ASPEK HUKUM DARI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

11
158 , ASPEK HUKUM DARI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB --------- Oleh: Dedi Soemardi, S.H. --------- PENDAHULUAN , Kaidah-kaidah yang mengatur su- sunan negara dan bekerjanya negara itu dalam ilmu hukum dinamakan Hukum Tata Negara. Selanjutnya Hu- kum .Tata Negara menetapkan keten- tuan-ketentuan mengenai tujuan ne- gara itu dan hubungannya dengan pergaulan masyarakat. Di dalam per- gaulan masyarakat itulah negara saling berhubungan dengan warganya. Tanpa mengesampingkan kemungkinan pe- ninjauan terhadap negara dari lain sudut pandangan, dapatlah dikatakan bahwa Hukum Tata Negara melihat negara sebagai sesuatu yang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan organisasi. . Jadi negara adalah sebuah organi- sasi atau dengan perkataan lain seke- lompok manusia yang dengan beker- ja sarna dan dengan pembagian ker· ja mengejar tujuan bersama. Dengan pembagian kerja ini setiap anggota kelompok itudalam hu bungan kese- luruhan mempunyai suatu tugas ter- tentu. Tugas seperti itu dinamakan fungsi, dan khusus pada negara, fungsi dinamakan jabatan. Kerjasama untuk mencapai tujuan bersama pertama- tama dijamin oleh pembagian kerja yang ditentukan oleh tujuan tersebut. Keduanya dijamin oleh dan pimpinan. Setiap organisasi mem- punyai pimpinan tertinggi dan pimpin- an tersebut dipercayakan kepada pe- megang-pemegang fungsi tertinggi (pe- megang jabatan). Pimpinan tertinggi tersebut untuk negara dinamakan pe- merintah yang tugasnya mengusahakan agar organisasi itu termasuk keseluruh- an bagian-bagiannya mencapai tujuan dengan tepat denga:n cara yang tepat pula. Untuk bagifln-bagian dari orga- nisasi itu fungsi-fungsi tersebut dengan disertai pengawasan dan pembinaan dapat diserahkan kepada para peme· gang fungsi yang lebih rendah. Jadi perkataan fungsi mengandung dua arti: 1. Suatu tugas tertentu dalam ikatan orgamsasl. , 2. Semacam misalnya fung- si fungsi pelaksanaan, fungsi perundang-undangan dan fungsiperadilan. Berdasarkan uraian di atas maka sekarang negara itu dapat dirumuskan sebagai suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan timbal-balik manusia-manusia di dalam suatu masyarakat tertentu dan menegakkan aturan terse but dengan kewibawaan. Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kewibawaan dan atas kelompok manusia-manusia itulah ne- gara menjalankan tugas dan kewibawa- annya, dan dengan demikian kelom- pok manusia itu merupakan suatu ma- syarakat. yang taat dan patuh kepada wibawa negara Hu. Di sam ping itu negara .dengan ke-

Transcript of ASPEK HUKUM DARI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

158

,

ASPEK HUKUM DARI WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

--------- Oleh: Dedi Soemardi, S.H. ---------

PENDAHULUAN ,

Kaidah-kaidah yang mengatur su­sunan negara dan bekerjanya negara itu dalam ilmu hukum dinamakan Hukum Tata Negara. Selanjutnya Hu­kum . Tata Negara menetapkan keten­tuan-ketentuan mengenai tujuan ne­gara itu dan hubungannya dengan pergaulan masyarakat. Di dalam per­gaulan masyarakat itulah negara saling berhubungan dengan warganya. Tanpa mengesampingkan kemungkinan pe­ninjauan terhadap negara dari lain sudut pandangan, dapatlah dikatakan bahwa Hukum Tata Negara melihat negara sebagai sesuatu yang dikuasai oleh ketentuan-ketentuan organisasi. . Jadi negara adalah sebuah organi­sasi atau dengan perkataan lain seke­lompok manusia yang dengan beker­ja sarna dan dengan pembagian ker· ja mengejar tujuan bersama. Dengan pembagian kerja ini setiap anggota kelompok itudalam hu bungan kese­luruhan mempunyai suatu tugas ter­tentu. Tugas seperti itu dinamakan fungsi, dan khusus pada negara, fungsi dinamakan jabatan. Kerjasama untuk mencapai tujuan bersama pertama­tama dijamin oleh pembagian kerja yang ditentukan oleh tujuan tersebut. Keduanya dijamin oleh pengawa~an dan pimpinan. Setiap organisasi mem­punyai pimpinan tertinggi dan pimpin­an tersebut dipercayakan kepada pe-

megang-pemegang fungsi tertinggi (pe­megang jabatan). Pimpinan tertinggi tersebut untuk negara dinamakan pe­merintah yang tugasnya mengusahakan agar organisasi itu termasuk keseluruh­an bagian-bagiannya mencapai tujuan dengan tepat denga:n cara yang tepat pula. Untuk bagifln-bagian dari orga­nisasi itu fungsi-fungsi tersebut dengan disertai pengawasan dan pembinaan dapat diserahkan kepada para peme·

gang fungsi yang lebih rendah. Jadi perkataan fungsi mengandung dua arti: 1. Suatu tugas tertentu dalam ikatan

• • orgamsasl. ,

2. Semacam ~erjasama, misalnya fung-si pimpin~n, fungsi pelaksanaan, fungsi perundang-undangan dan fungsiperadilan.

Berdasarkan uraian di atas maka sekarang negara itu dapat dirumuskan sebagai suatu organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan timbal-balik manusia-manusia di dalam suatu masyarakat tertentu dan menegakkan aturan terse but dengan kewibawaan. Negara itu pada hakikatnya adalah suatu organisasi kewibawaan dan atas kelompok manusia-manusia itulah ne­gara menjalankan tugas dan kewibawa­annya, dan dengan demikian kelom­pok manusia itu merupakan suatu ma­syarakat. yang taat dan patuh kepada wibawa negara Hu.

Di sam ping itu negara .dengan ke-

Wewenang dan Tanggung Jawab

kuasaannya juga kepentingan-kepentingan kebendaan dan keakhlakan dari -ahggota masyarakat, bersamaan dengan ang­gota-anggota masyarakat itu sendiri yang di dalam kelompok mereka sen­diri yang bebas juga menyelenggara­kan tujuan yang dimaksud. Tugas me­nyelenggarakan kesejahteraan dari ne­gara ini di dalam perjalanan sejarah di samping tugasnya untuk mengatur/ memerintah, senantiasa berkembang semakin luas.

Masyarakat yang di atasnya negara melaksanakan tugas dan kewibawaan­nya, di dalam dunia modern adalah kelompok manusia-manusia yang men­diami suatu wilayah tertentu. Mereka inilah yang dinamakan warga negara. Tetapi di samping itu orang-orang asing yang ada di wilayah negara itu, untuk semen tara waktu ju'ga termasuk di dalam masyarakat tersebut. Karena itu kewibawaan dan perhatian ter­hadap mereka termasuk ke dalam jangkauan negara juga. Sebaliknya da­lam batas-batas tertentu tanggung jawab dan wibawa negara berlaku juga terhadap warganya yang ada di luar wilayahnya (di luar negeri) .

Kaidah hukum yang memuat keten­tuan-ketentuan yang mengikat ten tang bagaimana organisasi negara itu akan disusun merupakan bagian yang paling luasdari Hukum Tata Negara.

Kaidah-kaidah tersebut memuat aturan-aturan ten tang :

a. Pembentukan jabatan-jabatan dan susunannya;

b. Penunjukan para pejabatnya; c. Kewajiban, tugas yang berkaitan

dengan jabatan tersebut; d. Kekuasaan, hak/kewenangan yang

berkaitan dengan jabatan; e. Wilayah dan ruang lingkup orang-

159

orang yang di atasnya berlaku tugas dan kewenangan jabatan tersebut;

f. Hubungan kekuasaan antar jabatan; g. Pergantian jabatan; h. Hubungan antar jabatan dengan pe­

megang jabatan tersebut. Mengenai masalah hukum Tata Ne­

gara ini orang seringkali cenderung untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, dan mengenai pembedaan ini pun juga terdapat berbagai-bagai pen­dapat yang berbeda-beda. Namun da­lam hubungan ini lebih penting untuk dipahami bahwa Hukum Tata Negara itu adalah hukum mengenai organisasi negara dan mencakup Hukum Admi­nistrasi Negara sebagai ketentuan-ke­tentuan khusus, yang berdampingan dengan hukum per data yang berlaku umum, mengatur mengenai bagaimana caranya organisasi negara tersebut ber­peran serta dalam pergaulan masyara­kat.

WEWENANG DAN TANGGUNG JA­WAB

Membahas mengenai we we nang dan tanggung jawab tidak akan mantap jika tidak didahului suatu uraian ten tang pengertian dasar sistem hukum. Ruang lingkup dari ilrnu-ilmu hukum adalah kaidah-kaidah hukum, keputusan-ke­putusan pejabat, (hukum) kebiasaan, putusan hakim dan lain sebagainya, yang merupakan suatu struktur me­nyeluruh yang dapat disebut sistem. Dan ilmu-ilrnu hukum menyajikan suatu rekonstruksi sistematis dari se­bahagian fakta yang ditelaahnya.

Apabila dibiarkan mengenai masa­lah sistem, maka faktor-faktor yang relevan untuk dibahas, antara lain: 1. Elemen-elemen suatu sistem, arti­

nya ada patokan tertentu yang

April 1986

160

membedakan elemen-elemen suatu sistem hukum harus dapat dibeda­kan dari elemen-elemen sistem eko­nomi, politik dan so sial.

2. Pembagian dari sistem, artinya suatu sistem berdiri dari bagian­bagian yang merupakan aneka sis­tern hukum . publik dan sub-sistem hukum perdata.

3. Konsistensi, artinya tidak ada hal­hal yang berlawanan dalam suatu sistem. Misalnya, peraturan per­undang-undangan dalam bidang hu­kum pidana, harus sinkron baik secara vertikal maupun horisontal.

4. Kelengkapan sistem tersebut. 5. Pengertian-pengertian dasar (grond­

begrippen) dari sistem terse but, yaitu pengertian-pengertian yang menjadi ciri pengenal dari suatu sistem.

Pengertian-pengertian dasar yang men­jadi ciri dari sis tern hukum adalah se­bagai berikut: 1. Subjek hukum, yakni setiap pihak

yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum adalah: a. Pribadi kodrati, yaitu manusia

dari saat lahir hingga matinya. b. Pribadi hukum (rechtspersoon),

yakni setiap pendukung hak dan kewajiban yang merupakan per­sonifikasi kelompok (negara atau PI) atau harta kekayaan (yayas­an).

c. Pejabat atau tokoh, yakni suatu bundle or roles atau rangkuman peranan (hak dan kewajiban) yang boleh ataupun harus dHak­sanakan oleh pemegang peranan biasanya pribadi kodrati.

2. Hak dan kewajiban, menurut van Apeldoorn (LJ. van Apeldoorn: 1966) maka, Het objective recht is een ordefJde macht, het subjectieve

Hukum dan Pembangunan

recht is een door het objectieve recht geordende macht. Recht is macht.

IeIjemahannya : "Hukum adalah kekuasaan yang mengatur. Hak adalah kekuasaan yang diatur oleh hukum. Hukum adalah kekuasaan".

Lemaire m bahwa hak adalah suatu kebolehan untuk melaku­kan sesuatu (atau tidak melakukan­nya). Dari sudut isinya hukum dapat berisikan suruhan, larangan atau kebo­lehan; hak adalah suatu kebolehan (het recht in zijn veroorlovende). Jadi hak sebenarnya merupakan wewe­nang yang diberikan. oleh hukum ke­pada subjek hukum. Biasanya dibeda­kan antara: a. Hak mutlak atau jamak-arah, yakni

kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada subjek hukum, yang berlaku terhadap subjek hukum lainnya.

b. Hak relatif atau searah yang meru­pakan kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada su bjek hulmm tertentu, yang hanya berlaku terha­dap subjek hukum (lain) yang ter­tentu pula. Hak-hak terse but biasa­nya dibatasi oleh kewajiban (dan

hak-hak pihak lain). Kewajiban me­rupakan tugas yang dibebankan oleh hukum pada subjek hukum dan yang paling utama adalah kewa­jiban untuk tidak menyalah-guna­kan hak.

3. Peristiwa hukum Di dalam pergaulan sehari·hari mungkin terjadi peristiwa-peristiwa yang membawa akibat-akibat hu­kum. Oleh van Apeldoorn peristiwa tersebut dirumuskan sebagai kejadi­an yang menimbulkan atau meng-

lVewellang dall Tanggung Jawab

hapuskan hak maupun kewajiban. Jadi suatu peristiwa hukum meru­pakan suatu peristiwa sosial yang bersegi hukum. Suatu peristiwa hukum · mungkin berupa, sebagai berikut: . a. Perikelakuan dalam hukum, ya·

itu perikelakuan atau sikap tin· dak yang mempunyai akibat hukum. dan terdiri dari:

l)perikelakuan menurut hukum (recht gedraging) yang mung-kin: ,

a. sepihak, misalnya perbuat­an membuat sur at wasiat;

b jamak sepihak, misalnya sewa ·me nyewa;

c. serempak, misalnya pemi­lihan umum;

2) perikelakuan yang bertentang­an dengan atau melanggar hu­kum, yaitu perikelakuan yang merupakan perugian pihak la­in , sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHS.

3) lain-lain, misalnya zaakwaar­neming sebagaimana diatur dalam Pasal1354 B.W./KUHS.

b. Kejadian (gebeurtenis), misalnya kelahiran.

c. Keadaan (omstandigheid), misal­nya ontoerekenings vatbaar.

Dua hal yang erat hubungannya dengan peristiwa hukum, terutama sikap tindak dalam hukum ialah: a. Tanggung jawab yang dapat be­

rupa: 1) responsibility (verantwoorde­

lijkheid), yakni tanggung ja­wab terhadap pihak lain.

2) liability (aansprakelijkheid), yakni tanggung jawab terha­dap perugian.

3) accountability (rekenplichti-

161

gheid), yakni tanggung jawab keuangan/ ke ben daan.

b. Fasilitas, yang merupakan fak tor-faktor yang rnelancarkan hak atau kewajiban.

4. Hubungan hukum (rechtsbetrek· king) yang merupakan hu bungan· hubungan dalam hukum, sebagai ikatan hak dan kewajiban antar subjek hukum .

5. Objek hukum, yaitu segal a sesuatu , yang menjadi objek dari hubungan

hukum. Adakalanya objek hukum tersebut dinamakan benda (zaak)

.

yang biasanya dibedakan antara (menu rut hukum barat): a. Benda yang berwujud dan yang

tidak berwujud. •

b. Benda yang bergerak dan yang tidak bergerak.

WEWENANG YANG BERSIFAT RU-, KUM PUBLIK DARI ADMINISTRASI

Di dalam berbagai-bagai ketentuan perundang-undangan kepada segalama­cam jabatan administrasi diberikan kewenangan-kewenangan khusus, mi­salnya mengenakan pajak, mengeluar­kan izin, memberikan pembebanan ter­tentu dan sebagainya. Terhadap kewe­nangan-kewenangan terse but tidak da­pat diberikan suatu penjelasan secara umum, namun ada suatu hal yang perlu mendapat perhatian , yaitu bah­wa kewenangan-kewenangan terse but kadang-kadang dalam kadar tertentu dapat mencakup terciptanya kompe­tensi hukum, misalnya jika terdapat

izin yang akan diberikan disertai syarat-syarat tertentu. Kaidah yang berlaku umum menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu hanya dapat diberlakukan untuk memenuhi suatu kepentingan yang dipersyaratkan

April 1986

162

oleh perizinan terse but. Jika syarat­syarat pemberian izin itu menyim­pang dari ketentuan-ketentuan terse­but, maka tindakan itu termasuk ke dalam perbuatan melanggar hukum atau penguasa (detournement de pouvoir). .

Contoh: Berdasarkan Pasal 4 ayat (1)

UUD 1945 Presiden telah mengguna­kan wewenangnya untuk melancarkan arus lalu-lintas barang antar pulau, ekspor dan impor yang merupakan un­sur penting dalam peningkatan kegiat­an ekonomi pada umumnya dan pe-

ningkatan ekspor komoditi nonmigas pada khususnya. Sehubungan dengan itu pemerintah memandang perlu me­ngeluarkan instruksi Presiden No. 4 Tahun 1985 mengenai kebijaksanaan umum yang menyangkut tata laksana ekspor dan imp or barang, pelayaran antar pulau, biaya angkutan laut, pengurusan barang dan dokumen ke­age nan umum perusahaan pelayaran dan tata laksana operasion~l pelabuh­an. Selanjutnya di daiJ.am lampiran Inpres tersebut dinyatakan antara lain bahwa untuk memperlancar arus ba-

rang ekspor diambil langkah-Iangkah sebagai berikut:

Terhadap barang-barang ekspor tidak dilakukan pemeriksaan pabean. Penge· cualian terhadap ketentuan tersebut di atas hanya dalam hal Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan instruksi ter­tulis kepada aparatur Bea dan Cukai untuk mengadakan pemeriksaan pabe­an terhadap pengiriman barang-ba­rang dalam hal ada kecurigaan bahwa: a. Barang ekspor terse but ialah barang

yang terkena pengendalian atau la­rangan ekspor.

b. Barang-barang tersebut adalah ba­rang 'yang terkena pajak ekspor/pa-

Hukum dan Pembangunan

jak ekspor tambahan yang pajaknya tidak dibayar.kan sebenarnya.

Selanjutnya untuk memperlancar arus barang impor, diambil langkah­langkah sebagai berikut: Barang-barang impor hanya dapat di· masukkan ke wilayah Pabean Indone­sia apabila ada laporan kebenaran pe­meriksaan (LKP) yang ditertibkan oleh surveyer yang ditetapkan pemerintah. Laporan kebenaran pemeriksaan dida· sarkan kepada pemeriksaan yang dila­kukan oleh surveyer di negara (tem­pat) asal barang impor. Con toh di atas menunjukkan dengan jelas hubungan

• antara kaidah yang berlaku umum di bidang pabean ~ebagaimana diatur di dalam UU Tarip Indonesia dengan

kepen tingan yang dipersyaratkan ten-tang perizinan yang telah digariskan di dalam UU Tarip tersebut. Dengan ada­nya Inpres No.4 Tahun 1985 tersebut maka tidak a<l9 alasan untuk mengata­kan bahwa Administrasi/Pemerintah telah melanggar hukum.

Ada suatu adagium dalam Hukum Tata Negara yang berbunyi "Hak pub­lik adalah kewajiban publik". Ini ber­arti bahwa hak/kewenangan yang dimi liki oleh penjabat administrasi harus dilaksanakan sesuai dengan tujuan pemberian hak itu. Sebagai catatan perlu dikemukakan bahwa di dalam hukum perdata pribadi dapat bertin­dak sendiri untuk memenuhi kepen­tingan-kepentingannya.

Seorang pribadi mempunyai kedu· dukan otonom. Atas dasar itu maka pribadi mempunyai hak/kewenangan yang dapa t diartikan se bagai hak un­tuk bersikap'-tindak atau berperikela­kuan (handelingsbeJioegd). Bersikap­tindak atau berperikelakuan diartikan sebagai sikap tindak atau perikelaku­an yang mempunyai akibat hukum.

- -

Wewenang dan Tanggung Jawab

Oleh karena itu walaupun setiap pri­badi kodrati berhak untuk bersikap tindak, namun tidak setiap pribadi dian ap mampu atau cakap un­tuk melaksanakannya (handelingsbek­waam). Kecakapan bersikap tindak dalam hukum ada, jika yang bersang­kutan telah dewasa.

Sebagai contoh dalam undang-un­dang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) seorang wanita dinyatakan ca­kap/mampu untuk kawin jika sudah berusia 16 tahun, sedangkan bagi pria pada usia 19 tahun. Sehubungan dengau masalah kewenangan (hukum publik) dari administrasi, pernyataan yang esensial timbul yaitu sejauh ma­nakah hak atau kewenangan terse but dapat diberikan? Jabatan-jabatan ad­ministrasi . tidak hanya mempunyai tug as untuk secara mandiri melaksana· kan peraturan undang-undang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di· rumuskan di dalam undang-undang ter­sebut, tetapi jabatan administrasi terse­but juga berkewajiban untuk meng­awasi dan memaksakan dipatuhinya peraturan undang-undang itu oleh para warganya, atau dengan perkataan lain jabatan administrasi mempunyai kewa­jiban menegakkan undang-undang.

Se baliknya kewajiban seperti itu terhadap peraturan hukum perdata tidak ada. Demikian pula tidak ada kewaji ban ja ba tan administrasi un tuk menegakkan undang-undang hukum pi dana dengan melaksanakan pidana/ hukuman. Jabatan administrasi hanya punya kewajiban bertindak untuk mencegah terjadinya tindak-tindak pi­dana. Pada umumnya jabatan admi· nistrasi mempunyai kewajiban-kewa­jiban sebagai berikut: 1) mencegah terjadinya tindak-tindak

yang menyimpang dari peraturan.

163

2)membangun, memperbaiki atau me­rehabilitasi sesuatu yang hilang, rusak atau diterlantarkan, di mana hal·hal terse but terjadi sebagai aki· bat dari pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan undang-undangf perundang-undangan.

Penjabat yang melaksanakan pak­saan (untuk penegakan undang-un­dang) terhadap pihak ketiga, harus secara nyata ada penugasan untuk tindakan seperti itu.

Tidak ada upaya pemaksa lain di luar hal itu yang boleh dilakukan se­lain daripada upaya yang ditujukan langsung kepada atau untuk meng­akhiri/mencegah suatu keadaan yang bertentangan dengan undang-undang. Upaya paksaan yang hanya menimbul­kan akibat untuk memberikan rasa takut atau sebagai pembalasan, hanya dapat diterapkan, jika hal tersebut di­tetapkan dengan tegas oleh undang­undang. Cara-cara seperti itu bukan merupakan sarana penegakan tetapi sanksi, dan sanksi yang paling utama adalah sanksi pi dana yang hanya boleh dilakukan oleh hakim, mengingat bah­wa paksaan untuk penegakan banyak

·menimbulkan kerugian atau penderita-an, upaya terse but hanya adil jika cara-cara yang ditempuh secara rasio­nal sebanding dengan berat/ ringannya pelanggaran hukum. Pada upaya paksa­an untuk mencegah pelanggaran hu­kum secara rasional hanya dapat di­terima jika pelanggaran seperti itu sudah merupakan ancaman.

Paksaan dalarn upaya untuk pene­gakan dinarnakan tindak kepolisian. Tetapi kewenangan seperti itu hanya terbatas kepada jabatan-jabatan dari dinas Kepolisian. Juga untuk tugas kedinasan terse but pasti harus berda· sarkan sejumlah peristiwa-peristiwa pi-

• April 1986

164 -

dana. Tetapi penegakan sejumlah per­aturan-peraturan yang terletak di da­lam ruang lingkup tugas kedinasan De­partemen pada tahap pertama diperca­yakan kepada jabatan-jabatan kedinas­an yang dimaksud. Campur tangan di­nas kepolisian hanya akan diperlukan jika untuk penegakan tugasnya ditun­tut adanya penanganan yang kuat. Di dalam banyak peristiwa hukum tugas seperti itu untuk pelaksanaan upaya pemaksaan diatur di dalam un­dang-undang, yang tujuannya adalah : 1. Pengaturan dari sarana-sarana yang

• sesual. •

2. Sebagai suatu jaminan bagi warga negara.

3. Untuk memberikan sanksi. 4. Untuk pemberian hak kepada admi­

nistrasi menuntut biaya pelaksana­an penindakan kepada si pelanggar.

Di dalam hukum Administrasi Ne­gara dikenal asas freies Ermessen atau diskresi, artinya untuk mengatasi suatu peristiwa yang sifatnya sangat men­desak penjabat administrasi berdasar­kan pertimbangan pribadinya berwe­nang mengeluarkan keputusan. Tetapi kewenangan seperti itu tidak dapat dilakukan tanpa memenuhi syarat-sya-

rat sebagai berikut : 1. Peristiwanya harus konkret (ka­

sUistis) . 2 . . Harus dilakukan secara spontan. 3. Tidak boleh bertentangan dengan

hukum. 4. Untuk kepentingan umum.

MASALAHTANGGUNGJAWAB

Dilihat dari segi hukum , tanggung jawab mengandung beberapa arti: a. Tanggung jawab terhadap pihak la­

in (verantwoordelijkheid) adalah ke­wajiban sese orang untuk memper-

Hukum dan Pembanl1unan

.

tanggungjawabkan dan menanggung beban untuk mengganti suatu kern­gian tertentu karena kesalahannya. Kesalahan terse but dapat teIjadi di bidang hukum pada umumnya dan khusus dalam hubungan tug as­tugas Administrasi.

b. Tanggung jawab terhadap perugian (aansprakelijkheid), berarti keter­ikatan atau tanggung jawab berda­sar kebenaran terhadap suatu kesa­lahan atau terhadap suatu akibat dari suatu peristiwa atau suatu perilaku tertentu. Makna tanggung jawab di sini harus nampak keter­kaitannya dengan suatu kaidah hu­kum tertentu, misalnya tanggung jawab di bidang perundang-undang­an Koperasi (Pasal 27 sampai de­ngan Pasal 30 Peraturan Perkum­pulan Koperasi tahun 1949)

c. Tanggung jawab dari segi keuangan/ kebendaan (rekenplichtigheid), ber­arti seseorang yang bertugas sebagai bendaharawan harus sewaktu-waktu dapat diminta menyelesaikan perhi-

tungan-perhitungan atau pertang-gungjawaban berhubung dengan uang atau benda yang ada di bawah kekuasaannya (Pasal 74 dan Pasal 77 leW) . Selain daripada itu dilihat dari segi

hukum pidana dikenal masalah per­tanggungjawaban pidana, yangmenca­kup 3 unsur yaitu : a. teorekeningsvatbaarheid, yaitu pela­

ku dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.

b. ada kesengajaan atau kealpaan. c. tidak ada alasan yang menghapus-

kan pertanggungjawaban pidana_

Arti toerekeningsvatbaarheid - dalam hal ini ialah suatu keadaan normal , di mana manusia mampu untuk: - memahami arti setiap perbuatan-

Wewenang dan Tanggung Jawab

nya. - menentukan kemauannya terhadap

perbuatan-perbuatan tersebut. - menyadari bahwa perbuatannya di

~ela atau bertentangan dengan ha· rapan masyaraka t.

Dalam hu bungan ini jika seseorang tidak dapat dimintai pertanggungja· waban pidana karena gangguan per­kembangan mental atau menderita sa· kit jiwa, dalam hukum pidana dikata­kan ontoerekeningsvatbaar (pasal 44 KUHP). Khusus mengenai tanggung jawab penjabat Administrasi (aanes­prakelijkheid), di dalam Pasal 74 ayat (1) leW dikatakan bahwa semua pega­wai negeri yang di dalam jabatannya karena perbuatannya yang. melanggar hukum atau karena kealpaannya , baik secara langsung maupun tidak lang­sung menyebabkan kerugian kepada negara, diwajibkan menggan ti kerugian terse bu t. Meskipun secara tersurat ti ·

I

dak dikatakan di dalam ketentuan ter-.

sebut, namun keharusanmembuat per· tanggungjawaban itu seharusnya juga berlaku bagi para pejabat yang tidak duduk dalam pemerintahan. Tetapi tuntutan ganti rugi bagi merekaini tidak diatur di dalam leW, melainkan di dalam peraturan Perundang-undang­an Hukum Perdata. Tuntutan ganti· rugi terhadap pegawai negeri dapat juga dilakukan secara khusus di luar ketentuan-keten tuan leW dan tanpa melalui putusan pengadilan. Berdasar­kan keten tuan yang khusus ini menjadi kewajiban pemerintah untuk menge­luarkan keputusan .tentang pengganti an kerugian terse but. Tata cara untuk mengeluarkan keputusan-keputusan yang dimaksud dapa t dikeluarkan se­perti tata cara putusan Hakim Perdata. Tuntutan ganti·rugi terhadap para ben­daharawan dikeluarkan oleh Badan Pe-

165 .

meriksa Keuangan. Mengingkari suatu peIjanjian yang

telah dibuat atau perbuatan melang­gar hukum selalu terjadi karena ke­salahan penjabat. Sudah barang tentu hal seperti ini dilakukan untuk pengua­sa, jadi di dalam batas-batas tugasnya atau di dalam ruang lingkup formal dari kewenangannya. Dapat . teIjadi bahwa pejabat yang bersangkutan me­nuru t keten tuan peraturan di atas dimintai tanggung jawab atas kerugian yang tim bul akibat dari perbuatan penguasa. Sehu bungan dengan masalah tanggung jawab penjabat ini, timbul pertanyaan mengenai pertanggungja­waban yang dituntut oleh pihakketiga. Pemecahan terhadap masalah ini terda· pat di dalam yurisprudensi (putusan Pengadilan tertin~t yang sudah mem­punyai kekuatan pasti), yakni bahwa tuntutan tersebut dapat dilakukanjika perbuatan melanggar hukum dilakukan oleh penjabat tersebut sifatnya pri15a· di, meskipun terhadap kriteria ini dapat timbul pendapat-pendapat yang menentang . .

Di dalam peristiwa'peristiwa di ma­na terdapat suatu hubungan atasan­bawahan antara penjabat dengan atas­annya (hierarki) maka karena perin­tah atasannya itu, pejabat yang ber­sangku tan di be baskan dari tun tu tail pertanggungjawabannya pribadi, na­mun demikian si penjabat terse but ti­dak boleh menilai perintah yang dibe­rikan kepadanya; jawab un­tuk menafsirkan undang-undang terle­tak pada atasannya. Di sinilah terletak persoalan pokok dtri sistem hierarki. Tanpa adanya sisteni ini maka juga MPR tidak dapat meminta pertang- . gungjawaban kepada Presiden sebagai mandataris atas penyelenggaraan tuga~­tugasnya sebagai kepala pemerintahan.

April 1986

166 Hukum dan Pembangunan

Jika hierarki tidak ada, maka pertang-•

gungjawaban dari pemerintah juga ti-dak ada/hapus. .

Dalam pada itu pembebasan dari tuntutan tanggung jawab terhadap penjabat bitwahan karena mematuhi

. perintah jabatan yang mengandung unsur-unsur peristiwa pidana tidak da­pat dilakukan . Pasal 51 KUHP hanya membebaskan penjabat bawahan itu

dari ancaman pidana jika perintah yang diberikan kepadanya itu dila· kukan oleh kekuasaan yang berwe­nang. Jadi bawahan itu harus melaku­kan penilaian apakah atasannya me­mang berwenang atau tidak memberi kan perintah terse but.

Hubungan antara kewenangan dan tanggung jawab penjabat Administratif dalam praktek ada kalanya tidak sela-

/

Iu berjalan dengan serasi. Ketidaksera-sian terse but mungkin terjadi karen a ketidaktahuan penjabat terse but akan hak dan kewajiban yang diperuntuk­kan baginya menurut peraturan yang berlaku atau karena sikap masa bodoh atau dapat juga terjadi karena peratur­annya itu sendiri yang mernang tidak serasi. Ketidakserasian yang dimaksud mungkin terjadi karena salah menerap­kan sistem atau memang teknik pem­buatannya yang tidak memenuhi sya­rat-syarat yang sudah ditentukan me­nurut hukum perundang-undangan. Se­bagai contoh dapat penulis tunjukkan hubungan antara Undang-undang Per­kawinan (UU No. 1 Tahun 1974) dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Masalah perkawinan selamanya me­rupakan masalah pribadi, jadi terma­suk dalam ruang lingkup hukum per­data. Keabsahan perkawinan ditentu-

kan oleh agama atau kepercayaan masing-masing pihak yang akan me­langsungkan perkawinan. Hal ini sudah diatur dengan baik di dalam Un dang­un dang Perkawinan, dan di dalam per­aturan-peraturan pelaksanaannya (pP No . 9 Tahun 1975). Karena perka­winan adalah masalah pribadi, de­ngan sendirinya segala akibat yang timbul dari perkawinan itu pun· tun­duk kepada hukum perkawinan yang mengaturnya.

Tiba-tiba ada suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Administrasi yang isinya memuat hal-hal yang sa­ngat prinsipiil bagi kehidupan pribadi seseorang (khusus tentang kawin/ce­rai). Suatu materi peraturan pelaksa­naan tidak seharusnya menyebabkan seseorang, apakah ia pegawai negeri atau bukan pegawai negeri, kehilang­an atau dikurangi haknya sebagai insan pribadi hanya karena orang yang bersangkutan telah melanggar ketentuan organisasi kepegawaian.

Dengan demikian pertanyaannya adalah apakah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 secara yuridis da­pat menjadi Iandasan yang cukup kuat untuk dijadikan dasar wewenang bagi seorang penjabat atasan (Administra­tif) untuk memberikan izin at au me­nolak permintaan seorang bawahannya yang akan melangsungkan perkawinan atau yang akan bercerai ?

Apakah kewenangan Pemerintah c.q. Penjabat-penjabat Administrasi se­demikian besarnya sehingga dapat me­nentukan/mengatur juga kehidupan pribadi dari manusia-manusia yang kebetulan berstatus pegawai negeri?

Jawabannya, penulis serahkan kepa­da para pembaca yang arif bijaksana, tetapi yang pasti kaidah hukum apa pun (hukum publik atau hu'kum per-

Wewenang dan Tanggung Jawab

.

data) isinya tetap harus mencermin-kan keadilan.

PENUTUP

Negara adalah suatu pengertian yang abstrak. Untuk dapat menge­tahui bagaimana wujud negara itu , harus dilihat bagaimana negara itu se­bagai suatu organisasi menjalankan fungsinya. Negara sebagai organisasi merupakan sekelompok manusia yang dengan bekerja sarna dan dengan pembagian kerja yang ajeg, mencapai tujuan bersama.

Dengan pembagian kerja ini , setiap anggota kelompok itu dalam hubungan keseluruhan mempunyai suatu tugas tertentu. Tugas seperti itulah yang dinamakan fungsi. Sudah barang tentu kerjasama tersebut harus ada jaminan supaya apa yang menjadi tujuannya dapat tercapai. · Maka jaminan yang dimaksud adalah pembagian kerja, pengawasan dan pimpinan.

Di dalam suatu negara pimpinan yang dimaksud dinamakan pemerin­tah. Pemerintah inilah yang berfungsi a~ar apa yang menjadi tujuan organi-

• • saSl ltu secara keseluruhan dapat ter-capai dengan tepat dan dengan cara yang tepat pula. Dengan demikian ma­ka negara itu pada hakikatnya meru­pakan suatu organisasi kekuasaan/ kewibawaan dan menjalankan kekuasa­annya itu atas kelompok-kelompok manusia agar supaya kelompok-kelom­pok manusia itu taat dan patuh kepada wibawa negara itu.

Dengan kekuasaan itu pula negara menyelenggarakan kepentingan-kepen­tingn kebendaan dan keakhlakan dari anggota-anggota masyarakat negara tersebut, tanpa menutup kemungkinan bagi para anggota masyarakat itu sen­diri untuk menyelenggarakan kepen-

167

tingan mereka secara bebas. Hal ikhwal mengenai negara termasuk mengenai bagaimana organisasi negara itu menja­lankan fungsinya, hak dan kewajiban­nya, kedudukan lembaga-lembaga ne­garanya termasuk dalam ruang ling­kup Hukum Tata Negara. Adapun hal ikhwal mengenai bagaimana caranya organisasi negara itu berperan serta da­lam pergaulan masyarakat, termasuk dalam hukum administrasi negara.

Ada suatu masalah yang sangat pen­ting sehubungan dengan hak dan ke­wajiban yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu organisasi , dengan lain perkataan harus jelas bagaimana lembaga-lembaga negara itu termasuk penjabat-penjabatnya sebagai suatu rangkuman peranan menjalankan fung­si-fungsi yang boleh (hak) dilaksana­kan dan hal-hal apa yang seharusnya ti­dak dilaksanakan (kewajiban).

Membicarakan masalah hak dan ke­wajiban dari para penjabat/lembaga negara, tidak dapat terlepas dari pe­mahaman mengenai masalah tanggung jawab. Hal-hal publik sekaligus terca­kup didalamnya kewajiban-kewajiban terten tu yang harus diselesaikan dan dipertanggungjawabkan.

Maka dalam hubungan ini tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung jawab terhadap pihak lain (verant­woordelijkl1.eid), jawab terha­dap perugian (aansprakelijkheid) dan tanggung jawab keuangan/kebendaan (rekenplichtigheid). Sehubungan de­ngan masalah wewenang, timbullah pertanyaan sejauh manakah ruang ling­kup kewenangan yang dimiliki oleh administrasi dapat dilaksanakan.

Terhadap kewenangan-kewenangan terse but tidak dapat diberikan suatu penjelasan secara umum, namun ada suatu hal yang perlu mendapat perha·

April 1986

168

tian yaitu bahwa kewenangan-kewe­nangan tersebut kadang-kadang dalarn keadaan tertentu dapat rnencakup ter­ciptanya kornpetensi hukurn, rnisalnya jika terhadap izin yang akan diberikan disertai syarat-syarat tert.entu-kaidah yang berlaku urn urn rnenyatakan bah­wa ketentuan-ketentuan seperti itu hanya dapat diberlakukan untuk rne­rnenuhi suatu kepentingan yang diper­syaratkan oleh perizinan-perizinan ter­sebut. Jika syarat-syarat pernberian

izin itu rnenyimpang dari .ketentuan-ketentuan tersebut, rnaka tindakan itu terrnasuk ke dalarn perbuatan rne­langgar hukurn oleh penguasa (onrecht­matige overheidsdaad). Berhubung de­ngan rnasalah tanggung jawab, perlu dibedakan tanggung jawab dalarn arti verantwoordelijkheid, dalarn arti aans­prakelijkheid dan rekenplichtigheid.

Yang dirnaksud dengan verantwoor­delijkheid ialah kewajiban seseorang untuk ,rnernpertanggungjawabkan dan

I

rnenanggung beban untuk rnengganti suatu I kerugian tertentu karen a kesa­lahannya. Kesalahan terse but dapat terjadi di bidang hukum pada urnurn­nya dan khusus dalarn hubungan tugas­tugas Adrninistrasi. Sedangkan aans­prakelijkheid ialah keterikatan at au tanggung jawab berdasar kebenaran terhadap suatu kesalahan l!-tau terha­dap suatu akibat dari suatu peristiwa atau suatu perilaku t ertentu. Makna

,

,

Hukum dan Pembangunan

tanggung jawab di sini harus narnpak keterkaitannya dengan suatu kaidah hukurn tertentu, rnisalnya tanggung jawab di bidang perundang-undangan Koperasi (pasal 27 sarnpai dengan Pasal 30 Peraturan perundang-undang­an Koperasi tahun 1949).

Tanggung jawab dari segi keuangan/ kebendaan (rekenplightigheid), berarti seseorang yang bertugas sebagai benda­harawan harus sewaktu-waktu dapa" dirninta rnenyelesaikan perhitungan­perhitungan atau pertanggungjawaban berhubung dengan uang atau benda yang ada di bawah kekuasaannya (pa­sal 74 dan Pasal 77 leW).

Khusus rnengenai tanggung jawab penjabat Adrninistrasi (aanespakelijk­heid), di dalam Pasal 74 ayat (1) lew dikatakan bahwa sernua pegawai negeri · yang di dalarn jabatannya ka­rena perbuatannya rnelanggar hukum at au karen a kealpaannya , baik secara langsung rnaupun tidak langsung rne­nyebabkan kerugian kepada negara, di­wajibkan mengganti kerugian tersebut. Meskipun secara tersurat tidak dikata­kan di dalam ketentuan itu , narnun ke­harusan rnernbuat pertanggungjawaban itu seharusnya juga berlaku bagi para penjabat yang tidak duduk dalarn pe­rnerintahan. Tetapi tuntutan ganti-rugi bagi rnereka ini tidak diatur di dalarn leW rnelainkan di dalarn Peraturan Perundang-undangan Hukurn Perdata.

"

"