TESIS IIS AFRIANTY P4400215029
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of TESIS IIS AFRIANTY P4400215029
TESIS
HUBUNGAN KECEMASAN DAN KADAR KORTISOL TERHADAP FUNGSISEKSUAL PADA WANITA PERIMENOPAUSE
CORELATE OF ANXIETY AND CORTISOL LEVEL WITH FEMALE SEXUALFUNCTION INDEKS OF PERIMENOPAUSE WOMEN
IIS AFRIANTYP4400215029
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI KEBIDANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2017
i
TESIS
HUBUNGAN KECEMASAN DAN KADAR KORTISOL TERHADAP FUNGSISEKSUAL PADA WANITA PERIMENOPAUSE
CORELATE OF ANXIETY AND CORTISOL LEVEL WITH FEMALE SEXUALFUNCTION INDEKS OF PERIMENOPAUSE WOMEN
Disusun oleh
IIS AFRIANTYP4400215029
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI KEBIDANANUNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2017
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Iis Afrianty
Nomor Pokok Mahasiswa : P4400215029
Program Studi : Magister Kebidanan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa proposal tesis yang saya
tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan
merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila
dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan tesis ini hasil karya dari orang lain, saya bersedian menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, September 2017
Yang menyatakan
Iis Afrianty
iv
PRAKATA
Puji syukur kehadirat ALLAH S.W.T atas segala limpahan rahmat dan
hidayahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul “hubungan kecemasan dan kadar kortisol terhadap fungsi seksual
pada wanita perimenopause”. Hambatan merupakan hal yang wajar dalam
penyususnan Tesis ini, namun berkat bantuan dari bebagai pihak baik
secara moril maupun materil akhirnya Tesis ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu dengan kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dwia ariesta pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE.,MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Prof. Dr. Suryani As’ad, M.Sc selaku PLT ketua program studi Magister
Kebidanan Universitas Hasanuddin Makassar
4. Dr. dr. Ishariah sunarno, Sp.OG (K), selaku pembimbing I dan Prof. dr.
Muh. Narum Massi, Ph.D, pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya memberikan bimbingan, arahan, koreksi, motivasi, dan saran
dalam penulisan tesis ini.
5. Dr. Andi Nilawati Usman, SKM.,M.Kes, Prof. Dr. Andi Wardihan Sinrang,
Ms, dan Dr. dr. Nasruddin Andi Mappaware selaku penguji yang telah
v
banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun
dalam penyusunan tesis ini.
6. Dosen pengarjar program studi megister kebidanan Fakultas kedokteran
Universitas Hasanuddin yang telah mendidik dan membimbing selama
menempuh studi.
7. Seluruh responden yang telah bersedia mengikuti semua prosedur dalam
penelitian ini
8. Teman-teman Mahasiswa S2 Kebidanan angkatan 2015 semoga kita
bertemu ditangga kesuksesan selanjutnya.
Tesis ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua (H. M. Kudus,
S.Pd dan Hj. Waode Marsina S. Dangka) dan mertua (La Bunu dan Wa
Bilangi) yang telah tulus ikhlas memberikan kasih sayang, cinta, doa,
perhatian, dukungan moral dan materil yang telah diberikan selama ini.
Teristimewa buat suami (Agus Zul Bay, S.Pd.,MM) dan anakku (Adiba
Shakila Putri Zulbais) yang telah bersedia dengan tulus ikhlas telah
memberikan izin kepada saya untuk melanjutkan studi. Buat adik-adikku
(Muhamad Tanzani ST, Siti Hajar Dewantari, ST, Fauzan Azmi Ramadhan
Kudus, Fathu Nur Rahmah Kudus dan Fauzia Kudus) terima kasih atas
dukungan dan pengertiannya selama ini.
vi
Akhir kata penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak dan juga semoga ALLAH SWT membalas kebaikan semua
pihak yang telah berjasa dalam penyususnan kepada penulis selama
menempuh pendidikan dengan pahala yang berlipat ganda..
Makassar, Oktober 2017
Iis Afrianty
vi
ABSTRAK
IIS AFRIANTY, Hubungan antara Kecemasan dan Kadar Kortisol denganfungsi seksual pada wanita Perimenopause Tahun 2017 (dibimbing olehIsharyah Sunarno dan Muh. Nasrum Massi)
Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan kecemasan dan kadar kortisoldengan indeks fungsi seksual wanita perimenopause. Jenis dan rancanganpenelitian menggunakan pendekatan cross sectional study. Jumlahpopulasi 47 wanita yang terdiri dari kelompok wanita perimenopause danwanita reproduksi. Penelitian dilakukan di Desa Wawesa dan KelurahanLaiworu. Pengumpulan data menggunakan instrumen Depresion, anxienty,dan stress Scale (DASS 42) dan female sexual function index sertapemeriksaaan kadar kortisol dengan metode Elisa. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa rerata kadar kortisol yang mengalami disfungsiseksual pada wanita perimenopause lebih tinggi dibandingkan pada wanitareproduksi sehat. Kecemasan dan fungsi seksual memiliki hubungan yangbermakna, baik pada kelompok perimenopause maupun kelompokreproduksi sehat dengan Pvalue 0,019 (0,040), begitu pula antara kadarkortisol dengan fungsi seksual juga memiliki hubungan yang bermaknayakni Pvalue 0,006 (0,026). Kedua faktor tersebut berpengaruh sebesar34,8% terhadap disfungsi seksual sedangkan sisanya dipengaruhi olehfaktor lain.
Kata kunci : Kecemasan, Kadar Kortisol, Reproduksi sehat,Perimenopause, Fungsi Seksual.
vii
ABSTRACT
IIS AFRIANTY, The Correlation between Anxiety and Kortisol levels withsexual function of Perimenopausal women in 2017 (supervised by IsharyahSunarno and Muh. Nasrum Massi)
The research aimed at finding out the corelation between the anxiety andcortisol levels with sexual function index of perimenopausal women. Thetype and design of the research used cross sectional study approach. Thepopulation of 47 women comprising of perimenopausal women andreproductive women. The research was conducted in Wawesa Village andLaiworu Urban Village. Data were collected using Depression, anxienty, andstress Scale (DASS 42) and female sexual function index and examinationof cortisol levels by Elisa method. The results of this study indicate that themean levels of cortisol who experience sexual dysfunction inperimenopausal women is higher than in healthy reproductive women.Sexual anxiety and function have a significant relationship, both inperimenopausal group and healthy reproduction group with Pvalue 0,019(0,040), so also between cortisol level and sexual function also havesignificant relation that is Pvalue 0,006 (0,026). Both of these factors affect34.8% of sexual dysfunction while the rest is influenced by other factors.
Keywords: Anxiety, Cortisol Level, Healthy Reproduction, Perimenopause,Sexual Function.
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................... i
Lembar Pengesahan.................................................................................. ii
Pernyataan Keaslian Tesis........................................................................ iii
Prakata........................................................................................................ iv
Abstrak ....................................................................................................... vi
Abstrack ..................................................................................................... vii
Daftar Isi ..................................................................................................... viii
Daftar Tabel ................................................................................................ x
Daftar Gambar............................................................................................ xi
Daftar Lampiran ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
E. Batasan Penelitian ........................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 9
A. Tinjauan teori ................................................................................ 9
B. Kerangka teori............................................................................... 33
C. Kerangka konsep ......................................................................... 34
ix
D. Hipotesis ...................................................................................... 35
E. Defenisi operasional ..................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 37
A. Rancangan Penelitian ................................................................... 37
B. Lokasi dan Waktu ........................................................................ 37
C. Populasi dan Tehnik Pengambilan Sampel ................................. 37
D. Instrumen penelitian...................................................................... 40
E. Prosedur kerja............................................................................... 41
F. Alur Penelitian ............................................................................... 43
G.Variabel penelitian......................................................................... 43
H. Analisis Data ................................................................................. 44
I. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik (Ethical Clerance)................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 46
A. Hasil penelitian.............................................................................. 46
B. Pembahasan ............................................................................... 49
C. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 60
BAB V PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................... 61
B. Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
3.1 Skor Penilaian Female Sexual Function Index....................................... 41
4.1 karakteristik penelitian............................................................................ 46
4.2 Hubungan Kecemasan dan Kadar Kortisol terhadap fungsi seksual..... 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Fisiologi Hormon Esterogen....................................................................... 11
Siklus Respon Seksual menurut Masters dan Jonhnson........................... 25
Siklus Respon Seksual menurut Basson.................................................... 26
Kerangka Teori.............................................................. ............................. 33
Kerangka konsep........................................................... ............................. 34
Cut Of Point Kadar Kortisol......................................................................... 47
Regresi kecemasan dan kadar kortisol terhadap fungsi seksual................ 49
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lembar Penjelasan penelitian
Lembar persetujuan subyek penelitian
Kuesioner Female Function Seksual index (FSFI)
Kuesioner Depression, Anxienty and Stress scale 42 (DASS 42)
Surat izin penelitian
Surat izin komisi etik
Master Tabel
Hasil Olahan Data SPSS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perimenopause merupakan proses alamiah yang pasti akan dihadapi
dalam perjalanan hidup seorang perempuan sejalan dengan bertambahnya
usia sebelum terjadinya menopause. Sebelum terjadi fase perimenopause
biasanya akan didahului fase premenopause. Fase perimenopause
merupakan masa transisi/adaptasi tubuh menuju menopause. Pada masa ini
ovulasi sudah mulai berkurang hingga fungsi reproduksi berhenti hal ini
disebabkan berhentinya fungsi ovarium. Berhentinya fungsi ovarium
menyebabkan terjadinya penurunan kadar esterogen, dimana hal ini
memberikan dampak pada wanita dengan munculnya gejala-gejala pada
masa transisi atau biasa dikenal dengan syndrom premonopause (Hanna
Santoso, 2009)
Jumlah dan proporsi penduduk perempuan yang berusia di atas 50
tahun diperkirakan memasuki usia menopause (berhenti siklus haid), dari
tahun ke tahun mengalami peningkatan yang signifikan. World Health
Organization (WHO) juga memperkirakan bahwa jumlah wanita usia 60 tahun
ke atas akan meningkat dari 336 juta pada tahun 2000 menjadi lebih dari 1
milyar pada tahun 2050. Sedangkan di Asia data WHO (2010) jumlah wanita
menopause pada tahun 2025 dari 107 juta jiwa akan mencapai 373 juta jiwa.
2
Saat ini di Amerika Serikat ada lebih dari 32 juta wanita menopause.
Sedangkan di Indonesia sendiri Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dengan proyeksi penduduk pada 2014 bahwa 23,74 juta wanita
Indonesia pada usia 40 sampai 55 tahun memasuki masa perimenopause
per tahunnya. Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada
tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah wanita yang hidup
dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa (Depkes RI, 2005)
Gejala-gejala yang muncul pada wanita perimenopause dikaitkan
dengan masalah yang dialami dimana dapat mempengaruhi kualitas hidup
wanita (Ayers B et al 2013, Rowe MA, et al. 2013, Mishra G, et al 2006).
Fallahzadeh (2010) melakukan penelitian di Iran mengemukakan bahwa
pada masa perimenopause sekitar 55% wanita mengalami masalah fisik dan
psikologis, serta psikomotor. Beberapa gejala yang muncul pada masa
perimenopause antara lain kegelisahan saat tidur, depresi, insomnia,
kelemahan daya ingat, konsentrasi, Kecemasan, dan gangguan fisik.
Sedangkan rendahnya status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, umur,
kebiasaan merokok dan kurangnya aktifitas fisik berkaitan dengan kualitas
hidup (vasomotor, psikologi dan somatik sindrom) pada wanita
perimenopause (Williams et al., 2009).
Penelitian yang dialakukan oleh Phanjoo pada tahun 2002 Secara
psikologis seperti Kecemasan juga dapat mempengaruhi fungsi seksual
seseorang, 70% disfungsi seksual disebabkan karena faktor psikologis.
3
Kecemasan timbul karena adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi
yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan. Kecemasan merupakan
sesuatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala
sesuatu dalam hidupnya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari
segala bentuk kegagalan serta sesuai dengan harapannya. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh oleh Hayes, R & Dennerstein L dalam The
National Women’s Health Network menjelaskan bahwa depresi dan tingkat
Kecemasan yang tinggi akan mempengaruhi kepuasan seksual pada wanita
pasca menopaus. Penelitian yang dialkukan oleh T. tanngen dan A. Mykletun
pada tahun 2007 bahwa puncaknya gejala Kecemasan pada skor periode
perimenopause.
Wanita perimenopause sering dihubungkan dengan adanya
kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah
dikhawatirkan. Umumnya mereka tidak mendapat informasi yang benar
sehingga mereka memiliki prespektif negatif terhadap dirinya yang akan
dialami setalah memasuki masa menopause. Kecemasan itu muncul dengan
pemikiran bahwa berakhirnya era reproduksi berarti nafsu seksual dan fisik
juga berhenti. Apalagi menyadari dirinya akan menjadi tua, yang berarti
kecantikannya akan memudar. Seiring dengan hal itu, validitas dan fungsi
organ tubuhnya akan menurun. Hal ini akan menghilangkan kebanggaannya
sebagai wanita. Keadaan ini dikhawatirkannya akan memengaruhi
hubungannya dengan suami maupun lingkungan sosialnya (Triana dan
4
Taganing, 2009). Eljiljana dan natasa pada tahun 2015 juga menyatakan
bahwa aspek psikologis dalam hal ini Kecemasan dan stress merupakan hal
yang sangat penting untuk diperhatikan pada wanita perimenopuse. Karena
hal ini erat kaitannya dengan fluktuasi hormone yang sedang berlangsung
(Eljiljalna, et al. 2015).
Pada masa perimenopause secara alamiah akan terjadi penurunan
hormon esterogen dan progesteron, pada saat fluktuasi hormon esterogen
pada masa perimopause salah satu efek yang muncul pada wanita akan
meningkatkan kortisol serta kejadian stres dan depresi (Gordon JL, et al
2016). Seiring dengan penelitian yang dilakukan Seattle Institute for
Biomedical and Clinical Research pada hewan coba betina dimana
didapatkan didapatkan bahwa pada awalnya estrogen yang menurun
menyebabkan suatu stres dalam tubuh, sehingga kemudian menyebabkan
peningkatan sekresi kortisol oleh kelenjer adrenal. Ketika tubuh mengalami
stress sangat berhubungan erat dengan aksis HPA dan kelenjar adrenal
sebagai organ yang mensekresikan hormon kortisol (Seattle Institute for
Biomedical and Clinical Research 2002).
Kortisol diseksresikan oleh kelenjar adrenal melalui respon feedback
pada tubuh. Kortisol adalah bahan kimia kuat yang, bersama dengan
adrenalin sangat efektif dalam melindungi tubuh selama masa stres. Namun
ketika kadar kortisol tidak seimbang, maka akan memberikan respon yakni
gangguan pada sistem syaraf. Pada saat kortisol akan dilepaskan secara
5
berlebihan dari kelenjar adrenal dan hal ini juga mengaktifasi
dehydroepiandrosterone sehingga menghambat pelepasan gonadotropin
releasing hormone (GnRH), luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating
hormone (FSH) pada hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan
penurunan kadar steroid seks (Welsh et al., 1999).
Berkurangnya hormon estrogen ini memberikan dampak pada fungsi
seksual seorang wanita. Perubahan fisik terlihat pada organ wanita, yakni
rasa nyeri pada saat bersenggama serta menurunnya gairah seks (libido)
(Santoso dan Ismail, 2009). Estrogen juga menyebabkan proliferasi epitel
vagina, penimbunan glikogen dalam sel epitel yang oleh basil doderlein
diubah menjadi asam laktat hingga menyebabkan pH vagina menjadi rendah
(Lestari, 2010).
Denneerstein et al (2001) melaporkan bahwa kejadian gangguan
fungsi seksual pada perempuan perimenopause (usia 45-55 tahun) yaitu 31%
menunjukkan adanya penurunan hasrat seksual. Selain itu hasil penelitian
yang dilakukan di enam negara Eropa oleh Rossella dan Esme (2008)
didapatkan bahwa 35% perempuan mengalami penurunan dorongan seksual
dan 62% hal ini dapat berdampak dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi
disfungsi seksual sebanyak 33% konsisten dengan penelitian sebelumnya
yang memperkirakan bahwa 27-31% wanita menjelang menopause
mengalami peningkatan gangguan seksual (Dennerstein, L. et al 2001,
Gracia, C.R et al 2007, Gracia, C.R et al 2004). Wanita pada masa akhir
6
transisi 2,4 kali lebih mungkin untuk mengalami disfungsi seksual
dibandingkan wanita premenopause (Dennerstein, L. et al 2001).
Aspek seksualitas pada perempuan perimenopause merupakan salah
satu bagian dari kebutuhan dasar manusia yang memiliki porsi yang sama
dengan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Seiring dengan adanya
berbagai perubahan pada masa perimenopause yang merupakan masa
transisi menyebabkan berbagai masalah salah satunya terkait dengan
pemenuhan kebutuhan seksualnya. Penelitian yang dilakukan oleh Gracia
CR, et al. Pada tahun 2007 menyatakan bahwa disfungsi seksual meningkat
pada masa perimenopause. Berdasarkan data diatas makan saya tertarik
untuk melakukan penelitian hubungan Kecemasan dan kadar kortisol
terhadap fungsi seksual pada wanita perimenopause.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui “
adakah hubungan Kecemasan dan Kadar kortisol terhadap fungsi seksual
wanita perimenopause tahun 2017?”
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini mencakup tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Mengetahui Hubungan Kecemasan dan Kadar kortisol dengan fungsi
seksual wanita perimenopause.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara kecemasan dan fungsi seksual wanita
perimenopause dan wanita reproduksi sehat
b. Mengetahui hubungan antara kadar kortisol dan fungsi seksual pada
wanita perimenopause dan wanita reproduksi sehat
c. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kecemasan dan kadar
kortisol terhadap disfungsi seksual
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan edukasi pada ibu yang akan memasuki usia
perimenopause agar tidak mengealami syndorome perimenopause.
b. Sebagai bahan konseling pada ibu yang mengalami syndrome
perimenopause
8
2. Manfaat Ilmiah
a. Data dasar tentang tingkat Kecemasan dan hormon kortisol pada
wanita perimenopause dan wanita usia reproduksi sehat
b. Menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang tingkat
Kecemasan dan hormon kortisol terhadap fungsi seksual wanita
perimenopause dan wanita usia reproduksi sehat
E. BATASAN PENELITIAN
Lingkup pembahasan pada penelitian ini dititk beratkan pada
Kecemasan dan kadar kortisol dengan fungsi seksual wanita perimenopause.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Perimenopause
a. Definisi perimenopause
Perimenopause adalah suatu kondisi fisiologis wanita yang telah
memasuki masa penuaan (aging) yang ditandai dengan menurunnya
kadar hormonal estrogen yang sangat berperan dalam reproduksi
seksualitas. Kondisi ini juga dikenal dengan masa transisi yakni rentang
waktu sebelum memasuki masa menopause. Pada masa Transisi ini
merupakan masa peralihan dari masa reproduksi menuju masa non-
reproduksi. Keadaan ini biasanya tidak terjadi secara mendadak atau tiba-
tiba, melainkan terjadi selama beberapa tahun, dan merupakan
konsekuensi dari penuaan biologis (Oppermann K, et al.,2012, Avis NE, et
al,.1997,. Avis NE 2004).
Fase perimenopause adalah sebagai permulaan transisi klimakterik,
yang dimulai 4-5 tahun sebelum perimenopause. Fase ini sering menimpa
wanita yang berusia 40 tahun ke atas. Menurut North american
menopause sociaty pada tahun 2010 menyatakan bahwa masa transisi ini
dapat berlangsung selama 4-8 tahun. Keluhan klimakterium sudah mulai
10
muncul dan hormon estrogen masih dibentuk oleh tubuh, pada saat kadar
estrogen turun maka akan terjadi perdarahan yang tidak teratur
(Proverawati, 2010).
Wanita yang menjalani fase perimenopause akan mengalami
kekacauan dalam pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan,
perubahan fisik, dan sekitar 40-80% dari semua wanita klimakterium
mempunyai keluhan baik fisik maupun psikologis (Manuaba, 2009). The
Centre for Menstrual Cycle and Ovulation Research menjelaskan bahwa
pasca menopause terjadi jika seorang wanita sudah tidak mengalami haid
selama 12 bulan (Oppermann K, et al.,2012, Avis NE, et al,.1997,. Avis NE
2004)., dengan asumsi bahwa mereka masih memiliki uterus dan tidak
sedang hamil atau menyusui (Harlow SD et al.,2012)
b. Tanda dan Gejala Perimenopause
Keluhan-keluhan pada wanita perimenopause muncul akibat suatu
proses alami dari penuaan. Proses penuaan menyebabkan proses
degenerasi sel-sel tubuh termasuk di dalamnya adalah organ ovarium.
Fungsi ovarium yang menurun menyebabkan penurunan produksi hormon
seks yaitu estrogen dan progesteron. Proses degenerasi ini menyebabkan
penurunan sistem imunologi dan fungsi sel sehingga mempengaruhi
sistem aktivitas siklik ke hipotalamus dan hipofisis. Penurunan fungsi
hipotalamus dan hipofisis mempengaruhi kerja saraf parasimpatis dan
sistem saraf sentral yang pada akhirnya menimbulkan gangguan pada
11
neurovegetatif, neurofisiologis, neuromotorik, dan sistem metabolik yang
secara klinis muncul sebagai gejala perimenopause (Cagnacci et al, 2011)
Gambar 2.1. Fisiologi sekresi hormon estrogen dan progesterone
Berkurang atau hilangnya estrogen dapat menyebabkan gejala
vasomotor, gangguan tidur, gangguan mood, depresi, atrofi saluran kemih
dan vagina, serta meningkatnya risiko kelainan kronis seperti osteoporosis,
penyakit kardiovaskular dan penurunan fungsi kognitif. Gejala vasomotor
merupakan keluhan terbanyak yang dilaporkan pasien. Dasar perubahan
patofisiologi tersebut berkaitan dengan defisiensi estrogen yang
mekanismenya telah banyak diketahui (Cagnacci et al, 2011).
12
Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita perimenopause
yaitu:
1. Hot flush (perasaan panas dari dada hingga wajah)
Wajah dan leher menjadi berkeringat.Kulit menjadi kemerahan
muncul di dada dan lengan terasa panas dapat terjadi beberapa bulan
atau beberapa tahun sebelum dan sesudah berhentinya menstruasi.
Selain itu, dapat juga diikuti dengan adanya sakit kepala, vertigo,
perasaan kurang nyaman, dan palpitasi (DeChenerney, et all, 2006).
Keparahan hot flush dimulai dari masa awal perimenopause dan
menurun pada akhir perimenopaus. Dalam hal ini, beratnya hot flush
secara bermakna dikaitkan dengan FSH tinggi dan estrone yang lebih
rendah. Model terintegrasi mengungkapkan efek dominan dari tahap
perimenopause dan awal postmenopause, selain itu kecemasan
berkontribusi untuk keparahan hot flush (Mithell ES dan Woods NF,
2015)
2. Dryness vaginal (kekeringan pada vagina)
Area genital yang kering dan biasa sebagai bahan perubahan kadar
estrogen. Kekeringan ini dapat membuat area genital mudah mengalami
infeksi.
3. Penurunan daya ingat dan mudah tersinggung
Produksi endorfin pada masa perimenopause mengalami
penurunan/hal ini terjadi karena penurunan kadar endorfin, dopamin dan
13
serotonin tersebut mengakibatkan gangguan yang berupa penurunan
daya ingat dan suasana hati sering berubah atau mudah tersinggung.
4. Insomnia ( susah tidur )
Susah tidur disebabkan karena keringat dimalam hari, wajah merah
dan perubahan lainnya. Kesulitan tidur dipengaruhi dengan rendahnya
kadar serotonin pada masa perimenopause. Kadar serotonin
dipengaruhi oleh kadar endorfin.
5. Gejala akibat kelainan metabolik
Meliputi kelainan metabolisme lemak di hati. Penurunan kadar
estrogen menyebabkan meningkatnya kadar kolesterol LDL (low density
lipoprotein) dan menurunnya kadar kolestrol HDL (high density
lipoprotein).
6. Depresi (rasa cemas)
Depresi atau stres sering terjadi pada wanita ketika memasuki masa
perimenopause. Hal ini terkait dengan penuruan hormon estrogen
sehingga menyebabkan wanita mengalami stres ataupun depresi.
7. Fatigue (mudah lelah)
Rasa lelah sering kali muncul ketika menjelang masa
perimenopause karena sering terjadi perubahan homonal pada wanita
yaitu terutama perubahan hormon estrogen.
14
8. Penurunan libido
Faktor-faktor yang berkaitan dengan penurunan libido pada wanita
usia pertengahan begitu kompleks, termasuk depresi, gangguan tidur,
dan keringat dimalam hari. Keringat malam hari dapat menganggu tidur
dan kekurangan tidur mengurangi energi untuk yang lain, termasuk
aktifvitas seks. Hal tersebut terjadi karenaadanya perubahan pada
vagina, seperti kekeringan yang membuat area genital sakit dan selain
itu terjadi perubahan hormonal sehingga dapat menurunkan gairah
seks.
9. Dyspareunia (rasa sakit ketika berhubungan seksual)
Hal ini terjadi karena vagina menjadi pendek, menyempit, hilang
elastisitas, epitelnya tipis dan mudah trauma karena kurang lubrikasi.
10. Ketidakteraturan siklus haid
Gangguan siklus haid seperti polymenorrhoea, olygomenorrhoea,
amenorrhea dan mitaragia, hal ini terjadi karena kadar estrogen
menurun saat perimenopause.
11. Gejala kelainan metabolisme mineral
Mudah terjadi fraktur pada tulang, akibat ketidakseimbangan
absorbsi dan reabsorbsi mineral terutama kalsium. Bila hal ini
berlangsung lama dapat menyebabkan osteoporosis.
15
c. Perubahan hormonal pada masa Perimenopause
Perimeopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan
dimulainya dengan siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit atau
banyak, yang kadang kadang disertai dengan rasa nyeri. Perimenopause
terjadi secara fisiologis akibat hilang atau berkurangnya sensitivitas
ovarium terhadap stimulasi gonadotropin, yang berhubungan langsung
dengan penurunan dan disfungsi folikuler. Oosit di dalam ovarium akan
mengalami atresia ketika siklus reproduksi wanita. Folikel mengalami
penurunan kualitas dan kuantitas folikel secara kritis setelah 20-25 tahun
sesudah menarche. Secara endokrinologis, masa premenopause ditandai
oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran
gonadotropin. Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa
gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan
gangguan siklus haid (Sarwono P, 2014).
Fase perimenopause dapat terjadi siklus menstruasi yang ireguler.
Selain itu iregularitas menstruasi juga terjadi akibat fase folikuler pada fase
siklus menstruasi yang juga memendek (Proverawati, 2010). Kondisi
perimenopause produksi hormon estrogen menjadi berkurang. Penelitian
yang dilakukan oleh Dennerstein et al tahun 2002 menyatakan bahwa
penurunan kadar estradiol ini juga mengakibatkan fungsi seksual wanita
juga ikut menurun Secara khusus, penurunan estradiol memberi efek efek
pada, gairah, kesenangan, orgasme dan Dispareunia. Dalam populasi
16
penelitian yang dilakukan tidak ada efek signifikan terhadap frekuensi
kegiatan seksual melainkan tingkat minat seksual perempuan sendiri
(Dennerstein et al, 2002). Meskipun perubahan juga terjadi pada hormon
lainnya, seperti progesteron, tetapi perubahan yang mempengaruhi
langsung kondisi fisik tubuh maupun organ reproduksi, juga psikis adalah
akibat perubahan hormon estrogen (Lestary, 2010).
Pada saat premenopause terjadinya penurunan jumlah folikel
ovarium, sehingga menyebabkan penurunan produksi estrogen. Terjadi
peningkatan Serum Gonadotropin yang menyebabkan FSH dan LH
meningkat juga. Peningkatan FSH ini akan terjad beberapa tahun sebelum
terjadinya menopause. Peningkatan FSH akan menurunkan Inhibin B
sehingga dapat menurunkan jumlah folikel di ovarium. Estrogen tidak akan
hilang sampai akhir dari masa perimenopause dan hal ini merupakan
suatu respon dari peningkatan konsentrasi FSH. Berlawanan dengan
penurunan estrogen selama masa menopause, kadar testosteron tidak
berubah tiba-tiba selama masa transisi menopause, tetapi menurun secara
progresif seiring dengan usia dari tahun pertengahan reproduksi (Baziat A.
2008).
2. Kecemasan
a. Pengertian
Kecemasan menurut Freud (1933/1964) adalah suatu keadaan
perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi
17
fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang.
Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjuk
dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri selalu dirasakan (Yustinus,
2006)
Kecemasan adalah istilah yang sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan
yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak tentram yang terkadang
diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah gangguan yang
berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk akal,
tidak sesuai antara yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi
(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kecemasan merupakan suatu keadaan yang menggambarkan
kekhawatiran atau kegelisahan yang belum jelas namun selalu dirasakan
dan biasanya diikuti dengan perubahan fisiologis.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
Pendapat tentang sebab-sebab terjadinya kecemasan sangat
bermacam-macam. Ada pendapat yang mengatakan cemas terjadi
diakibatkan karena tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual,
karena merasa diri (fisik) kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu
kecil atau tidak tercapainya keinginan baik secara sosial maupun material.
Selain itu mungkin juga akibat dari rasa tidak berdaya , tidak ada rasa
18
kekeluargaan dan sebagainya. Secara ringkas bahwa kecemasan terjadi
ketika seseorang tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan dirinya,
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Thaliss (1992) faktor yang mempengaruhi kecemasan
dibagi menjadidua yaitu:
a. Faktor individu yang meliputi rasa kurang percaya diri pada individu,
merasa memiliki masa derpan tanpa tujuan dan perasaan tidak
mampu bekerja.
b. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan dukungan emosional yang
rendah dari orang lain sehingga individu merasa tidak dicintai orang
lain, tidak memiliki kasih sayang, tidak memiliki dukungan dan
motivasi.
c. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau menidentifikasi ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik.
a. Tingkat kecemasan ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.
Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan
indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu
memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreativitas.
19
Pada tingkat ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti
Respon fisiolog yakni sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.
Sedangkan Respon kognitif yakni lapang persepsi melebar, mampu
menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
menjelaskan masalah secara efektif dan Respon prilaku dan emosi:
tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-
kadang meninggi.
b. Tingkat kecemasan sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,
terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu
dengan arahan orang lain. Pada tingkat ini, biasanya menimbulkan
beberapa respon seperti Respon fisiologi yakni sering nafas pendek,
nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia,
diare/konstipasi, gelisah. Sedangkan respon kognitif yakni lapang
persepsi menyempit, rangsan luar tidak mampu diterima, berfokus pada
apa yang menjadi perhatian. Dan Respon prilaku dan emosi: gerakan
tersentak-sentak (meremastangan), bicara banyak dan lebih cepat,
susah tidur, perasaan tidak aman.
c. Tingkat kecemasan berat
Pada kecemasan tingkat berat lapangan persepsi individu sangat
sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak
20
dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh prilaku dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/ arahan untuk
terfokus pada area lain. Pada tingkat ini, menunjukkan respon seperti
Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan.
Sedangkan Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak
mampu menyelesaikan masala dan Respon perilaku dan emosi yakni
perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.
Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu
berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi
kepribadian. Pada tahap ini, akan menunjukkan beberapa respon
seperti Respon fisiolog yakni nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi,
sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon
kognitif yakni lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis.
Respon perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali atau kontrol diri, persepsi
kacau (Suliswati, 2005)
21
3. Hormone kortisol
a. Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal (suprarenal) terdiri dari sepasang organ yang
terletak dekat ujung anterior ginjal.berbentuk pipih atau seperti bulan sabit.
Kelenjar adrenal berfungsi mempertahankan mekanisme penting
homeostatik. Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel
besar yang mengandung lipid dinamakan sel foam yang tersusun
melingkari sinusoid-sinusoid. Korteks adrenal berasal dari mesodermal
dan sudah dapat dikenal sebagai organ yang terpisah pada janin berumur
2 bulan. Pada kehamilan 2 bulan komposisi korteks terdiri dari zona fetal
dan zona defenitif yang serupa dengan korteks adrenal pada dewasa.
Kelenjar adrenal sebelah kanan berbentuk pyramidal atau riangular,
bagian posterior berbatasan dengan diafragma, bagian superior erbatasan
dengan tepi postero inferior lobus kanan hepar, dan bagian medial
bebatasan dengan tepi kanan vena kava inferior. Alas piramida terletak
pada permukaan antero medialujung atas ginjal kanan. Kelenjar adrenal
kiri berbentuk semilunar sedikit lebih besar dibandingkan kelenjar sebelah
kanan. Bagian medial berbatasan dengan laterar aorta abdominal, bagian
posterior berbatasab dengan diafragma dan nervus splanknikus
(sherwood, 2014)
22
Kelenjar adrenal terdiri atas dua lapisan yaitu korteks adrenal dan
medulla adrenal. Bagian korteks adrenal mempunyai tiga lapisan yang
berbeda, yaitu zona glomerulosa, zona fascikulata dan zona retikularis.
Gambar 2.2 Kelenjar Adrenal
b. Seksresi kortisol
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh system umpan balik
negative yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. ACTH dari
kortikotrop hipofisis anterior, bekerja melalui jalur cAMP, merangsang
korteks adrenal untuk menyekresikan kortisol (sherwood, 2014). ACTH
berasal dari sebuah molekul prekursor besar, propriomelanokortin, yang
diproduksi oleh reticulum endoplasma sel-sel penghasil ACTH hipofisis
anterior. Sebelum sekresi, prekursor besar ini dipotong menjadi ACTH dan
dan beberapa peptida lain yang aktif secara biologis, yaitu, melanocyte-
stimulating hormone (MSH) dan suatu bahan mirip-morfin, β-endorfin
(sherwood, 2014).
23
Karena bersifat tropik bagi zona fasikulata dan zona retikularis,
maka ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam
korteks ini. Jika ACTH tidak terdapat dalam jumlah memadai maka
lapisan-lapisan ini akan menciut dan sekresi kortisol merosot drastis. Sel
penghasil ACTH selanjutnya, hanya mengeluarkan produknya atas
perintah corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus.
Lengkung kontrol umpan balik menjadi lengkap oleh efek inhibisi kortisol
pada sekresi CRH dan ACTH masing-masing oleh hipotalamus dan
hipofisis anterior (Sherwood, 2014).
Sistem umpan balik negatif untuk kortisol mempertahankan kadar
sekresi hormon ini relatif konstan disekitar titik patokan. Pada kontrol
umpan balik dasar ini terdapat dua faktor tambahan yang mempengaruhi
konsentrasi plasma dengan mengubah titik patokan: irama diurnal dan
stres, dimana keduanya bekerja pada hipotalamus untuk mengubah
tingkat sekresi CRH (Sherwood, 2014).
Kecepatan sekresi CRH, ACTH, kortisol semuanya tinggi pada awal
pagi hari, tetapi rendah pada akhir sore hari, kadar kortisol plasma berkisar
antara kadar paling tinggi kira-kira 20 g/dL, satu jam sebelum matahari
terbit dipagi hari dan paling rendah kira-kira 5 g/dL, sekitar tengah malam.
Efek ini dihasilkan dari perubahan siklus sinyal dari hipotalamus selama 24
jam yang menimbulkan sekresi kortisol. Bila seseorang mengubah
24
kebiasaan tidur sehari-harinya, maka akan timbul perubahan siklus ini juga
(Guyton dan Hall, 2006).
4. Fungsi seksual wanita perimenopause
a. Seksualitas
Libido mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas seksual
dengan mengaktifkan system dalam otak sebagai sensasi yang spesifik
untuk menerima pengalaman seksualnya. Pengalaman hasrat seksual
perempuan bervariasi sepanjang kehidupannya dan akan berbeda pada
setiap perempuan. Hasrat seksual sebagai respon yang dipelajari melalui
perasaan menyenangkan atau ketidakpuasan dalam berhubungan
seksual. Hasrat seksual bermula dari minat terhadap aktivitas seksual,
frekuensi aktitas seksual, nilai gender yang dimiliki oleh pasangan seksual.
Hasrat seksual dipengaruhi oleh status kesehatan, pengalaman masa lalu,
dan faktor lingkungan budaya.
Menurut world health organization menjelaskan bahwa kesehatan
seksual sebagai 'keadaan kesejahteraan fisik, emosional, mental dan
sosial yang berkaitan dengan seksualitas; hal ini bukan hanya dikaitkan
dengan adanya penyakit, disfungsi atau kelemahan. Survei yang
dilakukan di berbagai budaya menunjukkan bahwa sebagian besar
perempuan percaya bahwa aktivitas seksual sangat penting dan telah
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari aktifitas fisik dalam seks secara
25
signifikan terkait dengan tingkat yang lebih tinggi dari kepuasan emosional
(Brezsnyak m, Whisman mA, 2004).
b. Siklus respon seksual
Respon seksual wanita dimulai dengan hal-hal sederhana seperti
tatapan mata yang penuh arti, kata-kata yang manis dan menyenangkan,
diskusi atau pembicaraan yang bersambut, atau suasana romantis yang
menimbulkan hasrat. Masters dan Johnson, Pada tahun 1960-an
mengemukakan satu teori mengenai siklus respons seksual pada
manusia. Terdapat empat fase berurutan dalam siklus respons seksual
manusia: bangkitan (excitement), dataran tinggi (plateau), orgasme
(orgasme), dan resolusi (Masters EH dan Johnson VE, 1960)
Gambar 2.3. Siklus Respon Seksual menurut Masters dan Johnson
Penelitian terus dikembang hingga pada tahun 2002 Basson
mengajukan model siklus respon seksual dimana siklus respons seksual
perempuan secara lebih spesifik dipengaruhi oleh aspek sosial dan
psikologis. Model ini memberikan gambaran hubungan sirkuler yang
26
terjadi antara seksualitas dan kepuasan, yang berfokus pada keintiman.
Keintiman dan rangsangan seksual membuat perempuan terangsang
secara emosional, maka akan timbul dorongan dan rangsangan seksual
dan berakhir pada kepuasan fisik dan emosi. Pada model ini jelas
digambarkan bahwa rangsangan seksual tidak selalu didahului oleh
dorongan seksual, namun begitu terlibat dalam aktivitas seksual, seorang
perempuan dapat menjadi terangsang dan mengalami dorongan seksual
(Basson R, 2001).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap fase dalam siklus
respons seksual:
Gambar 2.4 Siklus Respon Seksual menurut Basson
1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)
Pada tahap ini semua rangsangan baik sentuhan, ciuman
maupun bisikan dapat menyebabkan tegangnya klitoris dan
membesarnya vagina bagi perempuan. Dalam keadaan terangsang
27
terjadi peningkatan tekanan otot, denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah. Pembuluh darah balik menyempit sehingga darah
terkumpul pada pembuluh darah klitoris selanjutnya membuat klitoris
menjadi tegang atau ereksi. Fase rangsangan pada perempuan
biasanya membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan laki-laki.
Lubrikasi vagina dimulai 10-30 detik setelah menerima rangsangan
yang menggairahkan dan berlanjut secara progresif (Linda J dan Danny
J, 2010).
2. Fase Dataran Tinggi (Plateau Phase)
Fase dataran tinggi (plateu) terdapat peningkatan konsentrasi
darah vena dalam sepertiga luar lorong vagina. Keadaan ini
meningkatkan hasrat sehingga maencapai puncak gairah. Selain itu
pada fase ini perubahan yang lebih nyata pada genitalia wanita adalah
warna kemerah-merahan pada labia minor yang menyertai kongesti
vaskular. Otot-otot vagina akan berkontraksi membuat klitoris semakin
tegang dan membuat dinding vagina menjadi basah. Bersamaan
dengan itu payudara membesar dan menegang, sementara rangsangan
terus menjalar ke seluruh bagian tubuh. Ini adalah tahapan terakhir
sebelum tercapainya orgasme. Pada akhir fase plateu frekuensi napas,
denyut jantung, dan tekanan darah meningkat (Linda J dan Danny J,
2010).
28
3. Fase Orgasme (Orgasmic Phase)
Pada tahap ini relatif lebih singkat dimana pada fase ini diikuti
kontraksi volunter platformorgasmik pada otot-otot dasat panggul,
uterus, rektal dan spinter uretral, dan kelompok otot lain.Hiperventilasi
dan peningkatan frekuensi jantung, memuncaknya frekuensi jantung,
tekanan darah dan frekuensi pernafasan (Linda J dan Danny J, 2010).
4. Fase Resolusi (Resolution Phase)
Setelah orgasme berakhir perempuan kembali pada tahap
resolusi dengan pernapasan, denyut jantung dan tekanan darah kembali
normal sehingga akhirnya merasakan perasaan lega dan nyaman. Pada
tahap ini terjadi relaksasi bertahap pada dinding vagina, perubahan
warna yang cepat pada dinding labia minora, berkeringat, secara
bertahap frekuensi jantung, tekanan darah dan frekuensi pernapasan
kembali normal, wanita mampu kembali mengalami orgasmus karena
tidak mengalami periode refraktori seperti yang terjadi pada pria (Linda
J dan Danny J, 2010).
5. Hubungan Kecemasan dengan Fungsi Seksual Wanita
Perimenopause
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan yakni usia,
sistem ego, persepsi diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan
seseorang yang dikasihi, harga diri, pengalaman. Kecemasan didasari
oleh pengalaman yang tidak atau kurang menyenangkan dan sangat
29
tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar.
Mereka sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan
yang masih dapat ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan,
merasa tidak berharga dan lain-lain. (Stuart&Laraia,1998).
Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas
berhubungan dengan proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-
endokrinolog. Proses psiko-neuroimunologi atau psiko-neuro-
endokrinolog merupakan proses yang berhubungan dengan susunan
saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi saraf/neurotransmitter)
serta kelenjar endokrin (sistem hormonal,kekebalan/immunitiy). Setiap
individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami
kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya yaitu usia,
tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman,
dan masyarakat.
Penelitian yang dialakukan oleh Phanjoo pada tahun 2002 Secara
psikologis seperti Kecemasan juga dapat mempengaruhi fungsi seksual
seseorang, 70% disfungsi seksual disebabkan karena faktor psikologis.
Kecemasan timbul karena adanya kekhawatiran dalam menghadapi
situasi yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan. Kecemasan
merupakan sesuatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti
menginginkan segala sesuatu dalam hidupnya dapat berjalan dengan
lancar dan terhindar dari segala bentuk kegagalan serta sesuai dengan
30
harapannya. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh oleh Hayes, R &
Dennerstein L dalam The National Women’s Health Network menjelaskan
bahwa depresi dan tingkat Kecemasan yang tinggi akan mempengaruhi
kepuasan seksual pada wanita pasca menopaus. Penelitian yang
dialkukan oleh T. tanngen dan A. Mykletun pada tahun 2007 bahwa
puncaknya gejala Kecemasan pada skor periode perimenopause
6. Hubungan kadar kortisol dengan Fungsi Seksual Wanita
Perimenopause
Pada masa perimenopause secara endokrinologis ditandai oleh
turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin.
Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa gangguan
neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan gangguan siklus
haid (Sarwono P, 2014). Selain itu akibat dari kadar estrogen yang
berfluktuasi, siklus menstruasi yang tidak regular, dan kadang-kadang
terdapat gabungan manifestasi klinis kelebihan dan defisiensi estrogen.
Karena itu, selama satu minggu wanita bisa mengeluh mastalgia dan
perdarahan yang parah dan minggu berikutnya, mengalami gejala klinis
vasomotor, gangguan tidur dan kelelahan sebagai akibat dari insufisiensi
estrogen. Perubahan hormonal ini memiliki dampak pada hasrat seksual
wanita dan kapasitas untuk mencapai orgasme. Selama masa
perimenopause, wanita biasanya mengeluhkan kekeringan vagina
berhubungan dengan aktifitas seksual. Tanda ini merupakan tanda dari
31
kegagalan untuk orgasme dan lubrikasi, tetapi bukan karena insufisiensi
estrogen (Kaiser E Fran, 2003)
Pada masa perimenopause secara alamiah akan terjadi
penurunan hormon esterogen dan progesteron, pada saat fluktuasi
hormon esterogen pada masa perimopause salah satu efek yang muncul
pada wanita akan meningkatkan kortisol serta kejadian stres dan depresi
(Gordon JL, et al 2016). Seiring dengan penelitian yang dilakukan
Seattle Institute for Biomedical and Clinical Research pada hewan coba
betina dimana didapatkan didapatkan bahwa pada awalnya estrogen
yang menurun menyebabkan suatu stres dalam tubuh, sehingga
kemudian menyebabkan peningkatan sekresi kortisol oleh kelenjer
adrenal. Ketika tubuh mengalami stress sangat berhubungan erat
dengan aksis HPA dan kelenjar adrenal sebagai organ yang
mensekresikan hormon kortisol (Seattle Institute for Biomedical and
Clinical Research 2002). Eljiljana dan natasa pada tahun 2015
menyatakan bahwa aspek psikologis dalam hal ini cemas dan stress
merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan pada wanita
perimenopuse. Karena hal ini erat kaitannya dengan fluktuasi hormone
yang sedang berlangsung (Eljiljalna, et al. 2015).
Perubahan kadar esterogen pada masa perimenopause terjadi
secara alamiah, namun ditambah penurunan kadar esterogen yang
disebabkan peningkatan kadar kortisol tersebut akan memperparah
32
akibat yang dirasakan. Rasa ketidaknyamanan dalam aspek seksualitas
perempuan disebabkan karena dinding vagina yang menipis dan tidak
mengembang lagi pada saat terangsang seksual. Keadaan ini akan
menimbulkan perasaan sakit ketika melakuan hubungan seksual pada
saat terpaksa tidak mampu menolak ajakan suami. Kondisi selanjutnya
dapat menganggu kehidupan seksual kedua belah pihak. Gejala tersebut
disebabkan oleh turunya konsentrasi hormon estrogen di dalam tubuh.
Seiring dengan penurunan kadar estrogen, epitel vagina menipis dan pH
vagina meningkat sehingga timbul kekeringan, rasa terbakar, iritasi, dan
disparenia.
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh system umpan
balik negative yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. ACTH
dari kortikotrop hipofisis anterior, bekerja melalui jalur cAMP, merangsang
korteks adrenal untuk menyekresikan kortisol (Lauralee, 2014). Pada saat
sekresesi korstisol meningkat maka hal ini akan memberikan umpan balik
positif terhadap hipotalamus sehingga produksi CRH meningkat,
selanjutnya memicu produksi ACTH pada hipofisif anterior meningkat. Hal
ini juga memberikan efek terhadap hormon adrenal lainnya yaitu DHEA.
DHEA ini menggangu produksi GnRH, dimana produksi kadar LH
meningkat sedangkan kadar FSH menurun, sehingga sudah pasti
meberikan efek kadar esterogen juga ikut menurun (Shewoord, 2014)
33
B. Kerangka Teori
Fluktuasi hormon
Wanita perimenopause
Syndrome perimenopause:1. Hot Flush2. Vaginal drinese
(kekeringan vagina)3. Penurunan daya ingat dan mudah
tersinggung4. Insomnia ( susah tidur )5. Gejala kelainan metabolik6. Depresi (rasa cemas)7. Fatigue (mudah lelah)8. Penurunan libido9. Dyspareunia (rasa sakit ketika
berhubungan seksual)10.Ketidakteraturan siklus haid11.Gejala kelainan mabolisme mineral
Produksi Dehydroepiandrosteron(DHEA) Produksi Kortisol
Produksi Adrenocorticotropic HormoneACTH
Produksi Corticotropin releasing hormon(CRH)
Gonadotropin Relasing Hormon(GnRH)
hipotalamus
Hipofisis anterior
Korteks adrenal
cemasperimenopause
Fungsi Seksual wanita
Folicle Stimulating Hormone-Luitiniezing Hormone
Ketidakseimbangan Esterogen-Progesteron
Gambar 2.5 Kerangka Teori diadopsi pada buku Sheeword 2014
34
C. Kerangka konsep
= Variabel bebas
= Variabel antara
= variabel terikat
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
KECEMASAN
Fluktuasihormone
KADARKORTISOL
FUNGSI SEKSUALWANITA
PERIMENOPAUSE/WANITA REPRODUKSI
SEHAT
35
D. Hipotesis
a. Ada hubungan kecemasan dan kadar kortisol dengan fungsi seksual
wanita perimenopause.
b. Ada hubungan kecemasan dan kadar kortisol dengan fungsi seksual
wanita usia reproduksi sehat.
36
E. Defenisi operasional
No Variabel Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukurVariabel independen
1 Kadar kortisol Kortisol adalah hormon dihasilkan olehkorteks adrenal yang diukur Kadarnyamelalui saliva yang diambil pada pagi haridari jm 8-12, responden tidak boleh makandan sikat gigi selama 30 menit sebelumpengambilan saliva.
Menggunakanmetode ELISAdengan alatbiorad model680 (450nm)dan KITpemeriksaankortisol
Kadar dalam ....ng/ml
rasio
2 Kecemasan Perasaan yang dalami oleh seorang wanitayang menimbulkan kegelisahan karenakeadaan yang dialami tidak sesuai denganyang diharapkan sehingga jika tidakditangani secara terus menerus maka akanmemberikan perubahan fisik maupunpsikologis.
KuesionerDASS 42
Normal 0-7, ringan 8-9, sedang ≥10
ordinal
Variabel dependen2 fungsi seksual
wanitaperimenopausedan wanitareproduksisehat
Perasaan yang dialami seorang wanitayang berdasarkan Hasil akumulasijawaban kuesioner FSFI yang telahdivalidasi. Yang terdiri dari 6 domain yakniHasrat seksual, Dorongan seksual,Lubrikasi vagina, Orgasme, Kepuasan,Kesakitan
Femal sexualfunction indeks(FSFI)
Disfungsi seksual jika≤26Normal jika ≥27
ordinal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan
pendekatan cross sectional study.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di desa wawesa dan kelurahan laiworu,
kabupaten muna sulawesi tenggara. Penelitian ini dilakukan selama periode
Februari 2017- April 2017
C. Populasi dan Teknik pengambilan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita perimenopause
dan wanita usia reproduksi sehat. Penentuan besar sampel dengan
menggunakan rumus Lameshow, untuk untuk menaksir proporsi populasi
sebagai berikut:
n=. .
Keterangan:
n : Jumlah sampel
p : Perkiraan proporsi (0,5)
38
q : ( 1- p )
d : Presisi absolut (15%)
Z 1- α/2 : Statistic Z (Z= 1.96 untuk α= 0.05)
Berdasarkan rumus tersebut, maka besar sampel dalam penelitian ini
adalah:
n=/ . .
n=( , ) , ( , )( . )
n=, , ,,
n=,,
N= 42,68444 dibulatkan menjadi 43 wanita
Jadi, besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 43 wanita,
kemudian ditambah 10% dari jumlah minimimal sampel untuk mengantisipasi
responden dropout sehingga sampel berjumlah 47 wanita.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling.
Untuk menyingkirkan faktor perancu agar tidak menimbulkan bias, dilakukan
restriksi (dengan menentukan kriteria ekslusi dan inklusi).
39
Kriterian inklusi kasus:
a. Bersedia menjadi responden penelitian
b. Ibu perimenopause yang berusia 40-50 tahun
c. Masih memiliki suami
d. Yang belum berhenti haid selama 12 bulan berturut-turut
Kriterian inklusi kontrol:
a. Bersedia menjadi responden penelitian
b. Ibu usia reproduksi sehat umur 20-35 tahun
c. Masih memiliki suami
d. Yang belum berhenti haid selama 12 bulan berturut-turut
Kriteria eksklusi
a. Wanita yang sudah menopause
b. Wanita perimenopause yang baru menikah
c. Wanita yang memiliki penyakit kronis
d. Wanita yang mengkonsumsi obat anti depresant
e. Wanita yang tidak bisa berkomunikasi
f. Wanita yang sedang melakukan terapi hormon
40
D. Instrumen Penelitian
1. Lembar kuesioner dan observasi
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan 2 kuesioner yakni
Depresion, anxienty, dan stress Scale (DASS 42) dan female sexual
function index. Lembar kuesioner Depresion, anxienty, dan stress Scale
(DASS 42) merupakan alat ukur yang falid. Kuesioner ini terdiri dari 42
pertanyaan yang mempertanyakan tentang perasaan yang dialami oleh
seseorang dalam hal ini responden. Untuk mendeteksi tingkat kecemasan
point yang digunakan dalam kuesioner yaitu point nomor 2, 4, 7, 9, 15, 19,
20, 23, 25, 28, 30, 36, 40, 41. Dikatakan normal jika skore yang diperoleh
adalah 0-7, ringan 8-9, sedang >10. Untuk lembar kuesioner
menggunakan kuisioner female sexual function index (FSFI). Female
Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat
terhadap fungsi seksual wanita. Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan
yang menilai terdiri dari hasrat seksual, rangsangan seksual, lubrikasi,
orgasme, kepuasan, dan rasa nyeri (Walwiener dkk, 2010).
41
Tabel 3.1 Skor Penilaian FSFI
No Domain Pertanyaan Rentangskor Faktor Skor
minimumSkor
maksimumSkorakhir
1 Hasratseksual 1, 2 1-5 0,6 1,2 6
2 Doronganseksual 3, 4, 5, 6 0-5 0,3 0 6
3 Lubrikasivagina 7, 8, 9, 10 0-5 0,3 0 6
4 Orgasme 11,12,13 0-5 0,4 0 65 Kepuasan 14, 15, 16 0-5 0,4 0 66 Kesakitan 17, 18, 19 0-5 0,4 0 6
2. Laboratorium universitas Hasanuddin
Responden diambil salivanya sebanyak 5 ml untuk dilakukan
pemeriksaan hormon kortisol. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium
Universitas Hasanuddin untuk diperiksa kadar hormon kortisolnya dengan
metode Elisa.
E. Prosedur Kerja
1. Subyek penelitian
Ditetapkan subyek penelitian adalah wanita-wanita yang berada
pada masa perimenopause. Subyek kemudian diskrining sesuai dengan
kriteria inklusi dan ekslusi yang akan diketahui melalui proses wawancara.
2. Pengumpulan sampel
Mengukur tingkat kecemasan dan fungsi seksual dengan wawancara dan
tanya jawab berdasarkan lembar observasi dan kuesionel. Diambil sampel
saliva pada ibu perimenopause dengan beberapa syarat pengambilan,
42
yakni tidak makan atau minum serta tidak menyikat gigi 30 menit sebelum
diambil salivanya. Sampel diambil antyara pukul 07.00-12.00 Wita.
Ditampung saliva pada tabung khusus saliva sebanyak 5 ml . disentrifugasi
sampel saliva selama 15 menit pada 1500 rpm dan disimpan dalam lemari
pendingin dengan temperatur ≤ -20o C untuk pemeriksaan kortisol.
3. Pemeriksaan kortisol
Disiapkan semua reagen, standar kerja dan sampel. Ditambahkan
larutan standar 50µl pada sumur standar. Ditambahkan sampel 40µl
kemudian tambahkan Cortisol-antibody 10µl dan streptividin-HRP 50µl
pada sumur tes. Ditutup dengan strip perekat dan inkubasi selama 60
menit pada suhu 37oC. Dicuci masing-masing sumur dengan wash solution
kemudian keringkan. Tambahkan chromogen solution A 50µl, kemudian
chromogen solution B 50µl pada masing-masing sumur, pastikan
tercampur merata, inkubasi 10 menit pada suhu 37oC dan hindarkan dari
cahaya. Tambahkan stop sulution 50µl pada setiap sumur untuk
menghentikan reaksi dengan tanda terjadi perubahan warna dari biru
menjadi kuning. Dilakukan pembacaan hasil Optical density (OD) pada
ELISA reader pada panjang gelombang 450nm.
43
F. Alur Penelitian
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
G.Variabel Penelitian
Varibel dalam penelitian ini yaitu:
1. Independent variabel yaitu kecemasan dan kadar kortisol
2. Dependent variabel yaitu indeks fungsi seksual wanita perimenopause
Informed consent
Pemeriksaan Kadarkortisol
Memenuhi kriteriainklusi dan ekslusi
Sampel
SETUJU
Wanita Perimenopause danUsia Reproduksi sehat
Pengisian kuesionelFemal Sexual Function
Index
Pengisian KuesionerDASS 42
Analisis Hasil Pemeriksaan
Analisis data
Penyajian hasil penelitian
44
H. Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan computer program
SPSS untuk melakukan analisis data. Untuk uji hipotesis korelasi
menggunakan Gamma test dan spearman-rank. Uji regresi Linear sederhana
untuk mengetahui hubungan kecemasan dan kadar kortisol terhadap fungsi
seksual.
I. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik (Ethical Clerance)
Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti meminta kelayakan etik
(ethical clearance) dari komisi etik penelitian biomedis pada Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar RSPTN UH, RSP Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Setiap subyek yang ikut serta dalam penelitian ini:
1. Diberikan penjelasan tentang latar belakang, maksud dan tujuan
penelitian.
2. Diberikan kebebasan untuk memilih, apakah bersedia mengikuti penelitian
atau tidak
3. Diberikan penjelasan tentang cara pengambilan saliva ibu, selanjutnya
dilakukan pengambilan sampel saliva ibu sebanyak 5 cc
4. Kepada ibu yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta mengisi surat
persetujuan
5. Penelitian ini mengutamakan pelayanan dan selalu mengindahkan cara-
cara yang berlaku
45
6. Semua biaya pemeiksaan ELISA di tanggung oleh peneliti
7. Segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan pada sampel penelitian dijamin
kerahasiaannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari tanggal 7 Maret-16 April
2017. Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitianKarakteristik Reproduksi sehat Perimenopause
PDisfungsiseksual Normal P Disfungsi
seksual Normal
n % n % n % n %paritas:
0,730*Primipara 6 37,5% 10 62,5% 0,275* 4 80% 1 20%Multipara 1 14,3% 6 85,7% 15 78,9% 4 21,1%
Pekerjaan:0,585*Tidak bekerja 5 41,7% 7 58,3% 0,222* 9 81,8% 2 18,2%
Bekerja 2 18,2% 9 81,7% 10 79,2% 3 23,1%
Tingkatpendidikan:Pendidikanrendah 1 25% 3 75%
0,648*2 100% 0 0%
0,620*PendidikanTinggi 6 31,6% 13 68,4% 17 79,2% 5 20,8%
* Fisher's Exact Test
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sampel penelitian berdasarkan
paritas, pekerjaan dan tingkat pendidikan scara statistik tidak ada
perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa sampel dalam
penelitian ini homogen berdasarkan paritas, pekerjaan dan tingkat
pendidikan.
47
Tabel 4.2 Rerata kadar kortisol yang mengalami disfungsi seksualMean ± std.deviation
Reproduksi Sehat Perimenopausekortisol 8,64±0,89 10,89±3,4
Rerata kadar kortisol yang mengalami disfungsi seksual pada
kelompok perimenopause lebih tinggi dibandingkan kelompok wanita
reproduksi sehat.
Gambar 4.1 Cut of point kadar kortisol
Berdasarkan ROC curve dengan sensivitas 77,7 dan spesifitas
75,00 menunjukkan cut of point kadar kortisol yaitu 8,25 ng/ml
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Cut of point
Sensitivity Specificity
48
Tabel 4.3 Hubungan antara kortisol dan kecemasan terhadap fungsi seksual
VariabelPerimenopause
Pvalue
Reproduksi sehatPvalueFungsi seksual Fungsi seksual
Normal disfungsi Normal disfungsin % n % N %
Kecemasan
0,019* 0,040*Normal 3 12,5% 2 8,3% 5 21,7% 1 4,3%Ringan 1 4,2% 1 4,2% 8 34,8% 1 4,3%Sedang 1 4,2% 16 66,7% 3 13,0% 5 21,7%
KadarkortisolRendah 4 16,7% 2 8,3% 0,006* 13 8,7% 2 56,5% 0,026**Tinggi 1 4,2% 17 70,8% 3 13,0% 5 21,7%
* Gamma Test**Fisher's Exact Test
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa yang mengalami kecemasan pada
kategori sedang dan disfungsi seksual lebih banyak pada kelompok
perimenopause. Secara statistik kecemasan dan fungsi seksual memiliki
hubungan yang bermakna baik pada kelompok perimenopause maupun
pada kelompk reproduksi sehat.
Berdasarkan Cut Of Point yang memiliki kadar kortisol tinggi lebih
banyak pada kelompok perimenopause dan mengalami disfungsi
seksual.Kadar kortisol dan fungsi seksual memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik baik pada kelompok perimenopause maupun
pada kelompok reproduksi normal.
49
Gambar 4.2 Analisis Jalur
Gambar 4.2 menunjukkan bahwakecemasan ada yang langsung
mempengaruhi fungsi seksual dan ada yang melalui kadar kortisol terlebih
dahulu. Tergantung mekanisme pertahanan diri seseorang dalam
menghadapi kecemasan sehingga terjadi disfungsi seksual.
B. PEMBAHASAN
Karakteristik paritas dalam penelitian ini homogen, artinya tidak ada
perbedaan yang bermakna pada fungsi seksual baik pada kelompok
wanita perimenopause maupun kelompok wanita reproduksi sehat.Hasil
penelitian ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh betlary
tahun2015 bahwa fungsi seksual tidak memiliki perbedaan yang
bermakna berdasarkan paritas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kevenaar yang mengemukakan hasil
bahwa semakin banyak jumlah paritas maka memperlambat terjadinya
kecemasan kortisol Fungsiseksual
R= 34,8P= 0,006
R=34,8 P=0,044R=34,3 P=0,000
50
menopause makaakan memperlambat terjadinya fluktuasi hormon, namun
hal ini belum membuktikan dapat mengurangi disfungsi seksual
(Kevenaar, 2007).
Karakteristik pekerjaan padakategori bekerja maupun tidak bekerja
untuk kelompok wanita perimenopause dan wanita reproduksi sehat
adalah sama.Ibu Rumah tangga yang bekerja memiliki konsekuensi dari
peran ganda, peran ganda berarti dua beban dan tanggung jawab dalam
pekerjaannya yang harus dijalani. Penelitian yang dilakukan oleh Gyeyoon
et al pada tahun 2015 menyatakan bahwa Wanita yang aktif secara fisik
memiliki gejala fisik yang lebih sedikit terkait menopause dibandingkan
wanita yang tidak aktif (Gyeyoonet al., 2015). Tetapi pada penelitian ini
tidak menjelaskan jika aktif secara fisik makan akan mengurangi disfungsi
seksual.Karakteristik sampel dalam penelitian ini berdasarkan pekerjaan
adalah homogen, artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok perimenopause maupun reproduksi sehat.
Karakteristik tingkat pendidikan tinggipada penelitian ini
menunjukkan lebih banyak pada kelompok wanita perimenopause
dibandingkan dengan kelompok wanita reproduksi sehat. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka semakin mudah untuk mendapatkan
informasi,maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki
khususnya mengenai perubahan yang dialami seorang (Notoatmodjo,
2012). Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa kualitas hidup wanita perimenopause salah satunya dipengaruhi
51
oleh tingkat pendidikan (Kanadys K, et al 2016). Tetapi hal ini harus
didukung dengan pengetahuan dan pemahaman yang jelas tentang
fisiologi transisi menopause, gejala klinis, dan perubahan fisik
memberikan dampak yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas
hidup. Salah satu indikator kualitas hidup wanita perimenopause adalah
tercapainya fungsi seksual dengan baik (Bacon JL, 2017). Pada penelitian
ini tidak ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan
fungsi seksual baik pada kelompok wanita perimenopause maupun wanita
reproduksi sehat.
Wanita yang berada pada fase perimenopause akan mengalami
kekacauan dalam pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan,
perubahan fisik, dan sekitar 40-80% dari semua wanita klimakterium
mempunyai keluhan baik fisik maupun psikologis (Manuaba, 2010).
Perubahan-perubahan yang tejadi pada wanita perimenopause sering
dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu
situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Eljiljana dan natasa
pada tahun 2015 menyatakan bahwa aspek psikologis dalam hal ini
cemas dan stress merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan
pada wanita perimenopuse. Karena hal ini erat kaitannya dengan fluktuasi
hormone yang sedang berlangsung (Eljiljalna, et al. 2015).
Kecemasan dalam penelitian ini pada kategori sedang
lebihbanyakterjadi pada wanita perimenopause. Hal ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Flores Ramos et al, 2017 yang
52
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan akan meningkat pada beberapa
wanita kelompok perimenopause.Seseorang yang sedang cemas akan
mengalami hal-hal seperti kegelisahan atau kegugupan, tangan atau
anggota tubuh gemetar, banyak keringat, mulut atau kerongkongan terasa
kering, sulit bernafas, pusing, merasa lemas, sulit menelan, jantung
berdebar keras atau berdetak kencang(Hawari 2013). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh pieter, pada wanita perimenopause
mengalami gangguan kecemasan yang berkaitan dengan perasaan
khawatir yang disebabkan oleh perbedaan yang terjadi antara
keinginandan kenyataan yang dirasakan (pieter,2010).
Ketidakmampuan wanita menopause untuk menghadapi tekanan
atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik dapat menimbulkan
masalah psikologis seperti perasaan gelisah, mudah tersinggung, tegang,
cemas, perasaan tertekan, malas, sedih, merasa tidak berdaya, mudah
menangis, mudah lupa, emosi yang meluap. Salah satu penyebab gejala
ini karena adanya penurunan hormon estrogen dan progesteron, hormon
ini berfungsi untuk mengatur memori, daya persepsi dan suasana hati.
Penurunan hormon estrogen menyebabkan berkurangnya neurotransmiter
di dalam otak, dimana neurotransmiter di dalam otak tersebut akan
mempengaruhi suasana hati sehingga apabila neurotransmiter kadarnya
rendah maka akan menimbulkan perasaan cemas yang akhirnya dapat
menyebabkan depresi pada wanita menopause (Eljiljalna, et al. 2015).
53
Masa perimenopause merupakan proses peralihan dari masa
produktif menuju ke masa non produktif yang berlangsung secara
perlahan-lahan yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan
progesteron seiring dengan bertambahnya usia.Penurunan kadar
esterogen ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap seorang
wanita. Masa ini biasanya diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan
yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan wanita yang mengalaminya. Walaupun keluhan
yang dialami oleh setiap individu berbeda-beda tingkat keparahannya.
Keluhan-keluhan pada wanita perimenopause muncul akibat suatu proses
alami dari penuaan.Penurunan fungsi hipotalamus dan hipofisis
mempengaruhi kerja saraf parasimpatis dan sistem saraf sentral yang
pada akhirnya menimbulkan gangguan pada neurovegetatif,
neurofisiologis, neuromotorik, dan sistem metabolik yang secara klinis
muncul sebagai gejala perimenopause (Cagnacci et al, 2011).
Proses penuaan menyebabkan proses degenerasi sel-sel tubuh
termasuk di dalamnya adalah organ ovarium. Fungsi ovarium yang
menurun menyebabkan penurunan produksi hormon seks yaitu estrogen
dan progesteron. Proses degenerasi ini menyebabkan penurunan sistem
imunologi dan fungsi sel sehingga mempengaruhi sistem aktivitas siklik ke
hipotalamus dan hipofisis. Hal ini dikenal dengan nama sindrom
perimenopause, hal ini sangat umum terjadi pada wanita perimenopause
(Rui-Xia Li, MM et al 2016)
54
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara kecemasan dengan fungsi seksual, baik pada wanita
perimenopause maupun pada wanita reproduksi normal. Artinya
kecemasan dapat mempegaruhi terjadinya disfungsi seksual. Pada saat
seseorang mengalami kecemasan maka timbul kekhawatiran dalam
menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah di khawatirkan.
Memikirkan berbagai kemungkinan-kemunginan yang belum tentu terjadi.
Kecemasan merupakan sesuatu keadaan yang wajar, karena seseorang
pasti menginginkan segala sesuatu dalam hidupnya dapat berjalan
dengan lancar dan terhindar dari segala bentuk kegagalan serta sesuai
dengan harapannya. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Phanjoo pada tahun 2002 Secara psikologis seperti
Kecemasan juga dapat mempengaruhi fungsi seksual seseorang, 70%
disfungsi seksual disebabkan karena faktor psikologis (Phanjoo, 2002)
Disfungsi seksual merujuk pada masalah yang terjadi selama siklus
respons seksual yang menghambat seseorang untuk merasakan
kepuasan dari aktivitas seksualnya. Berkurangnya hormon estrogen ini
memberikan efek aliran darah ke vagina berkurang, cairan vagina
berkurang, dan sel-sel epitel vagina menjadi tipis dan mudah cedera.
Seorang wanita mungkin melakukan hubungan intim, tetapi gagal
merasakan kenikmatan dan kesenangan yang biasanya ia rasakan.
Apabila ia tidak terangsang, maka pelumasan normal vagina dan
pembengkakan vulva tidak terjadi dan hubungan intim pervagina dapat
55
menimbulkan rasa tidak nyaman atau bahkan nyeri, yang semakin
menghambat dirinya menikmati hubungan tersebut. Wanita yang
mengalami hambatan nafsu seksual mungkin tidak menginginkan atau
tidak menikmati seksual. Wanita yang lain mungkin sangat cemas dengan
gagasan bersenggama sehingga menolak atau membuat alasan
menghindarinya.Keadaan ini yang terkadang membuat seorang wanita
perimenopause takut atau tidak menikmati hubungan seksualnya.
Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa gangguan
neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan gangguan siklus
haid (Sarwono P, 2014).
Penurunan hormon esterogen dan progesteron pada saat fluktuasi
hormon pada masa perimopause juga memberikan efek lainyakni
meningkatkan kortisol serta kejadian cemas, stres dan depresi (Gordon
JL, et al 2016). Seiring dengan penelitian yang dilakukan Seattle Institute
for Biomedical and Clinical Research pada hewan coba betina dimana
didapatkan didapatkan bahwa pada awalnya estrogen yang menurun
menyebabkan suatu stres dalam tubuh, sehingga kemudian menyebabkan
peningkatan sekresi kortisol oleh kelenjer adrenal. Ketika tubuh
mengalami stress sangat berhubungan erat dengan aksis HPA dan
kelenjar adrenal sebagai organ yang mensekresikan hormon kortisol
(Seattle Institute for Biomedical and Clinical Research,2002).
Penelitian ini didapatkan cut of point kadar kortisol 8,25 nmol/dl
dengan sensitivitas 77,7 dan spesifisitas 75,00. Pada kelompok
56
perimenopause yang memiliki kadar kortisol lebih dari 8,25 nmol/dl dan
mengalami disfungsi seksual lebih banyak dibandingkan kelompok wanita
reproduksi sehat.Kortisol berpengaruh pada sekresi gonadotropin
sehingga menghambat pengeluaran FSH. Penelitian lain menunjukkan
bahwa Peningkatan kortisol dikaitkan dengan fluktuasi Follicle-Stimulating
Hormone(FSH) (Kathleen et. Al., 2011). FSH adalah salah satu hormon
yang diperlukan untuk sekresi dan sintesis hormon esterogen pada
pertumbuhan Follicle. Sehingga jika FSH mengalami fluktuasi maka
respon folicle untuk berkembang dan mengasilkan hormon esterogen
berkurang (Sherwood, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Dennerstein
et al tahun 2002 menyatakan bahwa penurunan kadar estradiol (turunan
esterogen) ini juga mengakibatkan fungsi seksual wanita juga ikut
menurun Secara khusus, penurunan estradiol memberi efek efek pada,
gairah, kesenangan, orgasme dan Dispareunia. Dalam populasi penelitian
yang dilakukan tidak ada efek signifikan terhadap frekuensi kegiatan
seksual melainkan tingkat minat seksual perempuan sendiri (Dennerstein
et al, 2002)
Kelompok perimenopause pada penelitian ini menunjukkan
prevalensi gangguan seksual lebih banyak dibandingkan wanita
reproduksi sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gracia et al dan Dennerstein et al bahwa disfungsi seksual meningkat
pada saat masa perimenopause sebanyak 33%, prevalensi disfungsi
seksual pada penelitian saat ini konsisten dengan penelitian sebelumnya
57
yang memperkirakan bahwa 27-31% wanita menjelang menopause
mengalami peningkatan gangguan seksual. Wanita pada masa akhir
perimenopause 2,4 kali lebih mungkin untuk mengalami disfungsi seksual
dibandingkan wanita premenopause (Gracia et al, 2007&Dennerstein et
al, 2002).
Penelitianmenunjukkan bahwa kadar kortisol memiliki hubungan
yang bermakna terhadap fungsi seksual. Sekresi kortisol oleh korteks
adrenal diatur oleh system umpan balik negative yang melibatkan
hipotalamus dan hipofisis anterior. ACTH dari kortikotrop hipofisis anterior,
bekerja melalui jalur cAMP, merangsang korteks adrenal untuk
menyekresikan kortisol (Sherwood, 2014). Pada saat sekresesi korstisol
meningkat maka hal ini akan memberikan umpan balik positif terhadap
hipotalamus sehingga produksi CRH meningkat, selanjutnya memicu
produksi ACTH pada hipofisif anterior meningkat. Hal ini juga memberikan
efek terhadap hormon adrenal lainnya yaitu DHEA. DHEA ini menggangu
produksi GnRH, dimana produksi kadar LH meningkat sedangkan kadar
FSH menurun, sehingga dimungkinkan memberikan efek pada fluktuasi
esterogen (Shewoord, 2014)
Akibatdari kadar estrogen yang berfluktuasi, siklus menstruasi yang
tidak regular, dan kadang-kadang terdapat gabungan manifestasi klinis
kelebihan dan defisiensi estrogen. Perubahan hormonal ini memiliki
dampak pada hasrat seksual wanita dan kapasitas untuk mencapai
orgasme. Selama masa perimenopause, biasanya hal yang dikeluhkkan
58
oleh beberapa wanita yakni kekeringan vagina pada saat melakukan
aktifitas seksual. Tanda ini merupakan tanda dari kegagalan untuk
orgasme dan lubrikasi (Kaiser E Fran, 2003).
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kecemasan dapat
mempengaruhi secara langsung terjadinya disfungsi seksual maupun
terlebih dahulu meningkatkan kadar kortisol kemudian mempengaruhi
disfungsi seksual. Hal ini berbeda pada tiap individu, disusaikan pada
mekanisme pertahanan tubuh yang dimiliki seseorang. Penelitian yang
dilakukan di Mexico menunjukkan diantara wanita yang aktif secara
seksual, sikap positif dikaitkan dengan fungsi seksual yang lebih baik,
sementara sikap negatif dikaitkan dengan fungsi seksual yang lebih buruk.
Dimana faktor yang berpengaruh terhadap fungsi seksual tersebut adalah
faktor biologis dan faktor psikososial yang berperan penting dalam fungsi
seksual wanita paruh baya dan penyesuaian psikologis mereka (Marvan
ML, et al 2017). Beberapa penelitian melaporkan ada sedikit peningkatan
masalah seksual bila dikaitkan dengan usia, hampir 40% melaporkan
adanya respon dan hasrat yang berkurang dalam ekpresi seksual.
Rendahnya hasrat seksual berkaitan dengan masalah seksual lainnya
seperti kesulitan terangsang dan orgasme (Dennerstein & Lehert, 2004).
Perubahan seksual pada wanita menopause juga sangat dipengaruhi oleh
rasa malu untuk mempertahankan kehidupan seksualitasnya, sikap
keluarga dan masyarakat yang kurang mendukung serta diperkuat oleh
budaya dimana masalah seksual lansia merupakan masalah yang tidak
59
penting dan tabu untuk dibicarakan, masyarakat mengganggap seks
orang lanjut usia itu praktis dan pelan-pelan akan hilang sendiri (Padila,
2013).
C. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah jumlah sampel dan waktu yang
terbatas. Penggunaan metode cross sectionaltidak dapat menjelaskan
sebab akibat dari penelitian ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi
fungsi seksual wanita dianalisis seperti, kualitas keharmonisan dalam
rumah tangga, dukungan suami, pengetahuan tentang perubahan
perimenopause dan masih banyak lagi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa kecemasan dan kadar kortisol
signifikan mempengaruhi terjadinya difungsi seksual baik pada wanita
reproduksi sehat maupun wanita perimenopause. Rerata kadar kortisol
pada kelompok wanita perimenopause yang mengalami disfungsi seksual
lebih tinggi dibandingkan kelompok wanita reproduksi sehat.
B. Saran
Memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa perimenopause sehingga wanita-wanita yang akan memasuki
usia perimenopause dapat memahami dan menerima perubahan tersebut
pada dirinya. Hal ini dapat mengurangi kecemasan dalam menghadapi
masa perimenopause
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat dilakukan penelitian
lanjut tentang faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya disfungsi
seksual seperti dukungan, pekerjaan dan penghasilan suami, lamanya
menikah, citra tubuh dan penyakit yang diderita.
DAFTAR PUSTAKA
Avis NE, Crawford SL, McKinlay SM. Psychosocial, behavioral, and healthfactors related to menopause symptomatology. Womens Health.1997;3:103–20. [PubMed]
Avis NE, Assmann SF, Kravitz HM, Ganz PA, Ory M. Quality of life in diversegroups of midlife women: Assessing the influence of menopause,health status and psychosocial and demographic factors. Qual LifeRes. 2004;13:933–46. [PubMed]
Ayers B, Hunter MS. Health-related quality of life of women with menopausalhot flushes and night sweats. Climacteric 2013; 16:235-9.GreenblumCA
Basson R. Using a different model for female sexual response to addresswomen’s problematic low sexual desire. Sex arital Ther 2001;27:395-403
Baziad A, 2008, Menopause; Endokrinologi Ginekologi, edisi 3 , MediaAesculapius FKUI, ch.10: p.141-115
Biswajit L. Jagtap, et al, Psychiatric morbidity in perimenopausal women IndPsychiatry J. 2016 Jan-Jun; 25(1): 86–92
Brezsnyak m, Whisman mA. sexual desire and relationship functioning: theeffects of marital satisfaction and power. J sex marital ther2004;30:199–21.
Cagnacci et al, 2011. Increased cortisol level: a possible link betweenclimacteric symptoms and cardiovascular risk factors. MenopauseJournal. 2011 Mar;18(3):273-8.
DeChenerney, Alan H., Lauren Nathan, T. Murphy Goodwin, NeriLaufer.2006. Curent Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology.New York: McGraw Hill. Pages: 954-97
Dennerstein L, Randolph J, Taffe J, Dudley E, Burger H. Hormones, mood,sexuality and the menopausal transition. Fertility and Sterility 2002;77(4, Supp 4):S42-S48.
Dennerstein, L., Dudly, E., Burger, H. 2001. Are Changes in SexualFunctioning during Midlife due to Aging or Menopause? Fertil Steril76:456–60
Departemen Kesehatan RI. 2005. Terjadi Pergeseran Umur. Jakarta: Depkes
Eljiljana Muslić & Nataša Jokić-Begić.The experience of perimenopausaldistress: examining the role of anxiety and anxiety sensitivity. Journalof Psychosomatic Obstetrics & Gynecology. ISSN: 0167-482X (Print)1743-8942
Flores-Ramos PhD M et al, Evaluation of trait and state anxiety levels in agroup of peri- and postmenopausal women. Women Health. 2017 Feb16:1-15.
Guyton dan Hall. 2014. Fisiologi Kedokteran edisi 12. EGC:Jakarta.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Ed. 2. Jakarta: EGC
Gordon JL, Eisenlohr-Moul TA, Rubinow DR, Schrubbe L, Girdler SS.Naturally Occurring Changes in Estradiol Concentrations in theMenopause Transition Predict Morning Cortisol and Negative Mood inPerimenopausal Depression. Clin Psychol Sci. 2016 Sep;4(5):919-935
Gracia, C.R., Freeman, E.W., Sammel, M.D., Lin, H.,Mogul, M. 2007 ormonesand Sexuality during Transition to Menopause. Obstet Gynecol109:831–40.
Gracia, C.R., Sammel, M.D., Freeman, E.W., Liu, L., Hollander, L., Nelson,D.B. 2004. Predictors of Decreased Libido in Women during The LateReproductive Years. Menopause 11:144–50
Grodsky, G.M.1984.Kimia dan Fungsi hormone adrenal dan kelamin dalambiokimia Harper, s. Edisi 19. Penerbit buku KedokteranEGC:Jakarta:551-61
Gyeyoon Yim; Younjhin Ahn; Yoosoo Chang; Seungho Ryu; Joong-Yeon Lim;Danbee Kang; Eun-Kyung Choi; Jiin Ahn; Yuni Choi; Juhee Cho;Hyun-Young.2015. Prevalence and severity of menopause symptomsand associated factors across menopause status in Korean women.1Division of Cardiovascular and Rare Diseases, Korea NationalInstitute of Health, Chungcheongbuk-do, Republic of Korea
Hanna Santoso dan Andar Ismaail. 2009. Krisis lanjut Usia: uaraian medisdan pedagogis-pastoral, cetakan ke I.Jakarta:gunung mulia
Hayes R, Dennerstein L. The impact of aging on sexual function and sexualdysfunction in women: a review of population-based studies. J SexMed 2005; 2(3):317–330.
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Cetakan IV, EdisiII. Jakarta: FK UI
Harlow SD, Gass M, Hall JE, Lobo R, Maki P, Rebar RW, et al. STRAW + 10Collaborative Group."Executive summary of the Stages ofReproductive Aging Workshop +10: Addressing the unfinished agendaof staging reproductive aging. " J Clin Endocrinol Metab.2012;97:1159–68. [PMC free article] [PubMed]
Kaiser E Fran, 2003, Sexual function and the older woman : Clinic In GeriatricMedicine 19; p.472- 463
Kanadys K, Lewicka M, Wiktor-Stoma A, Sulima M, Wiktor H. Predictors ofthe quality of life of women in peri-menopausal period. Ann AgricEnviron Med. 2016; 23(4): 641–648. doi: 10.5604/12321966.1226860
Kathleen A. O’Connor, Eleanor Brindle, Jane Shofer, Benjamin C. Trumble,JenniferD. Aranda, Karen Rice, and Marc Tatar. The effects of a longterm psychosocial stress on reproductive indicators in the baboon. AmJ Phys Anthropol. 2011 August ; 145(4): 629–638.doi:10.1002/ajpa.21538.
Kevenaar ME, Themmen AP, Rivadeneira F, Uitterlinden AG, Laven JS, vanSchoor NM, Lips P, Pols HA, Visser JA. A polymorphism in the AMHtype II receptor gene is associated with age at menopause ininteraction with parity. Hum Reprod. 2007 Sep;22(9):2382-8. Epub2007 Jul 18. Oxford academic
Linda J Heffner, & Schrust DJ. At a glance sistem reproduksi. Edisi Kedu.Jakarta: Erlangga Medical Series; 2010.
Lestary D.2010. Seluk Beluk Menopause. Yogyakarta: Graha Ilmu
Marván ML et. Al. Attitudes toward menopause, sexual function anddepressive symptoms in Mexican women. J Psychosom ObstetGynaecol. 2017
Masters EH, Johnson VE. Human sexual response. Boston: Little Brown &Co;1966
Mishra G, KuhD.Perceived change in quality of life during themenopause.Soc.Sci Med 2006;62:93-102.
Mitchel ES, Wood NF, 2015. Hot flush severity during the menopausaltransition and early postmenopause: beyond hormones. 18(4):536-44,doi: 10.3109/13697137.2015. 1009436. Epub 2015 Mar 9.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta :Rineka cipta
Oppermann K, Fuchs SC, Donato G, Bastos CA, Spritzer PM. Physical,psychological, and menopause-related symptoms and minorpsychiatric disorders in a community-based sample of Brazilianpremenopausal, perimenopausal, and postmenopausal women.Menopause. 2012;19:355–60. [PubMed]
Padila. (2013). Buku ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nusa Medika
Phanjoo.Y, 2002. Sexual Dysfunction in Old Age, Advances in Psychiatric,Treatment, Edinburg
Proverawati A dan Sulistyawati E.2010. menopause dan syndromePremenopause. Yogyakarta:Nuha Medika
Pieter, H Z., Janiwarti., & Saragih, M. (2010). Pengantar Psikopatologi untukkeperawatan. Jakarta: Kencana
Rui-xia Li, MM et al, Perimenopausal syndrome and mood disorders inperimenopause: prevalence, severity, relationships, and risk factors.Medicine (Baltimore). 2016 Aug;95(32):e4466. doi:10.1097/MD.0000000000004466.
Rosen R, Brown C, Heiman J, Leiblum S, Meston C, Shasigh R. 2000. TheFemale Sexual Function Index (FSFI). Journal of Sex and MaritalTherapy; 26: 191-208
Rossella, E & Esme, A. (2008). Women’s perception of sexuality around themenopause: Outcomes of European telephone survey. European
Journal of Obstetric & Gynecology and Reproductive Biology, 137, 10-16.
Rowe MA, Neff DF, Greenblum JS. Midlife women: symptoms associated withmenopausal transition and early postmenopause and quality oflife.Menopause.Menopause2013; 20:22-7.
Sarwono P, Ilmu Kandungan, 2014, Bina Pustaka, Edisi 2, EndokrinologiReproduksi Pada Wanita 3: 102 - 43
Seattle Institute for Biomedical and Clinical Research ( 2007). Effect ofEstrogen & Stress for Postmenopausal Women, Seattle.
Sherwood, laurelee.2014. Fisiologi Manusia, dari sel ke sistem Edisi 8. EGC:Jakarta
Stuart dan Laraia. 1998. Principle and practise of psychiatric nursing, 6thedition. Misouri: Mosby Inc.
Suliswati, S.Kp, M.Kes, dkk, Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa,Jakarta: Encourage Creativity, 2005.
Welsh, TH.; Kemper-Green, CN.; Livingston, KN. Stress and reproduction. In:Knobil, E.; Neill, JD., editors. Encyclopedia of Reproduction. SanDiego: Academic Press; 1999. p. 662-674.
Williams, R. E., Levine, K. B., Kalilani, L., Lewis, J. & Clark, R. V. (2009)Menopause-specific questionnaire assessment in US population-basedstudy shows negative impact on health-related quality of life. Maturitas,62 (2): 153-9.
Yustinus Semium OFM.2006. Teori Kepribadian dan Terapi PsikoanalitikFreud. Kanisius: Yogyakarta
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN
Nama saya IIS AFRIANTY, saat ini saya sedang menjalani ProgramPendidikan Sekolah Pascasarjana bidang kebidanan Universitas Hasanuddin.Saya akan meneliti tentang Kadar Kortisol Saliva dan Indeks Massa Tubuhsebagai indikator indeks fungsi seksual pada wanita Perimenopause di desawawesa dan Kelurahan Laiworu. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahuibagaimana hubungan kadar kortisol dan indeks massa tubuh terhadap indeksfungsi seksual wanita perimenopause.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang denganmetode pendekatan cross-sectional. Analisis variabel dilakukan dalam bentukunivariat, dan multivariat, menggunakan analisis komparatif dan korelatif.Pengambilan cairan ludah ini tidak sakit dan cenderung mudah. Prosedurpengerjaan dalam penelitian ini dengan cara mengambil minimal 5 cc air liuranda yang dilakukan dengan menundukkan kepala dan membiarkan salivamengalir sendiri masuk ke dalam tabung penampung. Waktu pengambilan cairanludah yaitu pada pagi hari pukul 08.00-10.00 wib. Tidak ada risiko yang dapatmengganggu jiwa anda pada saat pengambilan air liur in.
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa ada biayayang dibebankankepadaandadan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihakmanapun, serta saya akan menjamin kerahasiaan pribadi dalam mengikutipenelitian ini.
Anda berhak untuk menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkananda yang terpilih sebagai subyek sukarela dalam penelitian ini dapat mengisilembar persetujuan turut serta dalam penelitian yangdisiapkan.
Terimakasih saya ucapkan kepada atas kesediaannya untuk ikutberpartisipasi dalam penelitian saya. Jika terdapat hal-hal yang kurang jelasmaka dapat menghubungi saya IIS AFRIANTY, dengan alamat Jl. Gatot SubrotoNo.17, belakang mesjid Annur Laiworu, 085242166638.
Raha, April 2017Hormat Saya
Iis Afrianty
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
No. responden :
Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon :
Sudah mendapat penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat
dari penelitian yang dilakukan oleh saudara Iis Afrianty Mahasiswa Program Studi
Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dengan
judul “Hubungan Kecemasan dan Kadar Kortisol terhadap fungsi seksual Wanita
Perimenopause”.
Maka saya setuju untuk diikutsertakan dalam penelitian ini dan bersedia
mematuhi ketentuan yang berlaku dalam penelitian ini dan pernyataan ini saya buat
dengan penuh kesadaran untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Hasil yang diperoleh dari saya sebagai responden dapat dipublikasikan sebagai
hasil dari penelitian dan akan diseminarkan pada ujian hasil dengan tidak akan
mencantumkan nama, kecuali nomor informan.
Nama Tanda Tangan Tgl/Bln/Thn
1. Responden
2. Saksi I
3. Saksi II
Penanggung Jawab Penelitian,Iis AfriantyTelp. 085242166638Jl. Gatot Subroto, no 17 Bata Laiworu
Lampiran 3
FORMULIR IDENTITAS RESPONDENHUBUNGAN CEMAS DAN KADAR KORTISOL TERHADAP FUNGSI SEKSUAL
PADA WANITA PERIMENOPAUSEOLEH : IIS AFRIANTY
1. Kode kuesioner :....................................................(diisi peneliti)2. Nama responden :..........................................................................3. Alamat :..........................................................................4. Umur ibu :..........................................................................5. Umur anak terakhir :..........................................................................6. Jumlah anak hidup :.........................................................................7. Riwayat penyakit :.........................................................................
....................................... ....................................... ....................................... .......................................
8. Pendidikan terakhir ibu :( ) SD/SMP ( ) Perguruan tinggi( ) SMA ( ) lain-lain
9. Pendidikan terakhir suami :( ) SD/SMP ( ) Perguruan tinggi( ) SMA ( ) lain-lain
10.Pekerjaan ibu :( ) Ibu rumah tangga ( ) Wiraswasta( ) Pegawai swasta ( ) Buruh( ) Pegawai negeri
11.Pekerjaan ibu :( ) Wiraswasta ( ) Pegawai swasta( ) Buruh ( ) Pegawai negeri
12.Apakah pada saat ini ibu pengguna Kontrasepsi Aktif:( ) Pil ( ) Suntik 3 bulan( ) Suntik 1 bulan ( ) Implant
PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER
1. Isilah biodata dengan benar2. Bacalah dengan teliti pertanyaan dan jawaban yang tersedia3. Pilih jawaban yang sesuai dengan apa yang anda alami dengan memberi
tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia4. Jawaban yang dipilih hanya 1 jawaban5. Bila kurang jelas harap ditanyakan
INDEKS FUNGSI SEKSUAL WANITA
PetunjukPertanyaan-pertanyaan ini merupakan tentang perasaan seksual dan tanggapananda selama 4 minggu terakhir. Jadi jawablah pertanyaan-pertanyaan berikutdengan jujur dan sejelas mungkin. Tanggapan anda akan dirahasiakan. Dalammenjawab pertanyaan terdapat tiga defenisi sebagai berikut:
1. Aktivitas seksual dapat mencakup membelai, foreplay( rangsangan sebelummelakukan hubungan seksual, masturbasi dan hubungan seks
2. Hubungan seksual didefenisikan sebagai penetrasi (masuknya) peniskedalam vagina
3. Rangsangan seksual termasuk sifat seperti foreplay dengan pasangan,merangsang diri sendiri (masturbasi) atau fantasi seksual.
PILIHLAH SALAH SATU YANG JAWABAN DIBAWAH INI.Hasrat seksual atau keinginan seksual adalah perasaan yang mencakup keinginanmelakukan/merasakan pengalaman seksual, menerima dan membalas rangsanganseksual dari pasangan dan berfikir atau berfantasi tentang melakukan hubunganseksual.
1. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasakan keinginan atauhasrat seksual?a. hampir selalu atau selalub. seing kali (lebih dari setengah dari 4 minggu)c. kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)d. beberapakali (kurang dari setengah dari 4 minggu)e. hampir tidak pernah atau tidak pernah
2. selama 4 minggu terakhir ini, bagaimana anda menilai tingkat (derajat)hasrat/keinginan seksual?a. Sangat tinggib. Tinggic. Sedangd. Rendahe. Sangat rendah atau tidak sama sekaliGairah seksual adalah perasaan yang meliputi aspek fisik dan kegembiraan
mental seksual. Ini mencakup rasa hangat atau kesemutan di alat kelamin,pelumasan (perasaan basah) atau kontraksi otot.
3. Selam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasa terangsang secaraseksual dalam aktivitas seksual atau hubungan inti?a. Tidak ada aktivitas seksualb. hampir selalu atau selaluc. seing kali (lebih dari setengah dari 4 minggu)d. kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. beberapakali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. hampir tidak pernah atau tidak pernah
4. Selama 4 minggu terakhir, bagaimana anda menilai tingkat gairah seksualselama melakukan aktifitas seksual atau hubungan seksual?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat tinggi
c. Tinggid. Sedange. Rendahf. Sangat rendah atau tidak sama sekali
5. Selama 4 minggu terakhir, seberapa percaya diri anda terhadap kemampuananda untuk terangsang secara seksual selama aktifitas seksual atauhubungan seksual?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat tinggic. Tinggid. Sedange. Rendahf. Sangat rendah atau tidak sama sekali
6. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasa puas(kegembiraan) dengan rangsangan seksual anda selam aktivitas seksual atauberhubungan intim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. hampir selalu atau selaluc. seing kali (lebih dari setengah dari 4 minggu)d. kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. beberapakali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. hampir tidak pernah atau tidak pernah
7. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda merasakan pelumasan (rasabasah) selama aktifitas seksual atau hubungan intim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. hampir selalu atau selaluc. seing kali (lebih dari setengah dari 4 minggu)d. kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. beberapakali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. hampir tidak pernah atau tidak pernah
8. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sulit anda mengalami pelumasan(basah) selama melakukan aktivitas seksual atau hubungan intim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat sulit sekali atau tidak mungkinc. Sangat sulitd. Sulite. Sedikit sulitf. Tidak sulit
9. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda tetap mengalami pelumasan(rasa basah) samapi selesai melakukan aktifitas seksual atau hubunganintim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. hampir selalu atau selaluc. seing kali (lebih dari setengah dari 4 minggu)d. kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. beberapakali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. hampir tidak pernah atau tidak pernah
10.Selama 4 minggu terakhir, Selama 4 minggu terakhir, seberapa sulitkah andatetap mengalami pelumasan (rasa basah) samapi selesai melakukan aktifitasseksual atau hubungan intim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat sulit sekali atau tidak mungkinc. Sangat sulitd. Sulite. Sedikit sulitf. Tidak sulit
11.Selama 4 minggu terakhir, ketika anda sedang melakukan aktifitas seksualatau bersenggama, seberapa sering anda mencapai orgasme (klimaks)?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat sulit sekali atau tidak mungkinc. Sangat sulitd. Sulite. Sedikit sulitf. Tidak sulit
12.Selama 4 minggu terakhir, ketika anda sedang melakukan aktivitas seksualatau bersenggama, seberapa sulitkah bagi anda mencapai orgasme(klimaks)?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat sulit sekali atau tidak mungkinc. Sangat sulitd. Sulite. Sedikit sulitf. Tidak sulit
13.Selama 4 minggu terakhir seberapa puas anda terhadap kemampuan andauntuk mencapai orgasme (klimaks) selama melakukan aktivitas seksual atauhubungan intim?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat puasc. Cukup puasd. Sama antara puas dan tidak puase. Tidak puasf. Sangat tidak puas
14.Selama 4 minggu terakhir, seberapa puaskah anda terhadap kedekatanemosional antara anda dan pasangan anda selama melakukan aktivitasseksual?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat puasc. Cukup puasd. Sama antara puas dan tidak puase. Tidak puasf. Sangat tidak puas
15.Selama 4 minggu terakhir, seberapa puas anda telah melakukan hubunganseksual antara anda dan pasangan anda?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat puasc. Cukup puasd. Sama antara puas dan tidak puas
e. Tidak puasf. Sangat tidak puas
16.Selama 4 minggu terakhir, seberapa puaskah anda terhadap kehidupanseksual anda secara keseluruhan?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat puasc. Cukup puasd. Sama antara puas dan tidak puase. Tidak puasf. Sangat tidak puas
17.Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalamiketidaknyamanan atau rasa nyeri ketika penetrasi vagina?a. Tidak mencoba hubungan seksualb. Hampir selalu atau selaluc. Sering kali (lebih dari setengan dari 4 minggu)d. Kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. Beberapa kali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
18.Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalamiketidaknyamanan atau rasa nyeri selama penetrasi vagina?a. Tidak mencoba hubungan seksualb. Hampir selalu atau selaluc. Sering kali (lebih dari setengan dari 4 minggu)d. Kadang-kadang (setengah dari 4 minggu)e. Beberapa kali (kurang dari setengah dari 4 minggu)f. Hampir tidak pernah atau tidak pernah
19.Selama 4 minggu terakhir, bagaimana anda menilai tingkat (derajat)ketidaknyamanan atau nyeri setelah penetrasi penis ke vagina?a. Tidak ada aktivitas seksualb. Sangat tinggic. Tinggid. Sedange. Rendahf. Sangat rendah atau tidak sama sekali
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian Tes DASS
DATA UMUM RESPONDEN
1. Kode :............................................. (diisi Peneliti)
2. Nama :.............................................
3. Usia :............................................
Petunjuk Pengisian
Kuesioner ini terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai
dengan pengalaman Ibu dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Terdapat
empat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu:
0 : Tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan saya sampai tingkat tertentu, atau kadang kadang.
2 : Sesuai dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan, atau
lumayan sering.
3 : Sangat sesuai dengan saya, atau sering sekali.
Selanjutnya, Ibu diminta untuk menjawab dengan cara memberi tanda
silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman
Bapak/Ibu/Saudara selama satu minggu belakangan ini. Tidak ada jawaban
yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Ibu
yang sesungguhnya, yaitu berdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam
pikiran Bapak/Ibu/ Saudara.
No PERNYATAAN SKOR1 Saya merasa bibir saya sering kering. 0 1 2 3
2Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya:
seringkali terengah-engah atau tidak dapat0 1 2 3
bernafas padahal tidak melakukan aktivitas fisik
sebelumnya).
3Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau
’copot’).0 1 2 3
4
Saya menemukan diri saya berada dalam situasi
yang membuat saya merasa sangat cemas dan
saya akan merasa sangat lega jika semua ini
berakhir.
0 1 2 3
5 Saya merasa lemas seperti mau pingsan. 0 1 2 3
6
Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya:
tangan berkeringat), padahal temperatur tidak
panas atau tidak melakukan aktivitas fisik
sebelumnya.
0 1 2 3
7 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas. 0 1 2 38 Saya mengalami kesulitan dalam menelan. 0 1 2 3
9
Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya
tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya:
merasa detak jantung meningkat atau melemah).
0 1 2 3
10 Saya merasa saya hampir panik. 0 1 2 3
11Saya takut bahwa saya akan ‘terhambat’ oleh
tugas-tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan.0 1 2 3
12 Saya merasa sangat ketakutan. 0 1 2 3
13
Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya
mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri
sendiri.
0 1 2 3
14 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan). 0 1 2 3
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.
Kadarkortisol
RS 1 8,4 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 2 7,1 ringan Bekerja pendidikan tinggi Primipara normalRS 3 7,3 ringan Tidak Bekerja pendidikan rendah Primipara normalRS 4 5,7 ringan Tidak Bekerja pendidikan tinggi Primipara normalRS 5 9,2 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 6 8 Ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 7 8,4 ringan Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 8 8 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 9 7,6 Normal Tidak Bekerja pendidikan rendah Primipara dysfungsi seksual
RS 10 7,4 Normal Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 11 7,3 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 12 10 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 13 6,6 Normal Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 14 9,3 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 15 10,6 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 16 8 Normal Bekerja pendidikan rendah multipara normalRS 17 8,1 Sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi Primipara normalRS 18 7,7 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 19 8,3 Sedang Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualRS 20 7,1 Normal Bekerja pendidikan rendah Primipara normalRS 21 7,8 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 22 7,4 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara normalRS 23 8,5 Normal Bekerja pendidikan tinggi Primipara normal
Lampiran 9
Kecemasan
MASTER TABEL PENELITIAN WANITA REPRODUKSI SEHAT
kategorikode pekerjaan Pendidikan Paritas
Kadarkortisol
PR 1 8,1 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 2 8,4 sedang Bekerja pendidikan tinggi primipara dysfungsi seksualPR 3 7,6 normal Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 4 9,4 sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 5 8,4 sedang Tidak Bekerja pendidikan rendah multipara dysfungsi seksualPR 6 8,3 normal Tidak Bekerja pendidikan tinggi primipara normalPR 7 9,9 sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi primipara dysfungsi seksualPR 8 9 sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi primipara dysfungsi seksualPR 9 7,8 normal Bekerja pendidikan tinggi multipara normal
PR 10 9,2 sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 11 12,4 sedangberat Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 12 7,6 ringan Bekerja pendidikan tinggi multipara normalPR 13 8,5 sedang Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 14 8,5 normal Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 15 13,2 sedangberat Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 16 9,3 sedang Bekerja pendidikan rendah multipara dysfungsi seksualPR 17 9 sedangberat Tidak Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 18 8,2 normal Bekerja pendidikan tinggi multipara normalPR 19 7,6 sedang Bekerja pendidikan tinggi multipara normalPR 20 9,9 sedang Bekerja pendidikan tinggi primipara dysfungsi seksualPR 21 15,3 sedangberat Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 22 19,6 sedangberat Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 23 17 sedangberat Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksualPR 24 15,8 sedang Bekerja pendidikan tinggi multipara dysfungsi seksual
MASTER TABEL PENELITIAN WANITA PERIEMNOPAUSE
kode kategoriKecemasan pekerjaan Pendidikan Paritas
Lampiran 10
KARAKTERISTIK PENELITIAN
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pekerjaan * fungsiseksual *kelompok 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
pendidikan * fungsiseksual *kelompok 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
paritas * fungsiseksual *kelompok 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
paritas * fungsiseksual * kelompok
Crosstab
kelompokfungsiseksual
Totaldysfungsi seksual normal
rs paritas multipara Count 1 6 7
% within paritas 14.3% 85.7% 100.0%
primipara Count 6 10 16
% within paritas 37.5% 62.5% 100.0%
Total Count 7 16 23
% within paritas 30.4% 69.6% 100.0%pr paritas multipara Count 15 4 19
% within paritas 78.9% 21.1% 100.0%primipara Count 4 1 5
% within paritas 80.0% 20.0% 100.0%Total Count 19 5 24
% within paritas 79.2% 20.8% 100.0%
Chi-Square Tests
kelompok Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
rs Pearson Chi-Square 1.239a 1 .266
Continuity Correctionb .386 1 .535
Likelihood Ratio 1.356 1 .244
Fisher's Exact Test .366 .275
Linear-by-Linear Association 1.186 1 .276
N of Valid Casesb 23
pr Pearson Chi-Square .003c 1 .959
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .003 1 .959
Fisher's Exact Test 1.000 .730
Linear-by-Linear Association .003 1 .960
N of Valid Casesb 24
a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,13.b. Computed only for a 2x2 tablec. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,04.
pendidikan * fungsiseksual * kelompok
Crosstab
kelompok
fungsiseksual
Totaldysfungsiseksual normal
rs pendidikan pendidikan rendah Count 1 3 4
% within pendidikan 25.0% 75.0% 100.0%
pendidikan tinggi Count 6 13 19
% within pendidikan 31.6% 68.4% 100.0%
Total Count 7 16 23
% within pendidikan 30.4% 69.6% 100.0%pr pendidikan pendidikan rendah Count 2 0 2
% within pendidikan 100.0% .0% 100.0%pendidikan tinggi Count 17 5 22
% within pendidikan 77.3% 22.7% 100.0%Total Count 19 5 24
% within pendidikan 79.2% 20.8% 100.0%
Chi-Square Tests
kelompok Value dfAsymp. Sig. (2-
sided)Exact Sig. (2-
sided)Exact Sig.(1-sided)
rs Pearson Chi-Square .068a 1 .795
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .070 1 .792
Fisher's Exact Test 1.000 .648
Linear-by-LinearAssociation .065 1 .799
N of Valid Casesb 23
pr Pearson Chi-Square .574c 1 .449
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .981 1 .322
Fisher's Exact Test 1.000 .620
Linear-by-LinearAssociation .550 1 .458
N of Valid Casesb 24
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,22.b. Computed only for a 2x2 tablec. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,42.
pekerjaan * fungsiseksual * kelompok
Crosstab
kelompokfungsiseksual
Totaldysfungsi seksual normal
rs pekerjaan tidak bekerja Count 5 7 12
% within pekerjaan 41.7% 58.3% 100.0%
bekerja Count 2 9 11
% within pekerjaan 18.2% 81.8% 100.0%
Total Count 7 16 23
% within pekerjaan 30.4% 69.6% 100.0%pr pekerjaan tidak bekerja Count 9 2 11
% within pekerjaan 81.8% 18.2% 100.0%bekerja Count 10 3 13
% within pekerjaan 76.9% 23.1% 100.0%Total Count 19 5 24
% within pekerjaan 79.2% 20.8% 100.0%
Chi-Square Tests
kelompok Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
rs Pearson Chi-Square 1.495a 1 .221
Continuity Correctionb .592 1 .442
Likelihood Ratio 1.535 1 .215
Fisher's Exact Test .371 .222
Linear-by-Linear Association 1.430 1 .232
N of Valid Casesb 23
pr Pearson Chi-Square .087c 1 .769
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .087 1 .768
Fisher's Exact Test 1.000 .585
Linear-by-Linear Association .083 1 .773
N of Valid Casesb 24
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,35.b. Computed only for a 2x2 tablec. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,29.
RERATA KADAR KORTISOL
Kelompok PerimenopauseCase Processing Summary
fungsiseksual
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kortisol dysfungsi seksual 19 100.0% 0 .0% 19 100.0%normal 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%
Descriptives
fungsiseksual Statistic Std. Error
kortisol dysfungsi seksual Mean 10.895 .7816
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 9.253
Upper Bound 12.537
5% Trimmed Mean 10.627
Median 9.300
Variance 11.607
Std. Deviation 3.4069
Minimum 7.6
Maximum 19.0
Range 11.4
Interquartile Range 4.5
Skewness 1.278 .524
Kurtosis .435 1.014
normal Mean 7.900 .1483
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 7.488
Upper Bound 8.312
5% Trimmed Mean 7.894
Median 7.800
Variance .110
Std. Deviation .3317
Minimum 7.6
Maximum 8.3
Range .7
Interquartile Range .7
Skewness .411 .913
Kurtosis -2.835 2.000
kortisol
Stem-and-Leaf Plotskortisol Stem-and-Leaf Plot forfungsiseksual= dysfungsi seksual
Frequency Stem & Leaf
13,00 0 . 78888899999992,00 1 . 233,00 1 . 5571,00 Extremes (>=19)
Stem width: 10,0Each leaf: 1 case(s)
kortisol Stem-and-Leaf Plot forfungsiseksual= normal
Frequency Stem & Leaf
3,00 7 . 6682,00 8 . 23
Stem width: 1,0Each leaf: 1 case(s)
Kelompok Reproduksi SehatCase Processing Summary
fungsiseksual
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kortisol dysfungsi seksual 7 100.0% 0 .0% 7 100.0%
normal 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Descriptives
fungsiseksual Statistic Std. Error
kortisol dysfungsi seksual Mean 8.643 .3358
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 7.821
Upper Bound 9.465
5% Trimmed Mean 8.625
Median 8.400
Variance .790
Std. Deviation .8886
Minimum 7.6
Maximum 10.0
Range 2.4
Interquartile Range 1.6
Skewness .309 .794
Kurtosis -1.159 1.587
normal Mean 7.706 .2615
95% Confidence Interval forMean
Lower Bound 7.149
Upper Bound 8.264
5% Trimmed Mean 7.657
Median 7.600
Variance 1.094
Std. Deviation 1.0459
Minimum 5.7
Maximum 10.6
Range 4.9
Interquartile Range .9
Skewness 1.008 .564Kurtosis 3.687 1.091
kortisol
Stem-and-Leaf Plotskortisol Stem-and-Leaf Plot forfungsiseksual= dysfungsi seksual
Frequency Stem & Leaf
2,00 7 . 672,00 8 . 342,00 9 . 231,00 10 . 0
Stem width: 1,0Each leaf: 1 case(s)
kortisol Stem-and-Leaf Plot forfungsiseksual= normal
Frequency Stem & Leaf1,00 Extremes (=<5,7)1,00 6 . 66,00 7 . 1133441,00 7 . 85,00 8 . 000141,00 8 . 51,00 Extremes (>=10,6)
Stem width: 1,0Each leaf: 1 case(s)
Hubungan Kadar Kortisol Dan Fungsi SeksualCase Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kategorikortisol * fungsiseksual *kelompok 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
kategorikortisol * fungsiseksual * kelompok Crosstabulation
kelompok
fungsiseksual
Totaldysfungsi seksual normal
rs kategorikortisol rendah Count 2 13 15
% within kategorikortisol 13.3% 86.7% 100.0%
tinggi Count 5 3 8
% within kategorikortisol 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 7 16 23
% within kategorikortisol 30.4% 69.6% 100.0%pr kategorikortisol rendah Count 2 4 6
% within kategorikortisol 33.3% 66.7% 100.0%tinggi Count 17 1 18
% within kategorikortisol 94.4% 5.6% 100.0%Total Count 19 5 24
% within kategorikortisol 79.2% 20.8% 100.0%
Chi-Square Tests
kelompok Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
rs Pearson Chi-Square 5.957a 1 .015
Continuity Correctionb 3.861 1 .049
Likelihood Ratio 5.902 1 .015
Fisher's Exact Test .026 .026
Linear-by-LinearAssociation 5.698 1 .017
N of Valid Casesb 23
pr Pearson Chi-Square 10.189c 1 .001
Continuity Correctionb 6.821 1 .009
Likelihood Ratio 9.201 1 .002
Fisher's Exact Test .006 .006
Linear-by-LinearAssociation 9.765 1 .002
N of Valid Casesb 24
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,43.b. Computed only for a 2x2 tablec. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,25.
Hubungan Kecemasan Dan Fungsi Seksual
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kecemasan * fungsiseksual *kelompok 47 100.0% 0 .0% 47 100.0%
kecemasan * fungsiseksual * kelompok Crosstabulation
kelompokfungsiseksual
Totaldysfungsi seksual normal
rs kecemasan normal Count 1 5 6
% within kecemasan 16.7% 83.3% 100.0%
ringan Count 1 8 9
% within kecemasan 11.1% 88.9% 100.0%
sedang Count 5 3 8
% within kecemasan 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 7 16 23
% within kecemasan 30.4% 69.6% 100.0%pr kecemasan normal Count 2 3 5
% within kecemasan 40.0% 60.0% 100.0%ringan Count 1 1 2
% within kecemasan 50.0% 50.0% 100.0%sedang Count 16 1 17
% within kecemasan 94.1% 5.9% 100.0%Total Count 19 5 24
% within kecemasan 79.2% 20.8% 100.0%
Symmetric Measures
kelompok ValueAsymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
rs Ordinal by Ordinal Gamma -.667 .265 -2.052 .040
N of Valid Cases 23
pr Ordinal by Ordinal Gamma -.861 .128 -2.344 .019N of Valid Cases 24
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 kecemasana . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: kortisol
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .473a .223 .206 2.3914
a. Predictors: (Constant), kecemasan
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 73.979 1 73.979 12.936 .001a
Residual 257.337 45 5.719
Total 331.316 46
a. Predictors: (Constant), kecemasan
b. Dependent Variable: kortisol
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 5.652 1.035 5.463 .000
kecemasan 1.525 .424 .473 3.597 .001
a. Dependent Variable: kortisol
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 kecemasan,
kortisola. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: fungsiseksual
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .590a .348 .319 .41478
a. Predictors: (Constant), kecemasan, kortisol
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.047 2 2.024 11.762 .000a
Residual 7.570 44 .172
Total 11.617 46
a. Predictors: (Constant), kecemasan, kortisol
b. Dependent Variable: fungsiseksual
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.491 .231 10.763 .000
kortisol -.054 .026 -.287 -2.078 .044
kecemasan -.240 .083 -.398 -2.880 .006
a. Dependent Variable: fungsiseksual