Katalogus Naskah Nusantara Filologi - SUHERIADI

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam ilmu filologi, banyak menetliti seputar naskah- naskah lama. Dalam Naskah banyak hal positif kehidupan yang dapat diambil seperti: agama, sejarah, hukum, adat-istiadat, obat-obatan, arsitektur, primbon, dan lain-lain. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika para ahli dalam berbagai bidang keilmuan dapat memanfaatkan data yang terpendam dalam khazanah naskah. Akan tetapi, akses terhadap naskah naskah-naskah ini tidak semudah akses terhadap buku-buku cetak. Selain persoalan akses, naskah-naskah kuno juga tidak jarang ditulis dalam bahasa dan aksara yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu saja, sehingga pengetahuan kebanyakan orang atas naskah-naskah tersebut sangat tergantung kepada ketersediaan sumber yang dapat menjelaskan berbagai isi kandungan naskah. Dalam hal inilah, keberadaan sebuah katalog naskah menjadi sangat penting untuk memudahkan akses terhadap dunia pernaskahan tersebu. Jika katalogus adalah kunci untuk menemukan informasi seputar naskah lama, tentunya kita dihadapkan pada fakta bahwa mempelajari katalogus adalah suatu keharusan, demi membongkar informasi seputar naskah lama. Untuk katalogus naskah Melayu yang pertama dibuat oleh Van Rankel pada tahun 1909 Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 1

Transcript of Katalogus Naskah Nusantara Filologi - SUHERIADI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu filologi, banyak menetliti seputar naskah-

naskah lama. Dalam Naskah banyak hal positif kehidupan yang

dapat diambil seperti: agama, sejarah, hukum, adat-istiadat,

obat-obatan, arsitektur, primbon, dan lain-lain. Oleh karena

itu, sudah sepatutnya jika para ahli dalam berbagai bidang

keilmuan dapat memanfaatkan data yang terpendam dalam khazanah

naskah.

Akan tetapi, akses terhadap naskah naskah-naskah ini

tidak semudah akses terhadap buku-buku cetak. Selain persoalan

akses, naskah-naskah kuno juga tidak jarang ditulis dalam

bahasa dan aksara yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu

saja, sehingga pengetahuan kebanyakan orang atas naskah-naskah

tersebut sangat tergantung kepada ketersediaan sumber yang

dapat menjelaskan berbagai isi kandungan naskah. Dalam hal

inilah, keberadaan sebuah katalog naskah menjadi sangat

penting untuk memudahkan akses terhadap dunia pernaskahan

tersebu.

Jika katalogus adalah kunci untuk menemukan informasi

seputar naskah lama, tentunya kita dihadapkan pada fakta bahwa

mempelajari katalogus adalah suatu keharusan, demi membongkar

informasi seputar naskah lama. Untuk katalogus naskah Melayu

yang pertama dibuat oleh Van Rankel pada tahun 1909Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 1

Keberadaan katalogus ini rasanya perlu dibahas secara

mendalam, mengingat fungsi katalogus yang akurat sebagai juru

kunci informasi seputar naskah lama. Mempelajari katalogus

seperti sebuah pemanasan untuk kemudian berpetualang mencari

informasi naskah lama. Tapi sebelumnya, kita perlu mendalami

informasi seputar katalogus. Apa itu katalogus? Apa saja

fungsinya? Dan berapa banyak katalogus yang tersaji di museum

nasional.

.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang kami, maka dapat diketahui

rumusan masalah dalam penelitian ini. Secara garis besar

perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan

sebagai berikut.

Apasajakah naskah-naskah nusantara kita?

Bagaimanakah cara mengkatalogkan sebuah naskah?

Bagaimanakah penggolongan katalog-katalog nusantara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah di

atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Tujuan

dari penelitian yang berjudul adalah sebagai berikut.

Mendeskripsikan katalog.

Menjelaskan penggolongan katalog nusantara.

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 2

Menjelaskan cara mengkatalogkan berbagai naskah.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi Filologi

Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu

philos yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’. Dengan

demikian, kata filologi membentuk arti ‘cinta kata’ atau

‘senang bertutur’ (Shipley dalam Baroroh-Baried, 1985: 1).

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 3

Arti itu kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’ dan

‘senang kesustraan’ atau ‘senang kebudayaan’.

Sebagai istilah, filologi merupakan suatu disiplin ilmu

yang ditujukan pada studi teks yang tersimpan dalam

peninggalan tulisan masa lampau. Menurut Djamaris (1977: 20),

filologi merupakan suatu ilmu yang objek penelitiannya berupa

manuskrip-manuskrip atau naskah-naskah kuno. Di Jawa,

penyebutan filologi mengikuti penyebutan yang ada di negeri

Belanda, yaitu suatu disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya

pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks

(Baroroh-Baried, 1985: 3). Dari pengertian tersebut,

penelitian dengan pendekatan filologi bertugas mencari

kandungan naskah yang disimpan di dalam teks-teks naskah kuno.

2.2 Aliran Filologi

Kegiatan filologi sudah dimulai semenjak abad ke-3 M oleh

sekelompok ahli dari Alexandria yang mengkaji teks-teks lama

yang berasal dari Yunani. Kegiatan filologi kemudian

berkembang menjadi dua jenis, yakni filologi tradisional dan

modern. Adanya cara pandang filologi tradisional maupun modern

disesuaikandengan cara pandang terhadap naskah beserta tujuan

filologi. Filologi tradisional memandang variasi sebagai

bentuk yang korup, sehingga filologi tradisional bertujuan

untuk menemukan bentuk mula teks atau yang paling dekat dengan

bentuk mula teks (Mulyani, 2009: 6). Dengan demikian, tujuan

pengkajian teks dalam filologi tradisional, yaitu untuk

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 4

mendapatkan naskah yang mendekati teks asli dan naskah yang

menyimpang(Baroroh-Barried, 1985: 1-2).

Filologi modern memandang variasi bacaan teks sebagai

bentuk kreasi dan kerjanya menemukan makna kreasi yang muncul

dalam bentuk variasi tersebut (Mulyani: 2009: 6). Secara

ringkas, dapat disimpulkan bahwa filologi modern bertujuan

untuk mengkaji teks (Baroroh-Barried, 1985: 3). Dari

pengertian tersebut, disimpulkan bahwa filologi modern

digunakan untuk menganalisis isi teks. Langkah kerja kerja

filologi modern dimanfaatkan dalam penelitian ini ini untuk

mengkaji isi teks Sêrat Dwikarånå.

2.3 Definisi Naskah

Naskah dalam bahasa Inggris disebut manuskrip dan dalam

bahasa Belanda disebut handschrift (Djamaris, 1977: 20).

Menurut Darusuprapta (1984:10), naskah adalah karangan tulisan

tangan, baik yang asli maupun salinannya, yang mengandung teks

atau rangkaian kata-kata yang merupakan bacaan dengan isi

tertentu. Baroroh-Baried (1977: 20) berpendapat bahwa naskah

merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan

pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau.

Dari ketiga pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa naskah

adalah tulisan tangan, baik asli maupun salinannya yang

merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, sebagai hasil budaya

bangsa pada masa lampau. Peninggalan-peninggalan naskah pada

masa lampau banyak yang tersebar di wilayah Jawa. Peninggalan

naskah jumlahnya tidak terbilang, yakni sebagian besar telah

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 5

dihimpun dalam koleksi naskah lembaga ilmiah. Adapun

lembagalembaga yang menyimpan naskah Jawa, antara lain: Balai

Penelitian Bahasa di Yogyakarta, Balai Kajian Sejarah dan

Nilai-Nilai Tradisional di Yogyakarta.

2.4 Definisi Teks

Objek penelitian selain naskah adalah teks. Teks adalah

kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya

dapat dibayangkan saja (Baroroh-Baried, 1985: 56). Kandungan

naskah yang menyajikan berbagai aspek sekarang sudah mulai

mendapat perhatian peneliti. Hal itu disebabkan karena

kandungan naskah menyimpan informasi tentang produk-produk

masa lampau mempunyai relevansi dengan produk-produk masa

kini. Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar

dapat disebutkan adanya tiga macam teks, yaitu:

(1) teks lisan atau tidak tertulis

(2) teks naskah atau tulisan tangan

(3) teks cetakan (Baroroh-Baried, 1985: 56).

Adapun salah satu isi teks, yaitu berupa sêngkalan. Sêngkalan

adalah rangkaian kata-kata, gambar, atau perwujudan tertentu

yang mengandung makna bilangan atau angka (Darusuprapta, 1985:

348).

2.5 Inventarisasi Naskah

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 6

Inventarisasi naskah merupakan langkah awal yang

dilakukan oleh peneliti. Inventarisasi naskah adalah mendaftar

semua naskah yang ditemukan. Inventarisasi naskah dapat

dilakukan dengan metode studi pustaka dan metode studi

lapangan. Metode studi pustaka dilakukan dengan cara studi

katalog, sedangkan metode studi lapangan dilakukan dengan

pengamatan langsung di museum-museum, perpustakaan-

perpustakaan bagian pernaskahan, instansi instansi yang

menyimpan naskah, maupun koleksi perseorangan (Djamaris,

2002:10).

BAB III

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 7

PEMBAHASAN

3.1 Katalogus Naskah

Dalam mencari informasi naskah-naskah lama pertama-tama

mutlak dilakukan adalah melihat katalogus. Karena itu,

katalogus dapat dikatakan “buku suci”, khususnya bagi para

filolog dan peneliti sastra lama pada umumnya. Penyusunan

katalog memang bukan pekerjaan mudah karena dalam kegiatan ini

diperlukan tim peneliti khusus yang memahami dunia

pernaskahan. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah

menginventarisasi lebih dahulu semua naskah berdasarkan

informasi berbagai daftar dan katalog. Setelah itu, diadakan

penelitian lapangan untuk penyusunan katalog. Dalam penyusunan

katalog naskah selain keahlian diperlukan juga kesabaran dan

ketekunan karena yang hadapi adalah buku kuno yang memerlukan

perlakuan khusus. Agar pekerjaan lebih efektif, sebelumnya

kita sudah menyiapkan formulir yang diisi dengan data setiap

naskah. Setelah formulir ini terisi, kita tinggal menarasikan.

Pokok-pokok penting yang dimasukkan dalam formulir pendataan

adalah pokok yang berkaitan dengan hal umum, gambaran fisik,

dan ringkasan isi naskah. Selain menurut penulis itu ada hal

penting yang harus diperhatikan ketika kita akan membuat

katalog naskah filologi, yaitu sebagai berikut :

Tempat penyimpan naskah adalah nama lembaga (yayasan,

perpustakaan, masjid, kantor) atau nama pengoleksi naskah

(pemilik/perorangan).

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 8

Judul naskah biasanya terdapat pada halaman judul

(halaman awal teks). Kalau tidak ada, peneliti dapat

mencatatkan judul berdasarkan bacaan teksnya.

Nomor naskah adalah nomor yang tercatat pada sampul muka,

punggung naskah, halaman sampul belakang. Catat pula

nomor lama jika naskah tersebut memang mempunyai nomor

baru. Jika naskah belum dinomori, peneliti bisa

memberikannya.

Jumlah teks adalah teks-teks yang terdapat dalam satu

naskah.(5) Jenis naskah adalah genre naskah, hikayat,

syair, atau jenis lain.

Bahasa apa yang digunakan dalam naskah.

Tanggal penulisan merupakan waktu penulisan yang tercatat

dalam teks.

Tempat penulisan adalah nama tempat yang tercatat dalam

teks.

Catat nama penulis/penyalin yang tertera dalam teks.

Tuliskan daftar atau katalog lain yang pernah mendata

naskah ini.

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 9

Katalog yang ideal yang banyak membantu peneliti adalah

katalog deskriptif, sebuah katalog yang lebih terurai isinya

dari hanya suatu daftar.

3.2 Katalogus Naskah Melayu

Katalog deskriptif dalam naskah Melayu yang bisa

dijadikan contoh di antaranya katalog yang pernah disusun S.

Van Ronkel (1909). Katalop ini berisi khazanah naskah Melayu

koleksi Perpustakaan Nasional (dulu adalah koleksi Bataviaasch

Genootschap van Kunsten en Wetenscahppen). Katalog naskah Melayu lain

yang rinciannya paling lengkap adalah yang dibuat oleh Wieringa

(1998) Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts. Katalog ini

sangat membantu dalam pelacakan berbagai topik yang

berhubungan dengan naskah karena katalog ini disertai dengan

indeks judul, indeks tempat atau daerah, cap kertas

(watermarks), cap kertas tandingan (countermarks), dan indeks

surat.

Naskah-naskah Melayu koleksi perpustakaan Universiti

Malaya, Kuala Lumpur pernah disusun oleh Joseph H Howard pada

1966. Pada saat itu koleksi naskah Melayu di perpustakaan

Universiti Malaya belum begitu banyak. Adapun judul katalogus

yang ia susun adalah Malay Manuscripts; a bibliography guide.

Sutarga dkk (1972) menyusun koleksi naskah Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia terutama koleksi naskah-naskah

Melayu. Katalogus ini berjudul Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum

Pusat Jakarta. Penyusunan katalogus ini menggunakan bahan-bahan

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 10

yang dipakai van Ronkel ditambah dengan naskah-naskah yang

tercatat dalam Jaarboek 1933 dan 1941 susunan Poerbatjaraka

dkk. dan naskah-naskah yang sebelumnya belum dicatat oleh von

Ronkel.

Katalogus yang disusun M.C. Ricklefs dan P Voorhoeve (1977)

berjudul Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscript in

Indonesian Languages in British Public Collections. Katalogus ini memuat

informasi naskah-naskah Melayu dan naskah-naskah lain dari

berbagai wilayah Indonesia, seperti Aceh, Bali, Batak, Bugis,

Jawa, Kalimantan, Lampung, Madura, Makassar, Melayu, Sunda dan

Minangkabau.

Adapun naskah-naskah Melayu di Sumatera Barat sudah

ratusan naskah dilakukan inventarisasi dan katalogisasi. Tim

Peneliti dari Kelompok Kajian Puitika, Fakultas Sastra

Universitas Andalas, Padang (penulis salah seorang

anggotanya), yang diketuai oleh M.Yusuf, telah berhasil

menyusun Katalogus Manuskrip dan Skriptorium Minangkabau (2006) yang

selanjutnya diterbitkan oleh The Centre for Documentation &

Area-Transcultural Studies (C-DATS), Tokyo University of

Foreign Studies, Jepang.

Katalog deskriptif naskah Melayu yang lebih baru dan

sederhana uraiannya dibuat oleh tim Yanassa (Yayasan Naskah

Nusantara) yang diketuai oleh Prof. Achadiati. Lembaga ini

bekerja sama dengan Toyota Foundation menyusun Katalog Naskah

Buton (2001). Koleksi yang didata adalah naskah milik pribadi,

yakni milik Abdul Mulku Zahari. Tahun 2004, lembaga ini juga

bekerja sama dengan Tokyo University Of Foreign Studies dalamKatalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 11

penyusun Katalog Naskah Palembang. Naskah yang dikatalogkan

juga sebagian besar milik pribadi yang disimpan oleh 10

pemilik.

Katalogus Koleksi Naskah Melayu. Dalam katalogus itu naskah

dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu :

I. Hikayat : 243 judul

II. Cerita kenabian : 138 judul

III. Cerita sejarah : 58 judul

IV. Hukum dan adat : 50 judul

V. Puisi : 99 judul

VI. Pustaka agama Islam : 273 judul

VII. Aneka ragam : 92 judul

Demikianlah sala satu contoh keragaman isi naskah itu.

Hasil sastra pada naskah ini dapat dikatakan sebagai

periode atau tahap kedua dalam kehidupan sastra pada umumnya.

Tahap pertama kehidupan sastra itu muncul secara lisan,

sebelum orang mengenal tulisan. Sebagaimana diketahui sastra

lisan tidak merupakan obyek penelitian filologi. Hasil sastra

pada naskah ini dapat pula dianggap sebagai periode pertama

kehidupan sastra setelah orang mengenal tulisan.

Sekarang kita kembali membicarakan apa yang dimaksud

dengan filologi itu. Filologi berasal dari bahasa Latin yang

terdiri dari dua kata philos dan logos. Philos artinya cinta

dan logos artinya kata (logos berarti juga ilmu). Jadi

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 12

filologi itu secara harfiah berarti cinta pada kata-kata.

Itulah sebabnya filologi selalu asyik dengan kata-kata. Kata-

kata dipertimbangkan, dibetulkan, diperbandingkan, dijelaskan

asal-usulnya dan sebagainya, sehingga jelas bentuk dan

artinya.

3.3 Katalogus Naskah Jawa

Vreede

Vreede, guru besar Jawa di Universitas Leiden, pengganti

Roorda. Ia telah menyusun katalogus naskah Jawa—bersama naskah

Madura—koleksi perpustakaan Universitas Leiden, di Nederland

(Vreede, 1892).

Dalam katalogus itu Vreede mengelompokkan naskah-naskah Jawa

koleksi perpustakaan Universitas Leiden tersebut dalam

sembilan jenis, yaitu :

I. Puisi Epis

II. Mitologi dan Sejarah Legendaris

III. Babad atau Kronik

IV. Cerita Sejarah atau Roman

V. Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon

VI. Karya-karya Kesusilaan dan Keagamaan

VII. Karya-karya Hukum, Kitab-kitab, Undang-undang

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 13

VIII. Ilmu dan Pelajaran : Tatabahasa, Perkamusan; Pawukon

(Astronomi)

IX. Serba-serbi

Juynboll

Katalogus Juynboll memuat tambahan-tambahan yang

melengkapi katalogus Vreede. Katalogus Juynboll ini terdiri

atas dua jilid (Juynboll, 1907, 1911).

Isinya selain menambah naskah-naskah Madura, sebagian

besar lagi memuat naskah-naskah Jawa. Pengelompokkannya

berbeda dengan katalogus Vreede, terbagi dalam enam jenis

dengan perincian sebagai berikut :

I. Prasasti-prasasti dan Turunan-turunannya

II. Syair Jawa Kuna (Kakawin)

III. Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Tengahan

IV. Syair Jawa Pertengahan dengan Metrum Macapat

V. Syair Jawa Baru dengan Metrum Macapat

VI. Prosa :

(1) Jawa Kuna

(2) Jawa Pertengahan

(3) Jawa Baru

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 14

Penggolongan di atas jelas mencerminkan landasan bentuk

gubahan dan jenis bahasa yang digunakan dalam naskah.

Brandes

Brandes (1857-1905), adalah murid Vreede dan Kern. Ia

bekerja di Jakarta selaku pegawai bahasa dari tahun 1884

sampai meninggal tahun 1905. pada tahun 1885 Brandes berguru

kepada Ven der Tuuk di Singaraja. Setelah Van der Tuuk

meninggal dnia pada tahun 1894, Brandes ditugaskan menyusun

bahan-bahan hasil penelitian yang telah dikerjakan oleh Van

der Tuuk. Di antara bahan yang telah terkumpul itu adalah

bahan-bahan katalogus Jawa, Bali, dan Sasak.

Katalogus tersebut terbit dalam empat jilid (Brandes,

1901,1903, 1904, 1916). Penyajiannya tidak dengan digolong-

golongkan, tetapi dengan disusun berurutan mengikuti abjad

naskah. Jelasnya sebagai berikut :

Jilid I (1901) : Adigama sampai Ender.

Jilid II (1903) : Gatotkacarana sampai dengan

Putrupasadji.

Jilid III (1904) : Rabut Sakti sampai dengan Yusup.

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 15

Jilid IV (1916) : Naskah-naskah tak berjudul.

Katalogus/Daftar Naskah Poerbatjaraka

Poerbatjaraka (1884-1964), yang lama bekerja sebagai

konservator di Museum Nasional Jakarta, telah menyusun daftar

naskah-naskah Jawa koleksi lembaga tersebut. Daftar naskah itu

termuat dalam Jaarboek Koninklijk Bataviaasch Genootschap van

Kunsten en Wetenschappen 1933.

Sebagai daftar maka disusun berdasarkan urutan abjad

naskah, dari Aanteekeningen (‘Catatan’) Bratajoeda sampai

dengan Zon en Maan (‘Matahari dan Bulan’). Jadi sistem

penyusunannya seperti dalam katalogus Brandes, tanpa dengan

dikelompok-kelompokkan.

Di samping itu sesungguhnya secara terpisah Poerbatjaraka

membuat uraian yang khusus berdasarkan naskah-naskah Jawa,

yaitu mengenai naskah-naskah Panji (Poerbatjaraka, 1940),

naskah-naskah Menak (Poerbatjaraka, 1940), dan naskah-naskah

Rengganis-Ambiya-Sastra Pesantren-Suluk dan Primbon

(Poerbatjaraka dkk, 1950).

Penggolongan berikutnya yang direncanakan namun tidak

terwujud sampai sekarang, antara lain adalah : Kakawin, Parwa,

Babad, dan Kitab Undang-Undang.

Pigeaud

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 16

Pigeaud, yang hingga tua renta sekarang masih selalu

menggeluti naskah-naskah Jawa koleksi perpustakaan Universitas

Leiden, telah berhasil membuat katalogus naskah Jawa yang

tersimpan dalam Perpustakaan lembaga tersebut, dan beberapa

lembaga lain di Eropa serta di Indonesia. Katalogus Pigeaud

itu terdiri atas empat jilid (Pigeaud, 1968, 1970, 1980),

dengan sistematika pembagian naskah secara garis besar dalam

empat jenis, sebagai berikut :

1) Agama dan Etika

2) Sejarah dan Mitologi

3) Sastra Indah

4) Ilmu Pengetahuan, Kesenian, Ilmu Sastra, Hukum, Folklore,

Adat-istiadat, Serbe-serbi.

Pembagian di atas dipandang mencerminkan empat hal yang

berkaitan erat dengan konsep dasar alam pikiran Jawa.

Demikianlah naskah jenis 1) merupakan kelompok yang dipandang

cukup penting dan mendasar, kemudian jenis 2) keduanya saling

berjalinan, bahkan ada kalanya berkaitan dengan jenis 1).

Naskah jenis 3) banyal pula yang mengandung unsur-unsur jenis

1), 2), dan bahkan 4) yang memancarkan konsep dasar kebudayaan

Jawa dalam segala segi kehidupan. Sebaliknya naskah jenis 4)

mengandung juga unsur jenis 1), 2), dan 3).

Demikianlah ragam naskah sering bervariasi, sehingga

kadang-kadang tidak mudah dimasukkan dalam satu jenis. Sebagai

contoh misalnya Serat Centhini.

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 17

Ricklefs-Voorhoeve

Ricklefs, yang sesungguhnya seorang sejarawan, bersama

dengan Voorhoeve, telah menyusun katalogus naskah-naskah dari

Indonesia—di antaranya naskah-naskah Jawa—yang terdapat di

Britania Raya (Ricklefs dan Voorhoeve, 1977, 1982). Naskah-

naskah tersebut tersimpan dalam koleksi perpustakaan lembaga-

lembaga ilmiah yang tersebar di beberapa tempat di seluruh

Britania Raya.

Dalam mengadakan penggolongan naskah-naskah Jawa

didasarkan atas bahasa yang digunakan secara kronologis (?)

atau dialektologis (?), sehingga terdapat penjenisan sebagai

berikut:

1) Naskah-naskah Jawa Baru

2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan

3) Naskah-naskah Jawa Kuna

Kemudian daripada itu dikelompokkan terperinci menurut tempat-

tempat penyimpanannya. Tempat-tempat penyimpanan naskah Jawa

yang disebutkan antara lain adalah di : Bodleian Library,

British Library, British Museum, India Office Library, Royal

Asiatic Society, dan di School of Oriental and African

Studies.

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 18

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari pembahasan makalah di atas, dapat ditarik simpulan,

yakni: naskah kuno adalah salah satu warisan kebudayaan yang

secara nyata memberikan kepada kita semua bukti catatan

tentang kebudayaan masa lalu. Menjadi semacam potret jaman

yang menjelaskan berbagai hal yang mempunyai hubungan denga

masa sekarang. Karena nilainya yang sangat penting dan

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 19

strategis maka perlu ada langkah-langkah konkret dalam upaya

penyelamatan dan pelestarian naskah tersebut.

Hal yang pertama kali perlu dilakukan adalah

melakukan upaya pengkajian naskah-naskah kuno yang masih ada.

Dimulai dari pendataan naskah kuno, penyalinan, dan

penterjemahan. Pembuatan katalog yang memuat data lengkap

tentang koleksi naskah-naskah kuno adalah salah satu contoh

konkret yang dapat membantu mempermudah melacak dan melakukan

kajian-kajian akademik terhadap naskah kuno.

Dari hasil makalah yang penulis buat dapat di bagi dua

jenis katalog, yaitu katalog naskah Melayu dan katalog naskah

Jawa, dengan rincian sebagai berikut :

Katalogus yang berisi naskah Melayu telah terbit antara

lain:

1. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche Handschriften der Leidsche

Universiteit Bibliotheek (Juynboll, 1899)

2. Supplement Catalogus van de Maleische en Sundaneesche Handschriften

der Leidsche Universiteit Bibliotheek (Ronkel, 1921)

3. Katalogus Koleksi Naskah Melayu (Sutaarga, 1972) memuat 953

buah koleksi Museum Nasional yang kemudian dilimpahkan

ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

4. Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in

Indonesian Languages in British Public Cpllections (Ricklefs dan

Voorhoeve, 1977)

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 20

5. Katalogus Induk Naskah-naskah Nusantara: Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (Behrend, 1998)

Katalogus yang berisi naskah Jawa antara lain:

1. Catalogus van de Javaansche en Madoereesche Handschriften (Vreede,

1892)

2. Supplement op de Catalogus van de Javaansche en Madoereesche

Handschriften (Juynboll, 1907 dan 1911)

3. Beschrijving der Javaansche, Balineesche, en Sasaksche Handschriften

(Brandes, 1901, 1903, 1904, dan 1916)

4. Jaarboek Koninklijk Bataviaasche Genootschap van Kunsten en

Wetenschappen (Poerbatjaraka, 1933)

5. Literature of Java: Synopsis of Javanese Literature (Pigeaud, 1967)

6. Literature of Java: Descriptive Lists of Javanese Manuscripts (Pigeaud,

1968)

7. Literatur of Java: Illustrations and Facsimiles of Manuscripts, Maps,

Addenda and A General Index of Names and Subjects (Pigeaud, 1970)

8. Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in

Indonesian Languages in British Public Cpllections (Ricklefs dan

Voorhoeve, 1977)

9. Descriptive Catalogus of The Javanese Manuscripts and Printed Books in

The Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet dan

Soetanto, 1983)

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 21

10. A Preliminary Descriptive Catalogue of Manuscripts of the Kraton

Yogyakarta. (Lindsay, 1987)

11. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Museum Sonobudoyo

Yogyakarta (Behrend, 1990)

12. Javanese Literature in Surakarta Manuscripts: Introduction and

Manuscripts of the Karaton Surakarta (Florida, 1993)

13. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Fakultas Sastra

Universitas Indonesia (Behrend, 1997)

14. Katalogus Induk Naskah-Naskah Nusantara: Fakultas Sastra

Universitas Indonesia (Behrend, T.E. dan Titik Pudjiastuti.

1997)

15. Katalogus Induk Naskah-naskah Nusantara: Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia (Behrend, 1998)

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 22

DAFTAR PUSTAKA

Juynboll, H.N. 1899. Catalogus van de Maleische en Sundaneesche

Handschriften der Leidsche Universiteits Bibliotheek. Leiden : E.J. Brill.

Sutarga, Amir, dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat

Jakarta. Jakarta : Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Kebudayaan Nasional. Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Siti Gomo Attas, M.Hum. Pengantar teori filologi, penerapan

dan aplikasi. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta

Katalogus Naskah Nusantara- SUHERIADI | 23