radikalisme agama dan tantangan ideologi bangsa

117
RADIKALISME AGAMA DAN TANTANGAN IDEOLOGI BANGSA INDONESIA Studi Wacana Pendirian Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia pada Kalangan Mahasiswa Islam FISIP Unhas RELIGION RADICALISM AND THE CHALLENGES OF INDONESIAN’S IDEOLOGY A Study on Islamic State (the Chalipate of Islamiyah) Discourse in Indonesia among Islamic Student of FISIP Unhas SKRIPSI ACHMAD FAIZAL E41113309 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Transcript of radikalisme agama dan tantangan ideologi bangsa

RADIKALISME AGAMA DAN TANTANGAN IDEOLOGI BANGSA

INDONESIA

Studi Wacana Pendirian Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia pada

Kalangan Mahasiswa Islam FISIP Unhas

RELIGION RADICALISM AND THE CHALLENGES OF INDONESIAN’S

IDEOLOGY

A Study on Islamic State (the Chalipate of Islamiyah) Discourse in Indonesia

among Islamic Student of FISIP Unhas

SKRIPSI

ACHMAD FAIZAL

E41113309

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

RADIKALISME AGAMA DAN TANTANGAN IDEOLOGI BANGSA

INDONESIA

Studi Wacana Pendirian Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia pada

Kalangan Mahasiswa Islam FISIP Unhas

SKRIPSI

ACHMAD FAIZAL

E41113309

SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT GUNA

MEMPEROLEH DERAJAT KESARJANAAN PADA DEPARTEMEN

SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : ACHMAD FAIZAL

NIM : E41113309

JUDUL : RADIKALISME AGAMA DAN TANTANGAN IDEOLOGI BANGSA

(STUDI PANDANGAN MAHASISWA ISLAM TERHADAP WACANA

PENDIRIAN NEGARA ISLAM (KHILAFAH ISLAMIYAH) DI

INDONESIA)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila

dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil

karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 01 Januari 2018

Yang menyatakan

ACHMAD FAIZAL

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tiada insan yang paling berhak menerima persembahan ini pertama kali melainkan dia adalah

kedua orang tua penulis ; Alm.Zubair Ali & ST.Aminah. Terutama untuk sang Ibu yang tak

pernah jemu menyelipkan doa di sela – sela rutinitas dunianya. Dukungan moril dan materil yang

diberikan selama ini hanyalah bagian terkecil dari wujud kasih sayangnya. Semoga Allah

senantiasa merahmati dan melindungimu.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmani rahim

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tiada kata agung yang patut keluar dari lisan ini selain ucapan puji dan syukur atas segala

limpahan Rahmat-Nya yang mewujud kepada tubuh yang sehat, waktu yang sempat serta ilmu

yang bermanfaat yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini di

waktu yang tepat. Salam dan taslim tak lupa juga penulis kirimkan kepada baginda Muhammad

SAW, sang pembebas, sang pencerah dan sang tauladan bagi segenap umat manusia, serta

kepada para Sahabat, Tabi’in, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqamah berada di jalan-

Nya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademik di tingkat kesarjanaan

(S-1) pada Departemen Sosiologi FISIP Unhas. Adapun judul skripsi ini adalah “Radikalisme

dan Tantangan Ideologi Bangsa (studi pandangan mahasiswa islam terhadap wacana pendirian

negara islam (khilafah islamiyah) di Indonesia)”.

Maka melalui kalimat pengantar ini, penulis hendak mengucapan terima kasih yang tiada tara

kepada pihak – pihak yang selama ini berkontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini terutama penulis berikan kepada Prof. Dr. H.M. Tahir Kasnawi, SU,

selaku pembimbing I dan Dr. Mansyur Radjab, M.Si, selaku pembimbing II. Terima kasih atas

segala arahan dan masukannya selama proses penyelesaian naskah skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis berikan yang sebesar besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin

2. Prof. Dr. Alimuddin Unde, M,Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin

3. Dr. Mansyur Radjab, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Dr. Ramli AT,

M.Si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Hasanuddin.

4. Seluruh staf akademik Departemen Sosiologi yang sedikit banyak telah mewariskan ilmu

dan pengalamannya kepada penulis selama kurang lebih 4 tahun penulis menyelami

samudera ilmu di kampus Unhas.

5. Terima kasih kepada saribattang angkatanku SATGAS 13 yang sedikit banyak telah

menjadi wadah bagi pemenuhan kebutuhan ekonomis, psikologis dan biologis penulis

selama menelusuri rimba ilmu pengetahuan di kampus Unhas.

6. Terima kasih kepada KEMASOS yang telah menjadi rumah persinggahan perdana bagi

penulis untuk mengisi bekal pengetahuan dan pengalaman di kampus Unhas. Amanah

menjadi salah satu nahkoda organisasi ini merupakan bekal tak berharga bagi penulis

sebelum mengarungi kehidupan “nyata” kedepannya. Juga kepada para anggota –

anggotanya (senior dan junior) yang menjadi teman berdialektika penulis dalam

mengembangkan wacana - wacana sosiologis, proud of you.

7. Terima kasih buat para ikhwan dan akhwat di KAMMI UNHAS yang menjadi wadah

bagi penulis untuk mengembangkan wawasan keislaman yang progresif, solid dan kritis.

8. Terima kasih juga buat saudara - saudara seiman dalam lingkaran MUJAHID

MULTIDIMENSI yang telah menjadi ruang muhasabah diri bagi penulis selama

menapaki lika – liku kehidupan dunia yang fana ini.

9. Terima kasih buat kawan – kawan MIANGERS 96 yang sedikit banyak mewarnai

kondisi psikologis penulis dalam beberapa bulan terkahir ini. Meskipun secara kuantitas,

usia hubungan kita belum lama, tetapi secara kualitas, sudah cukup disandingkan dengan

hubungan Romeo dan Juliet.

10. WIRA sebagai tangan kanan, SULAIMAN GIBRAN sebagai diplomat ulung dalam

urusan pragmatis, IBNU sebagai konsultan cakar yang handal, BUNG FAISAL & ILO’

sebagai kawan onani pengetahuan, HERMAN sebagai tangan kiri, WISNUR sebagai

konsultan IT, ARI yang bapaknya sebagai pembimbing I ku, UGI sebagai tuan rumah

mazhab BTP Blok 1, AHYA yang menjadi “the others” bagi SATGAS 13, dan terakhir

IVAN sebagai tetua SATGAS 13. TERIMA KASIH SODARA.

11. Yang terakhir, skripsi ini saya dedikasikan untuk KAMU yang semoga senantiasa berada

dalam penjagaan-Nya. Ini sekaligus sebagai salah satu indikator pembuktian bahwa

keseriusanku itu memang nyata. Terima kasih atas segala perhatian dan kasihnya yang

menjadi salah satu pemantik semangat buat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Semoga kita tetap istiqamah untuk saling menjaga dan bertukar doa hingga hari yang

dinanti – nanti itu telah tiba.

Wassalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Achmad Faizal

ABSTRAK

Achmad Faizal. E41113309. Radikalisme Agama dan Tantangan Ideologi Bangsa

Indonesia (Studi Wacana Pendirian Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia pada

Kalangan Mahasiswa Islam FISIP Unhas). Dibimbing oleh Tahir Kasnawi dan Mansyur

Radjab.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang bagaimana pandangan

mahasiswa islam terhadap wacana pendirian negara islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia

serta bagaimana penafsiran mahasiswa islam terhadap kedudukan syariat islam dan pancasila

dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah enam puluh orang mahasiswa Fisip Unhas yang terdiri

dari setiap departemen dan angkatan yang ada di lingkup fakultas. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian adalah penelitian deskriptif - kuantitatif yaitu sebuah pendekatan yang mencoba

menggambarkan kecendrungan pandangan mahasiswa islam tatkala diperhadapkan oleh wacana

pendirian negara islam di Indonesia serta bagaimana mereka menafsirkan kedudukan syariat

islam dan pancasila dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa mayoritas responden berpendapat tidak setuju

terhadap wacana pendirian negara islam di Indonesia yang disertai dengan berbagai alasan yang

melatarinya. Meskipun mayoritas responden tidak setuju terhadap wacana tersebut, tetapi hampir

setengah dari jumlah keseluruhan responden mendukung formalisasi syariat islam serta

penegakannya secara tegas. Kemudian mengenai pandangan mahasiswa islam tentang

kedudukan syariat islam dan pancasila dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara,

sebagian besar tidak setuju jika syariat islam dikesampingkan meskipun tidak sesuai dengan

hukum negara yang berlaku. Tetapi sebagian besar dari responden masih mengakui eksistensi

pancasila sebagai ideologi bangsa dan menilai masih relevan untuk kondisi Indonesia hari ini.

Kata kunci : Radikalisme Agama, Mahasiswa Islam, Ideologi Bangsa.

ABSTRACT

Achmad Faizal. E41113309. Religion Radicalism and the Challenges of Indonesian’s

Ideology (a Study on Islamic State (the Caliphate Islamiyah) Discourse in Indonesia among

Islamic Student of FISIP Unhas). Supervised by Tahir Kasnawi and Mansyur Radjab.

This research aims to describe in terms of how islamic student' perspective on the establisment of

islamic state discourse (the caliphate Islamiyah) in Indonesia and also to explain how Islamic

student' perspective on Islamic rules and Pancasila within the context of nationhood and

statehood.

The amount of respondents on this research is sixty islamic students which consists of each

departemen and grade at ISIPOL Faculty. This research uses a quantitative – descriptive method

which is aim to describes Islamic student's perspective against the establisment of islamic state

discourse (the Caliphate islamiyah) in Indonesia as well as to explains how Islamic student's

interpretation on Islamic rules and Pancasila within the context of nationhood and statehood.

The result of this research revealed that the majority of respondents are disagree with the

establishment of an islamic state in Indonesia with a variety of reasons following. Although the

majority of respondents are disagree with it, but almost half of the total respondents support the

formalization of islamic rules and want to upholding it firmly. Then, in terms of islamic student'

perspectives against islamic rules and pancasila within the context of nationhood and statehood,

most of them are disagree if islamic rules is sidelined even if not conforming to the state law

prevailing. However, most of them still acknowledge Pancasila as nation ideology and declare

that Pancasila is still relevant for today.

Keyword : Religion Radicalism, Islamic Student, Nation Ideology

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN……………………………………………………………………… i

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………….. iii

HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI…………………………………….….

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……………………………….… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………… v

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..... vi

ABSTRAK………………………………………………………………………..….. vii

ABSTRACT………………………………………………………………..…..…..…. ix

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..….. x

DAFTAR TABEL……………………………………………………………………. xii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………. xiv

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN……………………….…..…..….. xv

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….…..…..….. 1

A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………..…..….. 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………..…..….. 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………..…..…... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………..…..…..… 10

A. Definisi Operasional………………………………………………….…..…..…... 10

B. Deskrips Teori…………………………………………………………..…..…..….. 26

C. Hasil Penelitian yang Relevan……………………………………………..…..….. 31

C. Kerangka Konseptual.………………………………………………… …..…..….. 33

BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………..…..…..…... 35

A. Waktu dan Lokasi Penelitian………………………………………..…..…..……. 35

B. Tipe dan Dasar Penelitian…………………………………………………..…..…... 38

C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………..…..…..………………… 39

D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………..…..…..…… 45

E. Teknik Analisis Data…………………………………………………..…..…..……. 46

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………………..…..….. 50

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………..…..…..…………… 61

BAB VI PENUTUP…………………………………………………………..…..….... 90

A. Kesimpulan……………………………………………………..…..…..………….. 90

B. Saran-saran………………………………………………………………..…..….... 90

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…..…..………….. 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………….…..…..…... 94

RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………………..…..…..…………… 110

DAFTAR TABEL

NOMOR HALAMAN

1. Perbandingan Definisi Negara Islam …………………………… 22

2. Rangkaian Jadwal Penelitian …………………………………… 37

3. Daftar Distribusi Responden ……………………………………. 42

4. Daftar Jumlah Mahasiswa Setiap Departemen di Fisip Unhas

Semester 2017/2018 ……………………………………………… 58

5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………………. 60

6. Distribusi Responden Berdasarkan Departemen ………………… 61

7. Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan …………………… 62

8. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian

Negara Islam di Indonesia Ditinjau dari Jenis Kelaminnya . …….. 65

9. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian

Negara Islam di Indonesia Ditinjau dari Departemennya ………... 66

10. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian

Negara Islam di Indonesia Ditinjau dari Angkatannya……………. 67

11. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan

Syariat Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang

Ditinjau dari Jenis Kelaminnya …………………………..……….. 73

12. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan

Syariat Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang

Ditinjau dari Departemennya ……………………………………... 75

13. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan

Syariat Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang

Ditinjau dari Angkatannya……………………………………… 76

DAFTAR GAMBAR

NOMOR HALAMAN

1. Skema Kerangka Pemikiran ……………………………………… 35

2. Ilustrasi Proses Pengumpulan dan Pengelolahan Data…………. 45

3. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian Negara Islam

di Indonesia ……………………………………………………...... 64

4. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pembubaran Ormas

yang Menganut Paham Radikalisme di Indonesia…………………. 68

5. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Penerapan Syariat Islam

secara Kaffah……………………………………………………..... 69

6. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Formalisasi Syariat Islam…70

7. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Penegakan Syariat Islam

dengan Sikap Tegas ……………………………………………. 71

8. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Upaya Pengesampingan

Syariat Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara

yang Berlaku………………………………………………………. 72

9. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Relevansi Pancasila

dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial…………. 77

10. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Ketidaksesuaian

antara Nilai – Nilai Islam dan Pancasila ………………………….. 78

11. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Upaya Penafsiran

Syariat Islam sesuai Konteks Zaman dan Masyarakat……………... 79

DAFTAR LAMPIRAN

NOMOR HALAMAN

1. Dokumentasi Pengisian Kuesioner …………………………………. 94

2. Daftar Nama Responden Beserta Identitasnya………………………. 95

3. Kuesioner penelitian ………………………………………………... 98

4. Hasil pengelolahan data SPSS ………………………………………. 102

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

LAMBANG/SINGKATAN ARTI

BALITBANG Badan Penelitian dan Pengembangan

FISIP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FPI Front Pembela Islam

FUI Forum Umat Islam

HTI Hizbut Tahrir Indonesia

IM Ikhwanul Muslimin

JAT Jamaah Ansharit Tauhid

KAMM Kesatuan Aksi Mahasiswa MuslimIndonesia

LJ Laskar Jundullah

MMI Majelis Mujahidin Indonesia

NII Negara Islam Indonesia

NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia

NU Nahdhatul Ulama

ORMAS Organisasi Masyarakat

PERPU Peraturan Pengganti Undang - Undang

PKS Partai Kesejahteraan Sosial

PNI Partai Nasional Indonesia

POLRI Polisi Republik Indonesia

SDI Sarekat Dagang Islam

TNI Tentara Nasional Indonesia

TII Tentara Islam Indonesia

UUD Undang – Undang Dasar

UNY Universitas Negeri Yogyakarta

UNHAS Universitas Hasanuddin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan teritori terbesar dengan tingkat

keberagaman tertinggi di dunia. Ia terdiri atas berbagai suku, adat, ras dan agama.

Memiliki penduduk dengan jumlah yang tak kurang dari 250 juta jiwa, dengan total

penggunaan bahasa lebih dari 700 bahasa lokal serta Agama-agama mayoritas dunia

(Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konghucu) turut serta mendiami Bumi

Pertiwi Indonesia (www.cia.gov).

Keberagaman tersebut tidak serta merta membuka kran disintegrasi bangsa, sebab

Indonesia yang sedari awal kemerdekaan hingga kini telah diikat oleh simpul pererat

bangsa bernama Pancasila dengan semboyannya yang khas Bhinneka Tunggal Ika. Ia

memiliki daya untuk menundukkan berbagai perbedaan kedalam satu konsep negara –

bangsa (nation state) yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya merupakan falsafah hidup (way of

life) yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia jauh sebelum ia merdeka. Bahkan

menurut para ahli sejarah bahwasanya sejak kerajaan Kutai, Sriwijaya dan Majapahit

berdiri di bumi Nusantara, mereka telah mengamalkan unsur-unsur pembentukan

Pancasila seperti nilai ketuhanan, nilai sosial-politik, nilai kesejahteran dan lain-lain.

Nilai-nilai kehidupan tersebutlah yang menjadi bahan baku yang kemudian diramu

sedemikian rupa hingga melahirkan Pancasila (http://www.learniseasy.com).

Proses sejarah konseptualisasi Pancasila melintasi serangkaian perjalanan panjang,

setidaknya dimulai sejak awal 1900-an dalam bentuk rintisan-rintisan gagasan untuk

mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan proses penemuan Indonesia

sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism). Proses ini ditandai oleh

kemunculan berbagai organisasi pergerakan kebangkitan nasional (seperti Boedi Oetomo,

SDI, Muhammadiyah, NU, Perhimpunan Indonesia dan lain-lain), Partai Politik (Indische

Partij, PNI, Partai-Partai Sosialis), dan Sumpah Pemuda. (Pimpinan dan Tim Sosialisasi

MPR, 2016).

Pancasila adalah konsesus nasional yang dapat diterima semua paham, golongan,

dan kelompok masyarakat di Indonesia (Pimpinan dan Tim Sosialisasi MPR, 2016).

Namun kini ia dirundung berbagai ancaman dan tantangan kebangsaan baik yang berasal

dari internal maupun eksternal bangsa.

Salah satu ancaman dan tantangan terbesar Pancasila yang sejak era kemerdekaan

hingga kini konsisten menghantui bangsa adalah hadirnya gerakan gerakan

fundamentalisme atau radikalisme berbasis agama yang ingin mengubah ideologi bangsa

bahkan bentuk negara Indonesia (www.lib.lemhannas.go.id).

Secara sederhana, gerakan radikalisme/fundamentalisme yang selalu ditautakan

dengan konteks keagamaan dapat dipahami sebagai sebuah gerakan yang berusaha

memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar (Abdullah,2016). Dalam

konteks Indonesia, gerakan tersebut bercita-cita ingin melakukan perubahan besar dalam

politik kenegaraan dengan menggunakan cara-cara kekerasan maupun nir kekerasan

(indoktrinisasi). Perubahan besar dalam politik yang dimaksud adalah mengubah bentuk

NKRI menjadi Negara Islam Indonesia.

Salah satu memoar gerakan pendirian negara Islam di awal-awal kemerdekan

Indonesia yang sempat menimbulkan kegaduhan bangsa adalah dengan berdirinya

Negara Islam Indonesia (NII). Kelahiran negara baru tersebut yang diproklamirkan oleh

Imam Kartosuwirdjo pada tahun 1949 yang kemudian diperkuat oleh basis militernya

bernama Tentara Islam Indonesia (TII) hampir saja menghapus NKRI dari jajaran bangsa

besar di dunia. Terlepas dari wacana pro dan kontra terkait tindakan tersebut

diklasifikasikan sebagai tindakan makar atau pahlawan bagi bangsa Indonesia

(www.lensaindonesia.com).

Upaya pendirian negara Islam atau dengan kata lain formalisasi syariat islam

kedalam institusi pemerintahan masih berlanjut hingga kini. Gerakan Islam tersebut

secara khusus disebut dengan istilah “Gerakan Islam Syari’at”. Menurut Haedar Nashir,

gerakan tersebut merupakan suatu gerakan yang berusaha dengan gigih memperjuangkan

formalisasi syari’at Islam ke dalam institusi negara (pemerintahan), dan konstruksi dari

Islam syariat hanya mengambil 10 persen dari kandungan ayat Al-Quran. Namun 10

persen ini yang menjadi sangat mengatur kehidupan masyarakatnya.

Hadirnya gerakan formalisasi syariat islam atau pendirian negara Islam di Indonesia

diprakarsai oleh aktor-aktor baru. Gerakan mereka berada diluar

kerangka mainstream proses politik maupun wacana dalam gerakan Islam dominan

seperti yang telah dilakukan oleh organisasi islam pendahulu mereka (NU,

Muhammadiyah, Al–Irsyad dan Persis). Fenomena munculnya aktor baru ini sering

disebut “Gerakan Islam Baru” (new Islamic movement). Kelompok- kelompok tarbiyah

(yang kemudian menjadi PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin

Indonesia (MMI), Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad (LJ) dan sebagainya

merupakan representasi baru gerakan Islam di Indonesia (Wahid, 2009).

Munculnya gerakan-gerakan islam baru tersebut yang memiliki pijakan

transnasional kini menjadi kekuatan sosial yang tak terduga. Beberapa di antaranya

bahkan menyatakan sebagai golongan yang anti-Pancasila karena menganggap Pancasila

sebagai thaghut (sesembahan) yang berarti menyembah ideologi syirik, sehingga mereka

bercita - cita agar umat Islam bersatu dan tunduk pada hukum Allah yang hanya dapat

diterapkan dalam satu sistem kekhalifahan dunia (Khilafah Islamiyah) (www.voa-

islam.com).

Berbagai organisasi islam transnasional yang bercita cita ingin mendirikan negara

Islam memiliki pijakan sendiri dalam mengimplementasikan konsep tersebut. Sehingga

beragam definisi hadir dan hingga saat ini belum ada konsep yang jelas dan baku

mengenai kerangka negara Islam seperti apa. Sehingga alih- alih mendirikan negara

islam, paling tidak umat islam harus menuntaskan dua masalah paling mendasar terlebih

dahulu. Pertama tafsiran untuk mendirikan negara islam apakah dihukumi wajib atau

tidak, kedua, rumusan bentuk negara islam sekaligus model kepemimpinanya seperti apa.

Misalnya konsep negara Islam versi Hizbut Tahrir sebagaimana dikutip dalam pasal

2 kitab Masyrû’ Dustûr li ad-Dawlah al-Islâmiyyah menyebutkan negara Islam adalah

daerah yang di dalamnya diterapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan,

termasuk dalam urusan pemerintahan.

Konsep Darul Islam yang dibawa oleh Hizbut Tahrir berangkat dari keyakinan

bahwa Islam adalah sebuah agama dan daulah yang mengatur semua aspek kehidupan

mulai dari hukum, budaya, ekonomi, sosial dan politik. Konsep ini diilhami dari “Negara

Madinah” pada zaman Rasul abad ke 7 M dengan sistem khilafah sebagai bentuk negara

dan syariat Islam sebagai ideologinya (http://hizbut-tahrir.or.id).

Sementara bagi golongan Ahmadiyah bahwa khilafah bukanlah berbentuk politis

(negara) tetapi hanya bercorak agamis. Menurut pemahaman mereka, khilafah ‘ala

minhajul nubuwah telah berdiri yang terwujud dalam khilafah Ahmadiyah yang mana

semata- mata hanya untuk melaksanakan tugas risalah an- Nubuwah Muhammad SAW

yakni “memenangkan agama (islam) diatas semua agama (Ash- Shaf, 61:9)”. Dengan

kata lain, bagi Jemaah Ahmadiyah penerapan Khilafah Islamiyah tidak perlu dengan

mendirikan sebuah negara, tetapi cukup dengan memperjuangkan syariat- syariat Islam

(Hudori, 2009).

Terlepas dari perdebatan konseptual tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah

bagaimana mereka melakukan proses infiltrasi atau persuasi wacana kepada masyarakat

Indonesia agar mengaminkan wacana tersebut. Faktual, organisasi islam transnasional

tersebut memiliki underbouw atau minimal afiliasi dengan organisasi yang sevisi

dengannya di berbagai negara di dunia. Misalnya HTI yang memiliki underbouw

bernama “Gema Pembebasan”, Ikhwanul Musliminin dengan KAMMI. Maka kelompok

tersebutlah yang akan bertugas melakukan proses infiltrasi pemikiran ke berbagai lapisan

masyarakat mulai dari kalangan intelektual, pekerja hingga masyarakat awam.

Namun bagi penulis, hal yang menarik adalah tatkala mereka hendak menebar benih

- benih pemikirannya ke dalam dunia kampus atau kalangan mahasiswa. Sebagaimana

lazim diketahui bahwasanya dunia kampus yang menawarkan mimbar akademik yang

relatif bebas untuk bergulat dengan beragam pemikiran – baik kiri maupun kanan -

dengan sendirinya membawa konsekuensi logis berupa tersedianya ladang yang subur

untuk ditanami benih – benih ideologis. Sehingga sangat sulit rasanya untuk menampik

jika mahasiswa tidak tersentuh oleh ideologi radikal sekalipun.

Sebagai komparasi, untuk kalangan siswa/pelajar sendiri terdapat riset yang

menyatakan bahwa benih - benih radikalisme/fundamentalisme telah tumbuh mekar di

tubuh siswa. Menurut riset terbaru yang dilakukan oleh Balai Litbang Agama Makassar

tahun 2016 di 5 kota besar Indonesia Timur menyebutkan bahwa, sebanyak 9,2 % (101

siswa) yang menganggap Pancasila tidak sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, sebanyak

2,1% (23 siswa) sangat bersedia untuk melakukan aksi bom bunuh diri dan 8,3% (91

siswa) bersedia untuk melakukan bom bunuh diri (Laporan Tim BLA, 2016).

Sementara hasil penelitian yang dilaksanakan oleh LIPI tahun 2016 di berbagai

sekolah di Indonesia, menunjukkan bahwa 25 % siswa dan 21 % guru menyatakan

pancasila tidak lagi relevan. Sementara 84,8 % siswa dan 76,2 % guru menyatakan setuju

dengan penerapan syariat islam (www.lipi.go.id).

Kemudian untuk kalangan mahasiswa sendiri, pada tahun 2010 Balai Litbang

Agama Makassar juga telah melakukan penelitian tentang “paham dan sikap keagamaan

mahasiswa muslim” di beberapa kota di kawasan Indonesia Timur dimana hasilnya

menunjukkan bahwa sebanyak 63,5 % mahasiswa setuju bentuk negara khilafah dan 17,1

% sangat setuju. Kemudian ada 59,3 % sepakat terhadap formalisasi syariat islam dan

14,8% sangat setuju. Selanjutnya, ada 47,9% yang menyatakan tidak bersedia dipimpin

oleh yang bukan beragama islam dan 18,3% sangat tidak bersedia (Laporan Tim BLA,

2010).

Kemudian penelitian selanjutnya tentang “Pergeseran Paham Keagamaan

Mahasiswa Islam” yang juga diadakan oleh Balitbang Agama Makassar pada tahun 2015

terhadap empat perguruan tinggi besar di Makassar menujukkan bahwa pemikiran dan

sikap berpikir moderat dari kalangan anak muda terdidik ini telah bergeser ke arah

radikalisme dengan corak berfikir lebih radikal dan fanatik ekstrem (Laporan Tim BLA,

2015).

Jika ingin membandingkan sejauh mana kematangan berfikir dan bersikap antara

siswa dan mahasiswa, idealnya mahasiswa sebagai agen intelektual telah dianggap

memiliki independensi dan kecakapan nalar. Sehingga sejatinya mereka mampu memilih

dan memilah atau dengan kata lain tidak mudah menerima begitu saja (taken for granted)

informasi ataupun ihwal pengetahuan yang ia peroleh.

Meskipun telah lahir kebijakan pemerintah (PERPU) tentang pembubaran ormas

yang dinilai bertentangan dengan Pancasila, tetapi hal itu hanya dapat mematikan

organisasinya bukan ideologinya sebab mencegah penyebaran ideologi hanya mungkin

dilakukan dengan upaya counter - hegemony. Kemudian fenomena yang peneliti amati

adalah antusiasme beragama dari kalangan muda terdidik cukup meningkat drastic

belakangan ini. Gejala – gejala yang ditemui adalah semakin maraknya kelompok studi

keislaman (tarbiyah) di masjid – masjid kampus.

Olehnya, berangkat dari situ, penulis menganggap penting untuk melacak kembali

sejauh mana ideologi kebangsaan berupa Pancasila masih terpatri dalam tubuh

mahasiswa hari ini. Hal ini juga sebagai upaya untuk memproyeksikan kemana arah

kebijakan ideologis bangsa kedepannya yang mana notabenya kursi - kursi kekuasaan

tersebut niscaya akan diisi oleh pemuda yang hidup hari ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti

tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pandangan mahasiswa Islam terhadap wacana pendirian negara Islam

(Khilafah Islamiyah) di Indonesia ?

2. Bagaimana pandangan mahasiswa Islam terhadap kedudukan Pancasila dan

syariat islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan mahasiswa islam terhadap wacana

pendirian negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan mahasiswa islam terhadap kedudukan

Pancasila dan syariat islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

D. Manfaat Penelitian

Selain tujuan, tentunya penulis berharap dalam penelitian ini terkandung manfaat ke

depannya. Adapun manfaat yang mungkin dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis/Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan setetes pengetahuan tentang

sejauh mana perkembangan ihwal gerakan radikalisme di indonesia yang ditinjau secara

sosiologis, serta memberikan gambaran sekilas bagi yang berminat untuk meneliti lebih

lanjut mengenai perkembangan gerakan radikalisme islam di kalangan mahasiswa maupun di

masyarakat secara umum.

2. Manfaat Praktis

Dengan bertambahnya wawasan tentang implikasi laten dari gerakan radikalisme

terhadap integrasi bangsa, semoga dengannya dapat menumbuhkan sikap toleransi, pikiran

yang jernih dan terbuka, serta juga memantik kepedulian dalam merawat keutuhan bangsa.

Diharapkan pula menjadi informasi tambahan dan sekaligus sebagai pertimbangan bagi

pemangku kebijakan seperti rektor, dekan atau stakeholders terkait dalam merumuskan

kebijakan teknis seperti menghadirkan ruang – ruang kajian ilmiah dan mata kuliah yang

khusus membahas fenomena radikalisme secara ilmiah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. AGAMA DALAM WAWASAN KEBANGSAAN

1. RADIKALISME AGAMA (ISLAM)

Secara etimologi (akar kata), radikalisme berasal dari bahasa latin radix yang

berarti ; mendasar, pokok, asas, dan pondasi. Sementara secara terminologi

(istilah), penggunaan kata radikalisme memiliki makna serupa dengan istilah

fundamentalisme yakni sebagai sebuah paham yang berusaha memperjuangkan

atau menerapkan apa yang dianggap mendasar (Anzar Abdullah, 2016).

Terminologi fundamentalisme atau radikalisme dalam agama, apabila

dihubungkan dengan istilah dalam kamus bahasa Arab, sampai saat ini belum

ditemukan. Istilah ini adalah murni produk Barat yang sering dihubungkan

dengan fundamentalisme dalam Islam. Dalam tradisi Barat istilah

fundamentalisme dalam Islam sering ditukar dengan istilah lain, seperti:

“ekstrimisme Islam” oleh Gilles Kepel, atau “Islam Radikal” menurut Emmanuel

Sivan, dan ada juga istilah “integrisme, “revivalisme”, atau “Islamisme”.

Dibandingkan dengan istilah lainnya tersebut, “Islam radikal”, yang paling

sering disamakan dengan “Islam fundamentalis”. Sebab istilah fundamentalisme

lebih banyak berangkat dari literalisme dalam menafsirkan teks-teks keagamaan,

dan berakhir pada tindakan dengan wawasan sempit, yang sering melahirkan aksi

destruktif dan menyalahkan orang lain (Junaidi Abdullah, 2014 : 283-284).

John. L Esposito, seorang pakar tentang Islam, melakukan elaborasi

mengenai istilah “fundamentalisme” dengan mengasosiasikan dengan tiga hal

sebagai berikut: Pertama, dikatakan beraliran fundamentalis, apabila mereka

menyerukan panggilan untuk kembali ke ajaran agama yang mendasar atau

fondasi agama yang murni; Kedua, pemahaman dan persepsi tentang

fundamentalisme sangat dipengaruhi oleh kelompok Protestan Amerika, yaitu

sebuah gerakan Protestan abad ke-20 yang menekankan penafsiran Injil secara

literal yang fundamental bagi kehidupan ajaran agama Kristen; Ketiga, istilah

fundamentalisme dan anti Amerika. Esposito kemudian berpendapat bahwa istilah

fundamentalisme ini sangat bermuatan politis Kristen dan stereotype Barat, serta

mengindikasikan ancaman monolitik yang tidak eksis. Oleh karena itu, Esposito

tidak sependapat dengan kalangan Barat mengenai istilah “fundamentalisme

Islam”, ia lebih cenderung untuk memakai istilah “revivalisme Islam” atau

“aktivisme Islam” yang menurutnya tidak berat sebelah dan memiliki akar dalam

tradisi Islam.

Senada dengan Esposito, Al-Asymawi (1998), menyatakan bahwa

penggunaan istilah fundamentalisme tiada lain bertujuan untuk menjelaskan

adanya tindakan ekstrimisme religius dalam Islam, bukan Islamnya yang

fundamentalis. Oleh karena itu, tidak bisa disamakan atau diidentikkan atau

disetarakan dengan ajaran agama Islam. Karena ajaran agama Islam tidak

mereferensikan adanya tindakan kejahatan, radikalisme, ekstrimisme dengan cara-

cara anarkis, seperti bom dan bunuh diri (Anzar Abdullah, 2016 : 4).

Sementara itu, Yusuf al-Qaradhawi memberikan istilah radikalisme dengan

istilah al-Tatarruf ad-Dini. Dalam bahasa yang lugas, radikalisme adalah bentuk

mempraktikkan ajaran agama dengan tidak semestinya, atau mempraktikkan

ajaran agama dengan mengambil posisi tarf atau pinggir. Jadi jauh dari substansi

ajaran agama Islam, yaitu ajaran moderat di tengah-tengah (wasathan). Biasanya

posisi pinggir ini adalah sisi yang berat atau memberatkan dan berlebihan, yang

tidak sewajarnya. Sehingga menimbulkan sikap kaku dan keras. Lebih lanjut,

Yusuf al-Qaradhawi berpendapat bahwa posisi praktik agama seperti itu

mengandung tiga kelemahan, yaitu: pertama, tidak disukai oleh tabiat kewajaran

mansia; kedua, tidak bisa berumur panjang, dan yang ketiga, sangat rentan

mendatangkan pelanggaran atas hak orang lain. Apa makna dari implikasi cara

beragama seperti ini, ialah bahwa dalam praktik pengalaman beragama terdapat

orang-orang berperilaku ekstrim sehingga melebihi kewajaran yang semestinya

(Junaidi Abdullah, 2014 :284).

Jikalau kita membuka lembaran sejarah Islam di masa masa awal

perkembangan islam khususnya pasca sepeninggal Nabi SAW, akan ditemukan

fakta bahwa radikalisme sebagai suatu gerakan bukanlah fenomena baru dalam

dunia Islam kontemporer.

Dalam perspektif sejarah, gerakan radikalisme dalam Islam telah muncul di masa

Khalifah Ali bin Abi Thalib, yaitu dengan munculnya golongan Khawarij yang

memberontak atas ketidaksetujuannya dengan tahkim (arbitrase) yang

memenangkan musuh, yakni dari kelompok Muawiyah. Kelompok Khawarij ini

digolongkan sebagai gerakan radikalisme Islam klasik (Anzar Abdullah, 2016 :

5).

Memasuki fase pra-modern, dunia islam kembali diwarnai dengan aksi-aksi

radikal. Gerakan tersebut muncul disemenanjung Arab di bawah pimpinan

Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab (1703-1792). Dengan mengusung visi

pemurnian agama islam (purisasi), para pengikutnya melakukan tindakan

kekerasan dengan membunuh orang-orang yang dianggap melakukan

penyimpangan terhadap islam seperti amalan bid’ah, tahayyul, dan khurafat serta

menghancurkan monument-monumen historis di Mekkah dan Madinah (Junaidi

Abdullah, 2014 : 287).

Kemudian memasuki fase modern, dunia islam juga tidak luput dari aksi

fundamentalisme agama bahkan telah menjadi isu global terutama

fundamentalisme islam berwujud terorisme dan peperangan. Jika membandingkan

gerakan fundamentalisme klasik dan pra-modern dengan gerakan

fundamentalisme kontemporer , yang pertama disebut berangkat dari landasan

teologis dan ideologis fundamental dalam kaitannya dengan ihwal ibadah

(ukhrawi) dengan membawa semangat kebangkitan islam (revivalisme of islam).

Sementara yang kedua disebut - fundamentalisme kontemporer - lebih banyak

dipengaruhi oleh respon Islam atas modernisme Barat sebagaimana yang telah

dilakukan oleh para penganut Kristen orthodox (fundamentalist Kristen) demi

memproteksi kitab bible dari pengaruh sekulerisme - modernisme

(www.cliffnotes.com).

Paling tidak ada dua masalah besar yang menjadi perhatian kelompok

fundamentalis islam hari ini ;

• Pertama, mereka menolak sekularisme masyarakat Barat yang memisahkan

agama dan politik, gereja, dan masjid dari Negara. Kesuksesan Barat

melakukan sekularisasi dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya, karena

dapat mengancam Islam sebagai agama yang tidak hanya mengurusi

persoalan akhirat saja, tetapi sekaligus duniawi.

• Kedua, banyak umat Islam yang menginginkan agar masyarakat mereka

diperintah sesuai dengan al-Qur’an dan syari’at Islam sebagai aturan

bernegara. Oleh krena itu, dewasa ini tidak mengherankan, apabila muncul

gerakan bawah tanah yang bercita-cita membangun Khilafah Islamiyah

dengan mengusung tema-tema kedaulatan Tuhan, jihad, revolusi Islam,

keadilan sosial, dan sebagainya.(Junaidi Abdullah, 2014).

Menurut Pontoh (2016) bahwa dalam konteks Indonesia terkait gerakan

fundamentalisme islam, paling tidak dalam 15 tahun terakhir pasca reformasi

1998, lanskap politik di Indonesia diramaikan oleh menguatnya gerakan-gerakan

Islam dalam berbagai variannya. Yang paling mencolok, tentu saja, adalah

gerakan Islam generasi baru yang mengusung aspirasi politik Islam, baik yang

berjuang di jalur parlementer maupun ekstra parlementer. Nama-nama seperti

Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin

Indonesia (MMI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Forum Umat Islam (FUI),

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Laskar Jundullah dan sekian jenis aliansi-aliansi

temporer untuk merespon isu-isu tertentu ramai menghiasi pemberitaan media

konvensional, media sosial, dan sekian bentuk hasil riset. Aksi-aksi mereka, baik

yang berbentuk kekerasan fisik maupun persuasif diperbincangkan secara luas.

(Kumar, 2016 : 2)

2. NEGARA ISLAM (KHILAFAH ISLAMIYAH)

Para pengusung ide formalisme Islam dalam negara menggunakan istilah

yang berbeda-beda mengenai masalah ini. Tiga istilah yang paling sering

digunakan adalah “Khilafah Islamiah”, “Daulah Islamiah”, dan “Negara Islam”.

Istilah Khilafah berasal dari tradisi pemerintahan Islam masa-masa awal yang

dikomandani Khalafa’ al- Rasyidun; istilah daulah dipinjam dari Daulah

Umayyah dan Daulah Abbasiah yang waktu itu diartikan sebagai “putaran

pemerintahan dinasti”; sedang istilah negara sebagai terjemahan dari nation-state

yang baru diperkenalkan belakangan oleh Nicolo- Machiavelli (1469-1527).

Dalam dunia Islam, istilah “Negara Islam” dikenal baru abad 20. Ketiga istilah itu

sebenarnya menunjuk pada maksud yang sama, yakni keharusan adanya bentuk

Negara resmi yang berbasis Islam, entah itu khilafah Islamiah atau Negara Islam

(Wijaya, 2012).

Namun mengenai konsep negara Islam yang baku, belum ditemukan hingga

hari ini. Bahkan bagi Arkoun, Khilāfah merupakan sebuah gagasan yang sangat

utopis. Arkoun berargumen bahwa isu khilāfah ini tidak ada kesepakatan di

kalangan umat, karena berbeda penafsiran teks agama serta latar belakang sosial

budaya masing-masing negara muslim (Muqtada, 2017 : 139-140).

Menurut Gus Dur bahwa Islam sebagai jalan hidup tidak memiliki konsep

yang jelas tentang negara. Paling tidak ada dua alasan yang mendasarinya.

Pertama, bahwa Islam tidak mengenal pandangan yang jelas dan pasti

tentang pergantian kepemimpinan. Itu terbukti ketika Nabi SAW wafat dan

digantikan oleh Abu Bakar. Pemilihan Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah

SAW dilakukan melalui ba’iat oleh para kepala suku dan wakil-wakil kelompok

umat yang ada pada waktu itu. Sedangkan Abu Bakar sebelum wafat menyatakan

kepada kaum muslimin, hendaknya Umar Bin Khattab diangkat menggantikan

posisinya. Ini berarti sistem yang dipakai adalah penunjukkan. Sementara Umar

menjelang wafatnya meminta agar penggantinya ditunjuk melalu sebuah dewan

ahli yang terdiri dari tujuh orang. Lalu dipilihlah Utsman bin Affan untuk

menggantikan Umar. Selanjutnya Utsman digantikan Ali bin Abi Thalib. Pada

saat itu Abu Sufyan juga telah menyiapkan anak cucunya untuk menggantikan

Ali. Sistem ini kelak menjadi acuan untuk menjadikan kerajaan atau marga yang

menurunkan calon-calon raja dan sultan dalam sejarah islam.

Kedua, besarnya Negara yang idealisasikan oleh islam, juga tak jelas

ukurannya. Nabi Muhammad meninggalkan madinah tanpa ada kejelasan

mengenai bentuk pemerintahan kaum muslimin. Tidak kejelasan misalnya,

Negara islam yang diidealkan bersifar mendunia dalam konteks Negara-bangsa

(nation-state) ataukah hanya Negara-kota (city- state) (Wahid, 2006: xviii-xix).

Namun untuk kebutuhan penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep

negara islam yang dipahami secara umum atau dengan kata lain peneliti

mengambil pengertian dari beberapa ahli ataupun tokoh/aktivis organisasi

pengusung negara Islam, baik yang klasik maupun kontemporer seperti Hizbut

Tahrir, ISIS, Ikhwanul Muslimin, Jamaah Islamiyah, Ahmadiyah dan lain

sebagainya, lalu meramunya menjadi satu definisi umum.

Menurut Taqiyuddin an- Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir bahwa negara Islam

(Khilafah Islamiyah) adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di

dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam dan mengemban risalah

Islam ke seluruh penjuru dunia (Yusalina, 2016 : 139).

Kemudian negara Islam (Khilafah Islamiyah) dibangun di atas delapan

struktur yaitu: Khalifah, Mu’awin Tafwidh, Mu’awin Tanfidz, Amirul Jihad, para

Wali, Qadha, Aparatur Administrasi Negara, dan Majelis Umat. Jika Negara

telah memiliki kedelapan struktur tersebut, berarti strukturnya sudah sempurna.

Apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka struktur Negara kurang sempurna,

tetapi masih terkategori sebagai Daulah Islam. Berkurangnya salah satu dari

struktur tersebut tidak membahayakan negara, selama khalifah masih ada, karena

struktur ini adalah asas dalam negara. Adapun kaidah-kaidah pemerintahan dalam

Daulah Islam ada empat yaitu: pengangkatan seorang khalifah, kekuasaan adalah

milik umat, kedaulatan berada di tangan syara’ dan hanya khalifah yang

berwewenang untuk mentabani hukum-hukum syara’ dengan kata lain

menjadikannya sebagai perundang-undangan. Jika salah satu dari kaidah-kaidah

ini hilang, maka pemerintahannya menjadi tidak Islami, bahkan harus

menyempurnakan seluruh kaidah yang empat itu seluruhnya. Asas Daulah Islam

adalah khalifah, sedangkan selainnya adalah wakil dari khalifah atau tim

penasihat baginya. Dengan demikian, Daulah Islam adalah khalifah yang

menerapkan sistem Islam. Khilafah atau Imamah adalah pengaturan tingkah laku

secara umum atas kaum Muslim (an- Nabhani, 2012 : 300).

Menurut Imam Al – Mawardi dalam karyanya al- ahkam al- sultaniyah bahwa

imamah atau khalifah adalah penggantian posisi Nabi untuk menjaga

kelangsungan agama dan urusan dunia. Secara tersirat bahwa bentuk Negara yang

ditawarkan Al-Mawardi lebih kepada teokrasi, menjadikan agama dan Tuhan

sebagai pedoman dalam bernegara. Bahwa pemerintahan merupakan sarana untuk

menegakkan hukum-hukum Allah, sehingga pelaksanaannya pun berdasar dan

dibatasi oleh kekuasaan Tuhan (Riyadi, 2008).

Menurut Abul a’la Al- Maududi bahwa islam adalah agama paripurna yang

memuat prinsip-prinsip lengkap tentang semua segi kehidupan moral, etika, serta

petunjuk dibidang politik, sosial dan ekonomi. Islam dipahami bukan hanya

sebagai satu keyakinan tetapi sebagai sistem yang lengkap yang menjawab semua

persoalan manusia. Semua itu tidak bisa diwujudkan dalam tindakan praktis tanpa

adanya negara Islam yang menjamin pelaksanaannya (Naki, 1999).

Menurut Hasan Al-Banna bahwa wajib hukumnya bagi umat islam untuk

memikirkan upaya tegaknya eksistensi khilafah. Menurutnya, khilafah adalah

simbol persatuan umat islam. Khilafah menurut konsepnya bersifat kolektif, yaitu

berupa perserikatan antar negara (Khoiriya, 2016).

Menurut Muhammad Abduh Islam menghendaki pemerintahan yang

demokratis. Namun, soal bentuk atau sistem pemerintahan, kata Abduh, tidak ada

ketentuannya dalam Islam. Hal tersebut diserahkan kepada kehendak dan ijtihad

kaum muslimin sesuai dengan kondisi yang mereka hadapi (Pulungan, tt : 20)

Kemudian menurut Rashid Ridha bahwa Khilafah Islamiyah adalah wajib

syar’i dan eksistensi khilafah sangat penting dalam rangka penerapan hukum

syari’at Islam. Baginya Islam adalah agama untuk kedaulatan, politik dan

pemerintahan (Yusalina, 2016 : 144).

Adapun menurut golongan Ahmadiyah bahwa khilafah bukanlah berbentuk

politis (negara) tetapi hanya bercorak agamis. Menurut pemahaman mereka,

khilafah ‘ala minhajul nubuwah telah berdiri yang terwujud dalam khilafah

Ahmadiyah yang mana semata- mata hanya untuk melaksanakan tugas risalah an-

Nubuwah Muhammad SAW yakni “memenangkan agama (islam) diatas semua

agama (Ash- Shaf, 61:9)”. Dengan kata lain, bagi Jemaah Ahmadiyah,penerapan

Khilafah Islamiyah tidak perlu dengan mendirikan sebuah negara, tetapi cukup

dengan memperjuangkan syariat- syariat Islam (Hudori, 2009).Untuk

perbandingan definisi yang lebih rinci, berikut peneliti sajikan dalam bentuk tabel

berikut :

Tabel 1.1. Perbandingan Definisi Negara Islam

NAMA PANDANGAN KETERANGAN

Taqiyuddin an

Nabhani

Negara Islam adalah kepemimpinan umum bagi seluruh

kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum - hukum

syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh

penjuru dunia.

Pendiri/ Tokoh

Hizbut Tahrir

Abul a’la al Maududi

Islam dipahami bukan hanya sebagai satu keyakinan tetapi

sebagai sistem yang lengkap yang menjawab semua

persoalan manusia. Semua itu tidak bisa diwujudkan dalam

tindakan praktis tanpa adanya negara Islam yang menjamin

pelaksanaannya

Imam Al Mawardi

Imamah atau khalifah adalah penggantian posisi Nabi untuk

menjaga kelangsungan agama dan urusan dunia. Bentuk

negara lebih kepada teokrasi, menjadikan agama dan Tuhan

sebagai pedoman dalam bernegara.

Hasan al Banna

Wajib hukumnya bagi umat islam untuk memikirkan upaya

tegaknya eksistensi khilafah. Khilafah adalah simbol

persatuan umat islam. Konsepnya bersifat kolektif, yaitu

berupa perserikatan antar negara.

Pendiri Ikhwanul

Muslimin

Rashid Ridha

Khilafah Islamiyah adalah wajib syar’i dan eksistensi

khilafah sangat penting dalam rangka penerapan hukum

syari’at Islam. Islam adalah agama untuk kedaulatan, politik

dan pemerintahan

Jamaluddin al

Afghani

Islam menghendaki bentuk republik. Sebab di dalamnya

terdapat kebebasan berpendapat

dan kepala negara harus tunduk kepada undang-undang

dasar.

Pendiri

Al - Hizb al-

Wathan

Muhammad Abduh

Islam menghendaki pemerintahan yang demokratis. Bentuk atau

sistem pemerintahan, tidak ada ketentuannya dalam Islam, tetapi

diserahkan kepada kehendak dan ijtihad kaum muslimin sesuai

dengan kondisi yang mereka hadapi.

Mufti Mesir

Tabel 1.1. Data diolah dari berbagai sumber

3. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA & DASAR NEGARA

Ideologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua kata ; ideos artinya

pemikiran, dan logis artinya logika, ilmu, pengetahuan. Menurut Ali Syariati

(1982), ideologi adalah ilmu mengenai keyakinan dan cita-cita. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa ideologi merupakan rumusan alam pikiran yang terdapat

diberbagai subyek atau kelompok masyarakat yang ada, dijadikan dasar untuk

direalisasikannya. Olehnya, Ideologi tidak hanya dimiliki oleh Negara, dapat juga

berupa keyakinan yang dimiliki oleh suatu organisasi dalam Negara, seperti partai

politik atau asosiasi politik, kadang hal ini sering disebut sub-ideologi atau bagian

dari ideologi (Sayyid Santoso, 2015).

Menurut Frans Magnis Suseno (1991) (dalam Santoso, 2015), ideologi

adalah sebagai system berfikir, nilai-nilai, dan sikap dasar rohaniah sebuah

gerakan, kelompok sosial atau individu. Sementara menurut Antonio Gramsci

(dalam Simon, 1999 dikutip oleh Santoso, 2015), ideologi lebih sekedar system

ide, ia secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya

ideologi mengatur manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak,

mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.

Dalam pertumbuhan dan perkembangan kebangsaan Indonesia, dinamika

rumusan kepentingan hidup-bersama di wilayah nusantara diuji dan didewasakan

sejak dimulainya sejarah kebangsaan Indonesia. Pendewasaan kebangsaan

Indonesia memuncak ketika mulai dijajah dan dihadapkan pada perbedaan

kepentingan ideologi (awal abad XIX) antara Liberalisme, Nasionalisme,

Islamisme, Sosialisme – Indonesia dan komunisme, yang diakhiri secara yuridis

ketatanegaraan tanggal 18 agustus 1945 bertepatan dengan ditetapkannya

Pancasila oleh PPKI sebagai dasar NKRI.

Menurut Notonegoro (1967) bahwa lima unsur yang terdapat pada Pancasila

bukanlah hal yang baru pada pembentukan Negara Indonesia, tetapi sebelumnya

dan selama-lamanya telah dimiliki oleh rakyat Indonesia yang nyata ada dan

hidup dalam jiwa masyarakat (Pimpinan MPR dan Tim, 2016 : 87).

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Negara

adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945. Pancasila ditempatkan pula sebagai ideologi Negara serta

sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara sehingga setiap materi muatan

peraturan perundang-undagan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR dan TIM, 2016 : 90-91).

4. SYARIAT ISLAM

Syariat adalah segala hal yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW dalam bentuk wahyu yang ada dalam al-Qur’an dan sunah.

Semula kata ini berarti, jalan menuju kesumber air, yakni jalan kearah sumber

kehidupan. Kata kerjanya adalah syara’a yang berarti ‚menandai atau mengambar

jalan yang jelas menuju sumber air.

Pengertian syariat Islam ini dapat dibagi menjadi dua pengertian: pertama

dalam pengertian luas, kedua dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas,

syariat Islam ini meliputi semua bidang hukum yang telah disusun dengan teratur

oleh para ahli fiqih dalam pendapat-pendapat fiqihnya mengenai persoalan dimasa

mereka, atau yang mereka perkirakan akan terjadi kemudian, dengan mengambil

dalil-dalilnya langsung dari al-Qur’an dan al-Hadith, atau sumber pengambilan

hukum seperti: ijma’, qiyas, istihsan, istish-hab, dan mashlahlh mursalah.

Sedangkan syariat Islam dalam pengertian sempit adalah hukum-hukum yang

berdalil pasti dan tegas, yang tertera dalam al-Qur’an, hadis yang sahih, atau yang

ditetapkan oleh ijma’.

B. DESKRIPSI TEORI

Ada beragam teori ataupun pendekatan yang telah digunakan untuk menganalisis

fenomena gerakan fundamentalisme atau gerakan kebangkitan islam secara umum.

Setidaknya ada 3 pendekatan yang paling banyak dikutip seperti dikatakan oleh Syafii

Maarif (2009) dalam Wahid (2009) sebagai berikut :

- Pertama, kegagalan umat islam menghadapi arus modernitas yang dinilai telah

sangat menyudutkan islam. Karena ketidakberdayaan menghadapi arus panas itu,

golongan fundamentalis mencari dalil-dalil agama untuk “menghibur diri” dalam

sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar.

- Kedua, membesarnya gelombang fundamentalisme di berbagai Negara muslim

terutama didorong oleh rasa kesetiakawanan terhadap nasib yang menimpa saudara-

saudara di Palestina, Kashmir, Afganistan dan Iraq.

- Ketiga, maraknya fundamentalisme khususnya di Nusantara lebih disebabkan oleh

kegagalan Negara mewujudkan cita-cita kemerdekaan berupa tegaknya rasa keadilan

sosial dan terciptanya kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat. Korupsi yang

masih menggurita adalah bukti nyata kegagalan itu.

Namun pada tulisan ini, peneliti mencoba menguraikan 2 teori atau pendekatan

dalam mengupas fenomena gerakan fundamentalisme islam, bukan dari sisi gerakan

sosial organisasinya tetapi dari sudut pandang sasaran gerakan organisasi tersebut.

Sebagaimana yang telah peneliti sebutkan dalam poin rumusan masalah bahwa

penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan sikap atau pandangan objek atau target

gerakan fundamentalisme islam, dalam hal ini mahasiswa.

1. STRUKTURAL FUNGSIONAL

Salah satu tokoh fungsionalisme struktural yang memberikan sumbangsi

pemikiran teoritis terhadap perkembangan kajian/analisis struktur-fungsional

adalah Robert K. Merton. Diantara sumbangsih tersebut, yang paling terkenal

terhadap fungsionalisme struktural dan terhadap sosiologi pada umumnya adalah

analisisnya mengenai hubungan kultur, struktur dan anomi.

Merton mendefinisikan kultur sebagai “seperangkat nilai normatif yang

terorganisir, yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota

kelompok. Struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang teroganisir,

yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok di

dalamnya. Anomi terjadi bila ada keterputusan hubungan antara norma kultural

dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari anggota kelompok

untuk bertindak sesuai dengan nilai kultural (Ritzer, 2008:142-143 ).

Dengan ketiga konsep tersebut, peneliti mencoba menganalisis fenomena

gerakan fundamentalisme islam di Indonesia dalam bentuk pendirian negara islam

yang kemudian dibenturkan dengan Pancasila sebagai ideologi dan dasar Negara

Indonesia. Pertama, kultur berislam masyarakat Indonesia yang terbangun selama

ini adalah kultur moderat, toleran dan tidak kaku. Pola atau corak beragama

(islam) di Indonesia juga dibangun diatas perpaduan tradisi/budaya masyarakat

setempat sehingga mereka tidak mengenal istilah bid’ah, tahayyul dan khurafat ,

sebuah istilah yang sering dilontarkan oleh sekolompok muslimin yang menganut

islam garis keras. Kedua, oleh karena pola atau corak ber- islam masyarakat

Indonesia yang moderat, toleran dan tidak kaku maka pola hubungan sosial

(struktur sosial) yang terbangun antara sesama pemeluk agama/kepercayaan

minoritas (Nasrani, Buddha, Hindu maupun agama - agama adat) yang ada di

Indonesia dapat dikata harmonis. Ketiga, anomi dapat terjadi manakala pola

berislam masyarakat Indonesia berubah menjadi kaku, intoleran dan radikal.

Untuk analisis tingkat struktur, Merton menambahkan konsep baru yakni

akibat yang tidak diharapkan (unanticapted consequences). Tindakan mempunyai

akibat, baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, analisis sosiologi

diperlukan untuk menemukan akibat yang tidak diharapkan ini (Ritzer, 2008:

141). Apabila pola beragama (islam) masyarakat Indonesia berubah menjadi

radikal, intoleran dan kaku maka dapat menimbulkan perpecahan di antara sesama

pemeluk agama dan hal ini sebagai sesuatu yang tidak diharapkan dalam

pandangan struktural fungsional.

Untuk analisis anomi sendiri, Merton menghubungkannya dengan istilah

penyimpangan yang berarti penolakan terhadap konsekuensi disfungsional dalam

kesenjangan antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada penyimpangan

dalam masyarakat (Ritzer, 2008 : 143).

2. FAKTA SOSIAL

Agama adalah institusi sosial yang khusus. Kekhususannya ialah bahwa

dalam agama manusia mempermasalahkan hidupnya dalam dimensi yang tidak

empiris. Sehingga ia berbeda dengan institusi- institusi lainnya seperti keluarga,

pendidikan, ekonomi dan sebagainya (Veeger, 1986 : 164).

Menurut Durkheim bahwa agama adalah suatu system kepercayaan praktik

yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus (suci).

Kepercayaan dan praktik tersebut diturunkan kedalam 2 unsur penting yakni sifat

kudus, sakral, suci (sacred) dan ritual dari agama (Upe, 2010 : 104).

Agama menjadi sebuah fakta sosial yang mampu mengikat, mengontrol dan

mengatur para pemeluknya karena dalam setiap agama mengandung sesuatu yang

dianggap kudus (sacred) oleh masyarakat sehingga sulit rasanya bagi seorang

individu melepaskan diri dari kontrol agamanya.

Dalam konsepsi Durkheim tentang dasar agama, ia merumuskan bahwa

terdapat tata sakral dan tata profan. Tata sakral merujuk kepada sesuatu yang

dianggap sacral, suci, atau kudus seperti Tuhan, Roh, Binatang, Tumbuhan.

Sementara Tata Profan merujuk kepada sesuatu yang menyangkut kehidupan

sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan seterusnya.

Meminjam konsepsi Durkheim tersebut, peneliti mencoba menganalisis dalam

kaitannya dengan bagaimana pemeluk Islam memandang konsepsi negara islam.

Pertama, bahwa seluruh muslim sepakat menjadikan Allah berserta wahyuNya

(Al-Qur’an & Hadist) sebagai tata sakral, suci, atau sesuatu yang wajib diimani

kebenarannya. Namun untuk sistem kehidupan bernegara atau pemerintahan,

peneliti melihat timbul dua arus pemikiran utama, ada yang menganggap sistem

kehidupan bernegara sebagai sesuatu yang juga sakral, dengan kata lain harus

sesuai dengan syariat islam yang diejawantahkan kedalam pendirian negara Islam

dan formalisasi syariat, ada pula yang menafsirkan bahwa sistem bernegara atau

pemerintahan hanya sebagai tata profane atau dengan kata lain, umat islam diberi

ruang untuk merumuskan sendiri sistem negara apa yang paling terbaik tanpa

menanggalkan syariat islam atau tanpa melakukan formalisasi syariat.

Dengan demikian, dalam penelitian ini, kita dapat mengidentifikasi bagaimana

pandangan mahasiswa terhadap kedudukan antara Pancasila dan UUD 1945 dan

syariat islam didalam konteks kehidupan bernegara. Dengan kata lain, yang mana

dijadikan tata sakral dan tata profan diantara keduannya.

C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Dari hasil proses studi pustaka, peneliti menemukan beberapa hasil

penelitian yang membahas tentang fenomena gerakan fundamentalisme islam

terkhusus penelitian yang membahas tentang wacana pendirian Negara Islam

(Khilafah Islamiyah).

Pertama, hasil penelitian dari Miftahul Ilmi (2008) tentang “Persepsi Ulama

NU terhadap Sistem Khilafah (studi kasus ulama NU kota Semarang)”. Hasilnya

bahwa menurut ulama NU kota Semarang, khilafah merupakan sistem

pemerintahan yang bersifat universal yang meliputi seluruh dunia Islam yang

mengintegrasikan agama dan politik, sehingga Negara merupakan lembaga politik

sekaligus agama. Sistem khilafah tersebut tidak pas diterapkan di Indonesia,

bahkan sudah tidak relevan untuk kondisi sekarang. Sebab negara-negara Islam

atau yang berpenduduk mayoritas muslim sudah mapan dengan nation state.

Meskipun sistem khilafah ideal karena dapat mempersatukan dunia Islam, tetapi

sulit diwujudkan atau sebagai konsep ideal utopis. Menurut ulama NU, Islam

tidak mewajibkan untuk menerapkan sistem khilafah. Tidak terdapat satu pun ayat

al-Qur’an maupun hadis yang mewajibkan umat Islam untuk mendirikan khilafah.

Yang diperintahkan oleh Islam adalah mendirikan imamah (kepemimpinan), dan

imamah bentuknya tidak harus khilafah, tetapi disesuaikan dengan situasi dan

perkembangan politik yang ada sehingga relevan.

Kedua, hasil penelitian dari Mastur (2010) tentang “Respon Mahasiswa

Muslim UNY Terhadap Pemikiran Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia” bahwa ada

yang menganggap perlu mendirikan negara Islam sebagai solusi di tengah krisis

yang menempa umat islam belakangan ini, tetapi konsep khilafah yang digagas

HTI bertentangan dengan konstitusi Indonesia karena dasar negara Indonesia

tidak mengenal sistem khilafah. Indonesia sudah memiliki dasar negara dan

perundang-undangan yang final.

D. KERANGKA KONSEPTUAL

Bergulirnya wacana pendirian negara Islam di Indonesia sejak kemerdekaan

hingga hari ini menimbulkan sikap pro dan kontra dari berbagai kalangan. Yang pro

dapat dipastikan datang dari sang pengusung negara islam serta umat islam yang

memahami teks kitab suci secara literal - skriptual, sementara yang kontra datang dari

terutama penjaga keutuhan NKRI – Pemerintah – TNI – Polri serta umat islam

moderat (kalangan NU dan Muhammadiyah).

Menurut Imam Jauhari (2012 : 187) bahwa hubungan negara dan Islam tidak

dapat dimengerti sebagai sebuah hubungan yang statis. Artinya keharusan adanya

negara Islam tidak sekuat keharusan adanya agama Islam. Misalnya kalau dari segi

historis ditemukan adanya negara Islam dalam arti sebagaimana yang pernah terjadi

pada zaman nabi SAW, tidak dapat dimutlakkan bahwa tatanan negara islam itu

diwujudkan pada masa sekarang ini. Hal ini serupa dengan pencarian demokraasi

yang memimpikan demokrasi asli ; demokrasi Athena.

Oleh karenya, peneliti menganggap penting untuk diketahui sejauh mana

ideologi radikal telah menggerogoti anak bangsa. Hal demikian dapat diidentifikasi

dari respon yang diberikan tatkala wacana pendirian Negara Islam digulirkan. Berikut

peneliti sajikan skema kerangka pemikiran dalam penelitian ini :

Gambar 1.1. SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN

PENDIRIAN

NEGARA ISLAM

PANCASILA PENERAPAN

SYARIAT

ISLAM

PANCASILA

KEHIDUPAN

BERBANGSA DAN

BERNEGARA NKRI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

1. Waktu penelitian

Setiap rancangan penelitian perlu dilengkapi jadwal kegiatan yang akan

dilaksanakan. Dalam jadwal tersebut berisi keterangan kegiatan dan berapa lama

penelitian akan dilakukan. Adapun waktu penelitian ini dilaksanankan pada bulan

September 2017 hingga bulan November 2017 yang juga masuk dalam kalender

akademik Unhas untuk semester ganjil tahun ajaran 2017-2018.

Uraian tentang penggunaan waktu penelitian dimaksudkan untuk: (1)

perencanaan kerja peneliti sendiri; (2) untuk menentukan alokasi dana yang

dibutuhkan selama penelitian; (3) agar dapat diperkirakan jumlah tenaga lapangan

yang akan dibutuhkan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maksud utama dari kebutuhan mengelola

waktu pelaksanaan penelitian ini agar penelitian dapat dikendalikan terutama dari

segi waktu dan yang terpenting adalah dengan waktu penelitian yang terkendali,

anggaran penelitian pun bisa diproyeksikan dan dimanfaatkan dengan sebaik-

baiknya sehingga semua kegiatan penelitian dapat dikoordinasikan. Jadwal

penelitian biasanya juga memuat hal yang harus dikerjakan, kapan pelaksanaan

dan selesainya suatu kegiatan, serta berapa banyak waktu (jam, hari, minggu,

bulan, dan tahun) yang dibutuhkan.

Berikut peneliti sajikan lini masa atau rangkaian jadwal penelitian ini kedalam

tabel yang lebih rinci:

Tabel 1.2. RANGKAIAN JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

1

Penyusunan

Proposal

2

Seminar

Proposal

3

Persiapan

Administrasi

dan Persuratan

Izin Penelitian

4

Observasi

Langsung ke

Lokasi

Penelitian

5

Penentuan

Populasi dan

Sampel

Penelitian

6

Pengumpulan

Data

7 Analisis Data

8

Pembuatan Draf

Skripsi

9

Penyempurnaan

Skrispi

10

Ujian Meja

untuk Strata 1

Tabel 1.2 : Sumber data diolah oleh peneliti

2. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin. Penentuan lokasi ini didasari atas

pertimbangan bahwa mahasiswa atau responden yang akan diteliti menjalankan

aktivitas perkuliahannya di lokasi tersebut sehingga memudahkan peneliti

menemukan responden yang bersangkutan.

B. TIPE DAN DASAR PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis memilih tipe penelitian kuantitatif untuk

menentukan cara mencari, mengumpulkan, mengelolah, dan menganalisis data hasil

penelitian. Hal ini senada dengan topik atau judul penelitian ini yang ingin

menggambarkan secara umum bagaimana respon mahasiswa islam terhadap wacana

pendirian Negara Islam di Indonesia.

Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti sebuah populasi atau sampel tertentu, kemudian pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian tertentu, analisis data bersifat kuantitatif statistik

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian kuantitatif, metode penelitian yang dapat digunakan adalah

metode survey, expost facto, eksperimen, evaluasi, action research, policy research.

Kemudian dalam penelitian kuantitatif setidaknya ada dua strategi yang paling sering

diterapkan dalam ilmu sosial yakni penelitian survey dan eksperimen. Namun dalam

penelitian ini, peneliti memilih penelitian survey untuk menjawab rumusan masalah

yang ajukan.

Lebih lanjut, penelitian survey pada dasarnya berusaha memamparkan secara

kuantitatif kecendrungan, sikap, opini dari suatu populasi tertentu dengan meneliti

satu sampel dari populasi tersebut. Penelitian survey adalah penelitian yang tidak

melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel-variabel yang

diteliti. Hal ini senada dengan rumusan masalah penelitian ini yang hanya ingin

menggambarkan (deskripsi) respon mahasiswa islam secara umum terhadap wacana

pendirian Negara islam di Indonesia dan bagaimana mereka menafsirkan kedudukan

pancasila dan syariat islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek dengan

kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan. Adapun populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa

islam FISIP Unhas yang masih aktif atau terdaftar pada semester akademik yang

sedang berlangsung saat penelitian ini dilaksanakan.

Kemudian sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua

yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti

dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Untuk menentukan sample dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

sampel kouta (kouta sampling). Teknik sampel kouta (kouta sampling ) adalah teknik

untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai

jumlah kouta yang diinginkan.

Asumsi dasar peneliti menggunakan teknik sampel kouta per angkatan adalah

untuk melihat kecendrungan jawaban responden pada setiap angkatan responden.

Walaupun peneliti menggunakan teknik sampling kouta, namun didalam memilih

responden di lapangan, peneliti menggunakan teknik acak. Adapun kriteria responden

diantaranya ; mahasiswa angkatan 2013, 2014, 2015, dan 2016. Pertimbangan peneliti

menetapkan mahasiswa angkatan 2013 sebagai batas atas karena untuk mahasiswa

angkatan 2012 dan 2011 dianggap sulit lagi ditemukan di areal kampus. Sementara

untuk mahasiswa angkatan 2016 sebagai batas bawah karena untuk mahasiswa

angkatan 2017 dianggap masih baru dan belum terlalu mengenal dinamika kampus.

Maka untuk masing-masing angkatan, peneliti telah menetapkan sebanyak 5% dari

total seluruh mahasiswa per-angkatan yang ditaksir berjumlah 300-350 mahasiswa

yang masuk setiap tahunnya di FISIP Unhas. Sehingga didapatkan jumlah responden

sebanyak 15 mahasiswa untuk setiap angkatan dan total keseluruhan sebanyak 60

mahasiswa.

Selain karakteristik angkatan, peneliti juga telah menetapkan karakter responden

berikutnya berupa menjadi aktivis lembaga kemahasiswaan dengan asumsi bahwa

mereka yang aktif terlibat dalam lembaga kemahasiswaan dinilai memiliki kapasitas

pengetahuan yang lebih tentang wacana organisasi, gerakan, dan ideologi

sebagaimana topik penelitian ini yang membahas tentang gerakan ideologis. Karakter

terakhir yakni beragama islam, dengan pertimbangan bahwa mereka yang beragama

islam dinilai lebih paham akan agamanya sendiri ketimbangan mahasiswa yang non-

muslim karena topik penelitian yang diangkat seputar gerakan radikalisme dalam

islam.

Daftar responden beserta identitasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 1.3 DAFTAR DISTRIBUSI RESPONDEN

DEPARTEMEN JUMLAH ANGKATAN JUMLAH

Antropologi 8 2013 15

Hubungan Internasional 8 2014 15

Ilmu Politik 7 2015 15

Ilmu Komunikasi 10 2016 15

Ilmu Administrasi Negara 6

Ilmu Pemerintahan 8

Sosiologi 13

JUMLAH 60 orang 60 orang

Tabel 1.3 : Sumber data primer 2017

D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Secara teoritis, terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil

penelitian, yaitu kualitas instrument penelitian dan kualitas pengumpulan data.

Kualitas instrument penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrument

sementara kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang

digunakan untuk mengumpulkan data.

Lebih lanjut, jika dilihat dari segi cara mendapatkan data, terdapat 3 teknik

pengumpulan data yaitu interview (wawancara), kuesioner (angket) dan observasi

(pengamatan) serta gabungan ketiganya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan angket/kuesioner untuk

mengumpulkan data. Teknik ini dilakukan dengan cara membagikan daftar

pertanyaan kepada responden yang kemudian ia memberikan jawaban pada setiap

pertanyaan yang ada.

E. SUMBER DATA PENELITIAN

Data adalah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi

atau keterangan, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan

fakta. Juga dapat didefinisikan data adalah kumpulan fakta, angka, atau sesuatu yang

dapat dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai dasar menarik suatu

kesimpulan.

Syarat – syarat data yang baik adalah :

1. Data harus akurat

2. Data harus relevan

3. Data harus up to date

Secara garis besar, data dibagi kedalam beberapa kelompok. Jika dilihat dari cara

memperoleh data, maka terdiri dari 2 jenis, diantaranya ;

1. Data primer

Yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama

atau tempat objek penelitian dilakukan. Adapun data primer dalam penelitian ini

yakni responden (mahasiswa) yang akan diteliti.

2. Data sekunder

Yaitu data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan

pengolahnya. Adapun data sekunder dalam penelitian ini yakni buku, jurnal

maupun sumber internet.

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari

seluruh responden atau sumber data terkumpul. Dalam penelitian kuantitatif kegiatan

analisis datanya meliputi; pengelolahan data dan penyajian data, melakukan

Gambar 1.2 Ilustrasi Proses Pengumpulan dan Pengelolahan Data

perhitungan untuk mendeskripsikan data dan melakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan uji statistik. Untuk penelitian yang tidak merumuskan hipotesis,

langkah terakhir tidak dilakukan.

a. Pengelolahan Data

Sebelum data dianalisis, maka langkah pertama yang ditempuh peneliti

adalah pengelolahan data. Setalah data berhasil dikumpul melalui kuesioner, data

kemudian diolah melalui beberapa tahap. Berikut peneliti sajikan ilustrasi

proses pengelolahan data mulai dari pengumpulan data hingga interpretasi data.

Dalam melakukan proses pengelolahan dan analisis data, ada beberapa

langkah atau tahap yang mesti ditempuh. Tahapan- tahapan tersebut sebagai

berikut :

Pengelolahan data :

- Editing data

- Coding data

- Tabulasi data

Pengumpulan data

(kuesioner)

Analisis data :

- Penyajian data

- Uji statistik

Interpretasi data

1. Editing (pemeriksaan data)

Langkah ini dilakukan untuk memeriksa data yang telah berhasil

dikumpulkan dari lapangan. Tujuan dilakukannya editing adalah untuk

mengoreksi kesalahan-kesalahan dan kekurangan data yang terdapat pada

catatan lapangan. Pada proses ini, peneliti menemukan beberapa kekurangan

yang dilakukan oleh responden pada saat pengisian kuesioner seperti tidak

mengisi kolom pertanyaan secara lengkap, uraian jawaban yang ditulis

kurang jelas sehingga sulit dibaca.

2. Coding (pengkodean data)

Setelah tahap editing selesai dikerjakan dan jawaban responden dalam

kuesioner dipandang cukup memadai, maka langkah berikutnya adalah

pemberian kode (coding). Coding data merupakan suatu proses penyusunan

secara sistematis data mentah (yang ada dalam kuesioner) ke dalam bentuk

yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data seperti komputer. Pada proses

ini, peneliti melakukan pengkodean data pada variabel – variabel yang ada

dalam kuesioner seperti identitas responden, variabel Negara islam, variabel

pancasila dan variabel syariat islam.

3. Pemindahan Data Ke Komputer (Data Entering)

Pada langkah ini, peneliti memindahkan data yang telah dikode ke

dalam mesin pengolah data dengan menggunakan salah satu pengelolahan

data yaitu aplikasi SPSS (Statistical Package For Sosial Science).

Pemindahan data ke komputer dilakukan setelah semua kuesioner selesai

diberi kode.

4. Pembersihan data (Data Cleaning)

Data Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang telah

dimasukkan ke dalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan sebenarnya.

Pembersihan data dilakukan untuk pengecekan keseluruhan data yang

dimasukkan dalam komputer untuk mengetahui apakah seluruh data telah

sesuai dengan yang ada dalam kuesioner.

b. Analisis Data

Setelah data diolah menggunakan SPSS, peneliti kemudian melanjutkan ketahap

selanjutnya yaitu analisis data yang meliputi penyajian data (data output) dan uji

statistik.

1. Penyajian Data (Data Output)

Data output adalah hasil pengolahan data. Dalam menyajikan data, peneliti

menggunakan beberapa model penyajian data seperti penggunaan tabel,

diagram maupun grafik.

2. Penganalisaan Data (Data Analyzing)

Pada tahap ini, peneliti menggunakan analisis data deskriptif. Hal ini sesuai

dengan judul dan rumusan masalah penelitian ini yang hanya

mendeskripsikan pandangan mahasiswa islam terhadap wacana pendirian

Negara islam di Indonesia.

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. SEJARAH SINGKAT UNIVERISTAS HASANUDDIN

Universitas Hasanuddin atau yang disingkat Unhas secara resmi didirikan pada

tanggal 10 september tahun 1956. Jika ditelusuri, embrio lahirnya Unhas berasal dari

Fakultas Ekonomi cabang Universitas Indonesia (UI) Jakarta yang telah berdiri di

Makassar sejak tahun 1947. Kemudian sejak dikeluarkannya SK. Menteri PP dan K No.

3369/s tanggal 11 juni 1956 terhitung mulai 1 September 1956 dan dengan PP No. 23

tanggal 8 September 1956, Unhas telah dipimpin oleh sejumlah Rektor mulai dari Prof.

Mr.A.G. Pringgodigdo sebagai Rektor pertama hingga Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu,

M.A yang tengah menjabat sekarang (www.unhas.ac.id).

Kemudian pada tanggal 3 Maret 1953, fakultas Hukum dan Pengetahuan

Masyarakat cabang Fakultas Hukum UI resmi dibuka. Disusul oleh fakultas Kedokteran

pada Oktober 1953, fakultas Teknik pada 1963, fakultas Sastra pada 1960, fakultas Sosial

Politik pada 1961, fakultas Pertanian 1962, fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA)

1963, fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan 1963, Fakultas Kedokteran Gigi 1983,

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) 1982, dan Fakultas ilmu Kelautan 1996

(www.unhas.ac.id).

Adapun Visi dari Unhas adalah Pusat Unggulan Dalam Pengembangan Insani, Ilmu

Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya Berbasis Benua Maritim Indonesia.

Sedangkan Misi dari Unhas sebagai berikut ;

• Menyediakan lingkungan belajar berkualitas untuk mengembangkan kapasitas

pembelajar yang inovatif dan proaktif.

• Melestarikan, mengembangkan, menemukan dan menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan budaya.

• Menerapkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya

bagi kemaslahatan Benua Maritim Indonesia.

Selain itu, unhas juga memiliki nilai sebagai berikut ;

• Integritas: mewakili jujur, berani, bertanggung jawab dan teguh dalam pendirian.

• Inovatif: merupakan kombinasi dari kreatif, berorientasi mutu, mandiri dan kepeloporan.

• Katalitik: mewakili sifat berani, keteguhan hati, dedikatif dan kompetitif.

• Arif: manifestasi kepatutan, adil dan beradab, holistik dan asimilatif.

B. SEKILAS TENTANG FISIP UNHAS

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik sebelum resmi berdiri sebagai bagian dari salah

satu Fakultas di Universitas Hasanuddin (UNHAS), pada awalnya merupakan perguruan

tinggi swasta yang bernama Fakultas Tata Praja Universitas 17 Agustustur 1945, yang

didirikan oleh Mr. Tjia Kok Tjiang (Alm.) di Ujung Pandang. Dapat dicatat disini bahwa

Fakultas Tata Praja (Public Administration) tersebut, merupakan yang pertama ketika itu

didirikan di Kawasan Timur Indonesia.

Dalam perkembangannya, Fakultas Tata Praja tersebut oleh para pendirinya

diusahakan akan dilebur ke dalam Fakultas Ekonomi UNHAS, yang direncanakan

menjadi salah satu jurusan yang ada dan dapat dibuka pada tahun kuliah 1959 – 1960.

Namun disebabkan berbagai kesulitan teknis yang dihadapi sehingga realisasinya tidak

dapat dilaksanakan. Sebagai tindak lanjut (follow up), dari rencana itu diupayakan lagi

pelaksanaannya agar fakultas ini dimasukkan ke dalam lingkungan UNHAS sebagai

fakultas yang berdiri sendiri sesuai keinginan semula dari pelopor pendirinya.

Dalam rencana penegeriannya itu, semula diharapkan agar dapat terealisasi pada

tanggal 10 September 1960 bertepatan dengan perayaan Dies Natalis IV UNHAS pada

waktu yang mana direncanakan pula peresmian berdirinya Fakultas Sastra dan Filsafat

serta Teknik. Namun karena adanya berbagai kesulitan teknis kembali yang dihadapi,

maka rencana tersebut barulah terlaksana melalui SK Menteri P.P & K dengan Surat

Keputusan tertanggal 30 Januari 1961 No. : A.4692/U.U.41961, terhitung mulai tanggal 1

Februari 1961. Dengan peresmiannya itu, maka mahasiswanya pun dialihkan menjadi

mahasiswa negeri dengan beberapa ketentuan (syarat) yaitu harus menempuh ujian

Negara yang diselenggarakan oleh satu panitia yang dibentuk oleh Menteri P.P & K yang

beranggotakan terdiri atas dosen-dosen UNHAS.

Perlu diketahui bahwa dalam rangka usaha peresmian/penegerian perguruan

tinggi dan perkembangan UNHAS pada umumnya dan FISIP pada khususnya, telah turut

serta memberikan bantuan yang besar sekali artinya bagi perkembangan pendidikan dapat

disebutkan antara lain Pagdam XIV Hasanuddin (sekarang bernama Pangdam VII

Wirabuana) waktu itu Bapak Brigjen. M. Yusuf (mantan Menhankam Pangab dan Ketua

Bapeka RI), Bapak Andi Pangeran Pettarani (Gubernur pada saat itu), dan beberapa

pejabat tinggi lainnya.

Pada saat setelah penegerian itu, maka datanglah pimpinan fakultas yaitu Mr. Tjia

Kok Tjiang sebagai pejabat Ketua, sedangkan Sekretaris diserahkan kepada Mr. Soekanto

sebagai pejabat. Namun Mr. Tjia Kok Tjiang hanya sempat memimpin dan membina

perguruan tinggi ini selama kurang lebih 5 (lima) bulan, berhubung karena beliau

meninggal dunia secara tiba-tiba pada tanggal 3 Mei 1961 pada saat sementara

berlangsung ujian negara bagi mahasiswa dalam rangka persyaratan penegerian fakultas

ini, dan selanjutnya sepeninggal beliau, pimpinan Perguruan Tinggi ini dipegang

langsung oleh Presiden UNHAS (Arnold Monotutu) sebagai pejabat Ketua.

Jumlah tenaga pengajar pada saat penegeriannya sebanyak 16 orang termasuk

asisten, sedangkan jumlah mahasiswa seluruhnya 228 orang yang terdiri dari tingkat

persiapan 91 orang, tingkat (B.A)-I sebanyak 61 orang, dan 32 orang ditingkat (B.A)-II

guna pengurusan/penyelenggaraan administrasinya, dipindahkan 2 (dua) orang tenaga

dari pegawai kantor UNHAS dengan dibantu oleh tenaga pegawai harian, sedangkan

bendaharawan dipegang langsung oleh Mr. Soekanto.

Perubahan selanjutnya Perguruan Tinggi Tata Praja sesudah penegeriannya itu,

diubah statusnya menjadi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Hasanuddin

berdasarkan Surat Keputusan Menteri P.P & K RI tanggal 30 Januari 1961 No. :

A/4692/U.U/5/1961 dengan 2 jurusan di dalamnya, yaitu Jurusan Tata Praja (Public

Administration) dan Jurusan Publisistik. Adapun Jurusan Publisistik ini merupakan

peralihan dari Perguruan Tinggi Pers dan Publisistik Sulawesi yang sebelumnya didirikan

di Makassar oleh sebuah Yayasan atas dorongan dan bantuan penuh Panglima Brigjen M.

Yusuf dalam rangkan mempertinggi mutu dan kemampuan tenaga “Policy Man”.

Dalam perkembangannya, Jurusan Tata Praja mengalami lagi perubahan atau

penyempurnaan. Hal tersebut disebabkan kesalahan pengertian sementara pihak yang

beranggapan bahwa Tata Praja dihubungkan atau diasosiasikan dengan pengertian

Perguruan Tinggi Pamong Praja. Namun setelah Lembaga Administrasi Negara (LAN)

diresmikan oleh Pemerintah dimana dengan resmi pula istilah “Public Administration”,

diterjemahkan menjadi Administrasi Negara, barulah nama Tata Praja disesuaikan pula

dan diubah menjadi Jurusan Administrasi Negara. Sedangkan Jurusan Publisistik tetap

dipergunakan karena telah mendapat persetujuan dari Menteri P.P & K. Selain itu juga

digunakan sebagai nama Jurusan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan

Kemasyarakatan Universitas Indonesia di Jakarta dan Fakultas Ilmu Sosial Politik

Universitas Gajah Mada.

Tanggal 15 November 1962, Mr. Soekanto diangkat menjadi Dekan Fakultas Ilmu

Sosial Politik Universitas Hasanuddin, sedangkan kedudukan sekretaris dipercayakan

kepada Abdullah Amu. Selanjutnya Prof. Arnoal Mononutu kembali yang menjabat

sebagai Dekan, sedangkan E. A. Mokodompit, MA dipercaya sebagai Kuasa Dekan I

bersama Drs. Jonathan Salusu sebagai Kuasa Dekan II. Tanggal 1 Januari 1964 struktur

pimpinan Fakultas Ilmu Sosial Politik kembali berubah dengan diangkatnya E. A.

Mokodompit sebagai dekan, dengan didampingi oleh Pembantu Dekan I Drs. Jonathan

Salusu (untuk Bidang Akademik), Pembantu Dekan II G.R. Pantow (untuk Bidang

Administrasi dan Kesejahteraan), dan Pembantu Dekan III Drs. Hasan Walinono (untuk

Bidang Kemahasiswaan). Teaching Staff pada saat itu terdapat 20 orang Dosen Tetap,

dosen LB 25 dan Asisten LB 15 orang.

Pada tahun 1967 keadaan mahasiswa tercatat sejumlah 1.338 orang terdiri atas :

309 orang tingkat persiapan, 348 orang tingkat Sarjana Muda I, 135 orang Tingkat Muda

II, 93 orang Tingkat Sarjana I, dan 135 orang Tingkat Sarjana II, jumlah Sarjana yang

dihasilkan saat itu sebanyak 81 orang diantaranya 2 orang Sarjana Publistik. Selanjutnya,

dalam usia perkembangannya selama 7 tahun FISIP – UNHAS mengalami pergantian

pimpinan yang silih berganti. Tahun 1965 s/d 1969 pimpinan Fakultas dijabat oleh Drs.

Hasan Walinono, dan kemudian tahun 1970 – 1971 dijabat kembali oleh Drs Jonathan

Salusu dengan sekretaris Drs. Sadly AD. Tahun 1971-1972 jabatan Dekan Fakultas

kembali dipegang oleh Drs. Hasan Walinono, sedangkan sekretarisnya adalah Drs. A. S.

Achmad.

Sejalan dengan usaha renaca penataan Kampus UNHAS Baraya, maka Fakultas

Ilmu Sosial Politik sebagai satu-satunya Fakultas yang berlokasi di luar kampus juga

direncanakan berpindah lokasi ke kampus Baraya. Hal mana baru dapat terlaksana pada

tahun 1974 setelah terjadi pergantian pimpinan Universitas dari Prof. Dr. A. Hafied

kepada Prof. Dr. A. Amiruddin (mantan Gubernur Sulawesi Selatan, sekarang Wakil

Ketua MPR RI) saat itu.

Dengan pindahnya Fakultas Ilmu Sosial Politik ke Kampus Baraya dan

menempati salah satu gedung di belakang Fakultas Teknik, maka gedung Fakultas ini

yang berlokasi di jalan Dr. Ratulangi 93 dijual kepada Pemerintah Daerah Tingkat I

Sulawesi Selatan, dan meruapakan modal pertama dalam pembelian tanah di Tamalanrea

yang dewasa ini telah dibangun menjadi Kampus Baru UNHAS. Sehubungan dengan itu,

pada tahun 1975 Drs. A. S. Achmad berangkat ke negeri Belanda untuk memperdalam

studi bidang Komunikasi Pembangunan, maka jabatan sekretaris yang dipegangnya untuk

sementara waktu dijabat oleh Drs. M. Ashar Ahmad, dan pada tahun 1978 dijabat

kembali oleh Drs. A. S. Achmad sampai dengan tahun 1977.

Dengan ditunjuknya UNHAS sebagai Proyek Perintis Pembangunan Perguruan

Tinggi untuk jangka waktu lima tahun sesuai SK Menteri P dan K RI No. : 08/U/1977

tanggal 10 Januari 1977, UNHAS mencoba melakukan usaha mencari bentuk dan sistem

organisasi perguruan tinggi yang lebih efektif dan efisien dalam perkembangan

pembangunan. Untuk itu, sejak 1 Februari 1977 diberlakukan sistem organisasi matriks

dimana fakultas mengalami perubahan pengertian. Fakultas hanya merupakan wadah

pengembangan sumber daya ilmu, saran dan pelaksana pendidikan sehingga berada pada

aliran sumber daya.

Sedangkan untuk pengembangan program, monitoring dan evaluasi pendidikan,

penelitian dan pengabdian masayarakat dikelola oleh pusat kajian. Sebagai tindak lanjut

Surat Keputusan tersebut, maka Fakultas Ilmu Sosial Politik yang tadinya berdiri sendiri

sebagai salah satu wadah fakultas dalam jajaran 9 fakultas yang ada di Universitas

Hasanuddin, selanjutnya digabung bersama Fakultas Ekonomi dan Fakultas Sastra

menjadi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan BUDAYA (FIISBUD) dengan dekannya yang

pertama dijabat oleh Drs. La Tanro pada masa bakti 1977-1980 dan Dr. Kustiah Kristanto

pada masa bakti 1980-1982. Sedangkan untuk pengelolaan dan pengembangan program

pendidikan ilmu-ilmu sosial dan sastra ditunjuk Drs. M. Syukur Abdullah sebagai Dekan

Kajian, keadaan ini berlangsung hingga awal tahun 1983.

Patut dicatat bahwa dalam tahun 1977, sistem kurikulum yang diterapkan sekian

lama untuk penyelesaian dua jenjang pendidikan, yaitu Program Sarjana Muda selama 3

tahun dan Program Sarjana selama 5 tahun diubah menjadi kurikulum sistem kredit yang

memungkinkan mahasiswa dapat menyelesaikan studinyalebih cepat. Langkah inilah

yang merupakan persiapan pelaksanaan Program Pendidikan Strata Satu (S1) yang mulai

dibuka secara serentak dalam lingkungan UNHAS sejak tahun 1980, termasuk dalam

Fakultas Ilmu Sosial Politik, juga pada tahun 1980 dengan selesainya pembangunan

gedung induk Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya di Kampus Baru Tamalanrea, maka

secara bertahap kegiatan akademik dan administrasi fakultas dipindahkan dari Kampus

Baraya ke Kampus Baru Tamalanrea.

Dalam perkembangannya, setelah terjadi pergantian pimpinan Universitas

Hasanuddin dari Prof. Dr. A. Amiruddin kepada Prof. Dr. Hasan Walinono pada akhir

tahun 1982, organisasi fakultas kembali mengalami perubahan sejalan dengan

diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. : 5 tahun 1982 yang mengatur tentang

Struktur Organisasi Perguruan Tinggi di Indonesia. Terhitung 1 Januari 1983 sejalan

dengan perubahan Struktur UNHAS yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 5 Tahun 1980 dan KEPRES. No. : 62/1982, Program Pendidikan Ilmu-

Ilmu Sosial yang dahulu bersumber dari Fakultas Ilmu Sosial Politik dikembangkan

dalam satu fakultas dengan nama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Hal

mana merupakan nama yang sama dipakai pada perguruan tinggi umumnya di Indonesia

(www.fisip.unhas.ac.id).

Adapun visi, misi dan tujuan dari FISIP Unhas dibawah kepemimpinan Dekan

Prof. Dr. Andi Alimuddin Unde, M.Si sebagai berikut :

Visi : Sebagai pusat unggulan ilmu sosial dan ilmu politik di Asia Tenggara

melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang berbasis benua maritim

tahun 2020.

Misi :

• Mengoptimalkan proses pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang

memiliki kompetensi yang bisa diandalkan, mampu bekerja mandiri, dan

adaptif terhadap kondisi aktual masyarakat.

• Mengembangkan kegiatan penelitian yang bermanfaat bagi kepentingan

masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan.

• Mengembangkan kegiatan pengabdian masyarakat berbasis riset sesuai

kondisi objektif dan kebutuhan masyarakat melalui kemitraan dengan

berbagai pemangku kepentingan.

• Meningkatkan mutu pengelolaan fakultas yang profesional, akuntabel,

transparan dan partisipatif.

Tujuan : Menghasilkan luaran yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan

dunia kerja dan memiliki akhlaq terpuji yang mampu memberikan kontribusi

bagi pengembangan dunia kerja dan masyarakat baik pada tingkat nasional

maupun internasional (www.fisip.unhas.ac.id).

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik terdiri dari 7 departemen diantaranya:

Tabel 1.4. DAFTAR JUMLAH MAHASISWA FISIP UNHAS SEMESTER 2017/2018

NO DEPARTEMEN JUMLAH

MAHASISWA

1 ANTROPOLOGI 182

2 HUBUNGAN INTERNASIONAL 272

3 ILMU ADMINISTRASI NEGARA 370

4 ILMU KOMUNIKASI 317

5 ILMU PEMERINTAHAN 232

6 ILMU POLITIK 204

7 SOSIOLOGI 193

TOTAL 1770

Tabel 1.4 Sumber data bidang akademik FISIP UH 2017

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana masalah yang peneliti angkat yaitu “radikalisme agama dan masa depan

ideologi bangsa : studi pandangan mahasiswa islam terhadap wacana pendirian negara Islam

(khilafah islamiyah) di Indonesia”, maka pendekatan yang peneliti gunakan yakni analisis

deskriptif - kuantitatif guna melihat bagaimana kencendrungan pandangan mahasiswa Islam

terhadap wacana pendirian negara Islam di Indonesia serta bagaimana mahasiswa Islam

menafsirkan kedudukan Pancasila dan syariat Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan

bernegara.

Berikut peneliti paparkan hasil penelitian tersebut kedalam dua bagian utama sesuai dengan

rumusan masalah yang ditawarkan dalam penelitian ini. Bagian pertama mendeskripsikan

bagaimana pandangan mahasiswa tentang negara Islam dan bagian kedua mendeskripsikan

bagaimana pandangan mahasiswa tentang pancasila dan syariat islam.

A. HASIL PENELITIAN

1. Identitas Responden

Berdasarkan metode penelitian yang peneliti gunakan pada penelitian ini yakni

metode kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel berupa teknik kouta sampling,

maka peneliti telah menetapkan total sampel sebanyak 60 responden mahasiswa. Adapun

karakteristik responden diantaranya; beragama islam, aktivis lembaga kemahasiswaan

serta terdaftar sebagai mahasiswa angkatan 2013, 2014, 2015 dan 2016. Alasan

peneliti menetapkan mahasiswa angkatan 2013 sebagai batasan atas kriteria responden

dikarenakan untuk mahasiswa angkatan 2012 dan 2011 dianggap relatif sulit untuk

ditemui lagi di areal kampus, sementara untuk batasan bawah dipilih mahasiswa angkatan

2016 dikarenakan untuk mahasiswa angkatan 2017 diasumsikan masih tergolong

mahasiswa baru yang belum terlalu mengenal dinamika kehidupan kampus.

Untuk penjabaran data identitas responden yang lebih lengkap, berikut peneliti

sajikan ke dalam bentuk tabel :

a. Jenis kelamin

Tabel 1.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 1.5.Sumber data primer 2017

Dapat dilihat pada tabel 1.5 tersebut dimana dari total 60 responden mahasiswa,

hasil jumlah responden untuk jenis kelamin laki- laki sebanyak 32 orang (53,3%),

sementara untuk jenis kelamin perempuan berjumlah 28 orang (46,7%).

b. Departemen

Tabel 1.6. Distribusi Responden Berdasarkan Departemen

NO DEPARTEMEN

JUMLAH

RESPONDEN

1 Antropologi 8

NO JENIS KELAMIN JUMLAH RESPONDEN

1 LAKI LAKI 32

2 PEREMPUAN 28

60

2 Hubungan Internasional 8

3 Ilmu Politik 7

4 Ilmu Komunikasi 10

5 Ilmu Administrasi Negara 6

6 Ilmu Pemerintahan 8

7 Sosiologi 13

60

Tabel 1.6 Sumber data primer 2017

Untuk kategori departemen, dapat dilihat pada tabel 1.6 dimana jumlah responden

yang didapatkan untuk Departemen Antropologi sebanyak 8 orang (13,3%),

Departemen HI sebanyak 8 orang (13,3%), Departemen Ilmu Politik sebanyak 7

orang (11,7%), Departemen Ilmu Komunikasi sebanyak 10 orang (16,7%),

Departemen Ilmu Administrasi Negara sebanyak 6 orang (10%), Departemen Ilmu

Pemerintahan sebanyak 8 orang (13,3%) dan untuk Departemen Sosiologi sebanyak

13 orang (21,7%).

c. Angkatan

Tabel 1.7. Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan

Tabel 1.7 Sumber data primer 2017

Untuk kategori angkatan, dapat dilihat pada tabel 1.7 tersebut dimana jumlah

responden untuk masing – masing angkatan 2013, 2014, 2015, dan 2016 sebanyak 15

orang (25%).

Dalam penentuan sampel, peneliti mengolaborasikan beberapa teknik pengambilan

sampel yakni random sampling dan kouta sampling. Hal ini bertujuan untuk menyaring

dan menjaring secara tepat siapa saja yang nanti akan mendapatkan kuesioner.

Pada tabel 1.7 dapat dilihat distribusi responden yang merata dengan masing masing

angkatan 2013, 2014, 2015 dan 2016 berjumlah 15 responden dimana asumsi dasarnya

adalah rata – rata populasi mahasiswa setiap angkatannya untuk setiap tahun berkisar 300

– 350 mahasiswa sehingga teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah

kouta sampling dengan proporsi sampel setiap angkatan yang diambil sebesar 5% dari

total mahasiswa setiap angkatan yang bersangkutan.

NO ANGKATAN JUMLAH

1 2013 15

2 2014 15

3 2015 15

4 2016 15

60

Sementara pada tabel 1.5 terlihat distribusi responden yang tidak merata dikarenakan

peneliti menggunakan teknik penarikan sampel secara acak dengan asumsi bahwa

perbedaan jenis kelamin tidak mempengaruhi esensi jawaban yang ingin dicari oleh

peneliti. Begitu juga dengan kategori departemen pada tabel 1.6 juga terlihat distribusi

responden yang tidak merata dikarenakan peneliti menggunakan teknik pengambilan

sampel secara acak. Asumsi dasarnya adalah proporsi jumlah mahasiswa untuk setiap

departemen/himpunan mahasiswa jurusan tidak merata.

2. Hasil Jawaban Responden

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti ajukan berupa 1) bagaimana pandangan

mahasiswa islam terhadap wacana pendirian Negara Islam di Indonesia, 2) Bagaimana

pandangan mahasiswa islam terhadap kedudukan Pancasila dan syariat islam, berikut

hasil yang didapatkan ;

a. Pandangan Mahasiswa Islam terhadap Wacana Pendirian Negara Islam

Untuk rumusan masalah ini, hasil yang peneliti dapatkan adalah dari 60

responden mahasiswa, sebanyak 9 orang (15 %) menjawab setuju apabila negara

Islam didirikan di Indonesia dan 51 orang (85 %) yang tidak setuju atas wacana

tersebut. Data dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut ;

Diagram 1.1. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian Negara

Islam di Indonesia

Diagram 1.1. Sumber data primer 2017

Kemudian peneliti mencoba melakukan persilangan data beberapa variabel identitas

responden seperti jenis kelamin, departemen dan angkatan dengan beberapa variabel

rumusan masalah seperti negara islam, pancasila dan syariat islam. Hal ini bertujuan

untuk melihat kecendrungan jawaban responden jika dilihat dari identitasnya.

Untuk hasil persilangan antara variabel jenis kelamin dengan variabel negara

islam, didapatkan hasil bahwa jumlah laki laki yang menjawab setuju sebanyak 5

orang dan perempuan sebanyak 4 orang. Adapun yang menjawab tidak setuju,

laki laki sebanyak 27 orang dan perempuan sebanyak 24 orang. Data dapat dilihat

pada tabel 1.8 berikut ;

15%

85%

Setuju = 9 orang

Tidak setuju = 51orang

Tabel 1.8. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian Negara Islam di

Indonesia Ditinjau dari Jenis Kelaminnya

JENIS KELAMIN SETUJU TIDAK JUMLAH

Laki – laki 5 27 32

Perempuan 4 24 28

Jumlah 9 51 60

Tabel 1.8 Sumber data primer 2017

Untuk hasil persilangan variabel departemen dengan variabel negara islam

didapatkan hasil bahwa pada Depertemen Antropologi yang setuju sebanyak 3 orang

dan tidak setuju 5 orang, Departemen Hubungan Internasional yang setuju

sebanyak 1 orang dan tidak setuju 7 orang, Departemen Ilmu Administrasi Negara

yang setuju sebanyak 1 orang dan tidak setuju 5 orang, Departemen ilmu

Komunikasi yang setuju sebanya 2 orang dan tidak setuju 8 orang, Departemen Ilmu

Pemerintahan yang setuju sebanyak 1 orang dan tidak setuju 7 orang, Departemen

Ilmu Politik yang setuju tidak ada dan tidak setuju 7 orang, Departemen Sosiologi

yang setuju sebanyak 1 orang dan tidak setuju sebanyak 12 orang. Hasil data yang

lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1.9 berikut ;

Tabel 1.9. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian Negara Islam di

Indonesia Ditinjau dari Departemennya

DEPARTEMEN SETUJU TIDAK JUMLAH

Antropologi 3 5 8

Hubungan internasional 1 7 8

Ilmu Administrasi Negara 1 5 6

Ilmu Komunikasi 2 8 10

Ilmu Pemerintahan 1 7 8

Ilmu Politik 0 7 7

Sosiologi 1 12 13

Jumlah 9 51 60

Tabel 1.9 Sumber data primer 2017

Kemudian untuk hasil persilangan variabel angkatan dengan variabel negara

islam didapatk hasil bahwa pada angkatan 2016 yang setuju sebanyak 4 orang dan

tidak setuju sebanyak 11 orang, angkatan 2015 yang setuju sebanyak 1 orang dan

tidak setuju 14 orang, angkatan 2014 yang setuju sebanyak 2 orang dan tidak setuju

13 orang, angkatan 2013 yang setuju sebanyak 2 orang dan tidak setuju 13 orang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.10 berikut ;

Tabel 1.10. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pendirian Negara Islam di

Indonesia Ditinjau dari Angkatannya

ANGKATAN SETUJU TIDAK JUMLAH

2016 4 11 15

2015 1 14 15

2014 2 13 15

2013 2 13 15

JUMLAH 9 51 60

Tabel 1.10 Sumber data primer 2017

Kemudian untuk konteks Indonesia sebagai negara demokratis, maka

menyuarakan gagasan atau pendapat adalah hak bagi setiap warga negara yang telah

dijamin oleh UU. Namun bagaimana jika terdapat kelompok/organisasi masyarakat

(ormas) yang hendak menyuarakan gagasan atau wacana untuk mendirikan negara

Islam di Indonesia yang secara konstitusional dianggap sebagai tindakan makar

terhadap negara atau dicap sebagai ormas yang menganut paham radikalisme ?.

Jika ditinjau dari PERPU Ormas tahun 2017, maka sanksi yang paling ringan

bagi ormas yang dianggap melakukan tindakan radikalisme adalah peneguran dan

sanksi yang paling berat adalah pembubaran. Lalu bagaimana pendapat aktivis

mahasiswa yang beragama islam tentang pembubaran ormas di negara demokrasi ini

?.

Dari 60 responden mahasiswa, sebanyak 40 orang (66,7 %) menjawab setuju

jika kelompok/ormas Islam yang menganut paham radikalisme dibubarkan oleh

pemerintah, sedangkan yang menjawab tidak setuju sebanyak 20 orang (33,3%).

Untuk sajian data dapat dilihat dalam diagram berikut :

Diagram 1.2. Distribusi Pandangan Responden terhadap Pembubaran Ormas

yang Menganut Paham Radikalisme di Indonesia

Diagram 1.2. Sumber data primer 2017

Selain itu, dengan menggunakan teknik pengukuran data skala likert, beberapa buah

pertanyaan yang menjadi turunan dari variabel negara Islam juga didapat hasil

sebagai berikut ;

i. Negara Islam adalah perwujudan Islam secara kaffah

Hasil yang peneliti dapatkan dari 60 responden mahasiswa, sebanyak 4 orang

(6,7 %) yang sangat setuju dan 20 orang (33,3 %) yang setuju bahwa penerapan

negara islam adalah bentuk pengamalan islam secara kaffah (totalitas). Sedangkan

sebanyak 4 orang (6,7%) yang sangat tidak setuju dan 14 orang (23,3%) yang

tidak setuju bahwa penerapan negara islam adalah bentuk pengamalan islam

secara kaffah. Sementara yang menjawab netral sebanyak 18 orang (30%).

Grafiknya dapat dilihat sebagai berikut :

66.70%

33.30% Setuju = 40 orang

Tidak Setuju = 20orang

Diagram 1.3. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Penerapan Syariat

Islam secara Kaffah

Diagram 1.3 Sumber data primer 2017

ii. Formalisasi Syariat Islam

Dari hasil penelitian yang didapatkan menyatakan bahwa dari 60 responden

mahasiswa, sebanyak 3 orang (5%) sangat setuju dan 20 orang (33,3%) setuju

terhadap formalisasi syariat Islam atau dibuatkan undang-undang syariah.

Sedangkan sebanyak 5 orang (8,3%) sangat tidak setuju dan 18 orang (30%) tidak

setuju terhadap formalisasi syariat islam atau undang – undang syariah.

Sementara sebanyak 14 orang (23,3%) menjawab netral. Grafiknya dapat dilihat

berikut :

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

SangatSetuju

Setuju Netral TidakSetuju

SangatTidakSetuju

4

20

18

14

4

Frekuensi Mahasiswa

Diagram 1.4. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Formalisasi

Syariat Islam

Diagram 1.4. Sumber data primer 2017

iii. Syariat Islam dan Cara Penegakannya

Hasil yang peneliti dapatkan adalah dari 60 responden mahasiswa, 9 orang

(15%) menjawab sangat setuju dan 23 orang (38,3%) menjawab setuju jika syariat

islam ditegakkan secara tegas (tanpa konpromi). Sedangkan 4 orang (6,7%)

menjawab sangat tidak setuju dan 8 orang (13,3%) tidak setuju jika syariat islam

ditegakkan secara tegas. Sementara 16 orang (26,7%) menjawab netral.

3

20

14

18

5

0

5

10

15

20

25

SangatSetuju

Setuju Netral TidakSetuju

SangatTidakSetuju

Frekuensi Mahasiswa

Diagram 1.3. Distribusi Pandangan Responden Terhadap Penegakan Syariat

Islam dengan Sikap Tegas

Diagram 1.5. Sumber data primer 2017

b. Pandangan Mahasiswa Islam tentang Kedudukan Syariat Islam dan Pancasila

Untuk rumusan masalah kedua, hasil yang didapatkan oleh peneliti menyebutkan

bahwa dari 60 responden mahasiswa, sebanyak 1 orang (1,7%) menjawab sangat

setuju dan 7 orang (11,7%) menjawab setuju jika syariat islam dikesampingkan

apabila tidak sesuai dengan hukum negara yang berlaku. Sedangkan sebanyak 10

orang (16,7%) menjawab sangat tidak setuju dan 25 orang (41,7%) menjawab

tidak setuju apabila syariat islam dikesampingkan meskipun bertentangan dengan

hukum negara yang berlaku. Sementara sebanyak 17 orang (28,3%) menjawab

netral. Grafiknya ditampilkan sebagai berikut :

9

23

16

8

4

0

5

10

15

20

25

SangatSetuju

Setuju Netral TidakSetuju

SangatTidakSetuju

Frekuensi Mahasiswa

Diagram 1.6. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Upaya Pengesampingan

Syariat Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang Berlaku

Diagram 1.6. Sumber data primer 2017

Sebagaimana pada rumusan masalah pertama, peneliti juga mencoba

menyilangkan variabel identitas responden dengan variabel rumusan masalah kedua

yaitu kedudukan pancasila dan syariat islam.

Untuk hasil persilangan data antara variabel jenis kelamin dengan variabel

kedudukan pancasila dan syariat islam didapatkan hasil bahwa untuk kelompok

jawaban setuju sebanyak 6 orang laki – laki dan sebanyak 2 orang perempuan.

Sementara untuk kelompok jawaban netral, sebanyak 11 orang laki – laki dan 6

orang perempuan. Adapun untuk kelompok jawaban tidak setuju, sebanyak 15 orang

laki – laki dan perempuan sebanyak 20 orang. Untuk data lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel 2.1 berikut;

2%12%

28%

41%

17%

Sangat Setuju = 1 orang

Setuju = 7 orang

Netral = 17 orang

Tidak Setuju = 25 orang

Sangat Tidak Setuju =10 orang

Tabel 2.1. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan Syariat

Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang Ditinjau dari Jenis

Kelaminnya

JENIS KELAMIN SS S N TS STS JUMLAH

Laki – laki 1 5 11 10 5 32

Perempuan 0 2 6 15 5 28

Jumlah 1 7 17 25 10 60

Tabel 2.1 Sumber data primer 2017

Kemudian untuk hasil persilangan data antara variabel departemen dengan

variabel kedudukan pancasila dan syariat islam didapatkan hasil bahwa Departemen

Antropologi sebanyak 1 orang yang masuk kelompok setuju, 3 orang menjawab

netral dan 4 orang masuk kelompok tidak setuju. Departemen Hubungan

Internasional sebanyak 2 orang masuk kelompok setuju, 2 orang netral dan 4 orang

masuk kelompok tidak setuju. Departemen Ilmu Komunikasi, sebanyak 2orang

masuk kelompok setuju, 1 netral dan 7 orang masuk kelompok tidak setuju.

Departemen Ilmu Administrasi Negara tidak ada yang menjawab setuju dan netral,

6 orang yang menjawab tidak setuju. Departemen ilmu Pemerintahan sebanyak 1

orang masuk kelompok setuju, 2 orang netral dan 5 orang masuk kelompok tidak

setuju. Departemen Ilmu Politik sebanyak 1 orang masuk kelompok setuju, 5 orang

netral dan 1 orang masuk kelompok tidak setuju. Departemen Sosiologi sebanyak 1

orang masuk kelompok setuju, 4 orang netral dan 8 orang masuk kelompok tidak

setuju. Untuk data lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut;

Tabel 2.2. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan Syariat

Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang Ditinjau dari

Departemennya

DEPARTEMEN SS S N TS STS JUMLAH

Antropologi 0 1 3 3 1 8

Hubungan Internasional 0 2 2 1 3 8

Ilmu Administrasi Negara 0 0 0 6 0 6

Ilmu Komunikasi 1 1 1 5 2 10

Ilmu Pemerintahan 0 1 2 4 1 8

Ilmu Politik 0 1 5 1 0 7

Sosiologi 0 1 4 5 3 13

Jumlah 1 7 17 25 10 60

Tabel 2.2 Sumber data primer 2017

Untuk hasil persilangan data antara variabel angkatan dengan variabel kedudukan

pancasila dan syariat islam didapatkan hasil bahwa untuk angkatan 2016 sebanyak 1

orang masuk kelompok jawaban setuju, 5 orang netral, dan 9 orang masuk kelompok

tidak setuju. Angkatan 2015 sebanyak 1 orang masuk kelompok jawaban setuju, 4

orang netral dan 10 orang masuk kelompok tidak setuju. Angkatan 2014 sebanyak 4

orang masuk kelompok setuju, 3 orang netral dan 8 orang masuk kelompok tidak

setuju. Angkatan 2013 sebanyak 2 orang masuk kelompok setuju, 5 orang netral dan

8 orang masuk kelompok tidak setuju. Untuk data lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 2.3 berikut;

Tabel 2.3. Distribusi Pandangan Mahasiswa Terhadap Pengesampingan Syariat

Islam Apabila Tidak Sesuai dengan Hukum Negara yang Ditinjau dari

Angkatannya

ANGKATAN SS S N TS STS JUMLAH

2016 1 0 5 8 1 15

2015 0 1 4 8 2 15

2014 0 4 3 3 5 15

2013 0 2 5 6 2 15

JUMLAH 1 7 17 25 10 60

Tabel 2.3 Sumber data primer 2017

Selain pertanyaan utama diatas, berikut peneliti sajikan hasil penelitian dari

beberapa pertanyaan turunan terkait hubungan antara kedua variabel tersebut yakni

variabel syariat islam dan variabel Pancasila.

i. Pancasila dan Relevansinya

Hasil yang peneliti dapatkan bahwasanya dari 60 responden mahasiswa,

sebanyak 6 orang (10%) menjawab sangat tidak setuju dan 25 orang (41,7%)

menjawab tidak setuju jika Pancasila tidak mampu lagi menjamin keadilan dan

kesejahteraan sosial bagi segenap rakyat Indonesia. Sedangkan yang menjawab

sangat setuju sebanyak 4 orang (6,7%) dan yang menjawab setuju sebanyak 5

orang (8,3%) jika Pancasila tidak mampu lagi menjamin keadilan dan

kesejahteraan sosial bagi segenap rakyat Indonesia. Sementara yang menjawab

netral sebanyak 20 orang (33,3%). Grafiknya dapat dilihat sebagai berikut :

Diagram 1.6. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Relevansi Pancasila

dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial

Diagram 1.7. Sumber data primer 2017

ii. Ketidaksesuaian Nilai - Nilai Pancasila dan Syariat Islam

Hasil yang peneliti dapatkan adalah dari 60 responden mahasiswa, sebanyak

1 orang (1,7%) yang menjawab sangat setuju dan 2 orang (3,3%) menjawab setuju

jika nilai-nilai pancasila bertentangan dengan syariat islam. Sedangkan sebanyak

17 orang (28,3%) menjawab sangat tidak setuju dan 20 orang (33,3%) tidak setuju

jika nilai- nilai pancasila dikatakan bertentangan dengan syariat islam. Sementara

20 orang (33,3%) menjawab netral. Grafiknya dapat dilihat sebagai berikut :

Diagram 1.8. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Ketidaksesuaian

antara Nilai – Nilai Islam dan Pancasila

0

5

10

15

20

25

sangatsetuju

setuju netral tidaksetuju

sangattidak

setuju

4 5

20

25

6

Frekuensi Mahasiswa

Diagram 1.8. Sumber data primer 2017

iii. Syariat Islam dan Peluang Penafsirannya

Hasil yang peneliti dapatkan adalah dari 60 responden mahasiswa, sebanyak

10 orang (16,7%) menjawab sangat setuju dan 16 orang (26,7%) menjawab setuju

apabila syariat islam ditafsirkan sesuai dengan konteks zaman dan masyarakatnya.

Sedangkan yang menjawab sangat setuju 5 orang (8,3%) dan tidak setuju 12

orang (20%) apabila syariat islam ditafsirkan sesuai konteks zaman dan

masyarakatnya. Sementara sebanyak 17 orang (28,3%) menjawab netral.

Grafiknya dapati dilihat sebagai berikut :

Diagram 1.9. Distribusi Jawaban Mahasiswa Terhadap Upaya Penafsiran

Syariat Islam sesuai Konteks Zaman dan Masyarakat

02468

101214161820

SangatSetuju

Setuju Netral TidakSetuju

SangatTidakSetuju

12

20 20

17

Frekuensi Mahasiswa

Diagram 1.9. Sumber data primer 2017

0

10

20

10

16 17

12

5Frekuensi Mahasiswa

B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Pendirian Negara Islam dan Eksistensi Pancasila

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fungsionalisme struktural

Robert Merton dalam menganalisis wacana pendirian negara islam di Indonesia yang

kemudian dibenturkan oleh Pancasila sebagai ideologi bangsa dan dasar negara

Indonesia yang telah diangggap final.

Asumsi dasar dari pendekatan fungsionalisme struktural Merton adalah sebagai

berikut : a) masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian bagian

atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. b) Setiap

struktur dalam sistem sosial selalu melahirkan sisi fungsional dan disfungsional bagi

masyarakat (Ritzer, 2013 : 22).

Hadirnya wacana untuk mendirikan negara islam di Indonesia jika dilihat dari

pendekat fungsionalisme Merton tersebut, maka dapat dikategorikan sebagai hal yang

fungsional sekaligus disfungsional. Fungsional bagi golongan/kelompok umat islam

yang mengusung wacana tersebut tetapi disfungsional bagi eksistensi bangsa dan

negara Indonesia. Asumsi dasarnya adalah bahwa dalam konteks hidup berbangsa dan

bernegara, masyarakat Indonesia telah diwariskan oleh satu sistem yang baku dan

final yaitu Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara, dan

NKRI sebagai bentuk negara. Oleh karena itu, dengan digulirkannya wacana untuk

mendirikan negara islam di Indonesia maka secara teoritis akan bertentangan dan

mengancam eksistensi ideologi, dasar dan bentuk negara sebagai sesuatu yang telah

terberi (given).

Lalu bagaimana jika ditinjau dari sisi pandangan warga negaranya terutama para

pemudanya yang didaku sebagai pelanjut generasi bangsa dan calon pemimpin masa

depan ini jika diperhadapkan dengan wacana tersebut ?.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap 60 responden

mahasiswa FISIP Unhas, diperoleh hasil yang menyebutkan bahwa sebanyak 9 orang

(15 %) menjawab setuju terhadap wacana pendiri negara islam di Indonesia,

sedangkan yang menjawab tidak setuju sebanyak 51 orang (85%).

Melihat hasil tersebut, terdapat berbagai alasan yang dituliskan oleh responden

baik yang setuju maupun tidak setuju. Misalnya dari pihak yang setuju, menurut JN

mahasiswa angkatan 2013 mengemukakan :

“sebagai umat islam, tentu cita-cita tertinggi adalah segala lini kehidupan

berbasis islam. Tentunya prinsip saling menghargai juga penting untuk agama

lain”

Kemudian menurut OS mahasiswa angkatan 2014 yang juga setuju dengan

pendirian negara islam di indonesia berpendapat bahwa :

“karena hukum dan pedoman hidup kita berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Qur’an

merupakan kitab suci dari umat islam”

Terlepas dari kedalaman dan keluasan pengetahuan yang dimiliki oleh

masing - masing responden yang setuju terhadap wacana negara Islam, peneliti

melihat kecendrungan berbagai alasan yang dikemukakan oleh responden

bahwasanya mereka yang pro akan wacana negara islam dilandasi oleh sebuah

keyakinan (iman) untuk menjalankan seluruh dimensi kehidupan ini berdasarkan

Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup umat islam, termasuk didalam

konteks kehidupan berbangsa dan bernegara sekalipun.

Sementara yang tidak setuju terhadap wacana pendirian negara Islam di

Indonesia juga memiliki alasan tersendiri. Misalnya menurut TS mahasiswa

angkatan 2015 menyatakan :

“ karena untuk menjalankan sunnah-sunnah Rasul, Indonesia tidak harus

menjadi negara islam. Banyak peraturan pemerintah yang bisa dibilang baik dan

tidak menyalahi aturan Al-Qur’an dan As-Sunnah”

Lalu pendapat lain yang berasal dari ZZ maahsiswa angkatan 2014 menyatakan

ketidaksetujuannya dengan alasan :

“karena untuk konteks hari ini, konsepsi pancasila masih sangat relevan di

Indonesia”

Adapun menurut AI mahasiswa angkatan 2016 mengatakan :

“karena Indonesia merdeka bukan hanya di tangan orang islam, tapi Indonesia

merdeka dengan beragam agama”

Dari berbagai alasan yang dikemukakan oleh 51 responden yang kontra

terhadap wacana negara islam tersebut, peneliti melihat kecendrungan respoden

bahwa mereka masih menganggap Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara

Indonesia yang mampu mengakomodasi seluruh kepentingan suku, agama, ras

dan golongan/kelompok masyarakat Indonesia kedalam sebuah wadah bernama

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sehingga kehendak untuk mendirikan negara islam (Khilafah Islamiyah) di

Indonesia patut untuk dipertimbangkan secara matang, meskipun islam sebagai

agama mayoritas di Indonesia. Tanpa itu, hanya mengantarkan Indonesia kedepan

pintu gerbang perpecahan bangsa.

Selain itu, karakter islam yang terbangun di Indonesia berasal dari iklim yang

moderat dan berwarna kultural sebagaimana menurut pandangan Gus Dur (2006)

bahwa Islam di Indonesia muncul dalam keseharian kultural yang tidak berbaju

ideologis serta tidak mengabaikan pluralitas masyarakat. Sehingga hadirnya

wacana untuk mendirikan negara islam yang sarat akan kepentingan ideologis

dinilai tidak sesuai dengan wajah umat islam Indonesia.

Meskipun mayoritas responden tidak setuju terhadap wacana pendirian

negara Islam di Indonesia, tetapi sebagian besar responden mengharapkan apabila

syariat Islam ditegakkan secara tegas sebagaimana pada diagram 1.5.

menunjukkan sebanyak 32 responden (53,3%) berada pada posisi setuju. Serta

pada diagram 1.4 juga menunjukkan sebanyak 23 orang (38,5%) yang berada

pada posisi setuju apabila syariat islam diformalkan atau dibuatkan perda syariah.

Menurut peneliti, dari angka tersebut menunjukkan adanya indikasi untuk

mengamalkan ajaran islam secara formal atau mengikat pemeluknya secara

konstitusional. Artinya, apabila umat islam melakukan tindakan yang menyalahi

aturan agama maka perlu diberikan sanksi/hukuman kepada yang bersangkutan

sesuai hukum islam, seperti hukuman mati, cambukan, pemotongan tangan dan

seterusnya.

2. Penafsiran Syariat Islam dalam Konteks Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Untuk rumusan masalah yang kedua ini, peneliti menggunakan pendekatan fakta

sosial dalam menganalisis bagaimana mahasiswa islam memposisikan dan

menafsirkan dua sumber hukum yang mengikatnya yakni Pancasila dan UUD 1945

sebagai sumber hukum dalam bernegara dan syariat Islam sebagai sumber hukum

dalam beragama.

Dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara, ada yang menafsirkan bahwa

agama (Islam) dan negara adalah entitas yang tak terpisah dan adapula yang

menafsirkan sebaliknya bahwa urusan agama (Islam) dan urusan negara harus

dipisah. Dengan kata lain, jika terdapat sebuah persoalan yang dihadapi oleh individu

atau kelompok masyarakat di dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara,

maka hukum yang harus digunakan adalah hukum negara yang berlaku, dalam hal ini

Pancasila dan UUD 1945.

Bila ditinjau dari aspek pemikiran, menurut Munawir Sjadzali (dalam Suyuti

Pulungan, tt, h. 2-3), pemikiran politik Islam kontemporer dapat digolongkan ke

dalam tiga aliran. Aliran pertama berpendapat bahwa Islam bukanlah semata-mata

dalam pengertian sarjana Barat, yakni hanya mengatur hubungan manusia dengan

Tuhan. Sebaliknya, Islam adalah suatu agama yang sempurna dan lengkap yang

mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk sistem politik atau

ketatanegaraan. Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu meniru sistem ketatanegaraan

Barat, sejatinya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam yang dipraktikkan oleh

Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.

Aliran kedua berpendapat bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat

yang tidak ada kaitannya dengan urusan kenegaraan. Nabi Muhammad, menurut

aliran ini, adalah seorang Rasul biasa seperti rasul-rasul sebelumnya. Tugasnya tidak

dimaksudkan untuk mendirikan negara dan memimpinnya. Ia hanya mempunyai

tugas tunggal, yaitu mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan

menjunjung tinggi budi pekerti luhur.

Aliran ketiga berpendapat bahwa Islam bukanlah agama yang serba lengkap dan

bahwa di dalamnya terdapat sistem ketatanegaraan. Namun bagi aliran ini, walaupun

dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi ia mengandung seperangkat

tata nilai yang lengkap bagi kehidupan bernegara.

Selain kategorisasi berdasarkan kecendrungan pemikiran tersebut, dalam konsepsi

Durkheim tentang fakta sosial, ia merumuskan bahwa terdapat tata sakral dan tata

profan. Tata sakral merujuk kepada sesuatu yang dianggap sakral, suci, atau kudus

seperti Tuhan, Roh, Binatang, Tumbuhan. Sementara Tata Profan merujuk kepada

sesuatu yang menyangkut kehidupan sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan

seterusnya.

Maka dengan meminjam konsep Durkheim tersebut, peneliti melihat terdapat dua

kubu dalam masalah ini. Ada yang menjadikan Pancasila dan UUD 1945 hanya

sebagai tata profan sedangkan syariat islam sebagai tata sakral. Dengan kata lain,

kedudukan syariat islam lebih tinggi dibanding Pancasila dan UUD 1945. Adapula

sebaliknya, Pancasila dan UUD 1945 memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding

syariat islam.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti menyebutkan bahwa

dari 60 responden mahasiswa, sebanyak 1 orang (1,7%) menjawab sangat setuju dan

7 orang (11,7%) menjawab setuju apabila syariat islam boleh dikesampingkan jika

tidak sesuai dengan hukum negara yang berlaku. Sedangkan sebanyak 10 orang

(16,7%) menjawab sangat tidak setuju dan 25 orang (41,7%) menjawab tidak setuju

apabila syariat islam dikesampingkan meskipun bertentangan dengan hukum negara

yang berlaku.

Jadi dapat dikatakan bahwa kecendrungan responden masih menjadikan syariat

islam (Al-Quran dan Hadist) sebagai tata sakral meskipun dalam konteks kehidupan

berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain, kedudukan syariat islam dianggap

lebih tinggi dari Pancasila dan UUD 1945.

3. Eksistensi Pancasila dan Ancaman Radikalisme

Gagasan untuk mendirikan negara Islam oleh sebagian pemikir islam

dikategorikan sebagai gerakan radikalisme/fundamentalisme agama. Sebagaimana

definisi radikalisme adalah sebuah paham yang berusaha memperjuangkan atau

menerapkan apa yang dianggap mendasar. Mereka menginginkan agar masyarakat

islam diperintah sesuai dengan al-Qur’an dan syari’at Islam sebagai aturan bernegara.

Jika ditinjau dari tingkatannya, maka upaya mendirikan negara islam dapat

digolongkan sebagai radikalisme tingkat sedang. Adapun tingkat tertinggi adalah

tindakan- tindakan terorisme seperti bom bunuh diri, penjarahan, dan perusakan

tempat- tempat umum. Adapun radikalisme yang tegolong tingat rendah seperti

gerakan takfiri atau upaya saling mengkafirkan atau penuduhan sesat antara sesama

umat islam.

Dengan melihat hasil penelitian ini yang menunjukkan sebanyak 9 orang setuju

jika negara islam didirikan di Indonesia, maka secara teoritis mereka dapat

digolongkan telah menganut atau paling tidak sevisi dengan kelompok/paham

radikalisme.

Meskipun populasi penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan, tetapi paling tidak

telah menggambarkan kenyataan sosial yang ada bahwa gerakan radikalisme islam

sedikit banyak telah berpengaruh di kalangan aktivis mahasiswa sekalipun.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan dari hasil penelitian ini, terdapat dua poin utama yang dapat penulis

paparkan, diantaranya ;

• Mayoritas responden tidak setuju terhadap wacana pendirian negara islam

(khalifah Islamiyah) di indonesia yang disertai dengan berbagai alasan yang

melatarinya terutama alasan keberagaman (SARA) yang menjadi karakter bangsa.

Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia dianggap masih mampu

mengakomodasi seluruh kepentingan suku, agama, ras dan golongan/kelompok

masyarakat Indonesia kedalam sebuah wadah bersama bernama Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI). Sehingga kehendak untuk mendirikan negara islam

(Khilafah Islamiyah) di Indonesia patut untuk dipertimbangkan secara matang,

meskipun islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.

Meskipun demikian, sebagian responden cenderung setuju apabila syariat islam

diformalkan atau diwujudkan kedalam Undang – Undang/Perda Syariah demi

penegakan islam secara kaffah.

• Kemudian terkait kedudukan syariat islam dan hukum negara dalam konteks

kehidupan berbangsa dan bernegara, mayoritas responden cenderung tidak setuju

apabila syariat islam dikesampingkan meskipun itu berbenturan dengan aturan

hukum (UU) negara yang berlaku. Terlepas dari itu, mayoritas responden masih

mengakui relevansi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan menganggap masih

mampu mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan hasil penelitian yang diperoleh, ada beberapa buah saran

yang hendak penulis usulkan, diantaranya ;

• Pertama, penulis melihat bahwa formalisasi syariat islam jauh lebih realistis dan

lebih relevan diwacanakan di indonesia ketimbang menggagas pendirian negara

islam. Meskipun wacana formalisasi syariat islam masih menimbulkan pro dan

kontra, tetapi dari segi tujuan, hal ini sebagai sarana atau upaya untuk

mengakomodasi kepentingan umat islam dalam menjalankan nilai –nilai

agamanya serta sebagai alternatif hukum formal bagi hukum indonesia yang

dinilai tumpul.

• Kedua, Untuk lingkup akademis atau dunia kampus dimana penelitian ini

diadakan maka penulis mengusulkan agar pemangku kepentingan (Rektor, Dekan

atau stakeholder terkait) dapat merumuskan kebijakan teknis yang sehat berupa

mengadakan forum – forum kajian/seminar ilmiah atau dalam bentuk mata kuliah

ketimbang mengeluarkan kebijakan hukum berupa pelarangan secara

organisasional/ideologis sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh pemerintah

pusat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Anzar (2016). “ Gerakan Radikalisme dalam Islam Perspektif Historis”. ADDIN, 10

(1).

Abdullah, Junaidi (2014). “Radikalisme Agama (dekonstruksi tafsir ayat-ayat kekerasan dalam

al-quran)”. Kalam : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, 8 (2).

An- Nabhani, Taqiyuddin. (2006). Daulah Islam.. Jakarta Selatan : HTI Press

Armando, Nina M (2005). “Ensiklopedi Islam”. Ichtiar Baru Van Hoeve. 6 (301).

Berger, Peter L dan Thomas Luckmann (2012). Tafsir Sosial Atas Kenyataan (risalah tentang

sosiologi pengetahuan). Jakarta: LP3ES.

Creswell, J.W (2014). Research Design (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan mixed).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hudori, Ahmad (2009). Khilafah Islamiyah perspektif Ahmadiyah. Jakarta : UIN Syarif

Hidayatullah. http;//repository.uinjkt.ac.id

Ilmi, Miftahul. (2008). Persepsi Ulama NU tentang Sistem Khilafah. Surabaya : IAIN

Walisongo. library.walisongo.ac.id/digilib/download

Jauhari, Imam.B (2012). Teori Sosial (proses islamisasi dalam system ilmu pengetahuan).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Khoiriyah, Nuriana (2016). Konsep Khilafah Islamiyah Gerakan Ikhwanul Muslimin menurut

Pemikiran Hasan al Banna. Surakarta : Perpustakan,uns.ac.id.

Kumar, Deepa (2016). Islam dan Politik (sebuah analisis marxis). IndoPROGRESS.

Mardalis (2006). Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Jakarta: Bumi Aksara.

Mastur (2010). Respon Mahasiswa Islam UNY tentang Pemikiran Khilafah HTI. Yogyakarta :

UIN SUKA. digilib.uin-suka.ac.id

Muqtada, Muhammad Rikza (2017). “Utopia Khilafah Islamiyah : Studi Tafsir Politik

Muhammad Arkoun”. Jurnal Theologia, 28 (I). http://dx.doi.org/10.21580/teo.2017.28.1.1410

Naki, Ridwan (1999). Konsep Khilafah menurut Abul a’la Al - Maududi dan Ali Syariati.

Surabaya : IAIN Sunan Ampel. http://digilib.uinsby.ac.id/17777/

Pulungan, Suyuti (2013). “Ide Jamaluddin Al – Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha

tentang Negara dan Pemerintahan dalam Islam.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI (2016). Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.

Jakarta: Sekretaris Jenderal MPR RI.

Ritzer, George. Douglas J Godman (2008). Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana.

Riyadi, Dedi Slamet (2008). Analisis terhadap Konsep Khilafah menurut Hizbut Tahrir.

Semarang : IAIN Walisongo.

Santoso Kristeva, Sayyid (2015). Sejarah Ideologi Dunia (kapitalisme, sosialisme, komunisme,

fasisme, anarkisme, anarkisme-marxisme, konservatisme). Yogyakarta: Lentera Kreasindo.

Syamsulrijal (2017). “Radikalisme Kaum Muda Islam Terdidik di Makassar”. Al-Qalam. 23 (2).

Siregar, Sofyan (2011). Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sugiyono (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Upe, Ambo (2010). Tradisi Aliran dalam Sosiologi (dari filosofi positivistic ke post positivistic).

Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Veeger, K..J (1986). Realitas Sosial (refleksi filsafat sosial atas hubungan individu-masyarakat

dalam cakrawala sejarah sosiologi). Jakarta: PT Gramedia.

Wahid, Abdurahman (2006). Islamku, Islam Anda, Islam Kita (agama masyarakat negara

demokrasi). Jakarta : The Wahid Institute.

Wahid, Abdurahman (Editor) (2009) . Ilusi Negara Islam (ekspansi gerakan islam transnasional

di Indonesia ). Jakarta: The Wahid Institute.

Wijaya, Aksin (2012). Negara islam Indonesia ? (menguji otentitas argument hukum khilafah

islamiyah dalam konteks berislam Indonesia). Conference Proceeding AICIS XII.

digilib.uinsby.ac.id

Yamani, Ahmad Zaki (1977). “Syariat Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa Kini”. Intermasa.

14.

Yusalina, Henny (2016). “Dinamika Penerapan Khilafah (Sebuah Tinjauan Sosio-Historis)”.

Wardah. 17( 2).

INTERNET

www.voa-islam.com (Diakses pada 23 April 2017).

https://www.kemenag.go.id/berita/431981/terima-hti-menag-berpesan-soal-pancasila-dan-

konsensus-bangsa ( Diakses pada 30 April 2017)

http://seputarsulawesi.com/berita-riset-litbang-agama-makassar-temukan-potensi-radikalisme-di-

sekolahsekolah-indonesia-timur.html (Di akses pada2 mei 2017)

http://lipi.go.id/berita/single/Radikalisme-Ideologi-Menguasai-Kampus/15082 (Diakses pada 2

mei 2017)

https://www.cliffsnotes.com/study-guides/sociology/religion/religious-fundamentalism (Diakses

pada 25 april 2017)

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html (Diakses pada 21 april

2017)

(http://www.learniseasy.com/sejarah-nilai-pancasila.html Diakses pada 22 april 2017).

http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000010594/swf/5058/files/basic-

html/page16.html (Diakses pada 22 april 2017)

LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 2

Daftar responden beserta identitasnya

NO NAMA DEPARTEMEN ANGKATAN JENIS KELAMIN

1 Ghifafari Ramadhan Ilmu Politik 2013 L

2 Ilham Alfais Sosiologi 2013 L

3 Fachrul Rozy Ilmu komunikasi 2013 L

4 Yusriah amaliah Ilmu pemerintahan 2013 P

5 Mikhail M Ilmu politik 2013 L

6 Fahmi sulthoni Ilmu politik 2013 L

7 Adnan Najib Ilmu pemerintahan 2013 L

8 Thorgib zulfikar Hubungan internasional 2013 L

9 Rustam Antropologi 2013 L

10 Rahmad hidayat Antropologi 2013 L

11 Sulaeman Sosiologi 2013 L

12 Jabal Nur Hubungan internasional 2013 L

13 Achmad Hubungan internasional 2013 L

14 Fuad hidayat Antropologi 2013 L

15 Hasyim asari Ilmu pemerintahan 2013 L

16 Orisya Ilmu komunikasi 2014 P

17 Dirwan kalam Ilmu politik 2014 L

18 Y Ilmu politik 2014 L

19 Nur haeriya Ilmu komunikasi 2014 P

20 Intan Firdausi Ilmu komunikasi 2014 P

21 Zulfah Ilmu komunikasi 2014 P

22 Annisa lutfiah Ilmu komunikasi 2014 P

23 Nursandrawali Sosiologi 2014 P

24 Marlina rajab Ilmu pemerintahan 2014 P

25 Nur azizah raja Ilmu pemerintahan 2014 P

26 Supriadi Ilmu pemerintahan 2014 P

27 Jannah Ilmu pemerintahan 2014 L

28 Aulia hardina hakim Hubungan internasional 2014 P

29 Zulmi zuliansyah Hubungan internasional 2014 L

30 Arbi hamzah Hubungan internasional 2014 L

31 Fathimah shiddiqah Sosiologi 2015 P

32 Zulfadli muchisyam Administrasi Negara 2015 L

33 Ari Administrasi Negara 2015 L

34 Princess Administrasi Negara 2015 P

35 Andi teri sangka Administrasi Negara 2015 P

36 Eka apriliyanti Administrasi Negara 2015 P

37 Abdul masli Antropologi 2015 L

38 Muhammad ardan Antropologi 2015 L

39 Citra Sosiologi 2015 P

40 Andi nuramina Sosiologi 2015 P

41 Syahrul syam Sosiologi 2015 L

42 Abdurahman Sosilogi 2015 L

43 Barbie Hubungan internasional 2015 P

44 Amiliyah arief Hubungan internasional 2015 P

45 Nurhikmah Sosiologi 2015 P

46 Rostina oktavia Ilmu komunikasi 2016 P

47 Arini widyastuti Antropologi 2016 P

48 Wahyu ramadhan Antropologi 2016 L

49 Rangga Antropologi 2016 L

50 Nurul mufidah Administrasi Negara 2016 P

51 Saddam husaen Ilmu komunikasi 2016 L

52 Tasa Ilmu komunikasi 2016 P

53 Ramdhan syahroni Sosiologi 2016 L

54 Andi annisa Ilmu pemerintahan 2016 P

55 Hajarullah Sosiologi 2016 L

56 Wilda yanti Ilmu komunikasi 2016 P

57 Haslina Sosiologi 2016 P

58 Nadhira humairah Sosiologi 2016 P

59 Widya astute Ilmu politik 2016 P

60 Muh agung Ilmu politik 2016 L

TOTAL 60

Tabel : Sumber data primer 2017

LAMPIRAN 3

KUESIONER PENELITIAN

RADIKALISME AGAMA DAN MASA DEPAN IDEOLOGI BANGSA

“STUDI PANDANGAN MAHASISWA ISLAM TERHADAP WACANA PENDIRIAN NEGARA

ISLAM (KHILAFAH ISLAMIYAH) DI INDONESIA”

Responden yang terhormat,

Bersama dengan ini, mohon kiranya agar Anda dapat bersedia meluangkan waktu untuk mengisi

kuesioner penelitian ini yang berjudul “Studi Pandangan Mahasiswa Islam terhadap Wacana

Pendirian Negara Islam (Khilafah Islamiyah) di Indonesia”. Informasi yang anda berikan adalah

bantuan yang sangat berharga dalam menunjang proses penyelesaian skripsi kami yang juga

menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi S-1 di Departemen Sosiologi FISIP

Unhas..

Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

Salam Hormat,

Achmad Faizal

E411 13 309

I. IDENTITAS RESPONDEN

a. Nama :

b. Jenis kelamin :

( ) Laki- Laki ( ) Perempuan

c. Departemen :

( ) Antropologi ( ) Hubungan Internasional ( ) Ilmu Politik

( ) Ilmu Komunikasi ( ) Ilmu Administrasi Negara

( ) Ilmu Pemerintahan ( ) Sosiologi

d. Angkatan :

( ) 2013 ( ) 2014 ( ) 2015 ( ) 2016

e. No telp/HP :

f. Organisasi :

1. ………………………………………..…….

2. ………………………………………………

3. ………………………………………………

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Sebelum menjawab, responden diharap agar membaca setiap pertanyaan dengan

seksama.

2. Responden dapat memberikan jawaban dengan memberikan tanda centang (√) pada salah

satu pilihan jawaban yang tersedia. Hanya satu jawaban saja yang diperlukan untuk setiap

pertanyaan.

3. Isilah secara singkat apabila ada pertanyaan yang membutuhkan penjelasan.

4. Pada masing-masing pertanyaan terdapat lima alternatif jawaban yang mengacu pada

teknik skala Likert, yaitu:

• Sangat Setuju (SS) = 5

• Setuju (S) = 4

• Netral (N) = 3

• Tidak Setuju (TS) = 2

• Sangat Tidak Setuju (STS) = 1

5. Data responden dan semua informasi yang diberikan akan dijamin kerahasiaannya,

oleh sebab itu mohon kiranya untuk mengisi kuesioner dengan data yang sebenarnya.

II. DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa pendapat Anda tentang wacana pendirian Negara islam di Indonesia ?

a. Setuju b. Tidak

Alasannya?

................................................................................................................................................

.....................................................................................................................

2. Sebutkan ormas Islam di Indonesia yang menurut Anda menganut paham radikalisme

………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………..

3. Apa pendapat Anda tentang pembubaran ormas Islam yang dianggap menganut paham

radikalisme ?

a. Setuju b. Tidak

Alasannya ?

………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………..

Variabel Negara Islam

PERNYATAAN SS S N TS STS

4. Pendirian Negara islam di Indonesia tidak cocok dengan

karakter Islam Nusantara yang moderat

5. Pendirian Negara islam tidak cocok dengan sistem

demokrasi yang berlaku Indonesia

6. Pendirian Negara islam tidak cocok dengan karakter

bangsa Indonesia yang beragam/multicultural

7. Kepercayaan/Agama minoritas di Indonesia yang

dianggap sesat perlu dihilangkan

8. Pendirian Negara Islam adalah bagian dari pengamalan

islam secara kaffah (totalitas)

9. Sistem ekonomi islam cocok diterapkan di Indonesia

menggantikan sistem ekonomi kapitalisme

10. Syariat islam (Al-Quran & Hadist) perlu diformalkan/

dibuatkan undang-undang syariah

11. Syariat islam (Al-Quran & Hadist) perlu diperjuangkan

oleh partai politik yang berasaskan islam

12. Syariat islam (Al-Quran & Hadist) perlu ditegakkan

secara tegas/ tanpa kompromi

Variabel Pancasila

13. Pancasila boleh diganti dengan ideologi lain

14.

Pancasila mampu menaungi segala bentuk

kepercayaan/agama yang dianut oleh masyarakat

Indonesia

15. Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa Indonesia

16. Pancasila tidak mampu lagi menjamin keadilan dan

kesejahteraan sosial bagi segenap rakyat Indonesia

17. Pancasila adalah sumber segala sumber hukum bagi

bangsa Indonesia

18. Nilai nilai Pancasila bertentangan dengan syariat islam

(Al-Quran & Hadist)

Variabel Syariat Islam

19. Syariat islam (Al-Quran & Hadist) adalah sumber hukum

utama bagi umat islam dalam konteks hidup berbangsa

dan bernegara

20. Hukum islam dapat dikesampingkan jika tidak sesuai

dengan Pancasila/UUD 1945

21. Syariat islam (Al-Quran & Hadist) boleh ditafsirkan

sesuai konteks zaman dan masyarakatnya

22. Nilai-nilai islam telah terkandung di dalam Pancasila

LAMPIRAN 4

PENGELOLAHAN DATA SPSS

A. IDENTITAS RESPONDEN

DEPARTEMEN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Antropologi 8 13.3 13.3 13.3

HI 8 13.3 13.3 26.7

Politik 7 11.7 11.7 38.3

komunikasi 10 16.7 16.7 55.0

administrasi negara 6 10.0 10.0 65.0

pemerintahan 8 13.3 13.3 78.3

sosiologi 13 21.7 21.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

laki laki 32 53.3 53.3 53.3

Perempuan 28 46.7 46.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

ANGKATAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2013 15 25.0 25.0 25.0

2014 15 25.0 25.0 50.0

2015 15 25.0 25.0 75.0

2016 15 25.0 25.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

T1

Frequenc

y

Perce

nt

Valid

Perce

nt

Cumulativ

e Percent

Vali

d

setuj

u

9 15.0 15.0 15.0

Tida

k

51 85.0 85.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

T3

Frequenc

y

Perce

nt

Valid

Perce

nt

Cumulativ

e Percent

Vali

d

setuj

u

40 66.7 66.7 66.7

tidak 20 33.3 33.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

X4

Frequenc

y

Percen

t

Valid

Percen

t

Cumulativ

e Percent

Vali

d

1 4 6.7 6.7 6.7

2 3 5.0 5.0 11.7

3 26 43.3 43.3 55.0

4 21 35.0 35.0 90.0

5 6 10.0 10.0 100.0

Tota

l

60 100.0 100.0

x5

Frequenc

y

Percen

t

Valid

Percen

t

Cumulativ

e Percent

Vali

d

1 3 5.0 5.0 5.0

2 13 21.7 21.7 26.7

3 8 13.3 13.3 40.0

4 25 41.7 41.7 81.7

5 11 18.3 18.3 100.0

Tota

l

60 100.0 100.0

x7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 12 20.0 20.0 20.0

2 16 26.7 26.7 46.7

3 6 10.0 10.0 56.7

4 16 26.7 26.7 83.3

5 10 16.7 16.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

x8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 6.7 6.7 6.7

2 14 23.3 23.3 30.0

3 18 30.0 30.0 60.0

4 20 33.3 33.3 93.3

5 4 6.7 6.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

x9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 6.7 6.7 6.7

2 7 11.7 11.7 18.3

3 24 40.0 40.0 58.3

4 18 30.0 30.0 88.3

5 7 11.7 11.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

x10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 5 8.3 8.3 8.3

2 18 30.0 30.0 38.3

3 14 23.3 23.3 61.7

4 20 33.3 33.3 95.0

5 3 5.0 5.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

x11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 6.7 6.7 6.7

2 7 11.7 11.7 18.3

3 19 31.7 31.7 50.0

4 23 38.3 38.3 88.3

5 7 11.7 11.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

x12

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 6.7 6.7 6.7

2 8 13.3 13.3 20.0

3 16 26.7 26.7 46.7

4 23 38.3 38.3 85.0

5 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

y13

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 17 28.3 28.3 28.3

2 22 36.7 36.7 65.0

3 10 16.7 16.7 81.7

4 10 16.7 16.7 98.3

5 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

y14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 1 1.7 1.7 1.7

2 3 5.0 5.0 6.7

3 7 11.7 11.7 18.3

4 30 50.0 50.0 68.3

5 19 31.7 31.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

y15

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 1.7 1.7 1.7

3 5 8.3 8.3 10.0

4 32 53.3 53.3 63.3

5 22 36.7 36.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

y16

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 6 10.0 10.0 10.0

2 25 41.7 41.7 51.7

3 20 33.3 33.3 85.0

4 5 8.3 8.3 93.3

5 4 6.7 6.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

y17

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 2 3.3 3.3 3.3

2 6 10.0 10.0 13.3

3 13 21.7 21.7 35.0

4 26 43.3 43.3 78.3

5 13 21.7 21.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

y18

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 17 28.3 28.3 28.3

2 20 33.3 33.3 61.7

3 20 33.3 33.3 95.0

4 2 3.3 3.3 98.3

5 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

z20

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 10 16.7 16.7 16.7

2 25 41.7 41.7 58.3

3 17 28.3 28.3 86.7

4 7 11.7 11.7 98.3

5 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

z21

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 5 8.3 8.3 8.3

2 12 20.0 20.0 28.3

3 17 28.3 28.3 56.7

4 16 26.7 26.7 83.3

5 10 16.7 16.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

z22

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 2 3.3 3.3 3.3

2 2 3.3 3.3 6.7

3 14 23.3 23.3 30.0

4 29 48.3 48.3 78.3

5 13 21.7 21.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

93

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Achmad Faizal

Tempat & Tanggal Lahir : Makassar, 9 Juni 1995

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Alamat : Jl. Satando Komp TNI – AL Dewa Kembar C/1 233

Riwayat Pendidikan :

a. SD HANG TUAH MAKASSAR 2001 - 2007

b. SMP NEGERI 7 MAKASSAR 2007 – 2010

c. SMA NEGERI 4 MAKASSAR 2010 – 2013

d. S/1 SOSIOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN 2013 – 2017

Riwayat Organisasi :

a. KETUA BIDANG ROHANI OSIS SMA NEGERI 4 MAKASSAR PERIODE

2011/2012

b. KORDINATOR KEBIJAKAN PUBLIK KAMMI UNHAS PERIODE 2014/2015

c. INTERNAL OVERSIGHT MUN UNHAS PERIODE 2015/2016

d. MAKES (Al Markaz For Khudi Enlightening Studies) PERIODE 2015/2016

e. KETUA UMUM KEMASOS FISIP UNHAS PERIODE 2016/2017

f. JARINGAN AKTIVIS FILSAFAT ISLAM CABANG MAKASSAR BARAT 2017