Katalogus Naskah Nusantara Filologi - SUHERIADI
Transcript of Katalogus Naskah Nusantara Filologi - SUHERIADI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam ilmu filologi, banyak menetliti seputar naskah-
naskah lama. Dalam Naskah banyak hal positif kehidupan yang
dapat diambil seperti: agama, sejarah, hukum, adat-istiadat,
obat-obatan, arsitektur, primbon, dan lain-lain. Oleh karena
itu, sudah sepatutnya jika para ahli dalam berbagai bidang
keilmuan dapat memanfaatkan data yang terpendam dalam khazanah
naskah.
Akan tetapi, akses terhadap naskah naskah-naskah ini
tidak semudah akses terhadap buku-buku cetak. Selain persoalan
akses, naskah-naskah kuno juga tidak jarang ditulis dalam
bahasa dan aksara yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu
saja, sehingga pengetahuan kebanyakan orang atas naskah-naskah
tersebut sangat tergantung kepada ketersediaan sumber yang
dapat menjelaskan berbagai isi kandungan naskah. Dalam hal
inilah, keberadaan sebuah katalog naskah menjadi sangat
penting untuk memudahkan akses terhadap dunia pernaskahan
tersebu.
Jika katalogus adalah kunci untuk menemukan informasi
seputar naskah lama, tentunya kita dihadapkan pada fakta bahwa
mempelajari katalogus adalah suatu keharusan, demi membongkar
informasi seputar naskah lama. Untuk katalogus naskah Melayu
yang pertama dibuat oleh Van Rankel pada tahun 1909Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 1
Keberadaan katalogus ini rasanya perlu dibahas secara
mendalam, mengingat fungsi katalogus yang akurat sebagai juru
kunci informasi seputar naskah lama. Mempelajari katalogus
seperti sebuah pemanasan untuk kemudian berpetualang mencari
informasi naskah lama. Tapi sebelumnya, kita perlu mendalami
informasi seputar katalogus. Apa itu katalogus? Apa saja
fungsinya? Dan berapa banyak katalogus yang tersaji di museum
nasional.
.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang kami, maka dapat diketahui
rumusan masalah dalam penelitian ini. Secara garis besar
perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan
sebagai berikut.
Apasajakah naskah-naskah nusantara kita?
Bagaimanakah cara mengkatalogkan sebuah naskah?
Bagaimanakah penggolongan katalog-katalog nusantara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah di
atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan
dari penelitian yang berjudul adalah sebagai berikut.
Mendeskripsikan katalog.
Menjelaskan penggolongan katalog nusantara.
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 2
Menjelaskan cara mengkatalogkan berbagai naskah.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Filologi
Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
philos yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’. Dengan
demikian, kata filologi membentuk arti ‘cinta kata’ atau
‘senang bertutur’ (Shipley dalam Baroroh-Baried, 1985: 1).
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 3
Arti itu kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’ dan
‘senang kesustraan’ atau ‘senang kebudayaan’.
Sebagai istilah, filologi merupakan suatu disiplin ilmu
yang ditujukan pada studi teks yang tersimpan dalam
peninggalan tulisan masa lampau. Menurut Djamaris (1977: 20),
filologi merupakan suatu ilmu yang objek penelitiannya berupa
manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah kuno. Di Jawa,
penyebutan filologi mengikuti penyebutan yang ada di negeri
Belanda, yaitu suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya
pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks
(Baroroh-Baried, 1985: 3). Dari pengertian tersebut,
penelitian dengan pendekatan filologi bertugas mencari
kandungan naskah yang disimpan di dalam teks-teks naskah kuno.
2.2 Aliran Filologi
Kegiatan filologi sudah dimulai semenjak abad ke-3 M oleh
sekelompok ahli dari Alexandria yang mengkaji teks-teks lama
yang berasal dari Yunani. Kegiatan filologi kemudian
berkembang menjadi dua jenis, yakni filologi tradisional dan
modern. Adanya cara pandang filologi tradisional maupun modern
disesuaikandengan cara pandang terhadap naskah beserta tujuan
filologi. Filologi tradisional memandang variasi sebagai
bentuk yang korup, sehingga filologi tradisional bertujuan
untuk menemukan bentuk mula teks atau yang paling dekat dengan
bentuk mula teks (Mulyani, 2009: 6). Dengan demikian, tujuan
pengkajian teks dalam filologi tradisional, yaitu untuk
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 4
mendapatkan naskah yang mendekati teks asli dan naskah yang
menyimpang(Baroroh-Barried, 1985: 1-2).
Filologi modern memandang variasi bacaan teks sebagai
bentuk kreasi dan kerjanya menemukan makna kreasi yang muncul
dalam bentuk variasi tersebut (Mulyani: 2009: 6). Secara
ringkas, dapat disimpulkan bahwa filologi modern bertujuan
untuk mengkaji teks (Baroroh-Barried, 1985: 3). Dari
pengertian tersebut, disimpulkan bahwa filologi modern
digunakan untuk menganalisis isi teks. Langkah kerja kerja
filologi modern dimanfaatkan dalam penelitian ini ini untuk
mengkaji isi teks Sêrat Dwikarånå.
2.3 Definisi Naskah
Naskah dalam bahasa Inggris disebut manuskrip dan dalam
bahasa Belanda disebut handschrift (Djamaris, 1977: 20).
Menurut Darusuprapta (1984:10), naskah adalah karangan tulisan
tangan, baik yang asli maupun salinannya, yang mengandung teks
atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi
tertentu. Baroroh-Baried (1977: 20) berpendapat bahwa naskah
merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan
pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.
Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa naskah
adalah tulisan tangan, baik asli maupun salinannya yang
merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, sebagai hasil budaya
bangsa pada masa lampau. Peninggalan-peninggalan naskah pada
masa lampau banyak yang tersebar di wilayah Jawa. Peninggalan
naskah jumlahnya tidak terbilang, yakni sebagian besar telah
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 5
dihimpun dalam koleksi naskah lembaga ilmiah. Adapun
lembagalembaga yang menyimpan naskah Jawa, antara lain: Balai
Penelitian Bahasa di Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah dan
Nilai-Nilai Tradisional di Yogyakarta.
2.4 Definisi Teks
Objek penelitian selain naskah adalah teks. Teks adalah
kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya
dapat dibayangkan saja (Baroroh-Baried, 1985: 56). Kandungan
naskah yang menyajikan berbagai aspek sekarang sudah mulai
mendapat perhatian peneliti. Hal itu disebabkan karena
kandungan naskah menyimpan informasi tentang produk-produk
masa lampau mempunyai relevansi dengan produk-produk masa
kini. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar
dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:
(1) teks lisan atau tidak tertulis
(2) teks naskah atau tulisan tangan
(3) teks cetakan (Baroroh-Baried, 1985: 56).
Adapun salah satu isi teks, yaitu berupa sêngkalan. Sêngkalan
adalah rangkaian kata-kata, gambar, atau perwujudan tertentu
yang mengandung makna bilangan atau angka (Darusuprapta, 1985:
348).
2.5 Inventarisasi Naskah
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 6
Inventarisasi naskah merupakan langkah awal yang
dilakukan oleh peneliti. Inventarisasi naskah adalah mendaftar
semua naskah yang ditemukan. Inventarisasi naskah dapat
dilakukan dengan metode studi pustaka dan metode studi
lapangan. Metode studi pustaka dilakukan dengan cara studi
katalog, sedangkan metode studi lapangan dilakukan dengan
pengamatan langsung di museum-museum, perpustakaan-
perpustakaan bagian pernaskahan, instansi instansi yang
menyimpan naskah, maupun koleksi perseorangan (Djamaris,
2002:10).
BAB III
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 7
PEMBAHASAN
3.1 Katalogus Naskah
Dalam mencari informasi naskah-naskah lama pertama-tama
mutlak dilakukan adalah melihat katalogus. Karena itu,
katalogus dapat dikatakan “buku suci”, khususnya bagi para
filolog dan peneliti sastra lama pada umumnya. Penyusunan
katalog memang bukan pekerjaan mudah karena dalam kegiatan ini
diperlukan tim peneliti khusus yang memahami dunia
pernaskahan. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah
menginventarisasi lebih dahulu semua naskah berdasarkan
informasi berbagai daftar dan katalog. Setelah itu, diadakan
penelitian lapangan untuk penyusunan katalog. Dalam penyusunan
katalog naskah selain keahlian diperlukan juga kesabaran dan
ketekunan karena yang hadapi adalah buku kuno yang memerlukan
perlakuan khusus. Agar pekerjaan lebih efektif, sebelumnya
kita sudah menyiapkan formulir yang diisi dengan data setiap
naskah. Setelah formulir ini terisi, kita tinggal menarasikan.
Pokok-pokok penting yang dimasukkan dalam formulir pendataan
adalah pokok yang berkaitan dengan hal umum, gambaran fisik,
dan ringkasan isi naskah. Selain menurut penulis itu ada hal
penting yang harus diperhatikan ketika kita akan membuat
katalog naskah filologi, yaitu sebagai berikut :
Tempat penyimpan naskah adalah nama lembaga (yayasan,
perpustakaan, masjid, kantor) atau nama pengoleksi naskah
(pemilik/perorangan).
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 8
Judul naskah biasanya terdapat pada halaman judul
(halaman awal teks). Kalau tidak ada, peneliti dapat
mencatatkan judul berdasarkan bacaan teksnya.
Nomor naskah adalah nomor yang tercatat pada sampul muka,
punggung naskah, halaman sampul belakang. Catat pula
nomor lama jika naskah tersebut memang mempunyai nomor
baru. Jika naskah belum dinomori, peneliti bisa
memberikannya.
Jumlah teks adalah teks-teks yang terdapat dalam satu
naskah.(5) Jenis naskah adalah genre naskah, hikayat,
syair, atau jenis lain.
Bahasa apa yang digunakan dalam naskah.
Tanggal penulisan merupakan waktu penulisan yang tercatat
dalam teks.
Tempat penulisan adalah nama tempat yang tercatat dalam
teks.
Catat nama penulis/penyalin yang tertera dalam teks.
Tuliskan daftar atau katalog lain yang pernah mendata
naskah ini.
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 9
Katalog yang ideal yang banyak membantu peneliti adalah
katalog deskriptif, sebuah katalog yang lebih terurai isinya
dari hanya suatu daftar.
3.2 Katalogus Naskah Melayu
Katalog deskriptif dalam naskah Melayu yang bisa
dijadikan contoh di antaranya katalog yang pernah disusun S.
Van Ronkel (1909). Katalop ini berisi khazanah naskah Melayu
koleksi Perpustakaan Nasional (dulu adalah koleksi Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenscahppen). Katalog naskah Melayu lain
yang rinciannya paling lengkap adalah yang dibuat oleh Wieringa
(1998) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts. Katalog ini
sangat membantu dalam pelacakan berbagai topik yang
berhubungan dengan naskah karena katalog ini disertai dengan
indeks judul, indeks tempat atau daerah, cap kertas
(watermarks), cap kertas tandingan (countermarks), dan indeks
surat.
Naskah-naskah Melayu koleksi perpustakaan Universiti
Malaya, Kuala Lumpur pernah disusun oleh Joseph H Howard pada
1966. Pada saat itu koleksi naskah Melayu di perpustakaan
Universiti Malaya belum begitu banyak. Adapun judul katalogus
yang ia susun adalah Malay Manuscripts; a bibliography guide.
Sutarga dkk (1972) menyusun koleksi naskah Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia terutama koleksi naskah-naskah
Melayu. Katalogus ini berjudul Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum
Pusat Jakarta. Penyusunan katalogus ini menggunakan bahan-bahan
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 10
yang dipakai van Ronkel ditambah dengan naskah-naskah yang
tercatat dalam Jaarboek 1933 dan 1941 susunan Poerbatjaraka
dkk. dan naskah-naskah yang sebelumnya belum dicatat oleh von
Ronkel.
Katalogus yang disusun M.C. Ricklefs dan P Voorhoeve (1977)
berjudul Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscript in
Indonesian Languages in British Public Collections. Katalogus ini memuat
informasi naskah-naskah Melayu dan naskah-naskah lain dari
berbagai wilayah Indonesia, seperti Aceh, Bali, Batak, Bugis,
Jawa, Kalimantan, Lampung, Madura, Makassar, Melayu, Sunda dan
Minangkabau.
Adapun naskah-naskah Melayu di Sumatera Barat sudah
ratusan naskah dilakukan inventarisasi dan katalogisasi. Tim
Peneliti dari Kelompok Kajian Puitika, Fakultas Sastra
Universitas Andalas, Padang (penulis salah seorang
anggotanya), yang diketuai oleh M.Yusuf, telah berhasil
menyusun Katalogus Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau (2006) yang
selanjutnya diterbitkan oleh The Centre for Documentation &
Area-Transcultural Studies (C-DATS), Tokyo University of
Foreign Studies, Jepang.
Katalog deskriptif naskah Melayu yang lebih baru dan
sederhana uraiannya dibuat oleh tim Yanassa (Yayasan Naskah
Nusantara) yang diketuai oleh Prof. Achadiati. Lembaga ini
bekerja sama dengan Toyota Foundation menyusun Katalog Naskah
Buton (2001). Koleksi yang didata adalah naskah milik pribadi,
yakni milik Abdul Mulku Zahari. Tahun 2004, lembaga ini juga
bekerja sama dengan Tokyo University Of Foreign Studies dalamKatalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 11
penyusun Katalog Naskah Palembang. Naskah yang dikatalogkan
juga sebagian besar milik pribadi yang disimpan oleh 10
pemilik.
Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Dalam katalogus itu naskah
dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :
I. Hikayat : 243 judul
II. Cerita kenabian : 138 judul
III. Cerita sejarah : 58 judul
IV. Hukum dan adat : 50 judul
V. Puisi : 99 judul
VI. Pustaka agama Islam : 273 judul
VII. Aneka ragam : 92 judul
Demikianlah sala satu contoh keragaman isi naskah itu.
Hasil sastra pada naskah ini dapat dikatakan sebagai
periode atau tahap kedua dalam kehidupan sastra pada umumnya.
Tahap pertama kehidupan sastra itu muncul secara lisan,
sebelum orang mengenal tulisan. Sebagaimana diketahui sastra
lisan tidak merupakan obyek penelitian filologi. Hasil sastra
pada naskah ini dapat pula dianggap sebagai periode pertama
kehidupan sastra setelah orang mengenal tulisan.
Sekarang kita kembali membicarakan apa yang dimaksud
dengan filologi itu. Filologi berasal dari bahasa Latin yang
terdiri dari dua kata philos dan logos. Philos artinya cinta
dan logos artinya kata (logos berarti juga ilmu). Jadi
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 12
filologi itu secara harfiah berarti cinta pada kata-kata.
Itulah sebabnya filologi selalu asyik dengan kata-kata. Kata-
kata dipertimbangkan, dibetulkan, diperbandingkan, dijelaskan
asal-usulnya dan sebagainya, sehingga jelas bentuk dan
artinya.
3.3 Katalogus Naskah Jawa
Vreede
Vreede, guru besar Jawa di Universitas Leiden, pengganti
Roorda. Ia telah menyusun katalogus naskah Jawa—bersama naskah
Madura—koleksi perpustakaan Universitas Leiden, di Nederland
(Vreede, 1892).
Dalam katalogus itu Vreede mengelompokkan naskah-naskah Jawa
koleksi perpustakaan Universitas Leiden tersebut dalam
sembilan jenis, yaitu :
I. Puisi Epis
II. Mitologi dan Sejarah Legendaris
III. Babad atau Kronik
IV. Cerita Sejarah atau Roman
V. Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon
VI. Karya-karya Kesusilaan dan Keagamaan
VII. Karya-karya Hukum, Kitab-kitab, Undang-undang
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 13
VIII. Ilmu dan Pelajaran : Tatabahasa, Perkamusan; Pawukon
(Astronomi)
IX. Serba-serbi
Juynboll
Katalogus Juynboll memuat tambahan-tambahan yang
melengkapi katalogus Vreede. Katalogus Juynboll ini terdiri
atas dua jilid (Juynboll, 1907, 1911).
Isinya selain menambah naskah-naskah Madura, sebagian
besar lagi memuat naskah-naskah Jawa. Pengelompokkannya
berbeda dengan katalogus Vreede, terbagi dalam enam jenis
dengan perincian sebagai berikut :
I. Prasasti-prasasti dan Turunan-turunannya
II. Syair Jawa Kuna (Kakawin)
III. Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Tengahan
IV. Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Macapat
V. Syair Jawa Baru dengan Metrum Macapat
VI. Prosa :
(1) Jawa Kuna
(2) Jawa Pertengahan
(3) Jawa Baru
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 14
Penggolongan di atas jelas mencerminkan landasan bentuk
gubahan dan jenis bahasa yang digunakan dalam naskah.
Brandes
Brandes (1857-1905), adalah murid Vreede dan Kern. Ia
bekerja di Jakarta selaku pegawai bahasa dari tahun 1884
sampai meninggal tahun 1905. pada tahun 1885 Brandes berguru
kepada Ven der Tuuk di Singaraja. Setelah Van der Tuuk
meninggal dnia pada tahun 1894, Brandes ditugaskan menyusun
bahan-bahan hasil penelitian yang telah dikerjakan oleh Van
der Tuuk. Di antara bahan yang telah terkumpul itu adalah
bahan-bahan katalogus Jawa, Bali, dan Sasak.
Katalogus tersebut terbit dalam empat jilid (Brandes,
1901,1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak dengan digolong-
golongkan, tetapi dengan disusun berurutan mengikuti abjad
naskah. Jelasnya sebagai berikut :
Jilid I (1901) : Adigama sampai Ender.
Jilid II (1903) : Gatotkacarana sampai dengan
Putrupasadji.
Jilid III (1904) : Rabut Sakti sampai dengan Yusup.
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 15
Jilid IV (1916) : Naskah-naskah tak berjudul.
Katalogus/Daftar Naskah Poerbatjaraka
Poerbatjaraka (1884-1964), yang lama bekerja sebagai
konservator di Museum Nasional Jakarta, telah menyusun daftar
naskah-naskah Jawa koleksi lembaga tersebut. Daftar naskah itu
termuat dalam Jaarboek Koninklijk Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen 1933.
Sebagai daftar maka disusun berdasarkan urutan abjad
naskah, dari Aanteekeningen (‘Catatan’) Bratajoeda sampai
dengan Zon en Maan (‘Matahari dan Bulan’). Jadi sistem
penyusunannya seperti dalam katalogus Brandes, tanpa dengan
dikelompok-kelompokkan.
Di samping itu sesungguhnya secara terpisah Poerbatjaraka
membuat uraian yang khusus berdasarkan naskah-naskah Jawa,
yaitu mengenai naskah-naskah Panji (Poerbatjaraka, 1940),
naskah-naskah Menak (Poerbatjaraka, 1940), dan naskah-naskah
Rengganis-Ambiya-Sastra Pesantren-Suluk dan Primbon
(Poerbatjaraka dkk, 1950).
Penggolongan berikutnya yang direncanakan namun tidak
terwujud sampai sekarang, antara lain adalah : Kakawin, Parwa,
Babad, dan Kitab Undang-Undang.
Pigeaud
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 16
Pigeaud, yang hingga tua renta sekarang masih selalu
menggeluti naskah-naskah Jawa koleksi perpustakaan Universitas
Leiden, telah berhasil membuat katalogus naskah Jawa yang
tersimpan dalam Perpustakaan lembaga tersebut, dan beberapa
lembaga lain di Eropa serta di Indonesia. Katalogus Pigeaud
itu terdiri atas empat jilid (Pigeaud, 1968, 1970, 1980),
dengan sistematika pembagian naskah secara garis besar dalam
empat jenis, sebagai berikut :
1) Agama dan Etika
2) Sejarah dan Mitologi
3) Sastra Indah
4) Ilmu Pengetahuan, Kesenian, Ilmu Sastra, Hukum, Folklore,
Adat-istiadat, Serbe-serbi.
Pembagian di atas dipandang mencerminkan empat hal yang
berkaitan erat dengan konsep dasar alam pikiran Jawa.
Demikianlah naskah jenis 1) merupakan kelompok yang dipandang
cukup penting dan mendasar, kemudian jenis 2) keduanya saling
berjalinan, bahkan ada kalanya berkaitan dengan jenis 1).
Naskah jenis 3) banyal pula yang mengandung unsur-unsur jenis
1), 2), dan bahkan 4) yang memancarkan konsep dasar kebudayaan
Jawa dalam segala segi kehidupan. Sebaliknya naskah jenis 4)
mengandung juga unsur jenis 1), 2), dan 3).
Demikianlah ragam naskah sering bervariasi, sehingga
kadang-kadang tidak mudah dimasukkan dalam satu jenis. Sebagai
contoh misalnya Serat Centhini.
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 17
Ricklefs-Voorhoeve
Ricklefs, yang sesungguhnya seorang sejarawan, bersama
dengan Voorhoeve, telah menyusun katalogus naskah-naskah dari
Indonesia—di antaranya naskah-naskah Jawa—yang terdapat di
Britania Raya (Ricklefs dan Voorhoeve, 1977, 1982). Naskah-
naskah tersebut tersimpan dalam koleksi perpustakaan lembaga-
lembaga ilmiah yang tersebar di beberapa tempat di seluruh
Britania Raya.
Dalam mengadakan penggolongan naskah-naskah Jawa
didasarkan atas bahasa yang digunakan secara kronologis (?)
atau dialektologis (?), sehingga terdapat penjenisan sebagai
berikut:
1) Naskah-naskah Jawa Baru
2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan
3) Naskah-naskah Jawa Kuna
Kemudian daripada itu dikelompokkan terperinci menurut tempat-
tempat penyimpanannya. Tempat-tempat penyimpanan naskah Jawa
yang disebutkan antara lain adalah di : Bodleian Library,
British Library, British Museum, India Office Library, Royal
Asiatic Society, dan di School of Oriental and African
Studies.
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat ditarik simpulan,
yakni: naskah kuno adalah salah satu warisan kebudayaan yang
secara nyata memberikan kepada kita semua bukti catatan
tentang kebudayaan masa lalu. Menjadi semacam potret jaman
yang menjelaskan berbagai hal yang mempunyai hubungan denga
masa sekarang. Karena nilainya yang sangat penting dan
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 19
strategis maka perlu ada langkah-langkah konkret dalam upaya
penyelamatan dan pelestarian naskah tersebut.
Hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah
melakukan upaya pengkajian naskah-naskah kuno yang masih ada.
Dimulai dari pendataan naskah kuno, penyalinan, dan
penterjemahan. Pembuatan katalog yang memuat data lengkap
tentang koleksi naskah-naskah kuno adalah salah satu contoh
konkret yang dapat membantu mempermudah melacak dan melakukan
kajian-kajian akademik terhadap naskah kuno.
Dari hasil makalah yang penulis buat dapat di bagi dua
jenis katalog, yaitu katalog naskah Melayu dan katalog naskah
Jawa, dengan rincian sebagai berikut :
Katalogus yang berisi naskah Melayu telah terbit antara
lain:
1. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche Handschriften der Leidsche
Universiteit Bibliotheek (Juynboll, 1899)
2. Supplement Catalogus van de Maleische en Sundaneesche Handschriften
der Leidsche Universiteit Bibliotheek (Ronkel, 1921)
3. Katalogus Koleksi Naskah Melayu (Sutaarga, 1972) memuat 953
buah koleksi Museum Nasional yang kemudian dilimpahkan
ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
4. Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in
Indonesian Languages in British Public Cpllections (Ricklefs dan
Voorhoeve, 1977)
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 20
5. Katalogus Induk Naskah-naskah Nusantara: Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia (Behrend, 1998)
Katalogus yang berisi naskah Jawa antara lain:
1. Catalogus van de Javaansche en Madoereesche Handschriften (Vreede,
1892)
2. Supplement op de Catalogus van de Javaansche en Madoereesche
Handschriften (Juynboll, 1907 dan 1911)
3. Beschrijving der Javaansche, Balineesche, en Sasaksche Handschriften
(Brandes, 1901, 1903, 1904, dan 1916)
4. Jaarboek Koninklijk Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (Poerbatjaraka, 1933)
5. Literature of Java: Synopsis of Javanese Literature (Pigeaud, 1967)
6. Literature of Java: Descriptive Lists of Javanese Manuscripts (Pigeaud,
1968)
7. Literatur of Java: Illustrations and Facsimiles of Manuscripts, Maps,
Addenda and A General Index of Names and Subjects (Pigeaud, 1970)
8. Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in
Indonesian Languages in British Public Cpllections (Ricklefs dan
Voorhoeve, 1977)
9. Descriptive Catalogus of The Javanese Manuscripts and Printed Books in
The Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet dan
Soetanto, 1983)
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 21
10. A Preliminary Descriptive Catalogue of Manuscripts of the Kraton
Yogyakarta. (Lindsay, 1987)
11. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Museum Sonobudoyo
Yogyakarta (Behrend, 1990)
12. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts: Introduction and
Manuscripts of the Karaton Surakarta (Florida, 1993)
13. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia (Behrend, 1997)
14. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Fakultas Sastra
Universitas Indonesia (Behrend, T.E. dan Titik Pudjiastuti.
1997)
15. Katalogus Induk Naskah-naskah Nusantara: Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia (Behrend, 1998)
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 22
DAFTAR PUSTAKA
Juynboll, H.N. 1899. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche
Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Leiden : E.J. Brill.
Sutarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat
Jakarta. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi
Kebudayaan Nasional. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Siti Gomo Attas, M.Hum. Pengantar teori filologi, penerapan
dan aplikasi. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta
Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 23