UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN TERHADAP NAPI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

154
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Depertamen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (Napi) atau warga Binaan Pemasyarakatan tahanan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya yang statusnya masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai Negeri Sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan

Transcript of UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN TERHADAP NAPI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau

Lapas) adalah tempat untuk melakukan pembinaan

terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di

Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah

penjara.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana

teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu

Depertamen Kehakiman). Penghuni Lembaga

Pemasyarakatan bisa narapidana (Napi) atau warga

Binaan Pemasyarakatan tahanan (WBP) bisa juga yang

statusnya masih tahanan, maksudnya yang statusnya

masih berada dalam proses peradilan dan belum

ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai

Negeri Sipil yang menangani pembinaan narapidana dan

tahanan di lembaga pemasyarakatan di sebut dengan

petugas pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal

dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan

pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Dr.

Sahardjo pada tahun 1964, dimana disebutkan bahwa

tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan

hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah

mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke

dalam masyarakat. Lembaga pemasyarakatan yang

tadinya disebut penjara, bukan saja dihuni oleh

pencuri, perampok, penipu, pembunuh atau perkosaan,

tetapi juga ditempati oleh pemakai, kurir, pengedar

dan Bandar narkoba, serta penjudi dan Bandar judi,

beragam lainnya seperti Korupsi dan lain-lain.

Penghuni LP pun menjadi sangat bervariatif,

baik dari segi usia, maupun panjangnya hukuman mulai

dari 3 bulan sampai hukuman seumur hidup dan hukuman

mati. Spekrum penghuni LP yang sangat luas, baik

dari segi kejahatan, latar belakang,

profesionalisme, usia dan lamanya hukuman,

2

menyebabkan pengelola LP pun menjadi sangat kompleks

dan memerlukan penyesuaian atau pun perubahan.1

Sistem kepenjaraan kita sebelumnya menganut

berbagai perundangan warisan kolonial,yang jelas-

jelas tidak sesuai dengan UUD 1945, telah berangsur

dirubah dan diperbaiki. Pemikiran baru mengenai

fungsi hukuman penjara, dicetus oleh Dr. Saharjo

pada tahun 1964, dan kemudian ditetapkan oleh

Presiden Soekarno pada tanggal 27 April 1964, dan

tercermin di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun

1995, tentang pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan

yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan

penjeraan telah dihapus dan di ubah dengan konsep

rehabilitasi dan reintegrasi sosial.2

Sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah

dari sistem kepenjaraan menjadi sistem

pemasyarakatan, perusahaan dari rumah penjara

1 Muhammad Mustofa, Lembaga Pemasyarakatan dalam Kerangka Sistem Pemasyarakatan, Jakarta: PT. Pustaka Litera Antar Nusantara, 2007, hlm. 46.

2 Yusafat Rizako, Implementasi Sistem Pemasyarakatan, Jakarta: Fisif-UI, 2009, hlm. 25-26.

3

menjadi Lembaga Pemasyarakatan, bukan semata-mata

hanya secara fisik merubah atau mendirikan

bangunannya saja, melainkan yang lebih penting

menerapkan konsep pemasyarakatan.

Upaya pendidikan untuk semua lapisan masyarakat

dari usia dini sampai lanjut usia, termasuk

kecakapan hidup bagi narapidana yang sedang

menjalani hukuman lembaga permasyarakatan.3

Pengembangan pendidikan kecakapan hidup meuruapan

tugas dan wewenangan pendidikan luar sekolah sepagai

upaya pengembangan sumber daya manusia yang

dirasakan kepada sumber daya manusia yang didasarkan

kepada sumber daya manusia pengembangan pendidikan

tersebut sangat penting bagi narapidana, karena

jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan.

Khususnya di lembaga pemasayakatan kelas II A Jambi.

Narapidana adalah orang yang telah melanggar

norma kehidupan, mereka tidak tahan kondisi

kehidupan yang serba sulit sehingga menimbulkan

3 Ibid, 2007.hlm. 89

4

sifat frustasi, kehilangan pekerjaan dan masalah-

masalah lain seperti tidak terpebuhi kebutuhan dasar

(sandang, pangan dan papan) di satu pihak, dan di

pihak lain tidak sedikit pula narapidana yang

berasal dari lapisan masyarakat yang tergolong mampu

dari segi ekonomi bahkan dari kalangan elit, seperti

pengusaha, politikus dan birokrat.

Sehingga seseorang nekat melakukan perkosaan

terhadap korbannya karena telah memaksa seorang

wanita untuk melakukan hubungan suami istri di luar

pernikahan yang sah tanpa keinginan wanita yang jadi

korban perkosaan tersebut, membuat lembaga

pemasyarakatan Kelas II A Jambi dituntut berperan

aktif dalam upaya pembinaan narapidana agar kembali

ke jalan yang benar dan diterima oleh Masyarakat,

sehingga tidak lagi melakukan/mengulangi kejahatan.

Seorang narapidana perkosaan untuk dapat

diterima hidup di tengah-tengah masyrakat harus

mampu menyesuaikan dan membuktikan bahwa dirinya

benar-benar sadar, insaf dan menunjukkan sikap serta

5

perilaku yang baik.4 Untuk mengatasi dan mengantarkan

narapidana ke jalan yang benar, maka pendidikan

agama Islam merupakan peran sangat penting dan

sangat menentukan bagi terbentuknya manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Serta mampu

mengembangkan kecakapan hidupnya, sebagai modal

dalam upaya mengawali hidup baru di tengah

masyarakat.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis

berkeinginan menulis sebuah karya ilmiah yang

berbentuk skripsi dengan judul: “UPAYA LEMBAGA

PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN TERHADAP NAPI YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Jambi).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka pokok

permasalahan yang dapat dirumuskan penulis sebagai

berikut:4 Yusafat Rizako, Implementasi Sistem Permasyarakatanm, Jakarta: Fisif

– UI, 2009, hlm. 63.

6

1. Bagaimanakah pembinaan terhadap napi yang

melakukan tindak pidana perkosaan ?

2. Apa kendala yang ditemui dalam pembinaan terhadap

napi yang melakukan tindak pidana pemerkosaan?

3. Apa upaya yang dilakukan oleh LP Kelas II A Jambi

dalam mengatasi masalah pembinaan terhadap napi

melakukan tindak pidana perkosaan?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pembinaan terhadap napi yang

melakukan tindak pidana perkosaan.

b. Untuk mengetahui kendala yang ditemui dalam

melakukan pembinaan

c. Untuk mengetahui Upaya yang dilakukan oleh

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi dalam

mengatasi masalah pembinaan terhadap napi yang

melakukan tindak pidana perkosaan.

2. Kegunaan Penelitian

7

a. Secara teoritis diharapkan dapat memberi

sumbangan pemikiran pengembangan ilmu di

lembaga pemasyarakatan Kelas II A Jambi.

b. Secara praktis diharapkan bermanfaat bagi

masyarakat umumnya dan masyarakat Jambi

khususnya.

c. Untuk persyaratan menyelesaikan program Sarjana

Strata 1 (S1) dalam ilmu Jinayah Siyasah.

d. Untuk penelitian dan penulis sendiri.

D. Teori Pemidanaan/Teori Penegakan Hukum

Perbincangan mengenai hukum dan penegakan hukum

di Indonesia adalah sama dengan mempertautkan kedua

sisi normatif dan sisi empirik yang merupakan

pasangan replektif (membias) mulai dari proses

pembuatan hukum, perwujudan serta pelaksanaan fungsi

hukum (penegakan hukum dan keadilan), dalam rangka

merespon kebutuhan masyarakat yang sedang membangun

di segala bidang, dalam mencapai tujuan hukum yakni

8

mewujudkan keadilan, menciptakan kepastian hukum dan

memberikan kegunaan (kemanfaatan) bagi masyarakat5.

Sorotan terhadap hukum dan penegakan hukum

bukanlah merupakan sosok yang baru di tanah air

kita, dia begitu penting untuk dibicarakan karena

hal ini tidak saja merupakan tugas dan amanah

konstitusi (UUD 1945), tetapi lebih jauh di sisi

lain ia juga merupakan tonggak sekaligus benteng

untuk tegaknya hukum dan keadilan. Hal ini

berhubungan dengan kelangsungan masa depan pencari

keadilan di Indonesia6.

Menurut Jan Gijssels dan Mark van Hoecke, Teori

hukum merupakan disiplin mandiri yang

perkembangannya dipengaruhi dan sangat berkaitan

erat dengan ajaran hukum umum. Perkembangan dari

definitif dari teori hukum menjadi sebuah disiplin

ilmu baru atau cabang-cabang dari ilmu yang sudah

ada, seperti informatika, logika deontik,

5 Raharjo Satjipto, Aneka Persoalan Hukum dan Masyarakat, Bandung:Alumni, 1983, Hal.1181

6 Fauzi Yusuf, Hasibuan, Hukum dan Dunia Peradila di Indonesia,Jakarta, Fauzi dan Partner, 2007, hal.1

9

kibernetika, sosiologi hukum, Etiologi (hukum) dan

sejenisnya7.

Menurut J.J.H. Bruggink, Teori hukum adalah

seluruh pernyataan yang saling berkaitan dengan

sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-

putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian

yang penting dipositifkan8.

Menurut Bruggink, definisi di atas memiliki

makna ganda, yaitu dapat berarti produk, yakni

seluruh pernyataan yang saling berkaitan itu adalah

hasil dari kegiatan teoritik bidang hukum. Dalam

arti proses, yaitu kegiatan teoritik tentang hukum

atau dapat bermakna ganda lainnya, yaitu teori hukum

dalam arti luas dan teori hukum dalam arti sempit.

Dalam arti luas, berarti menunjuk kepada pemahaman

tentang sifat berbagai bagian (cabang sub-disiplin)

teori hukum, yaitu sosiologi hukum, berbicara

tentang keberlakuan faktual atau keberlakuan empirik

7 Friedman L, Teori dan Filsafat Hukum: Telaah Kritis Atasi Teroi-terori Hukum (Susunan I) Judul Asli Legal Theory: Penerjemah: Muhammad Arifin, Cetakan kedua, Jakarta: PT. Raja GRafindo Persada, 1993, hal.73

8 Ibid, hal.73

10

dari hukum. Teori hukum dalam arti sempit, berbicara

tentang keberlakuan formal atau keberlakuan normatif

dari hukum9.

Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial,

sehingga penegakannya dipengaruhi lingkungannya yang

sangat kompleks seperti perkembangan politik,

ekonomi, sosial, budaya, iptek, pendidikan dan

sebagainya. Penegakan hukum harus berlandaskan

kepada prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana

tersirat dalam UUD 1945 dan asas-asas hukum yang

berlaku di lingkungan bangsa-bangsa yang beradab

(seperti the Basic Principles Of Independence Of Judiciary), agar

penegak hukum dapat menghindarkan diri dari praktik-

praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang

sangat kompleks tersebut10.

Berdasarkan teori efektivitas hukum yang

dikemukakan Soejono Soekamto, efektif atau tidaknya

suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama:

9 Ibid, hal.7410 Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan pidana,

Cetakan Kedua, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,hal.69

11

faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua:

faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang

membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga: faktor

sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan

hukum. Keempat: faktor masyarakat, yakni lingkungan

dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima:

faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta,

dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam

pergaulan hidup11.

Relevan dengan teori efektivitas hukum yang

dikemukakan Soejono Soekanto tersebut, Romli

Atmasasmita mengatakan faktor-faktor yang menghambat

efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak

pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim,

jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga

terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering

diabaikan12.

11 Soejono Soekamto, Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hal.8

12 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Bandung: Mandarmaju, 2001, hal.55

12

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

penegakan hukum merupakan usaha menegakkan norma-

norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai

yang ada dibelakangnya. Dengan demikian aparat

penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa

hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang

harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika

yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-

undangan (law making process)13.

Penegakan hukum (law enforcement), keadilan dan hak

asasi manusia merupakan tiga kata kunci dam suatu

negara hukum (rechtsstaat) seperti halnya Indonesia.

Ketiga istilah tersebut mempunyai hubungan dan

keterkaitan yang sangat erat. Keadilan adalah

hakikat dari hukum. Oleh karena itu, jika suatu

negara menyebut dirinya sebagai negara hukum, maka

di dalam negara tersebut harus menjunjung tinggi

keadilan (justice). Bahkan parameter bagi suatu negara

13 Muladi 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan pidana,Cetakan Kedua, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,hal.72

13

yang berdasarkan atas hukum adalah dijaminnya

pelaksanaan HAM14.

Menurut Hamis MC. Rae mengatakan bahwa

penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan

kemampuan berupa penegakan hukum dilakukan oleh

orang yang betul-betul ahli dibidangnya dan dalam

penegakan hukum akan lebih baik jika penegakan hukum

mempunyai pengelaman praktek berkaitan dengan bidang

yang ditanganinya.

Menurut Muladi, teori penegakan hukum atau

teori pemidanaan dimaksudkan untuk mencari dasar

pembenaran dijatuhkannya pidana kepada pelaku tindak

pidana serta tujuan yang akan dicapai dengan

penjatuhan pidana.

Teori tentang tujuan pemidanaan atau penegakan

hukum terbagi 3 yaitu:

14 Hendarman Supanji, Dalam Seminar Nasional Tentang Strategi PeningkatanKinerja Kejaksaan RI, di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 29November 2008, Mengatakan bahwa dalam penegakan hukum harusmelindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahIndonesia.

14

1. Teori absolut atau pembalasan

(retributive/vergeldingstheorien), memandang bahwa

pemidanaan merupakan pembalasan atas

kesalahan yang telah dilakukan sehingga

berorientasi pada perbuatan dan terletak pada

terjadinya kejahatan itu sendiri. Teori ini

mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana

dijatuhkan semata-mata karena orang telah

melakukan sesuatu kejahatan yang merupakan

akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu

pembalasan kepada orang yang melakukan

kejahatan sehingga sanksi bertujuan untuk

memuaskan tuntutan keadilan15.

2. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian),

memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai

pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi

sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk

melindungi masyarakat menuju kesejahteraan

15 M uladi 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan pidana,Cetakan Kedua, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,hal.74

15

masyarakat. Sanksi ditekankan pada tujuannya,

yakni untuk mencegah agar orang tidak

melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan

untuk pemuasan absolut atas keadilan. Dari

teori ini muncul tujuan pemidanaan yang

sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan

khusus yang ditujukan kepada pelaku maupun

pencegahan umum yang ditujukan ke masyarakat.

Teori relatif berasakan 3 tujuan utama

pemidanaan yaitu preventif (tujuannya untuk

melindungi masyarakat dengan menempatkan

pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat),

detterence (untuk menimbulkan rasa takut

melakukan kejahatan yang bisa dibedakan untuk

individual, publik dan jangka panjang), dan

reformatif16.

3. Teori gabungan, memandang bahwa tujuan

pemidanaan bersifat plural, karena

menggabungkan antara prinsip-prinsip relatif

16 Ibid, hal.74

16

(tujuan) dan retributif sebagai satu

kesatuan. Teori ini bercorak ganda, dimana

pemidanaan mengandung kerakter retributif

sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu

kritik moral dalam menjawab tindakan yang

salah. Sedangkan karakter utilitariannya

terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral

tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan

perilaku terpidana di kemudian hari17.

E. Telaah Pustaka

Sejauh ini pengamatan penulis, ada beberapa

literature yang membahas permasalahan tentang

Lembaga Pemasyarakatan yang ada kaitannya dengan

napi, dan yang membahas tentang tindak pidana

perkosaan serta yang membahas tentang pembinaannya,

banyak ditemukan dalam KUHP, KUHAP, Undang-undang

dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan judul

karya ilmiah penulis.

17 Ibid, hal.69

17

BAB II

METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk

mengetahui, yang mempunyai langkah-langkah sistematis,

metodologi adalah suatu pengkajian dalam memperoleh

pelajaran-pelajaran suatu metode. Jadi metodologi

penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajarai

peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.

Ditinjau dari sudut filsafat, metode penelitian

merupakan epistemology penelitian yaitu yang menyangkut

bagaimana kita menjadikan penelitian.18

Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif. Taylor dan Moleong, menyatakan bahwa

penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

18 Husain Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 42.

18

kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.

Metode penelitian kualitatif dilakukan dalam

situasi yang wajar (natural setting) dan data yang

dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif. Metode

kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat

fenomenologis yang mengutamakan penghayatan dan

berusaha untuk memahami serta menafsirkan makna sesuatu

peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi

tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.

Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk

mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori tetapi

teori yang sudah ada dikembangkan dengan menggunakan

data yang dikumpulkan. Sesuai dengan dasar penelitian

tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu

menggambarkan tentang upaya Lembaga Pemasyarakatan

dalam pembinaan terhadap narapidana yang melakukan

tindak pidana perkosaan (studi di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi).

12

19

A. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis

empiris, maksudnya data yang diperoleh dengan

berpedoman pada segi yuridis juga berpedoman pada

segi-segi empiris yang dipergunakan sebagai alat

Bantu.19

Menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu

data yang diperoleh dengan meneliti data sekunder

terlebih dahulu dan kemudian dilajutkan dengan

mengadakan penelitian primer di lapangan.20

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskripstif analisis

yaitu memaparkan dan menggambarkan fakta yang

berkaitan dengan upaya pembinaan terhadap napi

yang melakukan tindak pidana perkosaan.

2. Tahap Penelitian

a. Penelitian Kepustakaan

19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hlm. 36

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, hlm. 129.

20

Berbagai bahan bacaan tentang system yang

melakukan tindak pidana perkosaan, hukum

tentang tindak pidana perkosaan, cara pembinaan

napi di Lembaga Pemasyarakatan.

b. Penelitian Lapangan

Setelah penelitian kepustakaan dipandang

cukup, kemudian melakukan penelitian lapangan

di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi.21

B. Tekhnik Pengumpulan Data

1. Observasi

Observasi yang penulis melakukan disini

adalah pengamatan dan pencatatan langsung secara

sistematis terhadap fenomena yang diselidiki.22

Observasi sebagai media pengumpul data

biasanya dipergunakan, apabila tujuan hukum yang

21 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, JI-PressA: Jakarta, 1986, hlm.7

22 Mukhtar, Bimbingan Skripsi, Thesis dan Artikel Ilmiah, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007, hlm. 88.

21

bersangkutan adalah, mencatat perilaku (hukum)

sebagai mana terjadi dalam kenyataan. Peneliti

yang menggunakan alat pengumpul data ini, secara

langsung akan memperoleh data yang

dikehendakinya, mengenai perilaku (hukum) pada

saat itu juga.

2. Wawancara

Wawancara adalah tekhnik memperoleh informasi

secara langsung melalui permintaan keterangan-

keterangan kepada pihak pertama yang dipandang

dapat memberikan keterangan atau jawaban terhadap

pertanyaan yang diajukan.

Wawancara yang penulis lakukan disini melalui

Tanya jawab dengan yang berkepentingan di

antaranya:

1. Kepala LP Kelas II A Jambi

2. Kepala bimbingan anak didik LP Kelas II A

Jambi

22

3. Petugas lainnya yang terlibat dalam proses

pembinaan napi yang melakukan tindak pidana

perkosaan.23

4. Napi yang melakukan tindak pidana

perkosaan.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data

primer. Fungsi dari wawancara adalah untuk

membuat deskripsi atau eksplorasi. Sedangkan

wawancara digunakan dengan tujuan sebagai

berikut:

1. memperoleh data mengenai presepsi manusia

2. mendapatkan data mengenai kepercayaan manusia

3. mengumpulkan data mengenai persaan dan motivasi

seseorang (atau mungkin sekelompok manusia)

2. memperoleh data mengenai antisipasi ataupun

orientasi depan dari manusia

3. memperoleh informasi mengenai perilaku pada

masa lampau

23 Ibid, hlm. 89.

23

4. mendapatkan data mengenai perilaku yang

sifatnya sangat pribadi atau sensitif.24

Wawancara dilakukan terhadap responden yang

digunakan sebagai sample, yaitu narapidana yang

melakukan tindak pidana perkosaan sebanyak 10

orang, petugas Lembaga Pemasyarakatan sebanyak 14

orang beserta Kepala Lembaga Pemasyarakatan. Tipe

wawancara yang digunakan adalah wawancara

berfokus yang didasarkan pada asumsi, bahwa

dengan mempergunakan sarana tersebut, maka dapat

diungkapkan reaksi-reaksi pribadi manusia secara

terperinci, perasaan-perasaan, dan lain-lain ciri

realitasnya25.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan

dalam ruangan khusus. Wawancara dilakukan satu

persatu, wawancara dilakukan secara kekeluargaan

hal ini disebabkan para narapidana yang

24 Soerjono Soekarno, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 99-100.

25 Bani Ahmad Saebani, Metode Penilitian, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008, hal.191

24

diwawancarai adalah kaum pria yang mempunyai

perasaan yang peka dan sensitive. Tidak jarang

wawancara dijadikan ajang curhat para responden

kepada peneliti tentang masalah yang dialami oleh

narapidana baik masalah hidup maupun masalah

selama masa pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Jambi.

Narapidana yang melakukan tindak pidana

perkosaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A

Jambi selama 3 tahun terakhir, hingga tahun 2012

berjumlah 325 orang.

C. Analisis Data

Adalah proses pengatur urutan data,

mengorganisasikanya ke dalam suatu pola kategori dan

satuan analisis data dalam dalam penelitian ini

bersifat diskriptif analisis yang merupakan gambaran

sebuah penelitian.26

Menurut Milles dan Hoberman dan Rachman ada dua

metode analisis data yaitu: 26 Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2000, hlm. 103.

25

“ Pertama model analisis mengalir, dimana tiga

komponen analisis (reduksi data, sajian data,

penarikan kesimpulan atau verifikasi) dilakukan

secara saling mengalir secara bersamaan. Kedua model

analisis interaksi dimana komponen reduksi data

penyajian data dan penarikan kesimpulan dilakukan

dengan proses pengumpulan data, setelah data

terkumpul maka ketiga komponen analisis (reduksi

data, sajian data, dan penarikan kesimpulan) saling

berinteraksi “27.

Penelitian ini menggunakan model analisis data

yang kedua dari penjelasan model analisis data di

atas, yaitu komponen reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan dilaksanakan dengan proses

pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka ketiga

komponene analisis (reduksi data, sajian data, dan

penarikan kesimpulan) saling berinteraksi. Untuk

menganalisis data dalam penelitian ini digunakan

langkah-langkah atau alur yang terjadi secara

27 Ibid, hal.104

26

bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi data.

1. Pengumpulan data

Adalah mencari dan mengumpulkan data yang

diperlukan yang dilakukan terhadap berbagai jenis

dan bentuk data yang ada di lapangan kemudian data

tersebut dicatat28.

Pengumpulan data itu diambil melalui

wawancara, observasi serta dokumentasi penulis di

lapangan maupun buku-buku yang miliki kemudian

disusun menjadi sebuah karya ilmiah.

2. Reduksi data

Yaitu pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakkan data kasar, yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

Reduksi data ini bertujuan untuk menganalisis data

yang lebih mengarahkan, membuang yang tidak perlu

28 Sugiono, Memahami Penilitian Kualitatif, Bandung: Alfa Beta, 2008, hal.72

27

dan mengorganisasikan data agar diperoleh

kesimpulan yang dapat ditarik dan di verifikasi29.

Dalam penelitian ini proses reduksi dapat

dilakukan dengan mengumpulkan data dari hasil

wawancara, observasi, dan dokumentasi kemudian

dipilih dan di kelompokkan berdasarkan kemiripan

data.

3. Penyajian data

Yaitu pengumpulan informasi terusan yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan

dan pengambilan tindakan.30 Dalam hal ini data

yang telah dikategorikan tersebut kemudian di

organisasikan sebagai bahan penyajian data. Data

tersebut disajikan secara diskriptif yang

didasarkan pada aspek yang diteliti, sehingga

dimungkinkan dapat memberikan gambaran seluruhnya

atau sebagian tertentu dari aspek yang diteliti,

29 Sugiono, Memahami Penilitian Kualitatif, Bandung: Alfa Beta, 2008, hal.74

30 Milles dan Huberman, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Gaung Persada Press, 2009, hlm. 18.

28

sehingga dimungkinkan dapat menggambarkan

seluruhya atau sebagian tertentu dari aspek yang

di teliti.

4. Verifikasi data

Yaitu sebagian dari suatu kegiatan utuh,

artinya makna-makna yang muncul dari data harus

dilaporkan kebenarannya, kekokohannya, dan

kecocokannya.31

Penarikan kesimpulan yang didasarkan pada

pemahaman terhadap data yang telah disajikan dan

dibuat dalam pernyataan disingkat dan mudah

dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan

yang di teliti. Proses reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Dengan demikian dalam penelitian ini

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan

31 Ibid, hlm. 19.

29

penarikan kesimpulan sebagai suatu yang jalin

menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah

pengumpulan data.

Setelah seluruh data yang penulis peroleh

dengan menggunakan metode kualitatif, yang

maksudnya penyajian data ini tenpa menggunakan

angka, bagian-bagian, rumus-rumus dan statistik

lainnya.

D. Jadwal Penelitian

Tabel: Jadwal Penelitian

No Kegiatan

BULANJanuariFebruar

iMaret April Mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Pengajuan x

30

Judul2 Seminar

Proposal x

3 Perb. proposal x x

4 Surat IzinRiset

x

5 Pengumpulan Data

x x x x x x x x x x

6 Analisis Data

x x x x

7 Penulisan Laporan

x x

8 Bimbingan dan Perbaikan

x xx

9 Ujian Skripsi

10 Perbaikan dan Penjilidan

Keterangan:Untuk bulan Februari dan Maret menunggu pengesahanjudul

31

BAB III

TINDAK PIDANA PERKOSAAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Perkosaan

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah

yang dikenal dalam hukum pidana belanda yaitu

strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS

Belanda atau Kitan Undang-Undang Hukum Pidana,

tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang

di maksud dengan tindak pidana tersebut. Karena

itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti

dan isi dari istilah itu32.

Menurut Moeljatno tindak pidana adalah perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan

dengan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

32 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal.5

32

pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut33.

Menurut Simons dalam rumusannya adalah tindakan

yang melanggar hukum yang telah dilakukan dengan

sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

tindakannya dan oleh Undang-Undang telah

dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum34.

Rumusan pengertian tindak pidana yang dinyatakan

oleh Simons juga diatur dalam asas hukum pidana

Indonesia, yaitu asas legalitas (principle of legality)

atau dalam bahasa latin biasanya dikenal dengan

Nullum Delectum Noella Poena Sine Praevia Lege Poenali.

Maksudnya bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan

terlebih dahulu dalam perundang-undangan,

ketentuan yang senada dengan asas tersebut juga

diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu: Tiada

suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas33 Ibid. hal.734 Ibid, hal.5

33

kekuatan peraturan pidana dalam perundang-undangan

pasal tersebut35.

Menurut Soedarto menggunakan istilah tindak pidana

dengan alasan sudah mempunyai penilaian sosial

(sosiologiche gelding) dan ternyata dalam perundang-

undangan pidana di Indonesia, telah dipakai

istilah tindak pidana tersebut.

Menurut Wirjono Prodjodikoro merumuskan definisi

pendek, yakni tindak pidana berarti suatu perbatan

yang pelakunya dapat dikenai pidana.

Muljatno mengatakan dengan istilah perbuatan

pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan

pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut.

Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-

unsur:

a) Perbuatan manusia

b) Memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat

formil)

c) Bersifat melawan hukum (Syarat materiil)

35 Ibid, hal.8

34

2. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan

Pengertian tindak pidana perkosaan sebagaimana

diatur dalam pasal 285 KUHP adalah: “ Barangsiapa

dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan

dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan

perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12

tahun”36.

Dalam Kamus Besar Indonesia, perkosaan berasal

dari kata “perkosa” yang berarti paksa, gagah,

kuat, perkasa. Memperkosa berarti menundukkan

dengan kekerasan, menggagahi, melanggar

(menyerang) dengan kekerasan. Sedangkan

pemerkosaan diartikan sebagai proses, cara

perbuatan memperkosa, melanggar dengan kekerasan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian

perkosaan adalah:

36 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 285

35

1. Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan

seseorang wanita tanpa persetujuannya.

2. Persetujuan yang tidak sah oleh seorang

pria terhadap seorang wanita yang dilakukan

dengan paksaan dan bertentangan dengan

kemauan/kehendak wanita yang bersangkutan.

3. Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan

seorang pria terhadap seorang wanita yang

bukan istrinya atau tanpa persetujuannya,

dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan

atau dibawah kondisi ancaman lainnya.

Mencermati Pasal 285 KUHP, diketahui bahwa

perkosaan (pemerkosaan) memiliki unsur memaksa

dan dengan kekerasan. Tindak pidana pada pasal

285 KUHP ini mirip dengan tindak pidana

sebagaimana yang diatur dalam pasal 289 KUHP yang

dirumuskan sebagai:

“ Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

seseorang untuk melakukan atau membiarkan

dilakukan perbuatan cabul, diancam karena

36

melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan

kesusilaan dengan pidana penjara paling lama 9

tahun”37.

Perbuatan yang dipaksakan dalam pasal 289 itu

merupakan perbuatan cabul yang mengandung

pengertian umum, yang meliputi juga perbuatan

bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian

khusus.

B. Delik Perkosaan

KUHP Indonesia yang dijadikan acuan utama bagi

kalangan praktisi hukum untuk menjaring pelaku

kekerasan seksual mengandung kekurangan secara

substansial dalam hal melindungi korban

kejahatan. Korban dalam sisi yuridis ini tidak

mendapatkan perlindungan yang istimewa. Tindak

pidana perkosaan dalam KUHP dapat dibedakan

menjadi dua yaitu38:

37 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 28938 Abdul Wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Jakarta:

Refika Aditama, 2001, hal.109

37

1. Tindak pidana perkosaan untuk bersetubuh

yang diatur dalam pasal 285

2. Tindak pidana perkosaan untuk berbuat cabul

yang diatur dalam pasal 289

Pasal 285 KUHP “ Barangsiapa dengan kekerasan

atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan

istrinya bersetubuh dengan dia diluar perkawinan,

diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana

penjara paling lama 12 tahun”.

Inti delik dari pasal 285 KUHP adalah:

a) Perbuatan yang dilakukan harus dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan.

b) Perbuatan yang dilakukan harus dengan paksa

sehingga perempuan itu tidak dapat melawan

dan terpaksa melakukan persetubuhan.

c) Perempuan yang disetubuhi tersebut bukan

istrinya, artinya tidak dikawini secara sah.

38

d) Melakukan persetubuhan, berarti terjadi

hubungan biologis antara pembuat dan

perempuan yang dipaksa tersebut.

Sedang kan unsur dari pasal 285 KUHP itu adalah39:

1) Barang siapa

2) Dengan kekerasan

3) Memaksa

4) Seorang wanita (diluar perkawinan)

5) Bersetubuh

Sanksi hukuman berupa pemidanaan yang terumus dalam

pasal 285 KUHP tersebut menyebutkan bahwa paling

lama hukuman yang akan ditanggung oleh pelaku

adalah duabelas tahun penjara. Hal ini adalah

ancaman hukuman secara maksimal, dan bukan sanksi

hukum yang sudah dibakukan harus diterapkan begitu.

Sanksi minimalnya tidak ada, sehingga terhadap

pelaku dapat diterapkan berapapun lamanya hukuman

penjara sesuai dengan selera yang menjatuhkan39 Andi Hamzah, Delik-delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar

Grafika, 2009, hal.15

39

vonis. Dalam pasal 285 KUHP tidak di tegaskan apa

yang menjadi unsure kesalahan. Apa sengaja atau

alpa. Tapi dengan dicantumkannya unsure memaksa

kiranya jelas bahwa perkosaan harus dilakukan

dengan sengaja. Pemaknaan ini lebih condong pada

unsure kesengajaan untuk berbuat, artinya ada

kecenderungan semi terencana dalam melakukan

perbuatan kejahatan. Tanpa didahului oleh niat

seperti ini, maka perbuatan itu akan sulit

terlaksana40.

Unsur “Brang siapa”(subyek ntindak pidana) dalam

KUHP memang tidak ada penjelasan yang expressis

verbis. Namun kalau kita simak pasal 2, 44, 45, 46,

48, 49,50 dan 51 KUHP dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan “barang siapa” adalah orang atau

manusia.

Unsur “Kekerasan” adalah kekuatan fisik atau

perbuatan fisik yang menyebabkan orang lain secara

fisik tidak berdaya tidak mampu melakukan40 Abdul Wahid, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, Jakarta:

Refika Aditama, 2001, hal.111

40

perlawanan atau pembelaan. Wujud dari kekerasan

dalam tindak pidana perkosaan antara lain bisa

berupa perbuatan mendekap, mengikat, membius,

menindih, memegang, melukai dan lain sebagainya

perbuatan fisik yang secara objektif dan fisik

menyebabkan orang yang terkena tidak berdaya41.

Unsur ancaman kekerasan adalah serangan psikis yang

menyebabkan orang menjadi ketakutan sehingga tidak

mampu melakukan pembelaan atau perlawanan atau

kekerasan yang belum diwujudkan tapi menyebabkan

orang yang terkena tidak mempunyai pilihan selain

mengikuti kehendak orang yang mengancam dengan

kekerasan42.

Unsur “memaksa” dalam perkosaan menunjukkan adanya

pertentangan kehendak antara pelaku dengan korban,

pelaku mau/ingin bersetubuh sementara korban tidak

mau/ingin. Karenanya tidak ada perkosaan apabila

tidak ada pemaksaan dalam arti hubungan itu

dilakukan atas dasar suka sama suka. Sebagaimana41 Ibid, hal.11142 Ibid, hal.111

41

juga tidak akan ada kekerasan atau ancaman

kekerasan bila tidak ada memaksa43.

Unsur bahwa yang dipaksa untuk bersetubuh adalah

“wanita diluar perkawinan” atau tidak terikat

perkawinan dengan pelaku. Dari adanya unsure ini

dapat disimpulkan bahwa44:

a) Perkosaan hanya terjadi oleh laki-laki

terhadap wanita.

b) Tidak ada perkosaan untuk bersetubuh oleh

wanita terhadap laki-laki, laki-laki terhadap

laki-laki atau wanita terhadap wanita.

c) Tidak ada perkosaan untuk bersetubuh bila

dilakukan oleh laki-laki yang terikat

perkawinan dengan wanita yang menjadi korban

atau tidak ada perkosaan untuk bersetubuh oleh

suami terhadap istri yang kita kenal dengan

marital rape (perkosaan yang dilakukan oleh

suami terhadap istrinya).

43 Ibid, hal.11244 Ibid, hal.112

42

Untuk selesainya tindak pidana perkosaan untuk

bersetubuh maka harus terjadi persetubuhan antara

pelaku dengan korban, dalam arti tidak ada tindak

pidana perkosaan untuk bersetubuh mana kala tidak

terjadi persetubuhan. Persetubuhan yakni masuknya penis

laki-laki ke dalam kemaluan perempuan menjadi syarat

utamanya.

Pasal 289 KUHP,” Dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena

melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan

kesusilaan dengan pidana penjara paling lama sembilan

tahun”45.

Inti delik pasal 289 ini adalah:

1) Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan (perbuatan

harus dilakukan dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan).

2) Memaksa (dengan memaksa dalam arti, bahwa

perbuatan yang dilakukan tersebut tidak akan

45 Ibid, hal.113

43

terjadi bila tidak dilakukan secara paksa dan

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan).

3) Melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan

cabul (melakukan atau membiarkan terhadap dirinya

sesuatu perbuatan yang memaksa dengan memakai

kekerasan atau ancaman kekerasan).

Menurut Noyon-Langemeijer-Remmelink dalam komentar

artikel 246 SR (pasal 289KUHP), dikatakan ada

perbuatan antara perbuatan cabul (ontuchtige

handeling) dengan melanggar kehormatan kesusilaan

(schending van deerbaarheid) karena dalam hal perbuatan

cabul orang berpikir mengenai perbuatan yang

ditunjukkan pada kontak seksual yang bagaimanapun

juga kontak seksual sangat bertentangan dengan

norma etika sosial, tanpa melakukan perbuatan

mengerikan46.

Menurut komentar para penulis belanda, perbuatan

yang dipaksakan dalam pasal 289, perbuatan cabul46 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,

Jakarta, Bandung: Erneco, 1980, hal.123

44

merupakan pengertian umum, yang meliputi perbuatan

bersetubuh dari pasal 285 sebagai pengertian

khusus. Perbedaan lain dari dua tindak pidana ini

ialah bahwa47:

a. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat

dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap

seorang perempuan, sedangkan perkosaan untuk

cabul juga dapat dilakukan oleh seorang

perempuan terhadap seorang laki-laki.

b. “Perkosaan untuk bersetubuh” hanya dapat

dilakukan diluar perkawinan, sehingga seorang

suami boleh saja memperkosa istrinya untuk

bersetubuh, sedangkan perkosaan untuk cabul

juga dapat dilakukan didalam perkawinan,

sehingga tidak boleh seorang suami memaksa

istrinya untuk cabul atau seorang isteri

memaksa suaminya untuk cabul.

C. Pengaturan Tindak Pidana Perkosaan dalam KUHP

47 Sornarto Soediproto, KUHP dan KUHAP dilengkapi Yurisprudensi,Mahkamah Agung dan Holgeraad, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1979, hal.175

45

Norma hukum telah membingkai berbagai aspek

kehidupan manusia, sehingga dalam kehidupan

bermasyarakat norma hukum digunakan sebagai acuan

bagi masyarakat dalam berbuat atau bertingkah

laku. Bahkan norma hukum berfungsi sebagai sarana

kontrol bagi masyarakat itu sendiri, sehingga

apabila ada perbuatan yang tidak sesuai dengan

norma hukum yang telah tersedia, maka negara

melalui aparat penegak hukum akan memberikan

akibat hukum yang akan ditegakkan secara sah.

Khusus untuk hukum pidana pembentuk undang-undang

dalam kitab undang-undang hukum pidana telah

merumuskan sejumlah perbuatan-perbuatan yang

tidak harus dilakukan atau perintah dan sejumlah

perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan

atau dilarang, termasuk didalamnya delik-delik

susila48.

Dalam kitab undang-undang hukum pidana delik-

delik susila telah diataur dalam Bab XIV dari48 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan

Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001, hal.92

46

buku II yang di mulai dari paasal 281 sampai

dengan pasal 303, salah satu pasal dari delik-

delik susila yaitu pasal 285 yang mengatur

tentang tindak pidana perkosaan49.

Pasal 285 KUHP menentukan bahwa:

“Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman

memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh

dengan dia diluar perkawinan, diancam karena

melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling

lama duabelas tahun”.

Dalam penjelasan R. Soesilo menjelaskan bahwa:

“yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan

dia”.

Pengertian perkosaan sudah cukup jelas tergambar

dalam rumusan pasal ini, yaitu dengan adanya

penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk

memaksa seorang perempuan untuk bersetubuh dengan

49 Ibid, hal.92

47

dia. Dengan demikian delik perkosaan hanya

mingkin dilakukan oleh laki-laki terhadap

perempuan yang bukan istrinya, dan perempuan yang

dipaksa itu tidak mempunyai ikatan perkawinan

dengan laki-laki yang memaksanya.

Perkosaan oleh pembentuk undang-undang

dikategorikan sebagai delik susila yang

berhubungan dengan seksual, mempunyai nilai

sosiologis karena diterima dikalangan luas, dan

merupakan delik yang dilarang secara universal.

Perkosaan dilarang dan diancam dengan pidana di

negara manapun dan banyak terjadi di negara

manapun termasuk Indonesia di wilayah provinsi

jambi.

Jadi, pengaturan tindak pidana perkosaan dalam

KUHP terdapat dalam pasal 285.

D. Unsur-unsur Tindak Pidana Perkosaan

48

Para ulama menetapkan unsur-unsur perkosaan atau

rukun dari perbuatan zina yang berhak atas

ancaman yang memberatkan sebagai berikut50:

1) Perzinaan itu adalah hubungan kelamin yang

diharamkan. Islam menetapkan prinsip dasar

dari hubungan kelamin antara laki-laki dan

perempuan adalah haram. Sifat haram

persetubuhan hanya dapat dihilangkan atau

dihalakan melalui satu cara yakni

perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan

disebut sebagai akad yang menghalalkan

hubungan laki-laki dengan perempuan yang

asalnya diharamkan itu.

2) Hubungan kelamin itu dilakukan dengan

sengaja dan melawan hukum. Hal ini

mengandung arti bahwa bila hubungan kelamin

dilakukan diluar kesengajaan seperti masing-

masing pelaku meyakini bahwa pasangan itu

adalah pasangan yang sah atau dilakukan atas50 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan J=Hukum Pidana,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal.1-2

49

dasar paksaan (perkosaan), maka perbuatan

tersebut perzinaan. Hubungan kelamin yang

dilakukan secara tidak sengaja dalam fiqh

disebut subhat. Adanya sifat subhat itulah

yang menyebabkan hubungan kelamin tersebut

menjadi tidak sah dan diancam dengan

hukuman.

Adapun pendapat para pakar hukum islam itu

menunjukkan bahwa konsep perzinaan harus

mengandung unsur-unsur sebagai berikut51:

1) Terjadinya hubungan seksual yang

berbentuk persetubuhan.

2) Persetubuhan dimaksud bermakna

masuknya alat kelamin laki-laki ke

dalam farji(alat kelamin) perempuan.

3) Persetubuhan dimaksud dilakukan diluar

ikatan perkawinan yang sah (bukan istri

atau suaminya).

51 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan J=Hukum Pidana,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hal.5

50

4) Persetubuhan dimaksud dilakukan atas

dasar suka sama suka, bukan dasar

paksaan salah satu pihak.

Sedangkan unsur terjadinya paksaan, terdapat

pula kemapat persyaratan menurut ulama

hanafiyah52:

1) Adanya kemauan orang yang memaksa atas

apa yang diancamnya, baik yang

bersifat kekuasaan maupun yang

bersifat kejahatan.

2) Adanya ketakutan dari orang yang

dipaksa, yaitu sebelum adanya

penentangan atas perbuatan yang

dipaksakan kepadanya.

3) Keadaan orang yang dipaksa, yaitu

sebelum adanya penentangan atas

perbuatan yang dipaksakan kepadanya.

4) Keadaan orang yang dipaksa, apakah

dengan paksaan itu orang dipaksa52 Rismah Alqomar, Sanksi Zinah dalam Persepektif Hukum Islam, Jakarta:

CV. Pustaka Setia, 2002, hal.105

51

tersebut binasa jiwanya atau anggota

badannya.

Sebagaimana yang tercantum dalam KUHP, bahwa

yang dimaksud dengan perkosaan terdapat dalam

pasal 285 KUHP, yang berbunyi “Barangsiapa

dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan

dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan

perkosaan dengan pidana penjara paling lama

duabelas tahun”.

Dalam pasal 285 KUHP tentang perkosaan ini, maka

dalam tindak pidana perkosaan terdapat unsur-

unsur yang harus diperhatikan, yaitu:

a) Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan.

b) Adanya pemaksaan.

c) Obyeknya adalah seorang wanita.

d) Adanya persetubuhan.

e) Dilakukan diluar perkawinan.

Kekerasan atau ancaman adalah mempergunakan

tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara

52

tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau

dengan segala macam senjata, menyepak,

menendang, dan sebagainya.

Menurut R. Soesilo mengatakan bahwa perkosaan

adalah seorang laki-laki yang memaksa seorang

wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh

dengannya sehingga wanita itu tidak dapat

melawan dan dengan terpaksa mengikuti

kehendaknya53.

Berdasarkan pendapat R. Soesilo tersebut maka

unsur perkosaan adalah:

a) Perilaku memaksa untuk bersetubuh.

b) Persetubuhan yang dilakukan itu bukan

dengan istrinya.

c) Wanita dibuat tak berdaya, tidak bisa

melawan, sehingga terpaksa mengikuti

kehendaknya.

Secara yuridis, kejahatan perkosaan diatur dalam

pasal 285 KUHP yang unsurnya sebagai berikut: 53 Husaini Usman, Pengertian Tindak Pidana Perkosaan, Bandung: Yayasan

Obor Indonesia, 2004, hal.3

53

1) Barang siapa

Sebagian pakar berpendapat bahwa “barang

siapa” bukan merupakan unsur, hanya

memperlihatkan sipelaku adalah manusia

tetapi perlu diuraikan manusia siapa dan

berapa orang, jadi identitas tersebut harus

jelas.

2) Dengan kekerasan

Menurut Mr. M.T Tita Amidjaja dengan

kekerasan dimaksudkan, setiap perbuatan

yang dilakukan dengan kekuatan badan yang

agak hebat (keras). Pasal 89 KUHP

memperluas pengertian kekerasan yakni

membuat pingsan atau melemahkan orang,

disamakan dengan melakukan kekerasan.

3) Memaksa

Memaksa berarti diluar kehendak dari wanita

itu. Satochid Kartanegara, menyatakan

antara lain perbuatan memaksa itu haruslah

54

ditafsirkan suatu perbuatan sedemikian rupa

sehingga menimbulkan rasa takut orang lain.

4) Seorang wanita bersetubuh dengan dia

Maksudnya kalau bukan wanita (dalam hal

homoseks) maka tidak dapat diterapkan pasal

285 KUHP. Pengertian “bersetubuh” menurut

Tirta Amidjaja, yang dikutip Leden Marpaung

dalam bukunya “Kejahatan Terhadap

Kesusilaan dan Masalah Prevensinya” adalah

persetubuhan sebelah dalam dari kemaluan si

laki-laki dan perempuan yang pada umumnya

dapat menimbulkan kehamilan.

5) Diluar perkawinan

Artinya bukan istrinya. Banyak orang

berpendapat agar unsur ini dihapuskan agar

tidak terjadi kesewenang-wenangan suami

terhadap istri, suami merupakan kewajiban

dan kebahagiaan tersendiri dengan istri.

Berbeda dengan pengertian perkosaan secara

yuridis, secara kriminologis pemerkosaan

55

tidak hanya menyangkut perbuatan bersetubuh

yang dilakukan dengan kekerasan, tidak

adanya persetujuan dari pihak wanita juga

menjadi unsur disini.

Menurut Made Darma Weda unsur kekerasan

bukanlah hal yang dominan menentukan ada

tidaknya hubungan seks dalam wujud

perkosaan, melainkan unsur persetujuan

merupakan unsur dominan dalam menentukan

adanya perkosaan atau tidak.

Untuk menentukan ada atau tidaknya aspek

persetujuan dalam perkosaan, terdapat

beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:

a) Harus ada izin persetujuan dari si

korban

b) Korban harus memahami dan tidak merasa

ditipu dengan berbagai dalih

c) Kedudukan ekonomi yang sama antara si

korban dan si pelaku.

56

57

BAB IV

PEMBINAAN TERHADAP NAPI

A. Pembinaan terhadap Napi yang Melakukan Tindak pidana

Perkosaan

Dilakukan dengan cara memberi penyuluhan hukum

yang bertujuan untuk mencari kadar kesadaran hukum,

sehingga sebagai anggota masyarakat dapat ikut

menegakkan hukum, keadilan dan perlindungan terhadap

harkat dan martabat.Wawancara dengan Napi umur 23

tahun yang mengatakan bahwa:

“Disini kami dibina tentang hukum, supayadapat mengerti dan taat pada hukum, dandiharapkan tidak melanggar hukum setelah bebasnanti. Pembina disini cukup baik dan ramah-ramah”54

Proses pembinaan kesadaran hukum di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Jambi sudah berjalan cukup

baik dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan.

Wawancara dengan napi umur 19 tahun mengatakanbahwa:

54 Wawancara, 19 Mei 2012 dengan Napi Umur 23 tahun.

“Disini sangat sulit untuk mendapat buku bacaandan Koran, kalau Koran memang narapidana disinitidak diperbolehkan membaca. Buku bacaan hanyadapat diperoleh dari perpustakaan danperpustakaan keliling yang datang setiap harijumat, itupun jumlahnya terbatas sehingga sayadisini agak sedikit kuper”55

Pembinaan kemampuan intelektual di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi sangat dibutuhkan

oleh para narapidana, terutama narapidana yang

berpendidikan rendah. Pelaksanaan pembinaan

kemampuan Intelektual di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Jambi cukup baik, hanya perlu peningkatan

dalam pelayanan penyediaan buku-buku yang hanya

dapat dilayani oleh perpustakaan keliling.

Pembinaan Kemandirian diberikan melalui

program-program:

1. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri

Misalnya: kerajinan tangan seperti membuat kursi

2. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakat

55 Wawancara, 19 Mei 2012 dengan Napi Umur 19 tahun

59

Misalnya: ketrampilan membuat tas

3. Ketrampilan untuk mendukung industri-industri

kecil

Misalnya: seperti membuat kue dan memasak

4. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri

atau pertanian atau perkebunan dengan teknologi

madya atau teknologi tinggi.

Misalnya, dengan adanya lahan yang kosong

disekitar lembaga pemasyarakatan seperti antara

bangunan yang satu dengan bangunan yang lain

terdapat gang dan gang tersebut ditanami bunga.

Wawancara dengan napi umur 18 tahun mengatakanbahwa:

“Disini sekarang saya dapat membuat kursi.Selain itu kadangkala saya juga belajar untukberkebun, tepatnya disekeliling LP ini adatanah untuk berkebun, harapan saya kelaksetelah keluar dari LP, semua ini dapatbermanfaat bagi saya”56

56 Wawancara, 19 Mei 2012 dengan Napi Umur 18 tahun

60

Pelaksanan pembinaan ketrampilan bagi para

narapidana sudah cukup baik, dilihat dari

pelaksanaan yang terjadwal, hampir setiap hari

diadakan latihan ketrampilan.

Sedangkan bentuk pembinaan terhadap napi secara

khusus adalah57 :

a) Pengajian

b) Bimbingan sholat dan do’a

c) Sholat jum’at dan sholat berjamaah

d) TPQ

e) Dialog agama

f) PHBI dan kegiatan Khusus di Bulan Ramadhan

Materi pembinaan berkisar tentang aqidah atau

keimanan, keislaman atau syari’ah, dan materi akhlak

atau budi pekerti. Materi-materi tersebut di

sampaikan pda hari selasa dan kamis bagi napi57 Wawancara dengan Bapak Ashari selaku Kepala Bimbingan Lapas

Kelas IIA Jambi, 19 Mei 2012

61

perkosaan. Bagi para napi yang memiliki pengetahuan

dan pengalaman agama dalam memberikan pelajaran

agama juga dimanfaatkan oleh pembina atau pembimbing

khususnya dalam pembinaaan baca tulis al-quran,

bimbingan sholat dan do’a.

Walaupun secara umum metode pembinaan napi dan

tahanan yang dilakukan di LP Kelas II A Jambi pada

hakekatnya sama dengan pada umumnya, tetapi pada

pelaksanaannya berbeda. Perbedaan tersebut mengingat

bahwa narapidana atau tahanan merupakan kelompok

masyarakat yang memiliki ciri-ciri sifat dan kondisi

psikologis tersendiri, maka metode yang digunakan

harus memiliki karakteristis tersendiri sehingga

penekanan, variasi dan tekhnik pelaksanaannya

berbeda dengan pembinaan yang lainnya.

Program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Jambi wajib diikuti oleh seluruh

narapidana sesuai dengan jadwal lapas. Program

kegiatan ini pelaksanaannya dilaksanakan sesuai

62

jadwal yang telah ditentukan untuk kegiatan setiap

hari. Jadwal tersebut dipasang pada setiap blok

narapidana dengan maksud agar narapidana dapat

mengetahui dan mempersiapkan diri.

Dalam hal ini di katakan oleh ibu Meita Eliza,

metode yang kami lakukan dalam Pembinaan Narapidana

disini tidak jauh berbeda dengan upaya yang kami

sebutkan di atas, seperti pendekatan diri dengan

narapidana, kemudian mendidik moral narapidana

tersebut dengan pendekatan diri kepada Tuhan Yang

Maha Esa.”58

Namun di sebutkan dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang pemasyarakatan

dalam pasal 5 yaitu, Sistem Pembinaan Pemasyarakatan

dilaksanakan berdasarkan asas :

1. Pengayoman

2. Persamaan perlakuan dan pelayanan

3. Pendidikan58 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Ibu Meita Eriza, A.Md, IP, SH

sebagai Kepala Bimpas dan Perawatan

63

4. Pembimbingan

5. Penghormatan harkat dan martabat manusia

6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya

penderitaan

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan

keluarga dan orang-orang tertentu.

Selain itu juga dilakukan Rehabilitasi dan

Reintegrasi sosial mengembangkan beberapa program

kebijakan pembinaan narapidana sebagaimana diatur

dalam Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan59.

Program kebijakan itu meliputi :

a. Asimilasi

Dalam Asimilasi di kemas berbagai macam

program pembinaan yang salah satunya adalah

pemberian latihan kerja dan produksi kepada

narapidana.

b. Reintegrasi Sosial 59 Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan

64

Dalam Reintegrasi Sosial di kembangkan dua

macam bentuk program pembinaan, yaitu pembebasan

bersyarat dan cuti menjelang bebas.

1) Pembebasan bersyarat adalah pemberian

pembebasan dengan beberapa syarat kepada

narapidana yang telah menjalani pidana selama

dua pertiga dari masa pidananya, dimana dua

pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama

sembilan bulan.

2) Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti

kepada narapidan yang telah menjalani dua

pertiga masa pidananya, dimana masa dua pertiga

itu sekurang-kurangnya sembilan bulan.

“Integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup,

kehidupan dan penghidupan Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan dengan masyarakat. Sedangkan

Asimilasi adalah Proses Pembinaan Narapidana dan

Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan

65

membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan

dalam kehidupan masyarakat.”60

B. Kendala yang di Temui dalam Melakukan Pembinaan

Terhadap Napi yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

“Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara

penulis dengan Kepala Bimbingan Anak Didik

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A

Jambi, ada beberapa kendala dalam melakukan

pembinaan terhadap Napi yang melakukan tindak pidana

perkosaan diantaranya yaitu :”61

1. Kurangnya pendidikan agama dari napi tersebut

2. Sering terjadinya keributan antar sesama napi

3. Jarang adanya kerja sama yang baik antar napi

4. Petugas Lapas kadang kurang bisa mengayomi napi

Ditambahkan oleh Bapak Asngari. T. MH

mengatakan “ Intinya adalah orang yang melakukan60 PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan

Warga Binaan Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 8 dan 961 Wawancara dengan Andri Pratama & M. Solihin (Napi), 19 Mei

2012

66

tindak pidana perkosaan itu karena lemahnya iman

dalam pendidikan agama, dalam hal pendidikan maka

orang tua lah yang berperan aktif untuk mengasah

anaknya agar tidak terjerumus kedalam hal-hal yang

tidak di inginkan,seperti malakukan tindak pidana

perkosaan.”62

1. Adanya Faktor Internal yang Mendorong Napi

Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

Menurut Gunawan Sutrisnadi (Kepala Lapas

Kelas II A Jambi) berdasarkan pengamatan bahwa,

seorang mantan narapidana yang kembali kedalam

kehidupan sosialnya, baik dilingkungan keluarga

maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas

melalui proses adaptasi selalu ditemukan hambatan-

hambatan yang bersumber dari diri sendiri maupun

bersumber dari keluarga atau masyarakat yang

terwujud dalam bentuk sikap sebagai response

positif atau negatif.62 Wawancara dengan Bapak Asngari. T, MH Sebagai Kepala

Bimbingan Anak Didik, pada tanggal 19 Mei 2012

67

Faktor internal ini adalah yang ditimbulkan

oleh diri pelaku sendiri. Namun ada faktor dari

keluarga juga yang mengakibatkan seseorang

melakukan suatu tindak pidana. Faktor Intern

adalah masalah yang ditimbulkan dari diri sendiri

pribadi mantan narapidana, seperti rasa rendah

diri sebagai akibat rasa bersalah yang pernah

dilakukan yang menyebabkan dia terisolasi dari

pergaulan masyarakat luas, kemudian hilangnya rasa

percaya diri dan tidak ada motifasi untuk berusaha

Dalam hal ini disampaikan oleh Andri Pratama, ia

mengatakan :

“Saya akui kalau awalnya saya tidak berniatuntuk melakukan hubungan layaknya suami istridengan pasangan saya,saya utarakan niat baiksaya kepada kedua orang tua korban,namunmereka tidak merestui hubungan kami denganalasan si korban masih sekolah,kemudian sikorban pun berucap kepada orang tua nya,bahwadia siap menjadi istri saya. Tetap saja orangtua nya tidak merestui hubungan kami, sampaipada suatu hari saya mengajak korban untukkabur dari rumah, korban pun menolak denganalasan takut sama orang tuanya. Saya puntetap memaksanya dengan mengatakan: kalau

68

kamu benar-benar cinta sama saya, maka kamuharus ikut saya. Jika kamu tidak ikut makasaya akan bunuh bapak kamu, akhirnya korbanpun mengikuti kemauan saya karena padadasarnya kami memang saling mencintai. Akibatdari itu lah kami melakukan hubungan layaknyasuami istri.”63

Pernyataan lainnya dari Ahmadi napi Lembaga

Pemasyarakatan kelas II A Jambi mengatakan :

“Saya tidak berniat untuk melakukan perbuatantersebut kepada korban, namun saat sayamengendarai motor si korban sedang berjalansendiri dan menggunakan pakaian yang begitusexi, sehingga saya tidak tahan melihatnya.Kemudian saya hadang si korban dengan motorsaya, dan saya bawa si korban ke pingir jalanyang sedikit ada semak belukar, saya mintaagar korban membuka pakaiannya, namun korbanmenolak permintaan saya, saya ancam korbandengan menggunakan gunting kecil yangkebetulan ada di dalam dompet saya. Akhirnyasi korban pun membuka pakaiannya sambilmenangis ketakutan, saya pun melangsungkanaksi layaknya suami istri”64.

Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 285

KUHP yaitu :

63 Wawancara dengan Andri Pratama (Napi), 19 Mei 201264 Wawancara dengan Ahmadi napi Lembaga Pemasyarakatan kelas II

A Jambi

69

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan

dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan

perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua

belas tahun.

Maka perbuatan pelaku tersebut merupakan tindak

pidana perkosaan,karena telah memaksa korban kabur

dari rumah atau kediamannya. Sementara pelaku yang

lainnya telah memaksa korban untuk membuka

pakaiannya dan mengancam korbannya tersebut, itu

juga merupakan tindak pidana perkosaan.

Observasi penulis dilapangan memang

sepertinya orang tua korban dan orang tua pelaku

menjadi faktor utama dalam hal tindak pidana

perkosaan yang dilakukan si pelaku tersebut. Orang

tua korban tidak merestui hubungan

mereka,sementara orang tua pelaku tidak tinggal

satu rumah dikarenakan telah bercerai,membuat

pelaku sedikit terganggu dengan keadaan itu. Si

70

pelaku tidak mendapatkan perhatian dan kasih

sayang dari orang tua nya secara utuh di sebabkan

tinggal di tempat yang terpisah.65

Sedangkan pelaku lainnya melakukan perbuatan

tersebut, karena si korban memakai pakaian sexi

sehingga pelaku pun terpancing untuk melakukan

perkosaan terhadap korbannya.

Observasi yang penulis lakukan di lapangan,

narapidana yang melakukan tindak pidana perkosaan

disini kebanyakan sudah dewasa dan di kenakan

pasal 285 KUHP, namun ada juga yang di kenakan

Undang-undang nomor 23 tahun 2022 tentang

perlindungan anak.66

2. Faktor Eksternal Napi Melakukan Tindak Pidana

Perkosaan

Faktor Ekstern adalah sikap dari keluarga dan

masyarakat, seperti tidak diterimanya kembali

65 Observasi, 19 Mei 201266 Observasi, 19 Mei 2012

71

mantan narapidana tersebut dalam lingkungan

keluarga maupun masyarakat. Sebagai akibat stigno

atau perasaan yang melekat pada diri mantan

narapidana dimana sebagian masyarakat masih

berpendapat bahwa mantan narapidana adalah orang

jahat, memiliki tindakan yang sering meresahkan

masyarakat, tidak dapat dipercaya dan bermoral

bejat.

Akibat perlakukan yang demikian membatasi

ruang gerak dari mantan narapidana untuk berusaha

kearah yang positif. Disamping itu pula bahwa

seorang mantan narapidana yang sebelumnya memiliki

mata pencaharian yang tetap, namun karena

tindakannya yang melanggara hukum tersebut

menyebabkan dia diisolasi dan kehilangan

kepercayaan yang akhirnya dia kehilangan mata

pencaharian. Pada saat kembalinya di tengah-tengah

masyarakat.

72

Faktor eksternal adalah yang di timbulkan

dari masyarakat luar serta keluarga juga sehingga

mengakibatkan pelaku melakukan tindak pidana

tersebut.

M. Solihin mengatakan :

“Saya hanya tamatan Sekolah Dasar dan sayabekerja sebagai pelaut. Di tempat kerja sayabanyak teman dari berbagai daerah,kadang sayamengikuti jejak mereka,melakukan apa yangtidak pernah saya lakukan sewaktu berada dirumah. Sampai suatu ketika saya mengajakpasangan saya jalan-jalan, kemudian sampai disuatu tempat yang tidak ada orang samasekali, saya pun mengajak korban melakukanhubungan layaknya suami istri karena sayasudah tidak tahan teringat akan vidio yangpernah diperlihatkan oleh teman kerja saya,korban pun awalnya menolak ajakan saya karenatakut sama orang tuanya. Namun saya tetapmemaksanya untuk mengikuti kemauan saya jikadia benar-benar cinta sama saya, jika diatidak mau mengikuti keinginan saya maka sayaancam akan menyakitinya dan meninggalkannyadi tempat sepi itu. Akhirnya dia punmengikuti kemauan saya, karena pada dasarnyakami saling mencintai. Tapi orang tua korbantidak suka dengan saya, mungkin karena sayahanya tamatan Sekolah Dasar dan seorangpelaut, pekerjaan saya tidak meyakinkan orangtua korban untuk memenuhi kebutuhan sehari-

73

hari anaknya. Akhirnya kami pun melakukanhubungan layaknya suami istri.”67

Maka perbuatan pelaku yang telah memaksa dan

mengancam korban merupakan tindak pidana, dan

pelaku di kenakan pasal 285 KUHP. Kemudian

berdasarkan observasi penulis di lapangan, waktu

istirahat kerja Si pelaku sering diperlihatkan

oleh teman-temannya vidio porno maka saat bertemu

dengan pasangannya itu lah ia menyalurkan

hasratnya yang di dasari dengan suka sama suka.

Pernyataan lain dari Riki Yuda Prawijaya

Buntung yang berumur 27 tahun, narapidana Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Jambi mengatakan :

“Saya hanya sekolah sampai kelas 4 SD sajakarena orang tua saya sudah tidak mampu membiayaisekolah saya lagi. Ibu saya hanya bekerja sebagaipembantu rumah tangga, sedangkan bapak saya hanyabekerja membesihkan taman bunga tetangga. Jadipenghasilan dari kedua orang tua saya tidakmencukupi kebutuhan keluarga. Saya pun akhirnyamembantu bapak saya bekerja di taman bungatetangga, sampai akhirnya saya dewasa dan mampuuntuk bekerja, kemudian saya bekerja di sebuah

67 Wawancara dengan M. Solihin, 19 Mei 2012

74

bengkel. Di bengkel tersebut saya banyak bertemandengan karyawan dari luar daerah, ketika tidak adapekerjaan dan sepi pengunjung, saya di beri bahanbacaan tentang sex, saya sangat menyukai bacaantersebut karena bisa membuat saya melayangseketika, sekali-kali saya di perlihatkan vidioyang pernah saya bayangkan saat membaca bukutersebut, itu membuat saya semakin senang.Kemudian suatu saat saya sedang libur bekerja,saya pun mengajak pasangan saya jalan-jalan,setelah sampai di tempat yang jauh dari pemukimanwarga, maka saya pun bicara seperti biasa, sampaiakhirnya saya teringat akan buku yang pernah sayabaca dan vidio yang pernah saya lihat, saya jaditidak tahan ingin mempraktekkannya terhadappasangan saya. Tapi dia menolak ajakan saya denganalasan belum menikah, saya tetap meminta agarpasangan saya mau mengikuti keinginan saya, sayaancam akan meninggalkannya di tempat tersebut.Akhirnya si korban pun mangikuti keinginan sayakarena takut ditinggalkan di tempat yang jauh daripemukiman warga tersebut68.

Maka perbuatan pelaku yang telah memaksa

serta mengancam korban merupakan tindak pidana,

pelaku di kenakan pasal 285 KUHP. Karena sering di

berikan bacaan tentang sex dan vidio porno saat

tidak ada pekerjaan serta sepi pengunjung, maka

68 Wawancara dengan Riki Yuda Prawijaya Buntung yang berumur 27tahun, narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi

75

saat bertemu dengan pasangannya ia pun tidak tahan

untuk menyalurkan hasrat tersebut.

Jadi dari uraian di atas dapat penulis pahami

bahwa faktor utamanya adalah lemahnya pendidikan

terhadap pelaku, kemudian banyaknya berteman

dengan orang asing dan tak ada pengawasan dari

kedua orang tuanya, sehingga pelaku melakukan

tindak pidana tersebut.

3. Solusi

Dengan banyaknya pelaku tindak pidana, maka

solusi yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan kelas

II A Jambi ialah meningkat kan pendidikan Agama

kepada setiap individu narapidana agar moral

mereka lebih baik setelah keluar dari Lapas.

Kemudian memberikan kegiatan-kegiatan yang

bermanfaat bagi narapidana tersebut,agar bisa di

terima saat kembali ke masyarakat luas.

76

Bapak Asngari mengatakan :

“Sangat sulit sebenarnya membuat pribadiseseorang seperti yang kita inginkan,Namunkami disini salaku pembina narapidana selaluberusaha semaksimal mungkin untuk mendidikwarga binaan kami agar labih baik kedepannyadari yang sebelumnya. Jika ada warga binaankami yang bebas dan keluar dari LembagaPemasyarakatan ini kembali kemasyarakat,kemudian melakukan tindak pidanalagi, itu bukanlah kesalahan dari pembinaandisini melainkan individunya sendiri yang takmau sadar akan kesalahan masa lalunya danmengulangi perbuatan itu kembali.”69

C. Upaya yang Dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Jambi dalam Mengatasi Masalah Pembinaan terhadap

Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan

kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

intelektual, sikap dan perilaku, profesional,

69 Wawancara dengan Bapak Asngari. T, MH Sebagai KepalaBimbingan Anak Didik, 14 Mei 2012

77

kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak

didik pemasyarakatan.”70

Program pembinaan dititik beratkan pada

kegiatan pembinaan agama karena pejabat yang

berwenang memandang kejahatan sebagai dosa, sehingga

konsep tentang taubat dan akhlak masih sangat

kental. Menurut mereka, persoalan kejahatan adalah

persoalan tidak adanya iman yang kuat dari para

pelakunya.

Dalam melaksanakan pembinaan di Lapas terdapat

faktor-faktor yang mendapat perhatian karena dapat

berfungsi sebagai faktor pendukung dan lebih lagi

yang perlu diperhatikan yakni apabila terdapat

sebagai faktor yang menjadi kendala. Munculnya

kendala-kendala tersebut tentunya perlu untuk segera

dicari pemecahannya agar dalam proses pembinaan

terhadap anak didik pemasyarakatan dapat

dilaksanakan dengan baik dan lancar. Adapun kendala-

70 PP Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1

78

kendalanya menurut Bapak Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip,

S, Sos, MM antara lain adalah:

1. Dana

Dana merupakan faktor utama yang menunjang

untuk pelaksanaan pembinaan anak didik

pemasyarakatan dalam pelaksanaannya dibutuhkan

peralatan dan bahan-bahan. Sebab program pembinaan

tidak hanya satu macam saja melainkan banyak

macamnya sesuai dengan bidang minat maupun

pekerjaan atau keterampilan yang mungkin

diperlukan untuk kebutuhan dan kepentingan bagi

napi setelah mereka keluar dari Lapas71.

Kurang atau tidak adanya dana menjadi salah

satu faktor penyebab yang menjadi faktor

penghambat bagi pelaksanaan pembinaan, karena

dapat mengakibatkan tidak berjalan dan tidak

terealisasinya semua program pembinaan bagi anak

71 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM

79

didik pemasyarakatan karena sangat minimnya dana

yang tersedia

2. Petugas

Dalam pembinaan, petugas mempunyai peran

yang sangat penting. Hal yang menjadi dasar yang

dapat mempengaruhi pola perilaku dan bertindak

para petugas tentunya berupa tingkat pengetahuan

khususnya yang berkaitan dengan sistem

pemasyarakatan itu sendiri. Sehingga petugas

dituntut untuk dapat mengerti tentang persoalan-

persoalan yang timbul demi lancarnya proses

pembinaan tersebut72.

3. Narapidana

Keberhasilan dari terlaksananya program

pembinaan terhadap napi tidak hanya tergantung

dari faktor petugasnya, melainkan juga dapat

berasal dari faktor napi itu sendiri juga memegang

72 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM

80

peran yang sangat penting. Adapun hambatan-

hambatan yang berasal dari narapidana antara

lain73:

a. Tidak adanya minat

b. Tidak adanya bakat

c. Watak diri

d. Sarana dan fasilitas pembinaan

Kurangnya peralatan atau fasilitas baik dalam

jumlah dan mutu juga banyaknya peralatan yang

rusak menjadi salah satu faktor penghambat untuk

kelancaran proses pelaksanaan pembinaan terhadap

narapidana, karena dari semuanya itu tidak

tertutup kemungkinan faktor tersebut menjadi

penyebab tidak aman dan tertibnya keadaan didalam

Lapas.

4. Kualitas program pembinaan

73 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM

81

Kualitas dan bentuk-bentuk program pembinaan

tidak semata-mata di tentukan oleh anggaran maupun

sarana dan fasilitas yang tersedia. Tetapi

diperlukan program-program pembinaan yang kreatif

dan murah serta mudah untuk dilakukan, sehingga

dapat berdampak sebagai pembelajaran yang optimal

bagi napi sebagai bekal keterampilannya untuk

kelak setelah keluar dari Lapas74.

5. Kesejahteraan Petugas

Disadari sepenuhnya bahwa faktor

kesejahteraan petugas pemasyarakatan di indonesia

memang dibilang masih memprihatinkan, hal ini

disebabkan karena keterbatasan dana dan kemampuan

untuk memberikan tunjangan bagi petugas

pemasyarakatan. Maka imbalan yang diperolehnya

menjadi belum seimbang dibandingkan dengan tenaga

yang mereka sumbangkan untuk bekerja siang dan

74 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM

82

malam tanpa mengenal lelah didalam Lapas. Namun

pada dasarnya faktor kesejahteraan petugas ini

jangan sampai menjadi faktor yang menyebabkan

lemahnya pembinaan dan keamanan serta ketertiban

di dalam Lapas75.

6. Masyarakat dan Pihak Korban

Pada dasarnya masyarakat juga merupakan

faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan

terhadap napi, karena masyarakat secara tidak

langsung menjadi penentu berhasil tidaknya proses

pembinaan di Lapas. Dalam hal pembinaanberupa

program integrasi, masih terdapat kendala-kendala

seperti kebanyakan lingkungan masyarakat dan pihak

korban tidak mengizinkan kepadanya untuk kembali

lagi kemasyarakat meskipun hanya sebentar76.75 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM76 Gunawan Sutrisnadi, Bc.ip, S, Sos, MM

83

Pembinaan narapidana di Indonesia setelah

keluarnya Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, dilaksanakan dengan Sistem

Pemasyarakatan. Menurut rumusan Undang-Undang

No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 1

ayat 2, yang dimaksud dengan Sistem

Pemasyarakatan adalah:

“Pemasyarakatan adalah suatu tatanan

mengenai arah dan batas serta cara pembinaan

Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila

yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina,

yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan

kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar

menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif

berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup

84

secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggung jawab”77

Sistem Pemasyarakatan yang berlaku sekarang,

berangkat dari konsepsi pemasyarakatan dan

konsepsi pemasyarakatan itulah yang melahirkan

disiplin ilmu pemasyarakatan, sebagai ilmu

pembinaan narapidana di Indonesia.

Pembinaan narapidana di Indonesia

dilaksanakan melalui sebuah sistem, yang dikenal

dengan nama Sistem Pemasyarakatan. Sebagai suatu

sistem, maka pembinaan narapidana mempunyai

beberapa komponen yang saling berkaitan untuk

mencapai satu tujuan. Komponen tersebut neliputi

falsafah dasar hukum, tujuan, pendekatan sistem,

klasifikasi, pendekatan klasifikasi, perlakuan

terhadap narapidana, keluarga narapidana dan

pembina atau pemerintah.

77 Undang-undang No.12 tahun 1995, Tentang Permasyarakatan Pasal 1 ayat 2

85

Menurut ketentuan Undang-Undang No.12 tahun

1995 Pasal 7 ayat (1), pembinaan dan pembimbingan

warga binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh

Menteri dan dilaksanakan oleh petugas

Pemasyarakatan. Lebih lanjut penjelasan Pasal 7

ayat (1) menerangkan yang dimaksud dengan

“petugas pemasyarakatan” adalah pegawai

pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan,

pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan.78

Menurut Nur Rochaeti, Seorang narapidana

yang masuk ke Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan

putusan pengadilan melalui proses persidangan di

pengadilan akan melalui berbagai prosedur

terlebih dahulu. Berdasarkan ketentuan Undang-

Undang no.12 tahun 1995 Pasal (10) mengatur

sebagai berikut79: 78 Nur Rochaeti, Pembinaan Narapidana di LP Kedung pane Semarang,

Majalah Hukum UNDIP: Samarang, 2004.79 Nur Rochaeti, Pembinaan Narapidana di LP Kedung pane Semarang,

Majalah Hukum UNDIP: Samarang, 2004.

86

1. Terpidana yang diterima di Lembaga

pemasyarakatan wajib didaftar

2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

mengubah status terpidana menjadi narapidana

3. Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab

terhadap penerimaan terpidana dan pembebasan

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Menurut

penjelasan Pasal (10) ayat (1), penempatan

terpidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan

sesuai dengan Pasal 270 KUHP dan pendaftarannya

dilaksanakan pasa saat terpidana diterima di

Lembaga Pemasyarakatan. Begitu juga

pembebasannya dilaksanakan pada saat narapidana

telah selesai menjalani masa pidananya.

Selanjutnya menurut ketentuan Undang-Undang

No.12 tahun 1995 Pasal (11), pendaftaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal (10) ayat (1)

meliputi80:

80 Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal (11)

87

a. Pencatatan

1. Putusan pengadilan

2. Jati diri

3. Barang dan uang yang dibawa

b. Pemeriksaan kesehatan

c. Pembuatan fasfoto

d. Pengambilan sidik jari

e. Pembuatan berita acara serah terima terpidana

Pembinaan terhadap narapidana tidak sama

antara satu narapidana dengan narapidana yang

lain. Undang-Undang no.12 tahun 1995 Pasal (12)

ayat (1), dalam rangka pembinaan terhadap

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan

penggolongan atas dasar81:

a. Umur

b. Jenis kelamin

81 Undang-Undang No.12 tahun 1995 Pasal (12) ayat 1

88

c. Lama pidana yang dijatuhkan

d. Jenis kejahatan

e. Kriteria lainnya yang sesuai dengan kebutuhan

atau perkembangan pembinaan.

Pelaksanaan sistem pemasyarakatan dimulai

dengan menerima narapidana dan menyelesaikan

pencatatannya secara administratif yang disusul

dengan observasi atau identifikasi mengenai

pribadinya secara lengkap oleh suatu Tim Pengamat

Pemasyarakatan (TPP), kemudian baru ditentukan

bentuk dan cara pembinaan yang akan diberikannya.

Antara lain penempatannya, pekerjaan yang

diberikan dan pendidikan yang akan ditempuhnya,

disamping diberikan tentang hak dan kewajibannya

serta tata cara hidup daalm lembaga

pemasyarakatan. Setelah pembinaan berjalan

beberapa lama kemudian diadakan pertemuan oleh TPP

tanpa mengikutsertakan narapidana yang

bersangkutan, dan dievaluasi keadaannya apakah

89

yang bersangkutan telah memperoleh kemajuan atau

kemunduran dalam hal tingkah lakunya. Pembinaan

selanjutnya ditentukan oleh TPP sesuai dengan

kemajuan atau kemundurannya, setelah diadakan

koreksi-koreksi seperlunya. Usaha konseling

semacam ini diadakan secara berkala dan bila terus

ada kemajuan maka sudah waktunya narpidana yang

bersangkutan diusulkan untuk bebas bersyarat, tapi

bila tidak maka narapidana tetap menjalani masa

pembinaan sampai habis masa pidananya82.

Selama dalam Lembaga Pemasyarakatan sebagai

hasil konseling TPP bila ada kemajuan narapidana

yang bersangkutan dapat diperlonggar

kebebasannya, hingga makin dekat pergaulannya

dengan masyarakat, baik mendapat pekerjaan maupun

pendidikan, olah raga, kesenian, kesempatan

beribadah dan lain-lain, diluar Lembaga

Pemasyarakatan bersama-sama dengan masyarakat,

82 Muhammad Mustofa, Ibid, hal.179

90

juga hubungan dengan keluargannya. Dengan

demikian secara progresif narapidana tahap demi

tahap dengan kemajuan-kemajuan pada pribadinya,

mendekati hari bebasnya. Usaha bebas bersyarat

bagi narapidana merupakan mata rantai terakhir

dari proses pembinaan dalam sistem

pemasyarakatan83.

Menurut Bapak Gunawan Sutrisnadi dan Bapak Asngari

mengatakan: “Bahwa proses pembinan narapidana

melibatkan berbagai unsur pembinaan sesuai

dengan tugas bidangnya masing-masing”, yaitu84:

a. Seksi Bimbingan narapidana/anak didik, terdiri

dari Sub Seksi Registrasi dan Sub Seksi

Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan, yang

menjadi kepala subseksinya adalah Irwan dan

Meita Eriza. Mempunyai tugas memberikan

bimbingan pemasyarakatan narapidana/anak didik83 Ibid, hal.17984 Wawancara Bapak Gunawan Sutrisnadi dan Bapak Asngari selaku

Kepala Lapas dan Kepala Bimbingan Anak Didik Lapas Kelas IIAJambi, 16 Mei 2012

91

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Seksi

Bimbingan Narapidana/Anak Didik mempunyai

fungsi:

1) Melakukan pencatatan dan membuat statistik

serta dokumentasi sidik jari narapidana/anak

didik

2) Memberikan bimbingan dan penyuluhan rohani

serta memberikan latihan olah raga,

peningkatan pengetahuan asimilasi, cuti

pelepasan dan kesejahteran narapidana/anak

didik serta mengurus kesejahteraan dan

memberikan perawatan bagi narapidana/anak

didik.

b. Seksi Kegiatan Kerja, terdiri dari Sub Seksi

Bimbingan Kerja, yang menjadi kepala seksinya

adalah Sarwono, dan Pengolahan Hasil Kerja dan

Sub Seksi Sarana Kerja, yang menjadi kepala

seksinya adalah Sa’adawit dan Susilo Wati,

Mempunyai tugas memberikan bimbingan kerja,

92

mempersiapkan sarana kerja dan mengelola hasil

kerja. Untuk menyelengggarakan tugas tersebut,

seksi Kegiatan Kerja mempunyai fungsi85:

1) Memberikan bimbingan latihan kerja bagi

narapidana dan mengelola hasil kerja

2) Mempersiapkan fasilitas latihan kerja.

c. Seksi Administrasi Keamanan dan Tata tertib,

yang menjadi kepala seksinya adalah Nofri

Budiman. Terdiri dari Sub Seksi Keamanan dan

Sub Seksi Pelaporan dan tata tertib, yang

menjadi kepala seksinya adalah Sukamti Mulani,

yang mempunyai tugas mengatur jadwal tugas,

penggunaan perlenggapan dan pembagian tugas

pengamanan, menerima laporan harian dan berita

acara dari satuan pengamanan yang bertugas

serta menyusun laporan berkala dibidang

keamanan dan menegakkan tata tertib. Untuk

85 Wawancara Bapak Gunawan Sutrisnadi dan Bapak Asngari selakuKepala Lapas dan Kepala Bimbingan Anak Didik Lapas Kelas IIAJambi, 16 Mei 2012

93

menyelenggarakan tugas tersebut Seksi

Administrasi Keamanan dan Tata Tertib mempunyai

fungsi:

1) Mengatur jadwal tugas, penggunaan

perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan

2) Menerima laporan harian dan berita acara dari

satuan pengamanan yang bertugas serta

menyiapkan laporan berkala dibidang keamanan

menegakkan tata tertib

d. Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan,

yang menjadi kepala seksinya adalah Nofri

Budiman, yang mempunyai tugas menjaga keamanan

dan ketertiban Lembaga Pemasyarakatan. Untuk

menyelenggarakan tugas tersebut, kesatuan

Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan mempunyai

fungsi86:

86 Wawancara Bapak Gunawan Sutrisnadi dan Bapak Asngari selakuKepala Lapas dan Kepala Bimbingan Anak Didik Lapas Kelas IIAJambi, 16 Mei 2012

94

1) melakukan penjagaan dan pengawasan terhadap

narapidana / anak didik

2) melakukan pemeliharaan keamanan dan

ketertiban.

3) Melakukan pengawalan penerimaan, penempatan

dan pengeluaran narapidana/anak didik

4) Melakukan pengawasan terhadap pelanggaran

keamanan

5) Membuat laporan harian dan berita acara

pelaksanaan pengamanan. Pelaksanaan pembinaan

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Jambi dilaksanakan berdasarkan sisitem

pemasyarakatan. Unsur-unsur yang berperan

dalam sistem pemasyarakatan, yaitu:

a) Petugas sebagai pembina warga binaan

pemasyarakatan yang dituntut memiliki jiwa

profesionalisme, dedikasi atau pengabdian

dan etos kerja yang tinggi, Pembina secara

aktif memonitor perkembangan narapidana

95

yang menjadi bimbingannya. Petugas harus

mampu menjadi panutan, dalam menjalankan

tugasnya mampu melakukan pendekatan

pribadi dengan memperlakukan narapidana

sebagai objek yaitu narapidana diberi

kesempatan untuk berperan dalam menentukan

proses pembinaan terhadap diri sendiri.

Petugas tidak menganggap narapidana

sebagai narapidana tetapi dianggap sebagai

anak, adik dan sebagainya. Para petugas

pembina di Lembaga Pemasyarakatan Kelas

IIA Jambi dalam menjalankan tugasnya

cenderung menggunakan pendekatan personal.

Para petugas sedapat mungkin tidak

menciptakan jarak dengan para narapidana

dalam proses pembinaan. Sikap proaktif

petugas ini ternyata berpengaruh besar

terhadap proses pembinaan, yaitu

narapidana merasa tidak diperlakukan

96

sebagai “pesakitan”, narapidana bersikap

patuh terhadap petugas bukan karena takut

tapi memang mereka sadar bahwa mereka

harus bersikap hormat, hampir tidak ada

narapidana yang melakukan keributan.

b) Narapidana sebagai warga binaan

pemasyarakatan yang harus mau secara tulus

ikhlas berperan aktif dalam kegiatan

pembinaan tersebut. Narapidana pada umunya

bersikap patuh. Hal ini sehubungan dengan

iklim yang diciptakan di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi dimana

tidak ada narapidana yang perlu dianggap

pahlawan, dituankan dan sebagainya.

Apabila ada narapidna yang bersikap tinggi

hati atau ingin dianggap sebagai pemimpin

maka narapidana tersebut justru tidak akan

mendapat tempat dalam pergaulan dengan

sesama narapidana yang lain.

97

c) Masyarakat. Selama ini peran masyarakat

kurang mendukung. Hali ini karena tidak

adanya sosialisasi kepada masyarakat,

sehingga masalah sosialisasi ini dirasa

sebagai hal yang cukup penting, supaya

masyarakata tidak bersikap buruk terhadap

Lembaga Pemasyarakatan.

Disamping ketiga hal tersebut datas unsur

yang sangat menunjang keberhasilan program

pembinaan adalah terpenuhinya sarana dan

prasarana yang memadai dalam proses

pemasyarakatan. Keterbatasan sarana dapat

merupakan salah satu penghambat pembinaan

narapidana, sehingga narapidana sulit untuk

menghasilkan pembinaan yang efektif, efisien

serta berhasil guna. Hal ini cukup beralasan,

mengingat tujuan sistem pemasyarakatan itu

98

sangat ideal, sedangkan sarananya sangat

terbatas.

Dalam mencapai tujuannya Lembaga

Pemasyarakatan Kelas IIA Semarang menggunakan

pola pembinaan bertahap yang dikenal dengan

tahap pembinaan. Adapun tahap-tahap tersebut

terdiri atas87:

a. Tahap Pertama Menurut Gunawan Sutrisnadi,

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

A Jambi, mengatakan bahwa:

“Pembinaan Tahap I merupakan pembinaan tahapawal yang didahului dengan masa pengenalanlingkungan, sejak diterima sampai sekurang-kurangnya 1/3 dari masa pidana yangsebenarnya. Pengamatan dan penelitianterhadap narapidana dilakukan oleh TimPengamat Pemasyarakatan ( TPP )”88

b. Tahap Kedua

87 Wawancara Bapak Gunawan Sutrisnadi dan Bapak Asngari selakuKepala Lapas dan Kepala Bimbingan Anak Didik Lapas Kelas IIAJambi, 16 Mei 2012

88 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Gunawan Sutrisnadi sebagai Kepala Lapas

99

Menurut Gunawan Sutrisnadi, Kepala

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi,

mengatakan bahwa:

“Pembinaan tahap kedua adalah pembinaanlanjutan diatas 1/3 sampai sekurang-kurangnya ½ dari masa pidana yangsebenarnya, dan dalam kurun waktu tersebutnarapidana menunjukkan sikap dan perilakunyaatas hasil pengamatan TPP”89

c. Tahap Ketiga

Menurut Gunawan Sutrisnadi, Kepala

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Jambi,

mengatakan bahwa:

“Pembinaan tahap ketiga adalah pembinaanlanjutan ½ sampai sekurang-kurangnya 2/3dari masa pidana sebenarnya dan sudahdiperoleh kemajunan fisik, mental danketrampilan maka wadah pembinaan diperluasdengan mengadakan asimilasi denganmasyarakat”90

89 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Gunawan Sutrisnadi sebagai Kepala Lapas

90 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Gunawan Sutrisnadi sebagai Kepala Lapas

100

Tahap ketiga merupakan tahap asimilasi,

yaitu tahap pembinaan yang dilaksanakan

dengan cara membaurkan narapidana dengan

masyarakat. Asimilasi yang dilaksanakan di

LP Kelas II A Jambi ada dua macam yaitu

Asimilasi internal (dalam lingkungan Lembaga

Pemasyarakatan kelas II A Jambi),

kegiatannya: membersihkan ruangan, mencabut

rumput dikebun dalam LP dan menyapu,

sedangkan Asimilasi Eksternal (di luar LP)

seperti: kerja pada pihak luar, cuti

mengunjungi keluarga, kerja mandiri dan

lain-lain.

d. Tahap Keempat Menurut Asngari, Kepala

Bimbingan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II A Jambi, mengatakan bahwa:

“Adalah tahap pembinaan lanjutan diatas 2/3dari masa pidananya dan yang bersangkutandinilai sudah siap untuk diterjunkan kembalike masyarakat, untuk narapidana dapatdiusulkan untuk mendapatkan pembebasan

101

bersyarat (PB) dan cuti menjelang bebas(CMB)” 91

Tahap keempat merupakan tahap terakhir

dimana narapidana sudah hampir selesai

menjalani masa pemidanaannya, dan berhak

untuk diusulkan mendapat pembebasan

bersyarat setelah memenuhi syarat-syarat

tertentu sebelum akhirnya diputuskan untuik

benar-benar bebas.

Dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan

kelas II A jambi melakukan upaya yang berupa

pendidikan moral serta meningkatkan

pendidikan agama bagi narapidana,itulah yang

paling di utamakan menurut ibu Meita Eriza.

A.Md.Ip, SH.”92

Kemudian sistem Pemasyarakatan

diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga91 Wawancara dengan Bapak Asngari, sebagai Kepala Bimbingan

Anak Didik,16 Mei 2012.92 Wawancara dengan Ibu Meita Eriza, A.Md, IP, SH, sebagai

Kepala Bimpas dan perawatan 16 Mei 2012

102

Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan,memperbaiki

diri,dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan, dan dapat hidup secara

wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab.”93

Di tambahkan oleh Bapak Asngari. T. MHmengatakan :

“ Kami juga melakukan upaya pendekatandengan narapidana dalam pembimbingankepribadian dan kemandirian sebagaimana yangdisebutkan dalam pasal 2 dan pasal 3Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan danPembimbingan Warga Binaan Pemasyaraatan.”94

Yang berkaitan dengan :

1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

93 Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 294 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Bapak Asngari. T, MH sebagai

Kepala Bimbingan anak Didik

103

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara

3. Intelektual

4. Sikap dan perilaku

5. Kesehatan jasmani dan rohani

6. Kesadaran hukum

7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat

8. Keterampilan kerja

9. Latihan kerja dan produksi

D. Tugas Pokok dan Fungsi Lapas Kelas II A Jambi dalam

Pembinaan Terhadap Napi yang Melakukan Tindak Pidana

Perkosaan

Tugas pokok dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan

adalah melaksanakan pembinaan kepribadian dan

kemandirian yang di tunjang dengan keamanan, antara

pembinaan dan keamanan seperti satu mata uang yang

tidak dapat di pisahkan, yaitu kalau keadaan aman

pembinaan di depan dan keamanan membantu,serta kalau

keadaan darurat keamanan di depan dan pembinaan yang

membantu.

104

Direktorat Jendral Pemasyarakatan mempunyai tugas

merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan

standardisasi teknis di bidang pemasyarakatan.

Disamping tugas pokok tersebut, Lembaga

Pemasyarakatan juga mempunyai tugas pelayanan dan

perawatan, yaitu terkait dengan pelayanan

kesehatan dan makanan. Keseluruhan tugas pokok dan

fungsi Lembaga Pemasyarakatan tersebut berwujud

hak-hak warga binaan yang di atur dalam pasal 14

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

pemasyarakatan yaitu 95:

a. Melakukan ibadah sesuai agama dan

kepercayaannya.

b. Mendapat perawatan, baik perawatan jasmani

maupun rohani.

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan

yang layak.95 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan

Pasal 14

105

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran

media massa lainnya yang tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang

dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum

atau orang tertentu lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana.

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk

cuti mengunjungi keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan hak-hak lainnya sesuai dengan

peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Fungsi Pemasyarakatan menurut Kepmen No:

M.01.PR.07.03 tahun 1985 pasal 2 yaitu 96:

a. Melakukan pembinaan narapidana/anak didik

96 Kepmen No: M.01.PR.07.03 tahun 1985 pasal 2

106

b. Memberikan bimbingan,mempersiapkan sarana dan

mengelola hasil kerja

c. Melakukan bimbingan sosial /kerohanian

narapidana/anak didik

d. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata

tertib LAPAS

e. Melakukan urusan ta\ta usaha dan rumah tangga

Tugas dan fungsi kerja di Lapas Kelas II A Jambi

adalah:

I. Sub bagian tata usaha, mempunyai tugas

melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga

LAPAS. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut

Sub bagian tata usaha mempunyai fingsi: (a)

melakukan urusan kepegawaian (b) melakukan

urusan surat menyurat, perlengkapan dan rumah

tangga. Sub bagian tata usaha terdiri dari:

- Urusan kepegawaian dan keuangan

107

- Urusan umum

II. Seksi bimbingan narapidana/anak didik dan

kegiatan kerja, bertugas memberikan bimbingan

pemasyarakatan narapidana/anak didik dan

bimbingan kerja berfungsi: (a) melakukan

reintegrasi dan membuat statistik, dokumentasi

sidik jari serta memberikan bimbingan

pemasyarakatan bagi narapidana/anak didik (b)

mengurus kesehatan dan memberikan perawatan

bagi narapidana/anak didik (c) memberikan

bimbingan kerja, mempersiapkam fasilitas

sarana kerja dan mengelola hasil kerja.

III. Seksi kegiatan kerja terdiri dari:

- Sub seksi bimbingan kerja dan pengelolaan

hasil kerja bertugas memberikan petunjuk

dan bimbingan latihan kerja bagi

narapidana atau anak didik serta

mengelola hasil kerja.

108

- Sub seksi sarana kerja bertugas

mempersiapkan fasilitas sarana kerja.

IV. Seksi administrasi keamanan dan tata tertib

bertugas mengatur jadwal tugas, penggunaan

perlengkapan dan pembagian tugas pengamanan,

menerima laporan harian dan berita acara dari

satuan pengamana yang bertugas serta menyusun

laporan berkala di bidang keamana dan

menegakkan tata tertib.

V. Kesatuan pengamanan LAPAS bertugas menjaga

keamanan dan ketertiban LAPAS. Sedangkan

fungsinya:

- Melakukan penjagaan dan pengawasan

terhadap narapidana/anak didik

- Melakukan pemeliharaan keamanan dan

ketertiban

- Melakukan pengawalan, penerimaan,

penempatan dan pengeluara narapidana/anak

didik

109

- Melakukan pemeriksaan terhadap

pelanggaran keamanan

- Membuat laporan harian dan berita acara

pelaksanaan pengamanan.

E. Hasil yang Dicapai dalam Pembinaan Terhadap Napi

Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

Dalam usaha pencapaian tujuan pembinaan

narapidana yang melakukan tindak pidana perkosaan

merupakan harapan setiap masyarakat dan petugas

Lembaga pemasyarakatan kelas II A jambi agar pelaku

menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pelaku pun berkeinginan untuk lebih baik kedepannya

dengan mengikuti kegiatan-kegiatan positif yang di

laksanakan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A

jambi,dengan meningkatkan pengetahuan agama palaku

menjadi sadar akan perbuatannya adalah suatu

kesalahan dan melanggar hukum.

Bapak Asngari dan ibu Meita Eriza Mengatakan :

110

“Kurang lebih 3 bulan kami melakukan bimbinganterhadap Narapidana melalui pendidikan moraldan pengetahuan agama serta kegiatan-kegiatanyang bermanfaat bagi mereka,maka paranarapidana tersebut pun mulai menyadari akankesalahan atas perbuatan mereka masing-masing.Kemudian kami pun melakukan pendekatan antarapelaku dan korban melalui mediainformasi,setelah di anggap siap dengan segalasesuatunya maka pelaku dan korban pun dipertemukan di Lembaga Pemasyarakan Kelas IIAjambi. Dengan hasil akhir saling menguntungkanantara pelaku dan korban ada kesepakatan akanmelangsungkan pernikahan, namun tidak semuapelaku tindak pidana perkosaan menikah dengankirban. Namun setidaknya pelaku menjadi sadardan insyaf serta tak akan mengulangi perbuatanitu lagi.”97

Observasi penulis di Lembaga Pemasyarakatan

kelas II A jambi,kuarang lebih 5 orang narapidana

yang melakukan tindak pidana perkosaan menikah

dengan korbannya dan berhubungan baik meskipun

pelaku masih menjalani hukuman di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A jambi.”98

97 Wawancara, 16 Mei 2012 dengan Bapak Asngari & Ibu MeitaEriza (Pembina narapidana LP Kelas II A, )

98 Observasi, 16 Mei 2012

111

Kemudian penulis juga mewawancarai salah satu

pelaku tindak pidana perkosaan yang menikah dengan

korbannya dalam hal ini disampaikan oleh Irfan

Pardamean :

“Saya sebagai pelaku sangat senang danbersyukur kepada Allah dan berteima kasihkepada pasangan saya karena saya diterimasebagai anggota keluarga di rumahnya. Setelahsaya di bimbing di Lembaga Pemasyarakatan kelasIIA Jambi serta menyadari akan perbuatansaya ,atas kesepakatan kedua belah pihakkeluarga kami pun di nikahkan, walau saya masihmenjalani masa hukuman di LembagaPemasyarakatan kelas IIA Jambi, namun istrisaya tidak keberatan hidup terpisah saat sayamenjalani hukuman.”99

Dari wawancara dengan narapidana di atas, dapat

penulis pahami bahwa sedikit demi sedikit pembinaan

terhadap narapidana perkosaan dengan korban sudah

cukup baik dan menghasilkan hubungan yang sangat

luar biasa di lingkungan keluarga tersebut. Hanya

saja menurut penulis bahwa seorang narapidana

perkosaan tetaplah berusaha untuk lebih baik lagi

99 Wawancara, 19 Mei 2012 dengan Bapak Azhar (Napi Perkosaan)

112

dalam meningkatkan pendidikan moral serta

peningkatan iman.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

113

Berdasakan hasil penelitian yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pembinaan terhadap narapidana yang melakukan

tindak pidana perkosaan yaitu dengan melakukan

pendekatan diri antara pembina dan

narapidana,mendidik moral dan agama, serta

berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan Pasal 5 yaitu Sistem

Pembinaan Pemasyarakatan berdasarkan asas: (a)

Pengayoman (b) persamaan perlakuan dan pelayanan

(c) pendidikan (d) pembimbingan (e) penghormatan

harkat dan martabat manusia (f) kehilangan

kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan (g)

terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan

keluarga dan orang-orang tertentu. Sedangkan

bentuk pembinaan secara khusus yaitu: Pengajian,

bimbingan sholat dan do’a, sholat jum’an dan

114

sholat berjama’ah, TPQ, dialog agama, kegiatan

PHBI dan kegiatan khusus di bulan ramadhan.

2. Kendala yang ditemui dalam pembinaan terhadap napi

yang melakukan tindak pidana perkosaan yaitu : (a)

Kurangnya pendidikan agama dari napi tersebut (b)

Sering terjadinya keributan antar sesama napi (c)

Jarang adanya kerja sama yang baik antar napi (d)

Petugas Lapas kadang kurang bisa mengayomi napi.

3. Dalam upaya pembinaan terhadap narapidana yang

melakukan tindak pidana perkosaan, maka Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II A Jambi melakukan : (a)

Peningkatan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,

profesional, kesehatan jasmani dan rohani

narapidana (b) pendidikan moral serta agama (c)

pendekatan dengan narapidana dalam hal

pembimbingan kepribadian dan kemandirian.

B. Saran

115

1. Kepada Pembina dan Petugas Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA jambi agar tidak bosan dalam mendidik,

membimbing dan membina narapidana ke arah yang

lebih baik lagi agar bisa jadi seperti yang di

harapkan. Hal yang paling utama yang harus

dilakukan Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Jambi

adalah membina narapidana dengan pengetahuan Agama

serta moral agar bisa kembali diterima masyarakat

layaknya. Perlu juga kerjasama dengan instansi

lain untuk memasarkan hasil produk napi di Lapas

apabila ada produk yang dihasilkan.

2. Kepada orang tua berusaha lah untuk memahami apa

yang sedang dialami oleh anak,usahakan pendekatan

antara orang tua dan anak terjalin dengan baik,

tanamkan ilmu agama dari usia dini.

3. Kepada narapidana yang melakukan tindak pidana

perkosaan jangan lah merasa minder jika keluar

dari Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Jambi

setelah kembali ke lingkungan masyarakat, tapi

116

tunjukkanlah kepada masyarakat kalau kalian telah

lebih baik dari sebelumnya. Dengan menyadari

kesalahan serta berjanji tidak akan mengulangi

lagi perbuatan tersebut, dan selalu berusaha

mendekatkan diri kepada Allah SWT.

4. Kesejahteraan petugas pada umumnya dan petugas

pemasyarakatan kelas II A Jambi pada khususnya

hendaknya lebih diperhatikan dan ditingkatkan

kesejahteraannya oleh Pemerintah, mengingat

pengabdian yang mereka berikan untuk kepentingan

bangsa dan negara bukan untuk kepentingan mereka

sendiri.

C. Kata Penutup

Syukur alhamdulillah berkat Rahmat Allah SWT,

yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Walaupun skripsi ini terdapat banyak

hambatan dan rintangan namun berkat ketekunan dan

117

kesabaran, semuanya dapat diatasi dengan baik. Hal

ini tentu saja tidak terlepas dari petunjuk Allah

SWT dan dari berbagai pihak.

Selesainya penyusunan skripsi ini, bukanlah

berarti penulis telah merasa puas serta sempurna

dengan apa-apa yang telah didapat, akan tetapi

penulis menyadari sepenuhnya bahwa sesuatu yang

benar menurut pemikiran penulis belum tentu benar

bagi orang lain, hal ini tidak terlepas dari

keterbatasan penulis dalam lapangan ilmu

pengetahuan. Maka dari itu yang tulus penulis

berlapang dada dan dengan tangan terbuka selalu

mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya

membangun demi perbaikan serta kesempurnaan

nantinya, sekaligus agar dalam penyusunan karya

tulis penulis selanjutnya dapat lebih baik lagi.

Akhirnya semua gerak langkah dan perbuatan

penulis yang telah dan akan dilakukan, termasuk juga

dalam penyelesaian skripsi ini dengan penuh harapan

118

yang merupakan wujud nyata niat penulis semoga dapat

bermanfaat bagi diri penulis sendiri maupun bagi

pembaca yang budiman. Oleh karena itu melalui

penulisan skripsi ini penulis menghimbau kepada

semua pihak dan terlebih utama pada diri penulis

sendiri untuk dapat agar dapat menjauhkan segala

larangan Allah SWT. Agar hidup bahagia di dunia dan

akhirat nantinya. Amiiiiin Yaa Robbal ‘alamin.

WassalamPenulis,

DESMAWATINIM. SJ. 080 143

119

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta: ProyekPengadaan Kitab Suci, 1989

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan TerhadapKorban Kekerasan Seksual : Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan,Bandung: Refika Aditama, 2001

Abu Zahrah, Al-Jarimah Waal-Uqubah Fi al-Fiqh Al-Islam, Beirut:Dar al-fikr, t.t. II

Alan coffey, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Jakarta,1991.

Alan coffey, Pengantar Hukum Advokad, Jakarta, 1991.

Andi Hamzah, Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dalam KitabUndang-undang Hukum Acara Pidana, Bandung: Binacipta,1986

Anonim, Hak Azasi Instrumen Hukum untuk Mewujudkan KeadilanGender, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004

Arief, Barda Nawawi, Kebijakan Legislatif dalam PenanggulanganKejahatan dengan Pidana Penjara, BP Undip: Semarang,2000.

Arsuwendo Atmowiloto, Hak-Hak Narapidana, Elsam: Jakarta,1996

120

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, Bandung: CV. PustakaSetia, 2008.

Dwitja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia,Refika Aditama, Bandung; Cet. 1, 2006

Hamzah, Andi, HukumAcara Pidana Indonesia, Sinar Grafika:Jakarta, 2001.

Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’an al-Majid an-Nur, Jakarta:Bulan Bintang, 1965

Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metode PenelitianSosial, Bumi Aksara: Jakarta, 1995.

Http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2168716-pengertian-tindak-pidana-perkosaan/#ixzz21geQTJcl

Http:// risma alqomar.wordpress.com/2010/03/18/ Sanksi-Pelaku-Zina-dalam-Perspektif-Hukum-Islam/

Http:// websetinformer.floost.com/pos-hukum-pidana-islam-310049

Iskandar, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Penerbit GaungPersada Press, 2009.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 285

Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan MasalahPrevensinya, Jakarta: Sinar Grafika, 1996

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009.

121

Muhammad Mustofa., Lembaga Permasyarakatan dalam KerangkaSistem Permasyarakatan, Jakarta, 2007.

Nur Rochaeti, Pembinaan Narapidana di LP Kedung pane Semarang,Majalah Hukum UNDIP: Samarang, 2004

Petrus, Irwan Panjaitan, Lembaga Pemasyarakatan dalamPerspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapa:Jakarta, 1995.

PP No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan PembimbinganWarga Binaan Pemasyarakatan

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum danJurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.

Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi,Bandung: Mandar Maju, 1995

Suejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press:Jakarta, 1986.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik,PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2006.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang PerlindunganAnak

Yusafat, Implementasi Sistem Pemasyarakatan, Jakarta: FisifUI, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

122

HALAMAN JUDUL...................................... i

NOTA DINAS......................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN................................ ii

PENGESAHAN......................................... iv

MOTTO.............................................. v

PERSEMBAHAN........................................ vi

KATA PENGANTAR.....................................

...................................................vii

DAFTAR ISI......................................... ix

DAFTAR TABEL....................................... xi

BAB I PENDAHULUN

A. Latar Belakang

Masalah.......................................

.......................................... 1

B. Rumusan

Masalah.......................................

..........................................4

C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian....................................

.......... ...............................5

D. Teori-Teori Pemidanaan/Teori Penegak Hukum

..........................................5

123

E. Telaah

Pustaka.......................................

.......................................... 11

BAB II METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan....................... 13

B. Tekhnik Analisis Data................... 14

C. Analisis Data........................... 16

D. Jadwal Penelitian....................... 20

BAB III TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Perkosaan.. 21

B. Delik Perkosaan......................... 24

C. Pengeturan Tindak Pidana Perkosaan dalam

KUHP.................................... 29

D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemerkosaan .. 31

BAB IV PEMBINAAN TERHADAP NAPI

A. Pembinaan terhadap Napi yang Melakukan

Tindak Pidana

Perkosaan ..............................

...........................................

..........................................38

B. Kendala yang di Temui dalam Melakukan

Pembinaan

124

Terhadap Napi yang Melakukan Tidak Pidana

Perkosaan............................... 43

C. Upaya yang dilakukan oleh LP Kelas II A

Jambi dalam

Mengatasi Masalah Pembinan terhadap Napi

yang

Melakukan Tindak Pidana Perkosaan....... 50

D. Tugas Pokok dan Fungsi Lapas IIA Jambi

Dalam Pembinaan

Terhadap Napi Yang Melakukan Tindakan

Perkosaan............................... 67

E. Hasil Yang Dicapai Dalam Pembinaan Terhadap

Napi Yang

Melakukan Tindakan Pidana Perkosaan..... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.............................. 73

B. Saran................................... 74

C. Kata Penutup............................ 75

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RALAT

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN-LAMPIRAN

125

UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN

TERHADAP NAPI YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PERKOSAAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata Satu (S.1)

Dalam Ilmu Jinayah Siyasah

126

OLEH :

DESMAWATINIM: SJ. 080 143

FAKULTAS SYARI’AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERISULTHAN THAHA SAIFUDDIN

J A M B I2012

127

DAFTAR TABEL

HalamanTABEL:

I.Jadwal Penelitian ............................20

Jambi,Juli 2012

Pembimbing I : Drs. M. Hasbi Ash-Shiddiqi, MAPembimbing II : Drs. Asri NeldiAlamat : Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jl. Jambi Muara Bulian KM.16 Simp Sungai DurenKab : Muaro Jambi

Kepada Yth:Dekan Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin JambiDi Jambi

NOTA DINAS

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Setelah melalui proses bimbingan/konsultasi danperbaikan sepenuhnya kami berpendapat bahwa skripsiSaudaraNama : DESMAWATINIM : SJ. 080 143Jurusan/Prodi : JINAYAH SIYASAH/S1Judul : UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKAN DALAM

xi

129

PEMBINAAN TERHADAP NARAPIDANA YANGMELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studidi Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA jambi)

Telah dapat diajukan untuk dimunaqasyahkan gunamelengkapi tugas dan syarat-syarat untuk meraih gelarSarjana Strata Satu (S1) dalam ilmu Syariah padaFakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Maka dengan ini kami ajukan Skripsi tersebut agardapat diterima dengan baik.

Demikian pengajuan ini disampaikan, kami ucapterima kasih.

Wassalam

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. M. Hasbi Ash-Shiddiqi, MA Drs. Asri NeldiNIP: 19640608 199203 1 004 NIP:19550218 198303 1 003

MOTTO

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina;

Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatanyang keji. dan suatu jalan yang buruk". (Q.S:Al-Asra': 32)

ii

130

PERSEMBAHANiv

131

Skrpsi ini dipersembahkan kepada :

Rasa puji syukur kepada Allah SWT, Alhamdulillahdengan izinnya saya bisa menyelesaikan Skripsi danStrata Satu (S. 1) ini dengan baik.

Ayahandaku Tercinta Alpawi dan Ibundaku Azizah yangsudah bersusah payah dari kecil membesarkan sehinggatumbuh dewasa dan bisa menyelesaikan skripsi tu semuatidak terlepas dari dukungan kalian.

Adik-adikku tersayang Eni Satria dan Nurhamidah sertaseluruh keluarga besar yang telah memberi support dansemangat.

Terima kasih juga buat kekasihku tersayang yang selalumembantu dan memberi motivasi serta dukungan semangatuntukku.

Saudara-saudariku Jurusan Jinayah Siyasah Angkatan2008 yang selalu memberi dukungan dan motivasikepadaku serta saudara saudariku fakultas syariahangkatan 2008

Terima kasih juga buat adek ku Elfia Yusvita Nesa yangtelah memberi dorongan,motivasi serta semangat untukku.

132

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT, Shalawat dan salam penulis

iringkan do’a kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Dimana berkat izin dan petunjuknya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dalam bentuk sederhana dalam

rangka untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Syariah.

Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis

tidak dapat berbuat banyak jika tanapa bantuan dari

bapak dosen pembimbing beserta bapak dan ibu para

responden yang bersusah payah dalam membantu penulisan

untuk menyelesaikan dalam penyelesaian skripsi ini.

Untuk itu dalam kesempatan yang berbahagia ini.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada yang terhormat:

v

133

1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA. Selaku Rektor IAIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

2. Bapak Prof. H. Hasbi Umar, MA, Phd Selaku Dekan

Fakulltas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

3. Bapak Drs. H. Bahtiar, L, M, Hi Selaku Pembantu

Dekaan I

4. Bapak Drs. Baharudin Ahmad, M, Hi Selaku Pembantu

Dekan II

5. Ibu Dra. Illy Yanti, M.Ag Selaku Pembantu Dekan III

6. Ibu Dra. Ramlah, M. Pd,i Selaku ketua jurusan

Jinayah Siyasah

7. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH Selaku sekretaris

jurusan Jinayah Siyasah

8. Bapak Drs. M. Hasbi Ash-Shiddiqi, MA. Selaku

pembimbing I

9. Bapak Drs. Asri Neldi Selaku Dosen Pembimbing II

10. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Sulthan Thaha Saifuddin

Jambi

vi

134

11. Bapak Drs. Asngari, MH. Selaku Kepala Bimbingan

Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA jambi

yang telah membantu dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

12. Seluruh keluarga yang telah membantu penulis dan

memberikan bimbingan baik secara moril maupun materi

serta dukungannya.

Teriring do’a jasa baik bapak-bapak dan ibu-ibu

serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

skripsi ini, kiranya amal baiknya dapat diterima Allah

SWT menjadi amal yang baik di dunia dan di akhirat.

Selanjutnya penulis mohon maaf kepada semua pihak

jika terdapat kekeliruan atau kesalahan, baik yang

sengaja maupun yang tidak sengaja. Dan penulis

senantiasa mengharapkan saran-saran dan kritikan yang

sifatnya membangun para pembaca, yang memberikan dan

menyempurnakan selanjutnya

135

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini

dapat berguna khususnya bagi penulis dan bagi

masyarakat pada umumnya. Amiiiiin Yaa Robbal ’alamin.

Penulis,

DESMAWATI NIM: SJ. 080 143

MOTTO

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina;

Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatanyang keji. dan suatu jalan yang buruk". (Q.S:Al-Asra': 32)

vii

136

KEMENTERIAN AGAMA RIINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBIFAKULTAS SYARI’AH

Jln. Jambi Ma. Bulian KM. 16 Simp. Sungai Durenkab. Muaro Jambi

DAFTAR HADIR SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

iv

137

Nama :DesmawatiNIM :SJ.080 143Hari/Tgl : Jurusan :Jinayah SiyasahFakultas :Syari’ahSemester :VII (Tujuh)Judul :UPAYA LEMBAGA PEMASYARAKATAN JAMBI DALAM

PEMBINAAN TERHADAP NAPI YANG MELAKUKAN TINDAKPIDANA PERKOSAAN (Studi di LembagaPemasyarakatan Jambi).

NO NAMA PESERTA NIM JUR/SEMESTER TANDA TANGAN1 12 23 34 45 56 67 78 89 910 1011 1112 1213 1314 1415 1516 1617 1718 1819 1920 2021 2122 22

Moderator Jambi,

138

(Drs. Asri Neldi)

Notulis,

(Riska Hasnur, S.Kom)

139

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

A. PEDOMAN DUKUMENTASI

1. Historis dan Geografis Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA jambi

2. Struktur Organisasi Lembaga Pemnasyarakatan kelas

IIA jambi

3. Sarana dan Prasarana Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA jambi

4. Jumlah Pembina dan Petugas di Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIA jambi

5. Jumlah Narapidana Berdasarkan Kapasitas dan Jenis

Kelamin

6. Jumlah Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana

Perkosaan

B. PEDOMAN OBSERVASI

1. Upaya yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA jambi

2. Metode Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA jambi

140

3. Faktor yang Mendorong Narapidana Melakukan Tindak

Pidana Perkosaan

4. Faktor Internal Narapidana Melakukan Tindak Pidana

Perkosaan

5. Faktor Eksternal Narapidana Melakukan Tindak

Pidana Perkosaan

6. Solusi yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA jambi

7. Hasil yang dicapai Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA jambi dalam Pembinaan Terhadap Narapidana yang

Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

C. PEDOMAN INTERVIEW

1. Kepala Bimbingan Anak Didik

a. Bagaimana pembinaan ternapiyang melakukan

tindak pidana perkosaan

b. Berapa Jumlah Petugas Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA jambi

c. Kegiatan apa saja yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIA jambi

Apa kendala yang ditemui dalam melakukan pembinaanterhadap napi yang melakukan tindak pidana perkosaan

Lampiran 12 : Contoh Halaman Pengesahan

141

KEMENTERIAN AGAMA RIIAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

142

FAKULTAS SYARIAHAlamat: Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi. Jl. Jambi-Ma. Bulian KM. 16

Simp. Sungai Duren Muara Jambi 36363.

PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh Nama : DESMAWATINIM : SJ.080 143Jurusan/Program Studi : JINAYAH SIYASAHJudul Skripsi : Upaya Lembaga PemasyarakatanDalam

Pembinaan Terhadap Napi Yang Melakukan Tidak Pidana Perkosaan (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pengujidan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukanuntuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah pada Jurusan /Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAINSulthan Thaha Saifuddin Jambi.

DEWAN PENGUJI

Ketua sidang,M. Nazari Madjid, M.Si (

)NIP.19730418 199903 1 002Sekretaris Sidang,Hasna Dewi, S,Ag (

)NIP.19681017 199401 2 000Pembimbing I,Drs. H. Hasbi Ash-Shiddiqi, MA (

)NIP.19640608 199203 1 004

143

Pembimbing II,Drs. Asri NeldiNIP.19550218 198303 1 003Penguji I,Drs. H. Bakhtiar Effendi (

)NIP.19510313 197703 1 011Penguji II,RuslanAbdul Gani, SH.MH ( )NIP.19650929 200501 1 002

Disahkan di : Jambi

d. di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Jambi

2. Narapidana yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan

a. Bimbingan Apa saja yang diikuti dalam Lenbaga

Pemasyarakatan kelas IIA Jambi

b. Apa Faktor yang Mendorong untuk melakukan

Tindak Pidana Perkosaan

c. Kegiatan Apa saja yang dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIA Jambi

d. Jika bebas dari Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA Jambi, masih adakah keinginan untuk

mengulangi perbuatan itu ?

144

PEDOMAN WAWANCARA

Pada Tanggal : 14 Mei 2012Yang di wawancarai : Bapak Drs. Asngari, MHJabatan : Kepala Bimbingan Anak Didik LapasKelas IIA Jambi

145

Pertanyaan :

1. Bagaimana sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA Jambi ?

2. Berapa jumlah petugas Lembaga Pemasyarakatan kelas

IIA Jambi ?

3. Berapa jumlah narapidana berdasarkan kafasitas hari

ini ?

4. Bagaimana struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA Jambi ?

5. Upaya apa saja yang bapak lakukan dalam pembinaan

terhadap narapidana yang melakukan tindak pidana

perkosaan ?

6. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki Lembaga

Pemasyarakatan kelas IIA Jambi ?

146

Pewawancara Yang di wawancarai, Kepala Lapas

D E S M A W A T I Drs. Asngari, MHNIM. SJ 080 143

PEDOMAN WAWANCARA

Pada Tanggal : 16 Mei 2012Yang di wawancara : Andri PratamaJabatan : Napi yang Melakukan TindakPidana Perkosaan

Pertanyaan :

1. Siapa nama saudara ?

2. Apa agama saudara ?

3. Apa pendidikan terakhir saudara ?

4. Apa pekerjaan saudara ?

5. Dimana saudara tinggal ?

6. Siapa nama ayah dan ibu saudara ?

7. Apa saja pekerjaan orang tua saudara ?

147

8. Pembinaan/bimbingan apa saja yang saudara dapatkan

di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIA Jambi ?

9. Apa faktor yang mendorong saudara melakukan tindak

pidana perkosaan ?

10. Apa kendala yang saudara hadapi selam pembinaan di

sini ?

11. Keterampilan dan latihan apa saja yang saudara

ikuti ?

12. Berapa lama hukuman terhadap saudara dan di

kenakan pasal/UU apa ?

PewawancaraYang di wawancarai,

D E S M A W A T IANDRI PRATAMA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP(CURRICULUM VITAE)

Nama : DESMAWATIJenis Kelamin : Perempuan

148

Tempat/tgl lahir : Pulau Bayur, 9 Agustus 1988Alamat Asal : Desa Pulau Bayur Kecamatan PamenangSelatan Kabupaten MeranginJambi

Alamat Sekarang : Jl. Karya Maju Lorong Kaktus II / GangPemuda RT. 16 Kelurahan Simpang IVSipin Kecamatan Telanai pura JambiPekerjaan (jika ada) : Staf di Tata Usaha dan Staf

Bendahara Pengeluaran Pembantu BiroKeuangan Setda Provinsi Jambi

Alamat Email : [email protected] kontak : 087896620068 – 085279459452 Nama Ayah : AlpawiNama Ibu : Azizah

Pengalaman - Pengalaman

Pendidikan Formal : 1. SD/MI, tahun tamat : SD Negeri 488/VI Pulau Bayur, Tahun

20022. SMP/MTs, tahun tamat : MTS Ponpes Syekh Maulana Qori

Titian Teras, Tahun 20053. SMU/MA, tahun tamat: MAS Ponpes Syekh Maulana Qori Titian

Teras, Tahun 2008

Pendidikan Non Formal :

(Pelatihan, Kursus, dll)1. Osis di Ponpes Syekh Maulana Qori Tahun 2005-20062. Bendahara Osis di Ponpes Syekh Maulana Qori Tahun 2007-

20083. BEM-Jurusan Jinayah Siyasah Tahun 2009-20104. Ketua Kohati HMI Komisariat Syari’ah Tahun 2010 5. Pengurus Kohati HMI Cabang Jambi Tahun 2011

Prestasi Akademik/Olah raga/Seni Budaya yang pernah diraih;

149

1. Juara III Volly Ball Di IAIN STS Jambi Utusan dariMa’had Ali Al-Jami’ah

Pengalaman Organisasi1. Pengurus Kohati HMI Komisariat Syari’ah Tahun 20092. Ketua Kohati HMI Komisariat Syari’ah Tahun 20103. Pengurus Kohati HMI Cabang Jambi Tahun 2011

Motto Hidup : Mencoba adalah suatu pengalaman dan kegagalanBukanlah akhir dari segalanya, melainkansukses yang tertunda.

150

LEMBAR PERNYATAAN

Saja menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi

yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana dari Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi seluruhnya merupakan hasil karya

sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan

skripsi yang saya kutip dari hasil karya orang lain

telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau

sebahagian skripsi bukan hasil karya saya sendiri atau

terindikasi adanya unsur plagiat dalam bagian-bagian

151

tertentu, saya bersedia menerima sangsi sesuai dengan

peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Jambi, 02 Agustus 2012

DESMAWATI

KEMENTERIAN AGAMA RIIAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS SYARI’AHAlamat: Fakultas Tarbiyah IAIN STS Jambi. Jl. Jambi-Ma. Bulian KM. 16

Simp. Sungai Duren Muara Jambi 36363.

PENGESAHAN

152

Skripsi ini diajukan oleh : Nama : DesmawatiNIM : SJ. 080 143Jurusan/Program Studi : Jinayah SiyasahJudul Skripsi : Upaya Lembaga PemasyarakatanDalam Pembinaan Terhadap Napi Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan (Studi di Lembaga Pemasyarakatan KelasII A Jambi)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Pengujidan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukanuntuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah pada Jurusan /Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah IAINSulthan Thaha Saifuddin Jambi.

DEWAN PENGUJI

Ketua sidang, Sekretaris Sidang,M. Nazari Madjid, M.Si Hasna Dewi,S,AgNIP.19730418 199903 1 002 NIP.19681017199401 2 000

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. H. Hasbi Ash-Shiddiqi, MA Drs. AsriNeldiNIP.19640608 199203 1 004 NIP.19550218198303 1 003

Penguji I, Penguji II,Drs. H. Bakhtiar Effendi RuslanAbdulGani, SH.MHNIP.19510313 197703 1 011 NIP.19650929200501 1 002

Disahkan di : Jambi

153

154