teori hukum konstitusi

32
KEDUDUKAN KONSTITUSI DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tugas Mata Kuliah Teori dan Hukum Konstitusi Dosen Pengampu: Sardjuki, S.H., M.H. Disusun Oleh Sartika I. P. (14/371987/PHK/08266) Yulianta S. (14/371927/PHK/08254) A. Rauf A. S. (14/371881/PHK/08233) Alfan Alfian (14/370730/PHK/08162) Aldo R. G. (14/371938/PMK/08256) Wafda H. U. (14/371120/PHK/08295)

Transcript of teori hukum konstitusi

KEDUDUKAN KONSTITUSI DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

Tugas Mata Kuliah Teori dan Hukum KonstitusiDosen Pengampu: Sardjuki, S.H., M.H.

Disusun Oleh

Sartika I. P. (14/371987/PHK/08266)

Yulianta S. (14/371927/PHK/08254)

A. Rauf A. S. (14/371881/PHK/08233)

Alfan Alfian (14/370730/PHK/08162)

Aldo R. G. (14/371938/PMK/08256)

Wafda H. U. (14/371120/PHK/08295)

1

Program Studi Magister Ilmu Hukum Klaster Hukum TataNegara

Fakultas Hukum Universitas Gadjah MadaYogyakarta

2014

2

A. Judul

Kedudukan Konstitusi dalam Peraturan Perundang-

Undangan

B. Latar Belakang

Dalam sejarah klasik terdapat perkataan yang

terkait erat dengan pengertian tentang konstitusi,

yaitu dalam Yunani kuno disebut politeia dan dalam

bahasa Latin constitutio yang juga berkaitan dengan

kata jus. Dalam kedua perkataan politea dan constitutio

itulah awal mula gagasan konstitusionalisme

diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan

di antara kedua istilah tersebut dalam sejarah.

Jika keduanya dikomparasikan, maka yang lebih tua

usianya adalah kata politea yang berasal dari

kebudayaan Yunani.1

Istilah konstitusi berasal dari bahasa

Perancis (constituer) yang berarti membentuk.

Pemakaian istilah ini dimaksudkan sebagai

pembentukan suatu negara atau menyusun dan

menyatakan suatu negara. Sedangkan istilah Undang-

Undang Dasar merupakan terjemahan istilah dari

bahasa Belanda, yaitu Gron Wet. Dalam bahasa

Belanda, Wet berarti Undang-Undang dan Grond

berarti tanah/dasar.2

1 Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi & KonstitusionalismeIndonesia, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.1.2 Martitah, 2008, E-Book Hukum Tata Negara, Semarang: FakultasHukum Universitas Negeri Semarang, hlm.26.

3

Konstitusi dikenal sebagai dokumen formal

ketatanegaraan, yang mengandung ketentuan tentang

cara pengelolaan hidup bersama dalam suatu negara.

Cara pengelolaan ini adalah sistem pemerintahan

(dalam arti luas) atau sistem pengelolaan negara

(governance) yang diterapkan dalam pengelolaan

organisasi hidup bersama yang disebut negara.3

Sebagai suatu norma hukum yang mengatur tentang

pengelolaan suatu negara, penting untuk memahami

makna dari konstitusi dan kedudukan dari

konstitusi dalam hierarki peraturan perundang-

undangan (PUU).

C. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari konstitusi?

2. Bagaimana kedudukan konstitusi dalam PUU?

D. Pembahasan

1. Definisi Konstitusi

Konstitusi menurut maknanya berarti dasar

susunan badan politik yang bernama Negara.

Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem

ketatanegaraan suatu Negara, yaitu berupa

kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur

atau memerintah Negara. K.C. Wheare

mengatakan: “Istilah constitution pada umumnya

digunakan untuk menunjuk kepada seluruh3 Mohammad Fajrul Falaakh, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi,Yogyakarta: Magister Hukum Universitas Gajah Mada, hlm.4.

4

peraturan mengenai ketatanegaraan suatu Negara

yang secara keseluruhan akan menggambarkan

sistem ketatanegaraannya.”

Konstitusi adalah hukum dasar yang

dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu

Negara yang dapat berupa hukum dasar tertulis

yang lazim disebut Undang-Undang Dasar (UUD)

dan dapat pula hukum dasar tidak tertulis.4

Sebenarnya, membedakan secara prinsipil antara

konstitusi tertulis dan tidak tertulis adalah

tidak tepat karena sebutan konstitusi tidak

tertulis hanya dipakai untuk dilawankan dengan

konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam

suatu naskah atau beberapa naskah.5

Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan

oleh aliran kodifikasi. Salah satu Negara yang

tidak mempunyai konstitusi tertulis adalah

Inggris. Inggris mencantumkan prinsip-prinsip

konstitusi dalam undang-undang (UU) biasa,

seperti Bill of Rights. Nilai dan norma yang hidup

dalam praktik penyelenggara pemerintahan

Inggris diakui sebagai hukum dasar, namun

tidak menjadi suatu UUD. Berangkat dari

pengalaman Negara Inggris, meskipun dalam4 Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 295 K.C. Where, 1960, Modern Constitution, London, Oxford Unversity,hlm. 19.

5

perkembangannya banyak negara mendeskripsikan

bahwa konstitusi itu identik dengan UUD,

pengertian konstitusi memiliki dimensi yang

lebih luas daripada UUD (Gron Wet).6

Herman Heller berpendapat tentang ukuran

untuk mengetahui arti konstitusi dengan

membagi pengertian konstitusi dalam tiga

kategori, yaitu:7

1. konstitusi mencerminkan kehidupan politik

di dalam masyarakat sebagai suatu

kenyataan, karenanya ia bukan merupakan

konstitusi dalam arti hukum atau dengan

kata lain konstitusi dalam arti ini masih

merupakan pengertian sosiologis atau

politis dan bukan pengertian hukum.

2. konstitusi disebut sebagai Rechtverfassung

(konstitusi dalam arti hukum) terjadi

setelah orang-orang mencari unsur-unsur

hukum dari konstitusi yang hidup di

masyarakat untuk dijadikan sebagai suatu

unifikasi kaidah hukum.

3. kemudian orang baru mulai menulisnya dalam

suatu naskah sebagai Undang-Undang yang

tertinggi yang berlaku bagi suatu negara.

6Martitah, E-Book Hukum Tata Negara, loc. cit.7 Moh Kusnardi & Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara, Jakarta, Ghalia, hlm. 34.

6

Berdasarkan pandangan Herman tersebut,

dapat dikatakan bahwa UUD hanya merupakan

sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu

konstitusi tertulis. Hal tersebut juga senada

dengan pendapat Van Apeldoorn yang membedakan

secara jelas antara Gron Wet (Undang-Undang

Dasar) sebagai fragmen tertulis dari

konstitusi dan Constitution (konstitusi) sebagai

peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak

tertulis. Dengan demikian, suatu konstitusi

disebut tertulis apabila tertulis dalam suatu

naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu

konstitusi disebut tidak tertulis karena

ketentuan yang mengatur suatu pemerintahan

tidak tertulis dalam suatu naskan tertentu,

melainkan dalam banyak hal diatur dalam

konvensi-konvensi atau UU biasa.8

Definisi konstitusi yang mencakup

keseluruhan nilai dan norma dalam praktik

penyelenggaraan Negara adalah makna konstitusi

secara luas. Konstitusi dalam arti luas adalah

konstitusi tertulis serta nilai-nilai dan

norma hukum dasar tidak tertulis yang hidup

sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktik

penyelenggaraan negara sehari-hari yang masuk8 Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,hlm. 118.

7

dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar

suatu Negara, sedangkan konstitusi dalam arti

sempit adalah konstitusi yang bersifat

yuridis, yaitu terbatas pada konstitusi

sebagai UUD.

Konstitusi memiliki makna formal dan

material9. Makna formal adalah terkait dengan

bentuk dan makna material adalah terkait

dengan isi. Konstitusi dalam arti formal atau

konstitusi dilihat dari bentuknya adalah suatu

dokumen resmi atau merupakan naskah tertulis

sebagai UU tertinggi yang berlaku bagi suatu

Negara. Hal tersebut berarti bahwa konstitusi

dalam arti formal hanya memungkinkan untuk

konstitusi tertulis.

Konstitusi dalam arti material atau

konstitusi dilihat dari isinya terdiri dari

peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan

norma-norma hukum yang bersifat umum, terutama

pembentukan UU atau merupakan peraturan yang

bersifat mendasar atau fundamental, sehingga

tidak semua masalah yang penting harus dimuat

dalam konstitusi, melainkan hanya hal-hal yang

bersifat pokok, dasar, atau asas-asasnya saja.

Konstitusi material tidak hanya dapat9 Hans Kelsen, 2010, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Cetakan Kedua, Nusa Media, Bandung, hlm. 180.

8

menentukan organ-organ dan prosedur

pembentukan undang-undang, tetapi juga sampai

derajat tertentu, isi dari hukum yang akan

datang. Konstitusi dalam arti material juga

dapat menentukan secara negatif bahwa hukum

tidak boleh memuat isi tertentu.

Dalam penyusunan isi dari suatu konstitusi

tertulis, nilai-nilai dan norma-norma dasar

yang hidup dalam masyarakat dan dalam praktik

penyelenggaraan negara turut mempengaruhi

perumusan nilai dan norma yang terkandung

dalam naskah UUD. Oleh karena itu, suasana

kebatinan (geistichenhentergrund) yang menjadi

latar belakang filosofis, sosiologis, politis

dan historis perumusan yuridis suatu

kententuan UUD perlu dipahami secara seksama

untuk dapat mengerti sebaik-baiknya ketentuan

yang terdapat dalam pasal-pasal UUD.

Terkait dengan perubahan terhadap suatu

konstitusi tertulis atau UUD, naskah

konstitusi dapat dibedakan menjadi naskah yang

bersifat luwes (flexible) dan naskah yang

bersifat kaku (rigid).10 Ukuran yang biasanya

10 Jimly Asshiddiqie, 2001, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 113.

9

digunakan para ahli untuk menentukan apakah

suatu UUD bersifat luwes atau kaku adalah:11

1. apakah terhadap suatu naskah konstitusi

dimungkinkan dilakukan perubahan dan

apakah cara mengubahnya cukup mudah atau

sulit; dan

2. apakah naskah konstitusi itu mudak atau

tidak mudah mengikuti perkembangan zaman.

Untuk menentukan apakah suatu naskah

konstitusi bersifat luwes atau tidak, pertama-

tama kita dapat mempelajari mengenai

kemungkinannya berubah atau tidak dan

bagaimana perubahan itu dilakukan. Pada

umumnya, dalam setiap naskah konstitusi selalu

diatur tata cara perubahan konstitusi itu

sendiri dalam pasal-pasal atau bab tersendiri.

Perubahan-perubahan yang dilakukan menurut

tata cara sendiri yang telah ditentukan oleh

konstitusi dinamakan verfassungs-anderung.

Ketentuan mengenai perubahan tersebut

selalu ditentukan dalam konstitusi itu sendiri

karena walaupun dimaksudkan untuk jangka waktu

yang lama, teks suatu naskah konstitusi selalu

cenderung untuk tertinggal dari perkembangan

masyarakat. Pada saat perkembangan masyarakat

11 Ibid., hlm. 114.

10

sudah sedemikian rupa, selalu muncul kebutuhan

obyektif untuk mengadakan perubahan atas teks

konstitusi.

Namun demikian, konstitusi pada hakikatnya

merupakan dasar hukum tertinggi dan menjadi

dasar berlakunya PUU lain yang lebih rendah,

sehingga para penyusun atau perumus naskah

konstitusi beranggapan untuk menentukan cara

perubahan konstitusi dengan tidak mudah.

Dengan prosedur yang tidak mudah, tidak akan

mudah untuk mengubah konstitusi, kecuali ada

hal-hal yang benar-benar memerlukan perubahan

berdasarkan pertimbangan obyektif dan untuk

kepentingan seluruh rakyat. Biasanya, prosedur

perubahan konstitusi diatur sedemikian berat

dan rumit syarat-syaratnya supaya UUD menjadi

sangat kaku.

Sebaiknya, ada pula konstitusi yang

menyaratkan tata cara perubahannya tidak

terlalu sulit dengan pertimbangan untuk tidak

mempersulit perubahan sehingga konstitusi

dapat disesuaikan dengan tuntukan perubahan

zaman. Konstitusi yang semacam ini disebut

sebagai naskah konstitusi yang luwes. Pada

konstitusi yang bersifat luwes, cara

perubahannya tidak istimewa, melainkan cukup

11

dilakukan oleh lembaga pembuat UU biasa.

Negara-negara yang mempunyai konstitusi

bersifat luwes, antara lain New Zealand dan

Inggris yang dikenal tidak memiliki konstitusi

tertulis, sedangkan Amerika Serikat,

Australia, Kanada, dan Swiss adalah Negara-

negara yang dikenal memiliki konstitusi

bersifat kaku.12

Memang diakui bahwa untuk menentukan sifat

luwes atau kaku suatu konstitusi sebenarnya

tidaklah cukup dengan melihat cara mengubahnya

karena dapat saja suatu konstitusi bersifat

kaku, tetapi dalam kenyataannya dapat diubah

tanpa melalui prosedur yang ditentukan sendiri

oleh konstitusi tersebut, melainkan diubah

melalui prosedur di luar konstitusi, seperti

revolusi atau constitutional convention.

2. Kedudukan Konstitusi dalam PUU

Dalam tataran hierarki, tegasnya terkait

tatanan hukum suatu negara secara umum,

konstitusi menempati urutan tertinggi dan

dapat dipahami baik dalam arti formal dan

material.13 Konstitusi berkedudukan sebagai

hukum dasar dan sekaligus hukum tertinggi12 Sri Soemantri, 1992, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, hlm. 60-61.13 Hans Kelsen, 2010, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Cetakankedua, Nusa Media, Bandung, hlm. 180.

12

dalam tata urutan PUU suatu Negara (constitutie is

de hoogste wet) dan menjadi dasar serta sumber

bagi PUU yang lain, yang ada dalam suatu

negara.

Susunan hierarki PUU dalam arti sempit,

yaitu dalam kerangka hukum tertulis, dapat

dibedakan dalam dua substansi, yaitu naskah

dasar dan naskah nondasar. Naskah dasar dan

naskah non dasar dapat dibedakan ke dalam

peraturan dasar dan PUU dalam arti khusus.

Peraturan dasar mempunyai kedudukan tertinggi

sebagai konstitusi negara, sedangkan PUU dalam

arti khusus mencakup pengertian produk UU dan

produk peratuan di bawah UU.

Bentuk konkrit naskah-naskah yang dapat

dikategorikan ke dalam naskah peraturan dasar

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pertama,

naskah induk berupa naskah asli UUD; kedua,

naskah perubahan ataupun penyempurnaan dan

perbaikan dalam bentuk perubahan UUD; dan

ketiga, naskah pelengkap yang dalam bentuk Piagam

Dasar, seperti Piagam HAM. Ketiga naskah

tersebut sama-sama mempunyai kedudukan sebagai

konstitusi sebagai hukum dasar yang tertulis

atau disebut pengertian dasar. Hans Nawiasky

membagi hierarki PUU ke dalam 4 (empat)

13

kelompok, yaitu staat fundamental norm, staat ground

gezeet, staat formil gazeet, dan staat for autonomie.

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

1945)

Sebagai hukum dasar, perumusan isi dari

UUD dibuat secara sistematis mulai dari

prinsip-prinsip yang bersifat umum dan

mendasar dilanjutkan dengan perumusan prinsip-

prinsip kekuasaan dalam setiap cabangnya yang

disusun secara berurutan. Pasal-pasal dan

ayatnya dirumuskan dalam tingkat abstraksi

yang sesuai dengan hakikatnya sebagai hukum

dasar, dengan kesadaran bahwa peraturan yang

lebih rinci akan diatur dalam UU. Hukum dasar

atau konstitusi tertulis Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) adalah UUD 1945.

UUD 1945 telah dirubah beberapa kali sejak

zaman NKRI merdeka hingga hari ini. Perubahan

terhadap UUD 1945 adalah sebagai berikut:

a. UUD 1945

Berlaku: 18 Agustus 1945 - 27 Desember

1949

b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat

(RIS)

Berlaku: 27 Desember 1949 - 17 Agustus

1950

14

c. Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950

Berlaku: 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959

d. UUD 1945

Berlaku: 5 Juli 1959 - 15 Oktober 1999

e. UUD 1945 dan perubahan pertama

Berlaku: 15 Oktober 1999 - 18 Agustus 2000

f. UUD 1945 dan perubahan pertama dan kedua

Berlaku: 18 Agustus 2000 - 10 November

2001

g. UUD 1945 dan perubahan pertama, kedua dan

ketiga

Berlaku: 10 November 2001 - 10 Agustus

2002

h. UUD 1945 dan perubahan pertama, kedua,

ketiga dan keempat Berlaku: 10 Agustus

2002 - sekarang

UUD 1945 pertama kali disahkan berlaku

sebagai konstitusi negara Indonesia dalam

sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Penyusunan naskah UUD 1945 memiliki kaitan,

baik langsung maupun tidak langsung, dengan

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang

dituangkan Pembukaan UUD 1945. Dalam Pembukaan

UUD 1945 disebutkan, antara lain, tentang

15

deklarasi kemerdekaan Negara Indonesia, dasar

Negara, dan tujuan Negara.

Dalam paragraph ke-IV Pembukaan UUD 1945,

disebutkan secara eksplisit bahwa dasar Negara

Indonsia adalah “…Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmat kebijaksanaan dalam

Permusyawatan/Perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia.”. Kelima prinsip tersebut

adalah dasar NKRI yang disebut sebagai

Pancasila.

Pancasila adalah dasar dari Negara

Republik Indonesia atau dalam bahasa Jerman

disebut sebagai weltanschauung di atas mana kita

meletakaan Negara Republik Indonesia.

Pancasila adalah alat pemersatu bangsa

Indonesia yang menyatukan Bangsa Indonesia

dari Sabang sampai Merauke untuk melawan

penjajahan dan imperialisme. Dalam sistem

hukum NKRI yang hierarkis, Pancasila sebagai

dasar filsafat NKRI merupakan sumber

pembentukan PUU.14

14 Maria Farida S. Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 65.

16

Walaupun UUD 1945 telah diubah empat kali

dalam lima belas tahun terakhir, tidak pernah

ada perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945.

Prof. Notonagoro dan Drs. Sunaryo

Wriksosuharjo berpendapat bahwa Pembukaan UUD

1945 tidak dapat diubah karena tiga alasan,

yaitu:15

1. Alasan Yuridis

Pembukaan UUD 1945 adalah pokok kaidah

negara yang fundamental, sehingga dilihat

dari segi hukum adalah abadi.

2. Alasan Material

Pembukaan UUD 1945 tetap melekat erat

dengan terbentuknya negara pada Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang hanya

terjadi satu kali dalam sejarah dan tidak

dapat diulang. Pengubahan atau peniadaan

Pembukaan UUD 1945 berarti pembubaran

negara. Pusat dan inti dari Pembukaan UUD

1945 adalah Pancasila yang secara material

terkandung di dalam kehidupan Bangsa

Indonesia sepanjang masa. Jika seandainya

Pembukaan UUD 1945 dihapus, yang hilang

hanyalah sifatya sebagai hukum positif,

15 Dahlan Thaib, 1991, Pancasila Yuridis Kenegaraan, UPP AMO YKPN,Yogyakarta, hlm. 34-35.

17

namun Pancasila akan tetap ada dan hidup

di dalam kalbu kehidupan Bangsa Indonesia

sepanjang masa.

3. Alasan Gaib

Kemerdekaan Bangsa Indonesia pada

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 2014

adalah berkat rahmat Allah yang Maha

Kuasa. Oleh sebab itu, kita tidak boleh

begitu saja mengubah atau meniadakannya

karena perbuatan mengubah atau meniadakan

itu bertentangan dengan berkat dan rahmat

Allah yang Maha Kuasa.

UUD 1945 sebagai hukum dasar yang

dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu

negara memiliki kedudukan sebagai staat

fundamental norm sekaligus staat ground gezeet. UUD

1945 memiliki kedudukan sebagai staat fundamental

norm karena dalam Pembukaan UUD 1945, terdapat

dasar dari Negara Republik Indonesia, yaitu

Pancasila. Berdasarkan kedudukan Pembukaan

UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamental

daripada Negara Republik Indonesia yang

mempunyai kedudukan sangat kuat, tetap, dan

tidak dapat diubah oleh siapapun; rumusan

Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 juga

bersifat kuat, tetap, dan tidak dapat diubah

18

oleh siapapun.16 Nilai-nilai Pancasila yang

termuat dalam Pembukaan UUD 1945 tidak dapat

diubah karena nilai-nilai tersebut tidak hanya

memiliki arti historis sebagai nilai yang

menjadi dasar kemerdekaan, tetapi juga

memiliki arti futuristic sebagai nilai yang

menjadi pemandu dalam perkembangan bangsa dan

negara Indonesia ke depan untuk mencapai cita-

cita nasional.

Keberadaan Pancasila sebagai dasar negara

dipertegas dalam Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan yang menyatakan bahwa Pancasila

adalah sumber segala sumber hukum negara.

Berangkat dari hal tersebut, segala PUU di

Negara Republik Indonesia harus bersumber dari

Pancasila.

UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai staat

ground gezeet karena batang tubuh UUD 1945 adalah

pedoman dalam penyelenggaraan negara mulai

dari prinsip-prinsip yang bersifat umum dan

mendasar dilanjutkan dengan perumusan prinsip-

prinsip penyelenggaraan kekuasaan.

UUD 1945 adalah hukum dasar yang menempati

tempat tertinggi dalam hierari PUU baik16 Hartono, 1992, Pancasila dilihat dari Segi Historis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 93.

19

dilihat secara formal maupun material. Secara

formal, UUD 1945 adalah suatu dokumen resmi,

yaitu seperangkat norma hukum yang hanya dapat

diubah di bawah di bawah ketentuan-ketentuan

khusus, sehingga pengubahannya lebih sulit.

Usul pengubahan pasal-pasal UUD dapat

diagendakan dalam sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) apablia diajukan

oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah

anggota MPR; Setiap usul perubahan pasal-pasal

UUD diajukan secara tertulis dan diajukan

dengan jelas bagian yang diusulkan untuk

beserta alasannya; Untuk mengubah pasal-pasal

UUD, sidang MPR dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR; Putusan

untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan

dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima

puluh persen ditambah satu anggota MPR.17 Hal

tersebut berbeda dengan perubahan dan

pembuatan UU18 yang dilakukan oleh DPR dengan

persetujuan bersama dengan Presiden atau PUU

yang lain.

Secara material, UUD 1945 terdiri atas

peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan

norma-norma hukum yang bersifat umum, terutama17 Lihat Pasal 37 ayat 1, 2, 3 dan 4 UUD 194518 Lihat Pasal 20 UUD 1945

20

pembentukan UU menentukan secara negatif bahwa

hukum tidak boleh memuat isi tertentu, seperti

Pasal 22A UUD 1945 menyatakan bahwa “Ketentuan

lebih lanjut tentang tata cara pembentukan UU

diatur dengan UU.” dan Pasal 37 ayat 5 UUD

1945 yang menyatakan bahwa “Khusus tentang

bentuk NKRI tidak dapat dilakukan

pengubahan.”.

Di Indonesia, UUD 1945 adalah acuan pokok

dari pembuatan peraturan-peraturan baru, dalam

kata lain UUD 1945 adalah fondasi sekaligus

payung dari segala bangunan PUU yang dibuat.

Oleh karena itu, di Indonesia juga dikenal

tata aturan PUU atau hierarki PUU, yang

diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

menyebutkan jenis dan hierarki PUU terdiri

atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

(TAP MPR);

c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang;

21

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam pasal 4 ayat (1) TAP MPR Nomor

III/MPR/2000 dituangkan asas penyelesaian

konflik antara dua PUU yaitu lex superior derogate

legi inferiori, yang berarti PUU yang lebih rendah

tidak boleh bertentangan dengan PUU yang lebih

tinggi, kalau sampai bertentangan, maka

peraturan yang lebih rendahlah yang mengalah.

Adapun lembaga pemerintahan yang berwenang

untuk menguji suatu PUU berdasarkan

hierarkinya apabila terdapat suatu

pertentangan adalah diatur dalam Pasal 9 ayat

(1) dan (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

menyatakan sebagai berikut “Dalam hal suatu

Undang-Undang diduga bertentangan dengan UUD

1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi; dan dalam hal suatu PUU dibawah UU

diduga bertentangan dengan UU, pengujiannya

dilakukan olehMahkamah Agung.”

Konstitusi di Amerika Serikat

Berangkat dari pengalaman beberapa negara

bahwa pentingnya sebuah konstitusi untuk

22

disusun dan diterapkan dalam suatu negara

lantaran rakyat ingin membuat permulaan baru

yang berkaitan dengan sistem pemerintahan

mereka. Sebagaimana di Amerika Serikat bahwa

pasca revolusi, negara tersebut mulai

memikirkan keinginan-keinginan rakyatnya agar

dapat di akomodir. Oleh karena itu pada tahun

1787 bangsa Amerika menyatakan ; “ Kita Bangsa

Amerika....menobatkan dan menegakkan

konstitusi ini bagi amerika Serikat”.19 Mulai

dari situlah, Amerika berbenah dan mengatur

ulang pemerintahannya yang baru. Atas nama

rakyat, konstitusi Amerika Serikat dibuat.

Selain itu Amerika Serikat juga merupakan

hukum yang demokratis dengan bentuk

pemerintahan republik. Konstitusi Amerika

Serikat adalah hukum tertinggi di Amerika

Serikat, sehingga secara formal, konstitusi

ini selesai dibuat pada tanggal 17

September 1787 dan kemudian menghasilkan

sebuah rancangan naskah konstitusi.20 Rancangan

naskah konstitusi tersebut diterima sebagai

naskah resmi untuk dimintakan persetujuan dari

pemerintah tiga belas negara bagian agar dapat

19 KC Wheare, 2011, Konstitusi-Konstitusi Modern, Nusamedia,Bandung hlm. 420 Ibid.,

23

berlaku secara efektif sebagai Konstitusi

Amerika Serikat. Pada akhir tahun 1787, ada

sembilan negara yang memberikan persetujuan,

sehingga secara formal konstitusi tersebut

sudah dapat berlaku secara sah, karena sudah

mencapai kesepakatan mayoritas yakni 2/3 suara

negara bagian.

Keberadaan Konstitusi Amerika Serikat

sebagai pengganti Artikel Konfederasi

disamping mengikat seluruh negara bagian juga

dianggap sebagai hukum tertinggi dan tidak

boleh ada hukum yang berkontradiksi dengan

konstitusi tersebut. Sehingga dalam

penerepannya, jika undang-undang atau produk

hukum yang dikeluarkan negara bagian, meskipun

telah disetujui oleh legislatif negara bagian

maupun Kongres Nasional, namun jika dianggap

bertentangan dengan undang-undang

dasar/konstitusi negara federal, maka undang-

undang tersebut tidak mempunyai kekuatan

hukum, sehingga dapat diajukan proses judicial

review ke Mahkamah Agung.21 Mahkamah Agung

Amerika Serikat yang berhak meneliti apakah

suatu undang-undang bertentangan atau tidak

21 Fathudin, Konstitusi Amerika Serikat, 8 Oktober 2012, URL:http://fathuddien.wordpress.com/2012/10/08/konstitusi-amerika-serikat/, diakses pada tanggal 4 September 2014. (21.30)

24

dengan konstitusi.22 Di dalam konstitusi

Amerika Serikat juga terdapat pembagian

kekuasaan konstitusional antara Pemerintah

Federal dan Pemerintah negara-negara bagian.

Konsep dasar konstitusional formal sistem

pemerintahan federal Amerika Serikat adalah

bahwa pemerintahan federal hanya memiliki

kekuasaan-kekuasaan yang diamanahkan

konstitusi. Semua kekuasaan lain yang tidak

didelegasikan kepada pemerintah federal akan

tetap dijalankan oleh negara-negara bagian.

Setiap lima puluh negara-negara bagian

mempunyai kekuasaan untuk membuat dan memiliki

undang-undang dasar sendiri tetapi tidak boleh

bertentangan dengan konstitusi federal, kepala

negara sendiri, dewan perwakilan sendiri, dan

dewan menteri (kabinet) sendiri. 23

Pembagian kekuasaan negara dengan tegas

diatur dalam konstitusi Amerika Serikat. Article

I, Section 1 menyatakan bahwa kekuasaan eksekutif

diserahkan kepada Presiden. Article II, Section 1

menyatakan bahwa kekuasaan legislatif

diserahkan kepada kongres yang terdiri dari

dua kamar yakni Senat (Senate) dan Dewan

22 Dahlan Thaib, et.al, 2008, Teori Dan Hukum Konstitusi, Jakata,PT Raja Grafindo Persada, hlm.. 63.23 KC Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, loc. cit.

25

Perwakilan Rakyat (House of Representative). Selanjutnya

Article III, Section 1 menyatakan bahwa kekuasaan

kehakiman diserahkan kepada Mahkamah Agung.24

Konstitusi Amerika Serikat secara tegas

menyatakan bahwa presiden adalah pemegang

kekuasaan eksekutif tertinggi. Presiden

Amerika Serikat dipilih oleh rakyat melalui

Dewan Pemilih (Electoral College). Sehingga secara

teknis rakyat Amerika memang tidak memilih

langsung presidennya. Masa jabatan

kepresidenan di Amerika adalah empat tahun

dan dapat dipilih kembali maksimal dua kali.

Pasal I konstitusi memberikan kekuasan

legislatif pemerintah federal kepada suatu

kongres yang terdiri dari dua kamar yakni

Senat (Senate) dan Dewan Perwakilan Rakyat (House

of Representative). Senat terdiri dari dua Senator

untuk tiap negara bagian, yang dipilih oleh

Badan Legislatif Negara Bagian dan menjabat

selama enam tahun. Berdasarkan konstitusi,

senat juga diberikan kekuasaan khusus yang

meliputi:25

24 Muhammad Tahir Azhary, 2003, Negara Hukum Suatu Studi TentangPrinsip-prinsipnya Dilihat ari Segi Hukum Islam, Implementasinyapada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Prenada Media, JakartaTimur, hlm. 259. 25Ibid, hlm. 40.

26

a. Dapat menolak dan juga mencegah

pengangkatan pegawai-pegawai yang dipilih

oleh Presiden untuk mengisi jabatan-

jabatan yang penting.

b. Harus memberikan persetujuannya (2/3 suara

dari seluruh suara) kepada setiap

perjanjian yang diadakan oleh Amerika

Serikat, sebelum perjanjian berlaku.

c. Mempunyai hak khusus untuk menyelidiki

segala dakwaan, akan tetapi hanya Badan

Perwakilan yang mempunyai hak khusus untuk

mendakwa (yaitu memajukan tuduhan kepada

pejabat-pejabat Pemerintah Amerika Serikat

termasuk Presiden, bahwa ia telah

melakukan kesalahan yang besar).

House of Representative terdiri dari para

anggota yang dipilih setiap dua tahun sekali

oleh rakyat di beberapa negara bagian dan

untuk masa jabatan selama dua tahun. House of

Representative di dalamnya memiliki 22 komisi

tetap yang mana ketuanya dipilih oleh anggota

House of Representative sendiri. Jumlah anggotanya

ditentukan oleh Kongres, yaitu berdasarkan

jumlah penduduk tiap negara bagian. Undang-

Undang mengatur satu kursi untuk setiap

27

600.000 penduduk dan rasio ini terus berubah

jumbuh dengan pertumbuhan penduduk.

Mengenai kekuasaan yudikatif, kekuasaan

tersebut terdiri dari suatu sistem peradilan

yang diserahkan kepada Mahkamah Agung Amerika

Serikat yang berhak meneliti apakah suatu

undang-undang bertentangan atau tidak dengan

konstitusi.26 Dengan merujuk pada amanat

konstitusi yaitu Pasal III yang menyatakan

dasar-dasar bagi sistem pengadilan federal,

Kongres Amerika Serikat membagi negara bagian

menjadi beberapa distrik dan membentuk

pengadilan federal untuk tiap-tiap distrik.

Sampai saat ini, komposisi dan struktur

lembaga peradilan yang masih berlaku adalah

Mahkamah Agung, 13 Pengadilan banding, 94

Pangadilan Distrik, dan dua pengadilan

yurisdiksi khusus. Sampai saat ini Kongres

memiliki wewenang untuk membentuk maupun

membubarkan pengadilan federal, serta

menentukan jumlah hakim pada sistem pengadilan

federal. Akan tetapi, kongres tidak dapat

meniadakan Mahkamah Agung.

E. Kesimpulan

26 K. C Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, op.cit. hlm. 147.

28

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Konstitusi adalah hukum dasar yang

menggambarkan keseluruhan sistem

ketatanegaraan suatu Negara dan dijadikan

sebagai pegangan dalam penyelenggaraan suatu

Negara.

2. Konstitusi berkedudukan sebagai norma hukum

tertinggi dalam PUU atau norma dasar yang

dijadikan pedoman bagi PUU di bawahnya. Dalam

Negara Kesatuan, seperti NKRI hanya ada satu

konstitusi, UUD 1945, sedangkan dalam Negara

Federal, seperti Amerika Serikat, ada dua

macam konstitusi, yaitu konstitusi Negara

Federal dan Negara Bagian. Meskipun ada dua

macam konstitusi di Negara Federal, kedua

konstitusi dalam Negara tersebut mengatur

tentang pembagian kekuasaan dengan lingkup

yang berbeda. Konstitusi dalam lingkup Negara

Federal membagi kekuasaan antara Negara

Federal dan Negara bagian, sedangkan

konstitusi Negara bagian mengatur pembagian

kekuasaan dalam lingkup pemerintahan Negara

bagian. Baik dalam Negara Kesatuan maupun

Negara Federal, konstitusi adalah sumber dari

pembagian kekuasaan pemerintahan yang mana

29

dijadikan sebagai norma dasar bagi

penyelenggaraan pemerintahan Negara tersebut

dan norma tertinggi dalam urutan PUU.

30

Daftar Pustaka

PUUUUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-Undangan

BukuDahlan Thaib, 1991, Pancasila Yuridis Kenegaraan, UPP

AMO YKPN, Yogyakarta.

Dahlan Thaib, et.al, 2008, Teori Dan Hukum Konstitusi,Jakata, PT Raja Grafindo Persada

Hans Kelsen, 2010, Teori Umum tentang Hukum danNegara, Cetakan Kedua, Nusa Media, Bandung.

Hartono, 1992, Pancasila dilihat dari Segi Historis,Rineka Cipta, Jakarta

Jimly Asshiddiqie, 2001, Pengantar Ilmu Hukum TataNegara, Rajawali Pers, Jakarta.

Jimly Asshiddiqie, 2011, Konstitusi &Konstitusionalisme Indonesia, Cetakan Kedua, SinarGrafika, Jakarta.

K.C. Where, 1960, Modern Constitution, London, OxfordUnversity.

KC Wheare, 2011, Konstitusi-Konstitusi Modern,Bandung, Nusa Media

Maria Farida S. Indrati, 2007, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta.

Martitah, 2008, E-Book Hukum Tata Negara, Semarang:Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.

Moh Kusnardi & Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum TataNegara, Jakarta, Ghalia.

31

Mohammad Fajrul Falaakh, 2008, Teori dan HukumKonstitusi, Yogyakarta: Magister Hukum UniversitasGajah Mada.

Muhammad Tahir Azhary, 2003, Negara Hukum Suatu StudiTentang Prinsip-prinsipnya Dilihat ari Segi HukumIslam, Implementasinya pada Periode Negara Madinahdan Masa Kini, Prenada Media, Jakarta Timur.

Sri Soemantri, 1992, Prosedur dan Sistem PerubahanKonstitusi, Alumni, Bandung.

ArtikelFathudin, Konstitusi Amerika Serikat, 8 Oktober 2012,

URL:http://fathuddien.wordpress.com/2012/10/08/konstitusi-amerika-serikat/, diakses pada tanggal 4September 2014. (21.30)