SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
6 -
download
0
Transcript of SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH
SASTRA ADAB NUSANTARA DALAM BINGKAI SEJARAH
Makalah Diajukan untuk Dipresentasikan Pada Mata
Kuliah Sastra Islam Nusantara
Prepared by:
Nasrullah Nurdin, S.Hum., Lc.
Lecturers:
Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag.
Dr. Moh. Syarif Hidayatullah, M.Hum
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYAHID JAKARTA
PROGRAM MAGISTER FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB
2013 M/ 1435 H.
A. PENDAHULUAN Masyarakat Nusantara kaya akan tradisi lama yang telah
mereka warisi dari nenek moyang mereka. Sampai sekarang
masayarakat Nusantara masih dapat menikmati berbagai khazanah
budaya yang tidak bernilai harganya. Salah satu peninggalan
nenek moyang tersebut adalah dalam bentuk karya sastra, baik
karya sastra yang hidup di kalangan masyarakat umum maupun
karya sastra yang berkembang di sana.1
Penggalian berbagai khazanah ini menjadi menarik bagi
peminat dan Mahasiswa Pascasarjana di UIN Jakarta, misalnya,
untuk mendalami seluk-beluk sejarah kesusastraan Nusantara. Di
antaranya yang menjadi daya tarik bagi Penulis makalah ini
adanya pembahasan terkait konten yang menceritakan tentang
latar belakang dan asal-usul karya sastra Nusantara tersebut.
Studi atas karya sastra Islam Nusantara merupakan kajian
yang perlu diapresiasi karena sudah banyak penulis yang
memberikan concern-nya dan telah menulis karyanya dalam bidang
ini. Dalam kajian ini, menunjukkan bahwa Islam di wilayah
Nusantara tidak hanya dipahami sebagai “agama”, tetapi juga
sudah merupakan identitas diri dalam kehidupan masyarakat.
Meskipun banyak ahli yang memperdebatkan tentang
historisitas karya sastra jenis ini, namun karya sastra
Nusantara ini—bagi pendukungnya—tetap diyakini sebagai sejarah
yang menjadi cultural heritage, bila boleh dikatakan warisan nenek
1 Maharsi Resi, Islam Melayu VS Jawa Islam: Menelusuri Jejak Karya Sastra
Sejarah Nusantara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 1. 2
moyang. Bahkan yang lebih menarik lagi bahwa karya sastra
sejarah Islam Nusantara tersebut berkembang pada masa Islam
Nusantara.
Sebelum beranjak pada sejarah karya sastra Islam
Nusantara beserta corak-coraknya, alangkah lebih baik kita
menelusuri sejenak historiografi sastra Arab pada zaman
permulaan Islam dan disusul pada aspek sejarah bagaimana
kemudian karya sastra Islam Nusantara lahir.
B. SASTRA ARAB PADA ZAMAN PERMULAAN ISLAM
Penerimaan terhadap agama Islam di kalangan bangsa Arab
pada mulanya memang tidak banyak membawa perubahan terhadap
perkembangan sastra Arab, juga tidak banyak memberi perubahan
terhadap sifat-sifat, watak dan tabiat bangsa Arab. Lagipula
pada masa awal sejarah Islam, kesusastraan berkembang agak
lambat. Hal ini disebabkan banyaknya peperangan yang dihadapi
kaum Muslimin yang begitu menguras tenaga. Pada awal abad ke-7
M, setelah Rasulullah wafat dan kepemimpinannya diganti oleh
khalifah yang empat, satu-satunya bentuk kegiatan penulisan
yang berkembang ialah penyusunan dan penulisan mushaf al-
Qur’an. Kendati demikian sebenarnya pada masa ini telah muncul
beberapa penyair yang kreatif. Di antaranya ialah penyair-
penyair yang disebut golongan mukhdramain, artinya penyair yang
hidup dalam dua zaman, zaman Jahiliyah dan zaman Islam. Di
3
antara mereka telah terdapat penyair yang dipengaruhi ajaran
dan sejarah perkembangan Islam. Syair-syair tersebut mayoritas
merupakan rekaman sejarah awal Islam, khususnya perjuangan
Nabi Muhammad dan Sahabat. Walaupun sikap hidup mereka secara
umum tidak berubah setelah memeluk Islam, namun karangan
mereka cukup penting karena nilai sejarahnya. Di antara mereka
terdapat orang yang dekat dengan Rasulullah seperti Hasan bin
Tsabit, Ka`aab bin Zubair, Ka`ab bin Malik dan Labid bin
Rabi`ah. Hasan bin Tsabit misalnya sering mendampingi Nabi dan
tampil dalam perdebatan dengan para penyair yang gemar
merendahkan dan mengejek Islam. Bersama-sama Labid bin
Rabi`ah, Hasan bin Tsabit dianggap sebagai perintis sajak-
sajak pujian kepada Nabi Muhammad.
Perubahan besar terjadi setelah munculnya penulisan
mushaf al-Qur’an, yaitu pada masa khalifah Usman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib (610-661 M). Pengaruh langsung tampak pada
berkembangnya kajian terhadap teks kitab suci, terutama dari
segi bahasa dan sastra. Semenjak itu orang Arab juga mulai
giat mengumpulkan puisi lama dan cerita lisan warisan
nenekmoyang mereka. Gaya bahasa dan puitika al-Qur’an kemudian
semakin menarik perhatian penyair yang pada gilirannya kelak
mempengaruhi corak penulisan dan pola bercerita. Penamaan adab
yang secara leksikal bermakna pendidikan kemudian berubah-ubah
(mengalami perubahan makna) menjadi sastra Arab, puisi, orasi
dan sejarah Arab.2
2 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2009), cet ke-2, hal 4. 4
C. PROSA DAN PUISI
Dalam tradisi Arab, puisi disebut manzun, yaitu komposisi
(nazm) yang bahasanya terikat pada pola rima dan sajak. Prosa
disebut mantsur, yaitu gubahan yang bahasanya longgar, tidak
terikat pada pola rima dan aturan persajakan tertentu. Dari
segi tema, amanat dan coraknya sastra Arab baru ini pun
berbeda dari sastra Arab lama. Pada masa ini para sastrawan
mulai mengaitkan sastra dengan adab, bahkan menyebut sastra
sebagai adab, yaitu sikap dan perbuatan yang didasarkan pada
akhlaq dan sopan santun. Adab juga dihubungkan dengan
tingginya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dicapai oleh
seorang penulis, serta kedewasaan dan kematangan pandangan
hidup mereka. Berdasar pandangan ini maka sastra tidak hanya
berisi ungkapan perasaan dan pengalaman hidup biasa
sebagaimana kerap diartikan orang, begitu pula sekarang ini.
Sastra lebih dari itu. Ia juga merupakan karangan yang
menyajikan kearifan dan gagasan-gagasan penting kehidupan
termasuk moral, al-hikmah dan spiritualitas. Perubahan itu
juga tampak dalam bahasa yang digunakan. Kaya-karya baru yang
dihasilkan oleh penulis Muslim ini lebih halus, sedangkan
isinya lebih universal. Puisi karya penyair zaman pra-Islam
biasanya kasar dan nadanya sombong. Isinya pun tidak mendalam,
sering hanya berkaitan dengan masalah-masalah sensual. Bahkan
terdapat syair-syair zaman pra-Islam yang ditulis untuk
mengejek kabilah musuh. Biasanya sajak-sajak seperti itu bisa
menyulut sengketa dan permusuhan antar kabilah. Beberapa syair
sengaja ditulis untuk menghina kabilah musuh. Untuk keperluan
itu maka setiap kabilah mesti memiliki penyair andalan, yang
5
setiap diharapkan dapat menulis syair-syair berisi jawaban
terhadap syair ejekan dari kabilah lain.
Pada masa sebelumnya prosa tidak berkembang, karena
kecintaan pada puisi yang mendalam. Setelah Islam datang,
lambat laun prosa mulai bertunas dan tumbuh subur. Tokoh yang
dipandang penulis prosa terawal ialah Ali bin Abi Thalib
(600-601 M). Dalam sejarah Ali bin Abi Thalib merupakan
pemuda Arab pertama yang memeluk agama Islam. Dia adalah
menantu Nabi dan terkenal sebagai orang yang berani membela
Islam dan terpelajar pula. Ketika Rasulullah masih hidup,
dia pernah diberi tugas menjadi pengumpul wahyu yang diterima
Nabi. Ali bin Abi Thalib menguasai bahasa Arab dengan baiknya,
khususnya dialek Hejaz yang dianggap sebagai dialek bahasa
Arab yang terindah pada zaman itu. Karyanya yang masyhur
sebagai prosa pertama bernilai sastra dalam bahasa Arab
ialah Nahj al-Balaghah (Jalan Terang). Kitab ini merupakan
kumpulan khotbah, peribahasa, kata-kata mutiara dan surat-
suratnya. Pada akhir abad ke-7 M muncul pula penyair yang
membawa pembaruan cukup berarti, yaitu Umar bin Abi Rabi`ah
(643-712). Dia hidup pada zaman kejayaan Umayyah. Umar bin
Abi Rabi`ah berasal dari kabilah Quraysh ban Makhzun. Ayahnya
pernah diberi tugas oleh Nabi untuk menyebarkan agama Islam di
Yaman. Menjelang akhir hayatnya dia banyak menulis syair-syair
zuhudiyah. Gaya bahasanya sangat halus dan ekspresif.
Pada awal abad ke-8 M, sebuah tradisi baru muncul,
yaitu penulisan syair-syair untuk dinyanyikan, tetapi berbeda
dari madah. Jenis syair baru ini disebut al-sy`r al-ghina (syair
6
pelipur lara). Yang digemari oleh para penulis syair al-ghina’
ialah tema-tema erotis dan sensual, serta mujun,yaitu tema-tema
yang menyimpang dari ajaran agama dan moral. Pada masa ini
pulalah mulai muncul penyair-penyair yang gemar mengembara
untuk berdakwah dengan cara membacakan dan menyanyikan syair-
syair mereka. Syair yang didakwahkan itu dinyanyikan sehingga
menarik perhatian bagi pendengarnya.
Jenis syair lain yang juga digemari dan muncul pada zaman
ini ialah al-ghazal al`uzri, yaitu sajak-sajak cinta muni. Penyair
yang banyak melahirkan syair semacam ini ialah Qays alias
Majnun bin Amir. Kisah cintanya yang mendalam kepada seorang
gadis bernama Layla, menarik perhatian masyarakat Arab dan
diabadikan dalam kisah yang sangat terkenal Layla wa
Majnun. Tema ghazal a-uzri ialah cinta murni yang didasarkan atas
ajaran Islam. Cinta seperti itu menuntut ketulusan,
pengurbanan dan kesucian. Hija’ (sindiran) juga digemari.
Melalui hija’ mereka melontarkan kritik atau kecaman terhadap
ketimpangan yang berlaku dalam masyarakat, Misalnya
ketidakadilan penguasa, penyelewengan dan korupsi yang
dilakukan para pejabat, pemimpin agama dan politisi. Biasanya
hija’ ditulis untuk mengecam orang-orang yang perilakunya
menyimpang dari ajaran agama. Di antara penulis hija’ yang
terkenal ialah Farazdaq (w. 728 M).3
3 Muhammad bin Abdul Rahman al-Rabi’, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhuhu,
(Riyadh: Jami’ah Muhammad bin Sa’ud, 1410 H), hal 217-223. Hemat
penulis, dengan berpegangan pada karya Prof. Dr. Sukron Kamil,
sejatinya memang apa yang merasuk (terjadi) dalam kesejarahan sastra
Islam di Nusantara—masih terpengaruh pada sastra Islam dahulu.7
E. THEORITICAL FRAMEWORK
Beberapa ahli menyebutkan bahwa Islam sebagai pencetus
lahirnya jenis karya sastra sejarah di Nusantara. Sebagai
karya sastra yang sebagian besar ditulis setelah datangnya
agama Islam, karya sastra Nusantara banyak mengandung unsur-
unsur Islam yang berkembang saat itu. Bahkan, dalam karya
sastra sejarah Nusantara ini akan dipahami bagaimana warna
keislaman yang terdapat dalam suatu masyarakat pendukung karya
itu.4
Pada Abad ke-14-15 M, Sastra Islam Nusantara mulai sering
muncul seiring semakin luasnya penyebaran agama Islam di
Kepulauan Melayu. Bahasa Melayu yang menjadi lingua franca di
Kepulauan Nusantara digunakan sebagai media dakwah dan bahasa
pengantar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sehingga pada
abad ke-16 M, bahasa Melayu semakin mendapatkan posisi yang
penting dan lebih tinggi daripada bahasa-bahasa etnik
Nusantara lainnya. Kondisi ini berimplikasi pada semakin
meningkatnya posisi kesusastraan Melayu yang mencapai puncak
perkembangannya pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 M
dan bermunculannya tokoh seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin
as-Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, dan lain-lain.5
Istilah sastra Islam sering dikaburkan dengan sastra
Arab, karena medium awalnya yang tumbuh di negara-negara Arab
Embrionya dari sana. 4 A. Teeuw, Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik, hal 16.
5 Abdul Hadi WM, Sastra Islam Melayu-Nusantara, 10 Agustus 2011.
Sumber sastra-muslim.blogspot.com/2011/11/sastra-islam-melayu-nusantara.html,
(diakses pada 1 November 2013)8
(timur-tengah) dan ditulis dengan menggunakan bahasa Arab.
Mengacu pada ensiklopedia Islam, di sana dijelaskan jika
kesusasteraan Islam adalah kesusastraan Arab setelah masuknya
pengaruh Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya
orang Arab terkenal sebagai bangsa yang menyukai syair-syair.
Bangsa-bangsa nomaden (orang badui) senang membuat syair-syair
melalui prosa, dan puisi yang dinyanyikan dengan kasidah atau
ode, dengan ciri khas memiliki ritme yang sama di setiap akhir
lirik, yang terdiri sekitar 25 sampai dengan 100 bait.
Puisi-puisi atau syair-syair tersebut kebanyakan
mengisahkan tentang kejayaan dan kecintaan mereka pada suku-
suku mereka (masa jahilliyah, bangsa Arab hidup bersuku-suku
dan gemar berperang). Perkembangan sastra Islam yang ada di
dunia Arab yang terbagi ke dalam lima periode di antaranya,
kesusastraan jahiliyah, kesusastraan zaman Islam, kesusastraan
Abbasiyah, kesusastraan pemerintahan Turki Usmani, dan
kesusastraan abad modern. Namun penulis menyederhanakannya
menajadi tiga fase perkembangan, yakni dimulai dengan fase
perkebangan awal, fase masuknya gaya barat, dan terakhir
adalah fase kaum sufi.
F. MENGUPAS SEKILAS SASTRA ISLAM
Sastra sebagai sebuah produk pemikirian, merupan medium
dalam menyampaikan ide-ide melalui lisan maupun tulisan. Namun
kunci utamanya adalah kemampuan dalam berbahasa (language skill).
Jika Ayu Utami memandang sastra sebagai sebuah medium
pergulatan nilai, maka persepsi ini mungkin tidak masuk dalam
sastra islam sebagai sebuah bentuk tulisan orang-orang saleh
9
yang mengemban sebuah mission sacré berdakwah mengamalkan nilai-
nilai suci ajaran Islam. Adapun ciri-ciri spesifik dari karya
semacam ini adalah sebagai berikut:
1. Karya tersebut medorong pembacanya melakukan amal makruf nahi mungkar.
2. Karya tersebut bertujuan meneggakan ajaran Allah
3. Karya tersebut bertandesi membenarkan yang benar dan mengharamkan yang haram
4. Karya tersebut mendorong lahirnya masyarakat yang adil dan makmur
5. Dan karya tersebut mengesankan tidak ada hak hidup bagi orang-orang jahat.
Namun, ciri-ciri di atas tidak sepenuhnya mampu memberikan
konsepsi yang ajeg mengenai sastra Islam, terutama yang tumbuh
di dunia Arab, karena seiring perkembangannya yang banyak juga
akhirnya terpengaruh oleh budaya asing terutama yang paling
kuat dari Persia dan Romawi, ditambah dengan lahirnya kaum
sufi. Walau seiring dinamika jaman karya-karya sastra islam
mengalami banyak kemajuan dan pembaharuan, namun secara
sederhana terdapat tiga jenis karakter sastra Islam, yang
pertama ada sastra yang bersifat zuhud, banyak berbicara
hubungan manusia dengan sang khalik, dan pandangan tentang
dunia yang fana dan sementara saja, yang kedua sastra Hija’
(satire) yang banyak mengkritik tentang berbagai hal seperti
moral, keadaan sosial, dan yang paling sering tentang
pemerintah dan para pejabat, dan yang terakhir bersifat madh
(madah) sastra rendah yang hanya mengumbar tentang cinta,
kesedihan, dsb. Walau setiap dinamika jaman secara general
10
bisa kita klasifikasikan antara keadaan zaman dengan ketiga
karakteristik tersebut, namun sekali lagi ketiganya tetap
hidup secara bersamaan tergantung situasi dan kondisi yang
mendukung keberadaannya dan diterimanya oleh masyarakat.6
G. SASTRA ISLAM DAN BAHASA MELAYU
Sejarah bahasa Melayu dalam rumpun austronesia yang paling tua
menunjukkan pada 680 M dalam prasasti kota Kapur di Bangka.
Bahasa Melayu tua menjadi dasar dari bahasa Indonesia dan
Melayu Johor. Mengkaji perkembangan sastra Islam di Indonesia
maka tak akan lepas dari perkembangan bahasa Melayu. Sejak
masuknya sastra Islam apda abad 14-an menunjukkan jika sastra
bernafaskan Islam ditulis dalam bahasa melayu, seperti karya-
karya pada (tabel II) sebagian karya-karya itu disadur ke
dalam bahasa Melayu. Sejak penyebarannya yang intens pada masa
ekpansi melayu, lalu diteruskan pada masa penjajahan Portugis
yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar teks
bible dan sekolah-sekolah Kristen di Ambon, menjadikan bahasa
Melayu semakin akrab dan digunakan di berbagai daerah di
Nusantara. Puncaknya adalah pada 1928 setelah peristiwa Sumpah
Pemuda, bahasa Melayu telah bertansfomasi menjadi bahasa
dengan karakteristik Indonesia, yang menjadi pemersatu
berbagai perbedaan yang ada. Sutan Takdir Alisyahbana dalam
studinya tentang bahasa Indonesia menekankan jika dengan
tumbuhnya bahasa Indonesia maka menjadi harapan baru bagi
perkembangan sastra di Nusantara dan fungsinya dalam
6 http://id.wikipedia.org. akses pada 1 November 2013 11
mengangkat bangsa Indonesia. Tabel I di bawah ini menunjukkan
periodesasi sastra Islam di Nusantara:
Periodesasi Sastra Islam Indonesia
N
o
Periode Nama
Pengarang
Tahun Karya Karakteristik
1 Abad
Awal
14-16
- Abad
14-15
(Berakh
ir pada
abad
ke-16)
Alegori
Sufi:
Syahi
Mardan
(Angling
Darma)
berdasarka
n cerita
dari India
Dewa ruci
yang
menggunaka
n tokoh
bima dalam
pewayangan
(namun
diganti
dengan
cerita-
cerita
-Biasa disebut
juga sastra
Melayu, karena
kebanyakan
berkembang di
daerah Sumatra
yang berbahasa
Melayu
-Awalnya
kebanyakan berupa
saduran dari
karya sastra
timur tengah
terutama Persia
-Banyak nuansa
sufisme/tarekat
-Digunakan
sebagai medium
12
teladan
nabi)
dakwah yang
terdiri dari
empat aspek,
yaitu :
Tasawuf :
-Eksalogis (rukun
Islam)
-Memasukkan
unsur-unsur Islam
dalam cerita
lokal
-Pengaruh Persia
yang kentara
Hamzah
Fansuri
- -
Syekh
Syamsuddi
n bin
Abdullah
Al
Matsani
1630 M -
Nurrudin
Arraniri
1658 M -
Saduran
dari
Persia
(tidak
tersedia)
Telah
ada
sejak
abad
15-16 M
dan
Salinan
nya
lagi
pada
Abad 17
Hikayah si
miskin dan
si kaya,
hikayah
marakarma,
hikayah
nahkoda
muda,
hikayah
siti Sara,
hikayah
Ahmad
Muhammad,
hikayah
berma
Syahdan,
13
Hikayah
Indra
putera,
hiakyah
Syar’I
Mardu
Transisi - 18-19 Kisah Nabi
dan Wali
Hikayah
pahlawan
islam
Seperti:
Iskandar
Zulkarnaen
, Amir
Hamzah,
Akhir
masa
klassik
dan
sastra
Islam
modern
Menurut Liau Yock Fang, sastra Islam adalah sastra tentang
orang Islam dan segala amal salehnya. Sastra Islam melayu
14
adalah sastra orang Islam yang ditulis dalam bahasa malayu di
rantau ini. Lebih lanjut Yock menjelaskan jika sastra Islam
melayu pada awalnya merupakan hasil saduran dari karya sastra
bahasa parsi dan Arab oleh dua kelompok yang paling mencolok,
yang pertama yaitu karya yang berupa kitab-kita berunsur
keagaamaan yang dilakukan oleh orang-orang Melayu Nusantara
yang belajar di Arab, sedangkan kelompok kedua adalah orang-
orang dari India Selatan yang karya-karyanya lebih bersifat
hiburan. Semua karya-karya pada masa awal ini tidak diketahui
nama pengarang dan tariknya sehingga menyulitkan dalam membuat
periodesasi. Namun ada bukti yang menunjukkan jika karya-karya
tersebut datang setelah Islam masuk dan huruf Jawi diciptakan.
Berdasarkan kategori yang dibuat R. Roolvinck tedapat lima
jenis sastra Islam yaitu:
1. Cerita Al-Qur’an
2. Cerita Nabi Muhammad
3. Cerita Sahabat Nabi Muhammad
4. Cerita Pahlawan Islam
5. Sastra Kitab
Karya-karya Sastra Islam Melayu Fase Awal7
Tabel II
7 Liau Yock Fang, Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik, h. 572.
15
Kategor
i Karya
Cerita
Al-Qur’an
Cerita
Nabi
Muhammad
Cerita
Sahabat
Nabi
Muhammad
Cerita
Pahlawan
Islam
Sastra
Kitab
Pengara
ng
Al K’isai
13 M
Shamsudin
dari
bintan
- - -
Contoh
Karya
Cerita
Adam
Cerita
Sis
Cerita
Idris
Cerita
Nuh
Cerita
Hud
Cerita
Saleh
Cerita
Ibrahim
Cerita
Ishak
Cerita
Hikayah
Nur
Muhammad
(tarikh
mukhtasar)
Hikayah
Bulan
Berbelah
Hikayah
Nabi
Bercukur
,Hikayah
Nabi wafat
Hikayah
Muhamamd
hanafiah
(I)
Hikayah
Muhamad
Hanafiah
Hikayah
Tamim al
dari
Hikayah
Abu
Syahmah
Hikayah
Sama’un
Hikayah
Raja
Khandak
Hikayah
Iskandar
Zulkarnae
n
Hikaya
Amir
Hamzah
Kisah
badi Ul
zaman
Cerita
Lahad
Cerita
Amir Ibnu
Omayya
-
16
Yakub dan
Yusuf
Cerita
Musa
CeritaAyu
b
CeritaYun
us
Cerita
Elias
Cerita
Daud
Cerita
Sulaiman
Cerita
Armia dan
Azis
Cerita
Yahya
Cerita
Maryam
dan Isa
Hikayah
saif Dzul
Yazan
17
Hikayah
Raja
Jumjumah
atau
tengkorak
kering
Dari daftar tabel dia atas menunjukkan jika pada fase
awal banyak karya-karya hasil saduran dari cerita-cerita yang
berasal dari Arab dan Parsi. Cerita Al-Qur’an adalah cerita
yang mengisahkan cerita nabi-nabi atau tokoh-tokoh yang
namanya disebut dalam Al-qur’an. Al-Kisai adalah seorang
penulis cerita Al-Qur’an yang paling terkenal dengan ceritanya
berjudul ‘Qisah Al-Anbiya’. Karakteristik dari cerita ini
adalah bersifat didaktis yang kaya akan muatan nilai dan suri
Tauladan, selain itu juga kuat akan muatan nilai keagamaan
yang menjunjung ajaran tauhid. Yang menarik dari sebagian
karya-karya tersebut adalah karena diterjemahkan tidak hanya
ke dalam bahasa melayu saja melainkan juga ke dalam bahasa
Jawa, Sunda, Aceh, Parsi, dan Hindustan seperti yang dapat
kita jumpai dari karya berjudul Hikayah Raja Junjumah atau
Tengkorang Elang.
Berikutnya Cerita Muhammad, terdiri dari tiga jenis
yaitu, pertama mengisahkan tentang riwayat nabi dari kelahiran
sampai wafatnya. Dalam bahasa melayu jenis cerita pertama ini
terdapat dua buah yaitu, Hikayah Muhammad Hanafiah dan Hikayah
nabi. Walaupun cerita ini berasal dari sirah Nabi, namun karena
karya sastra sangat mengedepankan nilai bahasa dan pemaknaan,18
maka ceritanya sudah banyak disusupi dengan cerita-cerita
khayalan yang bertujuan untuk mengagungkan Nabi. Jenis kedua,
meceritakan mengenai mukjizad nabi, cerita ini juga bersumber
dari sirah dan hadis,beberapa contohnya yang terkenal di
antaranya Hikayah Bulan Berbelah dan Hikayah Nabi Bercukur.
Dan yang terakhir adalah karya berjenis Maghzi, sebagai jenis
sastra yang betutur tentang peperangan pada masa Nabi dalam
usaha meneggakan Dinullah (Agama Allah).
PETA PERIODESASI SASTRA ARAB8
Periode Genre Ideologi SastrawanKlasik :
Jahiliyah
(122SH -1H /500-
622M)
Puisi Imaginatif Geneologi Arab – Fanatisme
Mempertahankan Orisinalitas dan
pokok-pokok struktur arab klasik
Ilmu Balaghah sebagai kritik
sastra Formalisme.
Khalifah Islam – Fanatisme agama
Dinasti Muawiyah
Islam sampai
Daulah Umayyah
(1-132H /622-
750M)
Prosa Rasional
Khitabah
Pertengahan :
Daulah Abbasiyyah
(Era Kejayaan)
132-656H (750-
1258M)
Munculnya Genre
baru : Novel,
Cerita, dll
Ideologi politik Arab (damaskus)-
ke Persi (bagdad)
Pengalihan bahasa
8 Retno Irawati Purnama, Mengenal Sejarah Sastra Arab, (Semarang:
Egaacitya, 2013), hal 16-17. 19
Daulah Turkiyah
(Era Kemunduran)
(656-1220H /1258-
1822M)
-
Modern :
Pertengahan Abad
19
(1213-1312H
/1798-1900M)
Drama
Prosa Klasik dan
Modern
Puisi
Neoklasik, (al-Muhafidzun)
Gerakan Pembaharuan Barat
(Madrasah Diwan)
Madrasah Al-Muhajir
Madrasah Al-Mujaddidun
Madrasah Al-Mughaaliinu
SASTRA ARAB MODERN
Muncul Pertengahan Abad ke-19 (1920 – sekarang) dengan
ditandainya beberapa Negara Arab berhasil memerdekakan diri
dari pemerintahan Kolonial.
Perkembangan Sastra Arab Modern :
Genre
Sastra
Aliran / Madzhab Tokoh serta Gagasan ideologinya
Drama Terpengaruh
aliran Barat
(romantisme,
Exsistensisme,
dll)
Kelompok Najib Al-Raihani
- Kritik Sosial melalui
Drama.
Muhammad dan Mahmud Taymur
- Aliran Madrasah Misriyah
Al-Jadidah
Taufiq Al-Hakami :
- Modernisme dalam drama
Prosa Klasik Ar-Rafi’I, Al-Bisyri, Al-Zayyd
20
(Mustafa
Lutfi Al-
Manfaluti)
- Nasionalisme Arab dan
kepedulian terhadap Islam
- Gagasan tentang teknik
penyampaian, keindahan bentuk serta
disertai perhatian terhadap ide.Modern Taufiq Al-Hakami, Toha Husein,
Aqqad
- Gagasan pemikiran dan gaya
modern dalam sastra arab.
- Pemunculan kritik serta
analisis terhadap sastra.Puisi
(Frase
Pertama)
Klasik
(Tradisional)
Ismail Al-Khasyab
- Mempertahankan dan
meneruskan tradisi masa Ustmani
(Monoritme pada Puisi)Puisi
(Frase
Kedua)
Neo-klasik
(Madrasah Al-
Muhafuzun)
Mahmud Samy Al-Barudy Dan Ahmad Syauqy
:
- Menghidupkan kembali keindahan
puisi klasik seperti abu nawas, puisi
pada dinasti abbassiyah dengan tema
dan semangat modern.
- Reaksi terhadap kedatangan prancis
tahun 1798.Gerakan Pembaharuan
Barat (Madrasan
Diwan) Madrasah Al-
Mujaddidun
Abbas Mahmud Aqqad, Abdul Qadir Al-
Maziy, Abdurrahman Syukri
- Ketidakpuasan terhadap aliran neo-
klasik yang berusaha mempertahankan
keindahan dan corak puisi lama.
Gerakan pada perubahan total
21
(Modernisme dalam Puisi)Madrasah Al-Muhajir
Madrasah Al-
Mughaliinu
Madrasah Apollo
JIbran Khalil Jibran, Ilya Abu Mady,
Michael Nu’minah, dkk
- Ideologi Aliran Barat
( Realisme, Romantisme, Simbolisme,
Eksestensisme, dll)
- Muncul Puisi bertemakan
perlawanan
Pemikiran sastra Arab modern yang nampak dan menonjol
lebih mengarah pada penjabaran di atas, sehingga banyak
pembaharuan dari sastra klasik ke modern terutama pada puisi
dan prosa, serta pada perkembangan sebelumnya (klasik) genre
Drama hanya muncul pada era sastra arab modern. Adapun pada
era modern selain puisi, prosa, dan drama perkembangan kisah
(Qishash) berkembang lebih pesat lagi akibat pengaruh hubungan
dengan aliran barat, begitupula dengan Amtsal, Al-Hikma, Tarikh,
Shirah, Abhats ‘ilmiyyah yang mengalami perkembangan tentang tema
serta topik yang ada didalamnya.
BIBLIOGRAFI
al-Rabi’, Muhammad bin Abdul Rahman. al-Adab al-‘Arabi wa
Tarikhuhu, Riyadh: Jami’ah Muhammad bin Sa’ud, 1410 H.
Fang, Liaw Yock. Sejarah Kesusastraan Melayu-Klasik. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
22
Kamil, Sukron. Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Purnama, Retno Irawati. Mengenal Sejarah Sastra Arab, Semarang:
Egaacitya, 2013
Resi, Maharsi. Islam Melayu VS Jawa Islam: Menelusuri Jejak Karya
Sastra Sejarah Nusantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Teeuw, A. Sejarah Kesusastraan Melayu, hal 16.
WM, Abdul Hadi. Sastra Islam Melayu-Nusantara, 10 Agustus 2011.
Sumber sastra-muslim.blogspot.com/2011/11/sastra-islam-melayu-
nusantara.html, (diakses pada 1 November 2013)
http://id.wikipedia.org. akses pada 1 November 2013
23