Revisi Makalah Ilmu Perbandingan Administrasi Negara Kelompok 3 Reguler 2011 Jerman dan Swedia

32
UNIVERSITAS INDONESIA PERBANDINGAN LOCAL GOVERNMENT REFORMS YANG TERDAPAT DI JERMAN DAN SWEDIA ILMU PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA KELOMPOK 3: Istiningsih 1106014665 Intan Suherman 1106018184 Indah Kurnia 1106058572 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Transcript of Revisi Makalah Ilmu Perbandingan Administrasi Negara Kelompok 3 Reguler 2011 Jerman dan Swedia

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN LOCAL GOVERNMENT REFORMS YANG TERDAPAT DI

JERMAN DAN SWEDIA

ILMU PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA

KELOMPOK 3:

Istiningsih 1106014665

Intan Suherman 1106018184

Indah Kurnia 1106058572

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU

ADMINISTRASI NEGARA

DEPOK

APRIL 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

‘Reformasi’ dimaknai sebagai perbaikan atau perubahan

bentuk, sedangkan ‘administrasi’ diartikan sebagai

organisasi atau manajemen pemerintahan yang mencakup

suluruh domain kekuasaan negara yang berupa legislatif,

eksekutif, dan yudikatif. Jadi, secara singkat reformasi

administrasi adalah perbaikan atau perubahan atas

organisasi dan manajemen pemerintahan negara dari bentuk

yang berlaku sebelumnya. Reformasi administrasi pada

dasarnya merupakan salah satu aspek dari reformasi atau

perubahan kemasyarakatan dan dapat dikatakan sebagai

perubahan atas prinsip, organisasi, struktur, metode, atau

prosedur untuk memperbaiki proses administrasi secara

berkesinambungan melalui proses evolusi dan bukan revolusi

(Progress in Public Administration dalam Hidayat, 2007).

Salah satu bentuk reformasi yang dilakukan ialah

reformasi di lingkup area local government atau pemerintah

daerah. Pemerintah daerah yang dikenal masyarakat saat ini

memang bermula dari perkembangan praktik pemerintahan di

Eropa pada sekitar abad 11 dan 12. Munculnya komunitas-

komunitas swakelola dari sekelompok penduduk pada akhirnya

menciptakan area yang disebut dengan municipal (kota), county

(kabupaten), serta commune/gementee (desa). Munculnya

kelompok-kelompok penduduk tersebut yang menurut Stoker

dalam Nurcholis (2007) merupakan akibat dari berkembangnya

fenomena industrialisasi. Munculnya area-area yang lebih

kecil di sebuah negara tersebut ternyata terus menyebar ke

hampir seluruh negara di Eropa yang pada akhirnya

memunculkan konsep desentralisasi yang memungkinkan

berdirinya sebuah satuan administrasi lokal seperti Dewan

Kota untuk mengatur dan mengurus urusan wilayahnya sendiri.

Alasan konsep desentralisasi ini juga dikemukakan oleh

Bowman &Hampton (1983) bahwa negara tidak dapat bergerak

dengan efektif jika seluruh kebijakan di berbagai level

diambil dari satu titik pusat saja. Tak ada satupun

pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas mampu

melaksanakan kebijaksanaan dan programnya secara efisien

melalui sistem sentralisasi.

Perkembangan pemerintah daerah di setiap negara di Eropa

tentu berbeda. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh

dinamika internal di setiap negara. Seberapa jauh

kewenangan yang dimiliki oleh setiap pemerintah daerah

suatu negara untuk bisa melakukan reformasi yang tentunya

disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal yang

bersangkutan. Oleh karena itu, makalah ini akan berusaha

memaparkan reformasi pemerintah daerah (local government

reforms) yang terjadi di dua negara Eropa, yaitu Jerman dan

Swedia.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, dapat ditarik

pokok permasalahan, yaitu

1. Bagaimana perbandingan reformasi pemerintah daerah

yang terjadi di Jerman dan Swedia?

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Reformasi

Menurut Oxford Advanded Learners Dictionary

(1978),reform adalah “make become better by removing or putting right

what is bed or wrong”. Rumusan tersebut menggambarkan bahwa

pada dasarnya reformasi adalah mengubah atau membuat

sesuatu menjadi lebih baik dari sesuatu yang sudah ada.

Kata reformasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu reform yang

artinya perbaikan atau pembaharuan. Hakikatnya, reformasi

merupakan bagian dari dinamika masyarakat, dalam arti bahwa

perkembangan akan menyebabkan tuntutan terhadap pembaharuan

dan perubahan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan

perkembangan tersebut. Reformasi juga bermakna sebagai

suatu perubahan tanpa merusak (to change without destroying) atau

perubahan dengan memelihara (to change while preserving). Dalam

hal ini, proses reformasi bukanlah proses perubahan yang

radikal dan berlangsung dalam jangka wkatu singkat, tetapi

merupakan proses perubahan yang terencana dan bertahap

(Widiyawati, 2011).

2.2 Kelembagaan Baru (New Institutionalism)

Kelembagaan Baru (New Institutionalism) merupakan salah satu

paradigma yang berkembang dalam ilmu politik, paradigma ini

merupakan kritik atas pendahulunya yaitu model kelembagaan,

seperti diketahui bahwa model kelembagaan mempunyai

karakter utama, yakni, pertama, cita-cita politik yang

berkembang dalam sejarah politik Barat dijelmakan dalam

hubungan-hubungan khusus antara penguasa dan rakyat. Kedua,

selalu memiliki ciri khas dimana aturan, prosedur, dan

organisasi pemerintahan menjadi starting point dalam diskursus

politik kenegaraan. Cara pandang tersebut tentu saja

memiliki kelemahan yang mana cenderung menganggap tidak

penting aktor politik sebagai inisiator. Pembentukan atau

perubahan sebuah institusi, tidak dapat dilepaskan dari

kepentingan aktor inisiatornya. Konteks untuk menjawab

kelemahan inilah muncul cara pandang yang mengoreksi Model

Kelembagaan (Institutionalism), yakni Model Kelembagaan Baru

(New Institutionalism).

Menurut fokus perhatian Kelembagaan Baru (New

Institutionalisme) dibedakan dalam beberapa pendekatan turunan

yaitu Rational Choice Institutionalism, Sociological Institutionalism, dan

Historical Institutionalism: Pertama, Rational Choice

Institutionalism merupakan aliran pendekatan kelembagaan baru

yang sangat kentara dipengaruhi oleh tradisi behavioralis

yang menganggap bahwa interaksi manusia merupakan

manifestasi dari kepentingan diri individu. Rational Choice

memiliki fokus utama pada persoalan bagaimana aktor-aktor

yang ada membangun dan merubah institusi untuk mencapai

kepentingan-kepentingan mereka. Institusi juga dianggap

hadir untuk menata interaksi-interaksi aktor dengan cara

mempengaruhi apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak.

Selain itu institusi juga diharapkan bisa melanjutkan

agenda dan preferensi individu dan organisasi.

Kedua, Sociological Institutionalism merupakan Kelembagaan yang

berfokus pada upaya institusi untuk mampu menyediakan

identitas dan makna interaksi sosial, selain itu juga

concern pada bagaimana institusi mempengaruhi pilihan dan

identitas aktor.

Ketiga, institusionalisme historis (historical

institutionalism). Berbeda dengan institusionalisme sosiologis,

institusionalisme historis mengacu pada catatan

sejarah.Institusionalisme historis menempatkan analisis

sejarah dan penelitian-penelitian lain dalam memahami

fenomena institusinya.

2.3 Teritorial dan Multi-fungsi

Dalam desain konstitusional dan kelembagaan pengaturan

antarpemerintah dan arsitektur dari suatu negara, konsep

teritorial berfokus pada pembentukan secara territorial,

yang didefinisikan (horisontal) bahwa arena dalam ruang

antar pemerintah, sejumlah fungsinya dapat ditugaskan.

Arena tersebut adalah entitas politik dan administrasi

otonom. Dalam pengertian ini, teritorial bergandengan

tangan dengan multi- fungsi. Dalam sistem multi-level,

desentralisasi di negara hukum yang modern bertujuan untuk

mengalihkan fungsi publik dari tingkat atas ke tingkat yang

lebih rendah. Tingkat yang lebih rendah beroperasi dengan

legitimasi politik yang independen, dan akuntabilitas.

Dipilih secara demokratis dan pemerintah daerah bertanggung

jawab secara politik yang merupakan tugas publik yang

terdesentralisasi didefinisikan secara teritorial dan multi

- fungsional.

2.4 Model Pemerintah Daerah

2.4.1 Uniform versus dual task model

Dalam model tugas pemerintahan daerah yang seragam,

semua tugas setelah ditransfer ke pemerintah daerah menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah yang penuh. Artinya bahwa,

pengambilan keputusan prinsipnya terletak pada dewan lokal

yang terpilih. Model tugas seragam atau uniform task

modelbiasanya dalam hubungan antara pemerintah daerah dan

Negara, pengawasan terhadap kegiatan pemerintah daerah

hanya berkenaan dengan meninjau legalitas mereka. Secara

historis, model tugas seragam (uniform task model) telah

beroperasi di Inggris dan Swedia. Sedangkan model tugas

ganda atau dual task model, pemerintah daerah memiliki dua

jenis tanggung jawab. Pertama adalah tanggung jawab

pemerintah daerah asli diputuskan oleh dewan terpilih dan

tunduk pada legalitas oleh Negara. Kedua adalah

didelegasikannya fungsi yang ditransfer oleh negara kepada

pemerintah daerah dengan cara delegasi. Secara historis,

model tugas ganda(dual task model) termasuk di Jerman dan

Perancis.

2.4.2 Separationist versus integrationist model

Pada model tugas seragam, secara historis dalam

menjaga hubungan antara pemerintah pusat dan daerahnya

menahan pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan,

sehingga disebut sebagai "separatis” (Leemans dalam

Wollmann, 2008). Sedangkan pada model tugas ganda

cenderung untuk mengintegrasikan pemerintah daerah ke dalam

struktur negara sampai batas tertentu. Negara

pengawasannya lebih intens atas tugas yang didelegasikan.

sehingga disebut sebagai integrationist model.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum

Sejak tahun 1980-an, struktur administratif maupun

operasional dari pemerintahan daerah Eropa terjadi berkat

adanya pengaruh dari konsep New Public Management (NPM).

Jerman sendiri dahulunya merupakan negara kesatuan ketika

dipimpin oleh Adolf Hitler hingga pada akhirnya terpecah

karena kalah dalam Perang Dunia II hingga membagi wilayah

geografis Jerman menjadi dua bagian, Jerman Barat dan

Jerman Timur. Jerman Barat dikuasai oleh pihak sekutu

sedangkan Jerman Timur dikuasai oleh negeri tetangganya,

yaitu Rusia. Pada tahun 1990 dengan peran Michael

Gorbachev, akhirnya Jerman Barat dan Jerman Timur melakukan

reunifikasi. Kondisi Jerman Barat yang memang dari periode

sebelumnya lebih unggul ketimbang Jerman Timur, harus

membagi solidaritasnya kepada Jerman Timur dalam hal

finansial sehingga Jerman Barat harus menyeimbangkan dana

dengan birokrasinyaDi Jerman sendiri, reformasi

manajemen publik dalam lingkup pemerintah daerah di Jerman

pertama kali dilakukan pada tahun 1992. Pemerintah daerah

ini merupakan level terkecil dari sistem administrasi

negara Jerman yang terdiri dari pemerintah federal,

pemerintah negara bagian (Lander), serta pemerintah daerah

lokal. Pemerintah daerah lokal ini dibagi menjadi kabupaten

yang biasa dikenal dengan county atau kreise dalam konteks

Jerman, serta kota yang biasa dikenal dengan istilah

commune namun di Jerman sendiri disebut sebagai Gemeinden.

Kota di Jerman berjumlah sebanyak 439 kabupaten dan sekitar

14,000 kota. Pemerintah daerah di Jerman memiliki kekuatan

konstitusional yang kuat. Menurut 28 artikel dari Federal

Constitution, wilayah kabupaten di Jerman memiliki otonomi

lokal yang mana tak ada satupun dari pemerintah federal

maupun pemerintah negara bagian yang memiliki kewenangan

untuk mengintervensinya. Upper tier telah berhasil membawa

otonomi lokal tanpa membebani pemerintah federal, misalnya

karena mengurangi tingkat hibah pemerintah.

Sejarah perkembangan reformasi pemerintah daerah

di Jerman secara umum dapat dideskripsikan secara umum

lewat empat fase menurut Seibel dalam Reichard (2003):

1. Fase awal terjadi setelah masa perang dunia kedua,

lebih banyak mencoba untuk memperbaiki konsekuensi

dampak perang melalui penguatan kapasitas

administratif

2. Reformasi dilakukan dibawah pengaruh demokarasi sosial

seperti, reformasi dalam bidang keuangan negara,

hukum-hukum pelayanan sipil, reorganisasi pada

kementerian negara, serta pengenalan terhadap konsep

perencanaan maupun manajemen seperti PPBS atau MBO di

akhir tahun 1960.

3. Reformasi untuk melakukan deregulasi dan

debirokratisasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat

pada tahun 1980an.

4. Reformasi juga memfokuskan untuk merampingkan para

aparatur pemerintah serta pelaksanaan konsep NPM pada

tahun 1990an.

Sedangkan Swedia adalah negara kesatuan dengan sejarah

keterlibatan pemerintah lokal yang kuat dalam urusan

publik. Pemerintah daerah telah memainkan peran penting

dalam sistem negara kesejahteraan dengan memiliki banyak

tanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik kepada

warga. Warga negara Swedia secara keseluruhan juga pada

akhirnya memiliki pandangan positif dari mengenai

pemerintah daerah Swedia. Oleh karena itu, tingkat

partisipasi pemilih untuk memilih pejabat lokal Swedia

cenderung tinggi meskipun hal ini telah beberapa penurunan

dalam beberapa tahun terakhir. Sikap positif Swedia untuk

pemerintah daerah juga dimiliki oleh pemerintah pusat dan

parlemen dan Swedia dengan menandatangani dan meratifikasi

European Charter of Local Self-Government tahun 1989, hanya

empat tahun setelah diundangkan. Instrumen Pemerintah

(Konstitusi Swedia), yang mulai berlaku pada bulan Januari

1974, memberikan pengakuan eksplisit mengenai local self-

government yang kemudian telah lebih diperluas dalam Undang-

Undang Pemerintah Daerah (1991) yang mulai berlaku pada

Januari 1992.

Sistem kota Swedia saat adalah hasil dari reformasi

teritorial tahun 1952 dan 1962-1974, yang membentuk kota

besar untuk mengembangkan layanan mereka kepada penduduk.

Reformasi pendidikan yang dikelola oleh kotamadya,

memainkan peran yang menentukan dalam re-organisasi ini.

Menurut F. Kjellberg, sistem pemerintahan daerah yang

dianut oleh Swedia digambarkan sebagai sistem yang

cenderung mengintegrasikan otoritas nasional dan lokal

melalui kebijakan negara kesejahteraan. Tahun 1952

dilakukan reformasi yang terutama mempengaruhi wilayah

pedesaan, Reformasi secara khusus dilakukan untuk

memungkinkan semua kota mengambil alih pengelolaan

pelayanan sosial. Reformasi yang dilakukan 1962-1974

merupakan tanggapan terhadap kebutuhan untuk reformasi

sekolah.

3.2 Analisis Jerman

Jerman merupakan negara republik federal yang memiliki

2 (dua) level pemerintahan, yaitu negara federal dan negara

bagian (lander). Pemerintah lokal di Jerman memiliki hak

untuk mengatur kepentingan daerahnya sendiri dengan

kewenangan lokal. Pada tahun 2002 dari segi pegawai sektor

publik, hanya 6,5 persen dari total pegawai publik yang

bekerja di level federal, 50 persen (kebanyakan guru dan

polisi) terdapat di lander atau negara bagian, 40 persen

pegawai pemerintah daerah. Tidak seperti di Swedia yang

pelayanan sosialnya hampir semua dilakukan oleh pegawai

publik, pelayanan sosial di Jerman dikelola oleh pegawai

atau lembaga non-publik, juga non-profit.

Perubahan pemerintah daerah yang terjadi di Jerman

lebih tepat dikatakan sebagai reformasi ketimbang

mododernisasi, istilah reformasi lebih cocok untuk

menandakan perubahan kelembagaan yang terjadi di pemerintah

daerah. Sedangkan modernisasi lebih tampak sangat normatif

dan tidak adanya implikasi yang teologis. Selama tahun

1960-an dan 1970-an terjadi reformasi teritorial di level

kabupaten dan kota oleh Lander. Hal tersebut dilakukan

untuk memperkuat tanggung jawab politik basis teritotial

oleh pemerintah daerah. Hasil dari reformasi adalah rata-

rata penduduk kota sebanyak 8000 jiwa. Jerman merupakan

negara dengan sistem politik dan fungsional pemerintah

daerah yang kuat bersamaan dengan Swedia. Alokasi

pendapatan di Jerman lebih sentralistik apabila

dibandingkan dengan Swedia, hanya sekitar 30 persen dari

pajak daerah yang dihasilkan mandiri oleh suatu kota,

sisanya dihasilkan melalui sistem pembagian pendapatan yang

diatur oleh Undang-Undang federal.

Reformasi teritorial pada level lokal di Jerman

terjadi dalam 2 (dua) gelombang, yaitu pada akhir tahun

1960-an serta awal 1970-an dari negara bagian “old” Jerman

Barat dan tahun 1990-an “new” Jerman Timur. Reformasi

teritorial pemerintah daerah di Jerman yang dimulai tahun

1990-an yang disebut sebagai pendekatan tradisional. Pada

mulanya terjadi penyatuan Jerman, Jerman Timur yang

merupakan bekas komunis mengalami transformasi dan penataan

ulang. Terdapat 5 (lima) lander yang ada di Jerman Timur

yang dahulu nya telah dihapuskan oleh rezim komunis pada

1952 tersebut dibangun kembali. Diadakannya kewenangan

lokal pada tingkat kota dan kabupaten. Jerman Timur yang

baru dibangun kembali ini mengadakan reformasi teritorial,

pada awalnya yang diharuskan berubah adalah kabupaten. Hal

tersebut merupakan basis model multi-function tradisional di

pemerintah daerah. Setelah itu dibentuk kesatuan kotamadya

yang setidaknya menampung kurang lebih 5000 penduduk.

Pada pemerintahan lainnya strategi reformasi dilakukan

dengan mendelegasikan fungsi negara kepada kewenangan

lokal. Contohnya dapat ditemukan di Jerman Selatan yang

kewenangan pemerintah negara bagian telah didelegasikan

kepada pemerintah daerah. Di semua negara bagian, secara

politik pada tahun 1990-an sudah berhak memilih

major/executive secara langsung. Pada pemerintahan daerah di

Jerman menggunakan model tugas ganda atau dual-task model.

Pemerintah daerah tidak berdiri sendiri, pemerintah daerah

merupakan lapisan ketiga dari negara federal yang juga

merupakan bagian konstituen dari negara bagian. Pemerintah

daerah memiliki 2 (dua) tipe fungsi, yaitu pertama tanggung

jawab asli pemerintah daerah baik itu dari general competence

maupun ditugaskan oleh Undang-Undang. Kedua, tugas yang

diberikan kepada kewenangan lokal oleh negara sebagai hal

yang didelegasikan. Kewenangan lokal berada sepenuhnya

dibawah kewenangan negara, jadi kewenangan dari negara

lebih besar daripada kewenangan asli pemerintah daerah.

Dengan kontrol dari negara yang begitu besar terhadap

pelaksanaan fungsi delegasi, dapat diklasifikasikan kepada

integrationist model. Hal tersebut dikarenakan karena masih

menitikberatkan pada fungsi top-down dari negara kepada

pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki tanggung

jawab kepada negara bagian dan negara federal.

Di Jerman tanggung jawab operasional dan keuangan

untuk kebijakan pasar tenaga kerja terletak pada Badan

Federal untuk Buruh (Bundesagentur für Arbeit) dan 10 perusahaan

regional dan 178 kantor lokal. Kompetensinya

mengintegrasikan tunjangan pengangguran, penempatan kerja,

kualifikasi atau tindakan pelatihan kejuruan, dan program

penciptaan lapangan kerja.

Jerman pernah menganut sistem pemerintahan demokrasi

namun tidak berlangsung lama. Setelah itu kekuasaan jatuh

ke tangan komunis.

Setelah negara Jerman terpisah pada tahun 1990 terjadi peny

atuan kembali dengan diruntuhkannya tembok Berlin. Sistem

pemerintahan berubah menjadi sistem pemerintahan demokrasi

yang berbasis ideologi berlandaskan prioritas hak-hak asasi

manusia.Dengan menyatakan bahwa rakyat menjalankan kuasanya 

melalui organ organ khusus, Undang-Undang Dasar     menetapkan

tata negara berupa demokrasi representatif. Konstitusi dari

setiap negara bagian di samping itu menggariskan alat-alat 

demokrasi langsung (Zalmizy Bin Hussin, n.d). Berikut

merupakan peringkat Jerman apabila dibandingkan dengan

Swedia.

Tabel 1. Peringkat Sistem Pemerintah Daerah Lokal

Sumber: Hellmut Wollmann, 2008.

Untuk pembagian kewenangan di negara Jerman, secara

umum ada beberapa bidang yang pengaturannya diserahkan

kepada pemerintah daerah. Misalnya pendidikan, Mayoritas

institusi pendidikan adalah milik publik. Sistem

pendidikan Jerman secara umum diatur dalam ketentuan

pemerintah federal namun otonomi pemerintah daerah

memberikan mereka kontrol yang eksklusif atas untuk

mengatur operasional pendidikan dan pengajaran. Sebagian

besar sekolah mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah

dan asosiasi lokal. Länder sebagai pemerintah daerah di

sini bertanggung jawab untuk pendanaan staf pengajar. Pada

dasarnya, tugas pemerintah daerah di Jerman dibagi antara

kabupaten dan kota. Sesuai dengan prinsip bahwa beberapa

layanan yang tidak dapat disediakan oleh kotamadya sebagian

besar disediakan oleh kabupaten yang memiliki tingkat lebih

tinggi. Misalnya, jika sebuah konstruksi dan pemeliharaan

fasilitas pembuangan limbah melebihi kemampuan finansial

dari kota, maka kabupaten mengambil alih tugas ini

3.3 Analisis Swedia

Swedia adalah salah satu negara di kawasan

Skandinavia, dan kawasan yang terkenal dengan konsep negara

kesejahteraan. Swedia merupakan sebuah negara kesatuan

dengan pemerintah daerah tradisional yang terdesentralisasi

dan struktur yang kuat. Dalam pengembangan sistem

pemerintahan daerah, prinsip dan praktek pemerintahan

daerahnya berakar dalam sejarah Swedia. Sejarah

perkembangan sistem pemerintahan daerah di Swedia dapat

ditelusuri sampai pada pertengahan abad ke 19, ketika

manusia bebas untuk membuat keputusan kolektif. Pada akhir

abad ke-18, dilembagakannya bentuk pemerintah daerah yang

dibuat di daerah pedesaan. Pengembangan selanjutnya dari

tahun 1862 ke 1930-an. Pada tahun 1862, adanya dasar hukum

bagi sistem pemerintahan daerah yang modern di Swedia,

dalam pelembagaan pemerintah daerah 1862 tata cara

terobosan baru di dua tingkat. Unit pemerintah daerah yang

baru di daerah pedesaan disebut landkommuner.

Pada pertengahan tahun 1930-an, perkembangan sistem

pemerintahan daaerah di Swedia sangat dibentuk dan

diarahkan untuk perluasan konstruksi dan tak tertandingi

karena dikenal sebagai Model Swedia dengan negara

kesejahteraan yang bagus. Selanjutnya pembangunan sejak

pertengahan 1980-an. Negara kesejahteraan Swedia dengan

sektor publik yang diperluas dan adanya monopoli pelayanan

yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah di bawah bimbingan

pemerintah pusat. Sejumlah kekhasan sejarah memberikan

kontribusi signifikan terhadap perkembangan Negara Swedia.

Sehingga hal tersebut berkaitan dengan new institusionalism

dalam melakukan reformasi pemerintahan daerah, khususnya

institusionalisme historis (historical institutionalism) yang mana

mengacu pada catatan sejarah dalam memahami fenomena

institusi pemerintahan daerah di Negara Swedia.

Tahun 1950 hingga 1970-an, Swedia telah mengembangkan

negara kesejahteraan yang ditandai dengan pembagian kerja

antara pemerintah pusat yang bertanggung jawab untuk

pembuatan kebijakan dan perundang-undangan, dengan

pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk

mengimplementasikan kebijakan. Pemerintah daerah

bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara di daerahnya

dengan pelayanan kesehatan yang ditugaskan ke kabupaten dan

sebagian besar fungsi-fungsi lain yang dipercayakan kepada

kota (Pierre dalam Wollmann, 2008). Sehubungan dengan

demokrasi dan revisi terbaru dari undang-undang tentang

pemerintah daerah, reformasi pemerintah daerah dalam rangka

untuk menentukan tanggung jawab politik yang lebih jelas

(Gustafsson, 1983).

Struktur teritorial kota di Swedia yang dihasilkan

dari reformasi teritorial tahun 1952 dan 1974, dengan

populasi rata-rata 34.000 telah memberikan pengembangan

yang lebih lanjut dari politik dan fungsional pemerintah

daerah yang layak. Jumlah pemilih yang sangat tinggi

dibandingkan dengan negara-negara lain yaitu sekitar 90

persen dalam pemilihan Dewan daerah. Berdasarkan konstitusi

tahun 1974, demokrasi daerah didasarkan pada demokrasi

perwakilan, yaitu pada pemilihan Dewan daerah. Pengaturan

kelembagaan pemerintah daerah telah ditandai oleh

pemerintah dengan sistem komisi, di mana Dewan daerah

terpilih secara komprehensif bertanggung jawab untuk

pengambilan keputusan dan pengawasan eksekutif atas

administrasi daerah yaitu dengan komite yang melaksanakan

kekuasaan secara komprehensif berbasis sektoral. Reformasi

kelembagaan baru-baru ini telah memperkuat peran

kepemimpinan politik dan administrasi dari komite utama.

Model multifungsi pemerintah daerah Swedia pada

dasarnya tak tertandingi di Eropa (Wollmann, 2008). Ruang

lingkup model pemerintah daerah multi-fungsional telah

diperluas oleh reformasi fungsional. Dalam sistem antar

pemerintah Swedia, beberapa tugas publik dilakukan langsung

oleh instansi pemerintah pusat. Sejak pelaksanaan fungsi

pemerintah daerah mematuhi uniform task model (model tugas

seragam), yang mana semua tugas pemerintah daerah adalah

benar-benar berfungsi daerah sampai membatalkan dewan yang

terpilih, dan jarang ada pengawasan dan peraturan

pemerintah pusat.

Pada masalah koordinasi antar-pemerintah, Swedia

menyajikan ambivalen. Di satu sisi, sesuai dengan model

multi-functional pada negara kesejahteraan daerah, kota secara

politik, administratif dan fungsional diharapkan dapat

memainkan peran penting dalam mengkoordinasikan pelaksanaan

kebijakan sektoral yang beragam, yang ditugaskan kepada

mereka dalam pengaturan antar pemerintah (Wollmann, 2008).

Di sisi lain, sektoralisasi pembuatan dan pelaksanaan

kebijakan, sering disebut di Swedia sebagai stuprör,

memanifestasikan dirinya tidak hanya sebagai sektoralisasi

vertikal di tingkat kementerian dan lembaga pusat

(myndigheter), tetapi juga sebagai sektoralisasi horisontal,

antara dan di antara komite kota dan unit administratif.

Ruang lingkup koordinasi internal pemerintah daerah

tumbuh dengan sejumlah fungsi. Koordinasi internal tersebut

adalah proses politik yang dilakukan terutama dengan cara

interaksi, negosiasi dan kompromi di antara aktor lokal dan

kelompok-kelompok partai. Di Swedia, pemerintah pusat

sejauh ini hampir tidak terlibat dalam kebijakan

mengkoordinasikan tujuan di ruang subregional/local.

Kementerian pemerintah pusat sebagian besar membatasi diri

untuk pembuatan kebijakan dan hampir tidak terlibat dalam

implementasi kebijakan, apalagi pada tingkat lokal.Instansi

pusat yang bertanggung jawab sektoral (mundigheter) hampir

tidak berurusan dengan masalah tingkat koordinasi daerah.

Dalam profil

keuangan, pemerintah daerah Swedia unggul dengan anggaran

otonomi yang tak tertandingi, sekitar 70 persen pendapatan

daerah berasal dari pajak daerah yang dipungut oleh

pemerintah daerah dalam menjalankan kekuasaan perpajakan

dan harga yang ditetapkan. Salah satu fitur yang luar biasa

dari pemerintah daerah Swedia dalam keuangan pemerintah

daerah adalah adanya hak dewan kota dan kabupaten untuk

memungut pajaknya sendiri. Prinsip utama ini diperkenalkan

ketika sistem pemerintah daerah Swedia yang modern

didirikan pada tahun 1862, sejak telah menjadi tulang

punggung keuangan pemerintah daerah Swedia dan melanjutkan

tingkat otonomi yang luar biasa.

Peran uniknya adalah bahwa daya pajak yang dilakukan

oleh pemerintah daerah telah di gunakan pada operasi

pembiayaan kesejahteraan di Negara Swedia. Hal ini

dibuktikan oleh fakta bahwa Pelayanan Jasa kesejahteraan

negara seperti sistem kesehatan masyarakat, sekolah,

pelayanan sosial dan lain-lain telah disediakan dan

sebagian besar dibiayai oleh pemerintah daerah yang dua

tingkatan, Warga Swedia rata-rata membayar 30 persen pajak

penghasilan ke pemerintah daerah, yang merupakan sebagian

besar dari pendapatan daerah.

Swedia adalah negara yang mendorong peningkatan

kesejahteraan dengan fokus industri berbasis IPTEK dan

berorientasi ekspor. Swedia bertransformasi dari negara

yang bergantung pada hasil alam menjadi negara berbasis

ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, dan mendorong ekspor

manufaktur. Swedia menganut sistem ekonomi terbuka secara

global dan memiliki sistem regulasi yang sangat transparan.

Pemerintah Swedia membiayai jaminan sosial dari penerimaan

pajak. Namun demikian, Pemerintah menjalankan decisive

corporate tax reform, yang berdampak pada rendahnya pajak

perusahaan sehingga meningkatkan produktivitas sektor

swasta. (Chairul Tanjung dalam Wahyudiyanta, 2013).

Sementara itu, untuk bidang-bidang yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah di Swedia, terdapat beberapa

perbedaan kewenangan yang terjadi antar tingkat pemerintah.

Secara umum, pembagian kewenangan lebih banyak diberikan

kepada level kabupaten. Pemerintah kota hanya diberi

kewenangan pada bidang kesehatan, transportasi umum, dan

pariwisata sedangkan pada level pemerintah kabupaten diberi

kewenangan untuk mengatur masalah pendidikan, perawatan

warga negara yang sudah lanjut usia dan para penyandang

cacat, pengelolaan pemadam kebakaran, sistem drainase,

serta sistem pembuangan kotoran

Tabel 3.1

Perbandingan Local Government Reforms di Jerman dan Swedia

No AspekPerbandingan

NegaraJerman Swedia

1 Bentuk Negara Berbentuk federasi di EropaBarat

Negara Kesatuan dikawasan Skandinavia

2 Reformasi Teritorial

Terjadi dalam 2 (dua)gelombang, yaitu pada akhirtahun 1960-an serta awal1970-an dari negara bagian“old” Jerman Barat dan tahun1990-an “new” Jerman Timur.Reformasi teritorialpemerintah daerah di Jermanyang dimulai tahun 1990-anyang disebut sebagaipendekatan tradisional.Terjadinya penyatuan JermanBarat dan Jerman Timur,setelah itu adakannyakewenangan lokal padatingkat kota dan kabupaten,sistem pemerintahandemokrasi yang berbasisideologi.

Reformasi teritorialdimulai tahun 1952 dan1974, menghasilkanStruktur teritorial kotadi Swedia dengan populasirata-rata 34.000.Reformasi teritorialmemberikan pengembanganyang lebih lanjut daripolitik dan fungsionalpemerintah daerah yanglayak.

3 Model Pemerintahan Daerah

Dual task model dan integrationist model

Uniform task model dan Separationist model

4 Alokasi Keuangan Pemerintah Daerah

Alokasi pendapatan di Jermanlebih sentralistik apabiladibandingkan dengan Swedia,hanya sekitar 30 persen daripajak daerah yang dihasilkanmandiri oleh suatu kota,sisanya dihasilkan melaluisistem pembagian pendapatanyang diatur oleh Undang-Undang federal.

Pendapatan Pemerintah Daerah Swedia lebih unggul dibandingkan dengan Jerman, sekitar 70persen pendapatan daerah berasal dari pajak daerahyang dipungut oleh pemerintah daerah.

5 KewenanganPemerintahDaerah

kewenangan Pemerintah Daerahdi Jerman berada sepenuhnyadibawah kewenangan negara,jadi kewenangan dari negaralebih besar daripadakewenangan asli pemerintahdaerah yang berada diJerman.

Pemerintah Daerah di Swedia memiliki desentralisasi kewenanganyang kuat. Hal tersebut karena kewenangan Pemerintah Daerah tidak sepenuhnya di bawah kewenangan Pemerintah Pusat.

Sumber: Olahan Penulis, 2014

BAB IV

KESIMPULAN

Salah satu bentuk reformasi yang dilakukan ialah

reformasi di lingkup area local government atau pemerintah

daerah. Pemerintah daerah yang dikenal masyarakat saat ini

memang bermula dari perkembangan praktik pemerintahan di

Eropa pada sekitar abad 11 dan 12. Perkembangan pemerintah

daerah di setiap negara di Eropa tentu berbeda. Hal

tersebut salah satunya dipengaruhi oleh dinamika internal

di setiap negara.

Dua negara yang disoroti dalam reformasi pemerintah

daerah lokal dalam makalah ini adalah Jerman dan Swedia.

Baik Jerman maupun Swedia memiliki desentralisasi kepada

pemerintah daerah yang kuat. Namun, kewenangan pemerintah

daerah di Swedia lebih kuat dibandingkan dengan Jerman. Hal

tersebut dikarenakan intervensi negara federal dan negara

bagian terhadap pemerintah daerah cukup kuat. Swedia

menganut uniform task model yang mana kewenangan ada

sepenuhnya pada pemerintah daerah. Sedangkan Jerman

menganut dual task model yang mana pemerintah daerah memiliki

tanggung jawab kepada negara federal dan negara bagian

(lander).

Swedia menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan

Jerman dalam sistem pemerintah daerah (local government). Hal

tersebut dilihat dari komponen profil teritorial, profil

politik, puctional profile, profil pegawai organisasi, dan

profil keuangan yang dapat dilihat pada tabel 1. Jadi,

Jerman dan Swedia sama-sama memiliki desentralisasi kepada

pemerintah daerah, hanya saja berbeda dalam sistem

pelaksanaan serta seberapa kuat kewenangan dari pemerintah

daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. Tanpa Tahun. Penduduk. Diunduh darihttp://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/penduduk.html pada tanggal 26 April2014.

Council of Europe. 2007. Local Authority Competences in Europe.<https://wcd.coe.int/ViewDoc.jsp?id=1377639#P2316_290474> diakses pada 18 April 2014

Gustafsson, Agne, The Swedish Institute. 1983. LocalGovernment In Sweden. Sweden: Bohuslaningens BoktryckeriAB Uddevalla.

Hidayat, Lalu Misbah. 2007. Reformasi Administrasi: KajianKomparatif Pemerintahan Tiga Presiden. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Hussin, Zalmizy Bin. Tanpa Tahun. Pengenalan SistemPolitik Jerman: Suatu pandangan umum. Diunduh darihttp://www.academia.edu/1561639/Pengenalan_Sistem_Politik_Jerman_Suatu_pandangan_umum pada 26 April 2014.

http://mega.subhanagung.net/new-institusionalism-dalam-ilmu-politik/di unduh pada tanggal 17 April 204 pukul19.11 WIB.

Nn. Tanpa tahun. Tinjauan Pustaka. Universitas Lampung.<http://digilib.unila.ac.id/935/9/BAB%20II.pdf> di unduhpada tanggal 17 April 204 pukul 19.10 WIB

Rebecca, Stephanie. 2014. Iklim Bisnis Dipercaya Membaik,Perekonomian Jerman Aman. Diunduh darihttp://vibiznews.com/tag/jerman/ pada tanggal 26 April2014.

Reichard, Christoph. 2003. Local Public Management Reforms inGermany<related:onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-9299.00350/pdf Local Public Management Reforms in Germany> diunduh pada 18 April 2014

Wahyudiyanta, Imam. 2013. Chairul Tanjung Sebut RI Perlu

Belajar dari 4 Negara Ini.

<http://finance.detik.com/read/2013/08/26/101250/2340218/4/

2/chairul-tanjung- sebut-ri-perlu-belajar-dari-4-negara-

ini> di akses pada 27 April 2014

Widiyawati, Indah. 2011. Eksistensi Pancasila Dalam Konteks Moderndan Pascsa Global Reformasi. Tugas Akhir Pancasila.

Yogyakarta: Stimik AmikomYogyakarta.<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=69876&val=4879> di unduh pada tanggal 17 April2014 pukul 19.00 WIB.

Wollmann, Hellmut. 2004. Local Government Reforms in Great Britain,Sweden, Germany and France: Between Multi-Function and Single-PurposeOrganisations. Vol 30. No 4. Taylor&Francis Ltd.

Wollmann, Hellmut. 2008. Comparing Local Government Reforms inEngland, Sweden, France and Germany: Between continuity andchange, divergence and convergence.edited byWüstenrot Stiftung.Humboldt-Universität zu Berlin, Institute of SocialScience.

<http://www.wuestenrot-stiftung.de/downloads/Comparing%20Local%20Government%20Reforms%20- %20Introduction,%20summary.pdf> di unduh pada tanggal 15 April 204pukul 21.00WIB

LAMPIRAN 1

Berikut merupakan salah satu artikel yang diunduh darihttp://vibiznews.com/tag/jerman, mengenai perekonomianbisnis di Jerman:

Iklim Bisnis Dipercaya Membaik, Perekonomian Jerman Aman

Thu, 24 April 2014, 3:45 PM

Tingkat kepercayaan bisnis Jerman dilaporkan naik untuk

bulan April 2014 ini. The IFO Institute sebuah lembaga yang

melakukan survey terhadap berbagai sektor bisnis di Jerman

meloparkan hasil surveynya, saat ini tingkat kepercayaan

bisnis di negara tersebut berada pada level 111,2 basis

poin.Hal ini merupakan suatu kemajuan karena pada bulan

sebelumnya indeks ini berada pada posisi 110, 7 basis poin.

Dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Seperti dilaporkan sebelumnya, tingkat kepercayaan

bisnis di negara-negara yang terletak di kawasan Eropa

memang sedang menunjukkan sinyal positif, Jerman salah

satunya. Meski demikian, pencapaian yang berhasil diperoleh

saat ini masih meleset sedikit dari perkiraan ekonomi, yang

memprediksi bahwa negara tersebut mampu berada di level

111.84.Meningkatnya tingkat kepercayaan bisnis di Jerman

saat ini bukanlah tanpa alasan. Pasalnya, sektor manufaktur

di Jerman sendiri yang memang sedang mengalami pertumbuhan

saat ini terus tunjukkan penguatan. 

Stephanie Rebecca/Analyst Equity Research at Vibiz Research/VM/VBN

Editor: Jul Allens

LAMPIRAN 2

Berikut merupakan artikel yang dilansir dari

http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/mai

n-content-08/penduduk.html mengenai penduduk di Jerman:

Sejak reunifikasi, Jerman merupakan negara yang paling

padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82 jutaorang

tinggal di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di

bagian timur, di wilayah bekas RDJ. Ada tiga kecenderungan

yang menandai perkembangan demografis di Jerman: angka

kelahiran yang rendah, usia harapan hidup yang terus

meningkat, serta penuaan masyarakat.

Sejak tiga dasawarsa jumlah anak yang lahir di Jerman tetap

kecil: Sejak tahun 1975 statistik menunjukkan jumlah

kelahiran per perempuan sebesar 1,3 anak, dengan gerakan

naik-turun angka itu yang tidak berarti. Kesimpulannya,

sejak 30 tahun besar generasi anak lebih kecil sepertiga

dibandingkan dengan besar generasi orang-tua. Berkat

pendatang yang pindah dalam jumlah besar dari negara lain

ke Jerman bagian barat, penurunan jumlah penduduk yang

sebanding dengan angka kelahiran dapat dicegah. Pada waktu

yang sama usia harapan hidup meningkat terus. Dewasa ini

angkanya 77 tahun untuk laki-laki dan 82 tahun untuk

perempuan.

Meningkatnya usia harapan hidup, lebih-lebih lagi

angka kelahiran yang rendah menyebabkan kecenderungan

ketiga: Bagian orang muda dalam jumlah penduduk seluruhnya

menurun, sedangkan bagian orang lanjut usia meningkat. Pada

awal tahun 90-an, untuk setiap orang berusia 60 tahun ke

atas terdapat hampir tiga orang dalam usia kerja aktif.

Pada awal abad ke-21, rasio itu hanya 1 banding 2,2.

Menurut prakiraan, dalam dasawarsa yang akan datang rasio

itu akan turun lagi sampai di bawah 1 banding 2. Penuaan

masyarakat termasuk tantangan terbesar di bidang politik

sosial dan keluarga. Oleh sebab itu, asuransi purnakarya

pun dirombak: Pola pembiayaan tradisional yang dikenal

sebagai “perjanjian antargenerasi” makin lama makin tidak

terjangkau lagi dan dilengkapi dengan dana persiapan hari

tua yang dibiayai secara perorangan. Di samping itu

digiatkan pelaksanaan tindakan di bidang politik keluarga

yang dapat memacu kenaikan angka kelahiran.