Sistem Landrente Oleh Raffles

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanda menyerrahkan kekuasaannya di seluruh Jawa kepada Inggris berdasarkan perjanjian Tuntang 1811,kemudian Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur di jawa dan sekitarnya.Raffles memerintah pada tahun 1811 hingga 1816. Pemerintahan Raffls didasarkan atas prinsip prinsip liberal yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum.Raffles yang merupakan orang Inggris bermaksud menerapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India,yang dinamakan sistem pajak tanah.Raffles ingin memberikan kebebasan dan jaminan hukum penuh kepada rakyat sehingga Pemerintah tidak bertindak semaunya terhadap rakyat.Raffles ingin menghapus bentuk bentuk kesewenangan yang dilakukan pemerintah seperti ditiadakannya pengerahan wajib dan wajib kerja dan memberikan kebebasan penuh untuk ladangnya dan perdagangan.

Transcript of Sistem Landrente Oleh Raffles

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belanda menyerrahkan kekuasaannya di seluruh Jawa kepada

Inggris berdasarkan perjanjian Tuntang 1811,kemudian Inggris

mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur di jawa dan

sekitarnya.Raffles memerintah pada tahun 1811 hingga 1816.

Pemerintahan Raffls didasarkan atas prinsip prinsip liberal

yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum.Raffles yang

merupakan orang Inggris bermaksud menerapkan politik kolonial

seperti yang dijalankan oleh Inggris di India,yang dinamakan

sistem pajak tanah.Raffles ingin memberikan kebebasan dan jaminan

hukum penuh kepada rakyat sehingga Pemerintah tidak bertindak

semaunya terhadap rakyat.Raffles ingin menghapus bentuk bentuk

kesewenangan yang dilakukan pemerintah seperti ditiadakannya

pengerahan wajib dan wajib kerja dan memberikan kebebasan penuh

untuk ladangnya dan perdagangan.

Kebijakan kebijakan yang dilakukan Raffles yang menerapkan

sistem sewa tanah ini tidak berhasil sehingga menyebabkan

lahirnya sistem tanam paksa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemerintahan Raffles pada tahun 1811 – 1816 ?

2. Bagaimana kebijakan dan perkembangan ekonomi pada masa

pemerintahan Raffles ?

3. Apa dampak dengan adanya sitem sewa tanah bagi kehidupan

masyarakat di sekitar Jawa ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemerintahan Raffles pada Tahun 1811 – 1816

Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip – prinsip

liberal, seperti halnya pada Van Hogendorp, jadi politik colonial

yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hokum. Prinsip

kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan ,

keduanya akan menjamin adanya kebebasan produksi untuk ekspor.

Raffles bermaksud menerapkan politik kolonial seperti yang

dijalankan oleh Inggris di India, menurut suatu system yang

kemudian terkenal sebagai system pajak tanah ( landrent –

system ). Kesejahteraan rakyat hendak dicapainya dengan

memberikan kebebasan serta jaminan hokum kepada rakyat sehingga

tidak menjadi korban kesewenang – wenangan para penguasa serta

ada dorongan untuk menambah penghasilan serta perbaikan tingkat

hidup.

Politik kolonial Raffles bertolak diri ideology liberal dan

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan

memberikan kebebasannya. Pelaksaan politik liberal itu berarti

bahwa struktur tradisional dan feudal perlu dirombak sama sekali

dan diganti dengan system baru yang didasarkan atas prinsip legal

– rasionalitas. Pemerintahan perlu tersusun dari suatu birokrasi

yang melepaskan fungsi – fungsi tradisional dan feodal, terutama

dalam hubungannya dengan pemungutan hasil dan penegrahan tenaga

rakyat menurut sistem VOC. Perubahan structural semacam itu sukar

dilaksanakan tanpa mengadakan perubahan mental dan kultur dari

unsure – unsure pemerintahan yang pada umumnya masih hidup dalam

alam tradisional. Kegagalan tidak dapat dihindari. Untuk memahami

system itu perlu memahami system pajak Raffles dihubungkan dengan

latar belakang politik colonial Inggris bagi India. Dibandingkan

dengan Negeri Belanda, Inggris lebih maju dalam industrinya, maka

melihat fungsi daerah jajahan sebagai daerah pemasaran hasil

industrinya. Pasaran yang bebas dan tingkat kesejahteraan rakyat

tertentu merupakan factor yang mendorong pemasaran hasil industry

itu. Kewajiban pemerintah hanya menjamin keamanan dan menegakkan

keadilan pada satu pihak, serta memungut pajak bagi

penyelenggaraan pemerintahan pada pihak lain. Dipandang pada

sudut ini maka bagi Raffles yang menjadi penghalang utama bagi

pelaksanaan politiknya ialahunsur feodal yang sangat kuat

kedudukannya dan system ekonomi yang masih bersifat tertutup

sehingga pembayaran pajak belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan

uang, tetapi ia natura. Bagi pihak Belanda, akhirnya factor yang

sangat menentukan politik kolonialnya ialah keadaan ekonomi

negeri Belanda sendiri. Negerinya masih bersifat agraris,

industry belum berkembang, lagipula akibat perang Napoleon sedang

menderita dan mundur ekonominya. Dalam menghadapi keadaan seperti

itu politik colonial berdasarkan liberalism tidak cocok dan tidak

realistis.

Keraguan – keraguan selama lebih kurang tiga puluh tahun

disebabkan oleh terombang – ambingnya gagasan menurut cita – cita

liberal dan realitas social ekonomis baik dari Negeri Belanda

maupun Indonesia, khususnya Jawa. Landelijk Stelsel adalah semacam

jalan tengah diantara kedua pilihan. Akhirnya keadaan ekonomi

Belanda dengan kekurangan modalnya serta keterbelakangan

industrinya memaksa Belanda mengambil langkah kembali ke system

VOC dengan beberapa perubahan terkenal sebagai Cultuurstelsel

( Sistem Tanam Paksa ). ( Sumber : Sartono Kartodirdjo : 292 –

294, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 – 1900 )

2.2 Kebijakan dan Perkembangan Ekonomi pada Masa Raffles

a. Sistem Sewa Tanah

Ketika Raffles memperkenalkan system Landrente – nya di

banyak karisidenan, tahun 1818 – 1819, ketika para komistaris

umum Belanda ( 1816 – 1819 ) menerbitkan versi peraturan

Landrente yang telah di ubah, dan tahun 1830, ketika Van Den

Bosch memperkenalkan Sistem Tanam Paksanya. Dalam instruksi

pajaknya, yang dikeluarkan pada 11 Februari 1814, Raffles

merumuskan persepsinya tentang pola – pola kepemilikan tanah di

Jawa :

“ Sifat kepemilikan tanah di seluruh Pulau Jawa kini telah

dipahami sepenuhnya. Secara umum, tidak ada hak atas

kepemilikan tanah yang diberikan kepada siapa pun, antara

penggarap sebenarnyadan penguasa, kelopok menengah, yang

mungkin pada waktu tertentu menikmati penghasilan pajak dari

desa – desa atau distrik – distrik, akhirnya hanya dianggap

sebagai pejabat eksekutif, pemerintah belaka, yang

memperoleh penghasilan pajak itu sebagai hadiah dari tuannya

saja, dan yang tergantung pada kehendak tuannya saja untuk

memperoleh hak pemilikan atas tanah. “

Ketika pada tahun 1813 Raffles mulai memperkenalkan

sistemnya yang baru, ia memperkirakan setiap desa akan memberikan

sejumlah padi atau uang, berdasarkan kwalitas dan kwantitastanah

garapan, yang dinilai menurut tolok ukuryang dirumuskan secara

eksplisi. Para kepala desa bertanggung jawab atas pengumpulan

pajak tanah, dan dalam kenyataannya adalah “ penyewa “ desa

mereka dari pihak pemerintah. Akan tetapi, pada tahun 1814

dilakukan persiapan untuk memperkirakan tanah milik dari setiap

pengumpul pajak, karena Raffles inginb menyingkirkan kepala desa

sebagai perantara.

Sekitar tahun 1815, sejumlah besar rumah tangga tidak

mempunyai tanah. Mereka adalah petani bagi hasil atau penyewa

tanah dari para tuan tanah. Akan tetapi dalam rangka intruksi

tahun 1814, setiap penggarap, apapun status tanah yang

digarapnya, dapat didaftarkan sebagai “ penyewa “ dari pemerintah

yang sebenarnya bias memberinya hak pemilikan yang lebih kuatatas

tanah yang di garapnya di bandingkan dengan yang berhak

dimilikinya. Perkiraan pajak individual memang diperkirakan

dilakukan dibeberapa daerah, maka hal ini pasti memperkuat hyak

para tuan tanah ini sebagai lawan dari kepala desa, terlepas dari

pelanggaran yang mungkin terjadi atas hak – hak sebelumnya.

Perubahan yang penting lagi yaitu perubahan kedudukan kepala

desa. Sampai tahun 1813 – 1814 kepala desa adalah primus inter

pares yang sementara dari para tuan tanah kaya, yang dipilh oleh

rekan – rekannya, dan mewakili penduduk desa dalam berhubungan

dengan penguasa yang lebih tinggi. Ia menyatakan secara eksplisit

bahwa kepala desa akan bertanggung jawab atas pengumpulan dan

pembayaran pajak tanah. Kepala desa itu akan diberi sebuah piagem

(pengangkatan) oleh pemerintah, yang dalam kenyataannya membuat

nya menjadi seorang pejabat pemerintah, walaupun ia masih dipilih

oleh penduduk desa itu. ( Sumber : Peter Boommgaard : 81 – 84,

Anak Jajahan Belanda )

Pokok – pokok system Raffles adalah sebagai berikut :

I. Penghapusan seluruh pengerahan wajib dan wajib kerja

dengan memberi kebebasan penuh untuk kultur dan

berdagang.

II. Pemerintah secara langsung mengawasi tanah – tanah,

hasilnya dipungut langsung oleh pemerintah tanpa

perantara bupati yang tugasnya terbatas pada dinas –

dinas umum.

III. Penyewaan tanah di beberapa daerah dilakukan berdasarkan

kontrak dan terbatas waktunya. ( Sumber : Sartono

Kartodirdjo : 292 – 294, Pengantar Sejarah Indonesia Baru

1500 – 1900 )

Azas – azas pemerintahan Inggris ini ditentukan oleh Letnan

Gubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris

di India. Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu system

ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsure paksaan yang dahulu

melekat pada system penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang

dijalankan oleh Kompeni Belanda ( VOC ) dalam rangka kerjasama

dengan raja – raja dan para bupati. Secara konkrit Raffles ingin

menghapus segala penyerahan wajib dan pekerjaan rodi yang selama

zaman VOC selalu dibebankan kepada rakyat, khususnya para petani.

Kepada para petani ini Raffles ingin memberikan kepastian hokum

dan kebebasan berusaha. Jelasnya kiranya bahwa Raffles dalam hal

ini telah dipengaruhi oleh cita – cita revolusi Perancis dengan

semboyannya mengenai “kebebasan, persamaan dan persaudaraan” bagi

setiap warga.

Raffles sendiri menentang system VOC karena keyakinan –

keyakinan politiknya yang sekarang dapat disebut liberal,maupun

karena berpendapat bahwa system eksploitasi seperti yang telah

dipraktekan oleh VOC tidak menguntungkan. Apa yang dikehendakinya

sebagai pengganti system VOC adalah suatu system pertanian dimana

para petani atas kehendak sendiri menanam tanaman dagangan (cash

crops) yang dapat dieskpor ke luar Negeri. Dalam hal ini

pemerintahan colonial hanya berkewajiban untuk menciptakan segala

pasaran yang diperlukan guna merangsang para petani untuk menanam

tanam – tanaman ekspor yang menguntungkan.

Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksaan colonial

yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga azas, yaitu :

1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan

rodi perlu dihapuskan dan kebebasan penuh diberikan

kepada rakyatuntuk menentukan jenis tanaman apa yang

hendak ditanam,

2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan

sebagai penggantinya mereka di jadikan bagian yang

integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi –

fungsi pemerintahan yang sesuai azas – azas pemerintahan

di negeri – negeri Barat.

3. Berdasarkan anggapan bahwa pemerintahan kolonial adalah

pemilik tanah, maka para petani yang menggarap tanah

dianggap sebagai penyewa ( tenant ) tanah milik pemerintah

pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani

diwajibkan membayar sewa tanah ( land – rent ) atau pajak atas

pemakaian tanah pemerintah.

System sewa tanah yang kemudian dikenal dengan nama landelijk

stelsel bukan saja diharapkan dapat memberikan kebebasan dan

kepastian hokum kepada para petani dan merangsang juga arus

pendapatan Negara yang mantap. Perubahan yang dipertimbangkan itu

malahan dapat dikatakan revolusioner, karena mengandung perubahan

azasi, yaitu dihilangkannya unsure paksaan atas rakyat di lain

pihak didasarkan atas kontrak yang diadakan secara sukarela oleh

kedua belah pihak. ( Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro : 89 –

91, Sejarah Nasional Indonesia VI )

Belanda menyerahkan kekuasaannya diseluruh Jawa kepada

Inggris berdasarkan Perjanjian Tuntang pada tahun 1811.Inggris

mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur di Jawa dan

sekitarnya.Raffles memerintah pada tahun 1811-1816.

Raffles membuat kebijakan dalam bidang birokrasi pemerintahan

sebagai berikut :

1) Membagi pulau jawa menjadi 16 karasidenan,

2) Mengubah sistem pemerintahan yang semula dipimpin oleh

penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang

bercorak barat,

3) Bupati-bupati atau penguasa pribumi dilepaskan kedudukanya

yang mereka dapatkan secara turun-temurun,(Sejarah SMA kelas

XI semester II, YUDISTIRA)

Raffles juga membuat kebijakan perekonomian dan keuangan sebagai

berikut :

1) Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor,

sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk

merangsang petani agar menanam tanaman ekspor yang paling

m,enguntungkan.

2) monopoli atas garam untuk wilayah Indonesia,

3) penghapusan hasil pajak bumi dan sistem penyerahan wajib

yang sudah diterapakan sejak zaman VOC

4) menetapakan sewa tanah

5) pemungutan pajak yang dilakukan per desa.(sejarah SMA kelas

XI semester II, YUDISTIRA)

kebijakan dalam bidang hukum

1) court of justice , terdapat pada setiap residen

2) court of request, terdapat pada setiap devisi

3) police of magistrate (sejarah SMA kelas XI semester II,

YUDISTIRA)

kebijakan dalam bidang sosial

1) penghapusan kerja rodi

2) penghapusan perbudakan

3) peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat

kejam dengan melawan harimau (sejarah SMA kelas XI semester

II, YUDISTIRA)

kebijakan bidang ilmu pengetahuan

1) ditulisnya buku History of Java

2) memberikan bantuan kepada John Crawfurd (residen

Yogyakarta)untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan

dsebuah buku berjudul History of the East Indian

Archipelago, diterbitkan dalam tiga jilid diEidenburg pada

athun 1820

3) Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootscahp, sebuah

perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

4) Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi

5) Dirntisnya kebun raya bogor(sejarah SMA semester II ,

YUDISTIRA)

Raffles ingin mengurangi atau bahkan menghapuskan kekuatan –

kekuatan raja raja di Indonesia .akibatnya hubungan Raffles

dengan raja raja di Indonesia menjadi kurang baik.Raja – raja

yang ditekan Raffles yaitu Kesultanan Banten dan Cirebon,Sultan

Badarudin dari Palembang,Sultan Agung Dari Jogjakarta,dan Sultan

Paku Buwono IV dari Solo.

Akibat perang yang terjadi di Eropa,Inggris menyerahkan

kembali kekuasaannya kepada Belanda.waktu itu pemerintahan

Inggris di Indonesia dipimpin oleh John Fendall (Maret 1816-

Agusutus 1816). (Sumber IPS 2 Jawa Tengah hal 185-186 Tim

Penyusun Intan Pariwara)

Dalam pelaksanaan system sewa pajak mengandung tiga aspek

yaitu :

1. Penyelenggaraan suatu system pemerintahan atas dasar –

dasar modern adalah penggantian pemerintahan –

pemerintahan tidak langsung yang dahulu yang

diselenggarakan melalui raja – raja dan kepala – kepala

tradisional dengan suatupemerintah yang langsung,

2. aspek yang kedua yaitu pelaksanaan pemungutan sewa tanah.

Selama zaman VOC “ pajak “ berupa beras yang harus di

bayar oleh rakyat Jawa kepada VOCdi tetapkan secara

kolektif untuk seluruh desa. Dalam mengatur pungutan

wajib ini, kepala desa diberikan kebebasan penuh untuk

menetapkan jumlah – jumlah yang harus dibayar oleh

seorang petani. Tindakan sewenang – wenang ini sering

merugikan rakyat. Sebagi seorang liberal Raffles

menentang kebiasaan ini. Maka dari itulah dia menetapkan

pajak perseorangan . peraturan mengenai penetapan pajak

berupa pajak tanah yang harus dibayar oleh perorangan dan

bukan lagi oleh desa. Dan daerah yang terdahulu mendapat

peraturan ini yaitu Banten pada tahun 1814.

3. Dari system sewa tanah adalah promosi penanaman tanaman –

tanaman perdagangan untuk ekspor. ( Sumber : Marwati

Djoened Poesponegoro : 89 – 91, Sejarah Nasional

Indonesia VI )

2.3 Dampak yang Terjadi dengan Adanya Sistem Sewa Tanah

Pengalaman – pengalaman yang diperoleh selama masa system

sewa tanah berlaku, baik selama pemerintahan sementara Inggris di

bawah Raffles menunjukkan bahwa usaha mengesampingkan para bupati

dan kepala – kepala desa tidak berhasil. Mau tidak mau system

feudal yang berlaku di masyarakat tradisional Jawa khususnya

gengsi sosialyang dimiliki para bupatidan kepala – kepala desa

perlu di mobilisasi lagi oleh pemerintah kolonial jika mereka

jika mereka mau mencapai tujuan mereka untuk mendorongpenduduk

menanam tanaman perdagangan yang diinginkan. Oleh karena itu

gambaran yang diperoleh mengenai pelaksanaan system tanah itu

tidak merata (uneven). Kadang – kadang di beberapa tempat memeng

terdapat penanaman secara bebas, akan tetapi lebih sering lagi

penanaman bebas ini hanya bersifat formalitas.

System sewa tanah memang mengekibatkan lebih meresapnya

pengaruh politik maupun pengaruh politik maupun pengaruh social

sampai batas tertentuke dalam masyarakat Jawa, terutama oleh

karena usaha mengesampingkan para bupati untuk langsung

berhubungan dengan para petani sendiri. Namun kita melihat bahwa

hal ini tidak sepenuhnya berhasil dan bahwa dalam berbagai hal

ikatan – ikatan tradisional masih perlu di faedahkan.

Di tijau dari tujuan untuk meningkatkan tingkat kemakmuran

penduduk di Jawa dan meransang produksi tanaman dagangan, system

sewa tanah telah ditemui mengalami kegagalan. Usaha untuk

menghapus struktur masyarakat yang tradisional dan memberikan

kepastian hokum kepada masyarakat pun tidak berhasil. Kesalahan

Raffles mungkin terlalu melebih – lebihkan persamana – persamaan

yang mungkin menurut ia terdapatanatar India dan Jawa, akan

tetapi sebenarnya terdapat perbedaan yang besar dalam susunan

masyarakat maupun dalam tingkat perkembangan ekonominya.pad

ummnya dpat dikatakan bahwa system ekonomi India lebih maju atau

tinggi dibandingkan dengan Jawa. India sejak abad ke – 16 ,sudah

mengenal system uang ( money economy ). Demikian pula di daerah

India terdapat lalulintas perdagangan yang ramai, menunjukkan

bahwa desa – desa di India bukanlah merupak desa yang hanya dpat

mencukupi kebutuhan mereka sendiri. Sedangkan Jawa sendiri pada

abad ke – 19 baru menunjukkan ekonomi yang menyeluruh. Desa –

desa yang pada umumnya hanya memenuhi kebeutuhan sendiritanpa

banyak mengadakan perdagangan apalagi perdangan eksport. Jawa

pada abad ke -19 hanay mengesport beras dalam jumlah yang

terbatas dan beberapa barang lainnya yang tidak begitu berarti,

yang kebanyakan dieksport ke Kepulauan Maluku. ( Sumber :

Marwati Djoened Poesponegoro : 89 – 91, Sejarah Nasional

Indonesia VI )

Akibatnya dari system sewa tanah ini sendiri yaitu berdampak

besar bagi rumah tngga. Pada tahun 1815 sejumlah rumah tngga

tidak mempunyai tanah. Mereka adalah petani bagi hasil tau

penyewa anah dari para tuan tanah. Akan tetapi dalam rangka

instruksi tahun 1814, setiap penggarap, apapun status tanahnya

yang digarap, dapat didaftarkan sebagai “penyewa” dari

pemerintah. Jadi pada waktu system ini berlaku, banyak sekali

orang yang menjadi seorang “ penyewa”. Lantaran terbatasnya orang

yang dimiliki Raffles untuk bekerja demi kepentingannya, jadi

yang bias terjadi bahwa beberapa pengumpul pajak yang mempunyai

beban terlalu berat dan terganggu mengatakan kepada para

penggarap yang telah dikumpulkan di setiap desa bahwa mulai saat

itu mereka semua adalah tuan tanahgarapan yang sama, dan dengan

demikian dalam kenyataannya memperkenalkan system pemilikan

bersama. Dan akhirnya system yang berlaku ini gagal, dan kemudian

di ganti dengan Sistem Tanam Paksa. ( Sumber : Peter

Boommgaard : 84, Anak Jajahan Belanda )

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Walaupun dapat dikatakan bahwa setiap kabupaten, ditrik,

atau bahkan desa memiliki panduan khususnya sendiri dalam soal

pengaturan pemilikan tanah. Dengan adanya system yang

diberlakukan oleh Raffles yaitu system sewa pajak, maka disinilah

bterdapat banyak orang yang tidak memiliki tanah, mereka bersifat

hanya menyewa saja yang dpat di katakana sebagai tuan tanah.

Dimana disini mereka harus membayar pajak tanah setiap tahunnya.

Dan setiap tahun itu jga mereka mendapatkan upah yaitu upah

sebagai tenaga kuli bagi tuan tanah itu sendiri. Tersedianya

tanah pun bias memudahkan digantikannya upah menjadi beras dengan

tanah. Disini mungkin Raffles menetapkan system ini, tujuannya

utuk menghilangkan system tradisional ( feudal ) di desa – desa

atau wilayah tertentu, akan tetapi system ini sendiri akhirnya

mengalami kegagalan, dimana di wilayah itu sendiri masih erat

sekali kaitannya dengan system taradisional (feudal), dan hingga

akhirnya system ini bergabti menjadi Sistem Tanam Paksa.

DAFTAR PUSTAKA

1) Poesponegoro,Marwati Djoened,Sejarah Nasional Indonesia

IV,Jakarta : Balai Pustaka,1993

2) Ricklefs,M.C,Sejarah Indonesia Modern,Yogyakarta:Gadjah Mada

University Press,1991

3) Boomgard,Peter,Anak Jajahan Belanda Sejarah social dan

Ekonomi Jawa 1795-1880.Jakarta:PT Penerbit Indonesia

4) Kartodirdjo,Sartono,Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-

1900 dari emporium sampai imporium.Jakarta :PT GRAMEDIA

JAKARTA,1988

SISTEM LANDRENTE OLEH RAFFLES DI TANAH JAWA

KELOMPOK: 2

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Abad XVIII-XIX

Dosen pengampu :

Dra.C.Santi Muji Utami,M.Hum

196505241990022001

Disusun oleh:

Fitria Indriyani (3101411025)

Dicki Arif(3101411078)

Meila Endriana(3101411096)

Gita Puspitasari(3101411103)

Khoirul Afif (3101411125)

Eko Sutarman(3101411142)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2012