SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Transcript of SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
MAKALAH
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqh dan Ushul
Fiqh
Dosen Pengampu : DR. Yayan Suryana
Disusun Oleh :
Muhammad Agung S. Fisika
13620015
Fitroh Merkuri W. Fisika
13620023
Apriyani Fisika 13620035
Ahmad Fakhri M. Fisika
136200
Akbar Bandung Fisika 14620027
1
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
2015
2
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, berkah, dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Fiqh dan
Ushul Fiqh yang membahas tentang “Sejarah Perkembangan Hukum
Islam di Indonesia” ini. Sholawat dan salam tak lupa juga
kami haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah kali ini kami jadi mengetahui
Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia. Meski
hambatan dan cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan
juga, tapi berkat semangat dari teman-teman dan orang-orang
terdekat, Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih banyak kepada:
1. Bapak DR. Yayan Suryana, selaku dosen Fiqh dan Ushul
Fiqh kami.
2. Spesial untuk anggota kelompok: Agung, Fitroh, Apri,
Fakhri dan Akbar. Terima kasih untuk waktu kalian dan
hasil kerja keras kalian, semoga ilmu yang kita
suguhkan ini bermanfaat.
Kami menyadari jika makalah yang kami sajikan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang ingin belajar tentang filsafat ilmu.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 19 April 2015
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................. i
Kata Pengantar ................................ ii
Daftar Isi .................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................... 1
B. Rumusan Masalah.......................... 2
C. Tujuan .................................. 2
D. Metodologi Penyusunan Makalah............ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kedatangan Islam di Indonesia ........... 6
B. Zaman Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudera Pasai............... 7
2. Kerajaan Aceh......................... 7
3. Kerajaan Demak........................ 8
4. Kerajaan Pajang....................... 9
5. Kerajaan Mataram...................... 9
6. Kerajaan Ternate dan Tidore........... 9
C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang)....... 14
D. Pasca Zaman Kemerdekaan................... 16
E. Masa Reformsi-Sekarang.................... 17
F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di
Indonesia 18
BAB III KESIMPULAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jazirah arab sebelum kedatangan agam islam merupakan
sebuah kawasan perlintasan dalam jalan sutera yang
menjadikan satu antara Indo Eropa dengan kawasan Asia
di Timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah
berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-
agama kristen dan Yahudi.
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama
diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad
bin Abdullah di Gua Hira’, Arab Saudi. Muhammad
dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul awal tahun
Gajah (571 Masehi). Ia dilahirkan di tengah-tengah suku
Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku
padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala.
Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya
Abdullah wafat ketika Ia masih berada dalam kandungan.
Setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada
usianya yang ke-40, beliau mulai menyebarkan agama
rahmatan lil alamin ini dengan Ruh dakwah yang sangat
luar biasa. Sehingga banyak dari kalangan orang Quraish
yang luluh hatinya karena Ruh dakwah Nabi Muhammad dan
kemudian masuk islam.
Sepeninggalan Nabi agung Muhammad SAW tepatnya pada
632 M silam, kepemimpinan agama Islam tidak berhenti
7
begitu saja. Penyebaran agama Islam diteruskan oleh
para khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia
termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8
Islam telah menyebar ke seluruh afrika, timur tengah,
dan benua Eropa. Baru pada Dinasti Ummayah perkembangan
islammasuk ke nusantara.
Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah yang
terkenal akan hasil rempah-rempahnya, sehingga banyak
sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh penjuru
datang ke Kepulauan Indonesia untuk berdagang. Hal
tersebut juga menarik pedagang asal Arab, Gujarat, dan
juga Persia. Sambil berdagang para pedagang muslim
sembari berdakwah untuk mengenalkan ajaran Islam kepada
para penduduk.
Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai
dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk
lokal. Dari masa ketika Kerajaan budha dan hindu
memimpin di berbagai daerah nusantara, peran islam
ketika masa pendudukan belanda dan jepang hingga
setelah kemerdekaan Indonesia sangatlah terasa hingga
saat ini. Terlihat sekali dari banyaknya penduduk
Indonesia yang memeluk agama islam, bahkan menjadi yang
terbanyak di dunia. Semua yang berhubungan dengan islam
sudah sangat diterima oleh penduduk Indonesia. Penting
rasanya kita sebagai umat islam mengetahui sejarah dari
perkembangan islam di nusantara kita ini. Mulai dari
awal datangnya hingga penerapan hukum-hukumnya yang
8
langsung dapat diterima oleh masyarakat indonesuia itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana urutan perkembangan hukum islam di Indonesia?
2. Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat
perkembangan hukum islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana urutan perkembangan hukum islam di
Indonesia.
2. Mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat
perkembangan hukum islam di Indonesia.
D. Metodologi Penyusunan Makalah
Pembuatan makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan
Hukum Islam di Indonesia” disusun pertama kali pada hari Kamis
tanggal 16 April 2015 di sebuah tempat duduk lantai 3
depan rak 2x3 Perpustakaan Uiniversitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada pukul 13.30 WIB. Pada
pertemuan ini, anggota yang hadir adalah Fitroh, Apri dan
Fakhri sedangkan Agung dan Akbar tidak dapat hadir karena
waktu yang bertepatan dengan jadwal lainnya.
Pada pertemuan pertama Fitroh menanyakan kepada
forum, “Sebenernya, hukum Islam di Indonesia dimulai dari
kapan sih?”, kemudian Apri menjawab, “kayaknya berawal
dari adanya sistem perdagangan di Aceh yang kebanyakan
pedagang tersebut menetap sambil menyebarkan agama
islam”. Lalu Apri bertanya, “Kira-kira faktor apa ya yang
mendorong perkembangan tersebut?”, “mungkin karena Islam
mudah diterima di kalangan masyarakat dan penganut Islam
9
yang bersifat mayoritas” , jawab Fakhri. Selanjutnya
Fakhri bertanya, “tapi ada faktor penghambat juga nggak?
Kalau ada, apa saja yang menjadi penghambatnya?”. Fitroh
menjawab, “Setauku sih karena Indonesia adalah bukan
negara agama jadi dalam perkembangannya masih terbentur
undang-undang yang sudah berlaku”.
Hasil diskusi dari pertemuan yang pertama adalah
telah menemukan daftar buku referensi yang akan digunakan
dalam penyusunan makalah. Selain itu, kerangka makalah
telah selesai dibuat yang kemudian setiap anggota
kelompok mempunyai bagian tugas masing-masing untuk
mencari materi yang akan disusun dalam makalah. Pembagian
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fitroh bertugas mencari materi tentang “Kedatangan Islam di
Indonesia”.
b. Agung bertugas mencari materi tentang “Perkembangan
Hukum Islam di Indonesia pada Zaman Kerajaan Islam”.
c. Fakhri bertugas mencari materi tentang “Perkembangan
Hukum Islam Pada Zaman Kolonial”
d. Apri bertugas mencari materi tentang “perkembangan Hukum
Islam Pada Zaman Kemerdekaan hingga Sekarang”.
e. Akbar bertugas mencari materi tentang “Faktor-faktor
Pendorong dan Penghambat Perkembangan Hukum Islam di Indonesia”.
Beberapa saat kemudian, handphone Apri berbunyi.
Ternyata sms dari Agung yang menanyakan, “Apri, aku
tugasnya apa ya?”. “Tentang Kerajaan, masalah buku
referensi kamu pinjem ke Fitroh soalnya buku di
perpustakaan tinggal 2 buah. Atau nggak gitu, cari
10
referensi lainnya di google”. Sesaat sebelum pulang, karena
Akbar sedang ada kuliah sehingga tidak bisa hadir dalam
forum, Fitroh mengirim sms, “Akbar, kamu dapet bagian
pendahuluan dan faktor pendorong penghambat perkembangan
hukum islam di Indonesia yaa”. Kemudian Akbar membalas
sms, “Oh gituu, ya udah. Ngumpul berikutnya kapan?”.
“InsyaAllah, hari minggu jam 1 di masjid kampus”.
Pada pertemuan kelompok beikutya di hari minggu 19
april 2015 di Selasar Masjid Kampus Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta jam 13.00WIB. yang datang
terlebih dahulu Apri kemudian Agung dan Fitroh, namun
Akbar masih ada acara diluar kampus dan baru bisa ikut jam
3 sore, saat pertemuan kedua ini saudara Fakhri tidak bisa
ikut karena ada jadwal lain yang berbenturan. Pada
pertemuan kali ini semua anggota diminta untuk
menggumpulkan semua materi yang telah dikerjakan dirumah
masing-masing anggota begitu pula Fahkri yang mengirimkan
filenya ke email Fitroh untuk disusun menjadi satu buah
makalah. Dalam proses pemakalah ada beberapa tulisan yang
di perbaiki dan dipotong kalimat yang tidak mengikuti
jalur penjelasan materi dan hasilnya kelompok mendapatkan
jumlah materi yang terkumpul sebanyak 18 lembar dan itu
dirasa cukup menurut pemateri untuk menjelaskan apa itu
”Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia”. Disamping itu
anggota tinggal menyelesaikan pendahuluan dan kesimpulan.
11
BAB II
PEMBAHASAN
Permasalahan mengenai perkembangan hukum islam di
Indonesia masih banyak mengalami perdebatan karena tidak
lengkapnya karya-karya sejarah dalam memaparkan perkembangan
hukum islam di Indonesia. Dalam contohnya, menurut Prof. DR.
Abdul Ghofur Anshori, M.H dan Yulkarnain Harahab, S.H, M.Si
terdapat beberapa periode dalam perkembangan hukum islam di
Indonesia.
Dalam tulisan ini dipakai periodesasi tersendiri yaitu
dimulai dengan kedatangan Islam di Indonesia, kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia sebelum dan pada zaman
penjajahan Belanda (termasuk pada zaman penjajahan Jepang),
Islam di Indonesia zaman modern dan konemporer (zaman
kemerdekaan)1.
Apabila ditelusuri, masuk dan berkembangnya Islam di
Nusantara ini setidaknya melalui dua cara. Pertama,
penyebarannya melalui perdagangan sambil melakukan syiar
Islam (dakwah). Cara pertama ini, umumnya terjadi di daerah
Sumatra dan Sulawesi. Kedua, melalui jalur kekuasaan.
Praktek ini dilakukan di Pulau Jawa2.
Perkembangan agama Islam yang melalui jalan kerajaan
memang lumayan mudah berkembangnya walaupun sebagian besar
masyarakat Indonesia sangat kental dengan ajaran nenek
moyang. Pembawa Islam pada masa itu merupakan keturunan
13
kerajaan yang terkadang bersifat acuh terhadap orang-orang
disekitarnya sehingga membiarkan. Masyarakat sangat
mempercayai hal-hal yang mistis secara turun temurun. Selain
itu, mereka mempunyai kebiasaan yang bertabiat buruk yaitu
sering bermalas-malasan, mendapat tunjangan dari majikan
namun tanpa bekerja, dan yang paling parah adalah mereka
tetap bertahan dalam kondisi kasta yang rendah.
1Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, Hukum Islam
(Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia), 2008, Jogjakarta:Kreasi
Total Media, hal 87
2Jafril Khalil, Jihad Ekonomi Islam, 2010, Jakarta:Gramata
Publising, hal 9
A. Kedatangan Islam di Indonesia
Adapun mengenai kedatangan Islam di Indonesia belum
diketahui secara jelasnya. Karena belum ada fakta-fakta
yang saling menguatkan.
Menurut J.C van Leur, diperkirakan sejak tahun 674 M
ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra, yaitu
Barus, daerah penghasil kapur barus yang terkenal. Dari
berita Cina bisa diketahui bahwa di masa dinasti Tang
(abad 9-10 M) orang-orang Ta-shih sudah ada di Kanton dan
Sumatra. Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab
dan Persia, yaitu ketika itu jelas sudah menjadi muslim.
14
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat
internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat
dan timur mungkin di sebabkan oleh kegiatan kerajaan
Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan
kekaisaran Cina zaman Dinasti Tang, serta kerajaan
Sriwijaya di Asia Tenggara3.
Penting untuk dicatat, seperti apa yang dikatakan
Martin Van Bruinessen, bahwa pada masa-masa paling awal
berkembangnya Islam di Indonesia penekanannya tampak pada
tasawuf, sedangkan penekanan pada aspek fikih sebenarnya
adalah fenomena yang berkembang belakangan. Namun
demikian karena tasawuf yang berkembang di Indonesia
adalah tasawuf Sunni yang menempatkan fikih pada posisi
yang signifikan dalam struktur bangunan tasawuf suni,
maka sedikit banyak awal kedatangan Islam juga telah
menempatkan fikih pada posisi yang penting4.
Ada juga yang berpendapat bahwa Islam telah masuk di
Indonesia pada abad ke-13 Masehi. Dibuktikan dengan telah
perkembangnya komunitas Islam pada masa kekuaaan Hindu
Jawa yaitu Majapahit. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia, perkembangan agama Islam di Indonesia
dapat dibagi menjadi tiga fase:
a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-
pelabuhan Nusantara.
b. Adanya komunitas islam di beberapa daerah kepulauan
Indonesia.
c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
15
3Badri Yatim, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II, 2003,
Jakarta:RajaGrafindo Persada, hal 193.4Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Pedata Islam di
Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI,
2004, Jakarta: Prenada Media, hal 3.
B. Zaman Kerajaan Islam
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan
Samudera Pasai atau Samudera Darussalam adalah kerajaan
Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra,
kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara
sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Merah Silu, yang
bergelar Malik al Shaleh pada sekitar tahun 1267 dan
berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada
tahun 1521.
Menurut Ibnu Battutah Kerajaan Samudera Pasai
mempunyai peranan yang penting dalam mengislamkan
Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-Malik al-
Zahir menurut Ibnu Battutah adalah pecinta theologi dan
ia senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan
mereka memeluk agama Islam5.
2. Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan
Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota
Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang
itu (1496-1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya
16
dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena
kemampuan dalam mengembangkan pola dan sistem
pendidikan militer, komitmennya dalam menentang
imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang
teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat
pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam
menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Pada
waktu itu Aceh berhasil mengadakan kerjasama militer
dengan Turki dan Italia6.
Dalam lapangan pembinaan kesusteraan dan ilmu
agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama,
yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang
masing-masing. Adapun sastrawan sekaligus ulama
tersebutadalah Hamzah Fanzuri dalam bukunya Tabyan Fi
Ma’rifati al-Adyan, Syamsudin al-Sumatrani dalam bukunya
Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya
Sirat al-Mustaqim dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam
bukunya Mi’raj
5Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, 2006,
Yogyakarta:Pustaka, hal 616Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 90
al-Tulabb Fi Fashil. Kitab Sirat al-Mustaqim merupakan buku
hukum Islam pertama yang disebarluaskan ke suluruh
nusantara7.
Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak
kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641.
17
Adapun yang menjadi faktor penyebabnya antara lain
ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau
Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya
wilayah Minangkabau, Siak, Deli, dan Bengkulu kepada
Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan
kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan. Setelah
melakukan perang dengan negeri Belanda maupun Batavia
selama 40 tahun, Kesultanan Aceh jatuh ke pangkuan
kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1945, Aceh menjadi bagian dari Republik
Indonesia.
3. Kerajaan Demak
Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di
Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478.
Raden Patah adalah putra Raja Majapahit Brawijaya,
dengan ibu keturunan Champa. Raden Patah meninggal
tahun 1518 dan digantikan oleh menantunya Pati Unus.
Pada tahun 1521 Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka
melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam
pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya
Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono sangat berjasa atas penyebaran
Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan
Trenggono, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa
lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran
serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di
sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan
Pasuruan (1527), Malang (1545) dan Blambangan (kerajaan
18
Hindu terakhir di ujung Timur pulau Jawa). Panglima
perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal
Pasai yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono.
Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah
pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto8.
Peninggalan Kerajaan Demak setelah gugur di bidang
hukum yang terpenting adalah disusunnya suatu himpunan
undang-undang dan peraturan di bidang pelaksana hukum
yang bernama Salokantara. Sebagai kitab hukum, di
dalamnya
7Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op.cit, hal 48 Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 92
antara lain menerangkan tentang pemimpin keagamaan yang
pernah menjadi hakim yang disebut dharmadhyaksa dan
kertopapatti9.
4. Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang adalah kerajaan suksesor
Kesultanan Demak yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Sebelumnya Pajang adalah daerah kadipaten di bawah
Kesultanan Demak. Tujuh tahun setelah wafatnya Jaka
Tingkir, Pangeran Benowo anak laki-laki tertuanya yang
seharusnya menggantikan Ayahnya, disingkirkan oleh Arya
Pengiri. Setelah itu, terjadilah konflik yang
menyebabkan Arya Pengiri diserang oleh Sutawijaya. Hal
ini menyebabkan Pajang dapat direbut dan dipindahkan ke
Mataram dan kemudian menjadi bagian dari wilayah
19
kerajaan Mataram. Hal ini yang meyebabkan kekuasaan
Kerajaan Pajang berakhir.
5. Kerajaan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa
yang didirikan oleh Sutawijaya. Pada pergantian
pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, wilayah
Mataram mencakup hingga pulau Jawa dan Madura.
Akibatnya gesekan dengan VOC yang berpusat di Batavia.
Maka terjadilah peperangan antara Mataam dengan VOC.
Kekacauan politik akibat dari Amangkurat II yang patuh
terhadap VOC. Kekacauan tersebut dapat diselesaikan
dengan membagi wilayah Mataram menjadi Kesultana
Ngayogyakarta dan Kasunana Surakarta pada tahun 1755
yang tertuang dalam perjanjian Giyanti. Dengan ditanda
tanganinya perjanjian tersebut maka berakhirlah era
Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah.
6. Kerajaan Ternate dan Tidore
Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh
budaya Islam dapat dilihat dengan berbagai bentuk
tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan
kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang
bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah
Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental
misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an
kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu
saja berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan.
20
Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan,
meskipun tidak berkembang
9 Mundzirin Yusuf, op.cit., hal 80
menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan
yang lebih luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat
dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam.
Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang
menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat.
Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan
namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan dan
simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat
dijumpai pula beberapa bangunan monumental peninggalan
Islam yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan yang
terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya
masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka
kerajaan
Secara arkeologis bukti-bukti kemapanan Islam dapat
ditelusuri di wilayah bekas Kerajaan Hitu. Dapat
dikatakan pada wilayah bagian selatan kepulauan Maluku,
kerajaan Hitu adalah sebuah wilayah dengan keagamaan
dan budaya Islam yang paling kuat dan paling mapan.
Daerah ini selama ini memang dianggap sebagai wilayah
kerajaan Islam di Pulau Ambon yang kekuasaan dan
keislamannya sejajar dengan Ternate. Di wilayah ini
ditemukan bekas Masjid Kuno Tujuh Pangkat, yang
21
dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas
masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan
naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota
raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno,
timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006;
Sahusilawane 1996).
Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa
kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak
budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-
bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup
yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan
budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya
Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak
menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat
penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada juga
lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi
berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan
yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi
ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa
Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu
daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri
kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun
1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno,
kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya.
Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam
di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran
Islam di wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-
prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah
22
Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran
kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam
(Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah
hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi
ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah
pusat-pusat peradaban Islam yang mapan keIslamannya,
seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili
terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.
Sejak abad ke-13, Ternate dan juga Tidore sudah
dikenal dalam kancah perdagangan dunia sebagai pusat
perdagangan rempah. Berbagai saudagar yang berasal dari
Arab, India, dan Tionghoa serta Persia datang ke
wilayah ini untuk berdagang hingga akhirnya para
pedagang dari Eropa seperti Inggris, Portugis, Belanda,
dan Spanyol juga hadir di wilayah ini, khususnya untuk
mencari cengkeh dan pala.
Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama
Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan
empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh
empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore,
Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan.
Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan
mulai dijalin.
Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara
Portugis yang berkedudukan di Malaka pertama kalinya
mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah Maluku.
Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba
23
di Ternate pada tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa
Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad di
Tidore.
Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan
perang antara Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1522,
Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil
mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore,
bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-
rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan
rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli
perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain
datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang
lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan
beberapa pahlawan nasional.
Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan
kegiatan perdagangan.Pada abad ke-15, para pedagang dan
ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana.
Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang
disebut
Maluku Kie Raha (Maluku Empat Raja) yaitu Kesultanan
Ternate yang
dipimpin Sultan Zainal Abidin (1486-1500), Kesultanan
Tidore yang dipimpin
oleh Sultan Mansur, Kesultanan Jailolo yang dipimpin
oleh Sultan Sarajati,
dan Kesultanan Bacan yang dipimpin oleh Sultan Kaicil
Buko. Pada masa kesultanan itu berkuasa, masyarakat
24
muslim di Maluku sudah menyebar sampai
ke Banda, Hitu, Haruku, Makyan, dan Halmahera. Kerajaan
Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah Pulau
Halmahera (Maluku Utara) adalah dua kerajaan yang
memiliki peran yang menonjol dalam menghadapi kekuatan-
kekuatan asing yang mencoba menguasai Maluku.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kerajaan ini
bersaing memperebutkan hegemoni politik di kawasan
Maluku. Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan
daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan
cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan
rempah-rempah.
Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian
(Papua), dikuasai
oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar
wilayah Maluku, Gorontalo,
dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan
Mindanao, dikuasai oleh
Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak
kejayaannya pada
masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore
mencapai puncak
kejayaannya pada masa Sultan Nuku.
Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore
adalah dalam perdagangan.
Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang,
25
masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:
a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh
Ternate meliputi
Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan
Baabulah, Kerajaan
Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah
kekuasaannya
meluas ke Filipina.
b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin
oleh Tidore meliputi
Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore
mencapai aman
keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.
Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang
adalah Kesultanan
Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro,
Kerajaan Bima di daerah
bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak
Sri Indrapura yang
didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan
masih banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di
Indonesia.
Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)
Terletak di Maluku
Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari
Gresik.
26
Raja pertama Sultan Zainal Abidin
Raja terkenal Sultan Hairun
Hasil utama Ternate cengkeh dan pala
Peninggalan kerajaan Ternate :
1. Istana Sulatan Ternate
2. Benteng kerajaan Ternate
3. Masjid di Ternate
Kerajaan TIDORE (Abad13 M)
Terletak di Maluku
Raja yang pertama Sultan Mansur
Raja terkenal pangeran Nuku
Antara Ternate dan Tidore sering terjadi peperangan
untuk memperluas daerah kekuasaan
Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli Lima
Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli Siwa
(persekutuan sembilan )
Peninggalan kerajaan Tidore :
a. Benteng-benteng peninggalan Portugis, Spanyol
b. Keraton Tidore
C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang)
27
Hukum islam di Indonesia memiliki sejarah panjang,
seiring dengan masuk, tumbuh dan berkembangnya di
indonesia.Hukum Islam mmemiliki periodesasi yang dapat di
kategorikan sebagai berikut :
a. Hukum Islam di terima menyeluruh oleh masyarakat
indonesia.
b. Hukum Islam diberlakukan apabila ia telah di terima
oleh hukum Adat.
c. Hukum Adat juga berlaku apabila diresepsi oleh Hukum
Islam.
Pada Akhir abad keenam belas atau tepatnya tahun 1596
organisasi perusahaan dagang Belanda (VOC) merapatkan
kapalnya di pelabuhan Banten, Jawa Barat. Maksudnya
semula untuk berdagang, namun kemudian haluannya berubah
untuk menguasai kepulauan indonesia.
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa
penjajahan Belanda dapat dilihat kedalam dua bentuk.
Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC yang
memberikan ruang yang agak luas bagi perkembangan hukum
Islam. Kedua, adanya upaya Intervensi Belanda terhadap
hukum Islam dengan menghadapkannya dengan hukum adat.
Pada waktu VOC di beri kekuasaan oleh Pemerintah
Belanda untuk mendiriksn benteng – benteng dan mengadakan
perjanjian – perjanjian dengan raja-raja kepulauan
Indonesia, VOC membentuk badan – badan peradilan khusus
pribumi di daerah kekuasaannya. Dalam Statuta Batavia
tahun 1642 disebutkan, bahwa mengenai soal kewarisan
28
orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan
hukum Islam.
Pada tanggal 31 Desenber 1799 Organisasi VOC
dibubarkan karena mengalami kebangkrutan. Setelah
kekuasaan VOC berakhir dan digantikan oleh belanda, maka
sikap belanda berubah-ubah terhadap hukum Islam, kendati
perubahan itu tejadi perlahan-lahan. Perubahan sikap
Belanda tersebut dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama,
menguasai Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumber
daya alam yang cukup kaya. Kedua, menghilangkan pengaruh
Islam dari sebagian besar orang Islam dengan proyek
kristenisasi. Ketiga, keinginan Belanda untuk menerapkan
apa yang di sebut dengan politik hukum yang sadar
terhadap Indonesia. Maksudnya, belanda ingin menata dan
mengubah kehidupan hukum di indonesia dengan hukum
Belanda.
Terkait mengenai keberlakuan hukum Islam di kalangan
masyarakat Indonesia ini muncul berbagai teori, yang mana
yang satu dengan yang lain sering kali bertolak belakang.
Ada tiga macam teori, yaitu: receptio in complexu, teori
receptie dan teori receptie balik (receptie a contrario).
Teori receptio in complexu menyatakan bahwa syariat
Islam secara keseluruhan berlaku bagi pemeluk-pemeluknya.
Sehingga berdasarkan pada teori ini , maka Pemerintahan
Hindia Belanda pada tahun 1882 mendirikan peradilan Agama
yang di tujukan kepada warga masyarakat yang memeluk
29
agama Islam. Teori ini kemudian di tentang oleh Van
Vollenhoven dan Snouck Hurgronje sebagai pencipta teori
baru yaitu teori receptie yang menyatakan bahwa hukum
Islam dapat diberlakukan selama tidak bertentangan dengan
hukum adat.
Teori receptie ini berpangkal dari keinginan Snouck
Hurgronje agar orang-orang pribumi rakyat jajahan jangan
sampai kuat memegang ajaran Islam, sebab pada umumnya
orang-orang yang kuat memegang kuat ajaran Islam dan
hukum Islam tidak mudah di pengaruhi oleh peradaban
barat. Atas dasar itulah ia memberikan nasihat kepada
Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengurus Islam di
indonesia dengan bherusaha menarik rakyat pribumi agar
lebih mendekat kepada kebudayaan Eropa dan pemerintahan
Hindia Belanda dengan menempuh kebijakan sebagi berikut:
a. Dalam kegiatan agama dalam arti yang sebenarnya
( agama dalam arti sempit), Pemerintah Hindia Belanda
hendaknya memberikan kebebasan secara jujur dan
secara penuh tanpa syarat bagi orang-orang Islam
untuk melaksanakan ajaran agamanya.
b. Dalam bidang kemasyarakatan, Pemerintah Hindia
Belanda hendaknya menghormati adat istiadat dan
kebiasaan rakyat yang berlaku dengan membuka jalan
yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat jajahan
kepada suatu kemajuan denga memberikan bantuan kepada
mereka.
30
c. Di bidang ketatanegaraan mencegah tujuan yang dapat
membawa atau menghubungkan ke arah gerakan Pan
Islamisme yang mempunyai tujuan untuk mencari
kekuatan-kekuatan lain dalam hubungan menghadapi
Pemerintah Hindia Belanda.
Upaya sistemik yang kemudian di tempuh oleh
Pemerintah Hindia Belanda sebagai realisasi teori
receptie ini ialah dengan berusaha melumpuhkan dan
menghambat pelaksanaan hukum Islam dengan cara.
a. Sama sekali tidak memasukan masalah hudud dan qishash
dalam bidang hukum pidana.
b. Di bidang tata negara, ajaran Islam yang mengenai
hal tersebut di hancurkan sama sekali.
c. Mempersempit berlakunya hukum muamalah yang
menyangkut hukum perkawinan dan hukum kewarisan.
Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang
Jepang tidak terlalu mengubah hukum indonesia dalam
konteks administrasi penyelenggaraan negara dan
kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan hukum islam di
Indonesia. Perubahan yang sangat terasa pengaruhnya
adalah berkenaan dengan peradilan. Jepang membuat
kebijakan untuk melahirkan peradilan-peradilan Sekuler.
D. Pasca Zaman Kemerdekaan
Salah satu makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
adalah terbebasnya dari pengaruh hukum Belanda1. Pada
zaman pemerintahan Belanda, peraturan yang diterapkan
adalah teori receptive. Teori receptive sendiri merupakan
31
prinsip yang mengkotak-kotakkan golongan penduduk dan
hukum berlaku bagi masing-masing golongan. Teori ini
menuai banyak pertentangan, salah satunya dari Hazairin.
Menurut Hazairin, setelah Indonesia merdeka walaupun
aturan peralihan menyatakan bahwa hokum yang lama masih
berlaku, selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD
1945, seluruh peraturan pemerintah Belanda yang berdasar
teori receptive tidak berlaku lagi karena bertentangan
dengan UUD 1945, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Pokok-pokok
pemikiran Hazairin tersebut adalah :
a. Teori receptive telah patah sejak tahun 1945 dengan
merdekanya bangsa Indonesia dan berlakunya UUD 1945
b. Sesuai denagn UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, maka nrgara
Indonesia berkewajiban membentuk hokum nasional
Indonesia yang bersumber dari hokum agama
c. Hukum agama yang berlaku bukan hanya agama Indonesia,
tetapi juga hokum agama lain.
d. Kelahiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan menurut pendapat Hazairin dan Mahadi
merupakan awal berakhirnya teori receptive. Sementara
menurut Daud Ali, bahwa sejak lahirnya UU Perkawinan
tersebut, maka:
(1) Hukum Islam menjadi sumber hokum yang berlangsung
tanpa harus melalui hokum adat.
(2) Hukum Islam sama kedudukannya dengan hokum adat
dan hokum barat.(3)Negara Republik Indonesia dapat
mengatur suatu masalah sesuai dengan hokum Islam
32
sepanjang pengaturan tersebut memenuhi kebutuhan
hukum umat Islam.
Secara factual di Indonesia berlaku empat system hokum
besar yang hidup dan berkembang di dunia, yaitu :
a. Hukum adat
b. Hukum Islam
c. Hukum barat konstitusional
d. Common law system (hokum Inggris)
E. Masa Reformasi-sekarang
Ketika masa reformasi menggantikan orde baru (tahun
1998), keinginan mempositifkan hukum islam sangat kuat.
Perkembangan hukum islam pada masa ini mengalami
kemajuan. Secara riil hukum islam mulai teraktualisasikan
dalam kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi sangat
luas, tidak hanya dalam masalah hukum privat atau perdata
tetapi masuk dalam ranah hukum publik. Hal ini
dipengaruhi oleh munculnya undang-undang tentang Otonomi
Daerah. Undang-undang otonomi daerah di Indonesia pada
mulanya adalah UU No.22/1999 tentang pemerintah daerah,
yang kemudian diamandemen melalui UU No.31/2004 tentang
otonomi daerah. Menurut ketentuan Undang-undang ini,
setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur
wilayahnya sendiri termasuk dalam bidang hukum.
Akibatnya bagi perkembangan hukum islam adalah banyak
daerah menerapkan hukum islam. Secara garis besar,
pemberlakuan hukum islam di berbagai wilayah Indonesia
dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu penegakan
33
sepenuhnya dan penegakan sebagian. Penegakan hukum islam
sepenuhnya dapat dilihat dari provinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Penegakan model ini bersifat menyeluruh
karena bukan hanya menetapkan materi hukumnya, tetapi
juga menstruktur lembaga penegak hukumnya. Daerah lain
yang sedang mempersiapkan adalah Sulawesi selatan
(Makassar) yang sudah membentuk Komite Persiapan Penegak
Syari’at Islam (KPPSI), dan kabupaten Garut yang
membentuk Lembaga Pengkajian, Penegakan, dan Penerapan
Syari’at Islam (LP3SyI).
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah
terdepan dalam pelaksanaan hukum islam di Indonesia.
Dasar hukumnya adalah UU No.44 tahun 1999 tentang
Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Keistimewaan tersebut meliputi empat hal, diantaranya
ialah:
a. Penerapan syari’at islam diseluruh aspek kehidupan
beragama,
b. Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syari’at
Islam tanpa mengabaikan kurikulum umum.
c. Pemasukan unsur adat dalam sistem pemerintah desa, dan
d. Pengakuan peran ulama dalam penetapan kebijakan
daerah.
Tindak lanjut dari Undang-undang di atas adalah
ditetapkannya UU No.18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Nangroe Aceh Darussalam.
34
Fenomena pelaksanaan hukum islam juga merambah
daerah-daerah lain di Indonesia, meskipun polanya berbeda
dengan Aceh. Berdasarkan prinsip otonomi daerah, maka
munculah perda-perda bernuansa syari’at Islam di wilayah
tingkat I maupun tingkat II. Daerah-daerah tersebut
antara lain: provinsi Sumatera barat, kota Solok, Padang
pariaman, Bengkulu, Riau, Pangkal Pinang, Banten,
Tanggerang, Cianjur, Gresik, Jember, Banjarmasin,
Gorontalo, Bulukumba, dan masih banyak lagi.
Materi perda syaria’at Islam tidak bersifat
menyeluruh, tetapi hanya menyangkut masalah-masalah luar
saja. Jika dikelompokkan berdasarkan aturan yang
tercantum dalam perda-perda syari’at, maka isinya
mencakup masalah: kesusilaan, pengelolaan Zakat, Infaq
dan Sadaqah, Penggunaan busana muslimah, pelarangan
peredaran dan penjualan minuman keras, pelarangan
pelacuran, dan sebagainya.
F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di Indonesia
Untuk mengetahui bagaimana masa depan kedudukan dan
keberlakuan hukum islam di Indonesia, harus dilihat dari
berbagai faktor yang mendukung adanya penerimaan
(sustainsi) dan juga faktor yang menghambat atau
melakukan resistensi. Kedua faktor ini perlu
dipertimbangkan mengingat dua hal, yaitu bentuk negara
dan kemajemukan masyarakat Indonesia. Bentuk negara
Indonesia sudah dianggap final, dan pluralitas masyarakat
juga sebuah kenyataan sosial. Dengan demikian yang dapat
35
dilakukan adalah mengetahui berbagai peluang atau prospek
sekaligus melihat penghambat bagi implementasi hukum
islam di Indonesia.
Secara politis maupun sosiologis terdapat faktor-
faktor yang dianggap sebagai pendukung bagi pemberlakuan
hukum islam di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah:
kedudukan hukum islam, penganut yang mayoritas, ruang
lingkup hukum islam yang luas, serta dukungan aktif
organisasi kemasyarakatan islam. Kedudukan hukum islam
sejajar dengan hukum yang lain, dalam artian mempunyai
kesempatan yang sama dalam pembentukan hukum nasional.
Namun, hukum islam mempunyai prospek yang lebih cerah
berdasarkan berbagai alasan, baik alasan
historis,yuridis,maupun sosiologis. Nilai-nilai hukum
islam mempunyai lingkup yang lebih luas, bahkan sebagian
nilai-nilai tersebut sudah menjadi bagian dari kebudayaan
nasional. Sedangkan hukum adalah bagian dari kebudayaan.
Faktor lain, kenyataan bahwa islam merupakan agama
dengan penganut mayoritas merupakan aset yang
menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam bisa
masuk dalam berbagai lembaga pemerintahan, baik
eksekutif,legislatif, maupun yudikatif, yang mempunyai
kewenangan menetapkan politik hukum. Logikanya, semakin
banyak populasi muslim, maka semakin banyak pula aspirasi
yang masuk dan terwakili. Namun realitas ini tidak serta
merta menjadi niscaya, karena sangat tergantung pada
bagaimana keinginan dan upaya umat islam
mengimplementasikannya.
36
Faktor pendukung lain terletak pada cakupan bidang
hukum yang luas. Dengan keluasan bidangnya, hukum islam
merupakan alternatif utama dalam pembentukan tata hukum,
karena mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan hukum
masyarakat. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan
mengambil nilai-nilai islam yang bersifat universal
(sebagai norma abstrak) untuk dijadikan sebagai konsep
teoritis guna dituangkan dalam peraturan perundang-
undangan. Faktor keempat yang juga penting adalah peran
aktif lembaga atau organisasi islam. Secara struktural
keberadaan organisasi-organisasi islam dalam sistem
politik Indonesia menjadi pengimbang bagi kebijakan
pemerintah. Kontribusi nyata dari berbagai organisasi
islam setidaknya menjadi daya tawar dalam pengambilan
berbagai keputusan yang menyangkut kepentingan umum.
Keempat faktor diatas memberikan gambaran betapa
hukum islam memiliki peluang yang besar untuk menjadi
hukum nasional. Namun semua itu tergantung bagaimana umat
islam mengelola potensi tersebut. Hal yang terpenting
adalah menyatukan visi tenteng islam, tanpa kesatuan
islam maka cita-cita untuk mengimplementasikan hukum
islam hanya akan menjadi angan-angan, atau hanya tampil
dalam wacana diskusi di kalangan umat islam.
Disamping peluang atau prospek positif di atas, perlu
dicermati juga hambatan yang menjadi penghalang bagi
berlakunya hukum islam di Indonesia. Secara sederhana
faktor yang tidak mendukung prospek hukum islam di
Inddonesia tediri dari faktor internal dan ekstenal.
37
Faktor internal berasal dari kurang ‘kafahnya’ (maxsimal)
institusionalisasi dan pandangan dikotomis terhadap hukum
islam. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh
politik hukum pemerintah terhadap bidang-bidang hukum
tertentu.
Belum kafahnya pelembagaan hukum Islam di Indonesia
terlihat dari pandangan dikhotomis dalam implementasinya.
Hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah perdata atau
hubungan antar pribadi hampir sepenuhnya mendapat
perhatian khusus. Namun hukum-hukum selainnya, seperti
hukum pidana dan ketatanegaraan belum tersentuh atau
minim perhatian. Sehingga penetapan peraturan-peraturan
atau hukum yang berlaitan dengan masalah tersebut belum
ada campur tangan yang serius. Hal ini tidak lepas dari
peran kolonial Belanda yang melakukan represi dan
eliminasi terhadap hukum Islam. Pada masa kerajaan islam,
hukum Islam berlaku sepenuhnya, dalam arti menjadi
pegangan para hakim/ qadhi untuk memutuskan jenis perkara,
baik perdata maupun pidana. Intervensi penjajah dengan
kekuatan politiknya menyebabkan terjadinya dikhotomis,
dimana hukum pidana dan tata negara digantikan dengan
sistem hukum Barat/ Eropa.
Pola dikhotomi hukum privat dan publik ini berlanjut
setelah Indonesia merdeka. Pemerintah yang baru hanya
memberi kewenangan pemberlakuan hukum perdata Islam.
Sedangkan hukum publik menjadi monopoli pemerintah,yang
masih memberlakukan hukum Belanda. Pengadilan Agama
sebagai institusi resmi, hanya berwenang menangani
38
perkara-perkara yang terjadi diantara orang-orang yang
beragama Islam,misalnya dalam bidang perkawinan,
kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, serta sadaqoh yang
dilaksanakan menurut hukum Islam.
Kurang melembagakan hukum publik Islam ini juga
dipengaruhi oleh faktor politik hukum. Negara Indonesia
bukanlah negara agama, permasalahan penetapan hukum
adalah kekuasaan negara, termasuk masalah agama menjadi
wewenang negara. Sehingga dalam hal ini umat Islam
sepenuhnya tunduk pada undang-undang yang diberikan oleh
negara. Menyikapi hal ini perlu adanya penegasan kaidah
agama dengan cara penegakan diri agar para penganutnya
tidak melanggar ajaran agamanya. Dengan demikian, syariat
Islam tidak hanya didakwahkan tetapi diaktualisasikan dan
disosialisasikan guna membatasi kelemahan dan kekurangan
hukum positif.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
perkembangan hukum Islam di Indonesia pada dasarnya
ditentukan oleh dua hal, yaitu keinginan umat Islam
sendiri dan kebijakan pemerintah yang berkuasa. Ketika
kedua hal tersebut bergayut, maka pemberlakuan hukum
Islam menjadi mudah. Namun sebaliknya jika kedua hal
tersebut bertentangan orientasinya, maka pemerintah
menjadi pihak yang menentukan kedudukan hukum Islam.
Kondisin inilah yang mewarnai sejarah hukum Islam di
Indonesia sejak masa awal hingga masa kontemporer
sekarang. Seberapa besar keinginan umat Islam dan
39
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Perkembangan hukum islam di Indonesia belum diketahui
secara pasti berawal dari waktu kapan. Namun banyak
yang menjelaskan bahwa dimulai dari sistem
perdagangan, kerajaan-kerajaan besar yang sangat
berpengaruh, masa penjajahan belanda dan jepang,
pasca kemerdekaan kemudia masa reformasi hingga
sekarang.
2. Faktor-faktor yang mendukung penggunaan hukum islam
di Indonesia antara lain yaitu islam sebagai agama
dengan penganut mayoritas merupakan aset yang
menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam
bisa masuk dalam berbagai lembaga pemerintahan, baik
eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang
mempunyai kewenangan menetapkan politik hukum.
Kemudian Faktor pendukung lain terletak pada cakupan
bidang hukum yang luas. Dengan keluasan bidangnya,
hukum islam merupakan alternatif utama dalam
pembentukan tata hukum, karena mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan hukum masyarakat arakasehingga
hukum islam mudah diterima oleh masyarakat.
3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat diterimanya
hukum islam di Indonesia tediri dari faktor internal
dan ekstenal. Faktor internal berasal dari kurang
41
‘kafahnya’ (maxsimal) institusionalisasi dan pandangan
dikotomis terhadap hukum islam. Sedangkan faktor
eksternalnya adalah pengaruh politik hukum pemerintah
terhadap bidang-bidang hukum tertentu.
42
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Mundzirin, 2006, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia,
Yogyakarta:Pustaka
Yatim, Badri, 2003, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II,
Jakarta:RajaGrafindo Persada
Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Pedata
Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU
No 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Prenada Media
Anshori, Abdul Ghofur dan Yulkarnain Harahab, 2008, Hukum
Islam (Dinamika dan Perkembangannya di Indonesia),
Jogjakarta:Kreasi Total Media
Jafril Khalil, 2010, Jihad Ekonomi Islam, Jakarta:Gramata
Publising
43