyidikan harus ada tempat atau lembaga khusus bagi mereka

47 Wawancara dengan Abdul Halim, Kasat Reskrim Poltabes, pada tanggal 25 April 200848 Wawancara dengan Rusli AR, Kanit Reskrim Poltabes, pada tanggal 25 april 2008

pelaku Khalwat/Mesum untuk ditampung selama dalam proses penyidikan, dalam

arti bukan di ”TAHAN” tapi untuk dibina alhlaknya kembali. Dengan kata lain

kata Abdul Halim fungsi dari lembaga tersebut adalah sebagai salah satu lembaga

yang mendidik para pelaku Khlawat/Mesum selama dalam proses penyidikan baik

dalam prose penyidikan kepolisian maupun setelah berkas perkaranya sudah

diserahkan kepada jaksa untuk selanjutnya dilimpahkan kepada Mahkamah

Syar’iyah.

Lebih lanjut sebagaimana hasil wawancara dengan Syarifah Rosnizar49,

mengatakan bahwa yang sangat menjadi kendala bagi proses penegakan hukum

Syariat Islam di NAD khususnya Kota Banda Aceh adalah karena tidak bisa di

tahanya pelaku Khalwat/Mesum, dan ini salah satu bentuk bahwa pihak yang

berwewenang dalam membuat Qanun Acara Tentang Khalwat/Mesum belum

benar-benar serius dalam melaksanakan Syariat Islam di Nanggroe Aceh

Darussalam Khususnya Kota Banda Aceh.

Menurut Syarifah Rosnizar, ada beberapa faktor yang menyebabkan

bahwa perkara Khalwat/Mesum tidak bisa di limpahkan Ke-Mahkamah Syar’iyah

antara lain :

1. Karena terdakwa tidak bisa ditahan dan ini, salah satu faktor bahwa

banyak pelaku Khalwat/Mesum yang melarikan diri sebelum di hadapkan

ke-persidangan.

2. Tidak ada dasar hukum untuk menahan para pelaku Khalwat/Mesum, jadi

jaksa sangat sulit untuk menghadirkan terdakwa ke persidangan.

49 Wawancara dengan Syarifah Rosnizar, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan NegeriKota Banda Aceh, pada tanggal 29 April 2008

3. Pada saat eksekusi terdakwa tidak hadir.

Dengan demikian, jelaslah bahwa terhadap pelaku Khalwat/Mesum,

menurut Syarifah Rosnizar Qanun terhadap Khalwat/Mesum belum berjalan

dengan sebagaimana yang di harapkan, dan masih banyak hambatan-hambatan

yang harus di tempuh oleh jaksa dalam melimpahkan perkara terdakwa

kepersidangan. Dalam melaksanakan tugasnya jaksa setelah perkara di serahkan

oleh penyidik kepolisian kepada jaksa, maka yang banyak terjadi dalam proses

menyiapkan berkas perkara oleh jaksa untuk di limpahkan kepada Mahkamah

Syar’iyah, adalah para pelaku Khalwat/Mesum melarikan diri sebelum berkas

perkara sampai ke-Mahkamah Syar’iyah.

Menurut Lena Rosdiana Aji50, yang sangat menjadi hambatan bagi jaksa

adalah dalam proses hukumnya para pelaku Khalwat/Mesum belum adanya

payung hukum untuk menempatkan para terdakwa pada salah satu tempat

sebelum berkas perkara dilimpahkan ke-Mahkamah Syar’iyah, guna untuk

memudahkan terdakwa waktu di hadapkan kepersidangan dan tidak melarikan diri

sebelum berkas perkaranya di limpahkan ke Mahkamah Syar’iyah. Jadi baik

hakim maupun jaksa dalam pelaksanaan hukuman cambuk terhadap pelaku

Khalwat/Mesum masih berpedoman pada KUHAP, karena segala seuatu yang

belum di atur dalam Qanun diselesaikan melalui hukum formil KUHAP. Dan ini

salah satu fakta bahwa pihak Eksekutif, Legislatif yang belum ada keseriusan

dalam menerapkan Qanun Syariat Islam di Aceh karena sampai sekarang belum

bisa dilahirkan Qanun Acara Jinayah tentang Khalwat/Mesum.

50 Wawancara dengan Lena Rosdiana, Jaksa penuntut Umum pada Kejaksaan NegeriKota Banda Aceh pada tanggal 29 april 2008

Menurut Radja Radan51, pelaksanaaan hukum Syariat Islam yang sekarang

terapkan di Aceh masih belum berjalan dengan baik karena masih banyak dari

masyarakat tidak mematuhi hukum, malah sebagian besar dari orang tua

memberikan peluang kepada anaknya untuk melakukan tindak Pidana

Khalwat/Mesum, itu disebabkan karena pengawasan dan pembinaan dalam

keluarga kurang perhatian terhadap anaknya dalam melakukan pergaulan sehingga

banyak menimbulkan rusaknya moral dan nilai-nilai agama yang seharusnya,

harus dijaga dan ditaati oleh setiap masyarakat.

Akan tetapi dalam kenyataanya penerapan hukum Syariat Islam yang

berdasarkan ajaran agama Islam sebagaimana dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Qanun

Nomor 14 tahun 2003, tentang Khalwat/Mesum, bahwa perbuatan itu adalah di

larang, baik dalam agama maupun dalam bermasyarakat, karena perbuatan

tersebut dapat merusak moral dan nilai-nilai agama yang sekaranng di terapkan di

Nanggroe Aceh Darussalam, khususnya Kota Banda Aceh.

C. Upaya yang di Tempuh Dalam Menanggulangi Tindak PidanaKhalwat/Mesum.

Untuk menanggulangi kejahatan tindak Pidana Khalwat/Mesum

yang terjadi di Kota Banda Aceh maka perlu kesadaran dari setiap

individu, dan aparat penegak hukum harus benar-benar melaksanakan

hukum itu sesuai dengan ketentuaanya jangan mendiskriminasi. Dalam

menanggulangi Khalwat/Mesum ini masih banyak hambatan-hambatan

bagi aparat penegak hukum yang belum secara benar melaksanakan

51 Wawancara dengan Radja Radan,mewakili Ketua Dinas Syariat Islam Islam selakuKasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 April 2008

tugasnya, khususnya petugas Wilayatul Hisbah yang fungsinya sebagai

pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku Khalwat/Mesum dilain halnya

juga kekurangan dalam personilnya dalam meberantas kemaksiatan yang

terjadi di Kota Banda Aceh. Dan lain sisi masih banyak nasyarakat yang

belum mentaati hukum, dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap

penerapan hukum Syariat Islam sebagaimana di tuangkan dalam Qanun

Nomor 14 tahun 2003 tentang larangan Khalwat/Mesum.

Sejauh ini dalam proses penerapan Syariat Islam yang sekarang

dilaksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam, pihak Wilayatul Hisbah khususnya

Kota Banda Aceh, menurut Radja Radan, telah melakukan beberapa hal terhadap

pelaku Khalwat/Mesum, diantaranya adalah melakukan operasi rutin setiap 24

jam di lokasi tempat-tempat yang dikunjungi oleh masyarakat seperti, cafe-cafe,

hotel-hotel dan tempat wisata yang ada dalam wilayah hukum Kota Banda Aceh.

Dan melakukan oprasi terpadu sebanyak 16 kali dalam satu bulan dengan cara

bekerja sama dengan pihak POLRI/TNI/SATPOL, dalam memberantas

kemaksiatan di Kota Banda Aceh.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Radja Radan52, (Kasubdin Dinas

Syariat Islam Kota Banda Aceh), menurutnya dalam proses pelaksanaan Syariat

Islam di Nanggroe Aceh Darussalam Khususnya Kota Banda Aceh, maka perlu

perhatian yang serieus dalam penerapannya oleh seluruh elemen masyarakat,

aparat penegak hukum, baik Eksekutif, legislatif, dan yudikatif, menurunya pula

yang sangat menjadi hambatan dalam penegakkan hukum Syariat Islam di Aceh

52 Wawancara dengan Radja Radan, mewakili Ketua Dinas Syariat Islam selakuKasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 April 2008

khususnya Kota Banda Aceh adalah ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan

yaitu :

1. Faktor kurangnya Iman, jadi para pemuda tidak paham dengan larangan

melakukan Khalwat/Mesum/pergaulan bebas.

2. Kurangnya kepedulian orang tuanya, bahkan orang tua memberikan

peluang bagi anaknya untuk melakukan Khalwat/Mesum.

3. Karena adanya peluang-peluang dan tersedianya tempat-tempat untuk

melakukan Khalwat/Mesum, terutama salon-salon, hotel-hotel, dan café-

café.

4. Kurangnya pengawasan masyarakat.

5. Belum semua aparat penegak hukum untuk memberantas maksiat, cuma,

Petugas Wilayatul Hisbah, itupun tenaganya sangat minim personelnya,

cuma 63 orang.

6. Pengaruh media dan globalisasi.

7. Tidak tegasnya larangan dari pada ulama, tokoh-tokoh adat, dan juga

aparat penegak hukum.

8. Yang paling dominan adalah karena tidak malu.

Kalau kita melihat pada butir kelima diatas yang telah diuraikan diatas,

maka yang menjadi hambatan yang sangat serius dalam memberantas

Khalwat/Mesum adalah kurangnya Petugas Wilayatul Hisbah, yang anggotanya

cuma 63 orang dalam Wilayah hukum Kota Banda Aceh. Dan tersedianya tempat-

tempat yang memberikan peluang bagi pemuda untuk melakukan

Khalwat/Mesum, dan akibat hukum yang ditimbulkan dari perbuatan pelaku

khalwat/mesum adalah antara lain :

1. Rusaknya moral.

2. Terjadinya pergaulan bebas dalam masyarakat.

3. Terjadinya pendangkalan aqidah.

4. Runtuhnya semangat mengamalkan agama.

5. Munculnya anak-anak di luar nikah.

6. Lahirnya pelacur-pelacur di tengah masyarakat yang sedang mengamalkan

Syariat Islam.

7. Datangnya bala dari pada Allah itu tidak terlepas dari perbuatan-perbuatan

manusia itu sendiri.

Menurut Marzuki53, hambatan yang sangat dampak dalam menanggulangi

Khalwat/Mesum adalah karena tindak Pidana Khalwat/Mesum kesempitan para

saksi untuk memberikan keterangan, disini berarti sudah jelas bahwa baik dari

masyarakat maupun aparat penegak hukum sendiri masih belum serius dalam

malaksanakan Syariat Islam, padahal dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 dalam

Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) adalah :

Pasal 8 :Ayat (1) Masyarakat berperan serta dalam membantu upaya pencegahandan pemberantasan perbuatan Khalwat/Mesum.Ayat (2) Masyarakat wajib melapor kepada pejabat yang berwenang baiksecara lisan maupun tulisan apa bila mengetahui adanya pelanggaranlarangan Khalwat/Mesum.

53 Wawancara dengan Marzuki, Petugas Wilayatul Hisbah, Kota Banda Aceh pada tanggal21 april 2008

Pasal 13 :Ayat (1) Gubernur, Bupati/wali Kota, Camat, Imum Mukim, dan Keuchikberkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penerapanlarangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.

Menurutnya pula Radja Radan54, mengatakan tindak pidana

Khalwat/Mesum tidak semuanya dilimpahkan ke-Mahkama Syar’iyah karena ada

dua alasan yaitu :

1. Alasan Penyelesaian dengan Hukum Adat :

a. Karena kasus-kasus pelanggaran terhadap Khalwat/Mesum yang terjadi

bersifat ringan dan haya cukup di bina oleh petugas Wilayatul Hisbah.

b. Karena adanya tuntutan dari masyarakat untuk di selesaikan secara adat

melaului perdamaian secara kekeluargaan atau dikawinkan atau membayar

denda sebagai penutup malu.

2. Alasan Peneyelesaian Melalui Hukum Syariat Islam Berdasarkan Qanun

Nomor 14 tahun 2003 :

a. Proses penyidikan melalui oleh kepolisian

b. Tuntutan oleh jaksa penuntut umum.

c. Putusan hukuman oleh hakim Mahakamh Syar’iyah

Upaya penanggulangan terhadap pelaku Khalwat/Mesum, Dinas Syariat

Islam dan Keluarga Sejahtera Kota Banda Aceh dengan segala keterbatasan terus

membenahi dan memaksimalkan fungsinya dan kewenangan yang di milikinya.

Sesuai dengan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 9 tahun 2004. Dinas Syariat

Islam dan Keluarga Sejahtera diberikan kewenangan untuk malaksanakan

54 Wawancara dengan Radja Radan. mewakili Ketua Dinas Syariat Islam selakuKasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, pada tanggal 21 April 2008

bimbingan dan penyuluhan Syariat Islam yang meliputi aspek aqidah, ibadah,

mua’amalah dan akhlak. Untuk menjalankan dan memaksimalkan pengawasan

pelaksanaan Syariat Islam maka dengan keputusan Wali Kota Nomor 195 tahun

2005 di bentuklah lembaga Wilayatul Hisbah yang bertugas melakukan

pengawasan, pembinaan, penyuluhan dan advokasi spiritual terhadap setiap

orang/badan yang berdasarkan bukti permulaan patut di duga telah melakukan

pelanggaran terhadap Qanun dan atau peraturan perundang-rundangan lain di

bidang Syariat Islam. Dinas Syariat Islam berdasarkan keterangan Radja Radan55,

telah melakukan berbagai terobosan untuk mensukseskan pelaksanaan Syariat

Islam, antara lain :

1. Siaran jum’at keliling termasuk operasi jum’at untuk mengarahkan kaum

laki-laki melaksanakan shalat jum’at dan menutup tempat-tempat usaha.

2. Malalui Radio RRI, melakukan dialog interaktif Syariat Islam, nuansa

Islami dan siraman Qalbu.

3. Melalui Radio Toss, melakukan dialog interaktif Syariat Islam, nuansa

Islami, dan iklan layanan masyarakat.

4. Melalui Radio swasta (megah FM), iklan layanan masyarakat.

5. Melalui TVRI, talk show Syariat Islam.

6. Melalui media cetak-media cetak.

7. Melalui brosur, selebaran, sticker, seruan bersama, maklumat, spanduk,

billboard.

55 Wawancara dengan Radja Radan, mewakili Ketua Dinas Syariat Islam selakuKasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 april 2008

8. Melalui ceramah kemasjid dan mushalla-mushalla dan juga kesekolah-

kesekolah dalam Wilayah hukum Kota Banda Aceh.

9. Pembekalan /penyuluhan Qanun-qanun Syariat Islam.

Petugas Wilayatul Hisbah telah berusaha semaksimal sesuai dengan

kewenangannya pada tahun 2006/2007 petugas Wilayatul Hisbah telah menangani

kasus sebagai berikut :

a. Qanun, No, 11 tahun 2003 tentang aqidah, ibadah, dan Syiar Islam

sebanyak 2034 orang/pelanggar.

b. Qanun No, 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum sebannyak 590

pasang/pelanggar.

Pelaksanaan Syariat Islam yang sedang di galakkan di NAD pada

umumnya dan khususnya Kota Banda Aceh akan tegak dan sukses apabila

mendapat dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu, semua stake holder (sesuai

dengan kapasitasnya masing-masing) harus ambil bagian dan berpartisipasi aktif

demi kelangsungan Syariat Islam yang rahmatan lil’alamin.

Lebih lanjut sebagaimana hasil wawancara dengan Abdul Halim56,

mengenai tidak seriusnya dari aparat penegak hukum dalam memberantas

Khalwat/Mesum, karena dalam sistem penerapan hukuman cambuk yang sekarang

berlaku di Kota Banda Aceh hanyalah berlaku bagi golongan bawah saja atau bagi

masyarakat biasa, disini berarti masih adanya sistem mendiskriminasi bagi aparat

penagak hukum dan kurangnya keseriusan dari para Eksekutif, Legislatif dan

56 Wawancara dengan Abdul Halim, Kasat Reskrim Poltabes, pada tanggal 25 April 2008

Yudikatif dalam melaksanakan Syariat Islam yang kaffah di NAD khsususnya

Kota Bnada Aceh.

Dalam putusan hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh hakim terhadap

pelaku Khalwat/Mesum, yang terjadi di Wilaayah hukum Kota Banda Aceh, maka

hakim melihat pada kasus-kasusnya yang di hadapkan ke persidangannya untuk di

putuskan, karena yang sangat menjadi kendala bagi hakim adalah karena belum

adanya hukum acara bagi Qanun Khalwat/Mesum jadi hakim berpedoman pada

hukum acara Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan hakim tidak bisa

menahan terdakwa karena dasar hukum untuk menahan para pelaku

Khalwat/Mesum tidak diatur dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang

Khalwat/Mesum. Berdasarkan hasil wawancara dengan Salahuddin, maka yang

sangat menjadi kendala bagi hakim adalah disini masih kurangnya keseriusan

para elit, atau Eksekutif dan Legislatif yang sampai sekarang belum bisa

melahirkan hukum acara terhadap Qanun Khlawat/Mesum.

Terhadap putusan hukuman atau vonis yang dijatuhkan oleh hakim terhadap

pelaku Khalwat/Mesum, menurut Salahuddin57, yang kadang-kadang relatif

sedikit terhadap ‘uqubat ta’zir dan tidak sesuai dengan apa yang telah di tentukan

dalam Qanun, karena dalam proses persidangan hakim melihat pada kasusnya,

apakah kasus Khalwat/Mesum yang terjadi bersifat ringan, sedang atau beratnya

pelanggaran dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum. Jadi

hakim dalam memutuskan perkara Pidana Khalwat/Mesum maka akan menilai

beberapa hal antara lain :

57 Wawancara dengan Salahuddin. Sebagai Wakil Ketua dan Hakim MahkamahSyar’iyah Kota Banda Aceh pada tanggal 28 April 2008

a. Dalam persidangan tidak terbukti telah melakukan hubungan intim dan

hanya berdua-duan, seperti di dalam sebuah rumah antara laki-laki dan

perempuan yang bukan mahramnya yang akan di duga melakukan

Khalwat/Mesum, ini di sebut jenis Khalwat/Mesum ringan.

a. Setelah di pereiksa oleh hakim ternyata pelanggaran yang di lakukan oleh

pelaku Khalwat/Mesum hanya bersifat sedang, seperti berciuman antara

laki-laki dan perempuan contohnya di café-café, tempat-tempat rekreasi atau

didalam sebuah rumah yang tidak ada orang ini disebut jenis

Khalwat/Mesum sedang.

b. Selama dalam persidanga berkelakuan baik dan tidak pernah melakukan

pelanggaran sebelumnya.

b. Telah terbukti dalam persidangan dan patut di duga bahwa seseorang atau

telah melakukan hubungan intim dengan yang bukam mahramnya. Ini di

sebut jenis Khalwat/Mesum yang sifatnya berat.

Sebagaimana hasil wawancara dengan Idris Abdullah58. Pada tahun

2006/2007 terdapat 5 (lima) jenis Khalwat/Mesum yang diputuskan oleh hakim

Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh, mengenai putusan hakim dalam

menjatuhkan hukuman terhadap pelaku Khalwat/Mesum tidak mencapai batas

maksimal, seperti dalam putusan hakim dalam perkara khasus Khalwat/Mesum,

dengan Nomor perkara 01/JN/2006/MASY/BNA, maka hakim memutuskan 5

(lima) kali cambuk bagi laki-laki dan 3 (tiga) kali cambuk bagi perempuan, dan

Nomor perkara 01/JN/2007/MASY/BNA, dengan hukuman cambuk bagi laki-laki

58 Wawancara dengan Idris Abdullah, Hakim Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Acehpada tanggal 28 april 2008

8 (delapan) kali dan perempuan 6 (enam) kali, itu karena semata-mata hakim

menilai bahwa jenis Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh pelaku bersifat sedang

dan berat. Akan tetatpi begitu pula apabila dalam hal terjadinya pengulangan

jarimah. Dalam hal terjadi pengulangan jarimah dalam istilah hukum positif

adalah dikerjakannya suatu jarimah oleh seseorang , setelah ia melakukan jarimah

lain yang telah mendapatkan putasan terakhir. Pengulangan berbeda dengan

gabungan jarimah. Dalam gabungan jarimah, pelaku melakukan jarimah untuk

kedua kalinya atau ketiga kalinya, namun jarimah sebelumnya belum mendapat

keputusan terakhir. Maka hakim dapat menjatuhkan hukuman kepada pelaku

sebagaimana ketentuannya dalam Pasal 24 Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang

Khalwat/Mesum yang berbunyi : Pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, ‘uqubatnya dapat ditambah 1/3 (sepertiga)

dan ‘uqubat maksimal.

Dalam Bab II telah di uraikan tentang penggulangan jarimah yang

ketentuan ‘uqubat ini dapat ditambah apa bila orang yang sama melakukan

pengulangan pelanggaran yang sama, maksud pengulangan pelanggaran yaitu

pelanggaran yang tersebut dalam Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana

bunyinya:

(1). Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalampasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi9(sembilan) kali, paling rendah 3 (tiga) kali dan/atau denda paling banyaRp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp. 2.500.000 (duajuta lima ratus ribu rupiah).(2). Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksuddalam pasal 5 diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa kurungan palinglama 6 (enam) bulan, paling singkat 2 (dua) bulan dan/atau paling banyakRp. 15.000.000-(lima belas juta upiah), paling sedikit Rp. 5000.000-(limajuta rupiah).

Dengan demikian Salahuddin, mengtakan bahwa apa bila terjadi

pengulangan jarimah maka berdasarkan Pasal 22 Qanun Nomor 14 tahun 2003

maka hukumana dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dan ‘uqubat sebelumnya.

Salahuddin, berharap kepada seluruh pihak aparat penegak hukum dan seluruh

lapisan masyarakat harus benar-benar melaksanakan Syariat Islam, yang sekarang

diterapkan di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya Kota Banda Aceh, dan

dalam pelaksanaannya semua pihak tidak boleh ada mendiskriminasi siapun dia,

guna mewujudkan syariat Islam yang Kaffah dan perlu dengan cepat pihak

Eksekutif, Legislatif untuk segera membuat atau mengesahkan Qanun Acara

tentang Qanun Khalwat/Mesum.

Salahuddin59, juga juga berharap kepada aparat penegak hukum dan

masyarakat untuk mengamalkan syariat Islam yang sekarang di terapkan Di

Nanggroe Aceh Darussalam, guna mewujudkan hukum Islam yang benar dan di

ridhai Allah swt.

59 Wawancara dengan Saluhuddin, Wakil Ketua dan Hakim Mahkamah Syar’iyah KotaBanda Aceh 28 April 2008

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan uraian bab-bab pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Faktor-faktor penyebab terjadinya Khalwat/Mesum karena terjadinya

pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dan tersedianya tempat-

tempat rekreasi serta café-café sehingga dapat memudahkan untuk

terjadinya Khalwat/Mesum dan salah satu factor yang sangat mendasar

adalah karena faktor hawa nafsu dan kurangnya iman, meskipun

perbuatan tersebut sudah di atur dalam Qanun Nomor 14 tahun 2003

dalam Pasal 4 dan Pasal 5 bahwa hukumnya haram dan diancam dengan

hukuman cambuk bagi pelanggarnya, akan tetapi di Kota Banda Aceh

masih banyak terjadi pelanggaran Jarimah Khalwat/Mesum meskipun

perbuatan terssebut dilarang dan bertentangan dengan Syariat Islam.

2. Alasan tidak semuanya kasus tindak Pidana Khalwat/Mesum tidak

dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah karena banyak di antara

pelaanggaran Jarimah Khalwat/Mesum yang dilakukan bersifat ringan dan

sedang dan cukup di berikan bimbingan oleh pihak Wilayatul Hisbah dan

diiselesaikan berdasarkan hukum adat secara kekeluargaan.

3. Upaya yang ditempuh dalam meenanggulangi tindak Pidana

Khalwat/Mesum adalah dengan cara melakukan operasi rutin dan operasi

terpadu yang dilakukan oleh pihak Wilayatul Hisbah.

B. Saran

1. Untuk menunjukkan bahwa Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang

Khalwat/Mesum berjalan dengan sempurna maka perlu adanya Qanun

Acara jinayah dan dilakukan revisi terhadap Qanun Khalwat/Mesum

mengenai hal-hal yang belum sempurna peraturannya, seperti masalah

panahanan, dan penyelesaian perkara secara hukum adat.

2. Sebelum adanya Qanun Acara tentang Qanun Khalwat/Mesum maka

pemerintah harus membuat suatu lembaga yang dapat menampung para

pelaku Khalwat/Mesum sebelum terdakwa di hadapkan kepersidangan,

bukan berarti pelaku di ”TAHAN” tetapi di lembaga tersebut pelaku di

berikan bimbingan atau nasehat.

3. Hal lain yang perlu di tanggapi dengan serius adalah kesadaran akan

hukum oleh setiap masyarakat, baik penegak hukum maupun orang asing

yang berdomisili di Aceh. Dan bagaimana cara mensosialisasikan Syariat

Islam kepada masyarakat, hal ini masih lambat, karena sosialiosasi ini

Cuma melibatkan petugas Wilayatul Hisbah saja sedangkan pihak lain

baik aparat penegak hukum maupun masyarakat kurang serius dalam

melaksanakan Syariat Islam.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul manan haji. Reformasi hukum Islam Indonesia, Raja Grafindo Persada,Jakarta 2006.

Abdurrahman’ Abdussalam Hasan Washil, Gejolak Sex Akibat dan Solusinya,Daarusy-Syuruuq-Beirut, 1986.

Ahmad wardi muslich. Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah, Sinar GrafikaJakarta 2004.

Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Figh, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2003.

Cik Hasan Bisri, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Raja Grafindo Persada,Jakarta 2004.

Daud Ali M, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta 1997.

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Raja Grafindo Persada,Jakarta 2004.

Hasbullah, Kapita Selekta Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1999.

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2004.

Munir Faudy, Sosiologi Hukum Komtemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung,2007.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta 2007.

Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, Raja Wali, Jakarta, 1984.

Soesilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Poelita-Bogor.

Soedjono Dirdjosiswono, Ruang Lingkup Kriminologi, Remadja Karya,Bandung, 1984.

Soetino, Filsafat Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981.

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafindo, Jakarta 2007

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 1999 tentangPenyelanggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah

Qanun Nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam

Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat/Mesum

Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 tahun 2005tentang petunjuk teknis pelaksanaan ‘uqubat cambuk.

Intruksi Gubernur, Nomor 05/INSTR/2002, tentang Tata Pergaulan/Khalwatantara Pria dan Wanita.

Filename: SKRIPSI TINDAK PIDANA KHALWATMESUM_5C1F763Directory: C:\Users\User\AppData\Local\TempTemplate:

C:\Users\User\AppData\Roaming\Microsoft\Templates\Normal.dotm

Title: BAB IISubject:Author: FADHILKeywords:Comments:Creation Date: 11/02/2012 11:39:00Change Number: 35Last Saved On: 11/04/2015 17:42:00Last Saved By: UserTotal Editing Time: 120 MinutesLast Printed On: 11/04/2015 17:42:00As of Last Complete Printing

Number of Pages: 75Number of Words: 12.563Number of Characters: 79.249 (approx.)