SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH

23
SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH Makalah Diajukan untuk Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Sastra Islam Nusantara Prepared by: Nasrullah Nurdin, S.Hum., Lc. Lecturers: Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag. Dr. Moh. Syarif Hidayatullah, M.Hum PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYAHID JAKARTA PROGRAM MAGISTER FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

Transcript of SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH

SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH

Makalah Diajukan untuk Dipresentasikan Pada Mata

Kuliah Sastra Islam Nusantara

Prepared by:

Nasrullah Nurdin, S.Hum., Lc.

Lecturers:

Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag.

Dr. Moh. Syarif Hidayatullah, M.Hum

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYAHID JAKARTA

PROGRAM MAGISTER FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB

2013 M/ 1435 H.

A. PENDAHULUAN Masyarakat Nusantara kaya akan tradisi lama yang telah

mereka warisi dari nenek moyang mereka. Sampai sekarang

masayarakat Nusantara masih dapat menikmati berbagai khazanah

budaya yang tidak bernilai harganya. Salah satu peninggalan

nenek moyang tersebut adalah dalam bentuk karya sastra, baik

karya sastra yang hidup di kalangan masyarakat umum maupun

karya sastra yang berkembang di sana.1

Penggalian berbagai khazanah ini menjadi menarik bagi

peminat dan Mahasiswa Pascasarjana di UIN Jakarta, misalnya,

untuk mendalami seluk-beluk sejarah kesusastraan Nusantara. Di

antaranya yang menjadi daya tarik bagi Penulis makalah ini

adanya pembahasan terkait konten yang menceritakan tentang

latar belakang dan asal-usul karya sastra Nusantara tersebut.

Studi atas karya sastra Islam Nusantara merupakan kajian

yang perlu diapresiasi karena sudah banyak penulis yang

memberikan concern-nya dan telah menulis karyanya dalam bidang

ini. Dalam kajian ini, menunjukkan bahwa Islam di wilayah

Nusantara tidak hanya dipahami sebagai “agama”, tetapi juga

sudah merupakan identitas diri dalam kehidupan masyarakat.

Meskipun banyak ahli yang memperdebatkan tentang

historisitas karya sastra jenis ini, namun karya sastra

Nusantara ini—bagi pendukungnya—tetap diyakini sebagai sejarah

yang menjadi cultural heritage, bila boleh dikatakan warisan nenek

1 Maharsi Resi, Islam Melayu VS Jawa Islam: Menelusuri Jejak Karya Sastra

Sejarah Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 1. 2

moyang. Bahkan yang lebih menarik lagi bahwa karya sastra

sejarah Islam Nusantara tersebut berkembang pada masa Islam

Nusantara.

Sebelum beranjak pada sejarah karya sastra Islam

Nusantara beserta corak-coraknya, alangkah lebih baik kita

menelusuri sejenak historiografi sastra Arab pada zaman

permulaan Islam dan disusul pada aspek sejarah bagaimana

kemudian karya sastra Islam Nusantara lahir.

B. SASTRA ARAB PADA ZAMAN PERMULAAN ISLAM

Penerimaan terhadap agama Islam di kalangan bangsa Arab

pada mulanya memang tidak banyak membawa perubahan terhadap

perkembangan sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan

terhadap sifat-sifat, watak dan tabiat bangsa Arab.  Lagipula

pada masa awal sejarah Islam, kesusastraan berkembang agak

lambat. Hal ini disebabkan banyaknya peperangan yang dihadapi

kaum Muslimin yang begitu menguras tenaga. Pada awal abad ke-7

M, setelah Rasulullah wafat dan kepemimpinannya diganti oleh

khalifah yang empat, satu-satunya bentuk kegiatan penulisan

yang berkembang ialah penyusunan dan penulisan mushaf al-

Qur’an. Kendati demikian sebenarnya pada masa ini telah muncul

beberapa penyair yang kreatif. Di antaranya ialah penyair-

penyair yang disebut golongan mukhdramain, artinya penyair yang

hidup dalam dua zaman, zaman Jahiliyah dan zaman Islam. Di

3

antara mereka telah terdapat penyair yang dipengaruhi ajaran

dan sejarah perkembangan Islam. Syair-syair tersebut mayoritas

merupakan rekaman sejarah awal  Islam, khususnya perjuangan

Nabi Muhammad dan Sahabat. Walaupun sikap hidup  mereka secara

umum tidak berubah setelah memeluk  Islam, namun karangan

mereka cukup penting karena nilai sejarahnya. Di antara mereka

terdapat orang yang dekat dengan Rasulullah seperti Hasan bin

Tsabit, Ka`aab bin Zubair, Ka`ab bin Malik dan Labid bin

Rabi`ah. Hasan bin Tsabit misalnya sering mendampingi Nabi dan

tampil dalam perdebatan dengan para penyair yang gemar

merendahkan dan mengejek Islam. Bersama-sama Labid bin

Rabi`ah, Hasan bin Tsabit dianggap sebagai perintis sajak-

sajak pujian kepada Nabi Muhammad.

Perubahan besar terjadi setelah munculnya penulisan

mushaf al-Qur’an, yaitu pada masa khalifah Usman bin Affan dan

Ali bin Abi Thalib (610-661 M). Pengaruh langsung  tampak pada

berkembangnya kajian terhadap teks kitab suci, terutama dari

segi bahasa dan sastra. Semenjak itu orang Arab juga mulai

giat mengumpulkan puisi lama dan cerita lisan warisan

nenekmoyang mereka. Gaya bahasa dan puitika al-Qur’an kemudian

semakin menarik perhatian penyair yang pada gilirannya kelak

mempengaruhi corak penulisan dan pola bercerita. Penamaan adab

yang secara leksikal bermakna pendidikan kemudian berubah-ubah

(mengalami perubahan makna) menjadi sastra Arab, puisi, orasi

dan sejarah Arab.2

2 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2009), cet ke-2, hal 4. 4

C. PROSA DAN PUISI

Dalam tradisi Arab, puisi disebut manzun, yaitu komposisi

(nazm) yang bahasanya terikat pada pola rima dan sajak. Prosa

disebut mantsur, yaitu gubahan yang bahasanya longgar, tidak

terikat pada pola rima dan aturan persajakan tertentu. Dari

segi tema, amanat dan coraknya sastra Arab baru ini pun

berbeda dari sastra Arab lama. Pada masa ini para sastrawan

mulai mengaitkan sastra dengan adab, bahkan menyebut sastra

sebagai adab, yaitu sikap dan perbuatan yang didasarkan pada

akhlaq dan sopan santun. Adab juga dihubungkan dengan

tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dicapai oleh

seorang penulis, serta kedewasaan dan kematangan pandangan

hidup mereka. Berdasar pandangan ini maka sastra tidak hanya

berisi ungkapan perasaan dan pengalaman hidup biasa

sebagaimana kerap diartikan orang, begitu pula sekarang ini.

Sastra lebih dari itu. Ia juga merupakan karangan yang

menyajikan kearifan dan gagasan-gagasan penting kehidupan

termasuk moral, al-hikmah dan spiritualitas. Perubahan itu

juga tampak dalam bahasa yang digunakan. Kaya-karya baru yang

dihasilkan oleh penulis Muslim ini lebih halus, sedangkan

isinya lebih universal. Puisi karya penyair zaman pra-Islam

biasanya kasar dan nadanya sombong. Isinya pun tidak mendalam,

sering hanya berkaitan dengan masalah-masalah sensual. Bahkan

terdapat syair-syair zaman pra-Islam yang ditulis untuk

mengejek kabilah musuh. Biasanya sajak-sajak seperti itu bisa

menyulut sengketa dan permusuhan antar kabilah. Beberapa syair

sengaja ditulis untuk menghina kabilah musuh. Untuk keperluan

itu maka setiap kabilah mesti memiliki penyair andalan, yang

5

setiap diharapkan dapat menulis syair-syair berisi jawaban

terhadap syair ejekan dari kabilah lain.

Pada masa sebelumnya prosa tidak berkembang, karena

kecintaan pada puisi yang mendalam. Setelah Islam datang,

lambat laun prosa mulai bertunas dan tumbuh subur. Tokoh yang

dipandang  penulis prosa terawal ialah Ali bin Abi Thalib

(600-601 M). Dalam sejarah  Ali bin Abi Thalib merupakan

pemuda Arab pertama yang memeluk agama Islam. Dia adalah

menantu Nabi dan terkenal sebagai orang yang berani membela

Islam dan  terpelajar pula.  Ketika Rasulullah masih hidup,

dia pernah diberi tugas menjadi pengumpul wahyu yang diterima

Nabi. Ali bin Abi Thalib menguasai bahasa Arab dengan baiknya,

khususnya dialek Hejaz yang dianggap sebagai dialek bahasa

Arab yang terindah pada zaman itu. Karyanya yang masyhur

sebagai prosa pertama bernilai sastra dalam bahasa Arab

ialah Nahj al-Balaghah (Jalan Terang). Kitab ini merupakan

kumpulan khotbah, peribahasa, kata-kata mutiara dan surat-

suratnya. Pada akhir abad ke-7 M muncul pula penyair yang

membawa pembaruan cukup berarti, yaitu Umar bin Abi Rabi`ah

(643-712). Dia hidup pada zaman kejayaan  Umayyah. Umar bin

Abi Rabi`ah berasal dari kabilah Quraysh ban Makhzun. Ayahnya

pernah diberi tugas oleh Nabi untuk menyebarkan agama Islam di

Yaman. Menjelang akhir hayatnya dia banyak menulis syair-syair

zuhudiyah. Gaya bahasanya sangat halus dan ekspresif.

Pada awal abad ke-8 M,  sebuah tradisi baru  muncul,

yaitu penulisan syair-syair untuk dinyanyikan, tetapi berbeda

dari madah. Jenis syair baru ini disebut al-sy`r al-ghina (syair

6

pelipur lara). Yang digemari oleh para penulis syair al-ghina’

ialah tema-tema erotis dan sensual, serta mujun,yaitu tema-tema

yang menyimpang dari ajaran agama dan moral. Pada masa ini

pulalah mulai muncul penyair-penyair yang gemar mengembara

untuk berdakwah dengan cara membacakan dan menyanyikan syair-

syair mereka. Syair yang didakwahkan itu dinyanyikan sehingga

menarik perhatian bagi pendengarnya.

Jenis syair lain yang juga digemari dan muncul pada zaman

ini ialah al-ghazal al`uzri, yaitu sajak-sajak cinta muni. Penyair

yang banyak melahirkan syair semacam ini ialah Qays alias

Majnun bin Amir. Kisah cintanya yang mendalam kepada seorang

gadis bernama Layla, menarik perhatian masyarakat Arab dan

diabadikan dalam kisah yang sangat terkenal Layla wa

Majnun. Tema ghazal a-uzri ialah cinta murni yang didasarkan atas

ajaran Islam. Cinta seperti itu menuntut ketulusan,

pengurbanan dan kesucian.  Hija’ (sindiran) juga digemari.

Melalui hija’ mereka melontarkan kritik atau kecaman terhadap

ketimpangan yang berlaku dalam masyarakat, Misalnya

ketidakadilan penguasa, penyelewengan dan korupsi yang

dilakukan para pejabat, pemimpin agama dan politisi. Biasanya

hija’ ditulis untuk mengecam orang-orang yang perilakunya

menyimpang dari ajaran agama. Di antara penulis hija’ yang

terkenal ialah Farazdaq (w. 728 M).3

3 Muhammad bin Abdul Rahman al-Rabi’, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhuhu,

(Riyadh: Jami’ah Muhammad bin Sa’ud, 1410 H), hal 217-223. Hemat

penulis, dengan berpegangan pada karya Prof. Dr. Sukron Kamil,

sejatinya memang apa yang merasuk (terjadi) dalam kesejarahan sastra

Islam di Nusantara—masih terpengaruh pada sastra Islam dahulu.7

E. THEORITICAL FRAMEWORK

Beberapa ahli menyebutkan bahwa Islam sebagai pencetus

lahirnya jenis karya sastra sejarah di Nusantara. Sebagai

karya sastra yang sebagian besar ditulis setelah datangnya

agama Islam, karya sastra Nusantara banyak mengandung unsur-

unsur Islam yang berkembang saat itu. Bahkan, dalam karya

sastra sejarah Nusantara ini akan dipahami bagaimana warna

keislaman yang terdapat dalam suatu masyarakat pendukung karya

itu.4

Pada Abad ke-14-15 M, Sastra Islam Nusantara mulai sering

muncul seiring semakin luasnya penyebaran agama Islam di

Kepulauan Melayu. Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di

Kepulauan Nusantara digunakan sebagai media dakwah dan bahasa

pengantar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sehingga pada

abad ke-16 M, bahasa Melayu semakin mendapatkan posisi yang

penting dan lebih tinggi daripada bahasa-bahasa etnik

Nusantara lainnya. Kondisi ini berimplikasi pada semakin

meningkatnya posisi kesusastraan Melayu yang mencapai puncak

perkembangannya pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 M

dan bermunculannya tokoh seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin

as-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, dan lain-lain.5

Istilah sastra Islam sering dikaburkan dengan sastra

Arab, karena medium awalnya yang tumbuh di negara-negara Arab

Embrionya dari sana. 4 A. Teeuw, Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik, hal 16.

5 Abdul Hadi WM, Sastra Islam Melayu-Nusantara, 10 Agustus 2011.

Sumber sastra-muslim.blogspot.com/2011/11/sastra-islam-melayu-nusantara.html,

(diakses pada 1 November 2013)8

(timur-tengah) dan ditulis dengan menggunakan bahasa Arab.

Mengacu pada ensiklopedia Islam, di sana dijelaskan jika

kesusasteraan Islam adalah kesusastraan Arab setelah masuknya

pengaruh Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya

orang Arab terkenal sebagai bangsa yang menyukai syair-syair.

Bangsa-bangsa nomaden (orang badui) senang membuat syair-syair

melalui prosa, dan puisi yang dinyanyikan dengan kasidah atau

ode, dengan ciri khas memiliki ritme yang sama di setiap akhir

lirik, yang terdiri sekitar 25 sampai dengan 100 bait.

Puisi-puisi atau syair-syair tersebut kebanyakan

mengisahkan tentang kejayaan dan kecintaan mereka pada suku-

suku mereka (masa jahilliyah, bangsa Arab hidup bersuku-suku

dan gemar berperang). Perkembangan sastra Islam yang ada di

dunia Arab yang terbagi ke dalam lima periode di antaranya,

kesusastraan jahiliyah, kesusastraan zaman Islam, kesusastraan

Abbasiyah, kesusastraan pemerintahan Turki Usmani, dan

kesusastraan abad modern. Namun penulis menyederhanakannya

menajadi tiga fase perkembangan, yakni dimulai dengan fase

perkebangan awal, fase masuknya gaya barat, dan terakhir

adalah fase kaum sufi.

F. MENGUPAS SEKILAS SASTRA ISLAM

Sastra sebagai sebuah produk pemikirian, merupan medium

dalam menyampaikan ide-ide melalui lisan maupun tulisan. Namun

kunci utamanya adalah kemampuan dalam berbahasa (language skill).

Jika Ayu Utami memandang sastra sebagai sebuah medium

pergulatan nilai, maka persepsi ini mungkin tidak masuk dalam

sastra islam sebagai sebuah bentuk tulisan orang-orang saleh

9

yang mengemban sebuah mission sacré berdakwah mengamalkan nilai-

nilai suci ajaran Islam. Adapun ciri-ciri spesifik dari karya

semacam ini adalah sebagai berikut:

1. Karya tersebut medorong pembacanya melakukan amal makruf nahi mungkar.

2. Karya tersebut bertujuan meneggakan ajaran Allah

3. Karya tersebut bertandesi membenarkan yang benar dan mengharamkan yang haram

4. Karya tersebut mendorong lahirnya masyarakat yang adil dan makmur

5. Dan karya tersebut mengesankan tidak ada hak hidup bagi orang-orang jahat.

Namun, ciri-ciri di atas tidak sepenuhnya mampu memberikan

konsepsi yang ajeg mengenai sastra Islam, terutama yang tumbuh

di dunia Arab, karena seiring perkembangannya yang banyak juga

akhirnya terpengaruh oleh budaya asing terutama yang paling

kuat dari Persia dan Romawi, ditambah dengan lahirnya kaum

sufi. Walau seiring dinamika jaman karya-karya sastra islam

mengalami banyak kemajuan dan pembaharuan, namun secara

sederhana terdapat tiga jenis karakter sastra Islam, yang

pertama ada sastra yang bersifat zuhud, banyak berbicara

hubungan manusia dengan sang khalik, dan pandangan tentang

dunia yang fana dan sementara saja, yang kedua sastra Hija’

(satire) yang banyak mengkritik tentang berbagai hal seperti

moral, keadaan sosial, dan yang paling sering tentang

pemerintah dan para pejabat, dan yang terakhir bersifat madh

(madah) sastra rendah yang hanya mengumbar tentang cinta,

kesedihan, dsb. Walau setiap dinamika jaman secara general

10

bisa kita klasifikasikan antara keadaan zaman dengan ketiga

karakteristik tersebut, namun sekali lagi ketiganya tetap

hidup secara bersamaan tergantung situasi dan kondisi yang

mendukung keberadaannya dan diterimanya oleh masyarakat.6

G. SASTRA ISLAM DAN BAHASA MELAYU

Sejarah bahasa Melayu dalam rumpun austronesia yang paling tua

menunjukkan pada 680 M dalam prasasti kota Kapur di Bangka.

Bahasa Melayu tua menjadi dasar dari bahasa Indonesia dan

Melayu Johor. Mengkaji perkembangan sastra Islam di Indonesia

maka tak akan lepas dari perkembangan bahasa Melayu. Sejak

masuknya sastra Islam apda abad 14-an menunjukkan jika sastra

bernafaskan Islam ditulis dalam bahasa melayu, seperti karya-

karya pada (tabel II) sebagian karya-karya itu disadur ke

dalam bahasa Melayu. Sejak penyebarannya yang intens pada masa

ekpansi melayu, lalu diteruskan pada masa penjajahan Portugis

yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar teks

bible dan sekolah-sekolah Kristen di Ambon, menjadikan bahasa

Melayu semakin akrab dan digunakan di berbagai daerah di

Nusantara. Puncaknya adalah pada 1928 setelah peristiwa Sumpah

Pemuda, bahasa Melayu telah bertansfomasi menjadi bahasa

dengan karakteristik Indonesia, yang menjadi pemersatu

berbagai perbedaan yang ada. Sutan Takdir Alisyahbana dalam

studinya tentang bahasa Indonesia menekankan jika dengan

tumbuhnya bahasa Indonesia maka menjadi harapan baru bagi

perkembangan sastra di Nusantara dan fungsinya dalam

6 http://id.wikipedia.org. akses pada 1 November 2013 11

mengangkat bangsa Indonesia. Tabel I di bawah ini menunjukkan

periodesasi sastra Islam di Nusantara:

Periodesasi Sastra Islam Indonesia

N

o

Periode Nama

Pengarang

Tahun Karya Karakteristik

1 Abad

Awal

14-16

- Abad

14-15

(Berakh

ir pada

abad

ke-16)

Alegori

Sufi:

Syahi

Mardan

(Angling

Darma)

berdasarka

n cerita

dari India

Dewa ruci

yang

menggunaka

n tokoh

bima dalam

pewayangan

(namun

diganti

dengan

cerita-

cerita

-Biasa disebut

juga sastra

Melayu, karena

kebanyakan

berkembang di

daerah Sumatra

yang berbahasa

Melayu

-Awalnya

kebanyakan berupa

saduran dari

karya sastra

timur tengah

terutama Persia

-Banyak nuansa

sufisme/tarekat

-Digunakan

sebagai medium

12

teladan

nabi)

dakwah yang

terdiri dari

empat aspek,

yaitu :

Tasawuf :

-Eksalogis (rukun

Islam)

-Memasukkan

unsur-unsur Islam

dalam cerita

lokal

-Pengaruh Persia

yang kentara

Hamzah

Fansuri

- -

Syekh

Syamsuddi

n bin

Abdullah

Al

Matsani

1630 M -

Nurrudin

Arraniri

1658 M -

Saduran

dari

Persia

(tidak

tersedia)

Telah

ada

sejak

abad

15-16 M

dan

Salinan

nya

lagi

pada

Abad 17

Hikayah si

miskin dan

si kaya,

hikayah

marakarma,

hikayah

nahkoda

muda,

hikayah

siti Sara,

hikayah

Ahmad

Muhammad,

hikayah

berma

Syahdan,

13

Hikayah

Indra

putera,

hiakyah

Syar’I

Mardu

Transisi - 18-19 Kisah Nabi

dan Wali

Hikayah

pahlawan

islam

Seperti:

Iskandar

Zulkarnaen

, Amir

Hamzah,

Akhir

masa

klassik

dan

sastra

Islam

modern

Menurut Liau Yock Fang, sastra Islam adalah sastra tentang

orang Islam dan segala amal salehnya. Sastra Islam melayu

14

adalah sastra orang Islam yang ditulis dalam bahasa malayu di

rantau ini. Lebih lanjut Yock menjelaskan jika sastra Islam

melayu pada awalnya merupakan hasil saduran dari karya sastra

bahasa parsi dan Arab oleh dua kelompok yang paling mencolok,

yang pertama yaitu karya yang berupa kitab-kita berunsur

keagaamaan yang dilakukan oleh orang-orang Melayu Nusantara

yang belajar di Arab, sedangkan kelompok kedua adalah orang-

orang dari India Selatan yang karya-karyanya lebih bersifat

hiburan. Semua karya-karya pada masa awal ini tidak diketahui

nama pengarang dan tariknya sehingga menyulitkan dalam membuat

periodesasi. Namun ada bukti yang menunjukkan jika karya-karya

tersebut datang setelah Islam masuk dan huruf Jawi diciptakan.

Berdasarkan kategori yang dibuat R. Roolvinck tedapat lima

jenis sastra Islam yaitu:

1. Cerita Al-Qur’an

2. Cerita Nabi Muhammad

3. Cerita Sahabat Nabi Muhammad

4. Cerita Pahlawan Islam

5. Sastra Kitab

Karya-karya Sastra Islam Melayu Fase Awal7

Tabel II

7 Liau Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik, h. 572.

15

Kategor

i Karya

Cerita

Al-Qur’an

Cerita

Nabi

Muhammad

Cerita

Sahabat

Nabi

Muhammad

Cerita

Pahlawan

Islam

Sastra

Kitab

Pengara

ng

Al K’isai

13 M

Shamsudin

dari

bintan

- - -

Contoh

Karya

Cerita

Adam

Cerita

Sis

Cerita

Idris

Cerita

Nuh

Cerita

Hud

Cerita

Saleh

Cerita

Ibrahim

Cerita

Ishak

Cerita

Hikayah

Nur

Muhammad

(tarikh

mukhtasar)

Hikayah

Bulan

Berbelah

Hikayah

Nabi

Bercukur

,Hikayah

Nabi wafat

Hikayah

Muhamamd

hanafiah

(I)

Hikayah

Muhamad

Hanafiah

Hikayah

Tamim al

dari

Hikayah

Abu

Syahmah

Hikayah

Sama’un

Hikayah

Raja

Khandak

Hikayah

Iskandar

Zulkarnae

n

Hikaya

Amir

Hamzah

Kisah

badi Ul

zaman

Cerita

Lahad

Cerita

Amir Ibnu

Omayya

-

16

Yakub dan

Yusuf

Cerita

Musa

CeritaAyu

b

CeritaYun

us

Cerita

Elias

Cerita

Daud

Cerita

Sulaiman

Cerita

Armia dan

Azis

Cerita

Yahya

Cerita

Maryam

dan Isa

Hikayah

saif Dzul

Yazan

17

Hikayah

Raja

Jumjumah

atau

tengkorak

kering

Dari daftar tabel dia atas menunjukkan jika pada fase

awal banyak karya-karya hasil saduran dari cerita-cerita yang

berasal dari Arab dan Parsi. Cerita Al-Qur’an adalah cerita

yang mengisahkan cerita nabi-nabi atau tokoh-tokoh yang

namanya disebut dalam Al-qur’an. Al-Kisai adalah seorang

penulis cerita Al-Qur’an yang paling terkenal dengan ceritanya

berjudul ‘Qisah Al-Anbiya’. Karakteristik dari cerita ini

adalah bersifat didaktis yang kaya akan muatan nilai dan suri

Tauladan, selain itu juga kuat akan muatan nilai keagamaan

yang menjunjung ajaran tauhid. Yang menarik dari sebagian

karya-karya tersebut adalah karena diterjemahkan tidak hanya

ke dalam bahasa melayu saja melainkan juga ke dalam bahasa

Jawa, Sunda, Aceh, Parsi, dan Hindustan seperti yang dapat

kita jumpai dari karya berjudul Hikayah Raja Junjumah atau

Tengkorang Elang.

Berikutnya Cerita Muhammad, terdiri dari tiga jenis

yaitu, pertama mengisahkan tentang riwayat nabi dari kelahiran

sampai wafatnya. Dalam bahasa melayu jenis cerita pertama ini

terdapat dua buah yaitu, Hikayah Muhammad Hanafiah dan Hikayah

nabi. Walaupun cerita ini berasal dari sirah Nabi, namun karena

karya sastra sangat mengedepankan nilai bahasa dan pemaknaan,18

maka ceritanya sudah banyak disusupi dengan cerita-cerita

khayalan yang bertujuan untuk mengagungkan Nabi. Jenis kedua,

meceritakan mengenai mukjizad nabi, cerita ini juga bersumber

dari sirah dan hadis,beberapa contohnya yang terkenal di

antaranya Hikayah Bulan Berbelah dan Hikayah Nabi Bercukur.

Dan yang terakhir adalah karya berjenis Maghzi, sebagai jenis

sastra yang betutur tentang peperangan pada masa Nabi dalam

usaha meneggakan Dinullah (Agama Allah).

PETA PERIODESASI SASTRA ARAB8

Periode Genre Ideologi SastrawanKlasik :

Jahiliyah

(122SH -1H /500-

622M)

Puisi Imaginatif Geneologi Arab – Fanatisme

Mempertahankan Orisinalitas dan

pokok-pokok struktur arab klasik

Ilmu Balaghah sebagai kritik

sastra Formalisme.

Khalifah Islam – Fanatisme agama

Dinasti Muawiyah

Islam sampai

Daulah Umayyah

(1-132H /622-

750M)

Prosa Rasional

Khitabah

Pertengahan :

Daulah Abbasiyyah

(Era Kejayaan)

132-656H (750-

1258M)

Munculnya Genre

baru : Novel,

Cerita, dll

Ideologi politik Arab (damaskus)-

ke Persi (bagdad)

Pengalihan bahasa

8 Retno Irawati Purnama, Mengenal Sejarah Sastra Arab, (Semarang:

Egaacitya, 2013), hal 16-17. 19

Daulah Turkiyah

(Era Kemunduran)

(656-1220H /1258-

1822M)

-

Modern :

Pertengahan Abad

19

(1213-1312H

/1798-1900M)

Drama

Prosa Klasik dan

Modern

Puisi

Neoklasik, (al-Muhafidzun)

Gerakan Pembaharuan Barat

(Madrasah Diwan)

Madrasah Al-Muhajir

Madrasah Al-Mujaddidun

Madrasah Al-Mughaaliinu

SASTRA ARAB MODERN

Muncul  Pertengahan Abad ke-19 (1920 – sekarang) dengan

ditandainya beberapa Negara Arab berhasil memerdekakan diri

dari pemerintahan Kolonial.

Perkembangan Sastra Arab Modern :

Genre

Sastra

Aliran / Madzhab Tokoh serta Gagasan ideologinya

Drama Terpengaruh

aliran Barat

(romantisme,

Exsistensisme,

dll)

Kelompok Najib Al-Raihani

-          Kritik Sosial melalui

Drama.

Muhammad dan Mahmud Taymur

-          Aliran Madrasah Misriyah

Al-Jadidah

Taufiq Al-Hakami :

-          Modernisme dalam drama

Prosa Klasik Ar-Rafi’I, Al-Bisyri, Al-Zayyd

20

(Mustafa

Lutfi Al-

Manfaluti)

-          Nasionalisme Arab dan

kepedulian terhadap Islam

-          Gagasan tentang teknik

penyampaian, keindahan bentuk serta

disertai perhatian terhadap ide.Modern Taufiq Al-Hakami, Toha Husein,

Aqqad

-     Gagasan pemikiran dan gaya

modern dalam sastra arab.

-          Pemunculan kritik serta

analisis terhadap sastra.Puisi

(Frase

Pertama)

Klasik

(Tradisional)

Ismail Al-Khasyab

-          Mempertahankan dan

meneruskan tradisi masa Ustmani

(Monoritme pada Puisi)Puisi

(Frase

Kedua)

Neo-klasik

(Madrasah Al-

Muhafuzun)

Mahmud Samy Al-Barudy Dan Ahmad Syauqy

:

-     Menghidupkan kembali keindahan

puisi klasik seperti abu nawas, puisi

pada dinasti abbassiyah dengan tema

dan semangat modern.

-     Reaksi terhadap kedatangan prancis

tahun 1798.Gerakan Pembaharuan

Barat (Madrasan

Diwan) Madrasah Al-

Mujaddidun

Abbas Mahmud Aqqad, Abdul Qadir Al-

Maziy, Abdurrahman Syukri

-     Ketidakpuasan terhadap aliran neo-

klasik yang berusaha mempertahankan

keindahan dan corak puisi lama.

Gerakan pada perubahan total

21

(Modernisme dalam Puisi)Madrasah Al-Muhajir

Madrasah Al-

Mughaliinu

Madrasah Apollo

JIbran Khalil Jibran, Ilya Abu Mady,

Michael Nu’minah, dkk

-          Ideologi Aliran Barat

( Realisme, Romantisme, Simbolisme,

Eksestensisme, dll)

-          Muncul Puisi bertemakan

perlawanan

Pemikiran sastra Arab modern yang nampak dan menonjol

lebih mengarah pada penjabaran di atas, sehingga banyak

pembaharuan dari sastra klasik ke modern terutama pada puisi

dan prosa, serta pada perkembangan sebelumnya (klasik) genre

Drama hanya muncul pada era sastra arab modern. Adapun pada

era modern selain puisi, prosa, dan drama perkembangan kisah

(Qishash) berkembang lebih pesat lagi akibat pengaruh hubungan

dengan aliran barat, begitupula dengan Amtsal,  Al-Hikma, Tarikh,

Shirah, Abhats ‘ilmiyyah yang mengalami perkembangan tentang tema

serta topik yang ada didalamnya.

BIBLIOGRAFI

al-Rabi’, Muhammad bin Abdul Rahman. al-Adab al-‘Arabi wa

Tarikhuhu, Riyadh: Jami’ah Muhammad bin Sa’ud, 1410 H.

Fang, Liaw Yock. Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik. Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.

22

Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2009.

Purnama, Retno Irawati. Mengenal Sejarah Sastra Arab, Semarang:

Egaacitya, 2013

Resi, Maharsi. Islam Melayu VS Jawa Islam: Menelusuri Jejak Karya

Sastra Sejarah Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Teeuw, A. Sejarah Kesusastraan Melayu, hal 16.

WM, Abdul Hadi. Sastra Islam Melayu-Nusantara, 10 Agustus 2011.

Sumber sastra-muslim.blogspot.com/2011/11/sastra-islam-melayu-

nusantara.html, (diakses pada 1 November 2013)

http://id.wikipedia.org. akses pada 1 November 2013

23