SINERGITAS LEMBAGA SOSIAL DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

21
SINERGITAS LEMBAGA-LEMBAGA SOSIAL DALAM PENGOPTIMALAN PEMBELAJARAN (ARTIKEL) ABSTRAK Sejarah mencatat pemerintah Indonesia sudah beberapa kali mengubah kurikulum pendidikan nasional, mulai dari kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, serta 2006 dan Kurikulum 2013. Dan Hasilnya? Iya pertumbuhan memang ada dan cukup terasa, namun tetap saja dunia pendidikan dihadapkan dengan masalah yang terkesan itu-itu saja. Masalah keabsahan kurikulum, pemeratan pendidikan, kesejahteraan gaji guru, bahkan pendidikan yang di politisasi. Solusinya? Kemajemukan dalam memandang pendidikan sebagai hak semua warga Negara dan memandang pendidikan adalah cerminan masa depan sebuah bangsa sangatlah dibutuhkan. Dalam lingkup kelas misalnya, yang dimaksud pembelajaran integrative (dalam K-13) itu adalah integrasi antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya, dan integrasi moral spiritual beserta etika terhadap bidang pelajaran lainnya sehingga tercipta peserta didik yang berintegritas utuh sebagai manusia dan warga negara yang baik. Dalam lingkup pendidikan nasional tidak hanya seputar persekolahan formal yang bertaggung jawab mendidik seluruh anak atau warga Negara, tapi ada beberapa lembaga lain yang ikut serta membantu dan sangat bertanggungjawab pula dalam sinergitas pembangunan pendidikan. Hemat saya, dalam trias politika, tiga lembaga tinggi Negara yaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga yudikatif adalah tiga lembaga terpisah tetapi wajib bersinergi satu sama lain. Setiap lembaga memiliki fungsi dan peran tersendiri, memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, tetapi wajib bersinergi agar roda pemerintahan berputar.

Transcript of SINERGITAS LEMBAGA SOSIAL DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN

SINERGITAS LEMBAGA-LEMBAGA SOSIAL DALAM

PENGOPTIMALAN PEMBELAJARAN

(ARTIKEL)

ABSTRAK

Sejarah mencatat pemerintah Indonesia sudah beberapa kalimengubah kurikulum pendidikan nasional, mulai dari kurikulum1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, serta 2006 danKurikulum 2013. Dan Hasilnya? Iya pertumbuhan memang ada dancukup terasa, namun tetap saja dunia pendidikan dihadapkan denganmasalah yang terkesan itu-itu saja. Masalah keabsahan kurikulum,pemeratan pendidikan, kesejahteraan gaji guru, bahkan pendidikanyang di politisasi. Solusinya? Kemajemukan dalam memandangpendidikan sebagai hak semua warga Negara dan memandangpendidikan adalah cerminan masa depan sebuah bangsa sangatlahdibutuhkan. Dalam lingkup kelas misalnya, yang dimaksudpembelajaran integrative (dalam K-13) itu adalah integrasi antarasatu pelajaran dengan pelajaran lainnya, dan integrasi moralspiritual beserta etika terhadap bidang pelajaran lainnyasehingga tercipta peserta didik yang berintegritas utuh sebagaimanusia dan warga negara yang baik. Dalam lingkup pendidikannasional tidak hanya seputar persekolahan formal yang bertaggungjawab mendidik seluruh anak atau warga Negara, tapi ada beberapalembaga lain yang ikut serta membantu dan sangat bertanggungjawabpula dalam sinergitas pembangunan pendidikan.

Hemat saya, dalam trias politika, tiga lembaga tinggi Negarayaitu lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembagayudikatif adalah tiga lembaga terpisah tetapi wajib bersinergisatu sama lain. Setiap lembaga memiliki fungsi dan perantersendiri, memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing,tetapi wajib bersinergi agar roda pemerintahan berputar.

Bagaimana jika pada pendidikan kita terapkan hal yang tersebut?.Sistem seperti apakah yang ideal guna menjalankan model sepertiitu?.

Pertama, lembaga yang dimaksud yaitu Lembaga keluarga.Lembaga keluarga menjadi lembaga yang bertanggungjawab terhadappertumbuhan moral, etika, karakter, dan ketaqwaan dan keimanansiswa. Yang kedua, Lembaga Masyarakat (Lingkungan hidup), menjadilembaga yang menumbuhkan jiwa toleran, rasa saling menghargai,daya juang, rasa rela berkorban. Yang Ke tiga Lembaga Sekolah,menjadi lembaga yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhanpengetahuan, keterampilan, penguasaan sains dan bahasa, dayapikir kritis, kerja sama tim. Meski tidak mungkin terpisah olehgaris pembatas yang tajam, tetapi ketiga lembaga itu berbagiperan yang jelas dan tegas, walau beririsan. Dan lagi-lagi satulembaga lagi yang paling urgent dan dirasa palingbertanggungjawab sebagai koordinator ketiga unsur sebelumnyayaitu lembaga pemerintahan. Pemerintah berpengaruh lewatkebijakan yang dibuatnya. Sistem pemerintahan yang memandangkeseluruhan unsur pendidik dan mengembangkannya sertamembangunnya lewat kebijakan itulah solusi konkrit daripermasalahan yang kompleks pendidikan nasional.

PEMBAHASAN

Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses

belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan

belajar dan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.

Aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut memakan waktu. Lama

waktu mempelajari juga tergantung pada jenis dan sifat bahan.

Lama waktu mempelajari juga tergantung pada kemampuan siswa. Jika

bahan belajarnya sukar dan siswa kurang mampu, maka dapat diduga

bahwa proses belajar memakan waktu lama. Sebaliknya, jika bahan

belajar mudah dan siswa berkemampuan tinggi, maka proses belajar

memakan waktu singkat.

Pada kegiatan belajar dan mengajar di sekolah ditemukan dua

subjek, yaitu siswa dan guru. Proses belajar sesuatu dialami oleh

siswa dan aktivitas belajar sesuatu dapat diamati oleh guru.

Dalam proses belajar, ditemukan tiga tahap penting yaitu :

1. Sebelum belajar yaitu mencakup ciri khas pribadi, minat,

kecakapan, pengalaman, dan keinginan belajar.

2. Proses belajar, yaitu suatu kegiatan yang dialami dan dihayati

oleh siswa sendiri. Kegiatan atau proses belajar ini

terpengaruh oleh sikap, motivasi, konsentrasi, mengolah,

menyimpan, menggali, dan unjuk berprestasi.

3. Sesudah belajar merupakan tahap untuk prestasi hasil belajar.

Secara wajar, diharapkan agar hasil belajar menjadi lebih baik

bila dibandingkan dengan keadaan sebelum belajar.

Dalam usaha pembelajaran siswa, maka guru melakukan

pengorganisasian belajar, penyajian bahan belajar dengan

pendekatan pembelajaran tertentu, dan melakukan evaluasi belajar.

Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang

menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak

belajar, siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Faktor

intern yang dialami dan dihayati oleh siswa berpengaruh pada

proses belajar sebagai berikut :

1. Sikap terhadap belajar

Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang

sesuatu. Siswa memperoleh kesempatan belajar. Meskipun

demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan

kesempatan belajar tersebut. Sebagai ilustrasi, seorang siswa

yang tidak lulus ujian matematika menolak ikut ulangan di kelas

lain. Akibat penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan

belajar tersebut akan berpengaruh pada perkembangan kepribadian

siswa.

2. Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong

terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa

dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi akan melemahkan kegiatan

belajar sehingga mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh

karena itu, agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat,

pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.

3. Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian

pada pelajaran yang tertuju pada isi bahan belajar maupun

proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada

pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi

belajar mengajar dan memperhitungkan waktu belajar serta

selingan istirahat. Dalam pengajaran, kekuatan perhatian siswa

selama tiga puluh menit telah menurun. Sehingga guru disarankan

agar memberikan istirahat selingan selama beberapa menit.

Dengan selingan istirahat tersebut, prestasi belajar siswa akan

meningkat kembali.

4. Mengolah Bahan Belajar

Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk

menerima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi

bermakna bagi siswa. Kemampuan menerima isi dan cara

pemerolehan tersebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai

mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan belajar menjadi

makin baik bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru,

pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan keterampilan

proses, inkuiri, ataupun laboratori.

5. Menyimpan Perolehan Hasil Belajar

Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan

menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan

menyimpan pesan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek

maupun lama. Dalam waktu pendek, berarti hasil belajar cepat

dilupakan. Sementara, dalam waktu lama berarti hasil belajar

tetap dimiliki siswa. Pemilikan itu dalam waktu bertahun-tahun,

bahkan sepanjang hayat.

Proses belajar terdiri dari proses pemasukan, proses

pengolahan kembali dan hasil, serta proses penggunaan kembali.

Dalam kehidupan sebenarnya tidak berarti bahwa semua proses

tersebut berjalan lancar. Ada siswa yang mengalami kesukaran

dalam proses penyimpanan, dan sebagainya. Akibatnya, proses

penggunaan hasil belajar akan terganggu dan kurang baik.

6. Menggali Hasil Belajar yang Tersimpan

Menggali hasil belajar tersimpan merupakan proses

mengaktifkan pesan yang telah terterima. Dalam hal pesan baru,

maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari

kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama.

Ada kalanya siswa juga mengalami gangguan dalam menggali

pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut dapat bersumber dari

kesukaran penerimaan, pengolahan, dan penyimpanan. Jika siswa

tidak berlatih sungguh-sungguh, maka siswa tidak

berketerampilan dengan baik.

7. Kemampuan Berprestasi atau Unjuk Hasil Belajar

Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan

suatu puncak proses belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah

mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil

belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa

ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik.

Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh proses-proses

penerimaan, pengaktifan, pra pengolahan, pengolahan,

penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan

pengalaman. Bila proses-proses tersebut tidak baik, maka siswa

dapat berprestasi kurang atau gagal berprestasi.

Dalam belajar ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan

peristiwa biasa meskipun demikian dapat dikurangi. Pesan yang

dilupakan belum tentu hilang dari ingatan. Kadang kala siswa

memerlukan waktu untuk membangkitkan kembali pesan yang

terlupakan. Dengan berbagai pancingan dalam waktu tertentu,

pesan terlupakan dapat diingat kembali. Bila pesan tersebut

sudah dibangkitkan maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi

belajar maupun transfer belajar.

8. Rasa Percaya Diri Siswa

Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri

bertindak dan berhasil. Dalam proses belajar diketahui bahwa

unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diri yang

diakui oleh guru dan teman sejawat siswa. Makin sering siswa

berhasil mengerjakan tugas, maka rasa percaya diri semakin

kuat. Begitu pun sebaliknya, kegagalan yang berulang kali dapat

menimbulkan rasa tidak percaya diri dan siswa akan takut

belajar.

Guru harus mendorong keberanian siswa terus menerus,

memberikan bermacam-macam penguat, dan memberikan pengakuan dan

kepercayaan bila siswa telah berhasil. Sebagai ilustrasi, siswa

yang gagal ujian bahasa Inggris, bila dimotivasi terus akhirnya

akan berhasil lulus. Bahkan bila kepercayaan dirinya timbul, ia

dapat lulus pada saat ujian akhir dengan nilai baik pada mata

pelajaran bahasa Inggris.

9. Intelegensi dan Keberhasilan Belajar

Intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman

kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara

baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Intelegensi

dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar.

Di Indonesia, ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil

belajar yang rendah. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor

seperti :

1) Kurangnya fasilitas belajar di sekolah dan rumah di berbagai

pelosok.

2) Siswa makin dihadapkan oleh berbagai pilihan dan mereka

merasa ragu dan takut gagal.

3) Kurangnya dorongan mental dari orang tua karena orang tua

tidak memahami apa yang dipelajari oleh anaknya di sekolah.

4) Keadaan gizi yang rendah sehingga siswa tidak mampu belajar

yang lebih baik.

Dengan perolehan hasil belajar rendah yang disebabkan oleh

intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar,

berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Oleh

karena itu, siswa didorong untuk belajar di bidang-bidang

keterampilan sebagai bekal hidup.

10. Kebiasaan Belajar

Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar

yang kurang baik seperti: belajar pada akhir semester, belajar

tidak teratur, menyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya

untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya

jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan bergaya

minta belas kasihan tanpa belajar.

Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh

ketidakmengertian siswa pada arti belajar bagi diri sendiri.

Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin

membelajarkan siswa dan pembinaan petunjuk tokoh teladan yang

dapat menyadarkan siswa tentang pentingnya belajar. Pemberian

penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan

kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.

11. Cita-Cita Siswa

Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikkan.

Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar.

Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa.

Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal

dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke

hal yang semakin sulit. Dalam mengaitkan pemilikan cita-cita

dengan kemampuan berprestasi, maka siswa diharapkan berani

bereksplorasi sesuai dengan kemampuan dirinya sendiri.

Lingkungan merupakan salah satu pendorong proses belajar

siswa. Aktivitas belajar dapat meningkat apabila program

pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai

rakayasa pendidikan guru di sekolah merupakan faktor ekstern

belajar. Ditinjau dari segi siswa, ditemuka beberapa faktor

ekstern yang berpengaruh pada aktivitas belajar, diantaranya :

1. Guru sebagai Pembina Siswa Belajar

Guru adalah pengajar yang mendidik. Sebagai pendidik, guru

memusatkan perhatian pada kepribadian siswa, khusunya mengenai

kebangkitan belajar yang merupakan wujud emansipasi diri siswa.

Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelolah kegiatan

belajar siswa di sekolah. Guru yang mengajar siswa adalah

seorang pribadi yang mengembangkan diri menjadi pribadi utuh,

dan menyandang profesi guru bidang studi tertentu. Guru

menumbuhkan diri secara profesional, bekerja dan bertugas

mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Hal-hal yang

dipelajari oleh setiap guru, adalah:

a. Memiliki integritas moral kepribadian

b. Memiliki integritas intelektual berorientasi kebenaran

c. Memiliki integritas religius dalam kontaks pergaulan dalam

masyarakat majemuk

d. Mempertinggi mutu keahlian bidang studi sesuai dengan

kemampuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

e. Memehami, menghayati, dan mengamalkan etika profesi guru

f. Bergabung dengan asosiasi perofesi

g. Mengakui dan menghormati martabat siswa sebagai klien guru

Adapun tugas pengelolaan pembelajaran siswa, meliputi :

a. Membangun hubungan baik dengan siswa

b. Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat motivasi

belajar

c. Mengorganisasi belajar

d. Melaksanakan pendekatan pembelajaran secara tepat

e. Mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan objektif

f. Melaporkan hasil belajar siswa pada orang tuanya guna

orientasi masa depan siswa

2. Prasarana dan Sarana Pembelajaran

Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi

pembelajaran yang baik. Apabila prasarana dan sarana

pembelajaran ini dikelolah dengan baik, maka dapat tercipta

proses belajar yang hasilnya baik pula. Prasarana pembelajaran

meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olahraga,

gedung ibadah, ruang kesenian dan peralatan olahraga. Sedangkan

sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat

dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media

pengajaran yang lain. Prasarana dan sarana proses belajar

adalah barang yang dibeli untuk mempermudah siswa belajar

sehingga menuntut guru dan siswa dalam menggunakannya. Dengan

adanya peran siswa diharapkan dapat mengatasi masalah kebiasaan

menggunakan prasarana dan sarana yang kurang baik.

Adapun peran siswa terhadap prasarana dan sarana

pembelajaran, yakni :

a. Ikut serta memelihara dan mengatur prasarana dan sarana

secara baik.

b. Ikut serta dan berperan aktif dalam pemanfaatan prasarana

dan sarana secara tepat guna.

c. Menghormati sekolah sebagai pusat pembelajaran dalam rangka

pencerdasan kehidupan generasi muda bangsa.

d. Adapun peran guru terhadap prasarana dan sarana

pembelajaran, yakni :

e. Memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan suasana

belajar yang menggembirakan.

f. Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang

berorientasi pada keberhasilan siswa belajar.

g. Mengorganisasi belajar siswa sesuai dengan prasarana dan

sarana secara tepat guna.

3. Kebijakan Penilaian

Hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa merupakan puncak

dari suatu proses belajar yang ditandai dengan adanya

penilaian, yakni sesuatu dipandang berharga, bermutu dan

bernilai. Penilaian hasil belajar ditentukan oleh guru sebagai

pemegang kunci pembelajaran. Guru menyusun desain menyusun

desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai

hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari proses

belajar, atau hasil pembelajaran yang terkait dengan bahan

pelajaran. Siswa merupakan pelaku aktif dalam belajar,

sedangkan guru merupakan pelaku aktif pembelajaran.

Hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi.

Dasi sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan

mental yang terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif,

dan psikomotorik siswa. Secara menyeluruh proses belajar

berjalan dalam waktu beberapa tahun sesuai dengan jenjang

sekolah. Kumpulan hasil penggal-penggal tahap belajar tersebut

merupakan hasil belajar sebagai tingkat perkembangan mental

siswa secara utuh. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat

terselesaikannya bahan pelajaran terkait dengan tujuan penggal-

penggal tujuan pengajaran. Peran guru menilai hasil belajar

berorientasi pada ukuran-ukuran pada tingkat yang lebih

tinggi, yaitu tingkat sekolah, wilayah, dan tingkat nasional.

Dengan ukuran tersebut siswa dapat digolongkan lulus dan tidak

lulus. Dari segi proses belajar, keputusan tentang hasil

belajar berpengaruh pada tindak siswa dan tindak guru, yang

merupakan umpan balik bagi siswa dan guru.

4. Masyarakat (Lingkungan Sosial) Siswa di Sekolah

Siswa-siswa di sekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan,

yang dikenal dengan lingkungan sosial siswa. Tiap siswa dalam

lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung

jawab sosial tertentu. Selain itu, tiap siswa dalam lingkungan

sosial di sekolah memiliki peran dan kedudukan yang diakui oleh

sesamanya. Adapun pengaruh lingkungan sosial tersebut, berupa :

a. Pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa,

yang dapat memperkuat dan melemahkan konsentrasi belajar.

b. Lingkungan sosial terwujud dalam suasana akrab, gembira,

rukun dan damai; serta sebaliknya terwujud dalam suasana

perselisihan, bersaing, dan saling menyalahkan. Suasana

kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses

belajar siswa.

c. Lingkungan sosial siswa di sekolah atau di kelas dapat

berpengaruh pada semangat belajar kelas.

Begitupun dengan guru, tiap guru akan disikapi secara

tertentu oleh lingkungan sosial siswa. Sikap positif dan

negatif terhadap guru tergantung pada kewibawaan guru.

5. Kurikulum Sekolah

Program pembelajaran di sekolah didasarkan pada suatu

kurikulum. Kurikulum yang diberlakukan sekolah adalah kurikulum

nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau kurikulum yang

disahkan oleh suatu yayasan pendidikan. Kurikulum sekolah

berisi tujuan pendidikan, isi pendidikan, kegiatan belajar-

mengajar, dan evaluasi. Program pembelajaran di sekolah sesuai

dengan sistem pendidikan nasional, dimana guru menyusun desain

instruksional untuk membelajarkan siswa berdasarkan kurikulum

yang berlaku. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan

masyarakat, yakni suatu rencana pembangunan lima tahunan yang

diberlakukan oleh pemerintah.

Perubahan kurikulum disekolah dapat menimbulkan masalah,

diantaranya :

a. Tujuan yang akan dicapai mungkin berubah

b. Isi pendidikan berubah

c. Kegiatan belajar mengajar berubah

d. Evaluasi berubah

Perubahan kurikulum sekolah tidak hanya menimbulkan masalah

bagi guru dan siswa, tetapi juga petugas pendidikan dan orang

tua siswa. Guru perlu mengadakan perubahan pembelajaran,

sedangkan siswa perlu mempelajari cara-cara belajar, buku

pelajaran dan sumber belajar yang baru. Begitupun dengan

petugas pendidikan, ia perlu mempelajari tata kerja pada

kurikulum baru. Sedangkan bagi orang tua, mereka perlu

mempelajari maksud, tata kerja, teknik belajar, peran guru, dan

peran siswa dalam belajar pada kurikulum baru.

6. Peran Lembaga Keluarga

Pola asuh dan Pendidikan Anak merupakan dasar yang sangat

penting dalam mengembangkan kecerdasan. Jika dihitung sampai

usia 8 tahun, maka terdapat beberapa tahap perkembangan yang

harus dilalui oleh seorang anak. Beberapa Kemampuan mulai

digunakan untuk menyesuaikan diri dengan dunia sosialnya.  Jika

seseorang anak mampu menjalankan tugas perkembangannya maka

selanjutnya akan mematangkan kepribadiannya, Disinilah peran

dan tanggung jawab orang tua sangat dibutuhkan dalam memberikan

pendidikan disiplin dalam keluarga.

Pada dasarnya manusia itu mempunyai potensi yang positif

untuk berkembang tetapi apakah potensi itu akan

teraktualisasikan atau tidak sangat ditentukan oleh pendidikan

dalam  keluarga, pola asuh anak dimana Masa anak relatif

pendek, tetapi sarat dengan proses pertumbuhan dan

perkembangan, sehingga anak menempati posisi penting dalam

siklus kehidupan manusia dan tersirat bahwa perlindungan

terhadap tumbuh kembang anak yang merupakan sarana untuk

menyiapkan generasi mendatang yang lebih tangguh merupakan

tanggungjawab yang relatif cukup besar dalam satu keluarga.

Kekokohan pondasi mental dan kejiwaan pada fase awal akan

menjadi filter dalam menghadapi berbagai persoalan hidupnya di

kemudian hari rumah tangga adalah asal mula di mana benih-benih

sopan santun ditanam dan ditumbuh-kembangkan di mana anak-anak

bukan saja belajar tata cara, tapi juga nilai-nilai utama dan

etika di sinilah surga di mana anak-anak belajar kebaikan,

toleransi dan sikap menghargai mereka belajar berbagi dan

menghargai ruang pribadi masing-masing anggota keluarga

menerapkan landasan semua etiket sosial yang mereka perlu bawa

sepanjang hidup mereka keluarga dituntut berperan dan berfungsi

untuk mencapai suatu masyarakat sejahtera seorang ibu dituntut

untuk lebih manjaga anak-anaknya agar tidak terseret dalam

pergaulan yang salah.

Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling awal dikenal

dan dekat dengan anak, maka peranannya dalam pendidikan dan

proses pembentukan pribadi tampak dominan. Tumbuh dan

berkembangnya aspek manusia baik fisik, psikis atau mental,

sosial dan spiritual, yang akan menentukan bagi keberhasilan

bagi kehidupannya, sangat ditentukan oleh lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga yang kondusif sangat menentukan

optimalisasi perkembangan pribadi, moral, kemampuan

bersosialisasi, penyesuaian diri, kecerdasan, kreativitas juga

peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan

kesempurnaan dalam ukuran kemanusiaan. Dalam mengembangkan pola

asuh anak untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas

diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak secara tepat

sesuai dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak

mempunyai ciri individual yang berbeda satu dengan yang lain.

Keluarga sebagai lembaga terkecil di dalam masyarakat

diharapkan mampu menyiapkan mental anak dalam menghadapi

hidupnya pada masa mendatang. Apabila didikan pola asuh anak

dalam keluarga baik dan terarah, maka kelak anak akan tumbuh

dewasa sebagai manusia yang baik dan bermanfaat bagi

masyarakat. Untuk mempersiapkan generasi yang baik tersebut

tidaklah mudah.Orangtua sebagai pendidik di lingkup keluarga

harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan emosional anak

dan juga harus mengetahui kewajibannya dalam mendidik anak.

Keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan

pola asuh anak, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua

kepada anaknya juga menentukan keberhasilan pendidikan karakter

anak di rumah. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan

berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.

Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat

pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena

itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa pola asuh

sangat tergantung pada pendidikan pola asuh anak-anak mereka

dalam keluarga.

7. Peran Lembaga Pemerintah (Negara)

Peran negara dalam dunia pendidikan dilaksanakan oleh

pemerintah didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD).

Dalam UUD 1945 hasil amandemen Pasal 31 ayat 1- 4 disebutkan

bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2)

Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah wajib

menguasahakan dan menyelanggarakan satu sistem pendidikan

nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

dengan undang-undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran

pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran

pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan

dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan nasional.

Isi dari pasal ini adalah pengembangan dari UUD 1945 awal

yang hanya terdiri dari dua pasal. Hasil amandemen

mengamanatkan untuk pemerintah agar menyelenggarakan pendidikan

yang berkarakter (akhlak mulia) lengkap dengan pembiayaannya,

yaitu 20 APBN dan 20 APBD (I dan II). Nampaknya, pasal tentang

pendidikan ini muncul terkait dengan kejadian pada masa

penjajahan yang mengalami diskriminasi dal;am pendidkan. Anak-

anak pribumi saat itu sangat sulit mengakses pendidikan

sebagaimana kaum priyayi dan warga Belanda. Kemudian direspon

dengan bunyi pasal tentang hak warga negara yang tanpa

diskriminasi.

Pemerintah juga mengucurkan bantuan Operasional Sekolah

(BOS) untuk SD, SMP, dan mulai tahun ini (2013) kepada SMA. BOS

ini diberikan kepada semua lembaga pendidikan baik negeri

maupun swasta. Untuk kasus di pesantren, pemerintah memberikan

BOS di pesantren yang menyelenggarakan wajardikdas ula, wustho,

paket C. Bantuan di luar itu masih bersifat insidental. Bisa

jadi dikarenakan standardisasi pesantren yang dianggap sulit

oleh pemerintah. Pada wilayah sertfikasi, antrian giliran guru

di bawah kemenag untuk mendapatkan tunjangan sertifkasi relatif

lebih cepat dibanding dengan guru di bawah kemendikbud. Ini

disebabkan ‘antrian’ di masing-masing kementerian yang tidak

sama. Antrian di kemenag lebih pendek dibanding di kemendikbud.

Peran pemerintah sangat penting dalam dunia pendidikan.

Pemerintah menata pendidikan menuju otonomi daerah dengan cara

menata profesionalisme guru, permasalahan profesionalisme guru,

memperbaiki kualitas dan gaji guru, perbaikan fasilitas

pendidikan serta membangun siswa yang berkualitas.

a. Menata profesionalisme guru.

Pengembangan sumber daya manusia saat ini sedang

digiatkan oleh berbagai pihak, baik lembaga-lembaga non

pemerintahan maupun masyarakat luas. Tentu, ketika

membicarakan SDM tidak bias dipisahkan dari tenaga-tenaga

yang menghasilkan SDM itu sendiri yakni guru.

b. Permasalahan profesionalisme guru.

Citra profesi guru masih tersisih dibandingkan profesi lain

seperti dokter, insinyur, pegawai swasta. Karena gaji guru

paling rendah dibandingkan gaji profesi lainnya. Permasalahan

rendahnya gaji guru dan berbagai persoalan yang membuntutinya

dipastikan berakibat pada lamban dan tidak profesionalnya

kinerja guru. Banyak saja guru yang pagi hari mengajar sore

atau malam hari dilakukan untuk kerja sampingan.

Profesionalisme guru yang demikian akan berdampak negative

kepada suasana proses belajar mengajar yang tidak kondusif.

Padahal peran guru sangat berperan serta dalam mempersiapkan

sumber daya manusia (SDM) untuk masa depan Indonesia.

c. Memperbaiki kualitas dan gaji guru

Citra profesi guru haruslah diperbaiki, guru harus mampu

mengembangkan SDM karena guru sebagai seseorang yang digugu dan

ditiru, didengar dan dicontoh. Guru harus mempunyai keleluasan

untuk memberikan materi yang akan diberikan harus sesuai dengan

kemampuan peserta didik dan tuntutan masyarakat. Guru juga

harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang interaktif

dan hiduf. Bukan proses pembelajaran yang mencekam. Agar mampu

menunjang penguasaan iptek perlu ditanamkan kebiasaan mencari

dan menggali informasi pada para peserta didik. Penataan system

menejemen guru yang paling substansial adalah berkaitan dengan

pembinaan karir professional guru dan perbaikan system imbalan

atau kesejahteraan. Sebagai seorang yang professional, guru dan

tenaga kependidikan lainnya harus dijamin kesejahteraan

hidupnya dengan cara memperbaiki system imbalan dan pengaturan

pemenuhan kebutuhan lainnya sampai tingkat kecukupan yang

wajar. Dengan demikian diharapkan para guru dapat mengabdikan

diri secara penuh kepada pelayanan pendidikan.

d. Perbaikan fasilitas pendidikan

Sarana fisik sekolah seperti yang kita ketahui bersama

banyak sekolah dasar khususnya dipelosok-pelosok yang tidak

terurus dan tidak tertata serta tidak memiliki sarana yang

memadai. Padahal sekolah merupakan tempat untuk menimba ilmu

guna menghadapi masa depan. Sekolah juga dipercaya sebagai

dasar yang baik bagi pengembangan manusia. Pemerintah

memperhatikan fasilitas pendidikan seperti rehabilitasi gedung-

gedung sekolah yang rusak dan pembangunan gedung baru yang

permanen. Begitu juga ruang belajar dibuat agar anak didik bisa

merasa nyaman dalam belajar.

e. Membangun siswa yang berkualitas

Pemberdayaan peserta didik diarahkan dalam rangka melahirkan

siswa ideal yakni siswa yang kreatif, inovatif dan mandiri.

Beasiswa pendidikan ini hendaknya diprioritaskan kepada para

siswa ekonomi lemah (miskin) namun berpotensi dan cerdas.

Beasiswa pendidikan juga bermakna pemerataan dan perluasan

kesempatan belajar karena masih banyak resistensi sebagian

masyarakat untuk memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga

pendidikan dasar karena alas an ekonomi, belum semua masyarakat

mendapat layanan pendidikan dasar secara optimal, khususnya di

daerah terpencil, terisolir, kumuh, dan kawasan konflik. Upaya

pemerintah dalam memberdayakan peserta didiknya, baik melalui

perbaikan sarana fisik sekolah, peningkatan mutu pembelajaran

dan beasiswa. Peran serta pemerintah sangat besar terhadap

dunia pendidikan karena pemerintah sedang menginvestasikan

anak-anak kita untuk menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan

inovatif yang akan mampu membawa kemajuan bagi bangsanya kelak

dikemudian hari.