rumah produktif sebagai upaya pemanfaatan ruang hunian

16
ISBN. 978-602-73308-1-8 SEMINAR NASIONAL SPACE #3 Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 69 PENDAHULUAN Kota Mataram merupakan kota yang memiliki banyak potensi, salah satunya adalah potensi industri. Keberadaan industri ini sangat berperan penting dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi suatu wilayah karena mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang ada di wilayah tersebut. RUMAH PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN RUANG HUNIAN DAN USAHA KLASTER INDUSTRI KERAJINAN MUTIARA, EMAS, PERAK (MEP) DI KELURAHAN KARANG PULE KECAMATAN SEKARBELA KOTA MATARAM Ima Rahmawati Sushanti 1 , Sarah Ariani 2 [email protected] 1 , [email protected] 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Muhammadiyah Mataram 1,2 ABSTRAK Klaster industri Mutiara, Emas dan Perak (MEP) di kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mataram Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai kawasan pariwisata belanja. Keberadaan klaster industri memberikan pengaruh terhadap kawasan permukiman di sekitarnya (Sushanti,Ima R,2015). Klaster industri MEP terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu pengrajin, pengrajin yang juga merupakan penjual, dan penjual (pedagang). Menurut Wibisono, Iwan (2013), dengan adanya aktifitas produksi yang masuk ke dalam fungsi hunian menyebabkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi tertentu yang dilakukan penghuni (pengrajin dan atau pengusaha) pada ruang dalam rumahnya, baik berupa jumlah ruang, luas ruang, dan material ruang (hunian dan poduksi). Kelompok yang merupakan pengrajin dan penjual menggunakan rumah tinggal yang juga dijadikan sebagai workshop atau toko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi hunian dan pemanfaatan ruang dalam dari kelompok pengrajin dan penjual serta menentukan upaya penanganan yang tepat terkait fungsi dan pemanfaatan hunian tersebut. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer, melalui observasi langsung dan kuesioner. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumah pengrajin dan penjual memiliki dua fungsi sebagai hunian dan workshop dengan kondisi pemanfaatan ruang di dalamnya, yang meliputi ruang publik, semi publik, privat dan servis kurang tertata, kurang aman dan kurang nyaman dalam mendukung aktivitas sebagai pengrajin, penjual dan penghuni sehingga mempengaruhi produktivitasnya. Dan dalam upaya menata tata letak ruang yang baik, meningkatkan keamanan dan kenyamanan hunian yang juga berfungsi sebagai workshop atau toko maka digunakan rumah produktif sebagai penanganannya. Hal tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kualitas hidup penghuni, tetapi juga kualitas visual hunian atau bangunan dan produktivitas pengrajin dan atau pengusaha dalam menjalankan usahanya sehingga dapat tercipta kawasan wisata belanja yang berkelanjutan. Kata Kunci : Wisata Belanja, Klaster Industri, Rumah Produktif, Produktivitas

Transcript of rumah produktif sebagai upaya pemanfaatan ruang hunian

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 69

PENDAHULUAN

Kota Mataram merupakan kota yang memiliki banyak potensi, salah satunya adalah potensi industri. Keberadaan industri ini sangat berperan penting dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi suatu wilayah karena mampu meningkatkan pendapatan dan memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang ada di wilayah tersebut.

RUMAH PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN RUANG HUNIAN DAN USAHA KLASTER INDUSTRI KERAJINAN MUTIARA, EMAS,

PERAK (MEP) DI KELURAHAN KARANG PULE KECAMATAN SEKARBELA KOTA MATARAM

Ima Rahmawati Sushanti1, Sarah Ariani2

[email protected], [email protected]

Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Muhammadiyah Mataram1,2

ABSTRAK

Klaster industri Mutiara, Emas dan Perak (MEP) di kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mataram Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai kawasan pariwisata belanja. Keberadaan klaster industri memberikan pengaruh terhadap kawasan permukiman di sekitarnya (Sushanti,Ima R,2015). Klaster industri MEP terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu pengrajin, pengrajin yang juga merupakan penjual, dan penjual (pedagang). Menurut Wibisono, Iwan (2013), dengan adanya aktifitas produksi yang masuk ke dalam fungsi hunian menyebabkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi tertentu yang dilakukan penghuni (pengrajin dan atau pengusaha) pada ruang dalam rumahnya, baik berupa jumlah ruang, luas ruang, dan material ruang (hunian dan poduksi). Kelompok yang merupakan pengrajin dan penjual menggunakan rumah tinggal yang juga dijadikan sebagai workshop atau toko. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi hunian dan pemanfaatan ruang dalam dari kelompok pengrajin dan penjual serta menentukan upaya penanganan yang tepat terkait fungsi dan pemanfaatan hunian tersebut. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer, melalui observasi langsung dan kuesioner. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rumah pengrajin dan penjual memiliki dua fungsi sebagai hunian dan workshop dengan kondisi pemanfaatan ruang di dalamnya, yang meliputi ruang publik, semi publik, privat dan servis kurang tertata, kurang aman dan kurang nyaman dalam mendukung aktivitas sebagai pengrajin, penjual dan penghuni sehingga mempengaruhi produktivitasnya. Dan dalam upaya menata tata letak ruang yang baik, meningkatkan keamanan dan kenyamanan hunian yang juga berfungsi sebagai workshop atau toko maka digunakan rumah produktif sebagai penanganannya. Hal tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kualitas hidup penghuni, tetapi juga kualitas visual hunian atau bangunan dan produktivitas pengrajin dan atau pengusaha dalam menjalankan usahanya sehingga dapat tercipta kawasan wisata belanja yang berkelanjutan.

Kata Kunci : Wisata Belanja, Klaster Industri, Rumah Produktif, Produktivitas

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

70 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela Kota Mataram ditetapkan sebagai klaster industri kecil unggulan untuk kerajinan Mutiara, Emas Dan Perak (MEP) di Kota Mataram. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mataram tahun 2011 – 2031, Kecamatan Sekarbela termasuk dalam pengembangan kawasan perumahan. Sedangkan Kelurahan Karang Pule ditetapkan sebagai kawasan pariwisata belanja dan pengembangan industri kecil. Keberadaan Klaster industri Mutiara, Emas dan Perak tersebut menyebabkan munculnya ruang usaha pada hunian masyarakat yang ada di Kelurahan Karang Pule tersebut. Adanya ruang usaha pada hunian masyarakat tersebut menyebabkan munculnya fungsi lain dari hunian, bukan hanya sebagai tempat tinggal saja tetapi juga difungsikan sebagai ruang usaha.

Ungkapan dari Lipton dalam Tipple (2000) yang mengungkapkan bahwa sumber daya yang ada di dalam rumah adalah uang (money), waktu (time) dan ruang (space). Sebuah rumah yang menjadi basis usaha perekonomian akan mengalami penyesuaian dengan semakin bertambahnya kebutuhan sejalan dengan fungsinya sebagai “modal”. Rumah tinggal yang mengalami perubahan fungsi, akibat pengaruh usaha atau ekonomi disebut sebagai rumah produktif. Fungsi rumah tersebut harus dapat menampung dua kegiatan yang bebeda antara lain kegiatan berumah tangga dan kegiatan produksi. Hal ini diperjelas oleh Silas (2000) yang menyatakan bahwa rumah dalam fungsinya, dibagi dalam dua katagori, yaitu rumah yang dipergunakan sebagai tempat tinggal tanpa kegiatan lain dan rumah produktif yang digunakan untuk usaha atau kegiatan ekonomi.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Menurut Johan Silas (1993), konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya. Beberapa detail fungsi rumah dapat diuraikan sebagai berikut:

● Rumah(saja):yaitutiperumahyangdigunakansebagaitempattinggaltanpakegiatanlainyang berarti. Pada tipe ini umumnya untuk golongan berpenghasilan menengah ke atas, tetapi sedikit sekali golongan berpenghasilan rendah menggunakannya.

● RumahProduktif: pada tipe ini sebagiandari rumahdigunakanuntukusaha (produktif)atau kegiatan ekonomi.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Turner (1972) bahwa aktivitas maksimal dapat dicapai dalam fungsi rumah tangga dan terkait dengan perubahan tingkat pendapatan ekonomi. Konsep ini disebut sebagai “Housing is a Process” yang melandasi tiga hal penting, yaitu nilai rumah, fungsi ekonomi, dan wewenang atas rumah. Dengan demikian, rumah dapat difungsikan sebagai penopang perekonomian.

Rumah produktif sebagai hunian sekaligus sebagai tempat kerja/usaha merupakan cermin kehidupan sosial budaya penghuninya. Terkait dengan hal di atas, cukup menarik untuk dikaji dan diteliti untuk mengetahui fungsi hunian dan pemanfaatan ruang dalam dari kelompok pengrajin dan penjual serta menentukan upaya penanganan yang tepat terkait fungsi hunian tersebut. Penelitian ini mengambil studi kasus rumah produktif sebagai hunian dan sebagai tempat kerja pada Kawasan Wisata Belanja Klaster Industri MEP yang ada di Kecamatan Sekarbela Kota Mataram.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 71

KAJIAN PUSTAKA

Pemahaman Rumah Secara Umum

Undang - Undang No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 7 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman: “Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta asset bagi pemiliknya”. Rumah sebagai tempat awal pengembangan kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang layak, sehat, serasi dan teratur.

Menurut Amos Rapoport (1969) rumah adalah suatu lembaga dan bukan hanya struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan kompleks dan karena membangun suatu rumah merupakan gejala budaya maka bentuk dan pengaturannya sangat dipengaruhi budaya lingkungan dimanabangunanituberada.Bentukrumahbukanmerupakanhasilkekuatanfaktorfisikataufaktor tunggal lainnya, tetapi merupakan konsekuensi dari cakupan faktor-faktor budaya yang terlihat dalam pengertian yang luas. Bentuk berubah menurut kondisi iklim, metode konstruksi, material yang tersedia dan teknologi. Yang utama adalah faktor sosial budaya sedangkan lainnyamerupakanfaktoryangkeduaataumelengkapiataumemodifikasi.Bentukrumahdanpermukimanmerupakangambaranfisikdaribudaya,agama,materialdanaspeksosialsertamerupakan alam simbolik mereka.

Rumah Produktif

Selain sebagai tempat tinggal, rumah saat ini juga berkembang ke arah fungsi produktif. Menurut Johan Silas (1993) konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Rumah (saja): rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tanpa kegiatan lain yang berarti.

2. Rumah Produktif: rumah yang sebagian digunakan untuk produktif atau kegiatan ekonomi, konsekuensinya juga timbul hubungan antara aspek produksi dan perawatan rumah.

Ada tiga kriteria dalam hal proporsi yang terpakai untuk hunian dibandingkan dengan non hunian:

a. Tipe Campuran, fungsi rumah sebagai tempat tinggal menjadi satu dengan tempat kerja. Ada fleksibilitas dan kedinamisan dimana pekerjaan dapat diwadahi. Pada kategori inibertempat tinggal masih menjadi fungsi yang dominan.

b. Tipe Berimbang, rumah sangat dipisahkan dengan tempat kerja pada bangunan yang sama, Ada kesamaan kepentingan pada tempat tinggal atau hidup dan bekerja, akses ke tempat kerja kadang-kadang juga dipertegas serta dipisahkan dimana orang luar rumah juga terlibat di dalamnya.

c. Tipe Terpisah, pada tipe ini tempat kerja merupakan hal yang dominan serta mengambil sebagian besar dari total ruangan. Kadang tempat tinggal diletakkan pada bagian belakang atau depan tempat kerja yang digabungkan dengan kegiatan kerja. Bisa juga pemilik tinggal pada tempat lain yang terpisah sedangkan rumah tersebut selanjutnya digunakan oleh para pekerja.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

72 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

Keberadaan rumah produktif mempertegas fungsi rumah bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai suatu produk hasil teknologi manusia, merupakan sarana (alat) maupun tujuan dalam kehidupan manusia, juga menjadi barang komoditi/modal usaha yang menunjang hidup sehari-hari yang terkait dengan ekonomi.

Usaha Berbasis Rumah Tangga (UBR) - Home Base Enterprises (HBE’s)

Home Base Enterprises (HBE’s) adalah kegiatan usaha rumah tangga yang merupakan kegiatanekonomirakyatyangdijalankanolehkeluarga,kegiatannyabersifatfleksibel,tidakterikat oleh aturan-aturan yang berlaku umum termasuk jam kerja yang dapat diatur sendiri, hubungan yang longgar antar modal dengan tempat usaha.

Lipton (1980) menyatakan HBE ini sebagai family mode of production enterprise, dengan karakteristik:

1. Keluarga mengontrol sebagian besar dari lahan dan modal dari tempat kerjanya.

2. Sebagian besar dari tanah, modal dan tenaga dari keluarga tersebut disertakan dalam HBE.

3. Sebagian besar tenaga kerja yang terlibat disediakan oleh keluarga.

Dari segi jenis usahanya, Johan Silas (1999) merumuskan tipe UBR yaitu:

1. Memproduksi barang (manufacture), misalnya kerajinan, dan sebagainya.

2. Jasa (service), misalnya salon, bengkel, dan sebagainya.

3. Penjualan (distribution), misalnya toko yang menjual barang kerajinan, dan sebagainya.

4. Lain-lain, merupakan kombinasi atau tidak dapat dikelompokkan pada salah satu tipe di atas.

METODE PENELITIAN

Lokasi dari penelitian ini berada di Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Sekarbela Kota Mataram. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan rasionalistik yang bersumber dari teori dan kebenaran empirik. Jenis penelitian yang digunakan adala deskriptif kualitatif dengan menggambarkan secara sistematis mengenai suatu keadaan, situasi, program tertentu (Singarimbun, dkk. 2008). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan pengumpulan data primer berupa observasi secara langsung dan kuesioner.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kawasan

Kelurahan Karang Pule memiliki luas 106,7 Km2. Kelurahan Karang Pule memilliki 544 KK dengan jumlah penduduk 10.423 jiwa yang terbagi menjadi 7 (tujuh) lingkungan. Kelurahan Karang Pule yang terbagi menjadi 7 (tujuh) lingkungan yaitu : 1) Lingkungan Karang Pule, 2) Lingkungan Pande Besi, 3) Lingkungan Pande Mas Barat, 4) Lingkungan Pande Mas Timur, 5) Lingkungan Karang Seme, 6) Lingkungan Mas Mutiara, dan 7) Lingkungan BTN Kekalik.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 73

Persebaran dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Permukiman

Pemanfaatan ruang di kelurahan Karang Pule didominasi sebagai kawasan permukiman dan Perumahan dengan luasan hampir mencapai dari 50% keseluruhan luasan daeri kelurahan Karang Pule. Untuk kawasan perumahan sebagian besar terletak di lingkungan Karang Pule dan BTN Kekalik, sedangkan sisa nya yaitu di lingkungan Karang Seme, Pande Mas Timur, Pande Mas Barat, Pande Besi, dan lingkungan Mas Mutiara merupakan kawasan permukiman.

Kepadatan Bangunan

Untuk di lingkungan Karang Pule, BTN kekalik, Mas Mutira termasuk dalam kepadatan bangunan yang cukup padat namun permukiman di sana masi bisa dikatakan cukup tertata karena kebanyakan merupakan kawasan perumahan.Jika diperkirakan menurut SNI, jarak kepadatan bangunan di daerah ini mencapai 60-70 rumah/Ha dan masuk dlam kepadatan sedang. Sedangkan untuk lingkungan Pande Besi, Pande Mas Barat, Pande mas Timur dan lingkungan Karang Seme memiliki merupakan kawasan yang sangat padat.

Gambar 1. Peta kepadatan bangunan di kelurahan Karang Pule

Persebaran

Untuk persebaran industri MEP kelurahan Karang Pule terbagi menjadi 3 kelompok yaitu pengerajin, pengerajin yang juga merupakan penjual, dan penjual (pedagang). Terdapat 4 lingkungan yang merupakan kawasan inti dari industri MEP kelurahan Karang Pule yaitu di lingkungan Pande Besi, Pande Mas Barat, Pande Mas Timur, dan Lingkungan Mas Mutiara. Untuk persebaran pengejain tersebar di ke empat lingkungan tersebut, namun di lingkungan Pande Mas Timur yang mendominasi.Lokasi para pengerajin ini kebanyakan merupakan rumah tinggal yang juga dijadikan workshop. Sedangkan untuk persebaran pengerajin yang juga merupakan pengusaha terdapat di lingkungan Mas Mutiara dan Pande Mas Barat ada juga di lingkungan Karang Pule namun jumlah nya masih sedikit. Sedangkan untuk persebaran pengusaha (pedagang) di ke empat lingkungan tersebut, untuk para pedagang tersebar di sepanjang jalan besar yaitu Jalan Sultan kaharudin yang memang merupakan lokasi yang paling strategis untuk menjualkan produk.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

74 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

Tabel 1. Lokasi Industri Kerajinan MEP dibagi Per Jenis dan Per Lingkungan

No Lingkungan Pengerajin Pengerajin dan Penjual Penjual

1 Pande Besi 1 3 4

2 Pande Mas Barat 13 0 9

3 Pande Mas Timur 62 1 14

4 Mas Mutiara 0 4 7

Jumlah 76 8 34

Sumber : Hasil observasi dan Interpretasi Peta

Kondisi perumahan dan permukiman

1 Rumah Tinggal Layak Huni

o Rumah Tinggal Permanen

Di lingkungan Pande Besi, rumah tinggal permanen sebagian besar pada RT 7.

o Rumah Tinggal Semi Permanen

Di Lingkungan Pande Besi, rumah semi permanen rata-rata tersebar di setiap RT.

o Rumah Tinggal Tidak Permanen

Di Lingkungan Pande Besi, belum ditemukan adanya rumah yang tergolong dalam kriteria rumah tinggal tidak permanen.

Faktor utama yang menyebabkan masih adanya rumah semi permanen dan non permanen diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Faktor keterbatasan kemampuan ekonomi para pemiliknya. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak bisa memiliki banyak alternatif untuk membangun atau memperbaiki rumah dengan kondisi yang layak.

2) Faktor kebiasaan individu yang menganggap rumah sebagai tempat tinggal tanpa memperhatikankondisifisikbangunanterhadapkelayakan,keselamatandankeamanandengankondisifisikrumah.

2 Rumah Tinggal Tidak Layak Huni

Pada Lingkungan Pande Besi terdapat rumah yag tidak layak huni baik dilihat dari kebutuhan luasan minimum maupun kelayakan hunian berdasarkan kelengkapan rumah yaitu baik atau tidaknya rumah tersebut ditempati. Ada sekitar 14% rumah yang tidak layak huni berdasarkan kebutuhan luasan minimum sedangkan untuk kondisi dinding dan lantai sekitar 7% rumah dengan kondisi yang terbilang tidak layak huni seperti atapnya yang bocor dan dinding dengan kondisi rusak.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 75

Kondisi Fisik Lingkungan

Kondisi fisik lingkungan Pada lokasi Klaster Industri Kerajinan Murtiara,Emas dan Perakyang ada di Kelurahan Karang Pule, yaitu jalan terbagi menjadi jalan primer kolektor, jalan lingkungan serta gang-gang yang ada per Lingkungan di Kelurahan Karang pule. Di sepanjang jalan Sultan Kaharudin sendiri terdapat toko – toko yang menjual Kerajinan Mutiara, Emas dan Perak seperti yang terlihat pada gambar (4.a) dibawah. Dan untuk lokasi pengrajin kebanyakan berada di jalan – jalan lingkungan yang ada di Kelurahan Karang Pule seperti yang terlihat pada gamar (4.a dan 4.b) dibawah. Kondisi jalan yang ada, sebagian besar jalan lingkungan dan gang-gangnya sudah menggunakan beton seperti yang terlihat pada gambar (4.a) dibawah. Namun ada juga jalan setapak yaitu jalan tanah.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2a Gambar 2b Gambar 2c

Gambar 2. KondisifisiklingkungandiKelurahanKarangPule

Usaha Yang Bertumpu Pada Rumah Tangga

Kawasan industri MEP yang berada di kecamatan Sekarbela Kota Mataram ini berada disepanjang jalan Sultaha Kaharudin, Kelurahan Karang Pule. Adapun jenis industri yang bertumpu pada rumah tangga yang ada di Kelurahan Karang Pule ini antara lain : 1) Industri Besi, 2) Industri Pengrajin MEP dan 3) Industri pengusaha MEP

Proses produksi

Proses produksi yang dilakukan oleh pengerajin antara lain :

1. Penyiapan bahan baku (pencucian, peleburan)

proses penyiapa bahan baku yaitu terdiri dari proses pencucian dan peleburan proses peleburan sendiri adalah proses mecairkan logam pada temperatur tertentu dengan menggunakan energi panas yang di hasilkan oleh tungku. Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk melelehkan logam untuk pembuatan bagian mesin (casting) atau untuk memanaskan bahan serta mengubah bentuknya (misalnya rolling/penggulungan, penempaan) atau merubah sifat-sifatnya (perlakuan panas) adapun proses peleburan logam dapat dilihat pada gambar 3.a dibawah

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

76 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

2. Pembentukan (sesuai desain yang diminta)

proses pembentukan yaitu melakukan perubahan bentuk pada emas atau perak tersebut dengan cara memberikan gaya luar sehingga terjadi perubahan bentuk yang sesuai dengan yang di inginkan adapun gambar pembentukannya dapat dilihat pada gambar 3.b dibawah.

3. Perakitan (apabila produk terdiri dari beberapa bagian)

Proses perakitan adalah proses penyatuan komponen – komponen emas atau perak tersebut apabila terdiri dari beberapa bagian dan proses tersebut dilakukan dengan cara dipatri pada titik sambungan. Adapun cara perakitannya dapat dilihat pada gambar 3.c dibawah.

4. Finishing

Finishing adalah proses penyempurnaan atau proses akhir sebelum barang dijual

Gambar 3.a Gambar 3.b Gambar 3.c

Gambar 3 Proses Produksi

Fungsi Hunian

Pola hunian yang dimaksud adalah berkaitan dengan denah rumah yang dimiliki oleh masyarakat Lingkungan Pande Besi. Pola hunian bisa digolongkan menjadi pola hunian yang dijadikan hanya sebagai hunian atau tempat tinggal saja dan pola hunian yang dijadikan sebagai hunian dan sebagai toko atau perdagangan dan jasa.

Pemanfaatan Ruang Dalam

Pada sebuah rumah tinggal terdapat pembagian-pembagian area berdasarkan sifat penggunaan dan fungsi ruang. Area tersebut diantaranya adalah: area publik, privat, semi public, dan service. Ruang-ruang yang termasuk ke dalam area tersebut adalah sebagai berikut:

1. Area Publik : teras, ruang tamu

2. Area Privat : kamar tidur

3. Area Semi Publik : ruang keluarga

4. Service : dapur, kamar mandi, gudang

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 77

Setiap kategori jenis usaha terdapat perbedaan - perbedaan mendasar pada ruang-ruang yang digunakan. Ruang - ruang tersebut digunakan berdasarkan sifat usaha yang dimiliki. Misalnya untuk kategori jenis usaha produksi, biasanya jenis usaha ini membutuhkan tempat untuk mengerjakan produknya dan menyimpan bahan baku atau mentah maupun produk hasil yang siap dipasarkan atau dijual. Secara umum susunan ruang yang ada pada rumah tinggal pengrajin emas di lokasi survei, umumnya hanya terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur dan km atau wc. Ruang tamu yang berfungsi juga untuk menampung kegiatan keluarga, makan, belajar bagi penghuninya selain berfungsi sebagai ruang kerja bagi kegiatan pembuatan kerajinan emas.

Analisis Pemanfaatan Ruang

Fungsi dan Pemanfaatan Ruang Hunian

Eksisting Hunian

1. Fungsi dan Pemanfaatan Ruang Sebagai Hunian Dan Workshop

Gambar 4. Eksisting Denah Hunian dan Workshop Pengrajin

Fungsi hunian rumah tersebut digunakan sebagai tempat tinggal dan juga sebagai tempat bekerja atau workshop. Seperti yang terlihat pada gambar diatas bahwa rumah yang dijadikan sebagai hunian dan workshop masih bercampur. Hal tersebut terlihat pada denah pada gambar 4., bahwa akses menuju workshop masih melewati ruang hunian dan belum memiliki akses tersendiri. Pemanfaatan ruang di dalamnya, meliputi : 1) Ruang public : teras, 2) Ruang semi public : ruang tamu, workshop dan ruang keluarga, 3) ruang privat : ruang tidur, dan 4) ruang servis : ruang makan, dapur dan kamar madi atau wc. Ruang semi public masih bercampur dan dalam satu akses yang sama yang digunakan oleh pemilik dan pekerja.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

78 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

1. Fungsi hunian sebagai hunian dan toko

Gambar 5. Denah Eksisting Hunian dan Toko Penjual

Merupakan rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal dan juga digunakan sebagai tempat berjualan atau toko. Seperti yang terlihat pada gambar diatas bahwa rumah yang dijadikan sebagai hunian dan toko memiliki fungsi hunian yang masih bercampur dengan toko. Hal tersebut terlihat pada denah gambar 5, bahwa akses menuju toko masih melewati ruang hunian dan belum memiliki akses tersendiri.

2. Fungsi hunian sebagai hunian, workshop dan toko

Gambar 6. Denah Eksisting Hunian, Workshop dan Toko

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 79

Fungsi hunian digunakan sebagai tempat tinggal, tempat bekerja dan juga digunakan sebagai tempat berjualan atau toko. Seperti yang terlihat pada gambar 6, bahwa rumah yang dijadikan sebagai hunian, workshop dan toko memiliki fungsi hunian yang masih bercampur dengan workshop dan toko sebagai ruang semi publiknya serta belum memiliki akses masing – masing.

Kelayakan Hunian Berdasarkan Kriteria Rumah Produktif

1. Fungsi Dan Pemanfaatan Ruang Hunian Sebagai Hunian Dan Workshop

Adapun kriteria rumah yang digunakan sebagai hunian dan workshop yaitu tempat tinggal dan sekaligus dapat memproduksi barang (manufaktur, misalnya kerajinan dan sebagainya). Pada gambar 4, fungsi hunian dan workshop yang masih bercampur menyebabkan penghuni kurang nyaman dan pengrajin menjadi kurang produktif karena fungsi ruang yang kurang optimal.

2. Fungsi Dan Pemanfaatan Ruang Hunian Sebagai Hunian Dan Dan Toko

Adapun kriteria rumah yang digunakan sebagai hunian dan toko yaitu tempat tinggal dan sekaligus dapat melakukan penjualan (distribution), misalnya toko yang menjual barang kerajinan, dan sebagainya. Pada gambar 5, fungsi hunian dan toko yang masih bercampur menyebabkan penghuni dan penjual menjadi kurang nyaman dalam menjalankan aktivitasnya karena fungsi ruang yang kurang optimal.

3. Fungsi hunian sebagai hunian, workshop dan toko

Adapun kriteria rumah yang digunakan sebagai hunian, workshop dan toko yaitu tempat tinggal yang merupakan kombinasi dari workshop dan toko yaitu artinya tempat tinggal yang juga digunakan sebagai tempat bekerja sekaligus dengan tempat berjualan dan secara langsung rumah tersebut memiliki tiga fungsi sekaligus. Pada gambar 6, tiga fungsi ruang yang digunakan sekaligus tanpa terpisah membuat masing-masing pelaku, baik penghuni, pengrajin dan penjual kurang optimal atau produktif dalam menjalankan aktivitasnya.

Konsep Fungsi dan Pemanfaatan Ruang Hunian

1a. Hunian dan Workshop untuk 1 (satu) lantai

Gambar 7. Konsep Denah Hunian dan Workshop

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

80 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

Adapun konsep yang tepat untuk hunian yang juga digunakan sebagai workshop yaitu dengan menggunakan konsep tipe berimbang, yaitu fungsi hunian yang terpisah dengan tempat kerja tetapi tetap pada bangunan yang sama karena ada kesamaan kepentingan pada tempat tinggal atau hidup dan bekerja. Akses ke tempat bekerja dipisahkan dengan tegas. Hal tersebut sebagai upaya memudahkan akses orang luar rumah yang juga terlibat di dalamnya. Seperti yang terlihat pada denah gambar 7. bahwa untuk tipe rumah ini sudah memiliki ruangan semi publik tersendiri yang digunakan sebagai workshop dan juga antara fungsi hunian dan workshop sudah memiliki akses atau pintu masuk masing – masing sehingga fungsi hunian tidak akan terganggu dengan adanya workshop dan begitupun sebaliknya. Kedua fungsi hunian tersebut bisa menjalankan fungsinya masing – masing.

1b. Hunian dan Workshop untuk 2 (dua) lantai

Gambar 8a. Konsep Denah Lantai 1 Gambar 8b. Konsep Denah Lantai 2

Pada gambar konsep denah hunian dan workshop dua lantai yaitu pada lantai 1 dijadikan sebagai ruang publik, semi publik, privat dan servis. Pada ruang semi public yaitu workshop terpisah dengan ruang semi publik ruang tamu. Sedangkan pada lantai dua hanya dijadikan ruang semi publik, privat dan servis. Fungsi ruang sebagai hunian dan workshop dipisahkan oleh akses yang berbeda sehingga penghuni dapat lebih memiliki privasi dan kenyamanan. Sedangkan pekerja atau pengunjung workshop dapat mengakses lebih mudah.

2a. Hunian dan Toko untuk 1 (satu) Lantai

Adapun konsep yang tepat untuk hunian yang juga digunakan sebagai toko yaitu dengan menggunakan konsep tipe berimbang, yaitu rumah dipisahkan dengan tempat kerja tetapi tetap pada bangunan yang sama, karena ada kesamaan kepentingan pada tempat tinggal

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 81

atau hidup dan bekerja, akses ke tempat bekerja dipisahkan dengan tegas sehingga orang luar rumah yang juga terlibat di dalamnya mudah dalam mengakses.

Gambar 9. Konsep Denah Hunian dan Toko

Seperti yang terlihat pada denah gambar 9, bahwa untuk tipe rumah ini sudah memiliki ruangan tersendiri yang digunakan sebagai toko dan juga antara fungsi hunian dan toko sudah memiliki akses atau pintu masuk masing – masing antara hunian dan toko sehingga fungsi hunian tidak akan terganggu dengan adanya toko dan begitupun sebaliknya sehingga kedua fungsi tersebut bisa menjalankan fungsinya masing – masing.

2b. Hunian dan Toko untuk 2 (dua) Lantai

Gambar 10a. Konsep Denah Lantai 1 Gambar 10b. Konsep Denah Lantai 2

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

82 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

Pada gambar konsep denah hunian dan toko dua lantai yaitu pada lantai 1 dijadikan sebagai ruang publik, semi publik, privat dan servis, sedangkan pada lantai dua hanya dijadikan ruang semi privat,privat dan servis.

3a. Hunian, Workshop dan Toko untuk 1 (satu) Lantai

Adapun konsep yang tepat untuk hunian yang juga digunakan sebagai workshop dan toko yaitu dengan menggunakan konsep tipe berimbang, yaitu rumah yang dipisahkan dengan tempat kerja tetapi tetap pada bangunan yang sama, karena ada kesamaan kepentingan pada tempat tinggal atau hidup dan bekerja, akses ke tempat bekerja dipisahkan dengan tegas sehingga orang luar rumah yang juga terlibat di dalamnya dapat dengan mudah mengaksesnya

Gambar 11. Konsep Denah Hunian, Workshop dan Toko

Seperti yang terlihat pada denah disamping bahwa untuk tipe rumah ini sudah memiliki ruangan tersendiri yang digunakan sebagai toko dan workshop dan juga fungsi hunian sudah memiliki pintu tersendiri dan workshop dan toko juga sudah memiliki pintu masuk sendiri sehingga masing – masing fungsi hunian tidak akan terganggu dengan adanya toko dan workshop dan begitupun sebaliknya sehingga ketiga fungsi tersebut bisa menjalankan fungsinya masing – masing.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3

Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI ¦¦ 83

Gambar 12a. Konsep Denah Lantai 1 Gambar 12b. Konsep Denah Lantai 2

3b. Hunian, Workshop dan Toko untuk 2 (dua) Lantai.

Pada gambar konsep denah hunian, workshop dan toko dua lantai, yaitu pada lantai 1 dijadikan sebagai ruang publik, semi publik, dan servis, sedangkan pada lantai dua hanya dijadikan sebagai ruang semi privat, privat dan servis. Pada ruang semi publik di lantai 1 (satu), antara toko dengan display produknya terpisah tegas dengan workshop. Dan untuk para pembeli atau calon pembeli dilengkapi ruang servis, yaitu kamar mandi dan wc yang berdekatan dengan toko.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat tiga fungsi ruang hunian pada klaster industri MEP, yaitu : 1) Fungsi hunian sebagai hunian dan workshop, yaitu tempat tinggal dan sekaligus dapat memproduksi kerajinan MEP, 2) Fungsi hunian sebagai hunian dan dan toko, yaitu tempat tinggal dan sekaligus dapat melakukan penjualan (distribution), yaitu toko yang menjual kerajinan MEP, dan 3) Fungsi hunian sebagai hunian,workshop dan toko, yaitu tempat tinggal dan merupakan kombinasi dari workshop dan toko yaitu tempat tinggal yang juga digunakan sebagai tempat bekerja sekaligus dengan tempat berjualan produk MEP sehingga rumah tersebut memiliki tiga fungsi sekaligus.

2. Pemanfaatan ruang hunian terbagi menjadi ruang publik, semi publik, servis dan privat. Ruang sebagai workshop atau toko yang masih bercampur dengan ruang tamu dalam satu akses sebagaii ruang semi publik menyebabkan kurang optimalnya fungsi hunian sebagai tempat tinggal dan usaha yang berpengaruh pada tingkat kenyamanan, keamanan dan produktivitas pelaku di dalamnya, baik sebagai penghuni, pengrajin atau penjual.

ISBN. 978-602-73308-1-8SEMINAR NASIONAL SPACE #3Membingkai Multikultur dalam Kearifan Lokal Melalui Perencanaan Wilayah dan Kota

84 ¦¦ IMPLEMENTASI RENCANA TATA RUANG DAN PERENCANAAN KOLABORASI

3. Konsep rumah produktif pada bangunan hunian 1 (satu) atau 2 (dua) lantai menggunakan tipe berimbang sebagai upaya pemanfaatan ruang hunian dan usaha yang optimal dengan menciptakan akses dan batasan ruang yang terpisah dan tegas sehingga pelaku yang terlibat di dalamnya, baik penghuni maupun orang luar dapat mudah mengaksesnya dan dapat menjalankan aktivitasnya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anomim, Undang - Undang - Undang No. 1 tahun 2011 pasal 1 ayat 7 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Rapoport, A. (1969). House Form and Culture. (New York: Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, N.J)

Silas, J. (2000). Rumah produktif, pendekatan tradisi dan masyarakat. Makalah disampaikan pada Seminar Rumah Produktif dalam Dimensi Tradisional dan Pemberdayaan dalam rangka Dies Natalis Arsitektur ITS ke-35, Institut Teknologi 10 November, Surabaya.

Silas, Johan. (1993). Housing Beyond Home: The Aspect of Resources and Sustainability, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Turner. J.F.C. (1972). Housing as a Verb, in Freedom to Build, eds: Turner J.F.C., Fichter R., The Macmilian Company.

Tipple, A.G., Kellett, P.W. (2000). The Home as Workplace: A Study of Income Generating Activities within The Domestic Setting, dalam Environment and Urbanization. Vol. 11. No2.

Wahidah,Wiwik, O. Amin S. (2002). Rumah produktif: sebagai tempat tinggal dan tempat bekerja di permukiman komunitas pengrajin emas (pola pemanfaatan ruang pada usaha rumah tangga), Prosiding 2012, Volume 6: Desember 2012, ISBN : 978-979-127255-0-6.

Wibisono, Iwan (2013). Tingkat dan Jenis Perubahan Fisik Ruang Dalam Pada Rumah Produktif (UBR) Perajin Tempe Kampung Sanan, Malang, Jurnal RUAS, Volume 11 N0 2, Desember 2013, ISSN 1693-3702.