Tanggung Jawab Negara Dalam Penanganan - NARKOBA

148

Transcript of Tanggung Jawab Negara Dalam Penanganan - NARKOBA

NARKOBA

Dr. Elyta, S.Sos, M.Si.Dr. Dwi Haryono, M.Si

Ully Nuzulian, S.IP, M.Si

Tanggung Jawab Negara Dalam Penanganan

di Perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak CiptaLingkup Hak CiptaPasal 2:1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa pengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-ungangan yang berlalu.

Ketentuan PidanaPasal 721. Barangsiapa dengan sengaja ataau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2), dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

All rights reserved @ 2018, Indonesia: Pontianak

Dr. Elyta, S.Sos, M.Si.Dr. Dwi Haryono, M.Si

Ully Nuzulian, S.IP, M.Si

Editor : Dr. Herlan, S.Sos, M.Si

Layout & Cover:FAHMI ICHWAN

Publisher Top Indonesia (Anggota IKAPI)Jalan Purnama Agung VII Pondok Agung Permata Y35

Pontianak Kalimantan Barat

Cetakan Pertama, Desember 2018xii+ 136 page 15 x 23 cm

iii

KATA PENGANTAR

Buku berjudul “Tanggung jawab Negara dalam penanga­nan narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malay sia,”merupakan hasil kajian

yang memfokuskan pada studi Negara sebagai Aktor yang paling bertanggung jawab terhadap penanggulangan dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika yang beredar di Masyarakat. Peneliti yang tinggal di Pontianak memang tepat untuk mengangkat kajian Perbatasan sebagai subyek studi. Kita tahu bahwa perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia, Kalimantan Barat, disinyalir merupakan pintu masuk kegiatan bisnis illegal seperti perdagangan manusia dan juga Narkoba.

Buku ini memang tidak membahas secara khusus mengenai pentingnya Perbatasan sebagai wilayah yang rawan terhadap kejahatan trans-nasional, atau juga membahas geopolitik perbatasan sebagai jalur kedaulatan yang paling rawan dalam hubungan antar bangsa. Buku ini hanya khusus berbicara tentang peran Negara dalam melihat perbatasan sebagai pintu masuknya Narkoba yang dianggap semakin meningkat, baik peredaran maupun pemakaian Narkoba (smuggling and illegal drug trafficking)di masyarakat. Penulis buku ini mengajukan pertanyaan, “bagaimanakah tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia.”

Pertanyaan tersebut sangat jelas menyoroti Negara sebagai aktor tunggal dalam penangangan Narkoba. Meskipun beberapa peran masyarakat disinggung, namun oleh karena focus pada aktor

iv

Negara, sehingga peran keterlibatan masyarakat belum disentuh secara luas. Bahkan penulis cenderung menyoroti globalisasi sebagai penyumbang besar meningkatnya peredaran dan pemakaian narkoba di masyarakat. Hal itu sangat jelas kutipan dalam buku ini, yaitu :“dibukanya pasar informal di wilayah Asia Tenggara melalui Asean Free Trade Area (AFTA),” dianggap “telah membuka jalan bagi para pelaku yang mengedarkan Narkotika dengan tujuan memperluas pengaruh yang ia punya dalam bisnis gelap tersebut.”

Sayangnya kita tidak disuguhkan anggapan tersebut melalui berbagai kasus yang tertangkap, yang ditangani oleh Negara atau apparat di Perbatasan. Apabila data-data dapat disuguhkan, kita akan tahu, seberapa besar Negara telah meminimalisir kejahatan barang terlaran tersebut. Di sini tanggung jawab Negara terhadap pencegahan penyelundupan narkoba melalui perbatasan tersebut lebih banyak disoroti dari aspek normatif, legal dan cenderung pembahasannya terkesan teoritis. Dengan begitu, kita kurang menemukan berbagai strategi dan taktik Negara untuk menghapuskan penyelundupan, perdangangan dan pemakaian narkoba di wilayah perbatasan tersebut..

Namun demikian buku ini tetap berharga sebagai bacaan, terutama dalam mengetahui bahaya Narkoba di masyarakat. Buku ini juga berusaha mengemukakan upaya-upaya preventif yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan bahaya narkoba. Anehnya, secara statistik penyelundupan dan peredaran narkoba di perbatasan tersebut tidak surut tetapi justru meningkat. Dalam hal ini, peran dari Satuan Tugas Imigrasi di Perbatasan manjadi sangat penting dalam penanganan kasus penyelundupan di perbatasan, karena mereka adalah aparat ujung tombak yang setiap hari berhadapan dengan penyeberang dan pelintas batas.

Terlepas dari semua kekurangan tersebut, buku ini sangat baik untuk dibaca, selain memberi informasi tentang bahaya Narkoba juga ajakan agar Narkoba menjadi musuh bersama, sebuah ancaman

v

besar yang akan menghancurkan generasi bangsa. Oleh sebab itu, dalam penangangan dan pencegahan, Negara tetap wajib melibatkan masyarakat secara bersama-sama. Negara tidak dapat bekerja sendiri tanpa keterlibatan semua unsur dalam masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan himbauan Perserikatan Bangsa Bangsa,(PBB) sejak 1992, yang menghimbau dan mengajak Pemimpin dunia untuk mengkampanyekan bahaya penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat additive lainnya. Sekian pengantar saya ini, semoga bermanfaat.

Prof. Dr. Andrik Purwasito, DEAKetua Prodi Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta.

vi

vii

PENGANTAR

Alhamdulillah, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali kita yang ingat kepadaNya. Segala puja dan puji hanya layak untuk Allah SWT seru sekalian

alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayahNya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul “TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM PENANGANAN NARKOBA DI PERBATASAN ENTIKONG INDONESIA DAN TEBEDU MALAYSIA”. Buku ini membahas mengenai narkoba, dalam hal ini tim penulis menggunakan dua istilah yaitu istilah “narkoba” dan narkotika, kedua istilah ini adalah sama saja.

Selama menyelesaikan buku ini, dari awal sampai akhir penulis banyak mengalami kesukaran dan hambatan, dan penulis juga menyadari bahwa penelitian dan penyusunan buku ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Dengan sepenuh hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga kepada para Narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk memberi berbagai informasi serta arahan kepada penulis sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura beserta jajarannya. Lebih lanjut ucapan terima kasih kepada infoman yaitu Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, Kepala Seksi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, Tokoh masyarakat Entikong (Indonesia)

viii

dan Tebedu (Malaysia), yang bersedia diwawancarai sehingga penulis mendapatkan data dalam penyusunan buku ini.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan kerendahan hati, penulis menerima kritikan atau saran dari semua pihak demi kesempurnaan. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Akhirnya kepada Allah SWT, penulis memohon doa semoga amal bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat pahala dari-Nya. Tiada kata yang paling indah untuk mengungkapkan semua ini, hanya satu kata Alhamdulillah rabbal’alamin.

Pontianak, Desember 2018

Dr. Elyta, S.Sos, M.Si.Dr. Dwi Haryono, M.Si

Ully Nuzulian, S.IP, M.Si

( ix )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

KATA PENGANTAR iiiPENGANTAR viiiDAFTAR ISI ix

BAB I PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Rumusan Masalah 81.3. Tujuan Penelitian 81.4. Manfaat Penelitian 91.4.1. Manfaat Teoretis 91.4.2. Manfaat Praktis 9

BAB II TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM KAJIAN TEORI 2.1. Teori Negara 112.1.1. Definisi Negara 112.1.2. Asal-Usul Negara 122.1.3. Syarat-Syarat Berdirinya Negara 132.1.4. Sifat Negara 152.1.5. Tujuan dan Fungsi Negara 152.2. Teori State’s Border 162.3. Teori Kejahatan Transnasional 202.4. Konsep Narkotika 24

DAFTAR ISI

( x )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

2.5. Konsep Penyelundupan 272.6. Teori Responsibility to Protect (R2P) 292.6.1. Tanggung Jawab untuk Mencegah (Responsibility to Prevent) 302.6.2. Tanggung Jawab untuk Bereaksi (Responsibility to React) 312.6.3. Tanggung Jawab untuk Membangun Kembali (Responsibility to Rebuild) 322.7. Kerangka Pikir Penelitian 32

BAB III METODE PENELITIAN 35

BAB IV KONDISI PERBATASAN ENTIKONG INDONESIA DAN PERBATASAN TEBEDU MALAYSIA 374.1. Kecamatan Entikong 374.2. Tebedu 464.3. Kasus Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia 42

BAB V TANGGUNG JAWAB NEGARA DALAM PENANGANANNARKOBA DI PERBATASAN ENTIKONG KABUPATEN SANGGAU KALIMANTAN BARAT 5.1. Tanggung Jawab Negara Melalui Pencegahan Untuk Menangani Narkoba 465.1.1. Bidang Peringatan Dini 505.1.2. Mengatasi Akar Penyebab 515.1.2.1. Kondisi Geografis Negara Indonesia 5.1.2.2. Dampak dari AFTA (Asean Free Trade Area) 575.1.2.3. Minimnya Penjagaan dan Fasilitas Penjagaan yang Kurang Memadai 605.1.2.4. Faktor Ekonomi dan Tingginya Permintaan (Demand) Pasokan Narkoba di Indonesia 635.1.3. Pencegahan Secara Langsung 665.1.3.1. Pencegahan Melalui Peran Langsung Kepolisian

( xi )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

RI dan BNN 665.1.3.2. Pencegahan Melalui Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia 685.1.3.3. Pencegahan Melalui Kerja Sama Indonesia-Organisasi Luar Negeri 715.2. Tanggung Jawab Negara dengan Melakukan Reaksi dalam Upaya Penanganan Kasus Penyelundupan Narkoba 755.2.1. Tanggung Jawab Pengawasan dan Pengendalian oleh TNI, POLRI, BNN, dan Bea Cukai RI 765.2.2. Tanggung Jawab negara dengan melakukan Pengawasan dan Pengendalian melalui Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia 895.2.3. Tanggung Jawab Pengawasan dan Pengendalian Melalui Kerja Sama Indonesia-Organisasi Luar Negeri 995.3. Tanggung Jawab Negara dalam Membangun Kembali dari Dampak Kasus Penyeludupan Narkotika 1045.3.1. Pengobatan dan Rehabilitasi oleh BNN 1045.3.2. Pengobatan dan Rehabilitasi Melalui Kerja Sama Indonesia-Malaysia 106

BAB VI PENUTUP 1116.1. Kesimpulan 1116.2. Rekomendasi 112

DAFTAR PUSTAKA 115GLOSARIUM 125INDEX 129TENTANG PENULIS 133

( xii )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

( 1 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara-negara internasional hingga kini masih disibukkan oleh perkembangan arus globalisasi seperti dua belah sisi dari sebuah koin. Disalah satu

sisinya, globalisasi membawa pengaruh yang positif pada majunya teknologi, informasi, serta komunikasi menjadi lebih berkembang (Nugraheni 2016, 236). Selain itu globalisasi juga memudahkan bagi jalannya hubungan antar manusia dari skala global sekalipun. Kebutuhan akan informasi dirasakan menjadi hal vital yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di dunia.

Namun hal tersebut kemudian memberikan sisi negatif pula. Globalisasi ini pula yang membuat manusia antar negara menjadi saling ketergantungan juga sama-sama memengaruhi terjadinya kejahatan transnasional sehingga terbentuk sebuah dunia yang tidak memiliki batas atau a world without limits (Aditya 2017, 1). A world without limits atau yang lebih diketahui sebagai borderless world ditinjau dari sisi positif mampu memberikan kemudahan perdagangan antar negara serta perpindahan manusia di era globalisasi, globalisasi juga berpengaruh pada kejadian kejahatan transnasional.

Dampak negatif dari globalisasi tersebut juga mengena pada aspek keamanan kawasan pada satu negara melalui fenomena kejahatan transnasional (Rahmanidar 2006, 1). Kejahatan

( 2 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

transnasional atau transnasional crime tersebut melingkupi praktik teror (terorism), beredarnya kasus penyelundupan dan perdagangan Narkotika (smuggling and illegal drug trafficking), kasus jual beli manusia (human trafficking), kasus pencucian uang (money laundring), pemasukan senjata atau barang secara gelap (weapon or goods smuggling), masuknya imigran dengan tidak resmi (illegal immigrant), pembajakan kapal-kapal (ship piracy), kejahatan di dunia maya/internet (cyber crime), tindak pidana suap/korupsi (corruption), penyelundupan kayu (ilegal logging), dan berbagai kejahatan sosial-ekonomi-politik lainnya (Aditya 2017, 1). Hal-hal tersebut merupakan dampak negatif dari arus globalisasi. Permasalahan tersebut juga kemudian terlibat dalam beraneka macam penjuru dunia serta telah ditelaah sebagai intimidasi keamanan cara aktual yang lebih modern.Dalam kondisi Indonesia, kriminalitas transnasional adalah intimidasi keamanan yang sesungguhnya (Aditya 2017, 1). Hal tersebut dikarenakan lokasi Negara Indonesia merupakan daerah yang merupakan gugusan dari beberapa pulau (archipelago). Indonesia mempunyai border line yang panjang serta bebas. Hal ini mendukung daya pontensial bagi Negara Indonesia sehingga menjadikannya sebagai kawasan bagi gerakan komunitas pelanggaran yang berkenaan dengan perluasan atau keluar dari border state .

Di wilayah Asia Tenggara ditemukan suatu sentral produksi Narkotika terbesar sedunia. Pusat tersebut berada di antara Negara Laos, Myanmar, dan Thailand yang seolah membentuk segitiga dengan sebutan sebagai golden triangle. Dalam masa warsa 1970 sampai warsa 2000, golden triangle dijadikan sebagai induk pembuatan opium maupun heroin. Golden Triangle atau segitiga emas di kawasan Asia Tenggara ini menjadi wilayah yang terkenal dalam menghasilkan Narkotika berupa opium dan heroin yang banyak digunakan pada Perang Vietnam. Keuntungan yang didapat dari perdagangan bahan Narkotika tersebut kemudian dimanfaatkan oleh lembaga CIA untuk membiayai pihak sekutu Amerika Serikat di Negara Laos (Medanbisnisdaily.com 2016).

( 3 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

.Gambar 1.1. Salah Satu Titik Golden Triangle

Sumber: Medanbisnisdaily.com (2016)

Penyebaran narkoba/narkotika, dalam hal ini tim penulis menggunakan dua istilah yaitu istilah “narkoba” dan istilah “narkotika meningkat pesat dipenghujung Perang Vietnam hingga tahun 1980 akhir yang disebabkan oleh tingginya permintaan. Fenomena tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap beranjaknya penyelundupan Narkotika antara Malaysia – Indonesia dengan menciptakan tingkatan yang kritis dan memprihatikan. Kasus penyalahgunaan Narkotika serta peredarannya merupakan salah satu kejahatan serius yang sangat erat kaitannya dengan isu keamanan non-tradisional negara Indonesia.

Perdagangan gelap Narkotika ini juga terjadi pada Provinsi Kalimantan Barat. Narkotika menjadi kasus yang cukup besar di Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan perolehan data melalui Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, untuk kasus tindak pidana Narkotika yang terdata pada periode Januari sampai Juni 2018, pihak kepolisian mencatat terdapat 403 kasus yang ditangani oleh Direktorat POLDA Kalimantan Barat.

( 4 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Di beberapa Satuan Wilayah terdapat peningkatan dalam jumlah tindak pidananya yaitu Polresta Kota Pontianak, Polres (Kepolisian Resor) Mempawah, Polres (Kepolisian Resor) Singkawang, Polres (Kepolisian Resor) Sambas, Polres (Kepolisian Resor) Sanggau, Polres (Kepolisian Resor) Landak, Polres (Kepolisian Resor) Sekadau, Polres (Kepolisian Resor) Melawi, Polres (Kepolisian Resor) Ketapang, Polres (Kepolisian Resor) Kapuas Hulu, dan Polres (Kepolisian Resor) Kayong Utara. Sedangkan Polres (Kepolisian Resor) Bengkayang dan Polres (Kepolisian Resor) Sintang terjadi peningkatan seperti data berikut.

Tabel 1.1. Jumlah Tindak Pidana Narkotika

NO SATWILJUMLAH TINDAK PIDANA

2014 2015 2016 2017

1 DIREKTORAT 46 62 89 98

2POLRESTA PONTIANAK

67 92 110 87

3 POLRES MEMPAWAH 18 20 43 41

4POLRES SINGKAWANG

29 22 33 36

5 POLRES SAMBAS 12 15 34 36

6POLRES BENGKAYANG

7 8 23 13

7 POLRES LANDAK 10 22 20 32

8 POLRES SANGGAU 24 34 51 57

9 POLRES SEKADAU 7 12 19 18

10 POLRES MELAWI 18 18 17 13

11 POLRES SINTANG 19 12 32 21

12 POLRES KETAPANG 25 33 43 50

( 5 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

13POLRES KAPUAS HULU

11 25 33 17

14POLRES KAYONG UTARA

- - - 11

JUMLAH 293 375 547 530

Sumber: Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (2018)

Seperti yang dipaparkan dalam Tabel 1.1. di atas, Satwil (Satuan Wilayah) Direktorat mencatat sebanyak 46 kasus tindak pidana di tahun 2014 kemudian terjadi peningkatan di tahun 2015menjadi sebanyak 62 kasus, 89 kasus pada tahun 2016, 98 kasus pada tahun 2017, Di Polresta Pontianak menjadi Satwil dengan catatan jumlah tindak pidana terbanyak se-Kalimantan Barat dengan data dari tahun 2014 hingga tahun 2018. Tercatat sebanyak 67 buah kasus tindak pidana pada warsa 2014 yang kemudian mengalami peningkatan pada warsa 2015 ke angka 92 temuan, 110 kasus di tahun 2016, Di Satwil Polres Mempawah, pada tahun 2014 tercatat sebanyak 18 kasus dan mengalami pertambahan jumlah kasus sebanyak 2 kasus pada tahun berikutnya menjadi 20 kasus di tahun 2015. Setelah itu mengalami kenaikan kembali di tahun 2016 ke angka 43 temuan kasus.

Dilanjutkan pada data yang ada di Satwil Polres (Satuan Wilayah Kepolisian Resor) Singkawang di tahun 2014 tercatat sebesar 29 temuan di tahun 2014 namun mengalami penurunan pada tahun 2015 yakni pada angka 22 kasus tindak pidana. Namun pada tahun-tahun selanjutnya terus mengalami kenaikan yaitu sebanyak 33 kasus pada tahun 2016, 36 kasus pada tahun 2017, Pada tahun 2014 tercatat sebanyak 12 kasus tindak pidana yang ditemukan di Satwil Polres Sambas. Mengalami kenaikan pada tahun 2015 menjadi sejumlah 15 angka, pada tahun 2016 sejumlah 34 angka, pada tahun 2017 sejumlah 36 angka.

( 6 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Satwil Polres Bengkayang menjadi Satwil dengan temuan tindak pidana tersedikit ketiga se-Kalimantaan Barat dalam rentang tahun 2014 sampai dengan tahun 2018. Tercatat sebanyak 7 kasus pada tahun 2014 yang bertambah 1 kasus menjadi 8 temuan kasus pada tahun 2015. Di tahun 2016 mengalami peningkatan hingga mencapai angka 23 kasus dan mengalami penurunan di tahun berikutnya yaitu tahun 2017 menjadi sebanyak 13 kasus. Selanjutnya di Satwil Polres Landak terdata memiliki catatan jumlah tindak pidana dengan garis grafik yang turun-naik dengan mencatat terjadi sebanyak 10 kasus di tahun 2014. Polres Lancdak mencatat adanya peningkatan pada tahun 2015 yaitu terjadi sebanyak 22 kasus tindak pidana. Pada tahun 2016 temuan kasus yang semula mengalami penurunan pada angka 20 kasus kemudian terjadi kenaikan kembali menjadi 32 kasus pada tahun 2017.

Di Satwil Polres Sanggau terjadi kenaikan pasti pada tahun 2014, 2015, 2016, dan 2017 namun mengalami penurunan di tahun 2018. Tercatat sebanyak 24 kasus terjadi di tahun 2014 yang meningkat ke angka 34 temuan di tahun 2015, 51 kasus di tahun 2016, dan 57 kasus pada tahun 2017. Satwil Polres Sekadau adalah Satwil dengan jumlah temuan tindak pidana kedua yang tersedikit di Kalimantan Barat pada rentang tahun 2014 hingga tahun 2017. Namun terjadi peningkatan sejak warsa 2014 sampai 2016. Hal tersebut terlihat pada tahun 2014 tercatat sebanyak 7 kasus tindak pidana yang ditemukan. Kemudian pada tahun 2015 terjadi peningkatan menjadi sebanyak 12 kasus dan pada tahun 2016 menjadi sebanyak 19 kasus.

Selanjutnya di Satwil Polres Melawi terjadi stagnansi jumlah temuan kasus tindak pidana tersebut pada tahun 2014 dan 2015 yaitu pada angka 18 kasus. Pada Satwil ini kemudian stabil mengalami penurunan di tahun-tahun berikutnya yaitu sebanyak 17 temuan di tahun 2016, 13 temuan di tahun 2017, serta 9 temuan di tahun 2018. Di Satwil Polres Sintang tercatat sebanyak 19 temuan kasus tindak pidana di tahun 2014. Di tahun 2016 terjadi kenaikankembali di angka 32 kasus.

( 7 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Pada Satwil Polres Ketapang mengalami peningkatan pada tahun 2014 hingga tahun 2017 dan terjadi penurunan di tahun 2018. Tercatat sejumlah 25 kasus yang terdata di tahun 2014, kemudian angka tersebut mengalami kenaikan di tahun 2015 sejumlah 33 temuan kasus. Kemudian di tahun 2016 kembali mengalami kenaikan dengan angka sejumlah 43 temuan kasus. Pada tahun 2017 juga terjadi kenaikan temuan kasus menjadi sejumlah 50 temuan. Di Satwil Polres Kapuas Hulu mencatat adanya temuan tindak pidana sebanyak 11 kasus pada tahun 2014, kemudian di tahun 2015 terdata sejumlah 25 kasus. Setelah itu mengalami kenaikan kembali pada angka 33 kasus pada tahun selanjutnya. Pada tahun 2017 temuan kasus yang terdata turun sebanyak 16 angka yaitu turun pada angka 17 buah kasus.

Polres Kayong Utara tercatat menjadi Satwil dengan jumlah tindak pidana paling sedikit se-Kalimantan Barat berdasarkan data dengan rentang tahun 2014 hingga 2018. Tidak tercatat temuan kasus tindak pidana pada tahun 2014, 2015, dan 2016. Di tahun 2017 tercatat sejumlah 11 kasus dan menurun di tahun 2018 ke angka 5 buah kasus. Secara keseluruhan memperlihatkan total angka yang memperoleh peningkatan sejak warsa 2014 sampai 2016 dan menghadapi penurunan di warsa 2017 hingga tahun 2018. Tercatat secara keseluruhan terdapat sebanyak 293 kasus di tahun 2014, 375 temuandi tahun 2015, 547 temuan di tahun 2016.

Di tahun 2014 jumlah penyalahguna Narkoba dari Warga Negara Indonesia sebanyak 410 orang sedangkan Warga Negara Asing tidak ada. Pada tahun 2015, 2016, dan 2017 jumlah tersebut terus mengalami peningkatan. Yaitu pada tahun 2015 tercatat jumlah penyalahguna Narkoba dari WNI sejumlah 421 temuan sedangkan WNA sejumlah 1 temuan. Pada tahun 2016 tercatat jumlah penyalahguna Narkoba dari WNI sejumlah 674 temuan sedangkan WNA sejumlah 8 temuan. Serta di tahun 2017 tercatat jumlah penyalahguna Narkoba dari Warga Negara Indonesia sebanyak 718 orang. Data lebih jelas tergambar dari data sebagai berikut.

( 8 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Tabel 1.2. Jumlah Tindak Pidana Narkotika Berdasarkan Kewarganegaraan

NOWARGA NEGARA

2014 2015 2016 2017

1 WNA 0 1 8 3

2 WNI 410 421 674 718

JUMLAH 410 422 682 721

Sumber: Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (2018)

Berdasarkan data tersebut, telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan selama empat tahun terakhir. Dengan demikian peneliti mengindikasikan terjadinya peningkatan Narkotika di Kalimantan Barat, Indonesia melalui PLBN Entikong dan Komplek Imigresen Tebedu Malaysia disinyalir karena tanggung jawab negara dalam menangani penyebaran Narkoba yang belum berjalan optimal.

1.2. Rumusan MasalahRumusan masalah dari penelitian ini yakni bagaimanakah

tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia?

1.3. Tujuan PenelitianBerdasar pada latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana

yang diungkapkan sebelumnya oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar dapat memahami dan menganalisa tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia.

( 9 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat TeoritisManfaat teoretis yang termuat dalam penelitian ini yakni

agarilmu penengetahuan di disiplin pengetahuan sosial dan ilmu politik terutama mengenai peran negara khususnya mengenai tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia dapat diketahui secara jelas.

1.4.2. Manfaat PraktisPenelitian ini diupayakan dapat menjadi referensi untuk

pemerintah, institusi, lembaga, serta pihak-pihak terkait untuk lebih meningkatkan pengoptimalan dan sinergi mengenai tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia.

( 10 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

( 11 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB IITANGGUNG JAWAB

NEGARA DALAM KAJIAN TEORI

2.1. Teori Negara2.1.1. Definisi Negara

Negara merupakan objek ilmu politik, walaupun negara merupakan suatu bentuk yang tidak beraturan walaupun kita tidak pernah melihat suatu negara secara langsung

namun seperti Indonesia, Inggris, dan Belanda. Tetapi dengan hanya melihat benderanya, orangya, lambangnya atau mendengarkan bahasa nasionalnya, serta merasakan konsep dasar negara tersebut dan juga mengetahui sistem pemerintahannya (Syafiie 2010, 78). Jadi, untuk memahami apa itu ilmu politik, maka pembahasan suatu negara juga tidak bisa dilepaskan atau dengan kata lain pembahasan mengenai ilmu kekuasaan dan negara selalu berkesinambungan.

Negara dapat diartikan sebagai instrument sosial manusia yang tertinggi dan luas dan memiliki fungsi untuk menjadikan manusia memenuhi kebutuhan kebutuhan fisiknya yang melewati kemampuan lingkungan sosial yang agak kecil seperti perdesaan dan perkotaan. (Suhelmi 2001, 94). Dengan demikian negara merupakan instrument dari suatu masyarakat dalam suatu wilayah yang didalamnya memiliki sebuah persaingan kekuasaan tertinggi yang di patuhi oleh rakyat, dimana

( 12 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

pemegang kekuasaan vital yang memiliki kewenangan mengatur suatu wilayah nya sendiri dengan mengatas namakan masyarakat.

2.1.2. Sejarah Terbentuknya NegaraDalam sejarah terbentuknya negara maka terdapat beberapa

pandangan diantaranya yaitu: (1). Teori kenyataan, yakni deori dengan dasar bahwa terbentuknya suatu negara adalah karena memang sudah waktunya negara tersebut terbentuk dengan beberapa syarat yang dimiliki maka terbentuk lah suatu negara tersebut; (2). Teori ketuhanan, yaitu teori yang beranggapan bahwa negara terbentuk karena kehendak dari sang pencipta; (3).Teori perjanjian, teori yang memiliki argument bahwa negara merupakan hasil dari kesepakatan dari pihak-pihak pemangku kekuasaan; (4). Teori penaklukan, gagasan dari teori ini adalah negara terbentuk karena terjadinya karena 2 pihak yang berseteru yang kemudian pemenangnya mendapatkan daerah tersebut; (5). Teori kekuatan, yakni teori yang memberi ide tentang asal mula suatu negara terbentuk karena segerombolan manusia memenangkan perang atas segerombolan manusia yang lain; (6). Teori garis keturunan, teori ini memiliki angapan bahwa terbentuk nya suatu negara adalah suatu yang awalnya sedikit kemudian terus berkembang sehingga menjadi suatu keluarga yang besar hingga terjadlah sesuatu yang disebut negara; (7). Teori organis, teori ini memiliki angapan bahwa negara itu sebagai individu yang memiliki kekuatan yang sangat kuat kemudian mati dan tenggelam dalam waktu; (8). Teori kadaluarsa atau pengalihan hak, adalah teori yang berbunyi,bahwa raja lah yang memiliki kekuatan pada zaman dahulu sehingga terbentuk lah suatu negara; (9). Teori alammiah, adalah teori yang memiliki gagasan alam lah yang menciptakan dan membuat negara dapat berkembang secara alami; (10). Teori filosofis atau teori metafisis, teori yang beranggapan bahwa terbentuknya negara itu merupakan hasil pemikiran para pemikir dahulu yang dianggap memang seharusnya sudah ada; dan (11). Teori historis, yaitu teori yang memiliki suatu pemikiran bahwa negara adalah organisasi-organisasi social yang secara tidak sengaja

( 13 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

terjadinya dan perkembangannya mengalami evolusi sesuai akan dengan apa yang dikehendaki oleh manusia (Syafiie 2001, 81).

2.1.3. Syarat-Syarat Berdirinya NegaraProses terjadinya suatu negara tidak akan terjadi dengan begitu

saja. ia mulai berproses dari suati pemenuhan akan persyaratan yang harus dapat dipenuhi semua unsur negara ( Syafiie 2001, 81). Dengan dapat dipenuhi unsur negara maka keberadaannya sebagai identitas politik tidak diragukan lagi sebagai suatu subjek hukum. Unsur-unsur yang ada di dalam negara diantaranya yaitu (1). Wilayah, setiap negara pasti memiliki suatu wilayah yang sudah di tentukan batas-batas wilayahnya dan memiliki garis perbatasan. Kekuatan suatumencakup seluruh wilayah tidak hanya darat tetapi juga mencakup wilayah laut dan wilayah udara juga termasuk dalam kekuasaan nya. Di karenakan sekarang adalah jaman globalisasi permasalahan mengenai daerah kedaulatan jauh lebih susah dari pada masa lalu; (2). Setiap negara mempunyai warga negara dan memiliki kekuasaan negara dalam aksebilitas dalam wilayahnya. Dalam menganalisa permasalahan tentang warga negara ini, perlu dilihat penyebab, seperti masalah melonjak jumlah penduduk, tingkat pembangunan, tingkat kepintaran homogenitas dan masalah kecintaan terhadap tanah air; (3). Pemilik kekuasaan seluruh dunia memiliki lembaga yang memiliki tugas untuk menyimpulkan dan melaksanakan hasil musyawarah yang mengatur dann memaksa bagi semua masyarakat yang berada dalam negara tersebut, produk hokum yang dihasilkan dapat berupa undang-undang dan hal hal mengikat dan memiliki dasar hukum dan legalitas; dan (4). Pengakuan dari warga negara adalah kekuatan tertinggi untuk membuat suatu produk hukum dan mengimplementasikannya dan bisa menggunakan cara yang represif kepada seluruh warga negaranya. Kekuasaan untuk memaksakan pelaksanaan produk hukum yang disepakati tetap terletak pada negara (Budiardjo 2008, 51).

Selain itu, terdapat lima syarat yang harus dipenuhi dalam sebuah negara yakni (1). Adanya wilayah (unsur utama), artinya

( 14 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

ada batas batas wilayah yang lazimnya sudah diakui oleh negara yang berada di sekitarannya yang menjadi perbatasan langsung; (2). Adanya penduduk (unsur primer) adalah pelaku yang bermukim dalam wilayah di suatu negara tersebut serta memiliki kesadaran sebagai seorang warga negara tersebut; (3) Adanya organisasi tertinggi yang memimpin negara tersebut (unsur primer) yang memiliki wewenang untuk mengelola negara yang dipimpinnya; (4). Adanya pengakuan dari warga negaranya sendiri (unsur primer) artinya kekuasaan untuk membuat produk produk hukum yang nantinya akan dibuat untuk melaksanakan siklus kehidupan bernera menjadi lebih tertib dan aman; juga (5). Adanya pengakuan sebagai unsur pelengkap yang akan menambahkan kekuatan dari suatu bangsa, baik itu pengakuan secara iinternal maupun secara eksternal pengakuan ini dibuhkan untuk menguatkan eksistensi suatu negara tersebut (Syafiie 2001, 87).

Masyarakat adalah mekanisme suatu sistem relasi yang dilakukan dengan sengaja. Jika individu di biarkan mencari kepentingannya sendiri sendiri dan di biarkan secara liar tanpa adanya suatu aturan, maka aka nada pihak yang diugikan secara keseluruhan. Manusia memiliki sifat yang alami untuk hidup secara Bersama orang lain dan hidup secara bantu membantu. Akan tetapi sifat manusia berbeda beda sehingga kadang tidak mudah untuk di pahami oleh orang lain. Tetapi untuk memenuhi kebutuhannya manusia biasanya melakukan perjanjian dengan orang lain dengan cara memenage kelompok kelompok dan negara merupakan Lembaga yang paling tertinggi yaitu negara. Negara lahir karena untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pengaturan, dan pemerintah memenuhi kehidupan politiknya (Mac Iver dalam Budiardjo 2008, 33).

Warga negara adalah kesatuan dari individu yang memiliki derajat yang sama, dengan demikian, warga negara adalah individu yanf melakukan komunikasikan segala sesuatu dengan mendapatkan suatu timbal balik yang baik agar dapat hidup secara harmonis (Kansil 1990, 4). Dengan demikian masyarakat adalah manusia yang memiliki sifat alami untuk melakukan segala hal secara kolektif guna untuk

( 15 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

memenuhi kebutuhan bersama.Elemen elemen pembentukan suatu negara tidak dapat kita lepaskan antara satu dan lainnya. Jadi tanpa adanya masyarakat tidak bisa kita sebut negara tersebut bergerak. Di dunia ini tidak ada negara yang bisa di bilang keluar dengan sendirinya.

Definisi negara menempatkan kepentingan bangsa dan negara dengan keinginan satu orang saja maksudnya adalah sebagai cara untuk menumbuhkan tolerans, dan hal-hal lain yang sifatnya sama. Maka aka ada dampak yang di berikan oleh masyarakat kepada negara karena tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka misalnya kebutuhan akan rasa kedamaian, maka dari itu masyarakat dapat menjadi seseorang yang memiliki rasa memberontak apa bila dia tidak kepada negara. Gerakan ini sangat berpengaruh bagi kelangsungan masyarakat apabila hal seperti ini akan terjadi sesuatu perlawanan yang berujung dengan perpecahan yang akan terjadi karena adanya rasa ketidak puasaan terhadap pemerintah.

2.1.4. Sifat NegaraNegara pada dasarnya memiliki sifat mencakup semua, segala

sesuatu yang menyangkut dengan kelancaran dalam kehidupan bernegara berlaku untuk semua warganegara nya tanpa pengecualian, karena apabila negara ada membiarkan warga negaranya tidak mengindahkan apa yang sudah di rancang oleh pemerintah maka hal ini dapat menghambat penduduk suatu negara tersebut kearah yang lebih baik yaitu tercapainya cita-cita nasional.

Dan pada dasarnya sifat dari suatu negara haruslah memaksa warga negaranya untuk menaati segala kesepakatan hokum yang telah dibuat dan menghapuskan kelompok kelompok yang melakukan penentangan terhadap pemerintah, dan peraturan yang dibuat harus lah dilaksanakan oleh semua warga negara nya tanpa ada satu pengecualian apapun.

2.1.5. Tujuan dan Fungsi NegaraMenurut Plato, negara bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

( 16 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

warga negaranya yaitu berupa infrastruktur yang merupakan kepentingan umum sedangkan fungsi negara adalah untuk mencapai tujuan yang merupakan cita cita leluhur dari pendiri bangsa mereka sendiri. Lebih lanjut, menurut Aristoteles, fokus dari suatu negara adalah agar semua warga negaranya adalah memiliki kehidupan yang layak dan fungsi dari negara adalah memperjuangkan kelangsungan hidup warganegaranya dan kepentingan mayarakat secara keseluruhan (Hadjon 2004, 101).

Dengan demikian yang harus dilakukan oleh suatu negara adalah memberikan kemudahan bagi warga negaranya dengan memenuhi segala aspek aspek yang dianggap perlu sehingga dapat berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Dengan terbentuknya suatu negara berarti negara tersebut telah berhak untuk membuat produk hukum yang sifat nya memaksa dalam pelaksanaan untuk melaksanakan kewajiban pemerintah dalam melindungi dan sangat penting bagi kelangsungan negara tersebut.

Hakikat terbentuknya suatu bangsa pada dasar nya adalah memberikan rasa kecukupan pada masyarakat yang bermukim di wilayahnya dan sebagai masyarakat suatu negara memiliki harapan yang tinggi kepada penrintah agar dapat memberikan kecukupan bagi seluruh rakyatnya bukan hanya pada individu individu tertentu. Dan negara di bentuk memiliki kekuasaan untuk menimbulkan rasa keadilan serta masyarakat juga mengharapkan untuk pemerintah dapat membuat lembaga peradilan yang mampu dijadikan tempat untuk untuk meminta keadilan.

2.2. Teori State’s BorderBatas atau border merupakan suatu pemisah antara bagian

daerah baik dari fisik, sosial, maupun budaya yang merupakan wilayah kekuasaan suatu negara. Batas negara pada peta merupakan penanda lingkup yurisdiksi atau kedaulatan dari suatu negara biasanya berupa garis tegas pada peta. Dalam bidang politik, batas negara merupakan garis kedaulatan yang terdiri dari dataran, lautan, termasuk potensi

( 17 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang berada di dalam perut bumi pada wilayah negara tersebut (Yani dan Hayati 2011, 45).

Perbatasan negara (state’s border) adalah garis yang membatasi dua negara yang bertetangga. Pada awalnya sebelum adanya perbatasan, kedua kelompok masyarakat tersebut hidup berdampingan tanpa mengenal perbedaan. Mereka biasanya memiliki latar belakang suku dan budaya serta bahasa yang sama. Namun akibat adanya status negara, memisahkan anggota kelompok tersebut menjadi dua bagian. Dengan status negara yang berbeda, tentunya kewarganegaraan yang berbeda pula. Hal ini yang menyebabkan dua negara bertetangga umumnya didiami oleh suku yang sama walaupun kewarganegaraan berbeda (Yani dan Hayati 2011, 45). Contohnya Suku Melayu di Malaysia dan Suku Melayu di Indonesia. Mereka memiliki latar belakang nenek moyang sama, namun karena adanya negara maka mereka dipisahkan menjadi kewarganegaraan berbeda.

Berdasarkan kesepakatan yang telah dilakukan mengenai hubungan perekonomian dagang antar negara melalui perbatasan yang menghubungkan secara bilateral Negara Indonesia dan Malaysia. Kesepakatan tersebutditetapkan di Jakarta pada 24 Agustus tahun 1970. Pada kesepakatan itu telah disetujui mengenai beberapa hal pada cross-border trade antara Negara Indonesia dan Negara Malaysia. Perjanjian tersebut diresmikan tanpa menyertakan pengesahan oleh kedua belah pihak, karena kesepakatan ini cenderung diperlukan dalam kepentingan terbatas warga negara yang bermukim di wilayah perbatasan. Pada BTA tersebut mengatur dasar-dasar berupa pemahaman dari perdagangan/perniagaan lintas batas, pihak-pihak yang melakukan perdagangan di lintas batas tersebut, jenis, dan nilai barang/produk yang diperdagangkan.

Beragam macam perdagangan lintas batas yang secara legal dapat dilakukan oleh kedua negara dapat meliputi cross-border trade melalui darat dan laut. Perniagaan yang terlaksanakan di kawasan antara dua negara yang melewati perbatasan melalui jalur darat dan laut. Pada jalur darat, pihak-pihak melakukan kegiatan

( 18 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

transaksi perdagangan dengan rute akomodasi melalui jalur darat Indonesia–Malaysia. Sedangkan perdagangan lintas batas melalui jalur laut ialah perdagangan yang dilakukan melalui wilayah laut yang menghubungkan kedua negara yaitu Indonesia-Malaysia. Dari perjanjian tersebut kemudian disepakatilah untuk dibuatnya pos-pos pelintas batas (PLB) yang merupakan bagian dari realisasi hubungan usaha yang dilakukan antara Negara Indonesia dan Malaysia di bidang sosial serta ekonomi yang kerja samanya dikenal dengan istilah Sosek Malindo. Selain itu Pos Kantor Lintas Batas yang diperuntukan kepada masyarakat yang secara bersamaan bermukim di wilayah perbatasan antar kedua negara tersebut (Thontowi 2015, 435-436).

Dengan adanya perbatasan antar negara yang diatur dengan jelas maka negara dapat memiliki hak dan kewenangan yang jelas pula. Negara berwenang untuk mengidentifikasi pajak saat menyeberangi perbatasan. Lokasi pengawasan pada wilayah perbatasan menjadi tugas negara yang paling utama. Hal tersebut berdasarkan dari tujuan pemerintah yakni untuk melindungi daerah atau bagian wilayah dari suatu negara dan melindungi warga negaranya. Pemerintah harus memberikan perlindungan bagi warga negaranya secara tegas dari ancaman yang datang oleh pihak luar. Beragam jenis permasalahan dan konflik rentan muncul di wilayah perbatasan (Yani dan Hayati 2011, 50).

Perbatasan dilihat dari perspektif sosial masyarakatnya adalah garis batas yang membatasi dua wilayah atau Negara berdasarkan keadaan masyarakatnya. Dengan adanya batas tersebut, menjadikan kedua kelompok masyarakat memiliki perbedaan, seperti bahasa, mata uang, mata pencaharian, dan lain-lain. Misalnya di perbatasan Badau (Kalimantan Barat) dengan Malaysia. Kedua wilayah tersebut tampak jelas perbedaannya dilihat dari bahasa yang digunakan sehari-hari.

Perbatasan berdasarkan perspektif geografis spesial adalah kondisi atau konsep geografis yang membagi wilayah akan kepemilikan wilayah tersebut. Dua negara yang saling berhubungan (satu pulau). Kedua negara tersebut membagi wilayahnya dan menyepakati batas

( 19 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

batas wilayah negaranya melalui konsep geografis dari negara tersebut. Kondisi geografis menjadi acuan dalam penentuan wilayah perbatasan. Karena antara negara yang berbatasan memiliki kondisi geografis yang berbeda sehingga dengan geografis dapat menyepakati batas batas wilayah negaranya. Keadaan alam, manusia, dan cuaca menjadi rajukan atau pedoman dalam perbatasan. Dengan hal itu konflik daerah perbatasan dapat diantisipasi karena sama-sama menyetujui wilayah negaranya.

Contohnya pada perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia yang berada pada satu pulau tetapi berbeda negara. Hal ini merupakan penerapan dari konsep geografi spesial karena masing-masing negara telah menyetujui wilayahnya berdasarkan keadaan masyarakatnya, sumber daya alam dan faktor pendukung lainya. Pembatasan wilayah berdasarkan geografis ini dapat mengatasi pertikaian diantar wilayah perbatasan. Bahkan dapat mejalin hubungan yang baik antar negara tetangga dan bahkan banyak yang satu keluarga besar tetapi berbeda kewarganegaraan.

Perbatasan dilihat dari perspektif sosial yaitu pembagian wilayah berdasarkan keadaan sosial masyarakat perbatasan yang memiliki kerakter berbeda-beda sehingga tercipta karakter yang berbeda beda antar suku kelompok. Dilihat dari keadaan sosial masih banyak masyarakat dalam perbatasan yang kurang dalam memperoleh kenyamaan,keamanan, dan pelayanan dari pemerintah. Dari perspektif sosial perbatasan dilihat dari kehidupan masyarakatnya apakah layak atau belum. Hal yang menjadi fokus dalam perspektif sosial adalah tingkat kepuasan masyarakat dan tingkat dan kesejahteraan rakyat. Contohnya pada masyarakat Kecamatan Entikong Perbatasan Indonesia dan Malaysia masih sangat bergantung kepada negara tetangga dalam perspektif sosialnya karena mereka lebih cepat dan mudah mencari kebutuhan sosialnya di negara tetangga. Keadaan masyarakat yang sudah lumayan menikmati kinerja pemerintah melalui program yang digalakkan di perbatasan.

Selain itu, tujuan lain dari adanya perbatasan (boundary) ialah

( 20 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

terdapat fungsi komersil. Artinya pemerintah dapat menerapkan ketentuan tarif pada proses keluar-masuknya barang untuk memperoleh pendapatan negara. Atau juga sebaliknya, pemerintah dapat memberikan pembebasan pungutan wajib (pajak) yang dimaksudkan supaya produk yang diimpor tidak sulit untuk datang memasuki suatu negara (Yani dan Hayati 2011, 50). Oleh karena itulah kasus penyelundupan Narkotika sering terjadi dan harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah untuk mengawasi lebih ketat wilayah perbatasan kita.

2.3. Teori Kejahatan TransnasionalPada beberapa tahun belakangan ini muncul kejahatan-kejahatan

yang mengancam di level global yang kita kenal dengan sebutan kejahatan transnasional. Kejahatan transnasional tersebut dapat diartikan sebagai semua hukum yang mengatur mengenai seluruh tindakan-tindakan maupun peristiwa kejahatan yang melewati batas teritori di dalam satu kawasan negara.

Terdapat kecondongan bahwa kejahatan pada taraf antar negara ini mengikuti tren ragam komunikasi, bertransportasi, serta hal-hal yang berkaitan dengan informasi dan teknologinya (informatika). Baik itu alat komunikasi yang digunakan sebagai penghubung antar orang, barang-barang, dan modal, semuanya menjadi objek tren yang diikuti oleh kejahatan internasional tersebut untuk berkembang. Angka kejahatan internasional kemudian semakin memuncak sebagai dampak dari berkembangnya globalisasi yang kini juga bahkan melahirkan kejahatan dengan dimensi baru.

Adapaun maksud dari istilah kejahatan transnasional ini ialah tingkah laku yang berdampak dan memiliki potensi dalam melewati batas-batas negara atau memunculkan rasa khawatir di tingkat nasional maupun internasional. Kasus penyelundupan Narkoba ke Negara Indonesia yang semakin tahun semakin marak. Kasus tersebut telah melibatkan sindikat skala internasional. Hal tersebut menjadikan penyelundupan Narkoba menjadi kasus transnasional. Kasus penyelundupan Narkoba terjadi disebabkan oleh posisi geografis

( 21 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Indonesia yang menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial juga memberikan keuntungan pada distribusi Narkoba. Lewat sistem lintas batas maupun modus-modus lainnya, sindikat internasional tersebut melakukan penyelundupan Narkoba ke Indonesia (Muhamad 2015, 42).

Kasus penyelundupan Narkoba yang masuk ke wilayah Negara Indonesia dari luar negeri termasuk bagian dari kejahatan transnasional. Menurut studi international relations menyatakan adapun kejahatan transnasional dimasukkan ke dalam kategori dari permasalahan keamanan yang bukan tradisional. Kasus tindak kejahatan transnasional (transnational crime) merupakan suatu pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan sebagai kasus perdata maupun pidana. Permasalahan tersebut melewati batasan yang ada dari satu negara. Dengan cara konseptual, transnational crime diartikan sebagai kasus tindak pidana atau pun kejahatan yang melewati antar batas-batas dari negara (Liu 2013, 1).

Pada akhirnya, berkembangnya pemakaian dan peredaran Narkotika tidak hanya digunakan dengan tujuan untuk pengobatan semata. Fungsi Narkotika justru sebagian besar ke arah penyimpangan yakni dengan maksud agar dapat memperoleh laba yang sebesar mungkin dengan menjual Narkotika. Adapun tujuan itu dicapai dengan memanfaatkan lalu lintas perdagangan Narkotika secara tidak sah (illegal) baik perdagangan transnasional atau perdagangan internasional. Perdagangan transnasional merupakan perdagangan yang dilakukan antar lintas batas antar dua negara atau lebih. Sementara itu yang dimaksud dengan perdagangan internasional ialah perdagangan yang dilakukan secara internasional baik dalam lingkup maupun jaringannya (Atmasasmita 1997, 27).

Kejahatan transnasional merupakan wujud dari kejahatan antar negara (lintas batas) dengan meliputi sebanyak empat kategori yaitu: (1) kejahatan yang diperbuat dilebih dari 1 wilayah negara, (2) negara lain yang melakukan persiapan, perencanaan, pengarahan, hingga pengawasan, (3) kelompok kejahatan terorganisasi yang lebih dari satu

( 22 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

negara dilibatkan, (4) negara lain mengalami dampak yang serius dari kasus tersebut (Muhamad 2015, 44). Untuk melakukan penanganan dari permasalahan perdagangan Narkoba (Drug Trafficking) maka sangat diperlukan upaya serta strategi yang lebih terorganisasi dengan tujuan untuk menanggulangi permasalahan penyalahgunaan serta perdagangan Narkotika secara tidak sah. Strategi utamanya yaitu melalui kerja sama di bidang data dengan beriringan pada peningkatan dari ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Setelah melihat klasifikasi dari transnational crime yang dijelaskan sebelumnya, bisa kita ketahui bahwa tindak perdagangan Narkotika yang beredar secara tidak resmi tersebut termasuk dari jenis transnational crime. Beragam permasalahan pun mucul dikarenakan penyelewengan dari kegiatan transaksi dagang dari Narkotika. Oleh karena itulah sebuah organisasi atau lembaga yang berfokus untuk menangani permasalahan ini sangat dibutuhkan keberadaannya. Kerja sama yang dilakukan antara bangsa-bangsa harus mengalami perkembangan yang lebih mengingat taktik penyelundupan barang tersebut juga selalu up to date perkembangannya. Mustahil bagi sebuah negara untuk mengatasi permasalahan global ini sendirian sebab dimensi dari drugs trafficking adalah dimensi global (kejahatan skala internasional). Untuk itu diperlukan sesegeranya sebuah kerja sama yang dilaksanakan lewat peran aktif pemerintah atau pun lewat organisasi skala internasional lainnya.

Menurut ciri-cirinya, kejahatan transnasional mempunyai karakteristiknya sendiri-sendiri yang khas membedakannya dengan yang lain. Yaitu adanya pencucian uang yang diperoleh dari penjualan Narkotika entah itu secara sah maupun tidak resmi; memperluas jaringan operasinya keluar negeri, kerja sama dengan kelompok kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Pengklasifikasian ciri-ciri ini diarahkan bukan saja pada kumpulan yang memiliki sasaran di ranah politik, tapi juga kepada kumpulan yang memiliki sasaran untuk memperoleh laba dari aspek perekonomian. Kumpulan ini diantaranya ialah kumpulan kriminal atau mafia, gabungan perusahaan

( 23 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

atau kartel, dan lain-lainnya. Transnational crime pada dasarnya adalah sebuah kegiatan yang bersifat perusak bagi aturan atau tata tertib perekonomian dan sisi keamanan pada satu negara. Perusakan dengan kejahatan transnasional ini dikerjakan oleh pelaku-pelaku yang bukan pemerintah dalam arti bukan stakeholder yang profesional, berketerampilan, mereka hanya mengandalkan pada tingginya rasa berani dan kesetiaan kepada kumpulan atau bagian dari struktur pasar baik internasional maupun pasar nasional (Muhamad 2015, 59).

Bagi seluruh negara yang di dunia ini tentu telah mempunyai kepentingan nasionalnya masing-masing yang fundamental dengan tujuan utamanya yakni untuk merealisasikan merdekanya warga negara sehingga merasakan kemerdekaan yang sebenarnya dan juga merasakan kebebasan serta kesejahteraan. Akan tetapi tujuan tersebut belum dapat terpenuhi jika negara tersebut sendiri masih terbelenggu dari penjajahan penyalahgunaan Narkotika yang beredar untuk menjajah bangsanya secara ilegal (Badan Narkotika Nasional, 2002:4). Ancaman yang muncul serta bayang-bayang bahaya dari tindak penyelewengan aktivitas peredaran Narkotika memberi efek yang buruk bagi warga negara yang berujung kepada kematian. Rasa risau kini telah melanda masyarakat melihat pesatnya perkembangan peredaran Narkotika yang masuk ke negaranya dan mengancam anak negerinya.

Kerja sama antar negara, antar lembaga dalam maupun luar negara kini begitu penting keberadaannya. Kerja sama tersebut diharapkan mampu untuk menghadapi permasalahan Narkotika yang jelas merusak anak bangsa dan menahan ketercapaian dari tujuan suatu negara (kepentingan nasional). Maka diperlukanlah suatu wadah skala global salah satunya ialah Interpol. Interpol ialah wadah yang berbentuk lembaga internasional dengan tugas salah satunya yakni untuk mengatasi permasalahan penyelundupan Narkotika yang merupakan bagian dari transnational crime (Liu 2013, 2). Interpol pula memiliki fungsi untuk mengatasi permasalahan human trafficking, cyber crime serta money laundring skala global.

( 24 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

2.4. Konsep NarkotikaMenurut pengertian dari sisi asal-usul ilmu kebahasaan

(etimologi), Narkotika diambil dari Bahasa Inggris yaitu “narcose” atau “narcois”. Kedua kata tersebut memiliki arti yaitu membuat tidur atau membuat terbius. Istilah Narkotika juga diambil dari Bahasa Yunani yakni “narke” dengan memiliki artian yakni terkena bius yang mengakibatkan seseorang tidak dapat merasa apapun. Sedangkan dalam ungkapan kamus farmasi, Narkotika menggunakan ungkapan “drug” yaitu sejenis bahan yang jika dipakai maka memberikan dampak serta menimbulkan efek samping bagi organ penggunanya diantaranya pada kesadaran pengkonsumsi, memberikan rasa seolah tenang, membangkitkan rangsangan, serta memunculkan keahlian indra tanpa melibatkan perangsang pada media indra terkait hallucination (Sasangka, 2003).

Berdasarkan peraturan perundang-undangan No.35/2009 mengenai Narkotika di dalamnya menyatakan mengenai kegunaan Narkotika yang merupakan zat untuk mengobati dan memiliki kegunaan dalam ranah medis dan upaya memberikan layanan kesehatan dan bermanfaat bagi perkembangan bagi pengetahuan. Tetapi di sisi lainnya, zat adiktif tersebut bisa pula memberikan efek tergantung bagi manusia yang sangat merugikan jika Narkotika tersebut disewenangkan penggunaannya dan tidak ada pihak berwenang yang mengendalikan dan mengawasinya (Ilham 2015, 98).

Dalam sejarah penggunaannya, sebenarnya Narkotika merupakan salah satu dari bahan yang dapat menghilangkan rasa nyeri atau sakit sehingga digunakan sebagai obat, Narkotika berasal dari pokok bunga opium atau yang memiliki nama ilmiah Papauor Samnifertium. Bangsa Sumberia telah menggunakan bahan tersebut sejak tahun 2 ribu sebelum masehi. Narkotika dimanfaatkan dengan tujuan yakni menolong pasien yang megalami gangguan tidur (sulit tidur) dan nyeri.

Macam-macam Narkotika yang pada mulanya digunakan adalah jenis candu atau biasa dikenal dengan sebutan mandat/opium. Transaksi

( 25 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

peredaran candu merambah seluruh wilayah dunia tanpa satu benua pun yang luput. Perkembangan penggunaan morfin tersebut sangat pesat terutama di wilayah Mesir, wilayah-wilayah di kawasan Timur Tengah, daerah-daerah di Yunani, beberapa negara di Benua Asia serta Benua Afrika khususnya di wilayah Afrika Selatan. Seiring dengan era kolonialisme yang berkembang, transaksi dagang dari Narkotika yang berbahan candu itu pun kian mengalami perkembangan pula. Penggunaannya bahkan turut dikonsumsi oleh etnis China khususnya di daerah-daerah koloni. Penggunaan besar-besaran tersebut juga tidak terkecuali di Indonesia dengan notabene merupakan daerah koloni dari penjajahan Belanda saat itu (Atmasasmita 1997, 1).

Narkotika pada dasarnya merupakan salah satu bahan atau obat yang dapat digunakan dan bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Di ranah medis dan rumpun ilmu, Narkotika dikenal sebagai bahan yang digunakan dalam dunia pengobatan yang memiliki manfaat sebagai penyembuh bagi beberapa penyakit. Tetapi berdasarkan pengalaman penggunaan dan penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan Narkotika juga dapat memberikan efek candu atau ketergantungan yang jika dikonsumsi secara sembarangan maka akan menimbulkan dampak buruk.

Bersamaan dengan bergulirnya waktu, adanya Narkotika kini tidak sekadar menjadi obat dan bahan yang menyembuhkan saja. Keberadaannya lebih ke arah yang bersifat membawa kehancuran. Pada mulanya, Narkotika hanya dikonsumsi melalui takaran yang sedikit sehingga efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan Narkotika tersebut belum berdampak besar. Akan tetapi, perkembangan zaman serta pergerakan kehidupan manusia sebagai dampak dari globalisasi yang disebutkan sebelumnya, telah membuat Narkotika menjadi sepenggal dari kebutuhan hidup dari yang pada mulanya sekadar sebagai obat untuk kebutuhan kedokteran kini menjadi barang yang dapat memberi efek “relaksasi” atau penghilang rasa sakit dan stres.

Padahal selain membuat penggunanya menjadi candu atau ketergantungan, penggunaan Narkotika yang seperti demikian juga justru

( 26 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

berefek samping pada munculnya penyakit-penyakit berbahaya lainnya yang berujung pada kematian. Tidak hanya kematian saja, pengguna Narkotika sering kali menjadi pelaku kriminal diakibatkan kurangnya kesadaran dan keinginan untuk memenuhi candunya ditengah kondisi perekonomiannya yang tidak mencukupinya untuk membeli barang tersebut. Jelas terlihat bahwa penyalahgunaan Narkotika memberikan dampak negatif yang begitu besar mendatangkan kerugian dari aspek kesehatan. Dan selain dari sisi kesehatan, pengaruh negatif Narkotika juga begitu krusial membuat taraf kehidupan manusia menjadi lebih buruk secara keseluruhan.

Selain itu secara historis, Narkotika pada mulanya dikenal dalam bentuk candu di wilayah India dan juga Persia yang diperkenalkan oleh Alexander The Great pada tahun 330 sebelum masehi. Saat itu Narkotika dalam bentuk candu tersebut dimanfaatkan untuk bahan pelengkap atau bumbu dalam hasil masakan. Tujuannya ialah sebagai penambah efek pengenduran otot setelah mengkonsumsi makanan tersebut.

Ditemukan dan dikembangkannya Narkotika awalnya ialah dengan tujuan agar dapat membantu ilmu kedokteran yakni untuk mengobati para pasien. Sayangnya, bersamaan dengan perkembangan studi international relations dan politik, Narkotika juga menjadi sasaran dari politisasi berbagai oknum yang berupaya mencari laba dari mendagangkan Narkotika baik dengan resmi atau pun ilegal. Dengan menambah bahan tambahan ini bisa menimbulkan efek halusinasi yang bertambah besar, rusaknya jaringan-jaringan tubuh, syaraf, organ-organ lainnya, hingga berakhir di pembaringan terakhir.

Menurut Direktorat IV/Narkoba, terdapat beberapa daerah yang memproduksi dan berperan besar dalam aktivitas pengedaran Narkotika secara ilegal yaitu heroin, kokain, methamphetamine (atau sabu-sabu-sabu-sabu), dan ekstasi. Heroin banyak ditemui kasus penyelundupannya di Negara Myanmar (Burma), Laos, dan Thailand. Ketiga negara ini terkenal dengan panggilan Segitiga Emas. Selain ketiga negara tersebut, heroin juga banyak ditemui di Afganistan,

( 27 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Iran, dan Pakistan, yang juga terkenal dengan sebutan GoldenCrescent negara Bulan Sabit Emas. Untuk kokain sendiri kebanyakan ditemukan di Negara Kolumbia, Peru, Bolivia, serta Brazil. Selanjutnya golongan methamphetamine yang kebanyakan ditemukan asalnya di Negara Hongkong dan Cina. Dan jenis-jenis ekstasi, yang asalnya kebanyakan ditemukan di Belanda, Cina, dan Hongkong (Direktorat IV/Narkoba dan K.T. 2009).

Pada hakikatnya persoalan peredaran Narkotika ini bisa diklasifikasikan ke dalam 3 spesifikasi namun tetap berhubungan. Yang pertama yakni persoalan kegiatan pemroduksian dari Narkotika dengan cara terlarang atau tidak resmi, perniagaan terlarang, serta pemakaiannya dengan terlarang. Perdagangan Narkotika adalah perilaku penyelewengan yang dilakukan melintasi negara. Persebaran serta transaksi penjualan tersebut ialah masuk ke dalam jenis transnasional crime tersebut dikerjakan oleh gerombolan penjahat yang terorganisasi. Kata lain dari perdagangan Narkotika berdasarkan pandangan UNODC adalah transaksi Narkotika yang dilakukan secara rahasia dengan keterlibatan beragam aspek diantaranya usaha yang memberi hasil (budi daya), pendistribusian dengan kepatuhan terhadap peraturan tentang pelarangan, serta proses pengubahannya menjadi barang siap konsumsi (Bnn.go.id 2018).

2.5. Konsep PenyelundupanIstilah “penyelundupan” atau yang dalam Bahasa Ingrris dikenal

dengan sebutan “smugling”, merupakan kata yang diturunkan dari kata dasar “selundup”. Secara keseluruhan, kegiatan memasukan barang dengan sembunyi-sembunyi ini terbagi dari 2 macam yaitu penyelundupan yang dilakukan dengan pemasukan barang dan sebagainya dari luar negeri dan yang kedua yaitu penyelundupan yang dilakukan melalui pengiriman barang dagangan ke luar negeri (Prakoso 1987, 64). Pemasukan barang secara gelap yang masuk dari luar negeri atau dikenal dengan istilah impor ini ialah satu tindakan yang dilakukan dengan membawa masuk barang yang berasal dari

( 28 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

luar untuk masuk ke dalam negara maupun dari luar negeri masuk ke Indonesia secara tidak legal. Dan untuk kegiatan pengiriman barang dagangan ke luar negeri ialah proses keluarnya hasil produksi dalam negeri menuju ke luar negeri yang dilakukan oleh kelompok maupun perorangan secara tersembunyi atau tidak sah.

Aktivitas smugling ini bisa diklasifikasikan ke dalam dua jenis. Pertama ialah pnyelundupan secara fisik. Penyelundupan tersebut dilakukan dengan sistem pemasukan dari luar ke dalam negeri atau mengeluarkan dari dalam ke luar negeri dengan tidak tercampur oleh aspek apapun. Kawasan yang dituju ialah wilayah instansi, jawatan, atau kantor yang melakukan pengawasan, pemungutan, serta mengurusi bea masuk (impor) maupun bea keluar (ekspor) baik berdasarkan jalur darat, perairan, atau pun udara. Aktivitas yang dikatakan “gelap” tersebut tentu tidak melalui pelegalan oleh instansi yang melegalkannya sehingga kegiatannya tidak mendapatkan perlindungan secara hukum dan perundangan.

Jenis penyelundupan yang kedua yakni penyelundupan secara administratif. Berdasarkan pendapat dari (Anwar 1982, 55), beliau mengemukakan bahwa kegiatan memasukkan barang tersebut secara administrasi ialah mengenai bagaimana produk yang masuk atau keluar tersebut dilancarkan dengan seolah-olah mendapatkan perlindungan secara hukum padahal tidak. Dikatakan seolah-olah sebab ada yang menggunakan perizinan dengan berkas yang palsu.

Penyelundupan merupakan kejahatan yang semakin jumlahnya semakin tahun semakin mengalami peningkatan dan terjadi di dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan, ia mengatakan bahwa strategi atau pun strategi yang diusahakan untuk mengatasi tindakan penyelewengan tersebut dilakukan dengan cara yang padu. Pertama yaitu melalui langkah preventif. Cara ini bisa dikerjakan dengan usaha menahan proses penerimaan Narkotika ke dalam negeri dari luar negaramelalui pengoptimalan kinerja pengawas dengan cermat khususnya di perbatasan, bandar udara, serta pelabuhan baik laut, udara, dan darat. Kedua yakni langkah secara represif (Lopa

( 29 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

2001, 16). Langkah ini dilakukan denganmelakukan penindakan atau melakukan penegakan secara peraturan perundangan mengenai tindak menyalahgunakan serta mengedarkan Narkotika dengan sembunyi-sembunyi tersebut bisa dilaksanakan melalui usaha menyelidiki oleh para petugas yang mumpuni melalui peran Kepolisian dan badan resmi yang berwenang lainnya.

2.6. Teori Responsibility to Protect (R2P)Kejahatan internasional seperti kasus penyelundupan Narkotika

merupakan tanggung jawab dari negara. Tanggung jawab tersebut dilakukan dimulai dari upaya pencegahan, aksi, maupun pembangunan kembali sesudahnya (Bellamy 2009, 422). Baik bagi paham realis maupun liberal, keamanan secara tradisional dipahami sebagai bagian dari ruang lingkup negara. Dua penjamin utama keamanan negara yaitu prinsip kedaulatan dan tanpa campur tangan. Menurut perspektif ini, keamanan paling baik dicapai dengan menetapkan tingkat dasar tatanan internasional berdasarkan pengakuan masing-masing negara atas setiap hak negara lain untuk mengatur wilayah tertentu dan terlibat dalam hubungan eksternal.

Pada tahun 2000 dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium PBB, Perdana Menteri Kanada Jean Chretien mengumumkan pembentukan Komisi Internasional tentang Intervensi dan Kedaulatan Negara atau International Commission on Intervention and State Sovereignty (ICISS) yang ditugasi untuk menemukan konsensus global mengenai intervensi kemanusiaan. Pada tahun 2001, Komisi ICISS tersebut yang diketuai oleh Gareth Evans dan Mohamed Sahnoun menyampaikan laporan penting berjudul The Responsibility to Protect. Komisi tersebut berpendapat bahwa negara mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab utama dalam memberikan perlindungan warganya. Ini tidak hanya melibatkan tanggung jawab untuk bereaksi terhadap krisis kemanusiaan tetapi juga tanggung jawab untuk mencegah krisis seperti itu dan mengubah negara-negara yang gagal dan kejam sesudahnya (Bellamy 2009, 423).

( 30 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Dalam praktiknya reaksi yang diimplementasikan dari tanggung jawab suatu negara dapat melibatkan kekuatan intervensi militer yang memengaruhi keputusan (Nikoghosyan 2017). Namun walaupun terdapat intervensi militer, R2P tetap memerlukan panduan dengan kriteria, kehati-hatian, dan pengambilan keputusan secara matang berdasarkan per kasus (Tourinho, Stuenkel dan Brockmeier 2015, 146). Selain ‘tanggung jawab untuk bereaksi’ (campur tangan) terhadap penderitaan manusia yang besar, masyarakat internasional juga memiliki tanggung jawab untuk menggunakan alat-alat tanpa kekerasan untuk mencegah penderitaan seperti itu dan membangun kembali politik dan masyarakat sesudahnya. Daripada melihat kedaulatan dan hak asasi manusia sebagai antagonis, R2P melihat mereka sebagai saling mendukung, menegaskan bahwa masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk memastikan dan memungkinkan hubungan ini untuk berkembang, dan menetapkan sejumlah cara di mana hal ini dapat dicapai. Dalam teorinya The Responsibility to Protect (R2P), tanggung jawab negara dalam melakukan perlindungan terbagi dalam tiga tahap yaitu tanggung jawab mencegah (prevent), tanggung jawab untuk bereaksi (react), dan tanggung jawab untuk membangun kembali (rebuild) (Bellamy 2009, 427). Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, teori The Responsibility to Protect (R2P) ini terbagi dalam tiga tahap berikut.

2.6.1. Tanggung Jawab untuk Mencegah (Responsibility to Prevent)

Pencegahan adalah aspek terpenting dari R2P, ICISS (International Commission on Intervention and State Sovereignty) merefleksikan pandangan-pandangan tentang berbagai jenis pencegahan yaitu (a) bidang peringatan dini, (b) mengatasi akar penyebab, dan (c) pencegahan secara langsung (Bellamy 2009, 428). Maka ketika membahas mengenai peran negara (pemerintah) khususnya kerja sama antara Indonesia dan Malaysia untuk menangani kasus kejahatan lintas negara dalam kasus penjyeludupan Narkotika dapat digunakan teori

( 31 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

The Responsibility to Protect (R2P) ini.Kedua negara baik Indonesia dan Malaysia masing-masing

memiliki tanggung jawab untuk segera menanggulangi kejahatan internasional tersebut, tahap tanggung jawab untuk melakukan pencegahan (responsibility to prevent) dapat dilakukan dengan melakukan pencegahan berupa sosialisasi, memperketat pengamanan, mengoptimalkan sistem keamanan, dan lain sebagainya.

2.6.2. Tanggung Jawab untuk Bereaksi (Responsibility to React)Mengatasi hambatan ini mengharuskan dua masalah mendasar

ditangani: pertama, mengidentifikasi secara tepat aktor mana yang harus memikul tanggung jawab untuk melindungi; dan kedua, meyakinkan para aktor tersebut untuk menerima tanggung jawab mereka untuk bertindak dalam keadaan tertentu. Pada tanggung jawab dengan reaksi ini dapat dilakukan melalui prinsip intervensi militer. Prinsip-prinsip di dalamnya diantaranya yaitu prinsip ambang penyebab, prinsip kehati-hatian, prinsip otoritas kanan, dan prinsip operasional (Bellamy 2009, 429).

Umumnya R2P memiliki tujuan dalam mendefinisikan kembali kedaulatan negara yang bersifat absolut berdasarkan suatu wilayah tertentu. Lebih lanjut, otoritas yang dimiliki negara merujuk pada perlindungan maupun tanggung jawab atas kehidupan warga negaranya (Moses 2013).

Pada prinsip kehati-hatian menyatakan bahwa tujuan utama dari intervensi ialah apa pun motif lain yang mungkin dimiliki negara-negara yang melakukan intervensi, haruslah menghentikan atau mencegah penderitaan manusia. Niat yang benar lebih terjamin dengan operasi multilateral, jelas didukung oleh pendapat regional dan para korban yang bersangkutan.Intervensi militer hanya dapat dibenarkan ketika setiap opsi nonmiliter untuk pencegahan atau penyelesaian damai dari krisis telah dieksplorasi, dengan alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa langkah-langkah yang lebih kecil tidak akan berhasil. Skala, durasi dan intensitas intervensi militer yang direncanakan

( 32 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

semestinya menjadi minimum yang diperlukan untuk mengamankan tujuan perlindungan manusia yang ditetapkan. Serta, harus ada peluang masuk akal untuk berhasil dalam menghentikan atau menghindari penderitaan yang membenarkan intervensi, dengan konsekuensi tindakan tidak cenderung lebih buruk daripada konsekuensi dari tidak adanya tindakan (Bellamy 2009, 429).

Berdasarkan tahap ini, dalam khususnya kerja sama antara Indonesia dan Malaysia untuk menangani kasus kejahatan lintas negara dalam kasus penyelundupan Narkotika dapat dilakukan dengan melakukan reaksi. Reaksi tersebut dapat berupa penangkapan hingga memproses kasus tersebut sesuai jalurnya.

2.6.3. Tanggung Jawab untuk Membangun Kembali (Responsibility to Rebuild)

Label ‘tanggung jawab untuk membangun kembali’ dengan mengembalikannya ke keadaan sebelum terjadinya isu kejahatan lintas batas Tanggung jawab ini dilakukan oleh negara, organisasi internasional dan LSM sebagai aktor dalam penanganan isu kejahatan lintas batas (Bellamy 2009, 433). Isu kejahatan lintas batas anatara lain kasus penyelundupan Narkotika dari Negara Malaysia ke Negara Indonesia melalui perbatasan, Indonesia dapat melakukan rebuild atau pembangunan kembali. Rebuild tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan rehabilitasi, evaluasi perundangan, evaluasi dalam pengawasan, serta melakukan penelitian untuk merumuskan cara baru untuk upaya pencegahan lainnya.

2.7. Kerangka Pikir PenelitianPerkembangan globalisasi yang cepat telah mengakibatkan

hubungan antar warga negara, antar penduduk, serta bertambah dekatnya hubungan antar individu dengan individu lainnya sehingga menjadi saling berketergantungan, serta saling memengaruhi sehingga terwujud suatu dunia tanpa batas atau borderless world. Kondisi Negara Indonesia yang rawan terhadap kasusperdagangan gelap

( 33 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Narkotika yang disebabkan karena kondisi geografis yang mudah sekali bagi proses keluar masuknya peredaran Narkotika secara ilegal. Hal ini tentu memberikan dampak negatif terhadap penyalahgunaan Narkotika secara berlebihan sehingga bisa merusak akal pikiran manusia. Dengan berpedoman pada latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, serta tinjauan pustaka, maka peneliti membuat kerangka pikir penelitian berikut.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Sumber: Peneliti, 2018

Dari kerangka pikir diatas, terlihat bahwa kasus perdagangan gelap Narkotika ini juga terjadi pada Provinsi Kalimantan Barat tersebut dapat dianalisis melalui Teori Responsibility to Protect. Narkotika menjadi kasus yang cukup besar di Provinsi Kalimantan Barat. BNN

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Sumber: Peneliti, 2018

Tanggung Jawab Negara dalam Penanganan Narkoba di Perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia.

Metode: Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif dengan

pendekatan kualitatif.

Output: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan agar memahami dan menganalisa tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan

Tebedu Malaysia.

Teori: Menurut Bellamy (2009, 427) dalam teorinya The Responsibility to Protect (R2P), tanggung jawab negara dalam melakukan perlindungan terbagi dalam tiga tahap yaitu tanggung jawab

mencegah (prevent), tanggung jawab untuk bereaksi (react), dan tanggung jawab untuk

membangun kembali (rebuild).

Permasalahan: Maraknya Kasus Penyelundupan Narkotika di Entikong Indonesia

dan Tebedu Malaysia

( 34 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

menyatakan bahwa masalah Narkotika menyangkut kehidupan seluruh umat manusia di dunia khususnya keselamatan bangsa dan negara khususnya Indonesia dan Malaysia.

Oleh karena itu diperlukan keterlibatan dari berbagai sektor, salahsatunya memahami permasalahan perbatasan perlu adanya koordinasi antar lintas sektoral stakeholder daerah-pusat, elemen swasta, cendekiawan, dan masyarakat. Permasalahan yang dirumuskan yaitu mengenai bagaimanakah tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia.

( 35 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang dimanfaatkan adalah deskriptif analitik. Metode penelitian tersebut dilaksanakan dengan cara melakukan pendataan serta

pencarian informasi yang berasal dari buku, laporan resmi, koran, jurnal, mapun berbagai sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Sedangkan metode yang digunakan yakni metode kualitatif. Metode ini dilakukan dengan menekankan kepada sisi memahami secara lebih dalam terhadap sebuah permasalahan sehingga pembahasan yang dilakukan tidak secara generalisasi (Sumanto 1995, 51).Informan merupakan seseorang yang menjadi narasumber untuk memberikan informasi pada suatu penelitian kualitatif. Informan pada penelitian ini yaitu:1. Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong2. Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional

Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat3. Kepala Seksi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Kabupaten

Sanggau Kalimantan Barat4. Tokoh masyarakat Entikong (Indonesia) dan Tebedu (Malaysia)

Teknik yang digunakan untukpengumpulan data-data pada penelitian ini yaitu dengan melakukan studi kepustakaan atau library

( 36 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

research. Teknik ini menggunakan bahan bacaan kepustakaan seperti dari buku, jurnal, koran, majalah, maupun internet dengan sumber yang kredibel.

Teknik analisis yang digunakan yaitu dengan melakukan pengkajian permasalahan dengan mendalam dari tiap-tiap kasus. Cara ini menggunakan teknis penjabaran yang sangat spesifik yakni memeriksa problematika dengan khusus perkasus, sebab cara tersebut meyakini akan ciri suatu persoalan yang masing-masing berbeda dengan ciri lainnya berdasarkan karakteristik serta bukan kapasitas dari bukti yang didapati. Bukti ataupun kenyataan dapat dimaknai berdasarkan sisi karakteristiknya seperti yang diinginkan eksplanasi. Cara yang dilakukan untuk menggunakan bukti suatu penelitian yaitu dengan menggunakan cara menggumpulkan bukti dengan menggunakan daftar pustaka, yakni sebuah cara diikuti berbagai bahan perpustakaan (studi literatur). Melalui cara ini seorang penulis berupaya untuk memaparkan suatu masalah melalui bukti-bukti yang dikumpulkan agar mendapatkan suatu gambaran yang sebenarnya, selanjutnya menelaah dan menarik kesimpulan dari masalah yang ada, menginteprasikan, dan menarik suatu kesimpulan.

Selanjutnya analisis yang dimanfaatkan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif diikuti teknik analisa deskriptif sesuai dengan jenis maupun pola penelitian yang digunakan. Dengan teknik ini, penulis berusaha melakukan pemaparan dari masalah pada penelitian berdasarkan data-data yang dikumpulkan untuk mendapatkan deskripsi yang sesuai dengan fakta. Setelah itu dilakukan analisis, penarikan hubungan dari gejala sosial yang ditemukan, diinterpretasikan, dan ditarikkesimpulannya.

( 37 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB IVKONDISI PERBATASAN ENTIKONG INDONESIA

DAN PERBATASAN TEBEDU MALAYSIA

4.1. Kecamatan Entikong

Provinsi Kalimantan Barat merupakan satu diantara banyaknya wilayah yang ada di Indonesia dengan wilayahnya memiliki batas langsung dengan daerah

Sarawak, Malaysia. Berdasarkan kondisi geografis wilayahnya, Provinsi Kalimantan Barat mempunyai lima kabupaten yang berbatasan dengan Negara Malaysia bagian timur. Kabupaten-kabupaten tersebut yaitu Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Sanggau, Bengkayang, dan Sambas (Badan Pusat Statistik RI, 2015:8). Di beberapa titik pada perbatasan tersebut saat ini telah memiliki akses transportasi yang menghubungkan kedua negara melalui jalur darat yang resmi yakni melalui Pos Lintas Batas Negara atau disingkat PLBN.

Salah satu kabupaten yang berbatasan dengan Negara Malaysia bagian timur tadi yakni Kabupaten Sanggau tepatnya yaitu di Kecamatan Entikong. Kecamatan Entikong memiliki wilayah dengan luas sebesar 506,89 km atau sekitar 3,94% dari seluruh luas wilayah

( 38 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Kabupaten Sanggau. Kecamatan Entikong terletak sejauh 145 km dari pusat Kabupaten Sanggau yang dapat ditempuh melalui transportasi darat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau, 2017:3). Kecamatan Entikong ini memiliki batas-batas wilayah kecamatannya dengan rincian yakni di sebelah utara berbatasan dengan Malaysia bagian timur tepatnya di daerah Tebedu. Pada sebelah timur dari Kecamatan Entikong berbatasan dengan Kecamatan Sekayam. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkayang. Serta disebelah barat dari Kecamatan Entikong ini berbatasan dengan Kabupaten Landak. Berikut gambaran wilayah dari Kecamatan Entikong.

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau, 2017

( 39 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Kecamatan Entikong ini sendiri terdiri dari lima desa, diantaranya Desa Nekan, Desa Semanget, Desa Entikong, Desa Suruh Tembawang, dan Desa Pala Pasang. Dari kelima desa tersebut, desa yang tidak berbatasan langsung dengan Malaysia hanya Desa Nekan. Desa Semanget disebelah timurnya berbatasan langsung dengan Malaysia. Di Desa Entikong, dibagian utaranya berbatasan lansung dengan Malaysia. Pada Desa Suruh Tembawang di utara berbatasan lansung dengan Malaysia. Sedangkan di Desa Pala Pasang disebelah utara berbatasan lansung dengan Malaysia. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau, 2017:6). Batas-batas tersebut dapat lebih jelas dalam data di bawah ini.

Tabel 4.1. Batas Wilayah Desa di Kecamatan Entikong

No.Nama Desa

BerbatasanUtara Selatan Barat Timur

1. Nekan Desa En-tikong

Keca-matan Sekayam

Desa Entikong

Desa En-gkahan

2. Seman-get

Desa En-tikong

Desa Nekan

Desa Nekan Malaysia

3. Entikong Malaysia Desa Nekan

Desa Pala Pasang

Desa Se-manget

4.Suruh Tem-bawang

MalaysiaKabupaten Beng-kayang

Kabu-paten Beng-kayang

Desa Pala Pasang

5. Pala Pas-ang Malaysia Kabupaten

Landak

Desa Suruh Tem-bawang

Desa En-tikong

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau (2017)

( 40 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Oleh karena kondisi Kecamatan Entikong yang secara langsung berbatasan dengan Malaysia bagian Timur inilah kemudian menyebabkan Kecamatan Entikong menjadi slaah satu jalur yang sering digunakan dalam perdagangan antar negara. Dari pusat Provinsi Kalimantan Barat yakni Kota Pontianak menuju Kecamatan Entikong hingga tiba di Kuching (Sarawak, Malaysia) terbentang akses darat sejauh 400.000 meter (Badan Pusat Statistik RI, 2015:8). Jarak dengan jauh tersebut bisa ditempuh melalui jalur transportasi darat dengan waktu tempuhselama lebih kurang 480 menit atau 8 jam. Akses tersebutlah yang akhirnya menjadi jalur bagi kelancaran perdagangan antara kedua negara atau yang dikenal dengan Perdagangan Lintas Batas yang disingkat PLB.

Barang-barang yang didagangkan oleh masyarakat Indonesia diantaranya meliputi hasil pertanian, perkebunan, hutan, dan tidak termasuk minyak, mineral, serta bijih tambang. Sementara itu barang yang masuk dari Malaysia meliputi barang-barang seperti sembako, perlengkapan industri sederhana, serta barang-barang kebutuhan pokok masyarakat lainnya. Kebijkaan yang berlaku bagi barang-barang yang masuk ke Indonesia dari Malaysia tersebut tidak boleh lebih dari RM600/bulan. Kebijakan tersebut merupakan hasil dari kesepakatan Border Trade Agreement atau BTA yang disepakati sejak tahun 1970 antara Indonesia-Malaysia. Perdagangan antara kedua negara atau lintas batas antara Negara Indonesia dan Malaysia ini seharusnya membawa manfaat yang sangat besar bagi Indonesia khususnya di kawasan-kawasan perbatasan. Manfaat meliputi terpenuhinya kebutuhan sehari-hari masyarakat dengan lebih terjangkau dari segi akses serta menjadi pemasukan devisa negara. devisa (Badan Pusat Statistik RI, 2015:9).

4.2. TebeduTebedu terletak sejauh 63.200 meter dari ibu kota negara bagian

Sarawak yaitu Kuching. Tebedu terletak dilintas batas pada daratan

( 41 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang merupakan titik utama dari perbatasan Indonesia-Malaysia. Tebedu berbatasan dengan Negara Indonesia tepatnya di Kecamatan Entikong. Menurut direktur Matrade Sarawak, Omar Mohd Salleh mengungkapkan bahwa di tahun 2010, perdagangan ekspor Sarawak sebanyak lebih dari 90% melalui wilayah Tebedu tersebut. Sebagian besar dari masyarakat di Tebedu ialah berasal dari Suku Dayak Bidayuh. Luas dari daerah Tebedu ini adalah sebesar 277,49 km2.

Gambar 4.2. Peta Tebedu, Divisi Serian, Negara Bagian Serawak, Malaysia

Sumber: Darulinsan.pi1m.my (2014)

Di Tebedu ini juga terdapat pos perbatasan yang dinamakan Kompleks Kastam Imigresen dan Kuarantin atau Custom Immigration and Quarantine (CIQ). Pos tersebut juga akrab disebut dengan nama Kompleks Imigresen Tebedu. Bagi warga yang mendiami daerah-daerah perbatasantersebut, warga dapat menyeberang memakai Pas Lintas Batas (PLB) bahkan hanya dengan KTP (DetikNews 2017).

( 42 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Gambar 4.3. Custom Immigration and Quarantine (CIQ) Malaysia

Sumber: Cikguhailmi.com (2014)

4.3. Kasus Terhadap Penyalahgunaan Narkoba di IndonesiaLokasi strategis Negara Indonesia dengan terletak di antara Benua

Asia maupun Australia juga Samudera Hindia dan Pasifik dimanfaatkan bagi pelaku kriminal yang terorganisir secara transnasional untuk melaksanakan kegiatan perdagangan gelap di Indonesia (Marpaung 2015, 42). Indonesia ketika itu pernah digunakan sebagai daerah transit saja, namun saat ini Negara Indonesia bahkan telah digunakan sebagai sebagai negara tujuan. Sekitar 43% dari perdagangan gelap yang ada di ASEAN adalah di Indonesia.

Tingkat perdagangan gelap di Indonesia dibandingkan dengan perdagangan gelap di negara-negara ASEAN lainnya adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Masalah perdagangan gelap saat ini bukan lagi masalah bagi suatu negara tertentu saja, tetapi juga telah menjadi masalah internasional yang melanda setiap negara manapun perdagangan gelap adalah tindakan yang dilarang oleh hukum (ilegal). Selain itu, sirkulasi juga terlepas dari perbatasan nasional atautidak

( 43 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

mengakui yurisdiksi wilayah tertentu dan kebangsaan (Marpaung 2015, 42).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Narkotika Dewan Nasional (BNN) pada tahun 2014, BNN dan BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi) berhasil mengungkap perdagangan gelap untuk 397 kasus. Sementara Bareskrim Mabes Polri mengungkap sebanyak 18.788 kasus. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 7,12% dari tahun 2013 yang hanya sebanyak 17.539 kasus. Sedangkan pengguna narkoba berdasarkan penelitian dari BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan University of Indonesia (UI Puslitkes) pada tahun 2014 telah mencapai angka sebesar 4.100.000 orang yang merupakan 2,2% dari total populasi. Meskipun pemerintah Indonesia telah melakukan penanganan melalui otoritas pencegahan, rehabilitasi dan penegakan hukum, termasuk upaya pemerintah dengan tegas, namun perdagangan gelap narkotika di Indonesiai terus meningkat baik sejumlah kasus dan temuan barang bukti Narkoba. Karena alasan tersebutlah Indonesia saat ini dikatakan sedang mengalami situasi atau keadaan darurat narkoba (Marpaung 2015, 44).

Banyaknya kasus penyelundupan maupun penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, maka pemerintah membuat peraturan sebagai dasar hukum bagi penindakannya. Menurut Undang-Undang RI tentang Narkotika, penyalahgunaan narkotika berarti bahwa penggunaan narkotika tidak melalui pengawasan dokter dan dianggap “tidak sah dan melawan hukum” (Ariyanti 2017, 122). Namun, kebijakan legislasi Indonesia yang berkaitan dengan narkotika tidak jelas membedakan apakah pelaku narkotika termasuk pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika. Mengenai siapa dan bagaimana penyelesaiannya dalam pandangan hukum, semua berbagi kesamaan yang akan dituduh sebagai penjahat narkotika karena memiliki narkotika secara ilegal dan melawan hukum.

Dalam upaya untuk membuktikan bahwa seseorang adalah korban dari penyalahgunaan narkoba saat ini menjadi sesuatu yang tidak mudah untuk dilakukan. Dalam rangka mendukung kinerja polisi dalam memerangi narkotika, seiring dengan meningkatnya

( 44 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

perdagangan gelap di Indonesia, pada tahun 2002, pemerintah Indonesia membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) selaku institusi pemerintah yang bukan kementerian di bawah dan bertanggung jawab terhadap Presiden melalui KAPOLRI (Marpaung 2015, 45). Dengan terbentuknya lembaga BNN tersebutlah maka kasus dan permasalahan yang berkaitan dengan Narkoba menjadi jelas arah penyelesaiannya.

Secara implisit, aturan dalam UU Narkotika Indonesia menyatakan bahwa orang yang kecanduan menggunakan narkoba adalah korban sekaligus pelaku dari tindak pidana narkoba ini. Karena pelaku dan narkotika pecandu telah melakukan tindak pidana, untuk itu mereka harus menerima hukuman, meskipun hukuman berupa rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagai sanksi. Oleh karena itu, gagasan di balik UU Narkotika Indonesia adalah bahwa korban narkotika, pecandu narkotika, dan penggunaa narkotika ialah orang yang melakukan kejahatan narkoba dengan memiliki obat dan mereka harus dihukum dalam bentuk sanksi (Ariyanti 2017, 123).

Upaya pemerintah Indonesia melalui BNN dan Kepolisian dalam menangani perdagangan gelap narkotika belum maksimal dilihat dari kasus perdagangan gelap, meningkatkan korban penyalahgunaan narkoba dan kerugian material. Untuk penanggulangan pemerintah Indonesia ke depan harus mengambil langkah-langkah strategis dan sporadis mereka untuk merevisi undang-undang narkotika untuk menentukan jumlah jenis narkotika yang diancam dengan ganjaran penjara selama 20 tahun, seumur hidup dan capital punishment (Marpaung 2015, 45). Untuk meningkatkan kompetensi dan moralitas aparat penegak hukum, meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar lembaga, pemerintah daerah dan partisipasi peningkatan masyarakat dan meningkatkan kerjasama bilateral dan multilateral untuk penanganan perdagangan gelap di daerah asal dan transit.

Dengan jumlah pengguna narkoba di Indonesia yang masih dalam kategori sangat tinggi ini, tentu memiliki konsekuensi yaitu meningkatnya permintaan pasar, dengan tingginya permintaan pasar membuat perdagangan gelap terus meningkat.

( 45 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB VTANGGUNG JAWAB

NEGARA DALAM PENANGANAN NARKOBA

DI PERBATASAN ENTIKONG INDONESIA DAN TEBEDU

MALAYSIA

5.1. Tanggung Jawab Negara Melalui Pencegahan Untuk Menangani Narkoba

Berdasarkan teori The Responsibility to Protect (R2P) terdapat tiga tanggung jawab negara dalam menangani kasus kejahatan skala internasional atau

international/transnational crime. Tanggung jawab negara yang pertama yakni tanggung jawab untuk melakukan pencegahan (Responsibility to Prevent). Pencegahan merupakan aspek yang paling penting dari tanggung jawab negara untuk melindungi. ICISS merefleksikan pandangan-pandangan tentang berbagai jenis pencegahan yaitu (a) bidang peringatan dini, (b) mengatasi akar penyebab, dan (c) pencegahan secara langsung (Bellamy 2009, 428). Berdasarkan pendapat Bellami tersebut dapat dianalisa satu persatu sebagai berikut.

( 46 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

5.1.1. Bidang Peringatan DiniBerdasarkan hasil penelitian, BNN atau Badan Narkotika

Nasional memiliki tiga pilar dalam penanggulangan kasus penyelundupan Narkotika ini. Yang pertama ialah dengan pemberian peringatan; kedua dengan memberikan fasilitas rehabilitasi; dan yang ketiga adalah dengan melakukan pemberantasan. Setelah semua ini dilakukan maka baru BNN akan bertindak dengan keras namun sesuai dengan undang-undang. Program pertama yakni pencegahan dini ini dilakukan dengan memberikan pembinaan dini dengan tujuan pemberiannya ialah bagi warga yang bukan pengguna atau masih awam mengenai narkoba.

Diketahui bentuk program yang dilakukan ini diantaranya dengan memberikan ruang diskusi, seminar pelatihan, workshop, dan sebagainya yang dilakukan dengan komunikatif dan interaktif kepada grup belajar, tim olah raga, seni budaya, ataupun komunitas usaha. Pihak program yang sangat akurat ialah para institusi kemasyarakatan dengan diberikan fasilitas serta pengawasan dari pemerintah. Dalam hal ini akan dijelaskan tentang usaha Pemerintah Indonesia dalam menindak peredaran Narkotika dengan preventif, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) oleh Malaysia melaksanakan aktivitas sosialisasi, agenda pembaharuan serta barter data tentang penanganan Narkotika.

Dengan demikian, Indonesia maupun Malaysia melaksanakan kerja sama pada peningkatan kinerja lembaga yang berwenang dalam penegakan hukum. Di dalam penguatan hukum cara yang dapat diperbuat adalah mendorong permintaan Narkotika dari domsetik. Cara yang dimanfaatkan adalah langkah deteksi dini dilaksanakan melalui program-program berikut.1. Mengadakan aktivitas penyuluhan dengan melibatkan semua

unsur terkait tentang dampak dari penyalahgunaan Narkotika2. Memaksimalkan fungsi masyarakat dengan kelompok yang

empati dan anti Narkotika untuk menumbuhkan pola pikir

( 47 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

dimana Narkotika ialah musuh publik3. Memaksimalkan fungsi instrumen selaku wacana pemberitahuan

data terkait ancaman Narkotika serta mengadakan aktivitas seminar anti NarkotikaHingga saat ini BNN RI serta BNNP Kalimantan Barat

juga telah mengoptimalkan pengurangan permintaan Narkoba dari Indonesia menuju negara lain yaitu melalui tindakan untuk mencegah serta pemberian pembinaan. Selain itu juga dilakukan upaya untuk minimlisirkan dengan memberikan fasilitas rehabilitasi, sosialisai dan mencegah melalui memberdayakan masyarakat agar genersi muda tidak terperangkap dalam tindak penyalahgunaan narkoba. Usaha yang telah dilaksanakan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) yakni dengan melakukan sosialisasi melalui media televisi, media massa kemudian dengan media penyuluhan langsung. BNN juga membentuk kader-kader di setiap tingkatan jadi diharapkan melalui kader-kader tersebut dapat membantu BNN menyebarkan informasi terkait pencegahan penyalahgunaan Narkotika.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyampaikan agar kita semua bersinergi dalam memaksimalkan upaya pencegahan di area perbatasan guna meminimalisir penyelundupan Narkoba ke Indonesia. Misalnya dengan mensosialisasikan kepada masyarakat di kawasan perbatasan (DetikNews 2018). Sosialisasi itu diawali dari desa antara lain melalui possyandu.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) dalam hasil wawancara penelitian sebagai berikut:

“ Kami dalam menangani narkoba bersinergi dengan Polisi Malaysia, masyarakat sudah ada imun yang diberikan melalui penyuluhan, baik dari kita maupun rekan-rekan polsek di wilayah perbatasan yang memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa narkotika itu berbahaya. Sehingga terdapat semacam penolakan dari mereka, maka umumnya pihak yang

( 48 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

membawa narkoba kebanyakan adalah orang luar. Walaupun demikian, masih ada satu hingga dua masyarakat perbatsan yang terlibat dalam tindak penyelundupan narkoba yang disebabkan oleh masalah ekonomi maupun iming-iming imbalan sebanyak 30 hingga 40 juta per kilogram narkoba...”Penyuluhan terkait narkoba telah mendorong masyarakat

perbatasan untuk mengetahui bahayanya obat terlarang tersebut, sehingga secara langsung hal ini dapat menjadi langkah pencegahan agar masyarakat tidak terlibat sebagai pengguna maupun pihak yang menyelundupkan. Namun, langkah ini tidak sepenuhnya dapat mengajak seluruh masyarakat perbatasan untuk menjauhi transaksi narkoba, karena terdapat beberapa faktor tertentu seperti masalah ekonomi yang membuat salah satu atau dua pihak terjun ke dalam perdagangan narkoba demi mendapatkan pendapatan yang tinggi.

Menghadapi persoalan tersebut, selain strategi yang diupayakan oleh pemerintah dan LSM tersebut, partisipasi aktif dari warga negara juga sangat diutamakan. Peran masyarakat tersebut bisa dilaksanakan melalui beraneka ragam jalan yang tidak bertentangan dengan lingkungan dan bertujuan untuk merealisasikan tercapainya keharmonisan lingkungan keluarga dan sosial. Masyarakat harus dengan sadar mengenai bahayanya dari zat adiktif Narkotika agar tidak mudah terpengaruh untuk terlibat dalam aktivitas narkoba. Untuk itu masyarakat harus mengadakan upaya-upaya baik pencegahan, reaksi, hingga penanganan terhadap kasus yang sudah terjadi. Pencegahan tersebut ditempuh dengan upaya pemberian edukasi, sosialisasi, aktivitas kerohanian, serta aktivitas sosial yang melibatkan masyarakat secara aktif lainnya. Pembinaan yang dilakukan dari, oleh, dan untuk masyarakat secara aktif ini diharapkan dapat mendorong masyarakat agar lebih aktif dalam keikutsertaannya melakukan pengawasan terhadap adanya penyelundupan yang terjadi di wilayahnya.

Selain itu tanggung jawab negara dalam melakukan pencegahan juga diimplementasikan melalui strategi preventif yang juga disebut dengan prevention program. Agenda tersebut diperuntukkan untuk

( 49 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

penduduk yang tidak menggunakan obat-obatan terlarang serta masih awam atau belum memiliki pengetahuan apapun mengenai Narkotika agar kemudian dapat mengenal lebih detail Narkotika maka secara sadar menghindari narkoba tersebut. Selain dilakukan oleh pemerintah melalui aktor yang berwenang seperti BNN, upaya ini menjadi lebih maksimal pelaksanaannya apabila didukung oleh lembaga serta institusi lain seperti oleh LSM, komunitas, organisasi masyarakat, serta lembaga lainnya (Nugraheni 2016, 237).

Berdasarkan hasil penelitian, Badan Narkotika Nasional (BNN) telah melakukan program pecegahan pertama yakni berupa Program Advokasi ke beberapa lingkungan diantaranya ke lingkungan kerja yang dibagi menjadi dua yaitu instansi Pemerintah dan swasta. Di samping itu Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengadvokasi lingkungan pendidikan. Jadi program pencegahan yang dilakukan adalah mencegah orang-orang yang belum memakai Narkotika agar tidak menggunakan Narkotika. Pencegahan tersebut dilakukan dengan target yaitu berusaha agar orang yang belum mengenal dan menggunakan Narkotika tidak terjerumus lebih jauh dalam menggunakan Narkotika. Target yang ditetapkan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut menggunakan Indeks Kemandirian. Berdasarkan pencapaian tahun 2017 Indeks Kemandirian yang ditargetkan sudah terpenuhi. Namun untuk tahun 2018 masih belum diketahui apakah dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan atau tidak.

Berdasarkan hasil penelitian, masuknya Narkotika ilegal ini dilakukan melalui jalan-jalan tikus di Entikong dan Tebedu yang disebabkan apabila transaksi tersebut dilakukan melalui jalur negara lain, Tiongkok misalnya, cukup mempersulit. Sebab di sana banyak orang yang paham akan Narkoba ini. Sedangkan di perbatasan Kalimantan Barat khususnya jarang orang yang tahu dan bahkan masyarakat cenderung bersikap cuek akan apa yang di bawa oleh mereka. Bahkan tidak jarang mereka tidak tahu akan apa yang mereka bawa. Hal tersebut dikarenakan bentuk Narkotika yang mereka bawa

( 50 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

berbentuk seperti sembako. Selain itu mereka juga mengirimkannya melalui orang-orang yang mereka minta bantuan saja, sedangkan orang-orang yang di minta bantuan itu orang-orang yang tidak paham akan hal seperti itu. Masyarakat otomatis sudah beranggapan kalau yang di bawa oleh mereka itu adalah bahan-bahan sembako. Karena mereka yang menyalurkan ini kepada orang-orang yang beli bahan-bahan sembako banyak yang sampai berton-ton agar mereka tidak ketahuan. Para sindikat tersebut juga menyalurkannya di waktu-waktu khusus terutama saat Idulfitri, serta bulan-bulan yang sekiranya masyarakat itu mulai mencari minuman kalengan, karena kalau udah kecanduan maskipun semahal apapun mereka akan membelinya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, pencegahan yang telah dilakukan bahwa masyarakat tidak sembarangan menerima barang-barang oleh orang-orang luar negeri. Upaya pencegahan terhadap Narkotika di harapkan agar dapat membangun masyarakat yang memiliki ketahanan dan kekebalan terhadap Narkotika. Penghindaran penyalahgunaan Narkotika bisa dilaksanakan melalui beragam upaya diantaranya yakni pembimbingan dan sosialisasi yang ditambah dengan mengawasidalam kehidupan rumah, sosialisasi oleh lembaha yang berpengalaman disekolah dan masyarakat, dapat pula melalui pengajian, pemeriksaan penyaluran narkobadan melakukan tindakan-tindakan lain yang memiliki tujuan melakukan penguragan hingga membinasakan peluang tindak penyalahgunaan dari Narkotika.

5.1.2. Mengatasi Akar PenyebabPenyebab-penyebab yang muncul sebagai pemicu maraknya

penyelundupan Narkotika kemudian diatasi akar permasalahannya sebagai tanggung jawab negara untuk melakukan pencegahan. Akar penyebab diantaranya yakni (1) kondisi geografis Negara Indonesia, (2) dampak dari AFTA (Asean Free Trade Area), (3) terdapatnya jalan-jalan yang tidak ada penjagaan dan fasilitas penjagaan yang kurang memadai, dan (4) faktor ekonomi dan tingginya permintaan (demand) dari pengguna Narkoba di Indonesia.

( 51 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

5.1.2.1. Kondisi Geografis Negara IndonesiaPenyelundupan yang semakin marak salah satu faktornya

yaitu disebabkan dari letak geografis Indonesia-Malaysia yang berdampingan dan berada di letak yang strategis bagi perdagangan dunia (Aditya 2017, 2). Berdasarkan wawancara, salah satu Tokoh Masyarakat (AM) di wilayah Sanggau menyebutkan bahwa

“Terdapat beberapa indikator yang memengaruhi terjadinya penyelundupan narkotika, antara lain letak geografis...”Dengan demikian dalam penelitian ini, mencoloknya peredaran

Narkotika dikarenakan letak geografis negara Indonesia khususnya Entikong Kabupaten Sanggau berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Berdasarkan letak wilayah, dua negara tersebut mempunyai posisi yang berdekatan, maka bermacam tipe Narkotika bisa masuk secara leluasa.

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah populasi penduduknya yang besar. Selain itu letak geografis negara Indonesia terletak di tengah-tengah antara Benua Asia maupun Benua Australia juga berada di tengah dua buah samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan posisi yang demikian itu, Negara Indonesia memiliki keuntungan dari posisi yang strategis tersebut dalam bidang perekonomian serta lalu lintas internasional. Selain mempunyai batas-batas yang ada perairan, di antara Negara Indonesia dan Malaysia terdapat pula batas-batas yang ada di daerah darat dengan luas yang sangat besar yaitu pada bagian utara dari pulau Kalimantan. Namun kenyataannya selain keuntungan sebagai dampak positif dari posisi Indonesia tersebut, hal ini juga memberi dampak negatif (Bnn.go.id 2018). Ditambah lagi melalui lancarnya saluran navigasi antara Malaysia-Indonesia dengan banyaknya armada yang terjangkau serta langsung (tanpa transit).

Berdasarkan hasil penelitian, pihak BNNP Kalimantan Barat menyatakan bahwa “Perpolitikan di Kabupaten Entikong sendiri dalam permasalahan penjagaan bisa di katakan lebih baik dari hal-

( 52 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

hal yang negatif sehingga menjadikan keadaan yang tentram dan damai dari para aktor politik yang dapat memberikan keadaan yang meresahkan bagi masyarakat yang terkena dampak dari para aktor politik”.

Kepolisian Daerah Kalimantan Barat telah mendata bahwa telah terjadi peningkatan kasus penyelundupan Narkoba yang ditemukan pada wilayah yang berbatasan antara Negara Indonesia dan Malaysia di Pulau Kalimantan. Kenaikan tersebut terjadi diangka dari 375 kasus di tahun 2015 bertambah hampir dua kali lipat menjadi sebanyak 531 di tahun 2016. Kuantitas obat-obatan terlarang yang disita tersebut, khususnya berupa sabu-sabu-sabu-sabu kristal, juga mengalami peningkatan kuantitas dari sekitar 6.300 gram pada 2015 menjadi sebanyak 97.600 gram pada tahun berikutnya (Thejakartapost.com 2017).

Berdasarkan sumber yang sama, telah dilaporkan seorang petugas Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Adj. Tuan Cucu Safiyudin, mengatakan sejumlah kasus mengalami peningkatan karena polisi telah meningkatkan usaha serta upaya untuk memburu para pengedar barang terlarang tersebut (Thejakartapost.com 2017).

Gambar 5.1. Konferensi Pers tentang Perdagangan Narkoba Antar Provinsi

Sumber: Thejakartapost.com (2017)

( 53 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyampaikan agar lebih memaksimalkan penjagaan di area perbatasan guna meminimalisir penyelundupan Narkotika ke Indonesia. Contohnya dengan mensosialisasikan kepada masyarakat diwilayah perbatasan. Selain itu BNN juga mengarahkan kepada ketua DPD ketua DPR, panglima TNI, agar desa-desa terhindar dari Narkotika, sebab dari desa di olah, posyandu digerakkan untuk ibu-ibu agar memiliki pemahaman tentang Narkotika. Selanjutnya, pihak BNNP Kalimantan barat menyampaikan pertahanan di perbatasan harus dilaksanakan bersama dengan kepolisian negara tetangga. Hasil kerja sama tersebut telah mendapatkan titik terang melalui pelenyapan 2,6 ton. Banyak perbatasan yang ada di Indonesia baik itu berbatasan dengan laut dan darat. Seperti di Kalimantan saja kurang lebih 1000 kilometer perbatasan darat (DetikNews 2018).

Luas serta letak kawasan yang mempunyai letak yang sangat baik sehingga menjadikan Negara Indonesia sebagai daerah persinggahan serta sebagai tempat peredaran Narkotika yang mempunyai bermacam jalan yang ditempuh. Tidak hanya daerah peredaran, Indonesia turut sebagai pelaku produksi. Kondisi ini cukup memprihatinkan sebab begitu banyak pelaku yang mengedarkan Narkotika memiliki jaringan yang bertaraf global yang tertangkap dan tertangkapnya pengguna Narkotika di Indonesia tersebut merambah hampir di segala usia (Badan Narkotika Nasional 2015).

( 54 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Grafik 5.1. Tingkat Kasus Narkotika di Indonesia Tahun 2009-2014

Sumber: Badan Narkotika Nasional (2015)

Dari grafik di atas terlihat angka kasus penyalahgunaan Narkotika di Indonesia yang diolah dari BNN sejak tahun 2009 hingga tahun 2014 terus meningkat. Ditahun 2010 masalah Narkotika mengalami peningkatan sebesar 60,66% dibanding sebelumnya yakni 11.140 kasus ditahun 2009 menjadi 17.898 kasus. Kemudian tahun 2011 kasus tersebut turut terjadi kenaikan sejumlah 6,87% kemudian pada tahun 2010 mengalami kenaikan lagi menuju angka 19.128 temuan. Terdapat pula penurunan kasus yakni di tahun 2012. Pada tahun tersebut terjadi pengurangan temuan kasus sebesar 0,25 persen yakni dari yang sebelumnya 19.128 temuan menurun ke 19.081 temuan. Namun satu tahun berikutnya kasus penyalahgunaan Narkotika di Indonesia tercatat kembali meningkat sebesar 11,47% diikuti 21.269 kasus. Hingga ketika warsa 2013 menuju warsa 2014, problematika Narkotika semakin meningkat dengan terhitung 8,77% atas 23.134 permasalahan (Badan Narkotika Nasional 2015).

( 55 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Berdasarkan data-data diatas, kasus-kasus Penyelundupan Narkoba yang ditangani oleh Direktorat Polres Polda Kalimantan Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan-peningkatan, kalau pun ada penurunan mungkin hanya sedikit. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama bagaimana memberantas kasus Narkoba di Indonesia terutama di Kalimantan Barat. Sehingga perlu keterlibatan semua pihak dalam mengatasi hal itu. Maraknya Narkotika zaman sekarang yang masuk ke Indonesia terutama banyak melalui Malaysia. Hal tersebut dikarenakan secara geografis Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia atau biasa disebut negara tetangga sedangkan pos lintas batas negara yang terdapat di Negara Indonesia terutama di Provinsi Kalimantan Barat baru terdapat tiga yang resmi yaitu Entikong, Badau, dan Aruk. Wilayah batas negara itu sangat panjang dimana banyak jalan tikus di dalamnya. Itulah yang menjadi celah dan dimanfaatkan oleh para pengedar Narkotika untuk memasukkan barang Narkotika dari Malaysia ke Indonesia.

Terkait hal tersebut, Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) dalam sesi wawancara juga menjelaskan kondisi perbatasan yang ditinjau dari perspektif sosial dengan aktivitas masyarakat dalam melintasi perbatasan. Ia menuturkan bahwasannya:

“Kondisi perbatasan Indonesia memiliki pos lintas batas yang meliputi lima rute secara resmi yaitu dimulai dari Aruk, nyusul ke Jagoi Babang, kemudian Entikong, di Sintang Senaning, naik lagi sampai ke Badau. Namun untuk jalan tikus, terdapat kurang lebih 58 jalur yang bisa dilalui oleh ‘gajah’, artinya mobil pun bisa masuk di jalan tikus dimana tidak ada yang mengawasi, makanya jalan-jalan tersebut dimanfaatkan dalam memasukkan barang-barang tersebut”.Berarti, alur perdagangan ditentukan berdasarkan pada lima

rute yang telah diakui atau resmi untuk dilalui. Rute tersebut memiliki siklus yang teratur yang terdiri dari Aruk, Jagoi Babang, Entikong,

( 56 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Sintang Senaning, dan Badau. Namun, tersedianya rute tersebut tidak menutup kemungkinan munculnya jalur tikus yang dilakukan oleh para oknum tertentu dalam menyelundupkan produk ilegal. Kondisi tersebut dapat terjadi berdasarkan faktor kelalaian pengawasan.

Kemudian ini juga didukung dengan posisi geografis yang menjadikan Indonesia sebagai negara persinggahan bagi transaksi Narkotika antar negara. Dan sebagaimana yang terjadi dengan Negara Indonesia, Negara Malaysia tidak luput dari penargetan destinasi maupun transit route penyebaran Narkotika internasional. Hal tersebut terbukti bahwa selama enam tahun yakni pada tahun 2009 hingga tahun 2015, penyelundupan Narkotika yang menembus Negara Malaysia dominan melalui beberapa negara antara lain: Nigeria dan Tiongkok (Newsinfo.inquirer.net 2016).

Tokoh masyarakat di perbatasan Entikong (AM) juga menambahkan pendapatnya terkait permasalahan geografis perbatasan, sebagai berikut:

“Seperti yang kita tahu wilayah Kalimantan sangat luas baik darat maupun lautnya yang menjadi potensi masuknya penyelundupan narkoba dari negara tetangga, dimana indikatornya ialah terdapat jalan rahasia seperti di Entikong sendiri yang menghubungkan negara Malaysia ke negara Indonesia. Jalan-jalan yang masih belum terjangkau oleh penjagaan tersebut yang menjadikan kelemahan tersendiri keamanan di Entikong ini”.Berdasarkan pernyataan tersebut, tokoh masyarakat

menganggap lingkungan geografis menjadi persoalan yang penting dalam menjaga keamanan perbatasan. Hal ini dikarenakan dekatnya suatu wilayah internal dengan negara lain, sehingga memunculkan banyaknya jalur atau rute yang tidak mampu dijangkau oleh pihak pengawas.

Setelah mengetahui akar dari penyebab tersebut maka diupayakanlah pengoptimalan pengawasan yang ketat oleh negara di titik-titik rawan yang selama ini sering ditemukan kasus

( 57 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

penyelundupannya. Namun dalam upaya tersebut juga ditemukan kendala diantaranya yaitu ketersediaan peralatan detektor yang berkualitas dan mendukung dari sisi kuantitas yang sangat diperlukan mengingat penyelundupan di perbatasan sangat sulit untuk dipantau tanpa alat pendeteksi. Apalagi kini seringkali pengedar tersebut lolos dari pemeriksaan sebab modus operandi dan taktik yang mereka gunakan semakin beragam (Aditya 2017, 19).

Namun pada masa pemerintahan Jokowi, keamanan lintas batas semakin diperkuat. Pandangan ini relevan dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong (Vi), yaitu:

“Untuk keamanan sudah sangat aman di masa pemerintahan jokowi dimana telah menyediakan pos lintas batas di setiap pinggiran Kabupaten yang bersebelahan dengan Malaysia, terutama yang ada di Daerah Entikong itu sendiri sudah didirikan PLBN untuk keamanan keluar-masuk masyarakat yang melintasi perbatasan telah di patroli sangat ketat oleh petugas TNI yang menjaga keamanan dan pengawasan pada setiap kendaraan yang melintas di perbatasan Entikong itu sendiri”. Dengan kata lain, tokoh masyarakat mengemukakan pemerintah

Indonesia yang berada di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah tegas dalam mengambil tindakan, dimana pemerintah menyediakan beberapa pos lintas batas guna mengantisipasi terjadinya pelanggaran di wilayah perbatasan Entikong. Ini menjadi progress Indonesia dalam menjaga keamanan maupun memperketat pengawasan di beberapa lokasi yang berpeluang dalam menyelundupkan barang ilegal, terutama narkoba.

5.1.2.2. Dampak dari AFTA (Asean Free Trade Area)Kejadian transnational crime terus berkembang menjadi salah

satu pengancam dari aspek non-tradisional yang sudah menjelma sebagai bidang fundamental bagi Indonesia. Terbukanya informal

( 58 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

market di wilayah Asia Tenggara yang berlandaskan pada AFTA, telah membuta jalan bagi para pelaku yang mengedarkan Narkotika dengan tujuan memperluas pengaruh yang ia punya dalam bisnis gelap tersebut (Febrianti 2015, 11).

Pada Bulan Februari empat puluh satu tahun yang lalu yaitu tahun 1977 tepatnya pada tanggal 24, Preferential Trade Arrangement atau disingkat dengan PTA secara resmi diumumkan. PTA merupakan bentuk kerja sama dalam bidang perekonomian yakni perdagangan yang memiliki ruang lingkup di wilayah ASEAN. Sebelum PTA terbentuk pada tahun 1977 tersebut, kemudian mengalami perubahan nama menjadi ASEAN Free Trade Area (AFTA). Setelah diresmikannya PTA sebagai pasar bebas yang ada di wilayah Asia Tenggara tersebut dua puluh enam tahun kemudian atau tepatnya pada tahun 2003 diresmikanlah nama AFTA sebagai kelanjutan dari PTA tersebut. Kebebasan dalam mekanisme pasar internasional tersebut memberikan peluang bagi para pelaku ekonomii global untuk memanfaatkannya tidak terkecuali para pedagang Narkotika ilegal. Mereka memengaruhi kawasan Golden Triangle hingga menjadi daerah pertigaan yang empuk bagi peredaran Narkotika ilegal taraf internasional (Karantina.pertanian.go.id 2017).

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui BNN, kasus beredarnya Narkotika dalam Negara Indonesia hingga saat ini menunjukan grafik dan nilai ekonomi yang sangat luar biasa. Masuknya pasar bebas membutuhkan penjagaan yang lebih ketat di jalur-jalur perbatasan. Namun, kurangnya penjagaan dan pengawasan di jalur perbatasan Indonesia-Malaysia yang cukup panjang baik di darat maupun perairan menjadi salah satu penyebab meningkatnya peredaran Narkotika yang masuk ke Negara Indonesia. Bahkan kini Narkotika masuk dan beredar ke Negara Indonesia via pengiriman pos. Paket pos tersebut disamarkan dengan pengiriman berupa barang-barang pertanian. Hingga pertengahan tahun 2017, sudah beberapa upaya yang dilakukan untuk mencegah terseludupnya Narkotika oleh petugas karantina pertanian, Bea Cukai, BNN, dan juga Kepolisian

( 59 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

RI (Karantina.pertanian.go.id 2017).Konferensi Tingkat Tinggi keempat kemudian memutuskan

bahwa AFTA hendak dilakukan pencapaiannya dengan masa selama lima belas tahun. Yakni dari tanggal 1 Januari 1993 hingga tahun 2008 pada tanggal dan bulan yang sama. Selain itu AFTA tersebut memfokuskan pada barang-barang yang mendayagunakan produk pemanufakturan saja. Setelah kesepakatan pada KTT tersebut kemudian AFTA dicanangkan kembali agar dilakukan pemercepatan menjadi pada tahun 2006, kemudian dipercepat kembali menjadi terselenggara pada tahun 2003, dan akhirnya dipercepat menjadi dimulai pada tahun 2002. Dengan percepatan tersebut, tarif yang dikenakan dalam bea masuk proses masuknya barang dari luar negeri mengalami penurunan hingga 0 sampai 5%. Negara yang mendapat penurunan biaya bea tersebut yaitu Negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand atau disebut dengan ASEAN-6. Namun untuk barang-barang yang peka seperti beras (sembako) dan juga produk yang mendapat pengecualian bea seperti Narkoba (Febrianti 2015, 7).

Dalam kejadian tersebut para petugas berhasi mengamankan sejumlah barang bukti diantaranya satu buah karus yang berisi dedaunan katinon sebanyak 7,1 gram, sebuah telepon genggam, dan uang tunai sebesar Rp4.058.000,-. Operasi tangkap tangan ini berhasil dilakukan sebab sebelumnya telah masuk informasi kepada petugas bahwa akan ada kiriman teh hijau dari Negara Kenya yang akan dikirimkan melalui Indonesia sebanyak lima kali. Kiriman tersebut ditahan oleh petugas sebab daun teh Arab tersebut memang dilarang peredarannya di Negara Indonesia. Maraknya kasus penyelundupan Narkotika melalui cara pengiriman paket pos barang-barang pertanian menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Badan Karantina Pertanian agar terus meningkatkan pengawasan terhadap pemasukan barang-barang pertanian impor. Pengawasan tersebut diantaranya dengan memperketat pemeriksaan, dalam hal ini pentingnya kesesuaian jumlah dan jenis barang/produk yang tertera

( 60 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

dalam dokumen dengan kondisi fisik yang dilaporkan (Karantina.pertanian.go.id 2017).

Ditambah lagi dengan adanya daerah segitiga emas yang ada di kawasan ASEAN-6 tersebut yakni di Negara Laos, Myanmar, dan Thailand, yang terletak pada the northern part of Southeast Asia yang mencakup Myanmar, north of Laos, juga yang dikenal dengan sebutan ‘emas’. Sebutan ini muncul disebabkan pada wilayah inilah asal dari emas hitam yang juga dinamai dengan opium. Wilayah tersebut adalah wilayah yang memproduksi jenis-jenis Narkotika seperti heroin yang berbahan candu, amfetamin, metafitamin, dan yaa’ba. Lima macam zat adiktif ini adalah jenis terbanyak dari Narkotika yang dihasilkan serta tersebar pada wilayah golden triangle ini. Persoalan demikian merupakan sebuah tantangan yang sangat besar untuk berbagai negara yang berada dalam lingkup Asia Tenggara termasuk Negara Indonesia maupun Malaysia (UNODC 2016). Jadi, dapat dikatakan bahwa wilayah perbatasan Entikong Indonesia dan Malaysia termasuk sebagai target pelaksanaan dalam pengedaran narkoba.

5.1.2.3. Minimnya Penjagaan dan Fasilitas Penjagaan yang Kurang Memadai

Ketiga, yaitu disebabkan oleh terdapatnya jalan-jalan yang tidak ada penjagaan dan fasilitas penjagaan yang kurang memadai. Upaya penyelundupan Narkotika di perbatasan Indonesia melalui jalur darat, perairan, dan udara yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan keamanan di wilayah perbatasan (Aditya 2017, 27). Kondisi perbatasan yang ada di Kalimantan Barat memiliki yang namanya Pos Lintas Batas (PLB). PLB tersebut tersebar di lima lokasi mulai Aruk (Kabupaten Sambas), Jagoi Babang (Kabupaten Bengkayang), Entikong (Kabupaten Sanggau), Senaning (Kabupaten Sintang), termasuk Badau (Kabupaten Kapuas Hulu). Yang disebutkan ini adalah PLB resmi. Menurut Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional

( 61 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su):“Masih banyak terdapat jalan tikus di jalur perbatasan yang banyaknya kurang lebih 58 jalur. Jalur tersebut terbilang lebar yang bisa dilalui oleh gajah, artinya disitu disebut jalan tikus tapi mobil pun bisa masuk. Pada jalan tikus tersebut tidak ada yang mengawasi, sehingga dengan lancar dimanfaatkan untuk memasukkan Narkotika”.Berdasarkan observasi penulis, terlihat di desa-desa yang

terpencil tidak dapat diakses dengan baik sebab terhambat oleh aksesnya perjalanan. Jalan-jalan tikus yang tidak dijaga oleh pihak keamanan menjadi jalur favorit bagi para penyeludup.

Walau demikian, upaya dalam menangani penyebarluasan Narkotika antara Badan Narkotika Nasional (BNN) diikuti bea maupun cukai berhasil dilakukan seperti sebelumnya. Sejumlah 28,24 kilogram sabu-sabu dan 21.727 butir ekstasi berdasarkan dua kasus berbeda yang berasal dari Malaysia ke Indonesia melalui jalur seluk beluk perbatasan Entikong berhasil digagalkan dengan menangkap 4 (empat) orang tersangka kasus peredaran Narkotika (Bnn.go.id 2018).

Penyelundupan Narkotika via perairan juga sering kali dilakukan. Indonesia dengan predikatnya sebagai archipelago state dominan mempunyai lingkup lautan yang berpotensi menjadi gerbang masuk barang tersebut ke dalam negeri ini. Namun masuknya barang-barang ke Indonesia tidak hanya dengan cara yang legal namun juga dengan cara yang ilegal. Hal tersebut dikarenakan tidak semua wilayah perairan di Indonesia mendapatkan perhatian dan pengawasansecara ketat dari pemerintah Indonesia (Aditya 2017, 27). Luasnya lingkup perairan Indonesia pada saat ini belum diimbangi dengan jumlah personil yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan pada beberapa daerah di Indonesia yang berbatasan melalui batas laut menjadi celah empuk bagi kasus penyelundupan Narkotika.

Wilayah perbatasan Indonesia merupakan daerah yang sangat rawan untuk penyelundupan sebab jalan yang ada di sana mudah

( 62 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

digunakan. Kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di PLBN Indonesia-Malaysia jalan yang mudah dilakukan penyelundupan terletak di Entikong, Provinsi Kalimantan Barat akan dilakukan penjagan yang lebih ketat akan dilaksanakan di jalan-jalan kecil tersebut (Batasnegeri.com 2018).

Gambar 5.2. Kunjungan Kerja ke Pontianak dan PalangkarayaSerta Memeriksa Wilayah Perbatasan

Sumber: Batasnegeri.com (2018)

Pengoptimalan penjagaan tersebut akan mengikut sertakan POLRI serta Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI. Ia dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito serta Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang juga Direktur juga Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi datang mengunjungi Kota Pontianak dan Palangkaraya dalam rangka kunjungan kerja melihat keadaan wilayah perbatasan di dua lokasi. Tidak hanya itu saja mereka juga akan memberikan arahan kepada anggota TNI-POLRI se-Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Permasalahan di Entikong tentang pemakaian Narkotika baru terjadi pada tahun 2017-2018 dan ada sebagian masyarakat yang sudah menjadi tersangka oleh polisi

( 63 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

sedangkan untuk kasus penyelundupan Narkotika belum pernah terjadi di Entikong, namun tindakan terpidana Narkotika sudah dimiliki polisi selama 15 kasus dan sudah menjadi faktanya. Di Entikong sendiri, faktor yang menjadi penyebab penyelundupan yang menjadi pemakai masih belum di temukan dan belum ada (Batasnegeri.com 2018). Dengan demikian, para petinggi Indonesia turut berperan aktif dan turun ke lapangan guna mengoptimalkan pemberantasan masalah narkotika di wilayah perbatasan Entikong dan Tebedu.

5.1.2.4. Faktor Ekonomi dan Tingginya Permintaan (Demand) Pasokan Narkoba di Indonesia

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa ada dua indikator yang menjadi penyebab masuknya Narkoba ke Indonesia terutama melalui perbatasan dalam sisi ekonomi. Pertama, yaitu adanya kesenjangan ekonomi dan adanya iming-iming keuntungan yang tinggi membuat orang berpikiran untuk melakukan hal itu. Kedua, dari segi demand (permintaan) apabila makin banyaknya permintaan, maka supply nya juga akan terus berjalan. Faktor ekonomi yang dimaksud disini ialah kondisi di lapangan dimana barang-barang yang di pasok dari Malaysia bila masuk ke Indonesia akan menjadi berharga lebih mahal. Dari segi demand (permintaan) apabila makin banyaknya permintaan, maka supply nya juga akan terus berjalan.

Akan tetapi penyebab seseorang yang menjadi pengedar Narkotika yaitu faktor ekonomi yang membuat seseorang melakukan tindakan yang di larang oleh undang-undang tersebut, pergaulan bebas adalah perilaku menyimpang melewati batas kewajiban yang sering terjadi karena pengaruh dari lingkungan atau pun ajakan dari seseorang dan hal lain yang menyebabkan seseorang menjadi pengedar Narkotika yaitu kurangnya perhatian dari orang tua yang seharusnya mendidik dan menjaga anak-anaknya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa jumlah masyarakat di Kabupaten Sanggau yang menjadi pekerja di daerah perbatasan maupun berada diluar

( 64 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

negeri sangat mudah dipengaruhi seakan narkoba menjadi salah satu lahan pendapatan yang sangat menjanjikan.

Menurut Kepala Seksi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Sa),

“Pada saat ini, Indonesia terancam oleh penyalahgunaan narkoba pada generasi mudanya, terlebih di Kabupaten Sanggau. Sebagian masyarakat paham akan bahaya narkoba, namun terdapat banyak masyarakat yang diperdaya untuk menjadi kurir, penjual, ataupun pemakai narkoba. Kondisi ini dikarenakan masyarakat lain yang tidak tahu dan juga tuntutan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan pengadaan sosialisasi pencegahan terkait penggunan narkoba secara marak kepada seluruh masyarakat agar tidak disalahgunakan”. Melalui pernyataan tersebut, terlihat bahwa Indonesia terutama

di Kabupaten Sanggau sedang mengalami kondisi gawat darurat terkait problematika narkoba. Walaupun sebagian masyarakat telah mengetahui bahaya narkoba, namun ini tidak menutup kemungkinan bahwa narkoba tetap eksis di daerah tersebut. Selain tidak meratanya penyebaran pengetahuan terkait bahaya obat terlarang terhadap seluruh masyarakat, faktor lainnya ialah tuntutan ekonomi yang membuat masyarakat secara terpaksa mengedarkan narkoba ataupun telah terbiasa mengonsumsi narkoba.

Berkesinambungan dengan pendapat sebelumnya, salah satu Tokoh Masyarakat (AM) di Entikong menambahkan,

“Terus meningkatnya kasus penyelundupan Narkotika ini juga disebabkan oleh faktor sosial lingkungan juga mengganggu keamanan dan penyelundupan mendorong tindak kejahatan serta menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang besar. Pengaruh lingkungan sosial mengganggu keamanan dan penyelundupan mendorong tindak kejahatan serta menimbulkan beban ekonomi dan sosial yang besar. Dengan adanya perdagangan Narkotika ini, kemungkinan juga bisa membuka peluang kepada pihak-pihak yang ingin mengacaukan negara ini”.

( 65 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Lebih lanjut, Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) terdapat dua indikator yang menyebabkan terjadinya penyelundupan Narkoba di wilayah perbatasan Entikong, sebagai berikut:

“Pertama dari segi ekonomi, barang yang ada di sana ketika dilakukan penelusuran di Kuching dan wawancara bersama rekan-rekan polis di Malaysia itu kurang lebih berkisar 200-230 juta per kilogram. Sampai ke perbatasan, itu sudah mencapai sekitar 400 juta per kilogram dan sampai ke Pontianak mencapai 600-800 juta per kilogram. Kemudian keluar dari Pontianak ke Jakarta antara 1-2 M per kilogram. Kondisi ini yang menimbulkan kesenjangan dimana orang-orang tertentu yang menyalahgunakannya. Kemudian yang kedua, yaitu segi demand (permintaan) yang mana angka prevalensi penggunaan Narkotika di Indonesia saat ini sudah mencapai hampir 6 juta orang. Kalau 6 juta pengguna tersebut satu orang mengumpulkan 1 gram saja dan dikalikan 6 juta orang maka bisa di bayangkan beraba banyak Narkotika tersebut. Dikarenakan adanya demand inilah supply Narkotika pun juga lancar. Mereka akan mengincar kita terutama kaum generasi muda seperti mahasiswa”.

Aksi transnational organic crime sebagai bentuk kejahatan yang terorganisasi terjadi di lintas batas antar Negara antara lain yaitu penyelundupan yang melibatkan pengangkutan barang dengan cara illegal di wilayah perbatasan. Mendukung pemaknaan tersebut Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) menyatakan bahwa

“Rata-rata penanganan narkotika yang terorganisir crime terbentuk melalui sindikat yang sistem kerjanya sendiri-sendiri per kasus diikuti saling terhubung dengan tersangka lainnya, dimana yang tertangkap terlebih dahulu ialah kurir. Di Malaysia jika kami boleh masuk ke sana, mungkin akan mengungkap gudang-gudang besar narkoba yang ada di sana.

( 66 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Tetapi sayangnya kami hanya dapat memberikan informasi yang terbatas kepada aparat yang berwenang di sana... ”

Berarti, sebagian besar penyelundupan dilancarkan dalam bentuk sindikat sehingga tidak ada yang kerjanya sendiri-sendiri. Secara sistematis, dapat diindikasi bahwa para pelaku yang mengedarkan narkotika berbentuk kelompok, sehingga jika salah satu oknum tertangkap maka dapat mempermudah para aparat dalam menjaring para tersangka lainnya. Kasus tersebut dapat terlihat melalui suatu wilayah perbatasan, dimana kabupaten Sanggau terlibat langsung dalam Transnational organize crime.

5.1.3. Pencegahan Secara Langsung5.1.3.1. Pencegahan Melalui Peran Langsung Kepolisian RI dan BNN

Pencegahan secara langsung yang dilakukan oleh negara diantaranya yaitu pembuatan kesepakatan antara Indonesia-Malaysia terkait program pencegahan yang dapat dilakukan secara kerja sama bilateral. Berdasarkan hasil penelitian, menurut Nota Dinas Nomor B-ND/33/I/2017/DiresNarkoba yang ditujukan kepada Kepolisian Kalimantan Barat untuk membahas kejahatan lintas batas perdagangan Narkotika yang melibatkan kedua negara, dalam pertemuan tersebut dibahas kesepakatan-kesepakatan untuk bertukar informasi terkait perkembangan kasus-kasus perdagangan Narkotika.

( 67 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Gambar 5.3. Nota Dinas Nomor B-ND/33/I/2017/DitresNarkoba

Sumber: Dokumentasi peneliti (2018)

Dari nota diatas terlihat bahwa upaya dalam pemberantasan Narkotika ini, sudah dilakukan negara Indonesia secara serius. Hal tersebut pula sudah dilakukan sejak mulai kemerdekaan. Wewenang dalam membuat aturan tentang penggunaan obat-obat berbahaya diberikan kepada menteri kesehatan. Di tahun 2002, Pemerintah Indonesia mengambil sikap yang tegas terhadap peredaran Narkotika.

Salah satu pihak yang berwenang dalam menentukan sikap yang tegas terkait peredaran narkoba ialah BNN. Sebagai contoh, Kepala Seksi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Sa) menjelaskan:

“Di Kabupaten Sanggau terdapat BNN yang terdiri dari 3 kepala bagian dalam bidang pencegahan, rehabilitasi dan bagian pemberatasan. Saya sendiri bertugas pada bagian pencegahan dimana saya melakukan sosialisasi atau memberitahukan kerugian menggunakan narkoba kepada mereka yang belum mengenal dampak dari penggunaan narkoba. Persoalan penyeludupan itu bukan bagian saya untuk menjelaskan terkait

( 68 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

hal itu namun secara umumnya dapat saya jelaskan. Barang ini merupakan penyeludupan ilegal, artinya barang ini dilarang edar, mereka telah melanggar hukum dan oknum atau pihak-pihak masyarakat yang berupaya melanggar hukum mereka terus melakukan usaha-usaha peredaran narkoba tidak perduli dari mana barang itu berasal, asalkan barang tersebut teredar di Kabupaten Sanggau.” Berdasarkan hasil penelitian, pemerintah telah menentukan

tindakan yang konkrit dalam menangani isu narkoba. Adanya pembagian bidang dalam struktur BNN di Kabupaten Sanggau menunjukkan kefektifitasnya pemerintah untuk fokus terhadap masing-masing permasalahan yang muncul, seperti himbauan yang mengajak masyarakat untuk menghindari narkoba, menyediakan wadah penanggulangan kepada korban narkoba, maupun badan yang bertindak dalam memberantas para pelaku narkoba.

Kemudian penanggulangan masalah penggunaan obat terlarang tersebut juga didukung oleh pernyataan Tokoh Masyarakat (AM) yang mengungkapkan:

“Upaya penyuluhan atau sekedar memberi pengetahuan dari BNN, Polri dan TNI telah memberikan dampak kepada penduduk untuk takut maupun bersikap hati-hati terhadap penyelundupan narkoba”. Ini berarti bahwa sosialisasi yang dilaksanakan oleh aparat

Indonesia dapat membangun perspektif masyarakat perbatasan mengenai bahayanya penyelundupan dan penggunaan narkoba. Tentu hal ini dapat menjadi cara jitu yang membawa hal yang positif guna menanggulangi pemakaian peredaran narkoba.

5.1.3.2. Pencegahan Melalui Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia

Kerja sama dengan negara tetangga ini kemudian lebih dioptimalkan dengan memberikan pemahaman perihal Narkotika kepada masyarakat di negara tetangga. Pembelajaran ini memberikan

( 69 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

pemahaman yang sama dengan negara tetangga. Begitu pula perbatasan ini dipertegas dalam pengertian yang sama. Bukan hanya Narkotika saja yang harus masyarakat ketahui, namun juga tentang paspor, karantina, dan tumbuhan yang dilarang. Ia menyampaikan bahwa pihaknya juga telah mengoptimalkan pengurangan permintaan Narkotika dari Indonesia ke negara lain contohnya dengan pencegahan dan pembinaan.

Selain itu, dalam rangka untuk membendung dan mengurangi jumlah tersebarnya Narkotika di Indonesia maka diperlukannya cara strategis untuk digunakan dalam hal membasmi peredaran Narkotika. Berdasarhan hasil penelitian, diketahui bahwa pemerintah Indonesia-Malaysia selalu berusaha untuk menindaklanjuti kasus peredaran narkoba melalui beberapa cara serta berkolaborasi dalam tindakan pencegahan dan penanganan narkoba. Namun, hal serupa pernah terjadi adanya upaya dari pemerintah Malaysia yang berusaha memberi payung perlindungan kepada warganya yang terjaring dalam kasus peredaran narkoba, namun hal ini memang biasa di lakukan apalagi salah satu fungsi negara adalah melindungi masyarakatnya baik didalam maupun di luar negeri. Upaya Indonesia dan Malaysia berusaha menjalin komunikasi yang efektif dalam tindakan memerangi narkoba sebab narkoba merupakan permasalahan yang harus diperangi.

Banyak perbatasan yang ada di Indonesia. Ada wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia melalui border laut dan darat. Seperti di Kalimantan saja kurang lebih terdapat 1000 kilometer perbatasan darat. Hal inilah yang harus kita kaji. Kita harus bisa memfokuskan kerja sama dengan negara tetangga, Malaysia. Pengoptimalan kerja sama dengan negara tetangga tersebut diupayakan dengan memberikan pemahaman (edukasi) perihal Narkoba kepada masyarakat di negara tetangga. Pembelajaran ini memberikan pemahaman yang sama dengan negara tetangga. Begitu pula perbatasan ini dipertegas dalam pengertian yang sama. Agar tidak hanya Narkoba saja yang mereka tahu namun juga mereka akan

( 70 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

mengetahui tentang paspor, karantina, dan tumbuhan yang dilarang (Nugraheni 2016, 237).Dalam rangka untuk menanggulangi peredaran perdagangan gelap Narkotika ini, Tokoh Masyarakat (AM) menyebutkan

“Pelaksanaan dalam pencegahan arus keluar masuknya Narkotika serta penanggulangan secara komprehensif dan terintegrasi. Hubungan Indonesia dengan Malaysia dalam pemberantasan peredaran Narkotika sesuai dengan agenda ASEAN 2015 bebas dari Narkotika yaitu program kerja sama negara-negara asia tenggara dalam penggulangan kasus Narkotika juga telah dilakukan”.Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia kemudian mengambil

usaha-usaha penghindaran atau pun pemberantasan Narkotika yang salah satunya dengan kerja sama dengan Malaysia. Di dalam memusnahkan kekejian Narkotika oleh serikat internasional perlu adanya hubungan kerja sama di antara dua belah pihak Indonesia dan Malaysia agar menengahi masuknya peredaran dan pembagian Narkotika, hubungan kerja sama antara Indonesia dan Malaysia terkait kasus pencegahan Narkotika perlu diberi bukti yang mendasar oleh suatu kesepakatan atau perjanjian yang mempunya kekuasaan mempererat, dimana keterikatan Indonesia dengan Malaysia sebagai manfaat pencegahan Narkotika patut untuk secepatnya di laksanakan (Nugraheni 2016, 237). Negara Indonesia dan Malaysia hingga kini sudah melakukan berbagai kegiatan kerja sama yang salah satunya ialah dengan mengadakan catatan kesepahaman atau yang dikenal dengan istilah Memorandum of Understanding.

MoU ini dibuat oleh kepolisian Negara Indonesia, Kementerian Dalam Negeri RI, bersama dengan Kerajaan Malaysia atas menjalin kerja sama dalam aspek edukasi dan juga pelatihan. Hal tersebut dimaksudkan dengan tujuan tercapainya upaya pencegahan atas tingginya kekejian teroris serta kebusukan transnational crime yang mengancam kedua negara tersebut, hubungan kerja sama antara kedua negara itu dirumuskan dalam Memorandum of Understanding

( 71 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

penanganan kasus terkait permasalahan praktik tindakan teror (terorism) serta menangani permasalahan kebusukan transnasional dengan menekankan pula pada aspek edukasi serta kepelatihan. Hubungan kedua negara tersebut juga dilengkapi dengan melakukan konsolidasi antar bagian keamanan setiap negara sehingga dapat menelusuri kegiatan perdagangan Narkotika di masing-masing negara.

5.1.3.3. Pencegahan Melalui Kerja Sama Indonesia-Organisasi Luar Negeri

Selain oleh instansi pemerintah dalam negeri maupun kerja sama bilateral antara Negara Indonesia dan Malaysia. Negara Indonesia juga menjalin hubungan kerja sama dengan organisasi luar negeri untuk membantu proses pencegahan kasus ini. Organisasi antar negara ialah sesuatu yang tidak dapat terlepas dari susunan dalam hubungan internasional juga mayoritas negara ikut serta pada organisasi-organisasi yang bertujuan untuk menambah relasi di lokasi-lokasi operasi. Sehingga hubungan yang dijalin tersebut tidak hanya untuk membuat kebijakan nasional semata (Liu 2013, 6). Kebijakan nasional tersebut dapat terealisasikan dengan mengaitkan perjanjian keamanan perbatasan menanggulagi penyelundupan narkoba oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara, Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) menyatakan:

“Indonesia dengan polisi di Kuching telah melakukan musyawarah secara berkelanjutan mengenai pengatasan masalah narkoba maupun alasan pengabaian tindakan tersebut. Dalam satu tahun, para pihak yang terlibat hanya dapat menangani satu kasus, dimana hal tersebut setingkat dengan Polda di Sarawak. Ini pun berdasarkan tertangkapnya atau ketemunya pelaku di bandara, sehingga dapat diketahui bahwa yang dibawa ialah sabu-sabu. Jika dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia lebih tegas dengan dibuktikannya penangkapan ratusan kasus

( 72 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

terkait pengangkutan sabu dan hukuman tembak mati terhadap pelaku”.Pernyataan Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika

Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) telah menunjukkan penerapan kebijakan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam memberantas narkotika ataupun obat terlarang. Dapat dikatakan Indonesia lebih unggul dibanding Malaysia, khususnya pada lingkup Kuching maupun Sarawak yang hanya mampu menangani satu kasus. Selain itu, kebijakan yang diterapkan juga berbeda dimana pemerintah Indonesia lebih tegas memberikan hukuman kepada para pelaku yang membawa masuk obat-obatan terlarang, seperti sabu.

Berbanding terbalik dengan Indonesia, ketidakseriusan pihak Malaysia dalam menangani kasus narkoba di negaranya dituding dengan alasan suatu kepentingan tertentu. Tokoh Masyarakat Perbatasan Tebedu menjelaskan bahwa

“Terjadi adanya upaya dari pemerintah Malaysia yang berusaha memberi payung perlindungan kepada warganya yang terjaring dalam kasus peredaran narkoba, namun hal ini memang biasa dilakukan apalagi salah satu fungsi negara adalah melindungi masyarakatnya baik di dalam maupun di luar negeri”.Selanjutnya, pemberantasan perdagangan gelap Narkotika di

Malaysia dilakukan UNODC dengan membentuk program “kontigen anjing” untuk melacak obat-obat pada tahun 2012 sekaligus memeriksa daerah-daerah yang sulit untuk mengakses untuk penyelundupan Narkotika. UNODC memberikan fasilitas serta memdukung pelatihan ANP Malaysia di institusi dan masyarakat dalam rangka memantau serta memberantas perdagangan gelap Narkotika yang berasal dari Negara Malaysia menuju Indonesia. UNODC adalah suatu badan berskala internasional dengan tugas serta tanggung jawab untuk menyelesaikan dan melawan kasus Narkoba selaku kejahatan level internasional. Mandat UNODC dalam memainkan perannya ialah dengan tujuan untuk menolong negara-negara anggotanya untuk

( 73 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

memerangi beredarnya Narkoba dan juga terorisme. Bagi UNODC, Narkotika merupakan permasalahan internasional yang sangat serius. Oleh karena itu penanggulangannya pun dilakukan dengan cara dan fokus utama bagi negara-negara dunia yang juga melalui UNODC tersebut dengan konvensi-konvensi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut dimaksudkan agar dapat terciptanya kondisi internasional yang aman tanpa penyalahgunaan dan penyelundupan Narkoba baik melalui pencegahan, pengawasan, atau dengan penindakan (Nugraheni 2016, 239).

Selain melalui kerja sama dengan UNODC, Indonesia juga melakukan kerja sama dengan NCB-Interpol Indonesia sebagai upaya pencegahan langsung.NCB-Interpol (National Central Bureau-The International Criminal Police Organization) Indonesia yang merupakan anggota dari organisasi internasional Interpol juga turut mendukung strategi pencegahan Narkotika di Indonesia. Tujuan NCB-Interpol yakni menangani krimintalitas transnasional maupun internasional di negara misalnya bursa Narkotika non-legal maupun berbagai obat terlarang, human trafficking, kriminalitas di dunia maya (cyber crime), money laundering, dan lainnya sangat tepat dalam pengadaan kerja samanya. Di samping hal tersebut, organisasi ini juga dimaknai sebagai institusi kerja sama global kepolisian yang bertujuan memanjukan kredibilitas setiap pelaku yang terlibat (Riswandi dan Sjamsumar 1995, 9).

Peranan utama INTERPOL yakni melakukan pengamanan terhadap koneksi international communication dalam kepolisian, menyalurkan sokongan jasa pedoman informasi kepolisian, bersikap suportif atas jasa kepolisian serta memfasilitasi pendidikan maupun training kepolisian. Kerja sama dari lembaga ini memperlancar kepolisian pada masing-masing negara yang terlibat agar membasmi kriminalitas transnasional. Kerja sama yang mengaitkan kepolisian Indonesia dilaksanakan dengan melakukan barter data, publikasi pemberitahuan, eksplorasi bersama, police staff training serta kerja sama pada sistematis pasca ekstradisi tersangka (Riswandi dan

( 74 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Sjamsumar 1995, 9). Munculnya istitusi ICPO-INTERPOL disebabkan oleh

terdapatnya kepentingan yang sama untuk membasmi kriminalitas transnasional maupun internasional antar berbagai negara. Pertama, adanya kemajuan teknologi berefek pada lingkup global dalam sisi baik maupun buruk seperti melonjaknya kriminalitas internasional maupun transnasional. Dalam aspek sosiologis, teknologi memunculkan peningkatan pergeseran maupun gebrakan sosial, termasuk evolusi yang terpampang nyata dalam struktur kriminalitas di internasional yang merujuk pada sisi kelompok, properti, kesempatan operandi maupun lokasi operasi, kapasitas/mutu produk kriminalitas, yang akhirnya menghasilkan wujud kejahatan dengan istilah kriminalitas internasional maupun transnasional. Beikutnya untuk menangani fenomena itu, masing-masing negara mendapatkan kerumitan secara hukum dan struktural yang disebabkan oleh setiap pengakuan negara atas kedaulatan dengan perbedaan susunan norma. Ketiga, kumpulan negara Eropa mengadakan International Detective Police Congress yang pertama di Monako tahun 1914 yang kemudian menciptakan perjanjian guna membangun international police agency. Berikutnya, kongres ke-dua pada tahun 1923 meresmikan sebuah lembaga kepolisian global yaitu International Criminal Police Commission (ICPC) dan menjadikan lokasi kongres ini yaitu Wina sebagai headquarter. Dan yang keempat, dimana pada tahun 1956 ICPC diubah sebagai International Criminal Police Organization (ICPO), diikuti penggunaan password INTERPOL termasuk tempat yang dituju guna melakukan barter data maupun interaksi diantara pihak yang terlibat. Namun, headquarter lembaga ini mengalami perpindahan lokasi di Lyon, Prancis (Divhubinter.polri.go.id 2018).

Selain itu, Indonesia telah mempererat relasi kerja sama dengan pihak internal berdasarkan sistem hukum yang ada di Indonesia UNODC agar menyesuaikan peraturan dan prosedur administrasi dan kedaulatan negara, diutamakan wilayah dan tanpa mencampuri negara. Karena itu, dibuatlah peraturan dan strategi untuk hubungan

( 75 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

keduanya dengan dijalankannya ekstentifikasi dan intenfikasi pencegahan penyalahgunaan Narkotika yang semakin tingginya pengguna dan pengedar Narkotika dan memberi pengetahuan akibat penggunaan Narkotika, dan pemahaman, kesadaran, dan pemperdayaan masyarakat. Pemerintah melakukan gerakan dengan membuat kebijakan yaitu membuat suatu organisasi (BNN) untuk menangani yang sudah kecanduan Narkotika dan diberi fasilitas dan juga untuk membasmi sindikat-sindikat jaringan Narkotika dan membuat budaya di organisasi yang disebut good governance (Aditya 2017, 13-15).

Dengan demikian bahwa berkaitan dengan perdagangan gelap Narkotika, tujuan program UNODC untuk meningkatkan kapasitas kerja sama internasional serta merespon yang efektif untuk mengurangi kejahatan terhadap perdagangan gelap Narkotika sehingga membuat efek jera terhadap pelaku kejahatan yang berbasis perdagangan gelap Narkotika yang semakin merajalela. Langkah-langkah yang dilakukan BNN terhadap warga masyarakat untuk mencegah perdagangan gelap Narkotika dan dampak penyalahgunaan Narkotika secara berlebihan yaitu melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Narkotika dan memberikan sarana untuk mencegah perdagangan gelap. UNODC menilai BNN lebih maju ketika menentukan prakarsa maupun melakukan standarisasi dalam tindakan antisipasi yang berasaskan pendidikan.

5.2. Tanggung Jawab Negara dengan Melakukan Reaksi dalam Upaya Penanganan Kasus Penyelundupan Narkotika

Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan kasus penyelundupan Narkoba ini maka menurut Bellamy (2009, 429) diharuskan adanya dua masalah mendasar yang perlu ditangani. Pertama, mengidentifikasi secara tepat aktor mana yang harus memikul tanggung jawab untuk melindungi. Dan yang kedua yakni meyakinkan para aktor tersebut untuk menerima tanggung jawab mereka untuk bertindak dalam keadaan tertentu. Pada tanggung

( 76 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

jawab dengan reaksi ini dapat dilakukan melalui prinsip intervensi militer. Prinsip-prinsip di dalamnya diantaranya yaitu prinsip ambang penyebab, prinsip kehati-hatian, prinsip otoritas kanan, dan prinsip operasional.

Berdasarkan hasil penelitian, telah diidentifikasi mengenai aktor atau stakeholder apa saja yang mengemban tanggung jawab untuk melindungi serta menjalankan fungsi pengendalian terhadap kasus penyelundupan Narkoba tersebut. Memerhatikan maupun mengontrol produktivitas dan pemasaran Narkotika merupakan agenda yang harus diperankan oleh lembaga yang bersangkutan, antara lain: polisi, lembaga kesehatan, BPOM, Kantor Imigrasi, intitusi hukum, dan lainnya. Hal tersebut bertujuan menghindari penyebaran obat-obatan terlarang maupun kandungan Narkotika (precursor) secara sembarangan.

5.2.1. Tanggung Jawab Pengawasan dan Pengendalian oleh TNI, POLRI, BNN, dan Bea Cukai RI

Berdasarkan hasil penelitian, walaupun keamanan yang di berikan negara lewat TNI dan POLRI dalam menjaga keamaan daerah perbatanan Namun masih juga sering terjadi kejadian kejadian kriminal baik itu kasus penyelundupan Narkotika, barang ilegal, aksi anarkis, itu semua sebagian besar diakibatkan oleh para pelaku yang tidak memiliki rasa tanggung jawab dan sangat mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan efek atau dampak di masyarakat luas, seperti hal nya kasus penyelundupan Narkotika yang menyebabkan rusaknya generasi generasi kita terumana generasi muda karena kurangnya pemahamannya tentang bahaya Narkotika itu sendiri. Di harapkan untuk Pemerintah untuk membantu memberikan solusi untuk masalah tersebut agar kita bisa saling menjaga. Terutama dalam mengambil kebijakan dalam wilayah perbatasan negara karena disana sangat rawan terjadinya mengakses Narkotika dan barang-barang ilegal secara diam-diam dan perlu ditingkatkan lagi pengawasan dan pengamana di wilayah perbatasan Entikong. Yang

( 77 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

diharapkan oleh warga di sekitar pebatasan negara adalah penjagaan dan pengaman dalam mengakses barang-barang ilegal dan Narkotika luar negeri ke dalam negeri sehingga terciptanya kerja sama yang baik antar Negara.

Terdapat dugaan dimana perdagangan narkoba ilegal tersebut berkaitan dengan kelompok yang berupaya menciptakan kekacauan dalam suatu negara. Hal ini dibenarkan oleh Tokoh Masyarakat (AM) yang menyatakan:

“Dengan adanya kasus penyelundupan narkoba, tentu ini sangat mengancam semua negara sehingga dibutuhkannya perlawanan terhadap permasalahan tersebut, misalnya ada kasus-kasus kebobolan narkoba maupun kasus penyelundupan narkoba yang tergolong sebagai kejahatan yang sama. Dimana negara tersebut perlu meningkatkan dan memperkuat keamanan”. Kemudian perspektif sebelumnya juga didukung oleh

pernyataan Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) yaitu

“Negara atau bangsa akan hancur jika generasi muda telah terjerat dengan narkotika. Walaupun hanya karena ingin mencoba saja, para pelaku telah masuk ke dalam lingkaran narkoba dengan dapat diidentifikasi sebagai pengedar, pengguna, banda, ataupun induknya sehingga sulit untuk keluar dari lingkup tersebut. Jika disebut pengganggu stabilitas negara itu sudah jelas, ada istilah yang namanya Lost Generation.”Dari dua pemaparan hasil wawancara di atas, dapat ditelusuri

bahwa perdagangan Narkotika sudah sangat jelas mengancam keamanan negara, sehingga memberikan peluang kemungkinan adanya kelompok yang ingin mengacaukan kondisi negara dengan cara merusak generasi penerus melalui peredaran Narkotika.

Perspektif ini juga relevan dengan pernyataan Kepala Seksi Pencegahan BNN di wilayah Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Sa) yang menambahkan bahwa

“Narkoba jelas mengancam dan mengganggu keamanan negara

( 78 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang telah berjalan dengan kondusif, sekaligus membuka peluang para berbagai pihak yang ingin mengacaukan negara. Maka dari itu, ambisi Pemerintah daerah, aparatur kepolisian, bahkan tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Entikong beranggapan bahwa Entikong bebas dari perederan dan penyelundupan Narkotika”. Ambisi tersebut juga mengarah sebagai cerminan sikap

pemerintah terkait kasus penyelundupan narkoba di wilayah perbatasan. Berdasarkan hasil wawancara, Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong (Vi) menilai:

“Aparat Pemerintah bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memusnahkan para pengedar serta bahkan pengguna Narkotika yang bertujuan untuk memberi rasa jera kepada yang bersangkutan dengan barang haram tersebut dan bahkan akan terkena hukuman berat sesuai undang-undang yang berlaku, hal ini akan terus dilakukan demi keamanan warga kususnya di daerah kabupaten Entikong”.Masyarakat Entikong berharap terbebas dari pengedar dan

pengguna Narkotika bahwa barang tersebut haram yaitu Narkotika. Salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu memberikan sanksi yang tegas kepada oknum yang bersangkutan ketika ketahuan agar tidak mengulanginya lagi. Selain itu Pemerintah perlu melakukan fungsi koordinasi, fungsi fasilitator, dan fungsi stimulator. Fungsi koordinasi yaitu instansi-instansi seperti BNN, POLRI, TNI, kementerian, bekerja sama dengan LSM, swasta dan masyarakat dalam mengamankan sehingga mencegah penyelundupan di daerah perbatasan.

Pemerintah yang memiliki fungsi fasilitator dapat memfasilitasi setiap kebutuhan yang di perlukan oleh rakyatnya, apabila terjadi penyelundupan maka hal ini membuktikan bahwa kemungkinan lemahnya pengamanan diperbatasan. Hal inilah yang harus ditindak lanjuti dengan fasilitas infrastruktur di perbatasan. Jalan tikus di perbatasan terutama harus diawasi lebih lanjut. Kerja sama

( 79 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Pemerintah dan lembaga serta peran masyarakat harus di tingkatkan dalam pengawasan perbatasan. Fasilitas di PLBN di lengkapi untuk pengawasan lebih ketat.

Pemerintah yang merupakan stimulator harus mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi penyelundupan Narkotika dan mendorong masyarakat perbatasan agar tidak ikut melakukan penyelundupan tersebut. Sosialisasi penegakan hukum penyelundupan/ perdagangan gelap Narkotika harus dilakukan agar masyarakat perbatasan tahu ancaman penjara dari kegiatan ilegal tersebuat. Meskipun Indonesia mengirim timnya ke negara tersebut tetapi mereka tidak bisa melakukan tindakan yang semena-mena kepada negara tersebut, walaupun mereka tau siapa pelaku dibaliknya tetapi mereka tidak bisa menindaknya (Tribunnews.com 2017). Hal yang bisa dilakukan Indonesia untuk mencegah banyaknya Narkotika yang masuk ke dalam negeri adalah dengan cara melakukan tindakan ketika Narkotika tersebut sudah memasuki wilayah Indonesia dan melakukan kerja sama dengan negara tersebut.

Pengawasan dan pengendalian yang merupakan bagian dari tanggung jawab aktor negara dalam melakukan reaksi ini dilakukan oleh lembaga-lembaga dan juga melalui berbagai bentuk kerja sama. Implementasi dari strategi pengawasan, pengendalian, dan penindakan oleh Indonesia dilakukan melalui badan seperti BNN, BNNP, Bea Cukai, Kepolisian, dan TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyatakan bahwa TNI akan melakukan pemeriksaan di seluruh perbatasan. Sebelumnya telah dilaksanakan pemeriksaan di daerah Sebatik dan Krayan Kalimantan Utara serta pengawasan terhadap laut yang berbatasan dengan Pukau Miangas, Sulawesi Utara dan Natuna, Kepulauan Riau. Sesampainya di Entikong, Hadi juga Tito pergi ke Pos Komando Taktis 642 Kapuas Entikong. Terdapat sekiranya lima ratus orang yang termasuk diantaranya yaitu prajurit TNI dan POLRI serta penduduk sekitar bercampur (Batasnegeri.com 2018).

Berdasarkan informasi tersebut, masyarakat Entikong sebagian besar memenuhi hajat utama dari Malaysia dari pada di Pontianak.

( 80 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Alasannya dikarenakan harga relatif terjangkau serta kedekatan lokasi. Dari penuturan Heru Pambudi, tindakan ini diizinkan berdasarkan pada ketentuan pembelian yang telah dibatasi. Hal tersebut telah ditetapkan pada daerah Entikong, Aruk, serta Nanga Badau. Masyarakat yang bermukim di perbatasan memperoleh kesempatan dalam mengonsumsi produk Malaysia dengan batas biaya sebesar 600 ringgit/bulan.

Kawasan perbatasan Entikong dinilai teratur jika dipandang berdasarkan kehidupan politik maupun ekonominya. Setiap masyarakat di perbatasan dapat membeli produk di Malaysia dengan limit yang telah ditentukan, yaitu sebesar RM600. Kemudian masyarakat dibebaskan untuk membelanjakan uang tersebut, namun dengan catatan produk yang dibeli tidak ilegal. Tentu ini bersinggungan dengan perkembangan kasus kejahatan lintas batas di kawasan perbatasan Entikong, terutama dalam kasus penyelundupan narkoba.

Pendapat lainnya terkait perkembangan kasus kejahatan lintas batas tersebut juga dikemukakan oleh Tokoh Masyarakat lainnya (AM) dimana menurutnya Entikong seringkali dituding sebagai gerbang yang membuka arus masuknya narkoba, namun dalam sejumlah kasus obat-obatan terlarang tersebut tidak semuanya diselundupkan melalui perbatasan Entikong.

Foreign ship yang menyuplai Narkoba jenis sabu-sabu, di tanggal 23 Februari tahun 2018 yang lalu, kemudian dilakukan pengamanan di perairan yang membatasi Negara Singapura maupun Indonesia. Barang bukti yang telah didapati ialah sabu-sabu sejumlah 3 ton. Indonesia akan terhindar dari Narkoba jika masyarakat sadar akan bahayanya Narkoba dan peran masyarakat lebih besar dalam memerangi Narkoba. TNI AD berhasil membatalkan pemasukan Narkoba jenis sabu-sabu secara ilegal sejumlah 10.000 gram pada tanggal 27 Agustus tahun 2017 lalu (Poskotanews.com 2018).

( 81 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Gambar 5.4. Kostrad RI Menggagalkan Penyelundupan Sabu-sabu di Perbatasan Indonesia-Malaysia

Sumber: Poskotanews.com (2018)

Pemberantasan Narkoba harus melibatkan peran aktif bukan hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga dilakukan melalui peran aktif masyarakat. Untuk itulah diperlukan sebuah rancangan yang bertujuan membangun sinergitas yang kooperatif di lingkup masyarakat melalui Gerakan Moral Anti Narkoba (GMAN). TNI AD kemudian mengambil kebijakan dan kemudian disampaikan secara terbuka bahwa mereka menyatakan Narkoba menjadi musuh utama dikarenakan peredarannya di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. TNI Angkatan Darat menutup berbagai akses yang berpeluang dalam meloloskan barang ilegal tersebut serta melakukan pemeriksaan yang lebih ketat setiap kendaraan yang melintas perbatasan karena barang lebih mudah masuk di daerah perbatasan. Untuk border area TNI AD melaksanakan tugasnya dengan protektif yang ketat di lingkup eksternal Indonesia (Poskotanews.com 2018).

Prestasi lain TNI ketika Kodim Rokan Hilir dengan keberhasilannya dalam penggagalan operasi penyelundupan ganja

( 82 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

kering berbentuk daun seberat 16 kilogram dan berhasil mengamankan tersangka atas nama SW. Prestasi TNI Angkatan Darat lainnya dalam upaya pemberantasan tersebut ialah dengan penghargaan melalui pemberian piagam kepada 7 orang prajurit kodim atas penggagalan Narkoba jenis ganja seberat 150 kilogram 25 September yang lalu. Budi Waseso akan menyerahkanpiagam tersebut kepada Serda Agus untuk mengapresiasi kinerjanya. Tentunya peranan TNI turut serta dalam mengacaukan distribusi Narkotika di Sunggal, Medan beberapa pekan sebelumnya. Walaupun ketika saat itu oknum yang terlibat dapat lolos dari penangkapan, sebanyak 1.000 gram sabu-sabu serta 4.000 buah pil ekstasi yang pada akhirnya berhasil dilakukan pengamanan (Poskotanews.com 2018).

Untuk itu dibutuhkan kerja sama dalam mengatasi keluar masuknya Narkotika melalui jalur antar 2 negara tersebut. Atas perbuatannya, para pelaku akan dikenai hukuman berdasarkan UU RI No. 35 Tahun 2009 mengenai Narkotika dengan sanksinya ialah paling maksimal berupa hukuman pidana mati. Berkat upaya-upaya penangkapan kasus penyelundupan tersebut, 162.927 kaum muda terselamatkan dari bahayanya penyalahgunaan Narkotika (Merdeka.com 2018).

Gambar 5.5. Barang Bukti Sabu-sabu dari Malaysia

Sumber: Merdeka.com (2018)

( 83 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Selanjutnya Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini masih fokus memeriksa jalan setapak antara Indonesia-Malaysia karena wilayah perbatasan dicurigai selalu menjadi jalan masuknya Narkotika. Masalah adanya jalan pintas diperbatasan, menurut Heru juga tidak bisa dianggap sepele, dengan adanya prajurit TNI bersama satgtas diharapkan mampu mencegah masuknya barang haram tersebut. Ada banyak jenis Narkotika yang di hasilkan di luar negeri yang seharusnya tidak sampai ke Indonesia, karena bisa menyebar sampai ke daerah pelosok yang ada di Indonesia. Jika ada suatu negara yang diketahui menghasilkan banyak Narkotika dan ada suatu negara yang dijadikan untuk pengiriman Narkotika tersebut maka negara tersebut harus melakukan tindakan penegakan hukum dengan baik. Budi Waseso, Kepala BNN mengatakan bahwa ia sudah melakukan berbagai cara supaya negara-negara yang diketahui sudah menjadi tempat produksi Narkotika tersebut seperti Tiongkok, dan ada negara-negara yang seringkali dijadikan tempat pengiriman Narkotika seperti Singapura dan Malaysia, bisa mencegah barang haram tersebut (Tribunnews.com 2017).

Berdasarkan hasil penelitian, menurut Purbasakti dariWilayah Jendral Bea dan Cukai Kalimantan Bagian Barat, tugas dan fungsi pokok dari Jenderal Bea dan Cukai secara undang-undang ialah untuk mengawasi otoritas atas masuk keluarnya dari dari wilayah Indonesia. Artinya,barang-barang yang keluar dari Negara Indonesia atau yang biasa kita sebut dengan ekspor serta barang-barang yang masuk di wilayah Indonesia dengan kata lain impor diawasi oleh Diklat Jenderal Keuangan Bea dan Cukai. Dalam proses ekspor itu sendiri, pihak yang akan mengekspor barangnya harus mempunyai akun bank. Selanjutnya akan dibuatkan dokumen yang digunakan untukpemberian diskon barang, pemberitahuan mengenai dokumen barang antik, pemungutan biaya masuk dan biaya kelua,pemungutan pajak impor yangsaat inipemungutan biaya masuknya akan semakin kecil bahkan sampai 0% karena kita sudah banyak menjadi bebas.

( 84 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Anggota Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kantor Bea dan Cukai telah berhasil menggagalkan aksi penyelundupan methamphetamine yang berbentuk kristal serta ribuan pil ekstasi yang diseludupkan melalui perbatasan Entikong di Kalimantan Barat. Tertangkap sebanyak empat orang tersangka dan petugas berhasil menyita sebanyak 28,24 kilogram sabu-sabu kristal dan sejumlah 21.727 pil ekstasi (Tribunnews.com 2018).

Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su) mengatakan bahwa

“Pengungkapan kasus ini diawali dengan masuknya info dari warga mengenai akan adanya barang ilegal yang masuk. Informasi itu kemudian diproses dan dilakukan penganalisaan serta disidik oleh badan intelijen. Dari penganalisaan dan penyidikan tersebutlah diketahui informasi awal mengenai akan dikirimkannya Narkotika dari Malaysia (Kuching) ke Indonesia tepatnya di perbatasan Entikong-Malaysia. Beliau mengatakan bahwa perbatasan Entikong-Sarawak tersebut dikenal dengan nama “Jalur Sutera”. Jalur tersebut terdapat di jalur darat. Dinamai Jalur Sutera dikarenakan pada jalur tersebut sering dijadikan jalur langsung yang digunakan oleh penyelundup Narkotika. Maka terbukti bahwa baik jalur perbatasan yang resmi atau pun jalur jalan tikus di kawasan Entikong-Sarawak saat ini merupakan rute yang sering digunakan. Sehingga kerja sama dari dua negara untuk menanggulangi penyelundupan Narkotika ini sangat dibutuhkan”.

( 85 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Gambar 5.6. BNN Bekerja Sama dengan Bea Cukai Berhasil Menggagalkan 2 Kasus Penyelundupan Narkotika Jenis Sabu di

Entikong dan Menyita Barang Bukti

Sumber: Tribunnews.com (2018)

Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa negara sebesar-besarnya mengadakan pemungutan-pemungutan itu sebagai instrumen perdamaian supaya barang yang diperdagangkan tersebut sampai itu sampai. Contohnya seperti program dalam negeri terkait impor untuk melindungi produk dalam negeri kemudian dalam mendukung apa pengolahan dalam negeri dari impor ekspor barang ini menjadi basis data nasional jadi ini dipakai oleh kebijakan pengambil kebijakan. Untuk menentukan bagaimana arah industri ke depan baik industri industri menengah yang sangat besar tersebut maka sangat banyak kebijakan yang diambil datanya yang akan dimiliki terkait perubahan ekspor utama nyala internasional. Data tersebut kemudian digunakan untuk mengambil kebijakan impor dan impor yang juga terdata dan terpantau oleh institusi Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik.

( 86 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Ruang lingkupnya adalah untuk menggambarkan cara untuk mengetahui ekonomi yang akan dijelaskan dalam dua hal. Pertama terkait eksportir dengan pemerintah dan yang kedua dengan terkait dengan pemerintah dengan ketentuan-ketentuan tentang barang yang dibatasi prosedur ekspornya di Bea Cukai. Tugas Bea Cukai ialah melaksanakan pengendalian lalu lintas masuk keluarnya produk dari Indonesia menyusun mengembangkan suatu sistem pengawasan produk barang tentunya dikembangkan terus dari jadi efisien jadi penghalang bukan berarti jadi penghalang untuk perdagangan impor maupun ekspor di luar negeri. Prosedur dikoordinasikan terlebih dahulu seperti bagaimana prosedur saat tiba di pelabuhan sana atau bandara sana bertahan oleh Bea Cukai di sana. Maka apabila barang-barang sudah keluar maka apa yang dibatasi dari barang-barang yang akan dikirim maupun masuk tersebut harus sama eksportir dokumen sebagai implementasi fungsi serta peran Negara (Aditya 2017, 56).

Demikian pula dengan impor, harus dipelajari terkait perdagangan transaksi perdagangan dalam negeri.Berdasarkan hasil penelitian, barang ekspor itu terbagi menjadi tiga yaitu bara yang sudah masuk atau dibatasi ekspor yang kemudian barang yang keluar dibatasi di bagasi eksportir atau jumlah yang diekspornya. Peranan ekspornya jadi tidak boleh sampai apabila sudah banyak barangnya baru akan diekspor. Sebab adanya pembatasan dalam jumlah produk yang diekspor tadi. Pembatasan kuantitas produk ekspor ini memiliki alasan diantaranya yaitu untuk melindungi keamanan nasional yang berkenaan dengan hukum, untuk melindungi kesehatan hewan dan lingkungan, adanya perjanjian nasional atau kesepakatan nasional dan tidak bisa memberikan alur terbatasnya pasokan dalam negeri dan untuk reservasi secara aktif, terbatasnya kesediaan bahan baku baik itu di luar maupun dalam negeri. Adapun bahan bahan baku lokal itu apabila nanti telah dilakukan proses ekspor, maka akan ada kemudian barang ekspor yang di termasuk sosial budaya nasional dan masyarakat untuk melindungi. Hal itu diistilahkan dengan istilah national product lingkungan, ekonomi dan ekologi

( 87 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

dari barang-barang yang orang-orang dihuni itu kita ekspor. Itulah alasan mengapa barang-barang seperti itu dilarang untuk diekspor. Semua ada kewenangan tertentu dari terkait instansi-instansi terkait ini menjadi problematika suatu ketentuan bagian dan cukai dalam menangani atau mengawasi lalu lintas masuk dan keluarnya barang di Indonesia. Tentu saja kita ingin masyarakat umum agar mengetahui alasan yang efektif untuk mengetahui tingkat tingginya produk luar negerimaupun dalam negeri.

Peran bea dan cukai di sini sangat berperan penting dalam mengawasi bahkan menangani suatu barang atau produk yang barangkali merugikan bagi bangsa Indonesia. Hal inilah yang terjadi pada instansi-instansi terkait. Bahkan masyarakat tidak bisa memengaruhi kewenangan langsung dalam menangani hal tersebut karena ada melintasi instansi yang berperan di situ dan tidak hanya dibatasi hanya sampai situ aja jadi solusinya aturan aturan pembatasan diperbaiki dalam hal itu presiden dan kementerian.

Berkaitan dengan Bea dan Cukai ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperbaruhi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/2010 terkait Impor produk yang Disalurkan oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Border Crossers, maupun Barang Kiriman. Menkeu melakukan revisi Peraturan Menteri Keuangan itu setelah menimbang peningkatan signifikansi penumpang, pendapatan per kapita masyarakat, serta aspirasi publik.Ia mengklaim revisi ini dilakukan dengan mengedepankan kemudahan, simplifikasi prosedur, kepastian layanan, dan transparansi.Untuk lebih mengatur masyarakat yang melakukan perjalanan ke luar negeri (traveling) yang melibatkan kepabeanan. Pertumbuhan penumpang keluar masuk Indonesia signifikan (Kemenkeu 2017).

Kemudian pada Desember 2017, Menkeu sudah melakukan penandatanganan PMK No.203/PMK.04 Tahun 2017 tentang peraturan mengenai perdagangan ke luar negeri serta perdagangan yang masuk ke dalam negeri oleh Penumpang maupun Sarana Pembawa. Ketentuan tersebut diberlakukan pada bulan Januari 2018.

( 88 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Pernyataan Pasal 29 PMK yang sudah dibuat perundangannya dari Direktorat Jenderal Perundangan dan Kemenkumham. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini, hasil produksi yang dibawa oleh orang-orang yang menumpang maupun produk yang dibawa oleh awak transportasi saat mengangkut barang-barang ekspor tersebut diinformasikan pada kantor Bea Cukai. Selain itu, disebutkan pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan, penumpang dengan mengangkut produk ekspor sesuai yang disebutkan maka harus memberitahukan perihal ekspor produk, bukti servis ekspor, pencetakan tiket, serta memberitahukan terkait pengangkutan produk ekspor dengan peresmian eksportir terhadap pihak bea dan cukai yang berfungsi mengontrol angkutan produk para penumpang di international deparature terminal (Kemenkeu.go.id 2017).

Seperti dilansir Sekretariat Kabinet, PMK ini mempertegas bahwa barang ekspor yang dibawa oleh penumpang sesuai dengan kriteria yang dicantumkan maka menjadi kewajiban pabeannya untuk dilakukan penyelesaian berdasarkan pada aturan perundang-undangan terkait bea keluar. Peraturan menteri ini juga menekankan, produk impor yang dibawa harus diinformasikan kepada petinggi bea dan cukai di kantor pabean sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, ada pembebasan bea masuk untuk pengiriman keluar produk ekspor yang berasal dari Indonesia. Seperti, pengrajin dari negara Indonesia yang memasukkan produk guna ditampilkan di luar negeri bisa menginformasikan pihak bea cukai di departure terminal sehingga ketika kembali tidak perlu membayar biaya. Produk berasal dari luar negeri, yang akan digunakan ketika tinggal di Indonesia maupun yang diangkut kembali ketika penumpang ke luar negeri, juga akan menerima pembebasan atau keringanan sesuai peraturan impor sementara. Contohnya, jurnalis yang menyertakan properti seperti kamera guna kegiatan liputan saat berada di Negara Indonesia dapat menginformasikan kepada pihak bea cukai di departure terminal agar tidak membayar biaya sepanjang barangnya akan dibawa kembali (Kemenkeu.go.id 2017).

( 89 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Menurut Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su):

“Tanggung jawab negara dalam reaksi ini juga diimplementasikan melalui aksi penindakan atau represif yakni agenda tindak-lanjut kepada pihak produksi, Bandar, penyebar, serta pengguna yang berlandaskan hukum. Program tersebut adalah satuan kerja pemerintah yang berfunsi memerhatikan maupun mengontrol produksi atau pun pemasaran berbagai kandungan yang termasuk Narkotika. Selain mengontrol pemasaran produk, program represif meliputi tindak-lanjut kepada pihak konsumen selaku pelanggar perundang-undangan tentang Narkotika”. Selain melakukan pemberantasan terhadap pelaku dan

penyelundupan Narkoba melalui pembuatan program, Negara juga terlibat aktif dalam menangani maupun membasmi penyebaran Narkoba di Indonesia. Pelaku Narkotika atau musuh yang melanggar hukum akan ditegakkan sanksi jika semunya terdapat bukit yang jelas. Pembasmian Narkotika dalam lingkup masyarakat diharuskan melibatkan berbagai pihak, yaitu kepolisian, BNN dan institut terkait lainya disebabkan oleh masih terbukanya kemungkinan bahwa pelaku tindak penyelundupan ini juga meliputi kerja sama dengan masyarakat.

5.2.2. Tanggung Jawab negara dengan melakukan Pengawasan dan Pengendalian melalui Kerja Sama Bilateral Indonesia-Malaysia

Teori kerja sama maupun konflik ialah asas yang penting untuk ilmu hubungan internasional secara menyeluruh. Kerja sama adalah serangkaian relasi yang tidak berdasarkan pada tindak kekerasan maupun paksaan, serta disahkan dengan berlandaskan pada hukum, yakni dalam institusi internasional yang melakukan kerja sama ini dibutuhkan wadah yang dapat melancari kegiatan kerja sama dan untuk mencapai keputusan bersama diperlukan komunikasi.

( 90 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Untuk melakukan percepatan dalam proses meningkatkan kemakmuran dan penanganan suatu permasalahan antar 2 negara maupun lebih, sangat diperlukan hubungan kerja sama internasional. Dalam melakukan sebuah kerja sama internasional, tentunya harus melakukan interaksi antara negara satu dengan negara lainnya serta bentuk kerja samanya, seperti kerja sama bilateral, trilateral, regional dan multilateral. Dan dalam kerja sama bilateral ditentukan oleh 3 corak, antara lain: melestarikan kepentingan nasional, kehidupan yang damai, serta menumbuhkan kesejahteraan dalam aspek ekonomi. Serta peran penting negara dalam melakukan sebuah kerja sama internasional.

Setiap negara memiliki kepentingan masing-masing untuk mencapai kepentingan nasional maupun global. Oleh karena itulah, kerja sama global tersebut juga bisa tercipta karena suatu keperluan yang mencakup aspek ideologi, perekonomian, perpolitikan, sosial-budaya, lingkungan hidup, pertahanan maupun keamanan (Perwita, Anak Agung Banyu dan Yanyan 2005, 23) dan dalam hal ini baik upaya yang dilakukan Indonesia maupun Malaysia dalam menangani kejahatan lintas batas perdagangan Narkotika adalah untuk mencapai ketentraman dan rasa aman negaranya. Selanjutnya kerja sama internasional ini dilanjutkan dengan perjanjian secara kontinu (Holsti 1998, 210).

Indonesia dan Malaysia banyak melakukan kerja sama internasional dalam berbagai bidang, salah satunya dalam hal pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan Narkotika. Dan telah ditelusuri bahwa pemasok Narkotika di Indonesia juga berasal dari Iran, China, Nigeria, dan Amerika Latin. Status darurat Narkotika pun telah ditetapkan di Indonesia dan Malaysia.

Dalam upaya memperkuat kerja sama pemberantasan Narkotika antar Indonesia – Malaysia, Komjen Pol Ari Dono Sukmanto selaku Kabareskrim POLRI, Pengarah Jabatan Siasatan Jenayah Narkotika (JSJN) Polisi Diraja Malaysia, Commisioner of Police (CP) Datuk Seri Mohmad Bin Salleh, dan Waka Polda Provinsi Nusa Tenggara

( 91 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Barat (NTB), Kombes Pol Tajuddin, pada pertemuan Bilateral Ke 11, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tanggal 7 November tahun lalu Menurut Komjen Pol Ari Dono Sukmanto, banyaknya wilayah pantai yang panjang serta pulau kecil di Indonesia dan Malaysia sangat di khawatirkan karna jalur-jalur tersebut bisa saja digunakan untuk jalannya edaran Narkotika bagi kedua negara tersebut. Mantan KAPOLDA Sulawesi Tengah tersebut juga mengatakan bahwa jaringan Narkotika di tekan keras oleh negara Filipina yang kemudia masuk ke negara Malaysia dan Indonesia (Metropol.com 2017).

Gambar 5.7. Pertemuan Bilateral ke 11, di Nusa Tenggara Barat.

Sumber : Metropol.com (2017)

Tujuan pertemuan bilateral antara Indonesia dan Malaysia ini diselenggarakan yaitu merupakan upaya memperkuat kerja sama pemberantasan Narkotika. Pertemuan yang berlangsung secara tertutup dan hanya dihadiri oleh delegasi polisi Malaysia dan beberapa POLDA di Indonesia ini membahas peningkatan kerja sama antar kepolisian dalam dua negara tetangga, khususnya dalam pemberantasan kejahatan

( 92 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

khususnya Narkotika. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan rutin yang dilaksanakan setiap tahunnya, yang sudah dimulai sejak 2005 silam. Kasus Narkotika setiap tahunnya pun semakin meningkat seperti yang terjadi baik di Negara Indonesia maupun Malaysia.

Setelah pertemuan bilateral ke 11 tahun ini kerja sama antara POLRI dan polisi Diraja Malaysia akan semakin ditingkatkan lebih baik lagi ujar Datuk Seri Mohmad Bin Saleh.Lembaga kepolisian juga akan membentuk suatu kerja sama yang jauh lebih baik terutama dalam suatu wilayah yang dimana wilayahnya saling berbatasan di dua negara. Setelah pertemuan ke 11 ini, kedepannya kita akan sering berkerja sama (Metropol.com 2017).

Sejak kesadaran akan keterkaitan sosial, budaya dan ekonomi, Indonesia dan Malaysia sepakat terus bekerja sama meskipun hubungan bilateral kedua Negara ini mengalami pasang surut. Karena memiliki wilayah perbatasan darat yang saling berhadapan, isu-isu kejahatan lintas batas menjadi sangat penting bagi kedua Negara. Isu kejahatan lintas batas mengenai perdagangan Narkotika, kewarganegaraan, kesejahteraan, hingga kenegaraan membuat Indonesia dan Malaysia terus mengembangkan kerja sama untuk menjalin hubungan internasional yang baik dan mencapai kepentingan masing-masing.

Kerja sama yang terus dipelihara, dilanjutkan dan diperbarui mengenai berbagai aspek. Perdagangan Narkotika yang terjadi diketahui masuk dari Negara Malaysia, untuk itu demi mencapai kepentingan maka pihak Indonesia melakukan berbagai upaya menangani kejahatan lintas batas tersebut baik itu kerja sama internal maupun kerja sama eksternal yang melibatkan Negara Malaysia untuk turut bersama-sama menangani permasalahan perdagangan Narkotika yang tidak hanya mengancam Negara Indonesia tapi juga Negara Malaysia dan hubungan bilateral kedua negara di mata masyarakat masing-masing. Upaya-upaya tersebut untuk mencapai tujuan negara yaitu keamanan nasional melalui kerja sama internasional.

Kerja sama internasional didefinisikan sebagai penyatuan pandangan, nilai, tujuan, dan kepentingan untuk mendapatkan sesuatu

( 93 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

secara bersama yang dapat dipenuhi oleh seluruh pihak yang bekerja sama, Ketentuan yang ditetapkan dari negara lain dapat menolong suatu Negara dalam mewujudkan kepentingan nasionalnya, Membuat kesepakatan mengenai permasalahan tertentu dengan melibatkan dua pihak ataupun lebih dalam suatu kerja sama, Membuat aturan-aturan formal dan non-formal jangka panjang sebelum membuat suatu perjanjian, adanya interaksi dan transaksi antar negara dalam memenuhi kewajiban atas persetujuan yang telah dicapai (Holsti 1998, 652-653). Namun secara umum sebelum suatu negara mengadakan kerja sama sekurang-kurangnya kerja sama tersebut harus berdasarkan pada dua syarat kerja sama internasional yaitu (1) penghargaan kepentingan nasional masing masing dan (2) keputusan secara bersama (Riswandi dan Sjamsumar 1995, 16).

Kerja sama antar Indonesia – Malaysia untuk menangani kejahatan lintas batas perdagangan Narkotika memenuhi kedua syarat tersebut, Indonesia dan Malaysia saling menghargai kepentingan nasional mereka yang menginginkan keamanan bagi negaranya serta setiap kesepakatan dari hasil diskusi yang dilakukan oleh keduanya dicapai atas kesepakatan bersama. Dalam hubungan internasional, kerja sama bisa dibedakan dari bidang dan sifatnya, bidang yang dimaksud ialah pemahaman, politik, perekonomian, sosial, kebudayaaan, pertahanan, serta keamanan. Sementara kerja sama berdasarkan sifat meliputi kerja sama antara dua negara (bilateral), kerja sama oleh tiga negara (trilateral) dan tindak kooperatif oleh 3 negara ataupun lebih (multilateral). Kooperasi dikembangkan dalam bentuk perjanjian sebagai bukti adanya kesepakatan yang telah disetujui. Kerja sama dapat menjadi jalan damai atau pun penyebab konflik saat terjadinya perselisihan dan ketidaksepahaman antar negara yang bekerja sama. Jelas bahwa kerja sama yang dilakukan Indonesia dan Malaysia dalam kerja sama bilateral kedua negara.

Dalam penelitian ini kerja sama internasional yang dilakukan Indonesia dan Malaysia merupakan kerja sama bilateral, kerja sama ini hanya melibatkan negara Indonesia dan negara Malaysia saja. Aktor

( 94 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang melakukan kerja sama bilateral. Jika berdasarkan alasannya, Kerja sama mulanya teripta dari suatu argumen yang mana negara mau berinteraksi secara teratur juga lebih baik untuk tujuan bersama. Upaya-upaya kerja sama ini adalah solusi kolektif (Simamora 2016, 733). Banyak upaya dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mencegah peredaran Narkotika tersebut, salah satunya ialah kepolisian Indonesia maupun PDRM setuju untuk melakukan kontrol sampai di daerah perbatasan kedua negara.

Dua lembaga tersebut melaksanakan program Joint Operational dan Joint Investigation, meningkatkan kapabilitas SDM aparat penjunjung hukum, serta mengoptimalkan fasilitas maupun infrastruktur. Selain itu dilakukan pula kerja sama antara POLRI dan PDRM meliputi pengawasan di beberapa Pos Lintas Batas Negara dan pengejaran para bandar Narkotika. Dalam hal ini menunjukan adanya penangkapan beberapa orang yang bekerja sama dalam kasus Narkotika dalam level antar negara ini.

Pelaku dengan inisial M dari BNNP Jawa Barat yang berada di Kuala Lumpur, Malaysia dalam tahun 2015. Dari hasil penggrebekan yang dilakukan oleh BNN yang membuahkan hasil yang baik yaitu dapat membawa terduga dari luar negeri. Hal tersebut berjalan dengan lancar dan tak telepas dari kerja sama yang dilakukan oleh pihak keamanan Kuala Lumpur dengan PDRM. Tidak sampai di sini BNN Jawa Barat terus menindak lanjuti kasus penyusupan barang haram sabu-sabu akan terus dilakukan pada 3 orang TKI ilegal pada bulan Januari 2015. Dalam tindak lanjut tersebut, perkembangan yang dilakukan oleh BNN membawa jabar ke Kuala Lumpur untuk melakukan koordinasi dengan pihak yang berwajib dan PDRM. Selanjutnya pihak kepolisian bekerja sama dengan PDRM untuk menyelidiki dan akhirnya menemukan M serta membekuknya pada 12 Februari 2015 (DetikNews 2015).

Kegiatan kerjasama tersebut sudah dikendalikan oleh protokol terkait penanganan distribusi gelap Narkoba ilegal lainnya serta pengembangan kerja sama dengan kepolisian. Dalam pertukaran informasi yang dilakukan oleh POLRI dan PDRM Malaysia untuk

( 95 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

penyelidikan sindikat Narkotika, mereka melakukan police to police. Apabila pihal POLRI mendapat informasi mengenai hasil penyelidikan dan penangkapan, maka informasi tersebut akan di teruskan ke pihak PDRM Malaysia. Hal ini dimaksudkan agar pihak PDRM melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap bandar Narkotika tersebut yang berada di negara Malaysia.

Guna membasmi jalur penyebaran Narkotika, Pemerintah Indonesia melalui POLRI melaksanakan patroli bersama dengan PDRM Malaysia. Ini bertujuan dalam mengontrol wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia dalam lingkup daratan dan lautan. Kedua negara melaksanakan tindakan ini dengan tujuan menjaga keamanan wilayah perbatasan dari darat dan laut agar terlepas dari kriminalitas lintas negara, juga distribusi gelap Narkotika. Berikut bagan kerja sama POLRI dan PDRM dalam menanggulangi kasus peredaran Narkotika yang ada di kawasan perbatasan Indonesia – Malaysia.

Gambar 5.8. Skema Kerja Sama Kepolisian RI dan PDRM

Sumber: Diolah dari Tigapilarnews.com (2017)

Gambar 5.8. Skema Kerja Sama Kepolisian RI dan PDRM

Sumber: Diolah dari Tigapilarnews.com (2017)

Aparat Berwenang POLRI/BNN

Atase Kepolisian Indonesia di

Malaysia

Penahanan Pelaku Penyelidikan & Pengembangan

Kasus

Menetapkan Tersangka

( 96 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Perwujudan kerja sama antara Indonesia dan Malaysia terkait pemeriksaan perbatasan ini ditegaskan berdasarkan penandatanganan MoU GBC Malindo Protap kelima belas dari KAPOLRI Jenderal (Pol) Timur Pradopo dengan Ketua Polis Negara Tan Sri Ismail Omar pada Desember 2010 di Kuala Lumpur, Malaysia (Antaranews.com, 03/12/2010). Penandatanganan Protap (Prosedur Tetap) Malindo No. 15 PDRM-POLRI menghasilkan panduan kerja sama kedua kepolisan yaitu (1). Kerja sama pengawasan pada wilayah laut (perairan) yang merupakan border area antar Pasukan Gerakan Marin (PGM) PDRM dengan Polisi Air POLRI; (2). Kerja sama dalam berkomunikasi oleh PDRM-POLRI; (3). Kerja sama atas pemeriksaan terkoordinasi daratan antara Kontinjen Sabah dengan POLDA Kalimantan Timur; (4). Kerja sama pemeriksaan terkoordinasi daratan antara Kontinjen Sarawak dengan POLDA Kalimantan Barat; dan (5). Kerja sama menangani tindak kriminal antara PDRM dan POLRI (Rmp.gov.my 2010).

Sesuai teknis, kerjasama antara POLRI dan PDRM dirumuskan ke dalam Protap Malindo Nomor 15. Protap memunculkan peluang kepada pihak PDRM maupun POLRI agar bekerjasama dan membangun interaksi yang lebih baik dengan tujuan menghasilkan keamanan sehingga terlepas dari kriminalitas lintas batas negara (Rmp.gov.my 2010). Protap itu terdapat 5 macam kerja sama yang dilakukan yakni: pengawasan secara bersamaan di wilayah air maupun daratan dan kerja sama di aspek interaksi antar dua lembaga tersebut.

Dalam area perairan, gabungan penjagaan oleh POLRI-PDRM disebut dengan istilah “Rendezvous” atau RV dimana dilaksanakan dalam wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia. Diantaranya, penjagaan RV dilakukan pada tanggal 29 Oktober tahun 2014, dengan lokasi di perbatasan Batam dan Malaysia (PROKaltara 2016).

Kesepakatan Indonesia dan Malaysia menegakkan hukum dengan tujuan kerjasama, bertukar laporan, serta melawan kriminalitas

( 97 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

dalam lintas negara, juga distribusi Narkotika secara ilegal (Kemlu.go.id 2014). Hal ini bertujuan untuk mengetahui berbagai jalur ilegal yang selalu menjado jalan para oknum guna menyalurkan Narkotika maupun barang-barang ilegal dari Negeri Jiran ke negara Indonesia.

Selain itu patroli RV juga melakukan pembahasan kerja sama antar Indonesia – Malaysia, khususnya dalam menangani problematika Narkotika maupun penyusupan para pendatang yang tidak memperoleh izin (Pati) maupun pekerja dari Indonesia (TKI) secara ilegal (PROKaltara 2016). PDRM juga POLRI merancangkan suatu konferensi dalam jangka waktu sekali per dua bulan konsultasi terkait masalah perairan perbatasan Sebatik antara Indonesia dengan Malaysia. Strategi tersebut juga diupayakan dalam menemukan penyelesaian tentang isu batas wilayah, diikuti rute perairan yang dimanfaatkan untuk melancarkan kejahatan internasional.

Melalui kerja sama yang dilaksanakan oleh border patrol, ditemukan rute tikus antara Indonesia - Malaysia yang berfungsi sebagai gerbang masuknya Narkotika di negara Indonesia. Hasil kerjasama yang terjalin antar dua belah pihak tersebut dapat menunjukkan adanya langkah yang efektif dalam meminimalisir atau mengeliminasi berbagai arus ilegal yakni melalui pembukaan kembali rute yang sah antar Indonesia - Malaysia.

Pengawasan yang dilakukan oleh POLRI dan PDRM di perbatasan Indonesia – Malaysia yaitu Kalimantan Barat (Sarawak) diadakan setahun 2 kali dengan difasilitasi kendaraan roda dua untuk melewati rute tradisional yang berasal dari Segumun hingga Mongkos dan dilanjuti oleh PDRM di Serian, Malaysia.

Pengawasan kedua negara melalui patroli yang dilakukan dua kali setahun masih dirasakan kurang untuk memberantas masuknya Narkotika dari Malaysia ke Indonesia. Selain itu, ditemukannya juga persoalan yaitu masih kurangnya pos-pos resmi lintas batas di wilayah perbatasan Kalimantan Barat (Sarawak). Untuk itu, Pemerintah Indonesia berencana untuk membangun beberapa pos-pos lintas batas di perbatasan Kalimantan Barat (Sarawak).

( 98 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Telah pula dilakukan peninjauan yang dilakukan di PLBN Entikong dan PLBN Aruk oleh KaPolri Jendral Polisi H. Muhammad Tito bersama Panglima TNi Hadi Tjahjanto. Tinjauan tersebut didahului dengan mendengarkan paparan dari Danrem 121/ABW setelah itu dilanjutkan dengan melakukan peninjauan langsung ke Pos Pamtas Entikong. Dalam kesempatan tersebut, KaPolri mengatakan peran masyarakat sangat diperlukan pemerintah dalam memberantas kejahatan penyelundupan dan Narkotika (Tandaseru.id, 27/04/2018).

Gambar 5.9. Peninjauan PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau danPLBN Aruk, Kabupaten Sambas

Sumber: Tandaseru.id (2018)

Menyikapi permasalahan yang ada di Perbatasan, Indonesia dan Malaysia mengupayakan kerja sama pencegahan dan penanganan tindak hukum sesuai dengan kedaulatan yang berlaku di masing-masing negara. Sejarah kerja sama Indonesia dan Malaysia telah lama dilakukan sejak tahun 1989 beberapa kali mengadakan pertemuan tingkat Menteri hingga tahun 1996 di Penang, Malaysia. Beberapa

( 99 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

kerja sama yang mengawali kerja sama-kerja sama internasional antara kedua negara tersebut ditandai dengan 3 Basic Agreement (1) Basic Agreement on Trade and Economic di Kuala Lumpur tanggal 11 Mei 1967, (2) Border Trade AgreementIndonesia­Malaysia di Jakarta tanggal 24 Agustus 1970, dan (3) Basic Agreement of Economic and Technical Cooperation between Indonesia-Malaysia di Jakarta tanggal 16 Oktober 1985 (Iskandar 1999, 62).

Jalan keluar yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yaitu memiliki tugas dan kewajiban untuk melaksanakan pemberantasan Narkotika yang memberikan dampak sangat buruk bagi masyarakat Indonesia sebagai penerus bangsa dengan memberikan edukasi dan sosialisasi terhadap masyarakat menjelaskan lebih lanjut bahaya dari Narkotika dan memberikan pelayanan dan pengobatan kepada masyarakat yang sudah terlanjur menjadi pecandu Narkotika, dan yang paling penting adalah menjalin kerja sama dan pengetahuan antar institut (Kompas.com 2017).

Melalui kerjasama tersebut, masyarakat telah berperan aktif dalam pencegahan dan pemberantasan peredaran Narkotika. Program tersebut memberikan masukan serta petunjuk kepada masyarakat mengenai cara pencegahan serta bahaya Narkotika atas golongan muda seperti remaja maupun anak-anak. Maka dari itu wilayah Daerah Tingkat II Sanggau Pihak Badan Narkotika Kabupaten serta Pemerintah kabupaten Sanggau juga melakukan kegiatan penyuluhan membagikan laporan ataupun edukasi, supaya generasi muda di Sanggau menghindari pemakaian Narkotika.

5.2.3. Tanggung Jawab Pengawasan dan Pengendalian Melalui Kerja Sama Indonesia-Organisasi Luar Negeri

Kerja sama yang dilakukan oleh Negara Indonesia bersama aktor-aktor organisasi luar negeri juga dilakukan untuk menanggulangi permasalahan ini melalui strategi pengawasan dan melakukan pengendalian salah satunya dilakukan bersama NCB-Interpol Indonesia (Nugraheni 2016, 240). Tugas dan tanggung jawab dari

( 100 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

NCB-Interpol Indonesia yaitu membina, melakukan pengawasan, serta melakukan pengendalian terkait terselenggaranya hubungan kerja sama antar negara baik antar dua negara (bilateral), antar tiga negara (trilateral), maupun antar banyak negara (multilateral).

Narkotika mulai memasuki Indonesia melalui jalan tikus yang seringkali sulit untuk di ketahui.Oleh sebab itu POLRI dan PDRM Malaysia mulai melakukan perturan informasi terkait tindak kejahatan berupa peredaran Narkotika secara gelap.Pertukaran informasi ini berlandaskan pada devisis hubungan internasional POLRIdiantaranya dengan (a). kerja sama dalam bidang sektoral guna menanggulangi kejahatan internasional, adanya saling tukar info yang berkaitan dengan intelijen, pelayanan secara umum dalam lingkup global, pemberian bantuan secara teknis dan taksis dalam penyelidikan saat proses pengiriman barang serta Mutual Legal Assistance (MTA); dan (b). Mengadakan komunikasi yang aktif dalam memberikan informasi mengenai kejahatan internasional atau transnasional serta pemberian informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan international melalui komunikasi terstruktur oleh INTERPOL, konferensi ASEANAPOL, Departemen Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB (DPKO) dan sistem data melalui teknologi yang lain (Interpol.go.id 2018).

Oleh karena itu Negara Malaysia memutuskan jaringan sindikat Narkotika dimana Indonesia sangat membutuhkannya untuk mengatasi penjualan Narkotika di Indonesia UNODC pun berkerja sama dengan pihak BNN untuk mengawasi daerah perbatasan supaya menghindari situasi yang tidak diekspetasikan seperti penyelundupan Narkotika, tidak hanya itu UNODC juga membantu negara-negara anggota United Nations agar meningkatkan teknologi dan informasi di negara-negara tersebut agar penyelundupan Narkotika bisa diatasi mereka yakin kerja sama tersebut akan sangat efektif bagi kedamaian suatu negara (Nugraheni 2016, 240).

NCB-Interpol Indonesia memiliki fungsi yaitu melaksanakan hubungan kerja sama antar negara (internasional) untuk mengatasi

( 101 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

tindak kriminal di tingkat internasional atau transnasional, mengadakan pertemuan lingkup antar negara serta pertemuan yang menghasilkan perjanjian, dan fungsi lainnya dari NCB-Interpol Indonesia yakni mengadakan pertukaran informasi melalui mekanisme Interpol and Aseanpol Networking yang didukung oleh bimbingan dari Atase Polri, SLO, staf teknis Polri, dan LO yang ada di kawasan perbatasan (Interpol.go.id 2018).

NCB-Interpol Indonesia telah melakukan beberapa upaya nyata, yang terbagi ke dalam tiga upaya yaitu upaya kerja sama seperti Joint Operation, MLA sebagai perjanjian yang berkenaan dengan bantuan hukum, Memorandum of Understanding (MoU). Upaya dalam pemanfaatan kapasitas informasi seperti System I-24/7, International Notices, database kejahatan Narkoba. Upaya penanggulangan yaitu selalu aktif menghadiri pertemuan atau pun forum-forum internasional maupun pertemuan regional di kawasan Asia Tenggara yang membahas mengenai Narkoba. NCB-Interpol Indonesia mengalami hambatan berupa hambatan dalam kerja sama yaitu Mutual Legal Assistance (MLA), hambatan identifikasi informasi, hambatan ekstradisi. NCB-Interpol Indonesia memerankan institusi global seperti perangkat kepolisian, faedah informasi, termasuk menjadi media ataupun konvensi kepolisian di berbagai negara (Riswandi 2017, 1).

Indonesia mengatakan sedang menghadapi krisis Narkoba dengan sekitar 6,4 juta pengguna Narkoba di negara berpenduduk 250 juta orang, dan perlu memberlakukan hukuman berat untuk mengatasi masalah tersebut. Presiden Joko Widodo telah menyerukan tindakan “tanpa ampun” terhadap Narkotika, dan mengatakan kepada penegak hukum untuk menembak pedagang Narkoba jika mereka menolak penangkapan. Indonesia merujuk pada perekonomian terbesar dalam kawasan Asia Tenggara, juga ekonomi terbesar ke-10 dunia (dalam hal paritas daya beli) karena kemajuan ekonomi yang pesat selama dua puluh tahun terakhir (Reuters.com 2017).

Pada saat yang sama, negara terus menghadapi ancaman

( 102 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang mengancam yang ditimbulkan oleh kejahatan terorganisasi transnasional, korupsi, penggunaan Narkoba dan terorisme. Tanggapan Badan PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) terhadap fakta lapangan yang begitu kompleks ini merupakan pendekatan terpadu, yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menangani semua aspek dari situasi Narkoba dan kejahatan di Indonesia melalui advokasi di arena kebijakan, dan melalui bantuan teknis dalam negara dan wilayah. Pendekatan terpadu ini dilakukan melalui koordinasi bersama Kantor Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik atau ROSEAP yang diselenggarakan di Ibukota Thailand yaitu Thailand dan Program Global di Wina, Austria. UNODC merupakan organisasi internasional puncak yang memiliki fungsi ddan tanggung jawab untuk melawan kasus penyalahgunaan serta peredaran ilegal dari obat terlarang serta kejahatan internasional lainnya yakni terorisme dan international crime UNODC mulai berdiri sejak tahun 1997 dengan langkah penyatuan lembaga antara Program pengendalian Narkoba PBB dan Pusat Pencegahan Kejahatan Internasional. UNODC bertindak di seluruh wilayah dunia melalui jaringannya yang luas dan kantornya yang tersebar pula.Bagi Negara Indonesia, adanya UNODC menjadikannya sebagai salah satu wadah jalinan kerja sama antara pemerintah Indonesia dan organisasi internasional dalam upaya untuk mencegah serta menumpas peredaran serta penyelundupan Narkoba, kasus korupsi, serta terorisme (UNODC 2018).

Perserikatan bangsa-bangsa membentuk UNODC pada tahun 1997 untuk bersatu mengatasi obat-obatan dan kejahatan. UNODC secara sungguh-sungguh dalam tugasnya harus berkoordinasi dengan negara-negara lain yang merasakan kejahatan penjual-belian Narkotika yang ilegal, satu diantaranya yaitu Negara Indonesia. Koordinasi yang dilakukan antara UNODC dengan Indonesia mempermudah kerja sama UNODC dengan badan Pemerintahan dan yang bukan badan Pemerintahan dalam menangani secara lebih dalam tentang masalah Narkotika yang ada di Indonesia sehingga

( 103 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

koordinasi yang dilakukan dapat berjalan secara lebih baik dan tepat (Nugraheni 2016, 237).

Hubungan Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan UNODC mendapatkan hasil dari UNODC untuk BNN. Pertama, melakukan hubungan kepada para aparat yang mengelola negara Indonesia, dan BNN diupayakan bisa menjalin hubungan yang bagus kepada aparat negara Indonesia seperti Kepolisian Republik Indonesia yang meningkatkan pemeriksaan tindak pidana Narkotika, Tentara Negara Indonesia, Direktorat Jenderal Bea-Cukai serta Kemenpolhukam yang ikut berperan penting dalam menangani penyalahgunaan Narkotika dan untuk memperketat pengawasan daerah di Indonesia yang rawan penyelundup Narkotika. Dan peraturan UNODC yang kedua ialah memperkuat pengawasan perbatasan-perbatasan di wilayah-wilayah Indonesia antara lain: Nunukan yang berada di KalTim, Entikong di KalBar, Medan, Batam, termasuk Jakarta. BNN dan UNODC melakukan pengawasan di beberapa titik penting di Indonesia agar dapat mengatasi terjadinya perdagangan dari Malaysia ke Indonesia terutama di pelabuhan dengan pengawasan yang ketat kepada orang orang yang akan menaiki kapal, juga memeriksa barang-barang milik penumpang dari Malaysia ke Indonesia. Seperti yang telah diberikan dalam pelatihan penanggulangan Narkotika yang dilaksanakan pada waktu lalu. Dengan saling berbagi informasi dan saling waspada dalam menangulangi perdagangan gelap Narkotika tersebut (Nugraheni 2016, 238-239).

Pengawasan terhadap pengedaran Narkotika tidak hanya berhenti di situ saja. Wujud nyata pengawasan lainnya yang diambil aparat adalah perlindungan peti kemas atau yang lebih dikenal sebagai Container Control Programme di bawah pengendalian petugas DJBC secara langsung. Langkah ini berkaca pada penyalahgunaan Narkotika yang semakin menjadi-jadi dan tidak terkontrol, sehingga CCP dilaksanakan dengan tujuan Badan Narkotika Nasional maupun lembaga yang terlibat dapat meningkatkan kesiapan kontainer diikuti bukti penyelundupan Narrkotika baik ke luar dan dalam

( 104 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Negara Indonesia. Selain itu, informasi terkait unsur modus maupun pencapaian yang ingin diperoleh dapat disiasati melalui intelijen pembasmian BNN dan BIN demi menciptakan pendirian Unit Antar-Lembaga, pengembangan kerja sama Badan Narkotika Nasional dengan seluruh pemegang kepentingan yang berada dipintu masuk Indonesia dan penetapan kerja sama BNN dengan lembaga lain seperti DJBC, Badan Intelegen Negara, dan petugas pelabuhan serta badar udara.

5.3. Tanggung Jawab Negara dalam Membangun Kembali dari Dampak Kasus Penyeludupan Narkotika

Tanggung jawab untuk membangun kembali menurut Bellamy (2009, 432) merupakan upaya yang dilakukan oleh negara untuk mengubah suatu keadaan akibat kejadian menjadi sesuatu yang baru. Dengan demikian, para intervener diminta untuk mempertimbangkan tiga set masalah yaitu permasalahan keamanan, keadilan dan rekonsiliasi, serta pengembangan.

5.3.1. Pengobatan dan Rehabilitasi oleh BNNBerdasarkan hasil penelitian didapat bahwa aktor-aktor negara

dalam hal ini BNN, Kepolisian, dan juga bekerja sama dengan aktor bilateral serta organisasi luar negara, mereka mengimplementasikan tanggung jawab membangun kembali tersebut melalui beberapa upaya yaitu pengobatan dan pemberian fasilitas rehabilitasi. Program pelayanan kesehatan ataupun penyembuhan lebih diarahkan untuk pengguna obat-obatan terlarang. Hal ini bertujuan dalam memulihkan diri pengguna dari rasa ketergantungan maupun mengobati efek samping yang muncul dari konsumsi Narkotika, termasuk mengakhiri pemakaian obat terlarang. Dengan dilakukannya pengobatan tersebut diharapkan dapat mengurangi permintaan pasokan Narkoba yang turut memengaruhi maraknya penyelundupan Narkoba ke Indonesia.

Dalam sesi wawancara, Kepala Seksi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Su)

( 105 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

menyatakan sebagai berikut:“Pada bagian rehabilitasi BNN mewadahi masyarakat yang menginginkan anggota keluarganya dilakukan rehabilitasi. Di sisi lain bagian pemberantasan lebih bertugas pada tindak penangkapan dan penindakan. Untuk usaha penangkapan dan penindakan kami berkerjasama dengan POLDA ataupun BNN provinsi”.Terbukti bahwa terdapat sedikit perbedaan kewajiban yang

diampu oleh lembaga kepolisian maupun BNN. Hal ini didasari oleh perbandingan kapasitas, dimana BNN lebih fokus pada tindak rehabilitasi pengguna narkoba dengan didukung permintaan pihak keluarga yang terlibat. Walaupun demikian, tugas pemberantasan, penangkapan, maupun penindakan pelaku pengedar narkoba yang merupakan tugas kepolisian juga dibantu melalui kerjasama BNN provinsi.

Selain rehabilitasi, terapi subtitusi opsida untuk para korban pecandu heroin. Metode ini digunakan untuk pecandu heroin yang telah lama. Metode ini dilakukan upaya alternatif untuk mengobati ketergantungan dengan cara heroin di ganti menggunakan Narkotika yang boleh di konsumsi dan di izinkan serta diberi dosis yang sesuai dengan kebutuhan. Narkotika yang dimasud adalah kodein, metadone, bufrenorphin, serta nalrekson, yang memang banyak beredar di tetapi harus adanya pengawasan agar tidak disalahgunakan.

Dengan demikian, BNN memiliki kewajiban dalam menyediakan tindak penanggulangan bagi para pengguna obat-obatan terlarang. Namun bukan berarti bahwa BNN menjadi satu-satunya pihak yang memainkan peranan utama dalam memerangi narkoba. Ini terbukti melalui pernyataan Kepala Seksi Pencegahan Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat (Sa) yang menekankan bahwa:

“Upaya pencegahan menjadi tugas utama BNN Kabupaten Sanggau, tetapi dalam kenyataannya seluruh lapisan masyarakat juga harus memperhatikan pentingnya bahaya

( 106 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

narkoba. Usaha pencegahan ini dapat dilakukan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, maupun lingkungan perguruan tinggi. Pencegahan dapat dilakukan dalam bentuk larangan tidak boleh merokok atau katakan tidak pada narkoba. Memang mandat tentang pencegahan narkoba dari UU diberikan kepada BBN, namun dalam realisasi semua masyarakat harus turut serta dalam melaksanakan”.

5.3.2. Pengobatan dan Rehabilitasi Melalui Kerja Sama Indonesia-Malaysia

Upaya yang dilakukan dalam membangun kembali melalui kerja sama aparat negara Indonesia maupun Pengasih negara Malaysia ini difokuskan pada aspek training maupun pembangunan. Hal ini dilihat dari beberapa kali diadakannya forum yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Upaya-upaya yang dihasilkan ialah mengenai perawatan dan rehabilitasi melaluai cara TC. Cara TC adalah cara yang digunakan untuk rehabilitasi di BNN dan Lindo yang telah menjadi pusat pengembangan. Tidak hanya BNN Pemerintah Indonesia di wakili oleh IPWL bekerja sama dengan pengasih Malaysia.

Pemerintah Indonesia melakukan penyelamatan bagi korban penyalahgunaan Narkotika melalui rehabilitasi. Pemerintah Indonesia yang diwakili BNN juga melakukan kerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang diyakini memiliki integritas tinggi dalam mengupayakan pembenahan pelaku melalui Pengasih negara Malaysia. Lembaga Swadaya Masyarakat Rumah Pengasih Malaysia dimulai dari kelompok yang berlatar belakang 4 orang teman akrab yang merupakan korban Narkotika. Ke 4 orang itu mendirikan kelompok pengasih pada tahun 1987. Seiring berkembangannya kelompok ini Narkotika menjadi isu nasional di Malaysia. Maka dari itu kelompok tersebut mendaftar menjadi lembaga pada 25 September 1991. Pengasih Malaysia melakukan program agar berguna bagi pihak yang berkompeten maupun masyarakat. Sesuai keinginan, pengasih menyediakan jasa kepada siapa pun nan ingin bebas dari

( 107 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Narkotika. Serta menyiapkan training di bagian perawatan dan rehabilitasi, kegiatan dikenal dari rumah pengasih. Rumah Pengasih (RP) merupakan tempat pengangan korban pengguna Narkotika. RP dirikan dan telah beroperasi pada tahun 1993 dengan upaya berdasarkan pada stgruktur bimbingan untuk pemulihan. Struktur ini lebih mendominasi kembalinya pemikiran yang semula dan mengembalikan emosi kesemula serta meningkatkan kepercayaan agama. Para pengguna Narkotika akan masuk ke rumah pengasih dengan sukarela, batas waktu kegiatan pemulihan antara 6-12 bulan secara efektif. Setelah sembuh korban akan dituruti keinginan, setelah itu korban diutus dengan petugas dari rumah pengasih yang biasa di sebut kelompok sokong bantu (Aditya 2017, 70).

Pengasih Malaysia bekerja dengan pihak luar negeri untuk melaksanakan kegiatan salahsatu pihak luar negerinya yaitu BNN Indonesia. Dengan kerja sama itu BNN dan pengasih Malaysia saling berbagi materi untuk penangan penggunaan Narkotika dibidang rehabilitasi.

Selain itu untuk memaksimalkan upaya pencegahan dan pengendalian penyelundupan Narkotika ini, BNN bekerja sama dengan POLRI, Kemenkumham, Kemenkes, dan Kemensos sebagai instansi pemerintan di Indonesia. BNN Kalimantan Barat juga bekerja sama dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) khususnya dibidang rehabilitasi. Tanggung jawab negara dalam membangun yang diwujudkan pula dengan cara rehabilitasi ini dilakukan untuk mengurangi serta memberantas peredaran Narkotika. Rehabilitasi yang merupakan bentuk dari upaya membangun kembali melalui rehabilitas kesehatan secara jasmani maupun rohani ini dirujukkan pada pengguna Narkoba dimana telah melakukan program pemulihan. Ini bertujuan supaya pemakainya tidak mengalami ketergantungan pemakaian serta bebas dari penyakit ikutan (HIV/AIDS, radang hati, penyakit raja singa/sifilis, dan Iainnya) dikarenakan sisa penggunaan Narkoba.

Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa kerja

( 108 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

sama yang dilakukan antara BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Kepolisian RI telah berlangsung dengan cukup baik. Karena bagaimanapun bila tidak ada instansi diluar BNN tidak mungkin BNN bisa berjuang sendiri. Seperti apabila BNN kekurangan tenaga penyidik pastinya BNN meminta bantuan penyidik kepada POLRI. Adapun dalam hal pelaksanaan rehabilitasi, BNN memerlukan bantuan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial.

Berdasarkan hasil penelitian, tahap rehabilitasi BNN mempunyai 3 tingkatan yaitu tahap medis, nonmedis serta bina lanjut. Tingkat medis pengguna diseleksi keadaan baik fisik maupun mental oleh dokter yang akan diberikan obat khusus, pemberian obat di susaikan dengan dosis yang diinginkan dan diperlukan. Di bidang pemberian rehabilitas yang bukan dari fasilitas kedokteran. Bidang ini pemakai turut serta upaya rehabilitasi. Negara Indonesia telah membuat tempat untuk melakukan rehabilitasi, seperti BNN yang merupakan tempat rehabilitasi ada beberapa tempat di Indonesia. Di tempat ini para pecandu mengikuti berbagai kegiatyan tahap kegiatan ini disusuaikan untuk membiasakan kehidupan sehari-hari yang berada dalam kontrol, setiap tingkatan di upayakan pengontrolan dan perbaikan berkelanjutan. Untuk merehabilitasi pemakai Narkotika ada beberapa perawatan alternatif yang dipakai, diantaranya dengan Cold Turkey yaitu seorang pemakai langsung berhenti menggunakan Narkotika/zat aktif. Upaya ini merupakan yang pertama kali dilakukan untuk menghentikan pengguna dan memutuskan pemakaian obat-obatan. Upaya ini dilakukan dengan mendekatkan pengguna pada agama.

Secara umum, Indonesia – Malaysia telah melakukan kerja sama dalam penanganan perdagangan Narkotika adalah penandatangan perjanjian/MOU sebagai salah satu upaya dari aspek pemerintahan Indonesia – Malaysia dengan beberapa organisasi pemerintah maupun non pemerintah seperti tiga bentuk kerja sama regional yang telah dilakukan oleh Indonesia dengan Penjabat Senior ASEAN terkait Masalah Narkoba atau yang dikenal ASOD yang berorientasi pada

( 109 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

upaya bantuan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan Narkotika, dan kerja sama yang ketiga dilakukan oleh pemerintah Indonesia yaitu kerja sama bilateral yang melibatkan negara Malaysia.

( 110 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

( 111 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

BAB VIPENUTUP

6.1. Kesimpulan

Penyelundupan Narkoba merupakan kejahatan internasional sekaligus kejahatan transnasional yang saat ini semakin marak terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia. Hasil

penelitian menunjukan bahwa tanggung jawab negara dalam penanganan Narkoba di perbatasan Entikong Indonesia dan Tebedu Malaysia yaitu (1) tanggung jawab untuk mencegah, (2) tanggung jawab untuk melakukan reaksi, dan (3) tanggung jawab untuk membangun kembali.

Pada tanggung jawab untuk mencegah (prevent), pada bidang peringatan dini, program yang dilaksanakan ialah pencegahan dini ini dilakukan dengan memberikan pembinaan dini yang diberikan dengan fokus kepada masyarakat yang bukan pengguna atau masih awam mengenai Narkoba. Pada dasarnya, upaya ini dilakukan dengan prinsip untuk peningkatan peran aktif masyarakat sehingga turut menjalankan partisipasinya untuk mendukung pembinaan masyarakat tersebut. Dengan demikian seluruh lini terutama masyarakat mempunyai mindset bahwa Narkoba adalah barang terlarang yang tidak memberikan manfaat. Kedua, pada pencegahan dengan mengatasi akar penyebab. Penyebab-penyebab yang muncul sebagai pemicu maraknya penyelundupan Narkotika kemudian diatasi akar permasalahannya sebagai tanggung jawab negara untuk

( 112 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

melakukan pencegahan. Akar penyebab tersebut diantaranya yakni (1) kondisi geografis Negara Indonesia, (2) dampak dari AFTA (Asean Free Trade Area), (3) terdapatnya jalan-jalan yang tidak ada penjagaan dan fasilitas penjagaan yang kurang memadai, dan (4) faktor ekonomi dan tingginya permintaan (demand) dari pengguna Narkoba di Indonesia.

Tanggung jawab untuk melakukan reaksi mengalami dua masalah mendasar yang perlu ditangani. Pertama, mengidentifikasi secara tepat aktor mana yang harus memikul tanggung jawab untuk melindungi. Dan yang kedua yakni meyakinkan para aktor tersebut untuk menerima tanggung jawab mereka untuk bertindak dalam keadaan tertentu. Pada tanggung jawab dengan reaksi ini telah dilakukan melalui a). Tanggung jawab pengawasan dan pengendalian oleh tni, polri, bnn, dan bea cukai ri; (b) Tanggung jawab negara dengan melakukan pengawasan dan pengendalian melalui kerja sama bilateral indonesia-malaysia; (c) Tanggung jawab pengawasan dan pengendalian melalui kerja sama indonesia-organisasi luar negeri.

Tanggung jawab untuk membangun kembali para intervener atau petugas yang berwenang untuk diminta untuk mempertimbangkan tiga set masalah yaitu permasalahan keamanan, keadilan dan rekonsiliasi, serta pengembangan. Tanggung jawab untuk membangun kembali dampak dari kasus penyelundupan Narkotika di perbatasan Indonesia-Malaysia yakni melalui (a). Pengobatan dan rehabilitasi oleh BNN dan (b). Pengobatan dan rehabilitasi melalui kerja sama Indonesia-Malaysia.

6.2. Rekomendasi1. Pada bidang peringatan dini, negara harus secara kontinu

memberikan pembinaan dini kepada seluruh warga negaranya terutama kepada para pemudanya.Dalam mengatasi akar penyebab, ketersediaan peralatan detektor yang berkualitas dan mendukung dari sisi kuantitas harus dioptimalkan dalam rangka menanggulangi dampak negatif dari kondisi geografis Indonesia

( 113 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

yang terletak di antara dua samudera dan dua benua. Kemudian, negara harus memperketat pengawasan di perbatasan baik di Pos Lintas Batas Nasional yang resmi maupun di jalan-jalan tikus sebagai upaya menanggulangi dampak dari Asean Free Trade Area (AFTA) yang turut menjadi penyebab maraknya kasus penyelundupan Narkoba di perbatasan Indonesia – Malaysia karena telah membuka jalan bagi para pelaku yang mengedarkan Narkotika dengan tujuan memperluas pengaruh yang ia punya dalam bisnis illegal tersebut. Untuk mengatasi faktor ekonomi dan tingginya permintaan (demand) dari pengguna Narkoba di Indonesia yang ada maka negara harus memberikan sosialisasi serta pembinaan secara terus menerus dan menyeluruh hingga pelosok agar tidak ada lagi masyarakatnya yang memesan barang tersebut untuk disalahgunakan.

2. Sedangkan pencegahan secara langsung yang dilakukan melalui peran langsung dari Kepolisian RI dan BNN, kerja sama bilateral Indonesia-Malaysia, dan kerja sama Indonesia bersama organisasi luar negeri agar terus dioptimalkan. Setelah dilakukan identifikasi mengenai aktor atau stakeholder apa saja yang mengemban tanggung jawab untuk melindungi serta menjalankan fungsi pengendalian terhadap kasus penyelundupan Narkoba tersebut. Didapat bahwa tanggung jawab dalam mengawasi dan mengendalikan produksi dan distnbusi Narkotika di masyarakat adalah program yang menjadi tugas aparat terkait yakni (a) tanggung jawab pengawasan dan pengendalian oleh TNI, POLRI, BNN, dan Bea Cukai RI, (b) tanggung jawab negara dengan melakukan pengawasan dan pengendalian melalui kerja sama bilateral Indonesia-Malaysia, dan (c) tanggung jawab pengawasan dan pengendalian melalui kerja sama Indonesia-Organisasi Luar Negeri. Untuk itu keseluruh aktor khususnya Negara Indonesia dalam hal ini pemerintah melalui instansi terkaitnya dapaat terus melakukan pengawasan dan pengendalian secara kontinu dan disiplin.

( 114 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

3. Para intervener atau petugas yang berwenang diminta untuk membangun kembali dampak dari kasus penyelundupan Narkotika di perbatasan Indonesia-Malaysia yang dilakukan melalui (a) pengobatan dan rehabilitasi oleh BNN dan (b) pengobatan dan rehabilitasi melalui kerja sama Indonesia-Malaysia harus dilakukan dengan kontinu, menyeluruh, dan adanya pengevaluasian untuk mengetahui seberapa optimalnya pengobatan dan rehabiliasi yang telah dilakukan baik oleh negara maupun melalui kerja sama. Serta kaum muda seperti mahasiswa juga memainkan peranan penting dalam mengatasi problematika narkoba. Para mahasiswa diharapkan menjadi penggerak anti narkoba di lingkungannya, karena mahasiswa merupakan agent of changes yang seharusnya menjadi pionir dalam memerangi penyalahgunaan narkoba di lingkungan masyarakat. Langkah yang dapat dilakukan ialah menjadi sarana pengingat bagi orang-orang sekitar untuk tidak terjerumus ke dalam Narkoba, juga menunjukkan rasa kepedulian terhadap teman-teman yang telah terlanjur terjerumus ke dalam Narkoba.

( 115 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Anwar, Moch. 1982. Hukum Pidana Bagian Khusus. Bandung: Alumni.

Atmasasmita, Romli. 1997. Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Bellamy, Alex. 2009. The Responsibility to Protect: The Global Effort to End Mass AtrocitiesT. (William,Paul (ed) Security Studies An Introduction). USA and Canada: Routledge.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hadjon, Philipus M. 2004. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Holsti, K.J. 1998. International Politics: A Framework for Analysis. Jakarta: Erlangga.

Iskandar, Untung. 1999. Kerja sama Internasional Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika.

Kansil, C.S.T. 1990. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Erlangga.

( 116 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Lopa, Baharuddin. 2001. Kejahatan Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Kompas.

Perwita, Anak Agung Banyu, dan Yanyan M.Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: Rosdakarya.

Prakoso, Djoko. 1987. Kejahatan-kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara. Jakarta: Bina Aksara.

Riswandi, & Sjamsumar. 1995. Kerja sama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset.

Syafiie, Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama.

. 2010. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Yani, Ahmad, dan Sri Hayati. Geografi Politik. Bandung: PT Refika Aditama, 2011.

JURNAL

Ariyanti, Vivi. 2017. “The Victim of Drugs Abuse and Their Legal Status in The Indonesian Narcotics Law.” International Journal of Business, Economics and Law 13 (4) : 199-123. http://ijbel.com/wp-content/uploads/2017/10/LAW-66.pdf (diakses 11 September 2018).

Febrianti, Ria. 2015. “Pengaruh Asean Free Trade Area

( 117 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Terhadap Pertumbuhan Ekspor Crude Palm Oil Indonesia 2003-2012.” Jurnal FISIP Universitas Riau. 1 (2): 8. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=294912&val=6444&title=PENGARUH%20ASAN-FREE%20TRADE%20AREA%20TERHADAP%20PERTUMBUHAN%20EKPOR%20CRUDE%20PALM%20OIL%20INDONESIA%202003-2012 (diakses 11 September 2018).

Ilham. 2015. “Langkah-Langkah Aparat Kepolisian dalam Penanggulangan Penyelundupan Sabu-sabu-Sabu-sabu di Sebatik Kabupaten Nunukan.” Jurnal Sosiatri-Sosiologi 3 (4): 98-107. http://ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2015/11/Jurnal%20Ilham%20(11-17-15-04-54-03).pdf (diakses 11 September 2018).

Liu, Vinsensius Richard. 2013. “Efektifitas Interpol dalam Penanggulangan jaringan Narkotika Di Indonesia.” Jurnal Universitas Hasanuddin. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4799/jurnal.docx?sequence=1 (diakses 11 September 2018).

Marpaung, Bachtiar. 2015. “Indonesia in Circle Dark Distribution International Narcotics.” IOSR Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) 20 (4): 42-46. http://www.iosrjournals.org/iosr-jhss/papers/Vol20-issue4/Version-5/H020454246.pdf (diakses 11 September 2018).

Moses, Jeremy. 2013. “Sovereignty as irresponsibility? A Realist critique of the Responsibility to Protect.” Review of International Studies 39 (1): 113-135. https://www.cambridge.org/core/journals/review-of-international-studies/article/sovereignty-as-irresponsibility-a-realist-critique-of-the-responsibility-to-protect/BE31A50100DB89AC018D7521EAE36EFA (diakses 11 September 2018).

( 118 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Muhamad, Simela Victor. 2015. “Kejahatan Transnasional Penyelundupan Narkoba dari Malaysia ke Indonesia: Kasus di Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat.” Jurnal Politica 6 (1): 42-60. http://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/306(diakses 11 September 2018).

Nikoghosyan, Hovhannes. 2017. “Great Power Interventions and the Future of Responsibility to Protect.” Russia in Global Affairs. https://eng.globalaffairs.ru/valday/Great-Power-Interventions-and-the-Future-of-Responsibility-to-Protect-18989 (diakses 11 September 2018).

Nugraheni, Dyartha Anindya. 2016. “Kerja sama Badan Narkotika Nasional dengan United Nations Office on Drug and Crime dalam Menanggulangi Perdagangan Gelap Narkotika dari Malaysia ke Indonesia 2009-2013.” Journal of International Relations 2 (3): 236-242. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jihi/article/view/12448 (diakses 11 September 2018).

Rahmanidar. 2006. “Kejahatan Transnasional Di Perbatasan Kepulauan Riau.” . Jurnal Dimensi Universitas Riau Kepulauan 1 (2): 1-18. https://www.journal.unrika.ac.id/index.php/jurnaldms/article/view/171/168 (diakses 11 September 2018).

Riswandi, Erawan. 2017. “Peranan The International Criminal Police Organization (Interpol) dalam Menanggulangi Kejahatan Narkoba Lintas Negara di Indonesia Periode 2012-2015.” Unikom. https://repository.unikom.ac.id/53703/ (diakses 11 September 2018).

Simamora, R. 2016. “Kerja sama Amerika Serikat-Meksiko Dalam Penanganan Money Laundering Dari Meksiko Ke Amerika Serikat.” E-Journal Ilmu Hubungan Internasional. https://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=2119 (diakses 11 September 2018).

Thontowi, Jawahir. 2015. “Hukum dan Diplomasi Lokal Sebagai

( 119 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Wujud Pemecahan Masalah di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat dan Malaysia.” 30 (3). https://e-journal.unair.ac.id/YDK/article/view/1951 (diakses 11 September 2018).

Tourinho, Marcos, Oliver Stuenkel, dan Sarah Brockmeier. 2015. “Responsibility while Protecting: Reforming Implementation.” Global Society 30 (1): 134-150. https://www.researchgate.net/publication/300004389_Responsibility_While_Protecting_Reforming_R2P_Implementation (diakses 11 September 2018).

LAPORAN PENELITIAN

Aditya, Wisnu. 2017. Kerja Sama Pemerintah Indonesia dengan Malaysia dalam Menangani Peredaran Narkoba. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”: Yogyakarta dalam eprints.upnyk.ac.id/13237/1/COVER%20SKRIPSI%281%29. (diakses 10 September 2018).

DOKUMEN RESMI

Badan Narkotika Nasional RI. 2015. Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) Tahun 2014. BNN RI: Jakarta

Badan Narkotika Nasional. 2002. Kebijakan, Strategi dan Rencana Program Pembangunan Badan Narkotika Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba. BNN RI: Jakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau. 2017. Kabupaten Sanggau

( 120 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sanggau: Sanggau.

Badan Pusat Statistik RI. 2015. Laporan Survei Perdagangan Lintas Batas. Badan Pusat Statistik: Jakarta.

Direktorat IV/Narkoba dan K.T. 2009. Tindak Pidana Narkoba dalam Angka dan Gambar. POLRI: Jakarta

Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. 2018. Data Kasus Tindak Pidana Narkoba Kalimantan Barat. Laporan. Pontianak

BERITA ONLINE

Antara News.com. 2010. “Polri-PDRM Kerja Sama Menindak Kejahatan Transnasional”, 03 Desember 2010. dalam http://www.antaranews.com/berita/236218/Polri-pdrm-kerja-sama-menindak-kejahatantransnasional (diakses 10 September 2018).

Batas Negeri.com. 2018. “Ini Kata Panglima TNI Mengenai Jalur Tikus Di Perbatasan”, 28 April 2018. dalam http://www.batasnegeri.com/ini-kata-panglima-tni-mengenai-jalur-tikus-di-perbatasan (diakses 10 September 2018).

Bnn.go.id. 2018. “Lintas Batas Negara Entikong Jalur Favorit Penyelundupan Narkotika”, 06 April 2018. dalam https://bnn.go.id/blog/siaranpers/lintas-batas-negara-entikong-jalur-favorit-penyelundupan-narkotika/ (diakses 09 September 2018).

Cikguhailmi. 2014. “Bercuti ke Pontianak Hari 1”, 30 November 2014. Dalam http://www.cikguhailmi.com/2014/11/bercuti-ke-pontianak-hari-1.html?m=1 diakses 12 September 2018)

( 121 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Darulinsan. 2014. “Maklumat Am-Tebedu”, 14 Juli 2014. dalam http://darulinsan.pi1m.my/index.php/warga-pi1m/maklumat-pi1m/maklumat-am/maklumat-am-tebedu (diakses 12 September 2018).

DetikNews. 2015. “Penangkapan Pengedar Narkoba di Kuala Lumpur, Keberhasilan Pertama BNN”, 24 Februari 2015. dalam https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-2841961/penangkapan-pengedar-narkoba-di-kuala-lumpur-keberhasilan-pertama-bnn (diakses 09 September 2018).

. 2017. “Melihat Perbedaan Pos Lintas Batas Entikong dengan Tebedu Malaysia”, 24 Agustus 2017. dalam https://m.detik.com/news/berita/d-3613296/melihat-perbedaan-pos-lintas-batas-entikong-dengan-tebedu-malaysia (diakses 11 September 2018)

. 2018. “Matikan Jalur Narkotika: BNN Perkuat Wilayah Perbatasan”, 04 Mei 2018. dalam https://news.detik.com/berita/d-4004744/matikan-jalur-Narkotika-bnn-perkuat-wilayah-perbatasan (diakses 09 September 2018).

Divhubinter Polri. go.id 2018. “Profil – DIVHUBINTER, 11 April 2018. dalam https://www.divhubinter.polri.go.id/dhi/profil.php (diakses 11 September 2018).

Interpol.go.id. 2018. “Tugas & Fungsi”, 14 Juli 2018. dalam http://www.interpol.go.id/id/tugas-dan-fungsi (diakses 11 September 2018).

Karantina.pertanian.go.id. 2017. “Maraknya Penyelundupan Narkotika: Petugas Karantina Perkuat Pemeriksaan Importasi Produk Pertanian”, 05 Juli 2017. dalam http://www.karantina.pertanian.go.id/berita-303-maraknya-penyelundupan-narkotika-petugas-karantina-perkuat-pemeriksaan-importasi-produk-pertanian.html (diakses 11 September 2018).

( 122 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Kemenkeu.go.id. 2017. “Batas Bebas Bea Masuk Barang Pribadi Penumpang Naik Jadi USD500”, 28 Desember 2017. dalam https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/batas-bebas-bea-masuk-barang-pribadi-penumpang-naik-jadi-usd500/ (diakses 12 September 2018).

Kemlu.go.id. 2014. “POLDA Riau dan PDRM Patroli Bersama di Perairan Perbatasan Indonesia dan Malaysia”, 20 Oktober 2014. dalam http://www.kemlu.go.id/johorbahru/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/POLDA-Riau-dan-PDRM-Patroli-Bersama-di-Perairan-Perbatasan-Indonesia-dan-Malaysia.aspx (diakses 09 September 2018).

Kompas.com. 2017. “BNN: Malaysia dan Singapura Titik Rawan Suplai Narkotika ke Indonesia”, 31 Maret 2017. dalam https://nasional.kompas.com/read/2017/03/31/11011901/bnn.Malaysia.dan .singapura.titik.transit.suplai.Narkotika.ke.Indonesia (diakses 10 September 2018).

Medanbisnisdaily.com 2016. “Menyusuri Kawasan Segitiga Emas Opium Terbesar Asia”, 18 September 2016. dalam http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/09/18/257618/menyusuri-kawasan-segitiga-emas-opium-terbesar-asia/ (diakses 12 September 2018).

Merdeka.com. 2018. “BNN Tangkap Pengedar 28 kilogram Sabu-sabu di Jalan Tikus Perbatasan Indonesia-Malaysia”, 06 April 2018. dalam https://www.merdeka.com/peristiwa/bnn-tangkap-pengedar-28-kg-sabu-di-jalur-tikus-perbatasan-malaysia-indonesia.html (diakses 10 September 2018).

Metropol.com. 2017. “Indonesia dan Malaysia Perkuat Kerja sama Berantas Narkotika”, 07 November 2017. dalam http://www.newsmetropol.com/Indonesia-dan-Malaysia-perkuat-kerja sama-berantas-Narkotika/ (diakses 10 September 2018).

Newsinfo.Inquirer.net. 2016. “Malaysian Anti-Narcotics Agency

( 123 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Busts Billion-Ringgit Drug Trade”, 12 Februari 2016. dalam http://newsinfo.inquirer.net/764167/Malaysian-anti-narcotics-agency-busts-billion-ringgit-drugtrade (diakses 10 September 2018).

Poskotanews.com. 2018. “Kostrad Gagalkan Penyelundupan 10 Kilogram Sabu-sabu di Batas Malaysia”, 27 Februari 2018. dalam http://poskotanews.com/2018/02/27/kostrad-gagalkan-penyelundupan-10-kg-sabu-di-batas-malaysia/ (diakses 12 September 2018)

PRO Kaltara. 2016. “Polri dan PDRM Patroli Bersama, 08 November 2016. dalam http://kaltara.prokal.co/read/news/7653-polri-dan-pdrm-patroli-bersama.html (diakses 09/ September 2018).

Reuters. 2017. “Australian, American, Malaysian Arrested in Indonesia’s Bali for Drugs”, 19 Februari 2017. dalam https://www.reuters.com/article/us-Indonesia-drugs-arrests/australian-american-Malaysian-arrested-in-Indonesias-bali-for-drugs-idUSKBN1ED0GP (diakses 12 September 2018).

Rmp.gov.my. 2010. “Majlis Menandatangani Prosedur Tetap (PROTAP) Malindo No. 15 PDRM-POLRI”, 3 Desember 2010. dalam https://www.rmp.gov.my/news-detail/2014/06/10/majlis-menandatangani-prosedur-tetap-(protap)-malindo-no.-15-pdrm-Polri (diakses 10 September 2018).

Tandaseru.id. 2018. “Kapolri dan Panglima TNI Tinjau Perbatasan Entikong dan Aruk Sambas”, 27 April 2018. dalam http://tandaseru.id/kapolri-dan-panglima-tni-tinjau-perbatasan-entikong-dan-aruk-sambas/ (diakses 10 September 2018).

The Jakarta Post. 2017. “Indonesian Police Say Drug Dealing Increasing on Malaysian Border”, 03 Februari 2017. dalam https://www.thejakartapost.com/news/2017/02/03/indonesian-police-say-drug-dealing-increasing-on-malaysian-border.html (diakses 10 September 2018).

( 124 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Tigapilarnews.com. 2017. “Stop Narkoba Asal Malaysia, Polri Kerja Sama dengan PDRM, 27 Maret 2017”. dalam http://www.tigapilarnews.com/berita/2017/03/27/101584-Stop-Narkoba-Asal-Malaysia-Polri-Kerja-Sama-dengan-PDRM. (diakses 10 September 2018).

Tribunnews.com. 2017. “Kerja Sama Pemberantasan Narkotika dengan Negara Asing Belum Maksimal”, 08 Maret 2017. dalam http://www.tribunnews.com/nasional/2017/03/08/kerjasama-pemberantasan-narkoba-dengan-negara-asing-belum-maksimal. [diakses 09 September 2018).

. 2018. “BNN Gagalkan Penyelundupan 28,2 Kg Sabu dan 21.727 Butir Ekstasi yang Dikendalikan Dari Dalam Lapas”, 06 April 2018. http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/06/bnn-gagalkan-penyelundupan-282-kg-sabu-dan-21727-butir-ekstasi-yang-dikendalikan-dari-dalam-lapas (diakses 09 September 2018).

UNODC. 2016. “Drug Trafficking”, 15 Juli 2016. dalam http://www.unodc.org/unodc/en/drug-trafficking/index.html (diakses 10 September 2018).

. 2018. “About UNODC”, 21 Februari 2018. dalam https://www.unodc.org/unodc/en/about-unodc/index.html?ref=menutop (diakses 10 September 2018).

( 125 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

GLOSARIUM

Border : Suatu pemisah antara bagian daerah baik dari fisik, sosial, maupun budaya yang merupakan wilayah kekuasaan suatu negara. Batas Negara pada peta merupakan penanda lingkup yurisdiksi atau kedaulatan dari suatu Negara biasanya berupa garis tegas pada peta. Dalam bidang politik, batas Negara merupakan garis kedaulatan yang terdiri dari dataran, lautan, termasuk potensi yang berada di dalam perut bumi pada wilayah Negara tersebut.

Golden Triangle : Pusat Produksi narkoba berada di antara Negara Laos, Myanmar, dan Thailand yang seolah membentuk segitiga.

Kecamatan Entikong : Salah satu kecamatan di Kab. Sanggau yang memiliki wilayah dengan luassebesar 506,89 km atausekitar 3,94% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Sanggau.

Kejahatan transnasional : Tingkah laku yang berdampak dan memiliki potensi dalam melewati batas-batas Negara atau memunculkan rasa khawatir di tingkat nasional maupun internasional.

Masyarakat : Manusia yang memilik sifat alami untuk melakukan segala hal secara kolektif guna untuk memenuhi

( 126 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

kebutuhan bersama. Elemen elemen pembentukan suatu negara tidak dapat kita lepaskan antara satu dan lainnya.

Narkotika : Sejenis bahan yang jika dipakai maka memberikan dampak serta menimbulkan efek samping bagi organ penggunanya diantaranya pada kesadaran pengkonsumsi, memberikan rasa seolah tenang, membangkitkan rangsangan, serta memunculkan pengalaman indratan paadanya perangsang pada alat indra terkait.

Negara : Merupakan Objek ilmu politik, walaupun Negara merupakan suatu bentuk yang tidak beraturan walaupun kita tidak pernah melihat suatu Negara secara langsung namun seperti Indonesia, Inggris, dan Belanda. Tetapi dengan hanya melihat benderanya, orangnya, lambangnya atau mendengarkan bahasa nasionalnya, serta merasakan konsep dasar Negara tersebut dan juga mengetahui sistem pemerintahannya.

Penyelundupan : Kegiatan memasukan barang dengan sembunyi-sembunyi ini terbagi dari 2 macamya itu penyelundupan yang dilakukan dengan pemasukan barang dan sebagainya dari luar negeri dan yang keduanya itu penyelundupan yang dilakukan melalui pengiriman barang dagangan keluar negeri.

Sosek Malindo : Kerjasama sosial maupun ekonomi lintas batas antar negara Indonesia dan Malaysia di PLB.

Tanggung jawab untuk Mencegah : Suatu kewajiban yang dimiliki untuk mengantisipasi kendala maupun munculnya masalah. Pencegahan dapat dilakukan

( 127 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

melalui sosialisasi, pengawasan, serta keamanan yang optimal.

Tanggung jawab untuk Bereaksi : Kewajiban yang dilaksanakan guna mengatasi atau menindaklanjuti suatu masalah. Umumnya reaksi yang dimaksud merujuk pada tindakan penanganan kasus, seperti penangkapan pelaku kriminal.

Tanggung jawab untuk Membangun Kembali : Suatu sikap yang diupayakan dalam menyelesaikan masalah dan mengemalikan kondisi seperti semula (re­build), contoh: evaluasi, rehabilitasi, dan lainnya.

Tebedu : Terletak sejauh 63.200 meter dariibu kotanegara bagian Sarawak yaitu Kuching. Tebeduter letak dilintas batas padadaratan yang merupakan titik utama dari perbatasan Indonesia-Malaysia.Tebedu berbatasan dengan Negara Indonesia tepatnya di Kecamatan Entikong.

Teori alamiah : Teori yang memiliki gagasan alamlah yang menciptakan dan membuat Negara dapat berkembang secara alami.

Teori filosofis : Teori yang beranggapan bahwa terbentuknya Negara itu merupakan hasil pemikiran para pemikir dahulu yang dianggap memang seharusnya sudah ada.

Teori garis keturunan : Teori ini memiliki angapan bahwa terbentuknya suatu Negara adalah suatu yang awalnya sedikit kemudian terus berkembang sehingga menjadi suatu keluarga yang besar hingga terjadilah sesuatu yang disebut Negara.

Teori historis : Teori yang memiliki suatu pemikiran bahwa negara adalah organisasi sosial yang secara tidak sengaja terjadi dan perkembangannya

( 128 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

mengalami evolusi sesuaiakan dengan apa yang dikehendaki oleh manusia.

Teori kadaluarsa : Teori yang berbunyi, bahwa raja-lah yang memiliki kekuatan pada zaman dahulu sehingga terbentuklah suatu Negara.

Teori kekuatan : Teori yang memberi ide tentang asal mula suatu Negara terbentuk karena gerom bolan manusia memenangkan perang atas segerombolan manusia yang lain. Teori kenyataan : Teori dengan dasar bahwa terbentuk nya suatu Negara adalah karena memang sudah waktunya Negara tersebut terbentuk dengan beberapa syarat yang dimiliki maka terbentuklah suatu negara. Te-ori ketuhanan : Teori ketuhanan, yaitu teori yang beranggapan bahwa Negara terbentuk karena kehendak dari sang pencipta.

Teori penaklukan : Negara terbentuk karena 2 pihak yang bersete-ru kemudian pemenangnya mendapatkan daerah tersebut.

Teori perjanjian : Teori yang memiliki argument bahwa Negara merupakan hasil dari kesepakatan dari pihak-pihak pemangku kekuasaan.

Teori organis : Teori ini memiliki angapan bahwa Negara itu sebagai individu yang memiliki kekuatan yang sangat kuat kemudian mati dan tengelam dalam waktu.

Warga negara : Adalah kesatuan dari individu yang memiliki derajat yang sama, dengan demikian, warganegara adalah individu yang melakukan komunikasikan segalase suatu dengan mendapatkan suatu timbal balik yang baik agar dapat hidup secara harmonis.

( 129 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

A

Aditya 1, 2, 51, 57, 60, 61, 75, 86, 107, 115, 119

Adj. Tuan Cucu Safiyudin 52Alexander The Great 26Amerika Serikat 2, 118Anwar 28, 115archipelago 2, 61Ari Dono Sukmanto 90, 91Ariyanti 43, 44, 116Aruk 55, 60, 80, 98, 123ASEAN 42, 58, 59, 60, 70, 108,

116ASEANAPOL 100Asean Free Trade Area iv, 50, 57,

112, 113, 116Atmasasmita 21, 25, 115

B

Badau 18, 55, 56, 60, 80Basic Agreement 99Bea Cukai 58, 76, 79, 85, 86, 88,

113Bellamy 29, 30, 31, 32, 45, 75,

104, 115Bengkayang 4, 6, 37, 38, 39, 60

Bilateral 68, 89, 91BNN viii, 33, 43, 44, 45, 46,

47, 49, 53, 54, 58, 61, 66, 67, 68, 75, 76, 77, 78, 79, 83, 84, 85, 89, 94, 100, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 112, 113, 114, 119, 120, 121, 122, 124

borderless world 1, 32border line 2border state 2Border Trade Agreement 40boundary 19Brunei Darussalam 59Budiardjo 13, 14, 115

C

CIA 2Commisioner of Police 90corruption 2cyber crime 2, 23, 73

D

Datuk Seri Mohmad Bin Salleh 90

Dayak Bidayuh 41

INDEX

( 130 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

demand 50, 63, 65, 112, 113Dependencia xiidrugs trafficking 22drug trafficking iii, 2

E

ekonomi politik ixeksistensi ixEntikong i, iii, vii, viii, 8, 9, 19, 34,

35, 37, 38, 39, 40, 41, 49, 51, 55, 56, 57, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 76, 78, 79, 80, 84, 85, 98, 103, 111, 120, 121, 123, 125, 127

F

Febrianti 58, 59, 116

G

geografis 18, 19, 20, 32, 37, 50, 51, 55, 56, 112

globalisasi iv, 1, 2, 13, 20, 25, 32golden triangle. 2

H

Hadjon 16, 115Hayati 17, 18, 20, 116Holsti 90, 93, 115human trafficking 2, 23, 73

I

ICISS 29, 30, 45ICPC 74ICPO-INTERPOL 74ilegal logging 2Ilham 24, 117ilmu politik 126

Indonesia 126, 127Internasional xiiiinternational relations 21, 26Interpol 23, 73, 99, 100, 101,

117, 118, 121Iskandar 99, 115

J

Jean Chretien 29

K

Kalimantan Barat ii, iii, vii, viii, 3, 5, 6, 7, 8, 18, 19, 33, 35, 37, 40, 47, 49, 51, 52, 55, 60, 61, 62, 64, 65, 66, 67, 71, 72, 77, 84, 89, 96, 97, 104, 105, 107, 118, 119, 120

Kansil 14, 115Kapuas Hulu 4, 7, 37, 60

L

Landak 4, 6, 38, 39Liu 21, 23, 71, 117Lopa 28, 116LSM 32, 46, 48, 49, 78, 107

M

Malaysia i, iii, viii, 3, 8, 9, 17, 18, 19, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 46, 47, 51, 52, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 68, 69, 70, 71, 72, 79, 80, 81, 82, 83, 84, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97,

( 131 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

98, 99, 100, 103, 106, 107, 108, 109, 111, 112, 113, 114, 118, 119, 121, 122, 123, 124, 126, 127

Marpaung 42, 43, 44, 117Melayu 17Memorandum of Understanding

70, 101MoU 70, 96, 101Muhamad 21, 22, 23, 118Mutual Legal Assistance 100,

101

N

Narkoba i, iii, iv, 3, 5, 7, 8, 9, 20, 21, 22, 26, 27, 34, 42, 43, 44, 45, 47, 49, 50, 52, 55, 59, 63, 65, 69, 72, 73, 75, 76, 77, 80, 81, 82, 89, 94, 101, 102, 104, 107, 108, 111, 112, 113, 114, 118, 119, 120, 121, 124

NCB-Interpol 73, 99, 100, 101Nugraheni 1, 49, 70, 73, 99, 100,

103, 118

P

Perdagangan Narkotika 27, 92PLBN Entikong 8, 98Prakoso 27, 116Preferential Trade Arrangement

58

R

Rahmanidar 1, 118Rendezvous 96responsibility to prevent 31

Responsibility to React 31Responsibility to Rebuild 32Riswandi 73, 93, 101, 116, 118

S

Sasangka 24, 116Satwil 5, 6, 7Sekadau 4, 6smugling 27, 28Suhelmi 11, 116Sumanto 35, 116supply 63, 65Syafiie 11, 13, 14, 116

T

Tebedu Malaysia i, iii, 8, 9, 34, 111, 121

terorism 1, 71The Responsibility to Protect

29, 30, 45, 115Thontowi 18, 119TKI 94, 97transnational crime 21, 22, 23,

45, 57, 70

U

UNODC 27, 60, 72, 73, 74, 75, 100, 102, 103, 124

V

Vietnam 2, 3

W

WNI 7, 8

Y

Yunani 24, 25

( 132 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

( 133 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Dr. Elyta, S.Sos, M.Si adalah Dosen Tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura (FISIP UNTAN) Pontianak.. Pengalaman profesional a/l (1). Pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia ( AIPI) Cabang Pontianak (Bendahara periode 2005-2009) ; (2). Mengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kampus Kalimantan Barat (2015-2018);(3). Reviewer Penelitian Desentralisasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI

(2014-2015); (4). Reviewer Penelitian Desentralisasi Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI (2016); (5). Tim Pakar Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Pontianak (2016) (6). Reviewer Internal Penelitian Perguruan Tinggi (2018). Pengalaman Jabatan : (1). Ketua Prodi S2 Ilmu Politik FISIP UNTAN konsentrasi: (a) Politik Lokal dan Otonomi Daerah ; (b) Hubungan Internasional dan Studi Perbatasan(2013-2017) .(2). Sekretaris Prodi S2 Ilmu Politik FISIP UNTAN konsentrasi: (a) Politik Lokal dan Otonomi Daerah ; (b) Hubungan Internasional dan Studi Perbatasan(2018-2022). Lahir di Pontianak tanggal 27 Juni 1979, Pendidikan Sarjana diselesaikan di Program Studi Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura pada tahun 2001 dengan pujian (cume laude). Pendidikan S2 diselesaikan di Program Studi Ilmu Politik pada Program Magister Ilmu Sosial Tanjungpura tahun 2003, menyelesaikan S3 prodi Hubungan Internasional konsentrasi ilmu politik di Universitas Padjadjaran tahun 2012 lulus dengan pujian (cume laude).

TENTANG PENULIS

( 134 )

Tanggung Jawab Negara Dalam PenangananNarkoba Di Perbatasan Entikong Indonesia Dan Tebedu Malaysia

Dr. Dwi Haryono, M.Si adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak. Pengalaman Jabatan : Ketua Prodi S2 Ilmu Politik FISIP UNTAN konsentrasi: (1) Politik Lokal dan Otonomi Daerah ; (2) Hubungan Internasional dan Studi Perbatasan(2018-2022). Lahir di Klaten tanggal 11 Maret 1962, Pendidikan Sarjana diselesaikan di Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 1987. Pendidikan S2 diselesaikan di Program Studi Politik Lokal pada Program Magister Universitas Gajahmada Yogyakarta tahun 2001, menyelesaikan S3 prodi Administrasi Publik di Universitas Padjadjaran tahun 2014.

Ully Nuzulian, S.IP, M.Si adalah Dosen Tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura (FISIP UNTAN) Pontianak. Pengalaman Jabatan : Ketua Prodi S1 Hubungan Internasional FISIP UNTAN (2014-2018). Lahir di Pontianak tanggal 30 Juli 1980, Pendidikan Sarjana diselesaikan di Universitas Padjadjaran pada tahun 2003. Pendidikan S2 diselesaikan di Program Studi Timur Tengah

dan Islam pada Program Magister Universitas Indonesia tahun 2008.